DWI LINGGA
SUB BAGIAN INFEKSI PENYAKIT
TROPIS IKA RSUP SANGLAH
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Pos
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat atau Public Health Emergency Operating Center (PHEOC),
telah dipaparkan Mapping KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri sampai dengan minggu ke-44 di
bulan November 2017. Dari data tersebut, ditemukan sejumlah kasus Difteri di hampir seluruh
provinsi di Indonesia.
Read more at https://kumparan.com/andarinovianti/kematian-akibat-difteri-terjadi-karena-
gerakan-menolak-imunisasi#SLAzv7U5517bWqgF.99
POKOK BAHASAN
• Definisi
• Patogenesis
• Bagaimanan mendiagnosis & diagnosis
banding
• Membedakan difteri atau bukan
• Tata laksana
• Pencegahan
• KLB
DEFINISI DAN
A ETIOLOGI
• Suspected diphtheria
• Probable diphtheria
• Confirmed diphtheria
• Carrier diphtheria
• Suspek Difteri adalah orang dengan gejala
faringintis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau
kombinasinya disertai demam tidak tinggi dan
adanya pseudomembran putih keabu-abuan
yang sulit lepas, mudah berdarah apabila
dilepas atau dilakukan manipulasi
• Probable Difteri adalah orang dengan suspek
difteri ditambah dengan salah satu gejala
berikut:
a. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu).
b. Imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan
booster.
c. Berada di daerah endemis Difteri.
d. Stridor, Bullneck.
e. Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit.
f. Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut.
g. Myocarditis.
h. Meninggal.
• Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus
suspek Difteri dengan hasil kultur positif
Corynebacterium diphtheriae strain toxigenic
atau PCR (Polymerase Chain Reaction) positif
Corynebacterium diphtheriae yang telah
dikonfirmasi dengan Elek test.
Diagnosis Difteri
• Usually made on the basis of clinical
presentation (to begin presumptive therapy
quickly)
• Isolation of C. diphtheriae by bacteriological
culture or PCR are essential for confirming
diphtheria
• Elek’s test (toxicity test)
• Should be performed appropriate laboratory
tests to rule out other causes
Suspected diphtheria
• Tanpa demam atau subfebris
• Gejala faringitis, tonsilitis, laringitis,
trakeitis (atau kombinasi)
• Terdapat pseudomembran putih keabu-
abuan/ kehitaman pada salah satu atau
kedua tonsil yang berdarah bila terlepas
dan dilakukan manipulasi
• 94% kasus difteri mengenai tonsil dan
farings
Probable diphtheria
• Gejala suspected diphtheria
• Ditambah salah satu dari
– Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu)
– Status imunisasi tidak lengkap, termasuk
belum dilakukan booster
– Stridor dan bullneck
– Perdarahan submukosa atau petekie pada
kulit
– Gagal jantung toksik, gagal ginjal akut
– Miokarditis dan/ atau kelumpuhan motorik 1
s/d 6 minggu setelah onset
– Meninggal
Confirmed Diphtheria
• Gejala probable diphtheria
• Dikonfirmasi dengan
– biakan atau PCR dengan hasil
Corynebacterium diphtheriae positif
– Elek’s test untuk uji toxisitas
Carrier diphtheria
• Seseorang yang mengandung
kuman difteri di tenggorokannya,
– Namun yang bersangkutan tidak
sakit
– Tetap menular ke sekitarnya
– Perlu diberikan pengobatan untuk
menghilangkan Corynebactrium
diphtheriae dari tenggorokannya
– Masa penularan dari karier berlangsung
hingga 6 bulan
Differential Diagnosis
• Other pathogens can cause a membrane
of the throat and tonsils, including
– Streptococcus
– Epstein-Barr virus and cytomegalovirus (both
of which cause infectious mononucleosis
syndrome)
– Candida albicans
– Anaerobic organisms (Vincent’s angina)
– Some viruses
Patogenesis Difteri
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable
Diseases, 1996d.
Patogenesis Difteri
Kuman hidup dan
berkembang biak pada
saluran nafas bagian atas,
vulva, telinga dan kulit
Membentuk
Melepaskan
pseudomembra
eksotosin
n
14-21 hari 1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Penyembuha 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
n
Antibiotik
×
Bakteri
Corynebacterium diphtheriae
Masuk da × lam
immunocompro Overcrowding
mised states
Karier
Incomplete
Poor health
immunization
• Tempat jauh
• Ibu sibuk
Substandard
• Takut efek samping
living conditions
• Menolak imunisasi
WHO, 2009
MANIFESTASI KLINIS
Tidak terlalu
tinggi
MANIFESTASI KLINIS
Difteri tonsilofaring • Eritema faring dengan pseudomembran
menebal, melekat, warna kehijauan hingga
(Faucial abu-abu
diphtheria, • Limfadenitis servikalis dengan edema
Diphtheritic jaringan sekitarnya (bull neck)
diphtheria)
• Stridor pada inspirasi,
Difteria laring
• Sesak yang progresif hingga gelisah (air
(Croupous hunger) sampai sianosis dan
diphtheria) • Pseudomembran tampak pada laring
Khusus
• Berikan anti difteri serum (ADS)
• Berikan antibiotik selama 14 hari
• Kortikosteroid
• Trakheostomi
• Pengobatan kontak/karier
7 Contact Tracing, Vaccination, and Prophylaxis for Contacts
/0
/2
1
8
SR
H
2
/1
/1
7
Contact Tracing, Vaccination, and Prophylaxis for Contacts
TRIAGE (2)
Dosis pemberian
ADS
Tipe difteri Dosis ADS (IU) Cara pemberian
Ref. CDC ptotocol 03/26/2014, revised from Krugman 1992 (dengan modifikasi)
Perhatian dalam pemberian ADS
• Sediakan adrenalin 1:1000 dalam semprit
• Lakukan uji kulit 0,1 ml ADS dalam NaCl 0,9%
1:1.000 secara intrakutan. Positif jika,
– dalam 20 menit terjadi indurasi >10 mm
– berikan ADS dengan cara desensitisasi (Besredka)
• ADS + dalam larutan garam fisiologis atau 100
ml glukosa 5% dalam 1-2 jam
• Monitor efek samping obat
– anafilaksis sekitar (0,6%) terjadi dalam beberapa
menit
– demam (4%) setelah 20 menit -1 jam
– serum sickness (8,8%) 7-10 hari kemudian.
Tata laksana khusus
Kortikosteroid
• Diberikan pada difteri + obstruksi saluran napas bagian
atas (ada/tidak bullneck) dan miokarditis
• Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan
bertahap
• Terdapat pendapat yang kontroversial
Trakeostomi
• Indikasi: obstruksi larings difteri lebih dini daripada
penyebab lain
Antibiotik
Kelas 2 SD Td November
Iya
Terlihat
pseudomembran
atau limfadenopati
Pseudomembran berdarah
yanIgyaluas
dan/Tanda bahaya : Stridor, Napas Pseudomembr
cepat, Retraksi dinding dada, an tidak
Letargi, CRT memanjang, Bull neck, mudah lepas
Takikardia, ekstremitas dingin dan dan
sianosis sentral berdarah
Iya tidak
Probabl
e
Difteri
Stabilisasi (Pastikan Airway, Probabl Suspek
Breathing dan Circulation e Difteri
aman) Difteri
TATALAKSANA 1 TATALAKSANA 2
ALUR PENANGANAN DIFTERI
TATALAKSAN ANAK
RSUP
A SANGLAH
TATALAKSANA 1:
Isolasi
Stabilisasi (Pastikan Airway, Breathing dan TATALAKSANA 2:
Circulation aman) Isolasi
Berikan anti difteri serum sesegera mungkin antibiotik oral selama 14 hari.
Antibiotik penicilline procaine (PP) 25.000 U/kg tiap Eritromisin 10 mg/kg tiap 6
6 jam (IM atau IV) selama 14 hari diberikan pada jam. Maksimum 500 mg
pasien dengan tanda bahaya , ketika pasien sudah per kali.
mampu menelan, dapat diubah ke antibiotik oral Azitromisin 10 mg/kg tiap
hingga hari ke-14. 24 jam.
Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum Lakukan SWAB tenggorok
500 mg per kali s/d hari 14 Isolasi dilakukan minimal 48
Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam s/d hari jam setelah pemberian
14. antibiotika.
L•akPuaksainenSWdirAaBwtaetnsgegloamor ak 2
penderita setelah terapi baik (selesai masa Setelah pengobatan tetap
minggu, apabila klinis dilakukan pengambilan
pengobatan 10 hari), maka dapat pulang tanpa
menunggu hasil kultur laboratorium. Evaluasi kultur pada Penderita
kembali swab tenggorok setelah 2 minggu (sebaiknya pada hari ke 8
pemberian antibiotika. dan ke 9 pengobatan)
• Setelah pulang, Penderita tetap dipantau oleh Setelah pulang, Penderita
Dinas Kesehatan setempat sampai mengetahui tetap dipantau oleh Dinas
hasil kultur terakhir negatif. Kesehatan setempat sampai
• Semua Penderita setelah pulang harus mengetahui hasil kultur
melengkapi imunisasi nya sesuai usia. terakhir negatif.
Semua Penderita setelah
pulang harus melengkapi
imunisasi nya sesuai usia.
TATALAKSANA KONTAK
Definisi kontak:
Orang serumah dan teman
bermain; kontak dengan sekret
nasofaring; individu seruang
dengan penderita dalam waktu ≥
4 jam selama 5 hari berturu-turut
atau > 24 jam dalam seminggu
(teman sekelas)
Tatalaksana kontak
• Identifikasi semua orang yang kontak dekat
dengan pasien.
• anak-anak: profilaksis antibiotik eritromisin
dengan dosis 40 mg/kg/hari selama 10 hari untuk
atau azitromisin 10-12 mg/kg sekali sehari
maksimal 500 mg/hari selama 10 hari.
• Dewasa : eritromisin sebanyak 1 gram/hari dibagi
4 dosis selama 10 hari, atau azitromisin 500 mg
sekali sehari selama 10 hari.
• Semua yang kontak dekat dengan pasien
diobservasi selama 10 hari untuk pengawasan
kemungkinan munculnya gejala.
TATALAKSANA
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih
dahulu karena dapat terjadi reaksi anafilaktik. siapkan larutan adrenalin
1:1000 dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikkan 0,1 ml ADS
dalam larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan. Hasil positif bila
dalam 20 menit terjadi indurasi >10 mm. Uji kepekaan pada mata dengan
pemberian 1 tetes antitoksin
BESREDKA