BAHAN ALAM
[Ekstrak rempah tanaman Etnofarmasi berbasis Kearifan Lokal]
Kelompok 2
Izatul Azalia 4301416040
TAHUN 2018
1
PERCOBAAN IDENTIFIKASI FITOKIMIA
----------------------------------------------------------------------------------------------
I. Tujuan Percobaan :
1. Pengetahuan :
1) Mahasiswa mampu melakukan uji fitokimia pada ekstrak temulawak dengan
baik dan benar.
2) Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa alkaloid, steroid, terpenoid,
flavonoid, fenolik dan saponin pada ekstrak temulawak.
2. Keterampilan :
1) Mahasiswa terampil dalam melakukan percobaan untuk membuktikan adanya
senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, terpenoid, flavonoid,
fenolik, dan saponin dengan berbagai reagen.
2) Mahasiswa mampu mengkomunikasikan hasil percobaan dan
mengevaluasinya.
3. Sikap :
1) Mengembangkan sikap konservasi seperti memanfaatkan batang temulawak
untuk diambil minyak atsirinya.
2) Mengembangkan sikap kewirausahaan seperti membuat dan menjual minyak
atsiri yang berkualitas dari rimpang temulawak.
3) Mengembangkan sikap kinerja ilmiah seperti melakukan identifikasi
kandungan metabolit sekunder dari ekstrak tanaman secara teliti.
2
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll.
Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada
hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol, dan
kampesterol.(Harborne, 1987; Robinson, 1995)
Saponin membentuk busa yang mantap jika dikocok (Harbrone, 1987), merupakan
golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar,
dengan kegunaan luas (Burger, et.al., 1998). Struktur saponin menyebabkan saponin
bersifat seperti sabun atau detergen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami
(nama saponin diambil dari sifat utama ini yaitu “sapo” dalam bahasa Latin yang
berarti sabun) (Calabria, 2008; Hawley and Hawley, 2004).
Alkaloid adalah senyawa organic yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali
dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul
senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis
kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Ada beberapa
senyawa golongan alkaloid yang memiliki atom N di dalam rantai lurus atau alifatis.
(Ikan, 1969).
Flavonoid adalah senyawa bahan alam yang mengandung dua cincin aromatik
benzena yang dihubungkan oleh 3 atom karbon, atau suatu fenilbenzopiran (C6-C3-
C6). Bergantung pada posisi ikatan dari cincin aromatik benzena pada rantai
penghubung tersebut, kelompok flavonoid dibagi menjadi 3 kelas utama, flavonoid,
isoflavonoid, dan neoflavonoid. (Grotewold, 2006).
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik
memiliki cincin aromatic satu atau lebih gugus hidroksi (OH) dan gugus-gugus lain
penyertanya. Senyawa fenolik di alam terdapat sangat luas, mempunyai variasi
struktur yang luas, mudah ditemukan disemua tanaman, daun, bunga dan buah.
Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol
monosiklik sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, tannin, melanin) dan kuinon
fenolik. (Nicholson, 2006)
Temulawak termasuk tanaman berbatang basah. Tingginya dapat mencapai 2,5 m.
Bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning. Panjang tangkai bunga 1,5-
3 m. kelompok bunga 3-4 buah. Bunganya langsung keluar dari rimpang dan
berwarna merah, kelopak hijau muda, sedangkan pangkal bunga bagian atas berwarna
ungu. Temulawak termasuk jenis temu-temuan yang berbunga terus menerus. Bagian
yang dipanen dan dipergunakan adalah rimpang yang beraroma tajam dengan daging
rimpang berwarna jingga. (Hernani, 2005).
Kandungan kimia rimpang temulawak dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu
a) fraksi pati, merupakan fraksi terbesar berbentuk serbuk warna putih kekuningan, b)
fraksi kurkuminoid, merupakan komponen yang memberikan warna kuning pada
rimpang temulawak yang memiliki khasiat medis, c) fraksi minyak atsiri, terdiri dari
senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Komposisi rimpang temulawak segar
berumur 9 bulan, berdasarkan bahan kering terdiri atas 75,18% air, 27,62% pati,
3
5,38% lemak, 10,96% minyak atsiri, 1,93% kurkumin, 6,44% protein, 6,89% serat
dan 3,96% abu (Sidik et al. 1995).
Untuk mengetahui atau menguji keberadaan senyawa-senyawa metabolit sekunder
dalam rimpang temulawak dapat dilakukan dengan uji fitokimia. Metabolit sekunder
yang dihasilkan dari proses ekstraksi serta metode yang dapat dilakukan skrining
fitokimia antara lain Uji Libermann-Burchard untuk mengidentifikasi adanya steroid,
Uji ferri klorida untuk mengidentifikasi senyawa tannin dan fenolik, Tes Dragendorft
untuk mengidentifikasi adalanya alkaloid, uji shinoda untuk mengidentifikasi adanya
flavonoid, uji Rosenthaler untuk mengidentifikasi adanya terpenoid. (Mandal, 2012).
Pada percobaan kali ini akan dilakukan uji fitokimia pada tamanan etnofarmasi
yaitu temulawak. Tujuan dilakukanya percobaan ini untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder didalam ekstrak temulawak yang dapat digunakan sebagai obat-
obatan.
4
3. Tambahkan 5 ml kloroform-amoniak 0,05 M ke dalam lumpang dan
lakukan penggerusan kembali, dan saring.
4. Ke dalam tabung reaksi yang berisi hasil penyaringan, tambahkan 10-20
tetes H2SO4 2 N lalu kocok perlahan selama 2-3 menit.
5. Biarkan campuran hingga terjadi pemisahan di dalam tabung reaksi.
6. Pisahkan lapisan asam sulfat (lapisan atas) yang terbentuk untuk dianalisis.
7. Siapkan 2 tabung reaksi bersih (tabung A dan tabung B), masing-masing
diisi dengan sedikit fraksi asam sulfat yang diperoleh pada langkah 6.
8. Lakukan pengujian pada tabung A dengan menambahkan reagen Mayer,
amati endapan/kabut putih yang terbentuk.
9. Pada tabung B tambahkan reagen Dragendorf, amati terbentuknya endapan
jingga-merah.
B. Identifikasi Steroid dan Terpenoid (Liberman Buchard Test)
1. Siapkan 2 gram sampel kering berbentuk serbuk, masukkan sampel ke
dalam tabung reaksi bersih dan kering.
2. Didihkan sampel dengan etanol 25 ml selama 25 menit.
3. Dalam keadaan panas saring campuran, kemudian uapkan pelarut hingga
kering.
4. Masukkan ekstrak kering yang diperoleh ke dalam lumpang lalu tambahkan
sedikit pasir dan kloroform, gerus campuran beberapa saat.
5. Saring campuran ke dalam tabung reaksi besar, lalu tambahkan aquades dan
campuran dikocok 2-3 menit.
6. Biarkan campuran hingga terbentuk 2 lapisan yang terpisah, kemudian
ambil fraksi kloroform yang terbentuk untuk dilakukan uji terhadap steroid
dan terpenoid. Sedangkan fraksi air yang terbentuk dilakukan untuk uji
terhadap flavonoid, fenolik dan safonin.
7. Tambahkan serbuk norit secukupnya ke dalam fraksi kloroform yang
diperoleh, lalu kocok-kocok sebentar dan biarkan hingga serbuk norit
mengendap.
8. Ambil fraksi kloroform dengan menggunakan pipet tetes, teteskan ke dalam
pelat tetes kemudian biarkan hingga pelarut menguap.
9. Tambahkan ke dalam pelat tetes beberapa anhidrida asetat dan asam sulfat
pekat.
5
10. Sebagai pembanding tambahkan H2SO4 pekat tanpa penambahan anhidrida
asetat.
11. Amati warna yang terjadi pada pelat tetes. Warna merah/merah keunguan
adalah terpenoid dan warna hijau/hijau biru adalah steroid.
C. Identifikasi Flavonoid
1. Masukkan beberapa tetes fraksi air dari langkah B-6 ke dalam tabung
reaksi.
2. Tambahkan serbuk logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat.
3. Amati terbentuknya warna pink sampai merah (kecuali untuk isoflavon).
D. Identifikasi Fenolik
1. Masukkan beberapa tetes fraksi air dari langkah B-6 ke dalam tabung
reaksi.
2. Tambahkan FeCl3.
3. Amati terbentuknya warna biru atau biru ungu yang menunjukkan posotif
terhadap fenolik.
E. Identifikasi Safonin
1. Masukkan 1 ml fraksi air ke dalam tabung reaksi.
2. Kocok tabung reaksi selama 1-2 menit.
3. Terbentuknya busa yang cukup permanen (tidak hilang selama 5 menit)
menunjukkan positif terhadap safonin.
V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
1. Dokumen Foto dan video pengamatan Kegiatan selama percobaan
a. Foto alat dan bahan
6
b. Foto proses dan hasil percobaan
Penambahan kloroform
7
Penyaringan ekstrak Penambahan kloroform
8
2. Hasil Pengamatan
TABEL PENGAMATAN
a. Identifikasi Alkaloid
No. Cara Kerja Hasil Pengamatan Keterangan (+/-)
2 gram sampel + Larutan berwarna kuning
1.
kloroform
+ kloroform amoniak, Larutan berwarna kuning
2.
disaring kemerahan
Filtrat + H2SO4 pekat, Terbenteuk dua lapisan,
3. dikocok Atas: filtrate H2SO4
Bawah: filtrate kloroform
Dibiarkan hingga Terbentuk dua lapisan,
campuran memisah, dibagi - Bagian atas tidak
4. menjadi dua abung berwarna
(tabung A dan tabung B) - Bagian berwarna
kuning jernih
Tabung A + reagen Mayer Larutan tidak berwarna,
5. dan tidak terbentuk -
endapan
Tabung B + reagen Larutan berwarna kuning
6. Dragendorf kemerahan, dan tidak -
terbentuk endapan
9
pelarutnya dibiarkan menguap
Pelat tetes A: fraksi kloroform Larutan tidak berwarna
8. + anhidrida asetat + H2SO4 -
pekat
Pelat tetes B: fraksi kloroform Larutan berwarna kekuningan
9. + H2SO4 pekat (tanpa -
anhidrida asetat)
c. Identifikasi Flavonoid
Keterangan
No. Deskripsi Cara Kerja Hail Pengamatan
(+/-)
1. Fraksi air + derbuk Mg Serbuk Mg mengendap
+ HCl pekat Berbuih, kemudian setelah
2. beberapa saat larutan berwarna +
pink
d. Identifikasi Fenolik
Hasil pengamatan: larutan berwarna orange (-)
e. Identifikasi Saponin
Hasil pengamatan: tidak berbuih (-)
3. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui/mengidentifikasi zat metabolit
sekunder dalam temulawak. Menurut Jayaprakasha (2006), rimpang temulawak
mengandung senyawa flavonoid, fenol serta kurkumi. Sedangkan menurut
Chattopadhyay (2006), senyawa kurkumin dalam temulawak mengandung
senyawa fenolik. Pada percobaan ini dilakukan uji flavonoid, steroid, terpenoid,
alkaloid, fenolik dan saponin.
a. Uji Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan menambahkan kloroform pada 2 gram
sampel yang bertujuan untuk menarik keluar zat aktif dalam sampel.
Kemudian ditambahkan kloroform amoniak untuk membuat suasana basa, lalu
disaring. Filtrate yang dihasilkan ditambahkan 10-20 tetes H2SO4 2 N.
Penambahan asam sulfat ini berfungsi untuk membentuk garam alkaloid,
karena alkaloid yang bersifat basa akan larut dalam pelarut asam. Setelah itu
sampel dikocok untuk menghomogenkan, lalu dibiarkan agar terbentuk 2
lapisan. Lapisan atas adalah asam sulfat, lapisan asam sulfat ini di masukan ke
dalam 2 tabung yang berbeda. Tabung A filtratnya di reaksikan dengan reagen
mayer, reaksi negative karena tidak terbentuk kabut putih. Pereaksi mayer
berfungsi untuk mendeteksi alkaloid dimana pereaksi ini akan berikatan
dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom alkaloid dan Hg.
Sedangkan filtrate pada tabung B direaksikan dengan reagen Dregendorft,
reagen ini dapat mengendapkan alkaloid karena dalam senyawa alkaloid
terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu pasangan electron bebas
10
menyebabkan alkaloid dapat mengikat ion logam berat. Sampel temulawak
negative pada uji ini. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
temulawak tidak mengandung senyawa alkaloid.
Reaksi dengan Reagen Mayer :
11
c. Uji Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder tanaman yang memiliki
antioksidan dan kelat yang signifikan. Pada uji ini, fraksi air yang diperoleh
dari uji steroid dan terpenoid direaksikan dengan serbuk logam Mg kemudian
ditambah dengan HCl pekat sehingga akan terbentuk larutan berwarna jingga
yang mengidentifikasikan bahwa temulawak mengandung flavonoid.
Penambahan serbuk Mg dan HCl pekat berfungsi untuk mereduksi agar ikatan
gula pecah sehingga mudah ditarik oleh amil alcohol. Pada uji ini ekstrak
temulawak mengandung senyawa flavonoid dengan ditandai dengan
berubahnya larutan menjadi warna pink. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa
rimpang temulawak mengandung flavonoid.
Reaksinya :
d. Uji Fenolik
Fraksi air yang didapat dari uji steroid direaksikan dengan FeCl3.
Penambahan FeCl3 berfungsi untuk membentuk kompleks yang memberikan
warna biru, FeCl3 ditambahkan dalam keadaan panas sehingga teroksidasi dan
hasil yang didapatkan negatif, padahal di dalam teori ekstrak temulawak
mengandung kurkumin yang terdiri dari senyawa fenolik.
Reaksinya :
12
e. Uji Saponin
Fraksi air yang sama yaitu dari pengujian steroid dimasukan dalam tabung
berbeda lalu dikocok selama 2 menit sampai terbentuk busa. Busa tersebut
terbentuk karena adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam
larutan. Saponin merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun sehingga pengenalannya dapat dilakukan degan mudah.
Jika terbentuk busa maka ekstrak positif mengandung Saponin, namun ekstrak
temulawak menunjukan hasil negatif terhadap uji saponin. Hasil ini sesuai
teori bahwa ekstrak temulawak tidak mengandung saponin.
Reaksinya :
13
VI. Penutup
Simpulan
1. Pengetahuan :
a) Uji fitokimia dilakukan dengan baik dan benar sesuai petunjuk praktikum
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
b) Hasil percobaan menunjukan bahwa ekstrak temulawak memberikan hasil
positif pada uji flavonoid. Hasil ini kurang sesuai dengan teori dimana
seharusnya uji fenolik positif, kesalahan ini disebabkan pada saat
penambahan FeCl3 masih dalam keadaan panas sehingga teroksidasi
2. Keterampilan :
a) Mahasiswa berhasil melakukan uji fitokimia senyawa alkaloid, steroid,
terpenoid, flavonoid, fenolik dan saponin pada esktrak temulawak.
b) Setiap kelompok melakukan diskusi setelah menyelesaikan praktikum dan
mempresentasikanya di depan kelas.
3. Sikap :
a) Mahasiswa memanfaatkan rimpang temulawak untuk diambil minyak
atsirinya.
b) Belum ada mahasiswa yang membuat/menjual jamu dari minyak atsiri
temulawak.
c) Mahsiswa cukup teliti dalam melakukan percobaan uji fitokimia ekstrak
temulawak.
Saran
14
VII. Tugas
1. Setelah anda melakukan kegiatan percobaan, mahon anda tuliskan hal-hal terkait
STEM berikut :
2. Berikan pendapat/respon dari percobaan ini, apakah menarik, cukup . atau tidak
menarik diikuti alasannya
Jawab :
Percobaan ini sangat menarik, karena praktikum ini menyangkut senyawa-senyawa
alam yang bermanfaat dalam berbagai bidang terutama obat-obatan. Dan kita dapat
mengetahui ciri-ciri dari senyawa-senyawa tersebut dengan identifikasi ini.
4. Berikan pendapat/respon dari percobaan ini, apakah alat dan bahan percobaan
memadai, cukup memadai, dan kurang memadai dan alasannya
15
Jawab :
Alat dan bahanya memadai, semua yang dibutuhkan ada dan cukup untuk melakukan
praktikum anak satu rombel. Setiap meja sudah disediakan bahan dan alatnya sehingga
tidak perlu meminta atau meminjam ke meja lainya yang nantinya akan mengganggu
pekerjaan mahasiswa lain.
7. Mohon berikan satu atau dua saran demi perbaikan pembelajaran kegiatan praktikum
tersebut ke depan.
Jawab :
Mahasiswa seharusnya memahami teorinya terlebih dahulu, jadi tidak sembarangan
ketika mereaksikan zat-zat kimia, serta petunjuk praktikum di detailkan lagi, seperti
jumlah penambahan reagen dalam ml/tetes sehingga tidak salah menambahkan.
Karena berbeda-beda saat menambahkan sehingga hasilnya berbeda juga.
16
Daftar Pustaka
Achmad, S.A, 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka. Jakarta
Calabria, L. M. 2008. The Isolation and Characterization of Triterpene Saponins from Silphium and
the Chemosystematic and Biological Significance of Saponins in The Asteraceae. ProQuest.
Grotewold, E., 2006, The Science of Flavonoids, Springer Science and Business Media Inc.,
United States of America.
Harbrone. J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan
Kedua. ITB: Bandung.
Hawley, Ts. and Hawley, R. G. 2004. Flow Cytometry Protocols. New York: Humana Press, Inc.
Hernani dan Raharjo, M., 2005, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Cetakan I, Penebar
Swadaya, Jakarta, Hal 3, 9, 11, 16-17.
Ikan, Raphael. 1969. Natural Product. First edition. Jerusalem : Israel Universities Press
Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2006. Antioxidant activities of curcumin,
demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry. 98: 720-24.
Mandal A., Datta AK, Saha A, Bhattacharya A, Paul R, Sengupta S. Black cumin (Nigella
sativa L) - a review. J Plant Develop Sci 2012; 4(1): 1-5,18.
Nicholson, R., and Vermerris, W., 2006, Phenolic Compound Biochemistry, Springer, The
Netherlands.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Sidik et al. 1995. Temulawak (Curcuma xanthorhiza). Jakarta: Yayasan Pengembangan dan
Pemanfaatan Obat Bahan Alam.
Simbala, H.E.I., 2009, Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Sebagai
Bahan Aktif Fitofarmaka, Pasific Journal, Vol. 1(4) : 489-494
17