Proposal Penelitian
Oleh :
MELISA
F1D119013
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat Praktis 5
2. Manfaat Teoritis 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Lamun 6
B. Metabolit Sekunder 8
C. Antioksidan 11
III. METODE PENELITIAN 16
A. Waktu dan Tempat Penelitian 16
B. Jenis Penelitian 16
C. Bahan Penelitian 16
D. Alat Penelitian 17
E. Variabel Penelitian 18
F. Devinisi Operasional 18
G. Kriteria Objektif 19
H. Populasi dan Sampel 19
I. Prosedur Penelitian 20
1. Preparasi Sampel 20
2. Ekstraksi Sampel 20
3. Uji Aktivitas Metabolit Sekunder 21
1.1. Uji Alkaloid 21
1.2. Uji Flavonoid 21
1.3. Uji Terpenoid/Steroid 21
1.4. Uji Tanin 22
1.5. Uji Saponin 22
4. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH 22
1.1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 22
1.2.Pengukuran Aktivitas Antioksidan pada Sampel 23
a. Absorbansi Kontrol 23
b. Absorbansi Sampel 23
J. Analaisis Data 24
DAFTAR PUSTAKA 25
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
potensi sumber daya laut dan pesisir yang sangat menjanjikan (Baransano dan
Indonesia adalah potensi perikanan, rumput laut, terumbu karang dan lamun.
yang ditemukan di perairan laut Indonesia dari 20 jenis lamun yang ditemukan di
hidup terbenam di dalam air serta memiliki rhizoma, daun dan akar sejati.
sebagai nutrien atau zat hara sangat dibutuhkan oleh lamun. Keberadaan bahan
anorganik maupun organik pada perairan sekaligus menjadi pemicu kekeruhan air
kehidupan lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke dalam air yang
1
Tangke (2017) bahwa cahaya merupakan salah satu faktor pembatas yang dapat
fotosintesis yang kemudian disimpan dalam bentuk biomassa pada bagian daun,
rhizoma dan akar (Ganefiani, dkk., 2019). Karbon yang diserap berasal dari
atmosfer yang kemudian terlarut dalam air dan disimpan dalam bentuk DIC
karbon yang dapat dilakukan oleh hutan di darat sebesar 30.000 metrik ton/km2.
lingkungan bersalinitas. Salinitas air laut merupakan tingkat kadar garam terlarut
dalam air. Jenis garam yang terdapat di dalamnya antara lain 55% klorida, 31%
kisaran yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10-40‰ dan nilai optimum
toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35‰ (Pratiwi, 2010) serta sebagian
2013). Kondisi habitat lamun yang bersalinitas tinggi merupakan salah satu
kondisi ekstrem yang dapat menyebabkan cekaman terhadap lamun akibat stres
2
terhadap lingkungan. Kondisi ini dapat membuat tanaman memproduksi
metabolit primer yang umumnya diproduksi oleh organisme dan berguna untuk
pertahanan diri dari lingkungan maupun dari serangan organisme lain (Murniasih,
bersifat toksik dan dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit
pada manusia (Baud, dkk., 2014). Menurut Agustina dalam Muthmainnah (2017),
hama, penyakit tanaman dan dapat juga digunakan untuk mengobati berbagai
jenis penyakit pada manusia. Senyawa metabolit sekunder memiliki struktur yang
lebih komplek dan sulit disintesa serta jarang dijumpai di pasaran karena masih
sedikit (15%) yang telah berhasil diisolasi sehingga memiliki nilai ekonomi
tinggi.
kepada molekul radikal bebas sehingga dapat menghentikan reaksi berantai yang
disebabkan oleh radikal bebas. Oksidasi adalah reaksi kimia yang dapat
merusak sel. Antioksidan dapat menghambat kerja radikal bebas (Hanani, dkk.,
3
2005). Menurut Sitorus (2013) berpendapat bahwa radikal bebas adalah atom atau
B. Rumusan Masalah
metode maserasi?
Diphenyl-1-Picryhidrazyl)?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
maserasi.
Diphenyl-1-Picryhidrazyl).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
2. Manfaat Teoritis
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lamun
kelompok tumbuhan hidup di perairan laut dangkal hingga pada kedalaman 50-60
(Wagey dan Sake, 2013). Lamun tumbuh berkerumunan dan biasanya menempati
perairan laut hangat yang dangkal dan menghubungkan ekosistem mangrove serta
terumbu karang. Lamun dikenal sebagai tumbuhan berumah dua, yaitu dalam
satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau bunga betina saja. Sistem
dalam air dan buahnya terendam di dalam air. Lamun mempunyai akar dan
spesies lamun yang ditemukan di Asia Tenggara. Kedua belas jenis lamun ini
tergolong dalam 7 genus. Genus yang ditemukan terdiri dari 3 genus dari family
Hydrocharitacea yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila serta 4 genus dari family
perairan laut. Padang lamun menjadi tempat pemijahan bagi ikan maupun
invertebrata laut dan melindungi anakannya dari predator. Struktur rhizoma, akar
dan daun yang membentuk kanopi di bawah air sering menjadi tempat
6
bersembunyi untuk berlindung dari predator dan menyediakan substrat untuk
sistem klasifikasi. Menurut Kiswara dan Hutomo dalam Syukur (2015), karakter
keseragaman yang tinggi yaitu hampir semua genera mempunyai "rhizome" yang
berkembang baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk
sangat panjang seperti ikat pinggang, kecuali pada Genus Halophila yang
7
Gambar 2. Struktur dan karakteristik lamun (McKenzie et al., 2003)
pada lamun dapat digunakan untuk bahan kimia alami antifouling, antibakteri,
antifungi serta bahan baku farmasi, khususnya obat alternatif. Daun lamun
memiliki kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pangan
B. Metabolit Sekunder
disintesis setelah fase pertumbuhan telah selesai. Metabolit sekunder hanya hadir
secara kebetulan dan tidak memiliki signifikansi yang sangat penting bagi
8
organisme. Kehadiran dan sintesisnya diamati pada spesies yang kurang
yang beracun bagi hewan, diantaranya adalah senyawa alkaloid, fenol, saponin
bervariasi dan setiap senyawa memiliki fungsi atau peranan yang berbeda-beda
metabolit primer. Senyawa metabolit sekunder terdiri dari aneka ragam golongan
sekunder ini bisa ditemukan pada suatu organ atau jaringan yang terpapar oleh
stres dari lingkungan seperti infeksi atau serangan patogen, misalnya daun dan
2008). Jalur pembentukan metabolit sekunder adalah jalur asam asetat, jalur asam
sikimat dan jalur mevalonat. Metabolit yang terbentuk dari jalur asam asetat
asam lemak. Metabolit yang terbentuk dari jalur asam sikimat yakni senyawa
fenolik, turunan asam sinamat, lignan dan alkaloid. Metabolit yang terbentuk dari
jalur asam mevalonat adalah metabolit terpenoid dan steroid. Senyawa flavonoid
9
yang telah berhasil diisolasi mempunyai aktivitas biologi yang menarik, seperti
mengetahui ada dan tidaknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada
sampel yang diuji. Uji kualitatif senyawa metabolit sekunder meliputi uji
yang akan diuji. Larutan uji yang digunakan bisa berupa HCl untuk uji flavonoid,
reagen Dragendroff untuk uji alkaloid, HCl 2N untuk uji saponin dan pereaksi
2020).
Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) antara dua pelarut
yang tidak saling bercampur (Suleman, dkk., 2022). Salah satu metode ekstraksi
sederhana yang dilakukan dengan cara merendam bahan dalam pelarut selama
beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Damayanti dan
Fitriana, 2012). Maserasi memiliki prinsip kerja dengan proses melarutnya zat
aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut. Bahan tanaman yang
digunakan harus menjadi partikel kecil untuk meningkatkan luas permukaan agar
10
tepat pencampuran dengan pelarut. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang
yang sesuai dan tanpa pemanasan serta dapat digunakan untuk senyawa yang
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut atau penyarian zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama
tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
adalah bahan atau sampel yang diekstrak, suhu dan waktu ekstraksi, metode serta
sifat dan jenis pelarut. Metode ini digunakan karena mudah dilakukan dan tidak
C. Antioksidan
Radikal bebas atau ROS adalah molekul yang terbentuk ketika molekul
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif
mencegah proses oksidasi molekul lain. Apabila radikal bebas tidak berikatan
dengan antioksidan maka reaksi oksidasi akan terus berlanjut atau membentuk
11
kaskade yang menyebabkan kerusakan sel (Andarina dan Djauhari, 2017).
bertindak sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi
antioksidan tersebut proses tua dihambat atau paling tidak tidak dipercepat serta
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif, hal ini sesuai dengan
radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh (Werdhasari,
2014).
seutuhnya (whole food) berasal dari tumbuhan atau dari hewan. Antioksidan
dapat berperan sebagai antioksidan. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua yaitu
yang larut dalam air dan larut dalam lemak. Antioksidan yang larut dalam air
sedangkan antioksidan yang larut dalam lemak beraksi di dalam membran sel-sel.
12
Antioksidan alami mempunyai struktur kimia dan stabilitas berbeda-beda
radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak. Senyawa ini memiliki
bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai
dari radikal bebas. Tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa sistem
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas, antioksidan tersebut
reducing antioxidant power) (Setiawan, dkk., 2018). Radikal bebas yang biasa
13
adalah DPPH. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga
apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup
dilarutkan dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan
yang terdapat pada sampel dengan DPPH dimana antioksidan akan mendonorkan
atom hidrogennya. Kelebihan dari metode ini adalah lebih mudah diterapkan
karena senyawa radikal yang digunakan bersifat lebih stabil, metode analisisnya
yang bersifat sederhana, cepat dan mudah. Potensi aktivitas antioksidan yang
telah diuji dapat dilihat melalui nilai IC50 yang dihasilkan. IC50 adalah bilangan
Nilai IC50 ini berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan. Semakin tinggi
nilai IC50 maka semakin kecil aktivitas antioksidannya, begitu pula sebaliknya
warna yang terjadi adalah perubahan warna dari ungu menjadi kuning, dimana
meredam radikal bebas tersebut. Perubahan warna terjadi karena senyawa radikal
bebas tereduksi oleh adanya antioksidan. Senyawa DPPH sangat sensitif dengan
cahaya sehingga jika terkena cahaya maka senyawa DPPH akan mudah rusak.
14
Senyawa DPPH juga sensitif terhadap suhu. Suhu yang cocok untuk menyimpan
15
III. METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
pikrilhidrazil).
C. BahanPenelitian
16
Tabel 1. Lanjutan
1 2 3 4
6. HCl pekat 1 mL Sebagai indikator Flavonoid
7. Asam asetat anhidrat 1 mL Sebagai indikator Terpenoi/Steroid
8. Etil asetat 2 mL Sebagai indikator Terpenoid/Steroid
9. Asam sulfat pekat 1 mL Sebagai indikator Terpenoid/Steroid
10. Larutan DPPH 0,1 mM 5 mL Sebagai indikator uji
11. Serbuk Mg 1 mL Sebagai indikator Flavonoid
12. Aquadest 30 mL Sebagai pengencer
13. Kertas saring - Untuk menyaring sampel
Aluminium foil - Sebagai penutup dan wadah menimbang
14.
sampel
15. Kertas label - Untuk menandai sampel
16. Tissue - Untuk membersihkan alat atau bahan
D. Alat Penelitian
17
Tabel 2. Lanjutan
1 2 3 4
11. Kuvet 2 Untuk mengukur konstentrasi reagen
12. Botol selai 5 Sebagai wadah sampel
13. Rak tabung 1 Untuk menyimpan tabung reaksi
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
2. Variabel terikat
F. Devinisi Operasional
dengan variasi konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800
ppm.
yang ditandai dengan sampel yang berwarna bening dan dipekatkan dengan
18
4. Pengamatan warna senyawa metabolit sekunder dilakukan pada akhir
berdasarkan keterangan warna : jingga atau coklat untuk alkaloid, merah atau
kuning untuk terpenoid, hijau untuk steroid, merah, jingga atau ungu untuk
flavonoid, hijau biru atau hijau hitam untuk tanin serta terbentuknya buih
untuk saponin.
G. Kriteria Objektif
tidak terjadi perubahan warna pada sampel serta tidak ada nilai IC50.
H. Populasi Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah daun dan akar dari tumbuhan lamun
yang digunakan. Sampel yang digunakan adalah daun dan akar tanaman yang
dihaluskan lalu di maserasi dan dipekatkan, setiap sampel sebanyak 40 gram pada
19
I. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel
Sampel daun dan akar tumbuhan lamun yang telah diambil dicuci hingga
bersih lalu dikering anginkan hingga tidak ada air yang menetes, agar tidak
dipastikan kering dengan baik, yaitu jika diremas akan hancur dengan mudah.
berbentuk serbuk halus yang ketika diraba terasa lembut. Sampel yang
terbentuk harus memiliki kadar air yang tidak melebihi 10% untuk
2. Esktraksi Maserasi
80% sebanyak 200 mL sampai seluruh sampel terendam lalu ditutup dan
Ampas dari hasil penyaringan di maserasi kembali sebanyak tiga kali dengan
pelarut dan perlakuan yang sama sampai filtrat menjadi bening dan diulang.
20
pasta. Ekstrak pekat yang dihasilkan dimasukkan dalam gelas vial yang
dalam sampel. Golongan metabolit sekunder yang akan diuji yaitu flavonoid,
atau coklat.
hotplate, lalu ditambahkan sedikit serbuk Mg yaitu 1-2 sendok spatula dan
2 mL etil asetat dan dikocok. Lapisan etil asetat diambil lalu ditetesi pada
21
asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk
tetes, jika berwarna hijau biru (hijau-hitam) atau biru kehitaman berarti
saponin jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm tidak kurang 10 menit dan
22
memasukkan metanol sebanyak 4,5 mL ke dalam tabung reaksi kemudian
yang konstan dan memiliki nilai yang paling optimum. Kemudian dicatat
sebanyak 4,5 mL. Setelah itu ditutup tabung reaksi dengan alumunium
foil agar tidak terkontaminasi dengan udara luar, lalu diinkubasi pada
variasi konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800 ppm.
M1.V1 = M2.V2
23
Masing-masing variasi diambil sebanyak 4,5 mL dan dimasukkan ke
luar, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Data absorbansi
larutan uji yang mampu menghambat 50% larutan radikal bebas 1,1-
J. Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data hasil uji senyawa
metabolit sekunder dengan menggunakan preaksi dan data hasil uji aktivitas
antioksidan. Analisis data hasil uji senyawa metabolit sekunder dianalisis secara
secara deskriptif kuantitatif. Nilai IC50 dianalisis dengan kategori sangat kuat
24
DAFTAR PUSTAKA
Andarina, S., & Djauhari, T. (2017). Antioksidan dalam Dermatologi. JKK, 4(1),
39-48.
Ganefiani, A., Suryanti & Latifah, N. (2019). Potensi Padang Lamun Sebagai
Penyerap Karbon di Perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasional
Karimunjawa. Saintek Perikanan, 14(2), 115-122.
25
Hanani, E., Mun’im, A., & Sekarini, R. (2005). Identifikasi Senyawa Antioksidan
dalam Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 2(3), 127-133.
Julizan, N., Maemunah, S., Dwiyanti, D., & Anshori, J. A. (2019). Validasi
Penentuan Aktifitas Antioksidan dengan Metode DPPH. Kandaga, 1(1),
41-45.
Juwita, A. P., Yamlean, P. V. Y., & Edy, H. J. (2013). Formulasi Krim Ekstrak
Etanol Daun Lamun (Syringodium isoetifolium). Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(2), 8-13.
Kosasih, E. N., Tony S. & Hendro H. (2006). Peran Antioksidan pada Lanjut
Usia. Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta.
Mashoreng, S., Alprianti, S., Samad, W., Isyrini, R., & Inaku, D. F. (2019).
Serapan Karbon Lamun Thalassia hemprichii pada Beberapa
Kedalaman. Jurnal Ilmu Kelautan, 5(1), 11-17.
Mulyani, Y., Bachtiar, E., & Kurnia, M. U. (2013). Peranan Senyawa Metabolit
Sekunder Tumbuhan Mangrove terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Akuatika, 4(1),
1-9.
26
Parwata, O. A. (2016). Antioksidan, Modul Pembelajaran Kimia Terapan,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Bali.
Pratiwi, R. (2010). Asosiasi Krustasea di Ekosistem Padang Lamun Perairan
Teluk Lampung. Jurnal Ilmu Kelautan, 15(2), 66-76.
Rahman, A., Rival, M. N., & Mudin, Y. (2013). Analisis Pertumbuhan Lamun
(Enhalus acoroides) Berdasarkan Parameter Oseaonografi di Perairan
Desa Dolong A dan Desa Kalia. Jurnal Gravitasi, 15(1), 1-7.
Riyani, A., & Adawiah, R. (2015). Ekstraksi Flavonoid Metode Soxhletasi dari
Batang Pohon Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum)
dengan Berbagai Jenis Pelarut. Prosiding Simposium Nasional Inovasi
dan Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015), 8 dan 9 Juni 2015,
Bandung, Indonesia.
Rustam, A., Kepel, T. L., Kusumaningtyas, M. A., Ati, R. N. A., Daulat, A.,
Suryono, D. D., Sudirman, N., Rahayu, Y. P., Mangindaan, P., Heriati,
A., & Hutahaean, A. A. (2015). Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator
Lingkungan di P. Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Biologi
Indonesia, 11(2), 233-241.
Setiawan, F., Yunita, O., & Kurniawan, A. (2018). Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan) menggunakan
Metode DPPH, ABTS, dan FRAP. Media Pharmaceutica Indonesiana,
2(2), 82-90.
27
Suleman, I. F., Sulistijowati, R., Manteu, S. H., & Nento, W. R. (2022).
Identifikasi Senyawa Saponin dan Antioksidan Daun Lamun (Thalassia
hemprichii). Jambura Fish Processing Journal, 4(2), 94-102.
Tandi, J., Melinda, B., Purwantari, A., & Widodo, A. (2020). Analisis Kualitatif
dan Kuantitatif Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Buah Okra
(Abelmoschus esculentus L. Moench) dengan Metode Spektrofetometri
UV-Vis. J. Riset Kimia, 6(1), 78-80.
Tristantini, D., Ismawati, A., Pradana, B. T., & Jonathan, J. G. (2016). Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung
(Mimusopselengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, 17 Maret 2016.
Wagey, B. T., & Sake, W. (2013). Variasi Morfometrik Beberapa Jenis Lamun di
Perairan Kelurahan Tongkeina Kecamatan Bunaken. Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis, 3(1), 36-44.
28