Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMAKOGNOSI

STANDARISASI SIMPLISISA DAUN CEPLUKAN

DISUSUN OLEH :
Putri Rizky Arneta (34190304)
Septi marastika (34190307)
Umi Nur’aini (34190313)
Yully Tri Astuti (34190314)
Tanggal Praktikum: Selasa, 17 November 2020
Instruktur: Apt. Yuli Nurullaili E.,S.Farm.,M.Farm

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya penulis
mampu menyelesaikan makalah dengan judul STANDARISASI SIMPLISISA DAUN
CEPLUKAN.

Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Farmasetika. Melalui makalah yang
berjudul STANDARISASI SIMPLISISA DAUN CEPLUKAN ini yang diharapkan
dapat memenuhi tugas penulis di dalam mata kuliah farmasetika. Selain itu, dengan
hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan
baru bagi pembacanya.

Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam


penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 17 November 2020

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
a. Metode ..................................................................................................... 6
b. Cara pembuatan simplisia ........................................................................ 6
c. Prosedur Kerja ......................................................................................... 7
d. Hasil Dan Pembahasan ............................................................................ 12
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
a. Kesimpulan ............................................................................................... 16
Daftar Pustaka....................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

Tanaman obat merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan


manusia. Di dunia farmasi itu sendiri, tanaman obat dimanfaatkan sebagai bahan
baku dari obat tradisional maupun bahan baku dari obat modern (Salim, 2017).
Salah satu tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk pengobatan
tradisional adalah Ciplukan (Physalis angulataL.). Setelah dilakukan penelitian
tanaman ini terbukti memiliki daya antihiperglikemi, antibakteri, antivirus,
imunostimulan, imunosupresan, antiinflamasi, antioksidan serta analgesic (Rengifo
& Vargas-arana, 2013). Ekstrak etanol herba Ciplukan melalui metode maserasi
yang dianalisis menggunakan metode kromatografi lapis tipis didapatkan senyawa
alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin (Nurfiana & Sari, 2018).Secara empiris,
masyarakat Indonesia memanfaatkan sebagai obat tradisional sebagai obat
tradisional yang dikenal cukup luas seperti di daerah Sulawesi tengah, suku Dondo
memanfaatkan daun ciplukan untuk mengobati penyakit asma dan sakit perut
(Ibrahim et al, 2015).

Tanaman Ciplukan memiliki banyak sekali manfaat, oleh karena itu untuk
mendapatkan simplisia yang berkualitas maka diperlukan adanya penetapan
parameter standardisasi simplisia agar dapat memberikan efek teraupetik yang baik.
Standardisasi merupakan serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigm kefarmasian, yaitu memenuhi
syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya.

Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia yang digunakan sebagai


bahan baku harus memenuhi persyaratan mutu, seperti parameter spesifik maupun
non spesifik. Salah satufaktor yang mempengaruhi mutu suatu simplisia adalah
tempat tumbuh asal, berarti factor luar dari tanaman tersebut, yaitu lingkungan
(tanah) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperature, cahaya)
dan materi (air, senyawaorganik dan anorganik) dan akan dilakukan pengambilan
tanaman di dua tempat yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah tempat tumbuh
tanaman tersebut. Standardisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang

4
seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut
(Purnomo, 2018). Oleh karena itu tujuan dilakukan penelitian ini untuk
mendapatkan parameter spesifik dan non spesifik standardisasi dari daun ciplukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui apakah
simplisia tersebut memiliki mutu, aman, khasiat untuk tujuan kesehatan.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Apa metode dalam standarisasi simplisia ?
b. Bagaimana cara pembuatan simplisia?
c. Bagaimana prosedur kerja standarisasi simplisisa?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. METODE
1. Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu spektrofotometer searapan atom
(SSA/AAS), maserator, timbangan analitik, oven, desikator, krus silikat,
cawan penguap, tabung reaksi, pisau, blender, erlenmeyer, pipet ukur,
kertas saring bebas abu, cover glass, objek gelas, gelas ukur, beaker gelas,
corong, batang pengaduk, labu ukur, krus porselin, sikat tabung, penjepit
tabung,pipet tetes, rak tabung, spatel, kertas label, kertas perkamen,
hotplat, lampu spiritus, botol penimbang ayakan mesh 60, tanur.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun ciplukan, Air, Asam
klorida,Ammonia, HgCl2, Kalium Iodida, bismuth subnitrat, Asam Sulfat,
Etanol, Larutan Besi (III) klorida, Eter, Magnesium, amil alkohol,
Natrium hidroksida, Gelatin, NaCl, HNO3, HCIO4,Kloral hidrat,
Kloroform.

B. Cara Pembuatan Simplisisa


Daun Ciplukan dibedakan berdasarkan lingkungan tempat tumbuh yang
diambil dari Jambi, Riau serta dilakukan determinasi diherbarium Sekolah Ilmu
dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Daun ciplukan segar
dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya
dari daun ciplukan tersebut, selanjutnya dicuci dengan air mengalir
menggunakan air bersih, kemudian ditiriskan supaya sisa air cucian terbuang
setelah itu dilakukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung lebih
cepat, pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven dengan suhu 500C
sampai kering. Daun ciplukan yang telah kering selanjutnya dibuat serbuk
untuk dilakukan penelitian menggunakan blender agar lebih mempermudah
pembentukan serbuk, kemudian diayak dengan ayakan mesh 60 (Rivai et al,
2010) (Muthoharoh & Zainab, 2015).

6
C. Prosedur Kerja
a. Parameter Spesifik
a) UJi Fitokimia
1. Identifikasi Alkaloid
Ditimbang 0,5 g simplisia tambahkan 5 mL asam klorida 10%,
dikocok lalu ditambahkan 5 mL larutan ammonia 10%.
Diekstraksi dengan 10 mL kloroform dan diuapkan. Residu sisa
penguapan ditambah 1,5 mL asam klorida 2%, dibagi menjadi 2
tabung. Tabung pertama ditambah 3 tetes pereaksi Mayer,
terbentuknya endapan putih kekuningan menunjukkan adanya
alkaloid. Tabung kedua ditambah 3 tetes pereaksi Dragendorff,
terbentuknya endapan merah bata menunjukkan adanya alkaloid
(Harborne, 1997)
2. Identifikasi Steroid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter.
Sebanyak 0,5 mL larutan diuji dengan peraksi Lieberman
Burchard, Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan
adanya steroid (Harborne, 1997).
3. Identifikasi Triterpenoid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter.
Sebanyak 0,5 mL larutan diuji dengan peraksi Lieberman
Burchard, Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya
triterpenoid (Harborne, 1997).
4. Identifikasi Flavonoid
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan
diletakkan diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung
dan ditambahkan 100 mg serbuk magnesium lalu tambakhkan 1
mL asam klorida pekat dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat
biarkan memisah, warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alcohol menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1997),
5. Identifikasi Saponin

7
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan
diletakkan diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung
dikocok vertical selama 10 detik, makaakan terbentuk busa stabil,
dibiarkan selama 10 menit, tambahkan 1 tetes asam klorida 1%,
jika busa tidak hilang maka menunjukkan adanya saponin
(Harborne, 1997).
6. Identifikasi Kuinon
Ditimbang 0,5 g simplisia dilarutkan dalam 2,5 mL air dan
diletakkan diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung
tambahkan beberapa tetes natrium hidroksida1N, adanya filtrate
warna merah menunjukkan adanya kuinon(Harborne, 1996).
7. Identifikasi Polifenol
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan
diletakkan diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung
tambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%,
terbentuknya filtrate warna biru tua atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya polifenol (Harborne, 1996).
8. Identifikasi Tanin
Ditimbang 1 g simplisia ditambah NaCl 10% sebanyak 5 tetes lalu
disaring kemudian ditambah 1% gelatin dan 10 % NaCl, terbentuk
endapan putih menunjukkan adanya kandungan tannin pada
simplisia (Dian Arista & Tukiran, 2017).

b) Pemeriksaan mikrosko
Tujuan uji makroskopik untuk menentukan cirikhas simplisia dengan
pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia serta ciri-ciri
daun ciplukan (Supomo Junaid, 2016).
c) Pemeriksaan Organoleptis
Penetapan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari
simplisia daun ciplukan yang bertujuan sebagai pengenalan awal
menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau,
dan rasa (Utami et al., 2016).

8
d) Pemeriksaan kadar sari larut air
Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL
kloroform P (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL aquadest) selama 24
jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6
jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam. Di saring cepat, 20
mL filtrate diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata (yang telah
ditara) di atas penangas air hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu
105ºC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara(Supomo Junaid, 2016).

e) Penetapan kadar sari larut dalam etanol


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL etanol
95% selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sesekali
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam.
Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 mL filtrate
diuapkan dalam cawan berdasar rata (yang telah ditara) di atas penangas
air hingga kering, dipanaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot tetap.
Kadar dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
diudara(Supomo Junaid, 2016).

b. Parameter non spesifik


a) Kadar Air
Pada metode penentuan kadar air ini menggunakan metode
gravimetrik, dengan prinsip penguapan air yang terdapat pada
sampel dengan suhu 105ºC. Panaskan krus porselen selama 30

9
menit kemudian dinginkan pada desikator dan ditimbang,
selanjutnya timbang sampel sebanyak 1 g lalu masukkan kedalam
krus porselen.dikeringkan selama 5 jam dengan suhu 105ºC lalu
ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan ditimbang
kembali pada jarak 1 jam sampai didapatkan perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 % (DepKes RI,
2000).

b) Susut Pengeringan
Sejumlah 1 g simplisia ditimbang dengan seksama dalam botol
penimbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan dengan
suhu 105ºC selama 30 menit dan dinginkan pada desikator.
Sebelum ditimbang simplisia diratakan dalam botol penimbang
dengan menggoyangkan botol penimbang hingga rata. Kemudian
dimasukkan kedalam oven, buka tutup botol penimbang dan
biarkan tutup botol penimbang didalam oven. Panaskan dengan
suhu 105ºC selama 1 jam, kemudian timbang dan ulangi pemanasan
sampai beratnya konstan (DepKes RI, 2000).

c) Penetapan kadar abu total


Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g kemudian masukkan
kedalam krus porselen yang telah dipijarkan dan di timbang, Krus
di pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, pijaran dilakukan
pada suhu 600o C, selama 3 jam lalu didinginkan dan ditimbang
hingga diperoleh bobot tetap. (Mayasari et al, 2018).

10
d) Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang didapatkan dari uji penetapan kadar abu total didihkan
dengan 25 mL asam sulfat selama 5 menit, kumpulkan bagian yang
tidak larut dalam asam, saring menggunakan kertas saring bebas
abu, cuci dengan air panas, kemudian pijarkan sampai didapatkan
bobot konstan. Hitung kadar abu yang tidak larut dengan asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Supomo
Junaid, 2016).

e) Uji Logam Timbal (Pb)


Sampel yang berbentuk serbuk kering dilakukan penimbangan
sebanyak 1 g. lalu tambahkan 5 mL HNO3 dan 0,5 mL HCIO4,
kocok-kocok dan biarkan semalam. Panaskan pada hotplate dengan
suhu 100 ºC, setelah uap kuning habis suhu dinaikkan hingga 200ºC.
Destruksi diakhiri bila telah keluar uap putih dan cairan (ekstrakcair)
yang berwarna keabu-abuan dalam labu tersisa sekitar 0,5
mL.dinginkan dan encerkan dengan H20 serta volume ditetapkan
menjadi 50 mL. kocok hingga homogen, biarkan semalam atau
disaring dengan kertas saring W-41 agar didapatkan ekstrak jernih.
Sampel siap diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
menggunakan nyala udara asetilen dengan panjang gelombang 217
nm. (Basam, Rusilowati, & Ridlo, 2016).

11
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Parameter Spesifik

12
2. Parameter Non Spesifik

Standardisasi adalah suatu proses penjaminan produk akhir (obat) harus


memenuhi persyaratan tertentu, agar mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Untuk menjamin mutu, aman
dan khasiat dari simplisia tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar
mutu spesifik dan non spesifik agar nantinya simplisia terstandar dapat
digunakan sebagai obat yang mengandung kadar senyawa aktif, konstan dan
dapat dipertanggung jawabkan.

Penetapan standar spesifik, salah satunya uji kandungan fitokimia, setelah


dilakukan penelitian didapatkan hasil bahwa simplisia daun ciplukan
memiliki banyak kandungan senyawa kimia seperti senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, dan steroid, dari jurnal penelitian herba ciplukan juga
mengandung kandungan senyawa kimia yang sama yaitu alkaloid,
flavonoid, saponin, dan steroid. (Nurfiana & Sari, 2018).

Kemudian dilakukan uji organoleptik, pengujian dilakukan dengan


menggunakan pancaindra yang bertujuan untuk mengetahui bentuk, warna,
rasa dan bau dari simplisia tersebut. Hal ini bertujuan sebagai pengenalan
awal. Menurut standar SNI 03-3836-2012 warna simplisia normal yaitu
hijau kecoklatan, yang diakibatkan proses pengeringan menyebabkan warna
hijau klorofil pada daun teroksidasi menjadi coklat. Hasil dari warna daun

13
ciplukan (Physalis angulata L.) telah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia. Bau yang didapatkan dari simplisia normal yaitu bau khas
.Sedangkan hasil yang didapatkan dari simplisia daun ciplukan juga
beraroma aromatis sehingga sudah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia 03-3836-2012. Rasa simplisia daun ciplukan pahit yang
diakibatkan adanya Alkaloid pada daun ciplukan (Physalis angulata L.).

Secara makroskopis daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang diperoleh


dari dua daerah yang berbeda yaitu Jambi dan Riau memiliki kesamaan
yaitu merupakan daun tunggal, tulang daun menyirip, pinggir daun bergerigi
tidak teratur, dan ujung daun meruncing, tetapi memiliki perbedaan dalam
hal warna daun, daun yang diperoleh dari daerah Jambi berwarna hijau
kecoklatan sedangkan daun yang diperoleh dari daerah Riau berwarna hijau
tua kecoklatan. Kemudian dilakukan uji kadar sari larut air dan kadar sari
larut etanol yang bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang
terekstraksi dalam pelarut simplisia dan mengetahui pelarut yang sesuai
untuk proses ekstraksi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia
daun ciplukan (Physalis angulata L) memenuhi syarat sari larut dalam air
>8,1% dan kadar sari larut air >2,8% hal ini menunjukkan bahwa simplisia
daun ciplukan (Physalis angulata L.) telah sesuai dengan standar dari
Farmakope Herbal Indonesia.

Penetapan standar non spesifik salah satunya yaitu adalah susut


pengeringan, yang bertujuan untuk memberikan batas maksimal senyawa
yang hilang pada proses pengeringan simplisia daun ciplukan diperoleh
hasil susut pengeringan dari kedua sampel yang digunakan telah memenuhi
standar persyaratan Farmakope Herbal Indonesia tidak lebih dari 10%. Uji
kadar air yang menentukan besarnya kandungan air pada simplisia yang
dapat mempengaruhi kualitas simplisia yaitu dapat mempermudah
pertumbuhan mikroba jamur yang dapat menurunkan aktivitas biologis dari
simplisia. Hasil dari dari kedua daerah menunjukkan bahwa hasil uji kadar
air simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L.) telah memenuhi standar
dari Farmakope Herbal Indonesia yaitu dimana kadar air yang sesuai tidak
lebih dari 10%.

14
Uji kadar abu total simplisia daun ciplukan menunjukkan hasil yang berbeda
dari kedua provinsi ini, di karenakan adanya perbedaan kadar mineral di
kedua provinsi. Kandungan mineral yang dimaksud berasal dari faktor
internal maupun eksternal (cemaran). Kandungan abu ialah hasil sisa
pembakaran suatu bahan organik dan mineral yang terdapat pada simplisia.
Setelah dilakukan pengujian kadar abu simplisia daun ciplukan didapatkan
bahwa kadar abu simplisia daun ciplukan telah sesuai dengan Farmakope
Herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari 14%. Setelah itu dilakukan uji kadar
abu tidak larut asam untuk mengetahui kandungan pasir, silica, lumpur.
Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan tanah tempat tumbuh dengan
kandungan senyawa tersebut cukup tinggi, proses pencucian, pengeringan,
maupun penyimpanan juga dapat mempengaruhi besar kecilnya kadar zat
anorganik tersebut. Hasil kadar abu dari kedua daerah tersebut telah
memenuhi standar dari Farmakope Herbal Indonesia yaitu kurang dari
2,4%.

Uji penetapan kadar logam (Pb) simplisia daun ciplukan yang didapatkan
dari Provinsi Riau dan Provinsi Jambi yang mengandung kadar timbal yang
lebih tinggi di bandingkan dengan persyaratan BPOM nomor 12 tahun 2014
mengenai persyaratan mutu obat tradisional yaitu 10 mg/kg (0,01 mg/g) Hal
ini dapat terjadi dikarenakan sampel tumbuh dekat dengan pemukiman
masyarakat karena penyebab dari cemaran logam Pb berasal dari cemaran
asap kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin dan penggunaan
pestisida berlebih.

15
BAB III

KESIMPULAN

Simplisia dari dua provinsi yang berbeda ini yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi
Riau menunjukkan bahwa simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang telah
dilakukan uji pemeriksaan spesifik sari larut air sampel Jambi: 20,65% dan Riau
22,01% tidak boleh kurang dari standar simplisia yang baik yaitu>8,1%, uji sari
larut etanol sampel Jambi: 19,42% dan Riau 19% tidak boleh kurang dari standar
simplisia yang baik yaitu >2,8%. Sedangkan uji pemeriksaan non spesifik yaitu
kadar air sampel Jambi: 9,12% dan Riau 9,24% tidak melewati batas aman simplisia
yang baik yaitu<10%, susut pengeringan sampel Jambi: 9,38% dan Riau 9,76%
tidak melewati batas aman simplisia yang baik yaitu <10%, kadar abu total sampel
Jambi: 13,5% dan Riau 13,6% tidak melewati batas aman simplisia yang
baikyaitu<14%, kadar abu tidak larut asam sampel Jambi: 2% dan Riau 2,1% tidak
melewati batas aman simplisia yang baik yaitu <2,4% berdasarkan standar simplisia
yang baik menurut Farmakope Herbal Indonesia, tetapi untuk uji logam timbale
tidak memenuhi persyaratan simplisia yang baik, dikarenakan ditemukannya
cemaran logam timbal (Pb) Jambi 0,0530 mg/g dan Riau 0,07795 mg/g melawati
standar simplisia yaitu 0,01mg/g menurut persyaratan BPOM 2014 .

16
DAFTAR PUSTAKA

Basam, F., Rusilowati, A., & Ridlo, S. (2016). Pancasakti Science Education Journal.
Formulasi Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C.) Sebagai
Sediaan Aromaterapi, 7(1), 1–8.

Depkes Ri. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat


(Departemen Kesehatan, Ed.). Jakarta.

Dian Arista & Tukiran, 2017. (2017). Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit
Batang Tumbuhan Klampok Watu ( Syzygium Litorale ) Phytochemical
Screening On Methanol Ekstrak From Steam Bark Klampok Watu ( Syzygium
Litorale ) Dian Arista Setiabudi * And Tukiran Departement Of Chemistry , F.
6(3).

Harborne, 1996. (2017). Analisis Fitokimia Metabolit Sekunder Ekstrak Daun Dan
Buah Solanum Blumei Nees Ex Blume Lokal Secondary Metabolites
Phytochemical Analysis Of Leaves And Fruit Extract Solanum Blumei Nees Ex
Blume Local. 9(1), 244–248.

Ibrahim Et Al, 2015. (2015). A B S T R A C T. 1(October), 92–98.

Mayasari Et Al, 2018. (2018). Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Daun
Jeruk Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .). Klorofil, 2(1), 7–13.

Muthoharoh & Zainab, 2015. (2015). Penapisan Fitokimia , Penetapan Kadar


Naftokuinon Total , Dan Aktivitas Antifungi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat
Ekstrak Etanol Daun Pacar Kuku ( Lawsonia Inermis L .) Terhadap Candida
Albicans Atcc 10231 Phytochemical Screening , Determination Of Naphtoq.

Nurfiana, G., & Sari, F. (2018). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Herba
Ciplukan ( Physalis Angulata ) Terhadap Dpph ( 1 , 1-Difenil-2-Pikrilhidrazil ).
1, 98–103.

Purnomo, M. (2018). The 8 Th University Research Colloquium 2018 Universitas


Muhammadiyah Purwokerto Slow Deep Breathing Terhadap Perubahan

17
Tekanan Darah The 8 Th University Research Colloquium 2018 Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. 2, 129–135.

Rengifo, E., & Vargas-Arana, G. (2013). Physalis Angulata L . ( Bolsa Mullaca ): A


Review Of Its Traditional Uses , Chemistry And Pharmacology Physalis
Angulata L . ( Bolsa Mullaca ): A Review Of Its Traditional Uses , Chemistry
And Pharmacology. (February 2015).

Rivai, Et Al 2010. (2010). Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Perolehan


Ekstraktif , Kadar Senyawa Fenolat Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun
Dewa ( Gynura Pseudochina ( L .) Dc .) Effects Of Drying Methods In Gaining
Of Extractive , Phenolic Content And Antioxidant Activity In Gy. 15(1), 26–33.

Salim, Z. (2017). Info Komoditi Tanaman Obat (Z. Salim & Munadi Emawati,

Eds.). Jakarta. Supomo Junaid, R. S. Dan R. (2016). ( Callicarpa Longifolia Lamk .

) Characterization And
Leaves Phytochemical Screening Kerehau ( Callicarpa Longifolia Lamk .).
Jurnal Kimia Mulawarman, 13.

Utami, Y. P., Taebe, B., Tinggi, S., Farmasi, I., Perintis, J., Km, K., & Makassar, D.
(2016).

18

Anda mungkin juga menyukai