Anda di halaman 1dari 9

OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FLAVONOID TOTAL DAUN BELIMBING

WULUH ( Averrhoa bilimbi L.)


Muhammad Bishri Qolbiya 1) Sri Wardatun 2) dan Mira Miranti 3)
Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK – Bogor

ABSTRAK
Salah satu tanaman yang biasa digunakan sebagai obat tradisional adalah daun belimbing
wuluh. Daun belimbing ini dapat digunakan sebagai obat pelangsing tubuh. Sebagian besar
obat tradisional disajikan dalam bentuk ekstrak karena penyajiannya dinilai lebih efisien dan
praktis. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi besarnya biaya produksi ialah
dengan mengoptimumkan ekstrak yang diperoleh. Bermacam-macam upaya telah dilakukan
untuk mengekstraksi flavonoid dari daun belimbing wuluh. Dalam penelitian ini, daun
belimbing wuluh diekstraksi dengan metode refluks, pelarut etanol, dan dengan meragamkan
3 parameter ekstraksi, yaitu konsentrasi pelarut 50, 70, dan 96%; waktu ekstraksi 2,5, 5, dan
7,5 jam; dan nisbah bahan baku pelarut 1:5, 1:10, dan 1:15. Dalam hal ini dapat dilihat
pengaruh konsentrasi pelarut, waktu ekstraksi, dan nisbah bahan baku pelarut terhadap kadar
flavonoid total yang dihasilkan. Penelitian menggunakan rancangan fraksional faktorial.
Kadar ditentukan dengan menggunakan metode AlCl3 dan diukur dengan spektrofotometer,
kadar optimumnya ditentukan dengan metode permukaan respons menggunakan
perangkat lunak minitab 16. Persamaan kadar flavonoid total yang diperoleh
adalah Kadar Kadar flavonoid = 2,405 + 0.368 Waktu – 0.0350 Konsentrasi – 0.0972 Nisbah
-0.0398 Waktu2 + 0.00024 konsentrasi2 + 0.00492 Nisbah2 dengan R2 = 67,64%. Kondisi
optimum ekstraksi teramati pada konsentrasi pelarut 96%, nisbah bahan bakupelarut 1:15, dan
waktu ekstraksi 5 jam.

ABSTRACT

One of many plants used for traditional medicine is Averrhoa bilimbi . L leaves. It can
be used as an antiobesity. Most of traditional medicine are available practically as an extract
ion. One of the efforts to reduce the production cost is optimizing the extract. Various
treatments were applied to extract flavonoid fromAverrhoa bilimbi . L leaves. In the research,
Averrhoa bilimbi . L leaves was extracted using reflux method with ethanol as a solvent, at
concentrations of 50, 70, and 96%, for 2,5, 5, and 7,5 hours, with sample to solvent ratio of
1:5, 1:10, and 1:15. All of this conditions were used to study the effect of solvent’s
concentrations, time, and sample to solvent ratio to total flavonoid content. The data were
analyzed designed using fractional factorial design. Determination of total flavonoid content
was conducted with AlCl3 method and measured with spectrophotometer, and the
optimum content was determined by response surface method using Minitab 16 software.
The obtained model was Content = 2,405 + 0.368 Waktu – 0.0350 Konsentrasi – 0.0972
Nisbah -0.0398 Waktu2 + 0.00024 konsentrasi2 + 0.00492 Nisbah2
with R2 = 67,64%. The optimum condition of extraction was obtained at 96% for solvent
concentration, 5 hours for extraction time, and 1:15 for the ratio of sample to solvent.
Keberadaan senyawa aktif dalam
PENDAHULUAN tanaman yang tidak larut sempurna dalam
Indonesia kaya akan air seperti flavonoid total dalam tanaman
keanekaragaman hayati yang dapat membuat penggunaan pelarut organik
manusia. Indonesia adalah negara hutan menjadi salah satu pilihan yang dapat
hujan tropis yang kaya akan dipertimbangkan untuk menarik senyawa
keanekaragaman flora untuk digunakan tersebut meskipun biaya produksi menjadi
sebagai obat tradisional. Banyaknya flora di lebih mahal. Upaya yang dilakukan untuk
Indonesia mendorong para ahli untuk mengurangi besarnya biaya ekstraksi
menggali sumber-sumber komponen bahan flavonoid ialah dengan mengoptimumkan
alam dari tumbuhan yang bermanfaat dalam proses ekstraksinya. Kondisi ekstraksi yang
pengobatan berbagai penyakit. berbeda dapat menghasilkan senyawa
Tanaman yang bisa digunakan golongan flavonoid dalam jumlah yang
sebagai obat tradisional adalah belimbing berbeda pula (Farah, 2008)
wuluh ( Averrhoa bilimbi L.). Tanaman ini Hasil penelitian Masithah (2010)
biasa digunakan sebagai obat dari berbagai menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun
macam penyakit, diantaranya batuk, belimbing wuluh mengandung senyawa
sariawan stomatitis, perut sakit, gondongan flavonoid, dimana senyawa ini dapat
parotitis, rematik, batuk rejan, gusi berperan sebagai antioksidan dalam
berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, menangkal radikal bebas, oleh karena itu
jerawat, panu, tekanan darah tinggi sangatlah penting untuk mengoptimumkan
(hipertensi), kelumpuhan, memperbaiki proses ekstraksi flavonoid. Beberapa
fungsi pencernaan dan radang rektum. penelitian telah dilakukan untuk
Khasiat belimbing wuluh tidak hanya mengetahui kondisi optimum dalam
buahnya saja yang bermanfaat sebagai obat, ekstraksi senyawa flavonoid. Agustiningsih
beberapa bagian tubuhnya seperti daun (2010) dalam penelitiannya menyebutkan
dapat digunakan sebagai obat gondongan bahwa cairan penyari yang paling maksimal
dan rematik (Masithah, 2010) menarik senyawa flavonoid dalam daun
Obat tradisional sebagian besar kini pandan wangi adalah etanol 96%.
disajikan dalam bentuk ekstrak, karena Penelitian Farah (2008) menyebutkan
seiring perkembangan zaman, selera bahwa cairan penyari etanol 70% dengan
konsumen terhadap sediaan obat tradisional perbandingan 1:10 dan waktu ekstraksi 3
telah mengalami pergeseran. Dahulu jam adalah kondisi optimum dalam
sediaan jamu yang diseduh dengan air penarikan senyawa flavonoid dalam daun
panas banyak diminati masyarakat karena jati belanda.
aroman yang kuat dan karena adanya Penelitian ini ditekankan untuk
fragmen ampas serbuk yang menurut mengetahui kondisi optimum dalam
sebagian konsumen dapat menambah cita penarikan senyawa flavonoid dari daun
rasa jamu. Produksi sediaan jamu belimbing wuluh menggunakan metode
merupakan pilihan yang menguntungkan refluks dengan melakukan variasi terhadap
karena biaya produksi lebih murah. konsentrasi pelarut, nisbah (bahan baku
Masyarakat saat ini menghendaki sediaan dengan pelarut) dan waktu ekstraksi,
jamu dengan kemasan yang lebih praktis kemudian ekstrak digunakan untuk
karena penyajiannya dinilai lebih efisien, penetapan kadar flavonoid secara
oleh karena itu para pelaku industri obat kuantitatif. Penelitian ini dirancang dengan
tradisional kini banyak melirik sediaan metode fraksional faktorial untuk
ekstrak untuk dapat mengikuti meminimumkan jumlah penelitian yang
perkembangan selera konsumen tersebut. dicobakan.
dilarutkan dalam metanol, lalu
METODE KERJA ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL
Pembuatan Simplisia Daun Belimbing HCl pekat dari sisi tabung. Terbentuk
Wuluh warna jingga menunjukkan adanya
Daun belimbing wuluh yang flavonoid (Rajendra et al, 2011). Uji
dikumpulkan dibersihkan dari kotoran- Alkaloid
kotoran yang menempel yang tak terlihat Sebanyak 0,5 g sampel yang
secara kasat mata dan membuang dari diperiksa diencerkan secara terpisah
bagian daun yang tidak terpakai (busuk, dengan 10 mL alkohol yang telah
kering, dll), kemudian dicuci dengan diasamkan, selanjutnya dididihkan dan
menggunakan air yang mengalir sampai disaring. Sebanyak 5 mL filtrat
bersih, dan ditiriskan untuk membebaskan ditambahkan 2 mL ammonia encer, lalu
dari partikel-partikel air. Daun yang telah dimasukkan ke dalam corong pisah,
bersih dan bebas dari air cucian dikeringkan kemudian ditambahkan 5 mL kloform dan
dengan menggunakan oven pada suhu dikocok perlahan. Fase kloroform
kurang lebih 450C. Setelah simplisia kering, ditampung dan dibagi ke dalam 3 tabung
kemudian disortasi untuk bagian-bagian reaksi. Tabung pertama ditambahkan
yang tidak dapat dibersihkan pada saat pereaksi Mayer, hasil positif ditunjukkan
sortasi sebelumnya. Setelah benar-benar dengan adanya endapan putih. Pada tabung
kering simplisia siap untuk digrinder kedua, ditambahkan pereaksi Wagner, hasil
kemudian diayak dengan ayakan mesh 30, positif ditunjukkan dengan terbentuknya
lalu disimpan dalam wadah tertutup rapat. endapan coklat. Tabung ketiga
Penetapan Kadar Air ditambahkan pereaksi Dragendorf, hasil
Penetapan kadar air dilakukan positif ditunjukkan dengan adanya endapan
dengan menggunakan alat Moisture merah bata (Rajendra et al. 2011).
Balance dengan cara meletakkan simplisia Uji Tanin
pada plat lempengan alat sebanyak 1 g. 1. 0,5 g ekstrak dididihkan dalam 10 mL
Kemudian dicatat hasilnya pada saat air dalam tabung reaksi, lalu
persentase kadar air konstan difiltrat, ditambahkan beberapa
Penetapan Kadar Abu tetes FeCl3 0,1%, hasil poistif
Penetapan kadar abu simplisia ditandai dengan terbentuknya
dilakukan dengan cara lebih kurang 2 gram warna hijau kecoklatan atau biru
serbuk ditimbang seksama, dimasukkan ke kehitaman
dalam krus porselen yang telah dipijarkan 2. 0,5 g ekstrak yang diperiksa
dan ditara , pijaran diratakan perlahan- dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
lahan hingga arang habis, didinginkan, dilarutkan dengan sedikit akuades
kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung kemudian dipanaskan di atas
terhadap bahan yang telah dikeringkan di penangas air, lalu diteteskan dengan
udara (Depkes RI,1995) larutan gelatin 1% dalam NaCl
Uji Fitokimia 10%, hasil positif ditandai dengan
Uji Flavonoid terbentuknya endapan putih
Terdapat tiga metode yang digunakan menunjukkan adanya tanin
untuk uji flavonoid. Pertama, beberapa tetes (Rajendra et al, 2011).
FeCl3 1% kedalam beberapa bagian larutan Uji Saponin
ekstrak. Warna hijau kehitaman Masukkan 0,5 g ekstrak yang
menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, diperiksa ke dalam tabung reaksi,
beberapa tetes larutan asam asetat 10% tambahkan 5 mL air panas, dinginkan dan
ditambahkan kedalam beberapa bagian kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik.
ekstrak. Endapan kuning menandakan Hasil positif ditandai dengan terbentuknya
adanya flavonoid. Ketiga, sejumlah ekstrak buih yang mantap selama tidak kurang dari
10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Buih suling sampai tanda batas dan
yang terbentuk ditambahkan dengan 3 tetes dihomogenkan.
minyak zaitun dan dikocok kuat, hasil 3. Pembuatan larutan blanko
positif ditandai dengan pembentukan Dipipet 2,5 mL alumunium klorida 2%
emulsi (Rajendra et al. 2011). ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian
Ekstraksi Flavonoid ditambahkan 2,5 mL Na asetat 1 M dan
Ekstraksi dilakukan menggunakan ditepatkan dengan air suling.
metode refluks dengan meragamkan 3 4. Pembuatan standar induk 100 ppm
peubah, yaitu konsentrasi etanol (50%, Ditimbang 100 mg kuersetin,
70%, dan 96%), waktu (2.5, 5 dan 7.5 jam), dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dan nisbah bahan baku (g) per ml pelarut dan dilarutkan dengan metanol sampai
(1:5, 1:10, dan 1:15). Ekstrak dipekatkan tanda batas lalu dihomogenkan (1000
dengan penguap putar dan ditimbang untuk ppm). Untuk mendapatkan larutan
menentukan rendemennya. Selanjutnya standar kuersetin 100 ppm, dilakukan
dianalisis kandungan flavonoid total dengan cara dipipet 10 mL larutan
dengan cara mengukur serapannya standar 1000 ppm, dimasukkan ke
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan
Kombinasi perlakuan dapat di lihat pada dengan metanol sampai tanda batas
Tabel 1. (100 ppm).
Tabel 1. Kombinasi perlakuan Pengukuran panjang gelombang
yang dicobakan maksimum
No. Waktu Konsentrasi Nisbah Sebanyak 2 mL larutan standar
( jam ) Pelarut ( % kuersetin 10 ppm, ditambah 0,1 mL AlCl3
) 10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL
1 2,5 70 1:10 air suling. Dikocok homogen lalu dibiarkan
2 5 96 1:10 selama 30 menit, diukur absorbannya pada
3 7,5 50 1:10 panjang gelombang 380-780 nm dengan
4 7,5 70 1:5 menggunakan spektrofotometer.
5 2,5 96 1:5 Optimasi waktu inkubasi
6 5 50 1:5 Sebanyak 2 mL larutan standar
7 5 70 1:15 kuersetin 10 ppm, ditambah 0,1 mL AlCl3
8 2,5 50 1:15 10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL
9 7,5 96 1:15 air suling. Serapan diukur pada panjang
Analisa kuantitatif Flavonoid gelombang maksimum pada 5, 10, 15, 20,
Pembuatan larutan pereaksi 25 dan 30 menit, sehingga didapat waktu
1. Pembuatan natrium asetat 1 M serapan optimum yang stabil.
Natrium asetat 1 M dibuat dengan cara Pembuatan Deret Standar
ditimbang tepat 8,3 gram natrium Dibuat konsentrasi standar
asetat, kemudian dimasukkan ke dalam kuersetin yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50, dari
labu ukur 100 mL dan dilarutkan setiap konsentrasi diambil 2 mL, ditambah
dengan air suling sampai tanda batas 0,1 mL AlCl3 10%, 0,1 mL natrium asetat 1
lalu dihomogenkan. M dan 2,8 mL air suling. Dikocok homogen
2. Pembuatan alumunium klorida 2% lalu dibiarkan selama waktu optimum,
Alumunium klorida 2% dibuat dengan diukur absorbannya pada panjang
cara ditimbang tepat 2 gram alumunium gelombang maksimal.
klorida, kemudian dimasukkan ke Pembuatan larutan uji
dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan Sebanyak 20 mL masing-masing
dengan natrium asetat hingga larut, larutan uji (50 mg/50 mL) ditambah 1 mL
kemudian ditambahkan dengan air AlCl3 10%, 1 mL natrium asetat 1 M dan 28
mL air suling. Campuran dibiarkan selama
waktu optimum dan dibaca nilai dihaluskan untuk memperoleh sampel
absorbansnya pada panjang gelombang berupa serbuk, proses ini bertujuan untuk
maksimum menggunakan spektrofotomete memperluas permukaan sampel sehingga
r UV-VIS. Absorban yang dihasilkan kontak antara sampel dan pelarut semakin
dimasukkan ke dalam persamaan regresi mudah sehingga proses ekstraksi
dari kurva standar kuersetin. Kemudian berlangsung lebih mudah.
dihitung flavonoid total dengan Hasil Penetapan Kadar Air dan Kadar
menggunakan rumus : Abu.
Penetapan kadar air dilakukan
Kadar flavonoid total untuk mengetahui ketahanan suatu bahan
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 (
𝜇𝑔
)𝑥 𝑉 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 𝑎 𝑥
yang akan disimpan dalam selang waktu
𝑚𝐿
= 𝑏
X 10-6 Xfp X100% yang cukup lama, karena kandungan air di
dalam suatu bahan merupakan medium
c
tumbuh bagi bakteri dan mikroorganisme.
Keterangan
a = Bobot ekstrak yang diperoleh (gr)
Hal ini berkaitan dengan kelembapan bahan
b = Bobot ektrak yang diuji (gr) tersebut. Kadar air dalam serbuk simplisia
c = Bobot simplisia (gr) di dapat yaitu 3,05% dan 3,11% (duplo)
dengan rat-rata 3,08%, sedangkan kadar air
ekstrak berkisar antara 1% sampai 6%, hasil
Rancangan Penelitian tersebut memenuhi standar kadar air serbuk
Penelitian ini didesain simplisia yaitu tidak lebih dari 5% (DepKes
menggunakan rancangan percobaan RI, 1977) sedangkan kadar air ekstrak
fraksional faktorial 33-1, sehingga hanya 9 kental daun belimbing wuluh tidak boleh
perlakuan yang dilakukan. Kombinasi lebih dari 18,4% (BPOM RI, 2006). Kadar
perlakuan dibentuk dengan bantuan abu bertujuan untuk mengidentifikasi kadar
perangkat lunak design-expert 6.0.8. zat anorganik dan mineral di dalam ekstrak.
Kadar abu dalam ekstrak dihasilkan antara
HASIL DAN PEMBAHASAN 3% sampai 8%, hasil tersebut memenuhi
Hasil Pembuatan Simplisia Daun persyaratan yaitu berkisar tidak boleh lebih
Belimbing Wuluh dari 10% ( BPOM RI, 2006).
Sampel yang digunakan dalam Hasil Pengujian Fitokimia.
penelitian ini adalah daun belimbing Uji fitokimia dilakukan untuk menguji
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang keberadaan beberapa komponen aktif
diperoleh dari kebun sendiri di daerah seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan
Parung. Identifikasi tanaman yang tanin. Hasil uji fitokimia bisa dilihat pada
dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Tabel 2.
Botani Pusat Lembaga Penelitian Biologi- Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Daun
LIPI. Belimbing Wuluh
Proses pengeringan terhadap Golongan Senyawa Hasil Uji
daun belimbing wuluh dilakukan dengan Aktif
menimbang sebanyak 9000 gram daun dan Alkaloid -
tangkai segar kemudian dicuci dengan air Flavonoid +
bersih. Daun belimbing wuluh yang telah Saponin +
bersih kemudian dioven, daun belimbing Tanin +
wuluh yang telah kering kemudian
Ket : + = Memiliki senyawa aktif
dipisahkan dari tangkainya dan di dapat
- = Tidak memiliki senyawa
hasil dari daun kering yaitu 2000 gram dan
aktif
tangkai kering yaitu 500 gram sehingga
mendapat rendemen yaitu sebesar 22,22 %.
Hasil Ekstraksi.
Daun yang telah keringkan kemudian
Metode ekstraksi pada penelitian ini kuersetin 10 ppm pada panjang gelombang
adalah menggunakan metode refluks maksimum yang diperoleh 417 nm dan
dikarenakan senyawa flavonoid tahan waktu inkubasinya ditunjukan pada menit
terhadap suhu panas dan bantuan energi ke-10.
berupa panas akan membantu proses
pemecahan dinding sel sehingga flavonoid Waktu Inkubasi
intra sel dapat terekstraksi. Ekstraksi 0.4

Absorbansi
flavonoid total dari daun belimbing wuluh 0.2
dilakukan dengan pelarut etanol, karena
sifatnya yang polar memungkinkan seluruh 0
jenis flavonoid ikut terekstraksi. Selain itu, 0 10 20 30 40
Departemen Kesehatan RI hanya menit
mengizinkan etanol dan air sebagai pelarut
obat. Etanol juga memiliki daya absorpsi Gambar 4. Waktu inkubasi maksimum
yang lebih baik jika dibandingkan dengan Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi
air. Pembuatan kurva standar flavonoid
Hasil Penetapan kadar Flavonoid didasarkan pada metode alumunium
Hasil Penetapan Panjang Gelombang klorida. Larutan standar digunakan
Maksimum. kuersetin, yang merupakan suatu senyawa
Pada penetapan ini bertujuan untuk perinci flavonoid yang telah umum
mengetahui nilai panjang gelombang yang digunakan.
memiliki nilai serapan maksimum. Kurva kalibrasi larutan
Penetapan panjang gelombang ini kuersetin
menggunakan larutan standar kuersetin,
karena kuersetin biasanya banyak terdapat 1
absorbansi

tumbuhan dan merupakan senyawa 0.5


flavonoid yang paling melimpah dialam
serta salah satu zat aktif golongan flavonoid 0
yang secara biologis amat kuat. Hasil 0 20 40 60
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3. menit

0.121
Gambar 5. Kurva kalibrasi larutan
0.12
kuersetin
Absorbansi

0.119
0.118
0.117 Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat
0.116 kurva menghasilkan persamaan y = 0,013x
0.115 – 0,025 dimana nilai x menunjukan kadar
410 415 420 425 430 ekstrak (ppm) jika absorban eksrtak
dimasukan sebagai nilai y maka dapat
Panjang gelombang (nm)
dihitung nilai x sebagai kadar (ppm). Kurva
tersebut pula menghasilkan nilai R2= 0,999,
Gambar 3. Panjang gelombang ma
nilai ini menunjukan hampir mendekati
ksimum
linearitas 1, maka dapat dikatakan bahwa
Hasil Penentuan Waktu Inkubasi absorban merupakan fungsi yang nilainya
Optimum berbanding lurus dengan konsentrasi dan
Penentuan waktu inkubasi ini bertujuan
mengikuti persamaan regresi linear.
untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total.
oleh suatu zat agar dapat bereaksi secara
. Nilai serapan dari 9 perlakuan
maksimal sehingga diperoleh nilai serapan
kandungan kadar flavonoid total dapat
yang stabil. Penetapan waktu inkubasi ini
dilihat pada Tabel 3.
dilakukan menggunakan larutan standar
Tabel 3. Hasil presentase kadar Kadar flavonoid = 2,405 + 0.368 Waktu –
flavonoid 0.0350 Konsentrasi –
0.0972 Nisbah -0.0398
Waktu Konsentrasi Nisbah Kadar Waktu2 + 0.00024
(jam) % Flavonoid konsentrasi2 + 0.00492
% Nisbah2
2.5 50 1:15 1.135 Dari persamaan tersebut menunjukan
2.5 70 1:10 0.925 bahwa waktu dan konsentrasi pelarut
2.5 96 1:5 1.095 berpengaruh terhadap kadar flavonoid dan
5 50 1:5 0.90 nisbah sampel tidak berpengaruh. Hal ini
5 70 1:15 1.16 bisa dilihat dari hasil dari pengolahan data
5 96 1:10 1.40 yang dihasilkan dengan menggunakan
7.5 50 1:10 0.89 RSM tersebut.Pada 𝛼 = 10% P value > (
7.5 70 1:5 0.87 0.1 ) dihasilkan dari lamanya waktu
7.5 96 1:15 1.06 pemanasan yaitu (0.009) dan konsentrasi
pelarut menghasilkan (0.045) dengan
Hasil perhitungan kadar flavonoid demikian waktu dan konsentrasi pelarut
dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk sangatlah berpengaruh terhadap kadar
kombinasi perlakuan yang tidak dicobakan flavonoid, pada penelitian kali ini saya
dihitung menggunakan software Desain menggunakan selang kepercayaan 90%
Expert 6.0, kadar dugaan flavonoid dapat dikarenakan data yang didapat dari
dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan pendugaan kurang valid, semakin kecil
perlakuan yang dicobakan kadar flavonoid nilai selang kepercayaan dari suatu
tertinggi diperoleh pada waktu 5 jam, percobaan maka semakin valid pula data
konsentrasi etanol 96 % dan nisbah 1:10. yang di hasilkan, selang kepercayaan
Dilihat dari dugaan data yang tidak biasanya menggunakan antara 90%-100%.
dicobakan konsentrasi etanol 96%, waktu 5 Kurang memadainya alat penelitian yang
jam dan nisbah 1:15 memiliki nilai digunakan menyebabkan data yang
optimum yang paling tinggi dibandingkan dihasilkan kurang valid dikarenakan pada
dengan yang lain. Kadar flavonoid tertinggi proses refluks yang kurang baik. Lebih
rata-rata diperoleh pada konsentrasi pelarut lengkapnya terkait output yang dihasilkan
96% dan waktu 5 jam. dapat dilihat pada Lampiran 14. Nilai R-
Hasil yang diperoleh memperlihatkan square (Adj) sebesar 67,6% menyatakan
bahwa etanol 96% lebih baik dalam bahwa keragaman data kadar flavonoid
mengekstraksi senyawa flavonoid yang mampu dijelaskan oleh faktor waktu,
dibandingkan dengan etanol 70% maupun konsentrasi pelarut dan nisbah sebesar
etanol 50%. Hal ini disebabkan karena 67,6% sedangkan sisanya sebesar 33,4%
etanol 96% kurang polar dibandingkan dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
dengan etanol 70% dan 50% karena masuk dalam model. Manfaat lain dari
penambahan jumlah air pada etanol dapat model persamaan kadaryang dihasilkan
meninggikan polaritas. Hal ini adalah dapat dilakukanpendugaan kadar
menunjukkan bahwa jenis flavonoid yang flavonoid total untukkombinasi perlakuan
terekstraksi diduga flavonoid yang sedikit yang dicobakan.Perbandingan kadar hasil
tidak polar. percobaan dengan dugaan disajikan dalam
Analisis data menggunakan RSM ( Tabel 4.
Response Surface Methodology )
Hasil analisis data lama waktu, konsentrasi Kadar Kadar Kadar
pelarut dan nisbah terhadap kadar flvonoid percobaan dugaan dugaan
diolah menggunakan RSM, sehingga (%) (%) pada selang
diperoleh persamaan :
kepercayaan waktu lebih dari 5 jam dan mengalami
90% kenaikan bila konsentrasi pelarut lebih dari
1.135 1.13 1,129-1,419 90%.
0.925 1.01 0,903-1,176 Kesimpulan
1.095 1.095 1,087-1,153 Berdasarkan penelitian yang telah
0.90 0.90 0,896-1,110 dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.16 1.83 1,123-1,996 1. Variabel yang berpengaruh terhadap
1.40 1.26 1,402-1,566 kadar flavonoid adalah waktu dan
0.89 0.89 0,716-0,989 konsentrasi pelarut.
0.87 0.99 0,683-1,156 2. Kadar flavonoid optimum diperoleh
1.06 1.06 1,058-1,609 pada proses ekstraksi secra refluks
dengan menggunakan konsentrasi
etanol 96% pada waktu ekstraksi 5 jam.
Kadar

90
Flav onoid
< 1,3
Saran
1,3 – 1,4
1,4 – 1,5
1,5 – 1,6
Perlu dilakukan validasi terhadap
model yang telah diperoleh pada penelitian
konsentrasi (mg/gr)

1,6 – 1,7
80 1,7 – 1,8
1,8 – 1,9
> 1,9
Hold Values
ini. Selain itu perlu dicobakan penelitian
70 Nisbah 10
lanjutan dengan memperluas kisaran taraf
yang lebih luas untuk parameter yang
60
digunakan.
50
3 4 5 6 7
Waktu (jam)
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih. 2010. Optimasi Cairan
Gambar 6. Countour Plot Of Flavonoid.
Penyari pada Pembuatan Ekstrak
Daun Pandan (Pandanus
Berdasarkan Gambar 6 menunjukan
amaryllifous Roxb) Secara Masrasi
bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut
Terhadap Kadar Fenolik Dan
etanol maka akan semakin tinggi pula kadar
Flavonoid Total. Semarang :
flavonoid yang di dapat. Hal ini
Sekolah Tinggi Ilmu Farmas
membuktikan bahwa cairan penyari yang
Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI.
digunakan berpengaruh terhadap kadar
2006. Monografi Tumbuhan Obat
flavonoid daun belimbing wuluh.
Indonesia Volume 2. Jakarta.
Perbedaan ini disebabkan oleh kepolaran
cairan penyari.
DepKes RI. 1979. Materiamedika
Hold Values
Indonesia Jilid III. Jakarta :
Nisbah 10
Direktorat Jendral Pengawas Obat
dan Makanan.
Farah. 2008. Optimisasi Ekstraksi
2,0
Flavonoid Total Daun Jati Belanda.
Kadar Flavonoid
1,6
100
Bogor : Institut Pertanian Bogor
1,2 75
konsentr asi
.
2
4
Waktu
6
8
50 Marleina SD, Suryanti V, Suyono. 2005.
Skrining Fitokimia Dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis
Gambar 7. Surfae Plot Of Kadar Komponen Kimia Buah Labu Siam
Flavonoid (Sechium Edule Jacq. Swartz.)
Dalam Ekstrak Etanol. (Skripsi).
Berdasarkan Gambar 7 bahwa surface plot Surakarta: Biofarmasi 3 (1): 26-36,
mempunyai bentuk maksimum. Nilai kadar Jurusan Biologi FMIPA UNS
flavonoid menunjukan penurunan pada Surakarta.
Masithah. 2010. Ekstraksi Dan Pengujian
Aktifitas Antibakteri Senyawa
Tanin Pada Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Malang : Universitas Maulana
Malik Ibrahim.

Mirna L., Abidjulu J., Paendong, Jessy J.E.,


2013.Uji Total Falavonoid pada
Beberapa Tanaman Obat
Tradisional di Desa Waltina
Kecamatan Mangali Timur.
Manado : Universitas Samratulangi
Rajendra CE., Magadum, G.S., Nadaf,
M.A., Yashoda, S.V., Manjula M.,
2011. Phytochemical screening of
The Rhizoma of kaemferia Galanga.
Internatinal Journal of
Pharmacognosi and Phytochemical
Research : 3(3):61-63.

Anda mungkin juga menyukai