Disusun Oleh ;
S1 RK A Semester V
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Usaha penelitian ke arah pencarian obat baru semakin berkembang pesat seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta peningkatan jumlah dan jenis penyakit. Tumbuhan
sebagai sumber senyawa bioaktif alami merupakan bahan baku yang potensial yang
menunjang usaha pencarian senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologik terhadap sel
hidup, khususnya sebagai senyawa bioaktif medisinal. Munculnya berbagai dampak negatif
dari pemakaian zat-zat kimia sintetik atau sering disebut dengan pengobatan kemoterapi,
menyebabkan penggunaan bahan alam saat ini lebih banyak dilakukan. Obat tradisional
adalah bahan obat-obat yang berasal dari alam misalnya dari tumbuh-tumbuhan, hewan,
mineral, sediaan galenik (sarian). Dalam bahan obat tradisional tersebut umumnya terdiri dari
beberapa jenis simplisia yang berkhasiat farmakologis, baik dalam bentuk rajangan kasar dan
rajangan halus. Bahkan beberapa sediaan bahan alam telah berbentuk sediaan fitofarmaka
(seperti temulawak dan daun jambu). Perbedaan kondisi lingkungan tempat tumbuh dapat
menyebabkan perbedaan jenis dan jumlah dari metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman (Kardono, 2003). Selain itu hal yang menyebabkan bijinya. Manfaat utama biji
lamtoro adalah sebagai aenthelmintikum (obat cacing), biji petai cina juga bermanfaat
sebagai peluruh air seni, peluruh haid, penawar racun serangga serta pengobatan untuk
penyakit kencing manis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pemeriksaan
identitas dan kemurnian simplisia biji petai cina pada pengeringan oven dan sinar matahari,
sehingga diperoleh informasi teknik pengeringan mana yang terbaik. Dari penelitian
terdahulu diketahui bahwa pada batang petai cina terdapat senyawa tannin dan pada daunnya
dilakukan analisa Karotenoid .Penelitian menunjukkan bahwa infusa daun petai cina dengan
konsentrasi 40% mempunyai efek antiinflamasi pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi
dengan 0,1 ml karagenin 1% dengan nilai AUC (ml.Jam) sebesar 0,24 ( Fauziyah, 2008 ).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Untuk menentukan skrining fitokimia dari daun lamtoro dan daun ketepeng.
2. Menentukan kandungan kimia dari suatu tanaman dengan cara melakukan suatu reaksi
kimia.
BAB II
2.1 Alat
1. Pipet tetes
2. Tabung reaksi
3. Penangas air
4. Timbangan
5. Cawan
6. Kertas saring
7. Corong
2.2 Bahan
METODE KERJA
4.2 Pembahasan
Skrining fitokimia ditujukan sebagai langkah awal untuk menentukan kandungan kimia
dari tanaman dengan cara melakukan suatu reaksi warna. Metode yang digunakan dalam
skrining fitokimia harus memiliki persyaratan seperti metodenya sederhana dan cepat,
peralatan yang digunakan sesedikit mungkin, selektif dalam mengidentifikasi senyawa-
senyawa tertentu, dan dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan
senyawa tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti. Sebagai informasi awal dalam
mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman.
Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan
sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tani, minyak untuk
industri sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tanin, saponin, steroid/
terpenoid.
Pengujian identifikasi yang pertama pada praktikum kali ini adalah uji alkaloid daun
lamtoro yaitu dengan cara Ekstrak daun lamtoro ditambah 10ml chloroform tambah 5ml
amoniak kemudian diaduk, lalu disaring memakai kertas saring. Hasil saringan ekstrak
daun lamtoro ditambah 1 ml H2SO4, dan lapisan air yang terbentuk dari ekstrak daun
lamtoro kemudian di pisahkan kedalam 2 tabung reaksi untuk ditambahkan masing-
masing 3 tetes pereaksi meyer dan pereaksi dragendoff. Hasil yang terjadi dari pengujian
tersebut adalah terbentuknya endapan berwarna merah, hasil ini menunjukan bahwa daun
lamtoro positif mengandung alkaloid.
Kemudian pengujian identifikasi alkaloid pada daun ketepeng yaitu dengan cara
mengambil sebanyak 2 spatel simplisia yang dimasukkan ke dalam cawan ditambah 10
ml kloroform dan 5 ml amoniak 0,05 M, lalu campurkan ad homogeny di dalam ruangan
asam. Kemudian saring menggunakan kertas saring. Setelah di saring tambahkan 1 ml
asam sulfat kemudian kocok ad homogen. Diamkan beberapa saat hingga membentuk 2
lapisan (air dan kloroform), lalu di pipet lapisan airnya. Lapisan air yang terbentuk dari
ekstrak daun ketepeng lalu dipisahkan ke dalam 2 tabung reaksi untuk di tambahkan
masing-masing 3 tetes pereaksi meyer dan pereaksi dragendoff. Hasil yang terjadi dari
pengujian tersebut adalah terbentuknya endapan berwarna merah, hasil ini menunjukan
daun ketepeng positif mengandung alkaloid.
Pengujian identifikasi yang kedua adalah uji flavonoid daun lamtoro dan daun ketepeng
yaitu dengan cara mengambil Sample sebanyak 1-2 spatel dan dimasukkan ke dalam
cawan kemudian di tambahkan 5 ml etanol 96%. Sample yang sudah di campur dengan
etanol kemudian di saring dan dipanaskan hingga sample menyusut atau mengkerak.
Setelah itu tambahkan 1 spatel Mg, kemudian tambahkan 2 tetes asam klorida pekat. Dari
pengujian tersebut terjadi perubahan pada sampel daun ketepeng dan daun lamtoro
terdapat buih dan terjadi perubahan warna, ini menunjukkan bahwa daun lamtoro dan
daun ketepeng positif mengandung flavonoid.
Pengujian identifikasi yang ketiga adalah uji fenolik daun lamtoro dan daun ketepeng
yaitu dengan cara memasukkan ekstrak daun ketepeng dan daun lamtoro ke dalam tabung
reaksi sebanyak 1-2 ml yang telah ditmbahkan 2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Dari hasil
pengujian di dapatkan pada daun ketepeng mula-mula berwarna coklat setelah di tetesi
pelarut berubah warna menjadi kehitaman ini menunjukkan bahwa daun ketepeng positif
mengandung fenolik. Kemudia pada sampel daun lamtoro awal mula berwarna hijau
setelah ditetesi pelarut berubah warna menjadi kehitaman ini menunjukkan bahwa daun
lamtoro positif mengandung fenolik.
Pengujian identifikasi yang keempat adalah uji Saponin daun lamtoro dan daun ketepeng
yang dilakukan dengan cara menimbang 10mg sampel ekstrak daun lamtoro dan daun
Ketepeng dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah ditambahkan 2ml aquadest,
dan kemudian di kocok lalu dipanaskan selama 15 menit. Setelah di lakukan pengujian di
dapatkan pada daun ketepeng positif mengandung saponin karena setelah di tetesi pelarut
berubah warna menjadi kehitaman, sedangkan pada sampel daun lamtoro tidak terjadi
perubahan warna tetap berwarna hijau ini menunjukkan bahwa daun lamtoro negative
mengandung saponin.
Pengujian identifikasi yang kelima adalah uji triterpenoid dan steroid daun lamtoro dan
daun ketepeng dengan cara menimbang sebanyak 10mg ekstrak daun lamtoro dan daun
ketepeng dan dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu di tambahkan pereaksi Lieberman
Buchardat (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Dari hasil
pengujian sebelum di tetesi pelarut daun ketepeng dan daun lamtoro berwarna hitam
berubah warna setelah di tetesi pelarut menjadi warna hijau ini menunjukkan bahwa daun
ketepeng dan daun lamtoro mengandung triterpenoid dan steroid.
Pengujian identifikasi yang keenam adalah uji Tannin daun lamtoro dan daun ketepeng
yang dilakukan dengan cara menimbang 1gr ekstrak sampel daun lamtoro dan daun
Ketepeng yang dimasukkan kedalam tabung reaksi bersama 10ml aquadest dan
dipanaskan hingga 15 menit, setelah itu saring dan dinginkan, kemudian tambahkan
FeCl3. Dari hasil pengujian yang di dapat bahwan daun lamtoro sebelum ditetesi pelarut
berwarna hijau setelah di tetesi pelarut berubah warna menjadi hijau kehitaman ini
menunjukkan bahwa daun lamtoro positif mengandung tannin. Pada daun ketepeng
sebelum di tetesi pelarut berwarna kuning, setelah di tetesi pelarut berubah warna
menjadi coklat kehitaman ini menunjukkan bahwa daun ketepeng juga positif
mengandung tannin.
Dan pengujian identifikasi yang terakhir adalah uji quinon daun lamtoro dan daun
ketepeng yang dilakukan dengan cara Daun lamtoro dan daun ketepeng ditambah etanol
lalu diambil filternya dengan kertas saring, dan dipanaskan hingga pekat, lalu beri
aquadest 10ml ditambah NaOH beberapa tetes. Dari hasil pengujian tersebut terjadi
perubahan warna pada daun lamtoro yang awalnya berwarna hijau berubah menjadi
warna merah, ini menunjukkan bahwa daun lamtoro mengandung quinon. Sedangkan
pada daun ketepeng tidak terjadi perubahan apapun tetap berwarna hijau ini menandakan
daun ketepeng negative mengandung quinon.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Daun lamtoro positif mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpen dan steroid, tannin
dan juga quinon. Sedangkan daun lamtoro negative mengandung saponin.
Daun ketepeng positif mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpen dan
steroid dan juga tannin. Sedangkan daun ketepeng negative mengandung quinon.
5.2 Saran
Anonim. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Universitas Muslim Indonesia.
Makassar.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Edisi Kedua, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB,
Bandung.
Djamal, R. 1998. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian. Universitas Negeri
Andalas.
LAMPIRAN
Uji saponin daun ketepeng (+) positif Uji saponin daun lamtoro (-) negatif
Uji alkaloid
simplisia daun
ketepeng
Uji
alkaloid
simplisia daun
ketepeng
Uji alkaloid simplisia daun ketepeng Uji Tanin