SKRIPSI
SKRIPSI
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, dengan Karunia-Nya penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyususnan skripsi ini dengan judul Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol,
Etil Asetat, dan n-Heksana Daun Brotowali ( Tinospora crispa(L.)
Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si selaku
Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU dan Dosen pembimbing penulis yang
telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU Medan.
Terimakasih kepada Bapak Dr. Krista, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU Medan dan
Ibu staf pengajar FMIPA USU serta pegawai Departemen Kimia FMIPA USU.
Terimakasih juga kepada Ibu Dra. Nunuk, M.Si selaku Kepala Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Biologi yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya tidak terlupakan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya
sayangi, ayah saya J. Saragih dan ibu saya N. br Purba, abang, kakak saya dan
seluruh keluarga yang telah memberikan semangat serta perhatian yang cukup besar
selama masa perkuliahan saya, yang telah banyak memberikan bantuan berupa doa
dan dukungan moril maupun materil selama penulisan skripsi ini. Terimakasih
kepada Sahabat penulis Novita, Tessha, Tengku, Nur Ainun, Shella,IIn, Heru, Sorta,
Razky, Dimas, Roberto, Seprinto, Rio, Surya dan rekan-rekan mahasiswa dan
mahasiswi khususnya Kimia Ekstensi 2016 yang tak tersebut namanya. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa yang akan membalasnya.
iv
Halaman
Pengesahan Skripsi i
Abstrak ii
Abstract iii
Penghargaan iv
Daftar Isi v
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan Penelitian 3
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
1.5. Metodologi Penelitian 4
1. Uji Tanin 30
2. Uji Terpenoida 31
3. Uji Alkaloida 31
4. Uji Saponin 31
5. Uji Flavonoida 31
3.3.3. Pengujian Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat,
Dan n-heksan Daun Brotowali
3.3.3.1. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) 31
3.3.3.2. Pembuatan Media Agar Miring Dan Stok Kultur
Bakteri 32
3.3.3.3. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) 32
3.3.3.4. Pembuatan Inokulum Bakteri 32
3.3.3.5. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol,
Etil Asetat, n-Heksana brotowali 32
3.3.3.6. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol,
Etil Asetat Dan n-Heksana Brotowali 33
3.3.4. Bagan Penelitian
3.4.4.1. Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan
n-Heksana Daun Brotowali 34
3.4.4.2. Uji Skrining Fitokimia 35
3.4.4.3. Uji Sifat Antibakteri Eksrak Metanol, Etil Asetat,
Dan n-Heksana Daun Brotowali
3.3.4.3.1. Pembuatan Media Mueller Hinton
Agar (MHA) 36
3.3.4.3.2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri 36
3.3.4.3.3. Pembuatan Inokulum Bakteri 37
3.3.4.3.4. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan
n-Heksana Daun Brotowali 37
vi
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 52
vii
viii
Nomor
Judul
Gambar Halaman
ix
PENDAHULUAN
Salah satu tanaman bahan obat di Indonesia yang masih dalam tahap
pengembangan adalah (T. crispa (L.). Tumbuhan brotowali merupakan tumbuhan
yang sudah dikenal sebagai tumbuhan obat memar, demam, merangsang nafsu
makan, sakit kuning, cacingan, batuk, mencuci luka pada kulit atau gatal-gatal dan
untuk mengobati penyakit kencing manis. Tumbuhan brotowali memiliki berbagai
aktivitas biologis seperti antimalarial, antidiabetes, antipieretik, antiperglikemik
(Muharni, dkk, 2015)
Brotowali mengandung banyak senyawa kimia yang berkhasiat menyembuhkan
berbagai penyakit.Kandungan senyawa kimia berkhasiat terdapat di seluruh bagian
tanaman, dari akar, batang, sampai daun.Dalam tanaman brotowali (T. crispa (L.)
terkandung berbagai senyawa kimia antara lain alkaloid, dammar lunak, pati,
glikosida, pikroretosid, berberin, palmitan, kolumbin, dan kaokulin atau pikrotoksin
(Kresnady, 2003).Tanaman brotowali terkandung berbagai senyawa kimia, antara
lain alkaloid kuartemer yang terdiri dari N-asril nornuciferin, N-formil annonain, N-
formil nornuciferin. Batangnya mengandung glikosida furanoditerpen yang berasa
pahit, N-trans feruloil tiramin, N-cis feruloil tiramin, tinotuberide, borapetoside A,
borapetol, tinosporin, dan tinosporidin (Mursito, 2001). Selain itu batang brotowali
juga mengandung saponin, palmatin, kaemferol dan pati (Muhlisah, 2007).Brotowali
memiliki sifat sejuk, dan damar lunak (Hariana, 2013).Cuvelier dkk 1991 meneliti
senyawa golongan fenolik yang terdapat pada batang brotowali seperti apigenin, N-
cis feruloyltyramine, N-trans feruloyltyramine, secoisolariciresinol, dan bergenin
juga dapat sebagai aktivitas antiradikal alami.Potensi sebagai antiradikal dalam
tanaman adalah golongan fenolik, seperti flavonoid, asam fenolik, lignin, asam
sinamat, kumarin, tokoferol dan tannin (Kahkonen, dkk, 1999).
Eksplorasi penelitian brotowali sebagai antioksidan alami telah dilakukan oleh
Chantong,dkk,2008 di Thailand bahwa ekstrak etanolik dari batang brotowali berefek
sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 0,141 ± 0,033 mg/ml berdasarkan
metode DPPH. Kemudian (Muharni, 2015) mengisolasi senyawa metabolit sekunder
dari ekstrak n-heksana batang tumbuhan brotowali (T. crispa (L.).
Dari hasil penelitian Nur dan Sri,2007, mengenai pemanfaatan batang brotowali
(T. crispa (L.) sebagai efek infusa batang brotowali terhadap nafsu makan dan berat
badan tikus putih (Ratus norvegicus) yang menghasilkan peningkatan nafsu makan
pada dosis 5,12 g/kg berat badan selama 10 hari pertama pemberian infusa. Pada
penelitian Erlina,2004, mengenai gambaran histopatologis organ testis tikus
penderita diabetes melitus yang diberi infus batang brotowali (T. crispa(L.) sebagai
bahan antidiabetik yang telah dilakukan diketahui bahwa batang brotowali mampu
menurunkan glukosa darah pada tikus putih dimana ekstrak batang brotowalidengan
konsentrasi 10% dan 20% dapat memperkecil kerusakan pada organ ginjal yang telah
mengalami penyakit diabetes mellitus. Begitu juga dengan penelitian yang telah
dilakukan Mastarie,1998, mengenai pengaruh brotowali (T.crispa(L.) terhadap
metabolisme glukosa pada kelinci.
Pada penelitian Tatang, dkk, 2011, mengenai aktivitas penangkapan radikal 2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil oleh ekstrak etanol brotowali (T. crispa(L.) dan fraksi-
fraksinya diketahui bahwa batang brotowali mengandung senyawa fenolik yang
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Dimana ekstrak etanol, fraksi etil asetat
dan fraksi air memiliki aktivitas antiradikal dan mengandung ssenyawa golongan
kumarin dan flavonoid.
Penelitian brotowali sebagai antibakteri yang sudah pernah dilakukan adalah uji
daya antibakteri infus batang brotowali terhadap beberapa kuman standar dengan
ekstrak etanol 99 % brotowali kadar ekstrak 1 g/mL terhadap kuman Staphylococcus
aureus, Eschericia coli dan terhadap jamur Trichophyton ajelloi dan Candida
albicans (Atiek, dkk, 1998). Dan uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana batang
brotowali (T.crispa(L.) terhadap beberapa bakteri patogen (Indra, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian uji aktivitas
antibakteri ektrak methanol, etil asetat dan n-heksana daun brotowali (T. crispa
(L.).Berdasarkan metode difusi agar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8. Luka
Tumbuk daun brotowali hingga halus, bubuhkan pada luka, kemudian balut.Ganti
2 kali dalam sehari. Untuk mencuci luka gunakan air rebusan batang brotowali
(Setiawan, 2008)
9. Penambah nafsu makan
Siapkan daun brotowali 3 helai, batangnya 30 gram dan air 2.000 cc. Mula-mula
daun dan batang brotowali dibersihkan.Setelah itu dan daun dan batang direbus
dengan air. Minum air rebusan 1 gelas setiap hari.
Karena metabolit sekunder berjumlah jutaan di alam dan akan terus ditemukan
senyawa baru setiap tahun maka diperlukan frame work dan metode yang mencakup
garis besar metabolit sekunder. Untuk itu pemahaman dasar biosintesis metabolit
sekunder diperlukan dengan tujuan yaitu :
1. Senyawa di alam berjumlah jutaan dan tidak mungkin dipahami semuanya.
2. Keteraturan pola struktur metabolit sekunder.
3. Desain obat modern.
4. Aspek selektifitas.
5. Aplikasi bioteknologu untuk produksi metabolit sekunder.
C-C-C
2.6 Tanin
OH
OH
OH
O
OH
OH
OH
OH O
OH OH
OH
OH
OH O
OH
OH
OH
Makin tinggi tanin, maka makin kurang larut dalam air dan makin mudah
memperoleh dalam bentuk Kristal.Tanin larut setidak-setidaknya sampai batas
tertentu, dalam pelarut organik yang polar tetapi tak larut dalam pelarut organic
nonpolar seperti benzene atau kloroform.Larutan tannin dalam air dapat diendapkan
dengan penambhan asam mineral atau garam. Kemampuan tanin untuk bereaksi
dengan protein dan mengendapkannya menimbulkan masalah pada penyiapaan
enzim atau protein lain dari beberapa tumbuhan. Antraksi tannin dengan protein
bersifat khas dan bergantung pada struktur tanin.Kadar tannin yang tinggi mungkin
mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan, membantu mengusir hewan pemangsa
tumbuhan.
Senyawa aktif pada tumbuhan obat tertentu mungkin tanin. Beberapa tanin
terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, dan
menghambat enzim seperti reverse transcriptase dan DNA topoisomerase. Tanin
lainnya ada yang dapat meracuni hati (Robinson, 1991). Secara kimia terdapat dua
jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan yaitu :
1. Tanin terkondensasi
2. Tanin Terhidrolisiskan
2.8 Terpenoid
Dalam alam banyak terdapat senyawa yang molekulnya dapat dianggap
terdiri atas bebrapa molekul isopera atau mempunyai hubungan structural dengan
isoprena.Senyawa-senyawa tersebut dikelompokkan dalam golongan terpen. Molekul
senyawa yang termasuk terpen ini kebanyakan terdiri atas kelipatan dari lima atom
karbon (Poedjiadi, 1994).
Nama terpena pada awalnya diberikan untuk minyak yang disuling dari
terpentin yang diketahui bahwa :
1. Sebagian besar senyawa yang ada dalam minyak mempunyai rumus C 10H15
2. Terpena yang mengandung lebih dari 10 karbon, biasanya mempunyai jumlah
karbon kelipatan dari lima. Strukturnya sangat beragam.
3. Banyak senyawa taklarut dalam air yang mirip tersebar secara meluas;
sejumlah besar senyawa tersebut terutama dalam tumbuh-tumbuhan, tetapi
juga dapat ditemukan dalam sebagian besar makhluk hidup lainnya. (Kuchel
dan Gregory, 2002).
Secara kimia terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam
sitoplasma sel tumbuhan.Kadang-kadang minyak atsiri terdapat di dalam sel kelenjar
khusus pada permukaan daun, sedangkan karotenoid terutama berhubungan dengan
kloroplast di dalam daun dan dengan kromoplast di dalam bunga.Biasanya terpenoid
diekstraksi dari jarin gan tumbuhan dengan memakia eter, atau kloroform yang
dipisahan secara kromatografi pada silica gel atau alumina memakai pelarut di atas
(Harborne, 1997).
2.9 Steroid
Steroid merupakan kolesterol yang terdapat pada hewani yang paling luas dan
sering dijumai dalam hamper semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan
kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan
zat antara yang diperlukan dalam biosintesis hormone steroid.(Fessenden dan Joan,
1986).Senyawa ini disintesis dalam system hidup dari isoprene melalui
skualena.Sterol adalah steroid yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil
(Kuchel dan Gregory, 2002).
Semua molekul steroid terbuat dari inti steroid yang hydrogen cincinya diganti
oleh rantai hidrokarbon atau gugus fungdi atau dengan memasukkan ikatan ganda
dua karbon-karbon pada satu atau lebih cincin sikloheksana.Molekul steroid yang
mengandung fungsi hidroksil dan tidak memiliki gugus karbonil atau aldehida
dinamakan sterol (Wilbraham, dkk, 1992). Sejumlah besar senyawa lipid yang
mempunyai struktur dasar yang sama dan dapat dianggap sebagai derivate
perhidroksiklopentanofenantrena, yang terdiri dari atas 3 cincin sikloheksana terpadu
seperti bentuk fenantrena ( cincin A,B, dan C ) dan sebuah cincin siklopentana yang
tergabung pada ujung cincin sikloheksana tersebut (cincin D). Senyawa-senyawa
tersebut termasu dalam suatu kelompok yang disebut steroid (Poedjiadi, 1994).
2.10 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun, serta dapat deteksi berdasarkan kemampuannya membentuk
busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah
diransang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat
diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (seperti
kortison, estrogen kontraseptif dan lainnya). Senyawa yang telah digunakan termasuk
hekogenin dari Agave, diosegen in serta yamogenin dari jenis Dioscorea
Dari segi ekonomi saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan
keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena
rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra). Pola
2.11 Ekstraksi
b. Cara Panas
1. Ekstraksi secara Refluks
Refluks adalah proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan pelarutnya akan terdestilasi menuju pendinginan dan
kembali ke labu. Ekstraksi dengan cara refluks pada dasarnya adalah ekstraksi
2.12 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariot yang berukuran sekitar 0,1 -10,0 µm
(Elliott,T,dkk.2002). Sel prokariot yang merupakn sel sederhana, ya ng mempunyai
inti yang tidak sempurna, dengan kromosom yang terdiri dari lingkaran tertutup
DNA. Bakteri dapat ditemukan di hamper semua bagian bumi termasuk di tempat
yang tidak layak untuk dihuni organisme lainnya. Banyak bakteri dapat menyeb
abkan penyakit bagi manusi, tetapi berbagai bakteri menguntungkan kesehtan
manusia bahkan merupakan organisme yang diperlukan dalam kehidupan
manusia.(Soedarto, 2015).Bentuk dan ukuran bakteri bermacam- macam, seperti
bulat kokus), melengkung kurva), spiral, dan batang (basil).
Bentuk- bentuk ini menjadi dasar untuk klasifikasi bakteri secara umum dapat
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan reaksi pulasan gram yang mencerminkan
struktur dinding sel mereka. Sebagian bakteri terwarnai gram-positif (biru/hitam)
sementara yang lain dalah gram-negatif (merah)
- Bakteri gram positif dapat mengikat cat menjadi berwarna violet jika dilihat
dengan mikroskop.
2. Gram Negatif
Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti
streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan.Dinding sel
bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikon dan membran
luar.Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid.Membran luar tersusun atas
lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2001).
Struktur dan sifat bakteri pada gram negatif yaitu :
- Bakteri gram negative tidak dapat mengikat cat sehingga jika dilihat dengan
mikroskop berwarna merah muda ( Gardjit, dkk, 1992).
- Pada gram negatif 5%- 10% dengan lapisan komplek phospholipid-
polysachharide-protein yang lebih tebal.
- Kadar peptidoglycan 10% - 20% dan tidak memiliki asam teikoat
- Kadar lipid dan lipoprotein 58%
- Kadar protein 9% dan kadar lipopolysaccharide 13% (Soedarto, 2015).
- Komponen terdiri tiga lapisan yaitu
a. Lapisan dalam adalah mukopeptida
b. Lapisan bagian luar terdiri dari dua lapisan yaitu lipopolisakarida dan
lipoprotein.
- Lisozim melunakkan dinding sel yaitu deterjen mengadakan disorganisasi
dinding itu dengan merusak lapisan lipida.
- Dinding sel tipis 10 – 15 nm.
2. Nutrient Agar
Nutrient agar adalah medium padat untuk pertumbuhan mikrooorganisme
yang umum digunakan dalam berbagai kultur mikroorganisme. Ada beberapa
memiliki lebih banyak garam di dalamnya, beberapa memiliki lebih banyak protein.
Namun nutrient agar adalah medium standar unuk tumbuh berbagai jenis bakteri dan
merupakan cara yang baik untuk mulai belajar tentang bagaimana koloni bakteri
dapat tumbuh dan menyebar (Safitri dan Novel, 2010).
Karakteristik biakan untuk seluruh mikroorganisme ditentukan dengan
membiakan organisme tersebut pada agar miring, dan agar lempeng nutrient, pada
kaldu nutrient, dan pada gelatin nutrien. Pola-pola pertumbuhan yang akan
digunakan pada penelitian ini yaitu agar miring nutrient. Agar miring nutrient
memiliki satu garis lurus inokulasi pada permukaan dan dievaluasi dengan cara
berikut:
1. Kelimpahan pertumbuhan, jumlah pertumbuhan dikategorikan dalam bentuk tidak
ada, sedikit, sedang, atau banyak.
2. Pigmentasi, mikroorganisme kromogenik dapat menghasilkan pigmen-pigmen
intraseluler yang bertanggung jawab atas pewarnaan organisme seperti yang
tampak pada koloni permukaan. Organisme-organisme lain menghasilkan
pigmen-pigmen ekstraseluler yang larut, yang diekskresikan ke dalam media dan
yang juga menghasilkan warna putih atau abu-abu
3. Karekteristik opik, dapat evaluasi berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan
melewati pertumbuhan. Karekteristik tersebut di deskripsikan sebagai buram
(tidak ada transmisi cahaya), translusen (transmisi parsial), atau
transparan(transmisi penuh)
4. Bentuk, tampilan goresan satu garis pertumbuhan pada permukaan agar miring
dikatakan:
a. Filiformis : pertumbuhan seperti benang dan berkesinambungan dengan
tepian halus.
b. Ekinulatus : pertumbuhan seperti benang dan berkesinambungan dengan
tepian takberaturan.
c. Bermanik : koloni yang nonkonfluen hingga semi konfluen.
d. Menyebar : pertumbuhan yang tersebar dan tipis
yang telah diinokulasi dengan kuman. Apabila efektif, maka zona hambat akan
terbentuk disekitar cakram setelah inkubasi (Tortora, 2001).
Ada beberapa jenis metode difusi pada uji resistensi antibakteri, antara lain :
a) Kertas Cakram (Kirby-Bauer)
Koloni kuman diambil dan dibiakkan dalam media agar yang sesuai dengan
keperluan selama 24 jam kemudian disuspensi kedalam 1 ml BHI (Brain Heart
Infussion) cair dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 5-8 jam.Suspensi bakteri
ditambahkan dengan NaCl fisiologis sampai kekeruhan tertentu sesuai dengan
standart Mc Farland 108 CFU/ml (Colony Forming Unit).
Zona radikal atau zona bening adalah daerah disekitar disk dimana sama
sekali tidak ditemukan bakteri. Daya antibakteri dinilai dengan mengukur diameter
zona bening.Zona bening adalah suatu daerah disk yang menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri yang dihambat oleh antibiotik tetapi tidak dimatikan
(Darmayasa, 2008).
b) Cara Seumuran
Tahap awal sama dengan kertas cakram. Pada media Muller Hinton dibuat
secara seumuran dengan garis tengah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Kedalaman
seumuran tersebut dimasukkan atau diteteskan larutan antibiotik yang akan
digunakan, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, dan dibaca
hasilnya sama seperti pada cara kertas cakram (Rambe, 2012).
c) Cara Pour Plate
Tahap awal sama dengan Kirby-Bauer. Satu mata ose diambil dengan
menggunakan jarum ose khusus dan dimasukkan kedalam 4 ml agar base 1,5% yang
mempunyai suhu 50oC. setelah suspensi kuman dibuat homogen, dituang pada media
Mueller Hinton Agar dan ditunggu sampai agar membeku. Kemudian disk antibiotik
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam.Suspensi kuman dibaca sesuai
dengan standar masing-masing antibiotik (Darmayasa, 2008).
d) E-test
Menggunakan plastik strip yang mengandung antibiotik yang sudah diketahui
konsentrasinya.
e) Gradiant test
Seperti cara seumuran, hanya saja lubang yang dibuat menyerupai garis tengah,
sehingga media pada petri terbelah dua (Rambe, 2012).
keracunaan makannan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang
mengancam jiwa.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora dan mampu membentk kapsul, berbentuk kokus, dan tersusun seperti bah
anggur.Ukuran Staphylococcus aureus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus aureus
memiliki ukuran diameter 0,5-1 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.Asam
teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat
mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin (Capuccino, 1998)
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob, tetapi bila sudah berpindah ke
tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan
menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease, dan lipase.
Staphylococcus aureus mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel
darah merah.Toksin yang dihasilkan adalah leukosidin, enterotoksin yang terdapat
dalam makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaaan. Leukosidin
menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin
merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda seperti kulit terkena
luka bakar (Nasution, 2014).
BAB 3
METODE PENELITIAN
- Hot plate
- Pipet mikro
- Kertas cakram
- Batang pengaduk
- Bunsen
- Spatula
- Labu destilasi
- Spektroskopi UV-VIS shimadzu
3.2.2Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
- Daun brotowali
- Metanol Teknis
- Etil asetat
- N-Heksana
- FeCl3 5%
- CeSO 1% dalam H2SO4 10%
- Pereaksi Bouchardat
- Pereaksi Dragendorf
- Pereaksi Meyer
- Mueller Hinton Agar (MHA)
- Nutrien Agar (NA)
- Nutrient Broth (NB)
- Dimetilsulfoksida (DMSO)
- Biakan Staphylococcus aureus
- Biakan Eschericia coli
3.3.1. Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Aseatat dan n-Heksana Dari Daun
Brotowali
Serbuk daun brotowali ditimbang sebanyak 350 gram, kemudian dimaserasi
dengan metanol sebanyak ± 3 L sampai sampel terendam dan dibiarkan selama ± 24
jam.Maserat disaring dan diperoleh ekstrak metanol daun brotowali. Ekstrak metanol
daun brotowali dipekatkan diatas penangas air sehingga diperoleh ekstrak pekat
metanol. Ekstrak pekat metanol yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan etil
asetat hingga terbentuk endapan dan ekstrak etil asetat. Endapan dipisahkan (tidak
dilanjutkan) dan diuji pada pereaksi untuk identifikasi senyawa tanin positif,
dilanjutkan dengan uji antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Eschericia coli,. Ekstrak etil asetat dipekatkan dengan menggunakan penangas air
sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat, ekstrak pekat yang diperoleh diuapkan
hingga semua etil asetat menguap. Ekstrak pekat tersebut dilarutkan dengan metanol
dan dipartisi dengan n-Heksana hingga terbentuk dua lapisan.Lapisan bawah yaitu
etil asetat dan lapisan atas yaitu n-Heksana.Partisi dilakukan kembali secara
berulang-ulang menggunakan pelarut n-Heksana sampai lapisan n-Heksana bening
dan ekstrak etil asetat yang diperoleh memberikan hasil uji yang positif pada
pereaksi untuk identifikasi senyawa flavonoid. Ekstrak etil asetat dan n-Heksana
dipekatkan kembali dengan penangas air hingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat
dan ekstrak pekat n-Heksana. Ekstrak pekat etil asetat dan n-Heksana dilanjutkan
dengan uji antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia col.
1. Uji Tanin
Ekstrak metanol daun brotowali dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan FeCl3 5%, jika terbentuk larutan berwarna hitam maka positif
mengandung tanin.
2. Uji Terpenoida
Ekstrak metanol daun brotowali diteteskan pada plate klomatorgrafi lapis tipis
ditambahkan CeSO4 1% Kemudian panaskan, jika terbentuk warna merah kecoklatan
maka positif mengandung terpenoida.
3. Uji Alkaloida
Ektrak metanol daun brotowali dimasukkan dalam 3 tabung reaksi. Tabung I ditetesi
pereaksi Bouchardat, jika terbentuk endapan coklat maka positif mengandung
alkaloida. Tabung II ditetesi pereaksi Meyer, jika terbentuk endapan putih, maka
positif mengandung alkaloida.Tabung III ditetesi pereaksi Dragendorff, jika
terbentuk endapan jingga, maka positf mengandung alkaloida.
4. Uji Saponin
Ekstrak metanol daun brotowali dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 10 ml aquadest, kemudian dikocok kuat-kuat.Jika terbentuk busa maka
positif mengandung saponin.
5. Uji Flavonoid
Ekstrak metanol daun brotowali dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
etil asetat dan peraksi FeCl3, jika terbentuk larutan warna kuning maka positif
mengandung flavonoida.
3.3.4.Bagan Penelitian
3.3.4.1. Pembuatan Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan n-Heksana Daun
Brotowali
Tabung III +
pereaksi
Dragendorff
3.3.4.3. Uji Sifat Antibakteri Eksrak Metanol, Etil Asetat dan n-Heksana Daun
Brotowali
3.3.4.3.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
15 ml media MHA
Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Escherichia coli. Kemudian dilanjutkan
dengan prosedur yang sama untuk ekstrak etil asetat dan n-Heksana.
BAB 4
Tabel 4.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Brotowali
4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat, n-Heksana
Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol, etil asetat, dan n-Heksana daun
brotowali menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu
Staphylococcus aeurus danEschericia coli.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran diameter zona bening yang
terbentuk, yaitu berupa wilayah bening disekitar kertas cakram yang mengandung
ekstrak metanol, etil asetat, dan n-Heksana daun brotowali yang dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
(a)
(b)
(c) (d)
Gambar 4.1. Zona hambat bakteri E.coli pada : (a). Blanko (b). Ekstrak methanol
(c). Ekstrak etil asetat (d). Esktrak n-heksana
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2. Zona hambat bakteri S. aureus pada :(a) Blanko (b)Ekstrak
methanol (c) Ekstrak etil asetat (d) Ekstrak n-Heksana
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan n-Heksan Daun
Brotowali
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung
dalam tumbuhan.Hasil skrining fitokimia esktrak metanol daun brotowali
mengandung golongan senyawa flavonoida, saponin dan tanin yang dapat tertarik
dalam pelarut metanol. Hal ini disebabkan karena metanol merupakan pelarut
universal yang memiliki gugus polar (-OH) dan gugus nonpolar (-CH3) sehingga
dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan nonpolar (Astarina, dkk., 2013).
Berdasarkan hasil skirining fitokimia, golongan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak metanol daun brotowali dilakukan dengan tes uji warna dengan
beberapa pereaksi untuk golongan senyawa flavonoida, saponin, tanin, dan
terpenoida dapat dilihat pada tabel 4.1.
Uji flavonoida pada ekstrak metanol daun brotowali dengan penambahan FeCl3
menunujukkan perubahan warna menjadi kuning kemerahan sehingga positif
mengandung flavonoida.
Uji saponin pada ekstrak methanol daun brotowali dengan penambahan
aquadest dan dikocok menghasilkan positif mengandung saponin.
Pengujian tanin didasarkan pada kemampuan senyawa untuk membentuk
warna dengan penambahan FeCl3 5% dalam ekstrak metanol daun brotowali.Dari
hasil yang diperoleh dari pengujian pada ekstrak metanol daun brotowali
menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna hitam yang menunjukkan
adanya tannin.
Pengujian terpenoida/steroid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk
membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10% pekat dalam
ekstrak metanol daun brotowali.Hasil yang diperoleh dari pengujian pada ekstrak
metanol daun brotowali menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna merah
kecoklatan yang menunjukkan adanya kandungan terpenoida/steroid.
4.2.2 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan n-Heksana
Daun Brotowali
Antibakteri merupakan senyawa kimia yang khas yang dihasilkan oleh
organisme hidup dalam konsentrasi rendah serta dapat menghambat proses penting
didalam suatu mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995). .
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa diameter zona hambat terluas
adalah ekstrak metanol pada bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus.
Diameter zona hambat terlihat dari zona bening di sekitar kertas cakram.Jika
semakin besar zona bening maka semakin besar juga suatu bahan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri.Uji zona hambat dilakukan dengan metode difusi dilakukan
dengan cara menginokulasi kuman kedalam media pembenihan yang berupa agar dan
antibakteri. Uji diberikan pada permukaan agar dalam tempat tertentu sehingga
antibakteri akan berdifusi dalam permukaan agar yang telah diinokulasi dengan
kuman. Apabila efektif, maka zona hambat akan terbentuk disekitar kertas cakram
setelah inkubasi (Tortora, 2001).
Menurut (Davis dan Stout,1971) menyatakan diameter zona bening
10-20 mm memiliki daya hambat kuat, diameter zona bening 5-10 mm memiliki
daya hambat sedang dan diameter zona bening <5 mm memiliki daya hambat lemah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak metanol daun brotowali
memberikan diameter zona hambat yang kuat terhadap bakteri gram positif yaitu
bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter zona
hambat bakteri 24 mm dibandingkan dengan bakteri gram negatif Eschericia coli
dengan diameter zona hambat bakteri 16,5 mm.
Menurut (Pelczar dan Chan,1988), perbedaan ketebalan dinding sel bakteri
non patogen dan patogen berpengaruh terhadap reaksi yang disebabkan oleh senyawa
fenolik. Dinding sel bakteri non patogen akan mengalami dehidrasi sehingga pori-
pori akan mengecil. Hal ini menyebabkan daya rembes dinding sel dan fungsi
membrane menurun, sedangkan pada bakteri patogen lipid akan terekstrasi dari
dinding sel sehingga pori-pori mengembang. Hal ini menyebabkan daya rembes sel
dan fungsi membran meningkat oleh penyerapan yang tidak terkontrol sehingga
merusak komponen dinding selnya.
Ekstrak Metanol
35 33
Diameter zona bening (mm)
30
Eschericia coli
24
25 22.5 21.5
20 21
20 17 16.5 Staphylococcus
14 14 14.5
15 aureus
12
10
5
0 0
0
Kontrol - Kontrol + 100 200 300 400 500
Konsentrasi mg/ml
Gambar 4.9 Grafik diameter zona bening ekstrak metanol
Eschericia coli
30
25 22.5 21
20 Staphylococcu
20 17 18 s aureus
14.5 14
15 12.5
10 11 11
10
5
0 0
0
Kontrol - Kontrol 100 200 300 400 500
+
Konsentrasi mg/ml
Ekstrak n-Heksana
Diameter zona bening (mm)
35 33
Eschericia coli
30
25 22.5
Staphylococcus
20 16.5 aureus
15
15 13
10.5 10.5 10
8 9 9 9
10
5
0 0
0
Kontrol - Kontrol + 100 200 300 400 500
Konsentrasi mg/ml
lipid tinggi yaitu 11-22% (Fardiaz, 1992) dan membran luar teridiri dari 3 lapisan
yaitu lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya zona hambat adalah kemampuan
difusi bahan antibakteri yang diinokulasikan, kecepatan tumbuh mikroba yang
diujikan dan tingkat sensivitas mikroba terhadap bahan antimikroba yang
bersangkutan (Rambe, 2012). Sehingga hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak
metanol daun brotowali menunjukan adanya zona hambat pada pertumbuhan bakteri
yaitu lebih kuat pada bakteri gram positif Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 mg/ml dengan diameter zona hambat bakteri 24 mm dibandingkan dengan
bakteri gram negatif Eschericia colidengan diameter zona hambat bakteri 16,5 mm.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
1. Golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak daun
brotowali berdasarkan uji skrining fitokimia yaitu flavonoid, saponin dan
tannin
2. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana
dari daun brotowali menunjukan bahwa ekstrak metanol daun brotowali
memberikan diameter zona hambat yang kuat terhadap bakteri gram positif
yaitu bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dengan
diameter zona hambat bakteri 24 mm dibandingkan dengan bakteri gram
negatif Eschericia coli dengan diameter zona hambat bakteri 16,5 mm.
5.2 Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan mengenai aktivitas antioksidan terhadap ekstrak daun
brotowali dan uji analisa spektrofotometer.
Nur,W dan Sri,T.2007.Efek Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa (L) Miers)
Terhadap Nafsu Makan dan Berat Badan Tikus Putih (Ratus
norvegicus).Yogyakarta.Jurusan FRamakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah.Mutiara Medika vol.7 No.2 (105-110)
Robinson, T. 1991. The Organic Consituents of High Plant. Edisi Keempat. New
York: University of Massachusentts. Terjemahan: Kosasih Padmawinata.
(1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB
LAMPIRAN
1. Ekstrak Metanol
3. Ekstrak n-Heksana