Anda di halaman 1dari 68

SKRIPSI

Senyawa Asam 4-Hidroksibenzoat Dari Tumbuhan Etlingera calophrys


Serta Uji Aktivitas Antioksidannya Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil)

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


mencapai derajat sarjana (S-1)

Oleh:

Sri Rezki Anita


F1F1 12 125

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
Halaman Pengesahan

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang

Maha Pengasih dan Penyayang, atas Karunia, Rahmat, dan Kuasa-Nya

sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Senyawa Asam 4-hidroksibenzoat

dari Tumbuhan Etlingera calophrys serta Uji Aktivitas Antioksidannya

dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)”. Terima kasih penulis

hanturkan kepada Bapak Prof. Dr. Sahidin, M.Si. selaku pembimbing satu

dan Bapak Dr. Imran, M.Si selaku pembimbing dua yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

Melalui kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan terima

kasih yang tak terhingga kepada Ibunda tercinta Satriani dan ayahanda

Latahang, M.Pd. atas segala doa, restu, semangat, bimbingan, arahan, dan

nasehat, serta ketabahannya dalam membesarkan dan mendidik yang tiada

henti-hentinya bagi penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan

melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.

3. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.

i
4. Sekretaris Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo yang

telah memberikan banyak bantuan administratif.

5. Ibu Suryani, S.Farm., M.Sc., Apt selaku penasehat akademik yang telah

banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Ibu Dr. Sri Ambardini M.Si, Muh. Hajrul malaka S.Si., M.Si, serta Wa Ode

Sitti Musnina S.Si, M.Sc selaku dewan penguji yang telah banyak

memberikan arahan kepada penulis.

7. Kepala Laboratorium Penelitian Farmasi yang telah memberikan izin

penelitian dan Kepala Laboratorium Pendidikan Farmasi.

8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi, serta seluruh staf di lingkungan

Fakultas Farmasi UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan

selama penulis dalam menuntut ilmu serta Laboran Jurusan Farmasi yang

telah membantu memperlancar berlangsungnya penelitian ini.

9. Buat Kakak yang baik hati Agung Wibawa Mahatva Yodha, S.Si, Muh.

Hajrul Malaka, S.Si., M.Si, Nina Elyana, S.Farm., Apt., Wa Ode Sitti

Musnina, S.Si., M.Sc., Sarippudin, S.Si., serta kakak yang merangkap

sebagai sahabat Nur Salimah Taano, S.Farm. terima kasih untuk bantuan

dan arahannya selama ini. Semoga rahmat Allah SWT selalu menyertai

kanda.

10. Kepada adik-adikku sayang Hengki Pratama, Alang Kusnadi, Hasdi,

Rahim, Eka Kristi, Sry Amfa, Karmila, Kasmi Wulandari, Apriani

Dirmawati, Uswatun Hasanah, serta keluarga besar penulis terima kasih

untuk segala kebersamaan hingga saat ini.

ii
11. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan kebahagian, motivasi, energi

serta bantuan kepada penulis : Dissa, Deden, Rahmi, Dinan, Loly, Syahrir,

Dodo, Fadhil, Misra Febriani, Andi Rafiqa, Annisa Fajriani Sahaka, Anisa

Bukastama Santi, Farmasi C 2012, serta basemen

12. Terima kasih pula kepada Iwan Kurniawan Martono yang memberikan

motivasi serta semangat kepada penulis

13. Rekan-rekan sepenelitian The Reds, Isra, Sujana, Sumail, Julpan, Dina,

Wisda, Iin, Dadang dan Nirma terima kasih buat semangat dan kerja

samanya.

14. Teman-teman Mahasiswa (i) Jurusan Farmasi angkatan 2012 yang tidak

bisa disebutkan satu persatu, yang merupakan teman seperjuangan penulis

dalam menuntut ilmu dan tumbuh menjadi dewasa bersama, semoga Allah

SWT memberikan dan memudahkan jalan bagi kita semua tanpa terkecuali.

Juga senior 2010, 2011 serta adik-adik 2013, 2014, 2015 dan 2016.

Akhir kata, Penulis persembahkan skripsi ini kepada segenap

pembaca. Semoga Allah SWT memberi taufik kepada kita semua untuk

mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shalih serta memberikan

ridho balasan yang sebaik-baiknya, Aamiin.

Kendari, Mei 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ix
ABSTRAK x
ABSTRACT xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Tumbuhan Genus Etlingera 5
B. Metode Isolasi 8
C. Metode Identifikasi 11
D. Uji Aktivitas Antioksidan 122
E. Kerangka Teori 166
F. Kerangka Konsep 188
BAB III METODE PENELITIAN 19
A. Waktu dan Tempat Penelitian 19
B. Jenis Penelitian 19
C. Alat dan Bahan 19
D. Variabel Penelitian 20
E. Definisi Operasional 20
F. Prosedur Penelitian 21

iv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40
A. Isolasi (Pemurnian Senyawa) 23
B. Identifikasi Senyawa 30
C. Pengujian Antioksidan dengan menggunakan DPPH 34
BAB V PENUTUP 40
A. Kesimpulan 40
B. Saran 40
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Daftar perbandingan eluen saat KKV 25

2. Daftar pembuatan fraksi besar 27

3. Data Jumlah 1H-NMR dan 13C-NMR senyawa isolat 33

4. Hasil Uji Antioksidan 37

5. Tingkat kekuatan antioksidan dengan menggunakan DPPH 37

vi
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Morfologi tumbuhan E. calophrys 6

2. Diagram kromatografi cair vakum 11

3. Reaksi antioksidan dengan radikal DPPH 16

4. Kerangka konsep penelitian 18

5. Kromatogram pencarian eluen 25

6. Kromatogram hasil proses KKV (1,2) 26

7. Kromatgoram penggabungan KKV (1,2) 27

8. Hasil KR fraksi 7 28

9. Kromatogram KR fraksi 8 29

10. Kromatogram isolat murni 29

11. Spektrum 13C-NMR (500 MHz (CD3)2CO) 30

12. Spektrum 1H-NMR (500 MHz, (CD3)2CO) 32

13. Struktur senyawa asam 4-hidroksibenzoat 33

14. Uji kualitatif antioksidan 34

15. Kurva korelasi konsenrasi dan %I ekstrak 36

16. Kurva korelasi konsenrasi dan %I isolat 36

17. Kurva korelasi konsenrasi dan %I Vit C 36

18. Struktur vitamin C 38

vii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Bagan umum penelitian 45

2. Proses pemisahan dan pemurnian isolat 46

3. Perhitungan rendamen 47

4. Prosedur pengujian antioksidan 48

5. Data pengujian aktivitas antioksidan 50

6. Perhitungan % inhibisi 53

7. Dokumentasi 54

viii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan Arti Lambang dan Keterangan


CeSO4 Serium sulfat
(CD3)2CO Aseton terdeuterasi
CH Metin
CH2 Metilen
CH3 Metil
cm Centimeter
Cq Karbon kuarterner
DEPT Distortionless Enhancement by Polarization Transfer
d Doublet
dd Double doublet
1
H NMR Proton Nuclear Magnetic Resonance
13
C NMR Carbon Nuclear Magnetic Resonance
IC50 Inhibition Concentration 50%
J Tetapan kopling (Hz)
KLT Kromatografi lapis tipis
KKV Kromatografi kolom vakum
KR Kromatografi radial
Kg Kilogram
L Liter
mg miligram
mL mililiter
g gram
m multiplet
s Singlet
MHz Mega hertz
ppm Part per million
Rf Retardation factor
δ Geseran kimia (ppm)
ΰ Bilangan gelombang (cm-1)
UV Ultra violet
IR Spektrum Infra Merah
Silika 60 GF254 Gel fluorescence at 254 nm

ix
Senyawa asam 4-hidroksibenzoat dari Batang Etlingera calophrys Serta Uji
Aktivitas Antioksidannya Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-
Pikrilhidrazil)

SRI REZKI ANITA


F1F1 12 125

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari


batang Etlingera calophrys serta uji aktivitasnya sebagai antioksidan. Prosedur
penelitian meliputi tahap; (1) ekstraksi menggunakan metanol dan partisi
menggunakan aseton; (2) pemisahan dan pemurnian menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) kromatografi kolom vakum (KKV), dan
kromatografi radial (KR); (3) identifikasi struktur senyawa menggunakan teknik
spektroskopi 1H-NMR dan 13C-NMR; serta (4) uji aktivitas antioksidan
menggunakan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur
senyawa isolat setelah dibandingkan dengan data spektroskopi yang sama dari
beberapa literatur merupakan senyawa yang memiliki kemiripan dengan senyawa
asam 4-hidroksibenzoat. Hasil uji aktivitas antioksidan menggunakan metode
DPPH menunjukkan bahwa nilai IC50 pada 46,6 mg/L memiliki kategori sangat
kuat.

Kata kunci: Metabolit sekunder, Isolasi Etlingera calophrys, Antioksidan,


DPPH, Asam 4-Hidroksibenzoat

x
4-hydroxybenzoic Acid Compound from Etlingera calophrys Stem and Its
Antioxidant Activity Test with Method of DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl)

SRI REZKI ANITA


F1F1 12 125

ABSTRACT

Isolation and identification of secondary metabolite compounds from


Etlingera calophrys stems and their antioxidant activity test has been carried out.
The research procedure includes stages; (1) extraction using methanol and
partitions using acetone; (2) separation and purification using thin layer
chromatography (TLC), column vaccum chromatography (KKV), and radial
chromatography (KR); (3) identification of compound structure using 1H-NMR
and 13C-NMR spectroscopy techniques; and (4) antioxidant activity test using
DPPH method. The results showed that the structure of the isolate compound after
being compared with the same spectroscopic data from several literatures was a
compound that resembled the 4-hydroxybenzoic acid compound. Antioxidant
activity test results using DPPH method showed that IC50 value at 46,6 mg / L had
very strong category.

Keywords: Secondary Metabolites, Isolation Etlingera calophrys,


Antioxidants, DPPH, 4-Hydroxybenzoic acid

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan obat tradisional merupakan istilah umum bagi berbagai macam

tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam

bidang kesehatan (Osward, 1995). Beberapa manfaat tumbuhan obat tradisional

telah terbukti secara ilmiah, dimana manfaatnya sebagian besar berasal dari

senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya (Verpoorte, 2001).

Senyawa metabolit sekunder umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

tempat tumbuhan tersebut hidup, sehingga senyawa-senyawa metabolit sekunder

yang terkandung dalam tumbuhan cukup beragam walaupun dari jenis yang sama

(Heinrich dkk., 2004).

Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia menempati urutan kedua dunia

setelah Brazil. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berpotensi

sebagai sumber senyawa-senyawa obat khususnya senyawa metabolit sekunder,

dimana 1260 spesies tumbuhan obat telah dimanfaatkan oleh masyarakat luas,

namun hanya beberapa spesies yang telah diketahui kandungannya (Aryanti,

2005). Oleh karena itu, penelitian mengenai kandungan senyawa-senyawa obat

dalam tumbuhan sangat menarik guna menggali lebih dalam potensi beragam

tumbuhan obat yang ada di Indonesia, dimana salah satu bentuk penelitian

tumbuhan obat adalah melalui kajian etnobotani, yaitu kajian berdasarkan

penggunaan tumbuhan tertentu oleh suatu kelompok masyarakat dengan resep

yang bersifat turun temurun (Ruslin dan Sahidin, 2006).

1
Keluarga jahe-jahean merupakan salah satu kelompok tanaman yang sudah

dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat

tradisional. Sampai saat ini, pemanfaatan jahe-jahean terbatas pada jenis yang

telah dibudidayakan. Keadaan ini menyebabkan jenis jahe-jahean liar masih

kurang dikenali, padahal jenis liar tersebut masih banyak dijumpai di lingkungan

sekitar dan digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Salah satu spesies jahe-

jahean liar yang dianggap masih baru ditemukan adalah Etlingera calophrys,

dimana belum banyak penelitian mengenai kandungan senyawa metabolit

sekunder pada tumbuhan E. calophrys, namun hal ini dapat dikaji secara

kemotaksonomi, yaitu kandungan senyawa dalam suatu tumbuhan mayoritas sama

dengan tumbuhan dalam satu jenisnya (Poulsen, 2006).

Chan (2008) menyatakan bahwa daun dari beberapa spesies Etlingera

seperti E. elatior, E. rubrostriata, E. littoralis, E. fulgens dan E. maingayi

memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Antioksidan merupakan senyawa kimia

yang mampu menstabilkan radikal bebas, dimana radikal bebas sendiri merupakan

senyawa kimia reaktif (tidak stabil) yang dapat merusak jaringan sel tubuh,

sehingga mampu menimbulkan berbagai macam penyakit (Maimulyanti dan

Anton, 2015). Jumlah radikal bebas meningkat seiring dengan meningkatnya

pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penemuan sumber-sumber antioksidan

baru sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas obat-obatan yang dapat

berfungsi sebagai antioksidan serta diharapkan E. calophrys memiliki aktivitas

antioksidan yang sama seperti beberapa spesies etlingera yang telah diteliti oleh

Chan pada tahun 2008.

2
Bagian tumbuhan E. calophrys yang akan diteliti adalah bagian batang

tumbuhan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian tumbuhan E. calophrys,

karena cara perkembangbiakan keluarga jahe-jahean dengan cara tunas,

diasumsikan bahwa tumbuhan ini akan mati apabila bagian akarnya yang diambil

(Harmono dan Andoko, 2005). Bagian batang tumbuhan E. calophrys merupakan

batang semu yang terdiri atas lapisan-lapisan daun, sehingga diharapkan khasiat

batang tumbuhan E. calophrys dapat mewakili khasiat daunnya (Yeats, 2010). E.

calophrys juga memiliki tinggi 3,6-5,3 m (ardiyani dkk., 2012) yang

menunjukkan batangnya lebih mendominasi dari bagian tumbuhan yang lain.

Sehingga bagian batang dari tumbuhan E. calophrys menarik untuk diisolasi,

diidentifikasi senyawa serta diuji aktivitas antioksidannya.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di

atas, antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana cara memperloleh isolat senyawa serta mengidentifikasi struktur

senyawa isolat?

2. Bagaimana aktivitas senyawa isolat sebagai antioksidan terhadap radikal

bebas DPPH?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengisolasi dan mengidentifikasi struktur senyawa isolat yang diisolasi dari

tumbuhan Etlingera calophrys.

3
2. Mengetahui aktivitas senyawa tersebut sebagai antioksidan terhadap radikal

bebas DPPH.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi diri sendiri, menambah pengetahuan dan keahlian dalam isolasi

senyawa metabolit sekunder tumbuhan.

2. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi mengenai senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam tumbuhan E. calophrys sebagai antioksidan.

3. Bagi institusi, mewujudkan peranan Universitas Halu Oleo dalam mengkaji

permasalahan yang terjadi di masyarakat.

4. Bagi masyarakat, memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terhadap

etnobotani tumbuhan E. calophrys dalam bidang pengobatan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Genus Etlingera

1. Morfologi Tumbuhan Genus Etlingera

a. Klasifikasi Etlingera calophrys

Tumbuhan Etlingera calophrys (K. Schum) A. D. Poulsen ditemukan

pertama kali oleh Poulsen (2012). Klasifikasi spesies E. calophrys menurut

Poulsen (2012) adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Etlingera

Species : Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. poulsen

b. Deskripsi E. calophrys

Tinggi tumbuhan 3,6-5,3 m dengan 13-27 daun. Jarak antara tunas daun

hingga 18-20 cm, diameter pangkal tunas daun 5,5-7,5 cm, berwarna cokelat

keemasan, seperti beludru. pelepah hijau dengan bintik-bintik cokelat. Daun

berbentuk lanset, sekitar 52-90 × 8-17,5 cm, gundul, tepi dengan rambut berwarna

cokelat keemasan, berombak/berkerut, pangkal runcing memanjang, ujungnya

meruncing, panjang tangkai daun yang panjang 0,7-2,5 cm, gundul, Panjang

perbungaan 17 cm: panjang tangkai bunga 9,5 cm, dengan sisik berwarna merah

5
tua, bagian atas berwarna kuning keemasan; bunga bulir 8 × 6 cm, bunga mekar

diwaktu bersamaan. Daun pelindung (braktea) berwarna coklat kuning, 2,2-2,3 ×

0,5-1,1 cm, berbentuk seperti perahu, coklat merah di bagian bawah, coklat

kehijauan pada bagian atas, ujunganya bermantel; brakteola berbentuk seperti

perahu, panjang 1,5-2 cm, berwarna coklat kekuningan, terdiri atas dua lobus.

Kelopak (calyx) berwarna coklat kekuningan, panjangnya 1,6-2,1 cm, dengan

bentuk seperti gigi berjumlah tiga (dentatus).

Mahkota (corolla) : panjang tabung 1,3-1,4 cm, berwarna putih krim;

lobus mahkota colat kekuningan, lobus dorsal 1,3-1,4 cm, lobus lateral 1,5-1,7 cm

x 0,3-3,5 mm, mahkota (corolla) lain memiliki labellum kuning terang,

mengeriting keluar. Panjang tabung benang sari (stamen) 0,2 cm. Kepala sari

(anthera) berwarna kuning pucat, panjang 2-4 mm. Kepala putik (stigma)

berwarna kuning. Bakal buah (ovarium) coklat keemasan, seperti beludru.

Panjang tangkai buah 15-29 cm, spikula 7-8,2 x 7,5-9 cm, berbentuk elips. Buah

berwarna merah keorange-orangean, 2,0 x 1,7 cm dengan duri sebanyak 7-12, sisa

kelopak (calyx) 1,9-2,0, panjang tangkai (pedicullum) 0,9 cm (Ardiyani dkk.,

2012). Morfologi tumbuhan E. calophrys dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi tumbuhan E. calophrys: A.Ligule (lidah daun). B. Pucuk daun.


C.Bunga dan buah. D.Bunga, diperbesar. E.Buah, diperbesar. F.Bunga,diperbesar: fe =
fertile bract,bl = daun tangkai, ca = kelopak, cl = mahkota, la = labellum, ov = putik, ss =
benangsari, fr = buah (Ardiyani dkk., 2012).

6
2. Etnobotani Tumbuhan Genus Etlingera

Salah satu pendekatan yang sangat membantu dalam pencarian senyawa

aktif dari alam adalah melalui kajian etnobotani, yaitu kajian berdasarkan

penggunaan tumbuhan tertentu oleh suatu kelompok masyarakat dengan resep

yang bersifat turun temurun atau lebih dikenal dengan obat tradisional.

Pendekatan ini minimalnya memberikan rasa aman atau hilangnya perasaan takut

keracunan karena bahan-bahan obat yang digunakan pernah dikonsumsi

sebelumnya (Ruslin dan Sahidin, 2008).

Etlingera tersebar di daratan Indo-Pasifik, merupakan tumbuhan tahunan

di dalam keluarga jahe (Zingiberaceae), yang terdiri dari lebih 100 spesies yang

berbeda yang berasal dari Indonesia, Vietnam, Thailand, Malaysia dan banyak

dibudidayakan di Asia Tenggara. Sebanyak 15 spesies Etlingera telah tercatat di

semenanjung Malaysia. Tinggi tumbuhan 3,6 - 4,7 m sementara semua bagian

tumbuhan termasuk kuncup bunga, rimpang, batang dan daun memiliki beragam

sifat biologis dan farmakologis dengan potensi untuk menyembuhkan berbagai

penyakit, infeksi, dan penyakit lainnya (Lachumy dkk., 2010).

Berbagai spesies Etlingera memiliki kegunaan tradisional dan komersial

sebagai makanan, bumbu, obat-obatan, dan sebagai tumbuhan hias (Daula dkk.,

2015). Daun dari tumbuhan etlingera (E. Elatior) digunakan oleh wanita sebagai

parfum untuk mandi dan untuk menghilangkan bau badan (Maimulyanti dan

Anton, 2015). Sementara bunganya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik

alami dimana bunganya dipakai untuk campuran pencuci rambut dan daun serta

7
rimpangnya dipakai untuk bahan campuran bedak oleh penduduk lokal (Chan

dkk., 2007).

B. Metode Isolasi

Metode isolasi merupakan teknik pemisahan suatu komponen dari

campuran yang lebih kompleks. Dasar dari teknik pemisahan ini adalah

perbandingan sifat partisi komponen terhadap adsorbennya. Komponen kimia

dapat diisolasi dengan cara ekstraksi dan fraksinasi, dengan memisahkan

komponen tersebut berdasarkan kelarutannya dalam pelarut tertentu. Hasil

pemisahan dimurnikan kembali untuk menghilangkan pengotor yang masih ikut

tercampur (Harborne, 2006).

1. Penyiapan Sampel

Sampel bahan alam diambil dari jaringan tumbuhan segar yang selanjutnya

dikeringkan dalam keadaan terawasi untuk mencegah banyaknya perubahan

kimia. Pengeringan dilakukan di udara terbuka tanpa menggunakan suhu tinggi

atau dengan aliran udara yang cukup. Tumbuhan hasil pengeringan selanjutnya

dihaluskan untuk dapat dipergunakan sebagai sampel analisis (Harborne, 2006).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen solut dari

campurannya dengan menggunakan sejumlah massa pelarut. Proses ekstraksi

dipilih terutama jika yang akan dipisahkan terdiri dari komponen-komponen yang

mempunyai titik didih yang berdekatan, sensitif terhadap panas. Proses ekstraksi

padat cair banyak digunakan pada industri bahan makanan, obat-obatan dan

ekstraksi minyak nabati (Ibarz dan Canovas, 2003). Metode ekstraksi yang

8
digunakan adalah teknik maserasi dengan pemekatan. Maserasi dilakukan untuk

menarik senyawa-senyawa yang dapat larut tanpa pemanasan (Surjani dkk.,

2015). Maserasi adalah metode perendaman. Syarat utama pada maserasi adalah

tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi.

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindungi dari

cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyaring dengan konsentrasi lebih rendah. Selama proses maserasi

dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyaring setiap hari. Endapan

yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Kusuma, 2015)

3. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Istilah

kromatografi berasal dari gabungan kata “chroma” (warna) dan “graphein”

(menuliskan). Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-

komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan perbedaan sifat fisik

komponen yang akan dipisahkan. Kromatografi dapat digunakan untuk analisa

kualitatif dan kuantitatif. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan

dua fase yaitu fase diam (stationer) dan fase bergerak (mobile) (Ardianingsih,

2009). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan

preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik

9
dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam campuran dan

menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan kromatografi kolom

(Townshend, 1995). Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan yang

mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sedikit, murah,

sederhana, waktu analisis cepat, dan daya pisah baik (Sudjadi, 1988).

Tahapan setelah proses pengembangan cuplikan adalah mengamati noda

yang telah dipisahkan. Jika diperoleh noda yang berwarna maka dapat diamati

langsung secara visual. Sedangkan untuk noda yang tidak nampak, dapat dilihat

dengan menggunakan lampu ultraviolet (UV), umumnya pada panjang gelombang

254–366 nm (Sastrohamidjojo, 1985). Apabila kromatogram yang diperoleh tidak

tampak maka disemprotkan dengan serium sulfat (CeSO4), kromatogram

kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 5 menit

(Harborne, 2006).

Identifikasi noda dinyatakan dengan harga Rf (Retardation factor) yang

didefinisikan sebagai rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen

terhadap titik awal (Gandjar dkk., 2007). Secara matematis dapat ditulis

jarak yang ditempuh noda


Rf = jarak yang ditempuh fase gerak

4. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa

dalam jumlah banyak. Pada dasarnya prinsip kromatografi kolom sama dengan

KLT, dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan oleh karena adsorpsi

antara suatu padatan penyerap sebagai fase diam dan suatu pelarut sebagai fase

gerak. Kolom kromatografi biasanya berupa pipa gelas yang dilengkapi sebuah

10
kran atau kadang-kadang juga dapat digunakan buret. Untuk menahan penyerap di

dalam kolom dapat digunakan wol kaca atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985).

Penggambaaran model KKV dapat diamati pada Ganbar 2.

Gambar 2. Diagram Kromatografi Cair Vakum (Hostettmann dkk., 1995).

C. Metode Identifikasi

Penelitian ini menggunakan spektrofotometer 1H dan 13


C-NMR untuk

mengidentifikasi struktur senyawa isolat. Khopkar (2003) menyatakan bahwa

spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance = Resonansi Magnetik Inti)

berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR didasarkan

pada penyerapan panjang gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul

organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Inti atom

unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni atom unsur yang

mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan menimbulkan medan

magnet. Dari resonansi magnet proton (RMP), akan diperoleh informasi jenis

hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa begitu

juga dari resonansi magnet karbon (RMC). Metode ini memberikan banyak

informasi mengenai kedudukan gugus fungsi. Ada empat parameter yang dapat

11
membantu menginterpretasi spektra NMR. (1) geseran kimia, (2) penjodohan

spin, (3) tetapan penjodohan dan pola penjodohan, dan (4) integrasi (Khopkar,

2003).

D. Uji Aktivitas Antioksidan

1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah senyawa kimia yang memiliki elektron tidak

berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal bebas sangat reaktif, senyawa ini dapat

bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan

DNA dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia. Radikal bebas tidak dapat

mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan

bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan

mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas

juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi

kerusakan sel (Winarsi, 2007).

Radikal bebas menjadi dasar banyak reaksi biokimia dan memegang

peranan penting pada sistem aerobik dan metabolisme. Radikal bebas diproduksi

terus menerus oleh tubuh melalui reaksi enzimatik dan non enzimatik seperti

reaksi berantai sistem respirasi, fagositosis, sintesis prostaglandin, sistem

sitokrom P450 dan fosforilasi oksidatif (respirasi aerob) di mitokondria. Selain itu

radikal bebas juga terdapat di lingkungan seperti polutan, asap rokok, pestisida

dan lain-lain (Sen dkk., 2010).

Radikal bebas memiliki dua peranan di dalam tubuh. Pada konsentrasi

rendah/sedang, radikal bebas terlibat dalam fungsi normal fisiologis namun dalam

12
jumlah yang berlebihan atau saat terjadi penurunan kadar antioksidan. Radikal

bebas dapat menyebabkan stress oksidatif. Proses ini menjadi jalan terjadinya

kerusakan struktur sel, termasuk lipid, protein, RNA dan DNA yang

mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit seperti penyakit neurodegeneratif

(alzheimer, parkinson, multiple sklerosis), kardiovaskular (ateroklorosis,

hipertensi, iskemia), paru-paru (asma, penyakit paru obstruktif), penyakit

autoimun (rheumatoid arthritis), ginjal (glomerulonefritis, proteinuria), saluran

pencernaan (colitis, ulkus lambung), tumor dan kanker (Sen dkk., 2010).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam (Suhartono, 2002). Penggunaan senyawa antioksidan saat ini semakin

meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang

peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,

arteriosclerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan

dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat)

reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus

penyakit-penyakit di atas (Tahir dkk., 2003).

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua macam yaitu

antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan alami merupakan

antioksidan hasil ekstraksi bahan alami. Antioksidan buatan (sintetik) merupakan

antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Prakash, 2001).

Antioksidan sintetik yang paling sering digunakan adalah Propil Galat (PG),

13
Butilated Hydroxyanisole (BHA), Butilated Hidroxytoluene (BHT), dan Tert-

butylhyroquinone (TBHQ). Antioksidan sintetik dikhawatirkan dapat memberi

efek samping yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena bersifat

karsinogenik. Berbagai studi mengenai BHA dan BHT bahwa komponen ini dapat

menyebabkan kerusakan hati dan bersifat karsinogenik. Hal ini menyebabkan

ketertarikan antioksidan alami meningkat (Krishnaiah dkk., 2011).

Kekhawatiran akan adanya efek samping dari antioksidan sintetik

menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif. Antioksidan alami mampu

melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen

reaktif, menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat

peroksidasi lipid pada makanan (Sunarni, 2005). Tumbuhan merupakan sumber

yang potensial sebagai antioksidan. Kandungan senyawa tumbuhan yang

diketahui berperan sebagai antioksidan antara lain flavonoid, alkaloid, dan tanin

(Meng dkk., 2012).

Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya

sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam

tubuh. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari luar. Bila

mulai menerapkan pola hidup sebagai vegetarian akan sangat membantu dalam

mengurangi resiko keracunan akibat radikal bebas. Keseimbangan antara

antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif

dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan (Hernani dan Rahardjo, 2005)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi tiga

kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer

14
disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Antioksidan primer meliputi enzim

superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini

menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai

(polimerisasi), dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan

kelompok ini disebut juga chain-breakingantioxidant (Winarsi, 2007).

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau

nonenzimatis. Cara kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara

memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas. Akibatnya radikal bebas

tidak bereaksi dengan komponen seluler. Contoh antioksidan sekunder ialah

vitamin E, vitamin C, flavonoid, bilirubin, dan albumin (Lampe, 1999).

Antioksidan tersier contohnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida

reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal

bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh

rusaknya single dan double stand, baik gugus basa maupun non-basa. Perbaikan

kerusakan basa dalam DNA yang diinduksi senyawa oksigen reaktif terjadi

melalui perbaikan jalur eksisi basa (Winarsi, 2007).

3. Metode Uji Aktivitas Antioksidan

Metode penangkapan radikal bebas DPPH merupakan metode yang

sering digunakan untuk menguji aktivitas suatu zat antioksidan. Hal ini

disebabkan karena tingkat keakuratan yang tinggi, relatif cepat dan sangat praktis.

Senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) adalah senyawa radikal bebas yang

bersifat stabil. Metode ini didasarkan atas reduksi radikal DPPH oleh suatu

senyawa antioksidan. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna

15
radikal DPPH menjadi kuning apabila senyawa tersebut menyumbangkan elektron

kepada radikal DPPH. Radikal DPPH mempunyai absorbansi yang kuat pada

panjang gelombang 515-520 nm dengan warna ungu yang khas. Perubahan yang

terjadi pada reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan dapat diukur

dengan spektrofotometri dan diplotkan terhadap konsentrasi sehingga dapat

diperoleh aktivitas penghambatan dari suatu senyawa antioksidan terhadap radikal

DPPH dalam nilai IC50 (Pribadi, 2009).

NO2 NO2

H
O2N N N +R-H O2N N N +R

NO2 NO2

1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-Difenil-2-pikrilhidrazin
(radikal bebas) (nonradikal)
Gambar 3. Reaksi antioksidan dengan radikal DPPH (Molineux, 2004)

E. Kerangka Teori

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahapan pertama adalah isolasi

senyawa, tahap kedua adalah identifikasi isolat dan tahap ketiga adalah pengujian

antioksidan isolat tersebut. Pada tahap isolasi, teknik isolasi berperan sebagai

variabel bebas, pemilihan metode ekstraksi dan kromatografi akan menentukan

isolat yang akan diperoleh (variabel terikat). Senyawa isolat ini kemudian

diidentifikasi untuk mengetahui struktur kimianya.

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Pada tahap ini,

konsentrasi senyawa isolat berperan sebagai variabel bebas yang akan

menentukan variabel terikat yakni besarnya aktivitas isolat sebagai antioksidan.

16
aktivitas antioksidan ditentukan berdasarkan besarnya nilai IC50 yang menyatakan

konsentrasi isolat yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal.

17
F. Kerangka Konsep

Akibat radikal bebas

Antioksidan Chan (2007) melaporkan


bahwa dari beberapa spesies
Etlingera (E. elatior,
Sintetik Bahan Alam E.rubrostriata, E. littoralis,
E.fulgens, dan E. maingayi)
memiliki aktivitas
Zingiberaceae antioksidan yang kuat
setelah melakukan
skreening.
E. calophrys

Isolasi Senyawa

Uji Aktivitas Antioksidan

DPPH

Gambar 4. Kerangka konsep penelitian

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari 2016 – Mei 2017 yang

terbagi atas tiga tahapan penelitian. Tahap isolasi serta tahap pengujian

antioksidan tumbuhan E. calophrys dilakukan di Laboratorium Farmasi Fakultas

Farmasi UHO (Universitas Halu Oleo). Tahap analisis spektrometri dilakukan di

Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta.

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan metodenya penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu

penelitian yang dilakukan pada laboratorium yang memungkinkan untuk

mengisolasi kandungan metabolit sekunder tumbuhan Etlingera calophrys dan

menguji aktivitas antioksidannya.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Satu set alat destilasi

(Duran-Germany), Satu set alat Kromatografi Kolom Vakum (KKV), Alat

Kromatografi Radial (KR), Vacuum rotary evaporator (Buchi Rotavapor), Oven

(Stuart), Timbangan analitik (Explorer Ohaus), Plat KLT, Pipet tetes, Botol vial,

Kertas saring biasa dan whatman No.1, Pisau, Blender, Erlenmeyer (Pyrex),

Lampu UV, Chamber, Kaca, Cutter, Spatula, Pinset, Mistar, Aluminium foil,

19
Toples kaca, Pipa kapiler, Gelas ukur (Pyrex), Pipet ukur (Pyrex), Filler, Kuvet,

Spektrofotometer NMR 1H, 13C.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada peneltian ini adalah Batang Etlingera

calophrys, Metanol (teknis), Aseton (teknis), Etil asetat (teknis), n-heksan

(teknis), Kloroform p.a (QREC), Silika gel 60 G F254 p.a (Merck), Silika 60 G

(Merck), Aquades, CeSO4, DPPH.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah identifikasi struktur senyawa

isolat serta variasi konsentrasi pada uji aktivitas antioksidan menggunakan metode

DPPH.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah isolasi senyawa metabolit

sekunder.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Metabolit sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah senyawa

murni atau isolat sebagai hasil dari isolasi ekstrak batang tumbuhan E.

calophrys.

2. Aktivitas antioksidan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas

dari metabolit sekunder sebagai antioksidan secara kualitatif dan

kuantitatif dengan menggunakan metode DPPH melalui perubahan pada

20
plat dan absorbansi menggunakan spektrofotometer.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 7 tahapan yaitu pengambilan sampel, preparasi

sampel, ekstraksi, pemisahan dan pemurnian, identifikasi isolat, uji aktifitas

antioksidan.

1. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang E. calophrys

diperoleh di daerah perkebunan Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi

Sulawesi Tenggara.

2. Preparasi Sampel

Sampel batang E. calophrys yang telah diambil dibersihkan, dirajang dan

dikeringkan. Setelah kering, sampel diserbukkan hingga menjadi serbuk halus

untuk perlakuan selanjutnya.

3. Ekstraksi

Maserasi dilakukan dengan mencampurkan serbuk E. calophrys dengan

metanol sampai bening, maserat dipisahkan dari ampas dengan penyaringan

menggunakan corong Buchner lalu diuapkan dengan rotary vacuum evaporator

sehingga diperoleh ekstrak kental.

4. Pemisahan dan Pemurnian

Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia melalui Kromatografi Kolom

Vakum (KKV), kromatografi radial (KR) dan rekristalisasi. Setiap tahap

pemisahan dan pemurnian dipantau dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fasa

diam berupa silika gel, sedangkan fasa gerak berupa campuran pelarut organik

21
(eluen). Pemisahan ekstrak dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan KKV

hingga diperoleh fraksi yang lebih sederhana. Pemisahan dengan kromatografi

radial dilakukan terhadap fraksi hasil pemisahan yang lebih sedikit (maksimal 2

gram). Senyawa murni ditandai dengan hasil pemisahan yang tampak sebagai

noda tunggal pada pengamatan dengan KLT.

5. Identifikasi Isolat

Senyawa murni yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan uji sifat fisik,

profil KLT, spektrum 1H dan 13


C-NMR. Selanjutnya dilakukan elusidasi dan

pembandingan data literatur yang ada sehingga bisa diketahui struktur dan nama

senyawa isolat.

6. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH

Isolat diuji aktivitas menggunakan metode DPPH. Metode DPPH terdiri

dari 2 tahapan yaitu pengujian kuantitatif dan pengujian kualitatif. Metode ini

didasarkan atas reduksi radikal DPPH oleh suatu senyawa antioksidan.

Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna radikal DPPH menjadi

kuning apabila senyawa tersebut menyumbangkan elektron kepada radikal DPPH.

Pengujian kualitatif menggunakan KLT (Kromatografi lapis tipis) dengan

menyemprotkan DPPH setelah dilakukan elusi. Pengujian kuantitatif

menggunakan spektrofotometri, radikal DPPH mempunyai absorbansi yang kuat

pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu yang khas dan diplotkan

terhadap konsentrasi sehingga dapat diperoleh aktivitas penghambatan dari suatu

senyawa antioksidan terhadap radikal DPPH dalam nilai IC50.

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengkajian kandungan metabolit sekunder tumbuhan E. calophrys

dilakukan dengan mengisolasi senyawa yang terkandung dari tumbuhan dan

menguji aktivitas isolat tersebut sebagai antioksidan. Bagian tumbuhan E.

calophrys yang dikaji pada penelitian ini adalah bagian batang. Chan (2007) telah

mengkaji ekstrak dari beberapa spesies etlingera (E. elatior, E. littoralis, E.

fulgens dan E. rubrostriata) serta melaporkan aktivitas antioksidan dalam ekstrak

metanol dari beberapa spesies etlingera tersebut.

A. Isolasi (Pemurnian Senyawa)

Preparasi dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap pengambilan

sampel, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penghalusan.

Tahap pengambilan dilakukan di daerah perkebunan Kecamatan Puuwatu, Kota

Kendari pada musim kemarau saat cuaca cerah, karena bunga dari tumbuhan ini

mekar pada saat musim kemarau yang dilanjutkan dengan sortasi basah yang

dilakukan di lokasi pengambilan sampel untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya proses pembusukan pada sampel yang diakibatkan oleh bagian sampel

yang telah membusuk. Tahap selanjutnya adalah perajangan untuk mempermudah

tahap pengeringan sampel dengan memperbesar luas permukaan sampel

diharapkan kontak dengan udara menjadi lebih besar. Tahap pengeringan sendiri

bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga pertumbuhan mikroba yang dapat

merusak ekstrak dapat terhambat. Kandungan air dalam ekstrak juga dapat

menghambat proses pemisahan karena perlunya suhu yang lebih tinggi saat

23
dilakuan proses pemisahan ekstrak dari pelarutnya dengan menggunakan rotary

vacuum evaporator serta air juga dapat berinteraksi dengan silika yang

mengakibatkan terganggunya proses pemisahan dalam proses kromatografi.

Tahap akhir preparasi adalah tahap penghalusan yang dilakukan untuk

memperbesar luas permukaan sampel, sehingga dapat memaksimalkan proses

ekstraksi pada tahap selanjutnya. Hasil tahap preparasi sampel adalah 1kg serbuk

batang E. calophrys.

Serbuk batang E. calophrys selanjutnya diekstraksi menggunakan

metode maserasi dalam metanol. Metode maserasi diplih karena prosesnya

berlangsung dalam keadaan dingin, sehingga diharapkan dapat menjaga bentuk

struktur senyawa yang terkandung di dalam ekstrak yang sensitif terhadap

perubahan suhu, sedangkan metanol dipilih sebagai eluen pengekstrak karena

metanol mampu menarik senyawa nonpolar maupun senyawa polar serta memiliki

titik didih yang relatif lebih rendah dibandingkan pelarut sejenisnya (Noor dkk.,

2006). Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak cair sebanyak 100 g dengan warna

merah kecokelatan dari 1 kg serbuk sampel batang E. calophrys dalam 10 liter

metanol.

Ekstrak metanol yang telah diperoleh, selanjutnya dipartisi

menggunakan campuran aseton dan etil asetat dengan perbandingan 6:4 untuk

memisahkan senyawa glikosida dalam ekstrak yang dapat mengganggu proses

KKV (Kromatografi Kolom Vakum). Karena fase diam yang digunakan dalam

proses KKV ialah silika yang bersifat polar sehingga ikatan antara senyawa gula

dan silika akan sangat kuat dan diduga dapat mengganggu proses pemisahan

24
senyawa. Berat ekstrak kering dari hasil partisi ini adalah 28,5 g. Penentuan fase

gerak yang digunakan dalam pemisahan dengan kromatografi kolom ditentukan

oleh pengamatan terhadap profil KLT (Kromatografi Lipis Tipis) ekstrak. Profil

KLT ekstrak dapat diamati pada Gambar 5.

(a) (b) (c)


Gambar 5. Kromatogram Ekstrak dalam berbagai perbandingan eluen. a) n-
heksana: Etil asetat (9:1), b) n-heksana: Etil asetat (5:5), c) n-
heksana: Etil asetat (8:2)

Profil KLT pada gambar 5 menunjukkan bahwa pola pemisahan senyawa

yang cukup baik (yaitu dengan nilai Rf yang berjauhan) ada pada perbandingan

eluen 8:2 dan 5:5 (n-heksana:Etil asetat). Campuran eluen yang akan digunakan

pada proses KKV dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar perbandingan eluen yang akan digunakan pada proses KKV.
No. Perbandingan Volume (mL) Keterangan
1 100% 200 n-heksana
2 8:2 300
3 5:5 300 n-heksana:Etil asetat
4 3:7 100
5 100% 200 Etil asetat
6 100% 100 Metanol

25
Metode KKV mampu memisahkan senyawa dalam ekstrak berdasarkan

prinsip perbedaan kepolaran masing-masing senyawa terhadap fase diam (silika

gel) dan fase gerak (campuran pelarut) dengan bantuan pompa vakum

(Sastrohamidjojo. 1985). Ekstrak hasil partisi sebanyak 28,5 g difraksinasi

menggunakan metode KKV. Kromatogram hasil partisi yang telah di KKV dapat

diamati pada Gambar 6.

Gambar 6. Kromatogram fraksi hasil KKV dalam campuran n-heksana, etil


asetat dan aseton (5,5 : 4 : 0,5). A) kromatogram setelah diberi
serium sulfat; B) kromatogram dibawah sinar UV 254; 1-12 =
Kromatogram Fraksi KKV

Kromatogram pada Gambar 6 merupakan hasil KKV ekstrak yang

menunjukkan adanya perbedaan Rf pada tiap fraksi. Fraksi hasil KKV dengan

nilai Rf yang sama, digabung kembali menjadi satu fraksi yang baru (Fraksi besar)

untuk memperkecil jumlah senyawa yang akan diisolasi. Kromatogram fraksi

besar serta profil penggabungan fraksi dapat diamati pada Tabel 2 dan Gambar 7.

26
Tabel 2. Daftar pembuatan Fraksi Besar
Kode Fraksi
No. Fraksi yang digabung
Besar
1 1 G1
2 2 G2
3 3 G3
4 4 G4
5 5+6 G5
6 7+8 G6
7 9 + 10 G7
8 11 + 12 G8

a b
Gambar 7. Kromatogram penggabungan fraksi hasil KKV dalam campuran n-
heksana, etil asetat dan aseton (5,5 : 4 : 0,5). a) setelah disemprot
serium sulfat dan dibakar; b) kromatogram dibawah sinar UV 254;
1-8 = Fraksi besar G1-G8

Kromatogram penggabungan KKV pada Gambar 7 menunjukkan bahwa

pemisahan fraksi-fraksi yang memiliki pola noda yang tinggi dan yang memiliki

Rf yang rendah telah terpisah dengan cukup baik. Fraksi yang memiliki pola noda

yang tinggi diduga memiliki sifat non polar dan pola noda yang rendah memiliki

sifat polar saat dibandingkan satu sama lain.

Pada tahap selanjutnya pemisahan senyawa difokuskan pada fraksi G5-G8.

Karena memiliki spot pada Rf yang sama dengan berat sampel yang cukup besar

jika digabungkan, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan senyawa

dengan berat yang relatif besar. Senyawa target juga memiliki keuntungan yaitu

tidak berpendar pada sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Hal ini

27
mempermudah peneliti dalam tahap pemisahan karena fase diam yang digunakan

adalah silika gel yang berpendar pada panjang gelombang tersebut. Silika gel

yang digunakna dalam penelitian ini akan berflouresensi saat disinari sinar UV

pada panjang gelombang 254 nm sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.

Penampakan noda pada lampu UV 254 nm disebabkan oleh adanya daya interaksi

antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada silika.

Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh

komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke

tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil

melepaskan energi

Penggunaan KR cukup efisien untuk pemisahan senyawa dalam fraksi

besar, karena menggunakan pelarut dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan

dengan KKV. Berdasarkan hal itu peneliti menargetkan senyawa yang terdapat

pada fraksi 7,8. Hasil kromatografi radial dari fraksi 7 dapat di lihat pada gambar

8. Monitoring hasil KR dilakukan dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis).

a b
Gambar. 8 Kromatogram Hasil KR Fraksi 7. a) dibawah sinar UV 254; b) setelah
disemprot serium dan dibakar
Keterangan :
Fase Diam : Silika Gel
Fase Gerak : nheksana : Kloroform: Metanol
(5,5 : 4 : 0,5)

28
Terlihat dalam plat KLT beberapa fraksi menunjukkan senyawa yang

hampir murni. Tahapan selanjutnya ialah pencarian senyawa pada fraksi 8.

Kromatogram fraksi 8 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

a b
Gambar. 9 Kromatogram Hasil KR Fraksi 8. a) dibawah sinar UV 254; b) setelah
disemprot serium dan dibakar
Keterangan :
Fase Diam : Silika Gel
Fase Gerak : nheksana : Kloroform: Metanol
(5,5 : 4 : 0,5)

Kromatogram pada gambar 9 menunjukkan adanya 12 fraksi, pada tahapan

ini peneliti menargetkan senyawa pada fraksi 9-12 dikarenakan memiliki spot

yang yang hampir tunggal serta memiliki berat yang relatif banyak untuk

dianalisis. Fraksi 9-12 digabung kemudian dimurnikan kembali dengan

menggunakan KR sehingga menghasilkan isolat murni yang dapat dilihat pada

gambar dibawah.

Gambar 10. Kromatogram isolat murni


Keterangan :
Fase Diam : Silika Gel
Fase Gerak : nheksana : Kloroform: Metanol 29
(2 ,5: 7 : 0,5)
Isolat murni yang didapatkan sebesar 26 mg yang dilanjutkan pada

tahapan identifikasi senyawa isolat dengan menggunkan spektroskopi NMR dan

pengujian antioksidan dengan menggunakan metode DPPH.

B. Identifikasi Senyawa

Nuclear Magnetic Resonance (NMR) mampu mengidentifikasi struktur

senyawa isolat berdasarkan serapan atom-atom tertentu (seperti 1H-NMR untuk

atom hidrogen dan 13C-NMR untuk atom karbon) terhadap gelombang radio pada

suatu medan magnet. Isolat yang telah diperoleh diidentifikasi menggunakan 1H-
13
NMR dan C-NMR untuk mengidentifikasi posisi atom hidrogen dan atom
13
karbon dalam struktur senyawa isolat. Spektrum C-NMR senyawa isolat dapat

diamati pada Gambar 11.

Gambar 11. Spektrum 13C NMR senyawa isolat


Spektrum 13C-NMR pada gambar 11 menunjukkan bahwa struktur

senyawa isolat tersusun atas 7 atom karbon. Pergeseran kimia dari 115,9 ppm

30
sampai 132,6 ppm diduga merupakan pergeseran kimia atom karbon aromatik.

Signal karbon yang muncul pada pergeseran kimia diatas 100 ppm diduga

merupakan Csp2. Perbedaan Csp2 pada alkena (C=C) dan gugus karbonil (C=O)

dapat dibedakan dari besar nilai pergeseran kimianya. Karbon karbonil

membutuhkan medan magnet yang relatif lebih lemah untuk beresonansi karena

faktor perbedaan keelektronegatifan atom oksigen yang cenderung menarik

elektron dari atom karbon yang terikat dalam struktur gugus sehingga membuat

atom karbon menjadi lebih tidak terlindungi (deshielding) dan pergeseran kimia

karbon karbonil akan lebih besar dibandingkan dengan Csp2. Berdasarkan hal

tersebut maka pergeseran kimia 162,7 ppm dan 167,6 diduga merupakan gugus

asam karboksilat (-COOH) dan alkohol C-OH. Pergeseran kimia dari 14,3 ppm

sampai 24,5 ppm diduga merupakan geseran kimia dari zat-zat pengotor. Hal ini

berdasarkan dari kelimpahan atom karbon yang abnormal pada pergeseran 14,3

ppm sampai 24,5 ppm merupakan daerah geseran kimia atom karbon alifatikyang

ditandai dengan kelimpahan (abundance) yang lebih tinggi daripada gugus

aromatik didasari oleh pergeseran gugus metil (CH3) memiliki kelimpahan yang

re;atif lebih tinggi daripada gugus metilen (CH2), sedangkan gugus metilen

memiliki kelimpahan yang lebih tinggi daripada gugus metin (CH), dan gugus

metin memiliki kelimpahan yang lebih tinggi daripada atom karbon kuartener

(Cq).

31
Gambar 12. Spektrum 1H NMR senyawa isolat

Spektrum 1H-NMR pada gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat 15

geseran kimia yang mengindikasikan keberadaaan 9 jenis gugus hidrogen dalam

struktur senyawa isolat. Pergeseran kimia dari 0,86 ppm sampai 1,36 ppm diduga

merupakan zat pengganggu atau yang biasa disebut sebagai pengotor. Hal ini
13
dibuktikan dari korelasi dengan spektrum C-NMR, dimana pada daerah alifatik
13
pada spektrum C-NMR merupakan pengotor sehingga diindikasikan bahwa

spektrum 1H-NMR pada daerah alifatik juga merupakan bagian dari pengotor.

Oleh karena itu, pergesaran kimia yang diduga merupakan bagian dari struktur

senyawa isolat terdapat pada 6,90 ppm dan 7,91 ppm, dimana pergeseran kimia

tersebut diduga menunjukkan keberadaan atom H aromatik yang berasal dari

struktur benzene. Hal ini diperkuat oleh bentuk doublet (d) pada spektrum NMR

dengan konstanta perjondohan masing masing 8,4 menunjukkan sinyal

berorientasi ortho.

Spektrum 1H-NMR dan 13


C-NMR dapat memberikan informasi rumus

molekul senyawa isolat yaitu C7H6O3 dengan nilai DBE (Double Bond

Equivalence) = 5 yang diduga berasal dari 4 ikatan rangkap yang dibentuk oleh 6

32
karbon sp2, 1 karbon karbonil. Data yang didapatkan dibandingkan dengan

literatur dan dapat dilihat pada tabel

Tabel 2. Data Jumlah 1H-NMR dan 13C-NMR senyawa isolat

δH Literatur A Literatur B
(ƩH,
δC δH (ƩH,
No C Jenis mult., δC δH (ƩH, mult., J δC
ppm mult., J
J dlm ppm dlm Hz) ppm
Hz) dlm Hz)
1. C1 122,6 Cq 122,4 122,6
7,91
8,01(1H, d, J =8.7 6,81(1H,d,
2. C2 132,6 -CH (1H, d, 131,5 132,9
Hz) J=8,67)
J= 8,4)
6,91 7,87
6,88 (1H, d,
3. C3 115,9 -CH (1H, d, 115,8 116,0 (1H,d,
J=8.7Hz)
J= 8,4) J=8,80)
4. C4 162,7 C-OH 160,3 163,3
6,91 7,87
6,88(1H,
5. C5 115,9 -CH (1H, d, 115,8 116,0 (1H,d,
d,J=8.7Hz)
J= 8,4) J=8,80)
7,91
8,01(1H, 6,81(1H,d,
6. C6 132,6 -CH (1H, d, 131,5 132,9
d,J=8.7Hz) J=8,67)
J= 8,4)
7. C7 167,6 -COOH 180 170,1
Keterangan:
Literatur A= Riaz. T., dkk, 2012
Literatur B = Chandradakhal., dkk, 2009

Berdasarkan perbandingan dengan beberapa literatur, kemiripan antara

isolat dengan senyawa asam 4-hidroksi benzoat cukup signifikan sehingga diduga

isolat yang diperoleh adalah asam 4-hidroksi benzoat.

O OH

OH

Gambar 13. asam 4-hidroksibenzoat

33
C. Uji Antioksidan Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa kelebihan antara lain

sederhana, mudah, cepat, peka, serta memerlukan sedikit sampel. Parameter yang

digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah IC50 yang didefinisikan

sebagai konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50%

aktivitas DPPH (Molyneux, 2004). Larutan DPPH yang awalnya berwarna ungu

setelah bereaksi dengan antioksidan akan berubah menjadi warna kuning.

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode Molyneux (2004).

Penggunaan vitamin C sebagai pembanding karena masyarakat biasa

mengkonsumsi vitamin sebagai antioksidan, dalam penelitian ini sebagai

gambaran perbandingan aktivitas antioksidan dari E. calophrys dan vitamin C

yang biasa dipakai.

a) Uji kualitatif ekstrak metanol dan isolat dari sampel E. calophrys.

a b c
Gambar 14. Hasil Uji Kualitatif (a) ekstrak methanol (b) isolat murni
(c) vitamin C

Gambar 14 menunjukkan ekstrak metanol dan isolat murni dari E.

calophrys positif memiliki aktivitas antioksidan yang ditandai dengan adanya

perubahan warna plat yang telah dibasahi DPPH pada totolan ekstrak dan isolat

murni. Adanya perubahan warna yang cepat dan terang dikarenakan DPPH

34
tereduksi dengan baik oleh ekstrak metanol, isolat dan vitamin C sehingga pada

uji kualitatif terlihat reaksi yang sama. Berdasarkan hasil ini, maka uji antioksidan

dapat dilanjutkan dengan pengujian kuantitatif untuk mengukur IC50 sehingga

didapatkan konsentrasi isolat yang efektif sebagai antioksidan.

b) Uji kuantitatif ekstrak dan isolat murni E. calophrys

DPPH merupakan radikal bebas yang telah distabilkan dengan absorpsi

maksimum pada panjang gelombang 515-517 nm. Elektron yang tidak

berpasangan akan menjadi berpasangan dengan keberadaan senyawa antioksidan

(donor hidrogen atau elektron) sehingga kekuatan absorpsi menurun dan

menghasilkan perubahan warna yang bergantung pada jumlah elektron yang

ditangkap. Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan DPPH

dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas senyawa dalam menangkal radikal

bebas. Kemampuan tersebut diukur berdasarkan perubahan warna larutan DPPH

yang disebabkan oleh reduksi DPPH oleh antioksidan yang dibuktikan dengan

berkurangnya intensitas serapan DPPH pada panjang gelombang 517 nm yang

mampu terbaca oleh spektrofotometer UV-Vis. Hal ini berbanding lurus dengan

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chan (2007) yang menyatakan

bahwa ekstrak tumbuhan etlingera memiliki aktivitas antioksidan yang baik.

Penelitian sebelumnya juga telah meneliti tentang kekuatan antioksidan dari

senyawa asam 4-hidroksibenzoat ialah antioksidan kuat dengan nilai IC50 55 mg/L

yang menjadi dasar dugaan dari isolat yang didapatkan (Riaz., 2012).

35
Nilai IC50 diperoleh dengan membuat kurva yang menunjukkan korelasi

antara % penghambatan dan konsentrasi zat uji. Kurva dapat dilihat pada gambar

15, 16, 17.

IC50 Ekstrak Batang


100.00 E.calophrys
y = 0.6367x + 25.574
% penghambatan

80.00 R² = 0.9778
60.00
40.00
20.00
0.00
0 50 100 150
Konsentrasi

Gambar 15. Kurva korelasi antara konsentrasi dan % penghambatan (%I) ekstrak

IC50 Isolat
80.00
%penghambatan

60.00 y = 0.3906x + 31.79


R² = 0.9421
40.00
20.00
0.00
0 50 100 150
konsentrasi mg/L

Gambar 16. Kurva korelasi antara konsentrasi dan % penghambatan (%I) isolat.

100.00 IC50 Vitamin C


%penghambatan

80.00
y = 0.393x + 45.868
60.00 R² = 0.9987
40.00
20.00
0.00
0 50 100 150
Konsentrasi mg/L
Gambar 17. Kurva korelasi antara konsentrasi dan % penghambatan (%I)
pembanding (vitamin C)

36
Dari data kurva regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat

antara konsentrasi dengan % daya antioksidan (% inhibisi). Hal ini diperlihatkan

dengan nilai R2 (koefisien korelasi) berada pada nilai 0,9. Nilai R2 menyatakan

bahwa seberapa besar akurasi pengujian antioksidan dengan indeks kepercayaan

paling besar adalah 1. Hal ini menunjukan bahwa lebih dari 99% derajat

penghambatan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan, sedangkan kurang dari 1%

dipengaruhi oleh faktor lain (Wahdaningsih dkk. 2013). Nilai persamaan

menujukkan nilai IC50 yang memberikan gambaran kekuatan antioksidan dari

suatu sampel. Nilai IC50 sampel ekstrak dan isolat dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 4. Hasil Uji Antioksidan


Sampel Nilai IC50 (mg/L)
Ekstrak 38,41
Isolat 46,6
Pembanding (Vit C) 10,53

Daya hambat radikal bebas berbanding terbalik dengan nilai IC50, semakin

tinggi nilai IC50 maka semakin rendah kekuatan daya hambatnya. Tingkat

kekuatan antioksidan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 5. Tingkat kekuatan antioksidan dengan menggunakan DPPH (Putri, 2015)


Intensitas Antioksidan IC50
Sangat kuat <50 mg/L
Kuat 50-100 mg/L
Sedang 100-250 mg/L
Lemah 250-500 mg/L

Oleh karena itu dapat di simpulkan isolat dan ekstrak memiliki aktivitas

antioksidan dengan kategori antioksidannya sangat kuat. Walaupun ekstrak dan

isolat masuk dalam kategori antioksidan yang sama dengan vitamin C namun

efektivitas tidak sebanding dilihat dari nilai IC50 yang menggambarkan berapa

37
konsentrasi yang dapat menghambat. Berdasarkan strukturnya, senyawa yang

memiliki sebuah atau beberapa -OH dapat menghambat oksidasi dan menangkap

senyawa reaktif radikal bebas yang merusak sel. Antioksidan berfungsi sebagai

reduktor, mudah mengalami oksidasi oleh radikal bebas karena mempunyai ikatan

rangkap dan dengan adanya gugus -OH yang terikat pada ikatan rangkap tersebut,

radikal bebas akan mengambil atom hidrogen dan menyebabkan terbentuknya

radikal oksigen yang selanjutnya akan didelokalisasi melalui resonasi, sehingga

menghasilkan radikal yang stabil (Afrianty, dkk., 2010).

Mekanisme penghambatan senyawa isolat diduga karena gugus -OH yang

melepas radikal hidrogen sehingga membentuk DPPH-H tereduksi. DPPH yang

menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk diamagnetik yang

stabil. Berdasarkan hal ini jika dibandingkan dengan nilai IC50 senyawa asam

askorbat (vitamin C) maka berbanding lurus dengan kekuatan antioksidan yang

dimiliki dengan struktur yang dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Struktur vitamin C

Struktur vitamin C memiliki 4 gugus –OH yang memungkinkan melepas

radikal hidrogen kemudian berikatan dengan radikal DPPH. Jika dibandingkan

dengan sturuktur isolat yang hanya 2 gugus OH yang diperkirakan akan bertindak

38
sebagai antioksidannya sehingga menjelaskan mengapa nilai konsentrasi

penghambatan 50% (IC50) dari vitamin C lebih sedikit dari senyawa isolat.

39
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Senyawa yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dalam fraksi aseton batang

tumbuhan Etlingera calophrys diduga bahwa senyawa merupakan asam

4-hidroksi benzoat.

2. Pengujian aktivitas antioksidan senyawa isolat menunjukkan adanya aktivitas

dan diperoleh nilai IC50 untuk Isolat adalah 46,6 mg/L dengan kategori yang

sangat kuat.

B. Saran

Saran dari penelitian ini, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai

kandungan metabolit sekunder tumbuhan Etlingera calophrys yang lain dan

aktivitasnya dalam berbagai sistem uji serta penentuan kadarnya dalam

tumbuhan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Afrianty, L., H., Elin, Y., S., Slamet, I., dan I Ketut, A., 2010, Senyawa Asam 2-
Metilester-1-H-Pirol-4-Karboksilat Dalam Ekstrak Etil Asetat Buah
Salak Varietas Bangkok Sebagai Antioksidan dan Antihiperurikemi,
Jurnal Industri Pangan, 21(1). 66-72.

Ardianingsih, R., 2009, Penggunaan High Performance Liquid Chromatography


(HPLC) Dalam Proses Analisa Deteksi Ion, Berita Dirgantara, 10(4).

Ardiyani, M., Yessi, S, Jin, H.P., Anshary, M., dan Axel, D.P., 2012, Gingers of
Lombok, Floribunda, 4(5), 113-120.

Aryanti, 2005, Isolasi Senyawa Antikanker dari Akar Berambut Artemisia


cina dan Aktivitas Inhibisinya terhadap Sel Kanker Mulut Rahim,
Majalah Farmasi Indonesia, 16(4).

Chan, E. W. C., Lim, Y. Y. dan Omar, M., 2007, Antioxidant and antibacterial
activity of leaves of Etlingera species (Zingiberaceae) in Peninsular
Malaysia, Food Chemistry, 104, 1586-1593.

Chan, E.W.C., Y.Y. Lim, L.F. Wong, F.S. Lianto, S.K. Wong, K.K. Lim, C.E.
Joe, dan T.Y. Lim, 2008, Antioxidant and Tyrosinase Inhibition
Properties of Leaves and Rhizomes of Ginger Species, Food Chemistry,
109, 477–483.

Chandra Dhakal, Ram., Meena Rajbhandari., Surya K. Kalauni., Suresh Awale


and Mohan. B. Gewali, 2009, Phytochemical Constituents of the Bark of
Vitex negundo L, Nepal Chem Soc, 23

Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S., 1997, Dasar-Dasar Kimia Organik, Binarupa
Aksara, Jakarta.

Ganiswarna S. G, 1995, Farmakologi dan Terapi, ed. 4, UI-Fakultas Kedokteran,


Jakarta.

Handa,S.S, Suman Preet S.K., Gennaro L., Dev Dutt R., 2008, Extraction
Technologies for Medicinal and Aromatic Plants.

Handayani, S., Sunarto, Kristianingrum, S., 2005, Kromatografi Lapis Tipis


Untuk Penentuan Kadar Hesperidin Dalam Kulit Buah Jeruk, Jurnal
Penelitian Saintek, 10(1), 53-68.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menganalisa


Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.

41
Harmono dan Andoko, A., 2005, Budi Daya dan Peluang Bisnis Jahe, Cetakan
Pertama, AgroMedia Pustaka, Tangerang.

Heinrich, J. Barnes, S. Gibbons, E.M. Williamson. 2004. Fundamentals of


Pharmacognosy and Phytotherapy, Churchill Livingstone, Edinburgh.

Hostettmann, K., M. Hostettmann dan Marston A., 1995, Cara kromatografi


Preparatif: Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam, Penerbit ITB,
Bandung.

Ibarz, A; Canovas, G., 2003, Unit Operation in Food Enginering, CRC Press:737.

Khopkar, S.M., 2003, Basic Concepts Of Analytical Chemistry, Edisi I, A.


Saptohardjo, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,
Jakarta.

Krishnaiah, D., Sarbatly, R., dan Nithyanandam, R., 2011, A Review of the
Antioxidant Potential of Medical Plant Species.Food and Bioproducts
Processing 89(3), 217-233.

Kristanti, A.N., N.S. Aminah, M. Tanjung dan B. Kurniadi, 2008, Buku Ajar
Fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya.

Kusuma., A S W., 2015. The Effect of Ethanol Extract of Soursop Leaves


(Annona muricata L.) to Decreased Levels of Malondialdehyde. J
MAJORITY, 4(3)

Lachumy, S.J.T., Sreenivasan, S., Vello, S., dan Zakaria, Z., 2010,
Pharmacological Activity, Phytochemical Analysis and Toxicity of
Methanol Extract of Etlingera elatior (Torch Ginger) Flowers, Asian
Pacific Journal of Tropical Medicine, 3, 769-774.

Maimulyanti, A., dan Anton, R.P., 2015, Chemical Composition, Phytochemical


And Antioxidant Activity From Extract Of Etlingera elatior Flower
From Indonesia, Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 3(6),
233-238.

Meng, Q., Qian, Z., Ling, X., Ling, D., Huang, W., dan Zhao, J., 2012, Free
Radical Scavenging Activity of Eagle Tea and Their Flovonoids, Acta
Pharmaceutica Sinica B, 2(3), 246-249.

Molineux, P., 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenyl Picrylhydrazil
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklankarin J.
Sci.Technol., 26(2), 211-219.

Noor, M. S., Poeloengan, M., dan Yulianti T., 2006, ‘Analisis Senyawa Kimia
Sekunder dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Tanjung (Mimuusops

42
elengi L) Terhadap Salmonella typhi dan Shigella boydii’, Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Octavia, D.R., 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Petroleum Eter,
Etil Asetat dan Etanol Daun Binahong (Anredera Corfolia (Tenore)
Steen) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrihidrasil), Skripsi,
Universitas Muhamadiyah, Surakarta.

Osward, T. T., 1995, Tumbuhan Obat, Baratha, Jakarta

Poulsen, A.D., 2006, Etlingera of Borneo. Natural History Publications, Sabah.

Putri, Ade Aprilia Surya., dan Nurul, Hidajati., 2015, Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawa Fenolik Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Nyiri Batu
(Xylocarpus moluccensis), UNESA Journal of Chemistry, 4(1)

Pribadi, I., 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Psidium guajava L.
Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikril Hidrazil) serta Penetapan
Kadar Fenolik dan Flavonoid Totalnya, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Riaz ,T., M. A. Abbasi, Aziz-ur-Rehman, and M. Ajaib, 2012 Isolation, structure


elucidation and antioxidant screening of some natural products from
Colebrookia oppositifolia, Bioscience Research, 9(2)

Ruslin dan Sahidin, 2008. ‘Identifikasi dan Determinasi Tumbuhan Obat


Tradisional Masyarakat Sulawesi Tenggara pada Arboretum Prof.
Mahmud Hamundu’, Majalah Farmasi Indonesia, 19(2),101-107.

Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, UGM Press, Yogyakarta.

Sen, S., Chakraborty, R., Sridhar, C., Reddy, Y.S.R, dan De, B., 2010, Free
Radicals, Antioxidant, Disease and Phytomedicines; Current status and
future prospect. International Journal of Pharmaceutical Science Review
and Research. 3, 91-100.

Silverstein, 2002, Identification of Organic Compund, 3rd Edition, John Wiley &
Sons Ltd., New York.

Stahl E., 1985, Metode Pemisahan, Cetakan I, Yogyakarta, Kanasius.

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Kanisius, Yogyakarta, Hal 77,167-174.

Tahir, I., Wijaya, K. dan Widianingsih D., 2003. Terapan Analisis Hansch untuk
Aktivitas Antioksidan senyawa Turunan Flavon/Flavonol, Prosiding
Seminar of Chemometrics- Chemistry Dept Gadjah Mada University, 25
Januari 2003.

43
Townshend A., 1995, Encyclopedia of Analytical Science, Volume 2, Academic
Press Inc, London.

Verpoorte, R., 2001, Exploration of Nature‘s Chemodiversity: the Role of


Secondary Metabolites as Leads in Drug Developments, Drug
Discovery Today 3, 232-238.

Watson, D. G., 2009, Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi
dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

WHO, IUCN dan WWF., 1993, Guidelines on the Conservation of Medicinal


Plants, IUCN, Gland, Switzerland.

Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal, Kanisius, Yogyakarta.

Wonorahardjo., S, Nurindah, Dwi Adi S, Sujak, Neena Z., 2015, Analisis


Senyawa Volatil Dari Ekstrak Tumbuhan Yang Berpotensi Sebagai
Atraktan Parasitoid Telur Wereng Batang Coklat, Anagrus nilaparvatae
(Pang Et Wang) (Hymenoptera: Mymaridae), 12(1), 48–57

Yuwono, 2009, MRSA: Disertasi, Fakultas Kedokteran, Unpad Bandung.

44
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambaran Umum Penelitian

Batang tumbuhan
E. calophrys

- sortasi basah, pencucian, perajangan,


pengeringan dan penghalusan
Sampel
(Serbuk)

-ekstraksi dengan metanol,


dipekatkan dengan rotavapor
Ekstrak total
(ekstrak metanol)

-pemisahan dengan KKV

Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi


1 2 3 4 n

- monitoring dengan KLT


- gabung sesuai dengan pola noda
- pemurnian
Senyawa murni

- penentuan struktur (spektroskopi)


- antioksidan

Struktur senyawa dan


aktivitas antioksidan

45
Lampiran 2. Proses pemisahan dan pemurnian isolat

46
Lampiran 3. Perhitungan rendamen

Perhitungan Rendamen
1. Perhitungan rendamen ekstrak metanol

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% rendemen =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 X 100%
100 𝑔𝑟𝑎𝑚
% rendemen = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 X 100%

% rendemen = 10%

2. Perhitungan rendamen ekstrak aseton

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% rendemen =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 X 100%
28,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
% rendemen = X 100%
100 𝑔𝑟𝑎𝑚

% rendemen= 28,5 %

47
Lampiran 4. Prosedur pengujian antioksidan

 Uji Kualitatif
Isolat

- Di elusi menggunakan eluen N-Hexan:


kloroform: methanol )( 5,5 :4:0,5) dalam 2 ml
- Di totol pada plat KLT
- Disemprotkan dengan larutan DPPH 1 %
- Di diamkan selama 30 menit

Terbentuknya warna kuning dengan latar belakang ungu


menunjukkan isolat memiliki aktivitas antioksidan

 Uji Kuantitatif
a) Ekstrak E. calophrys

DPPH

- Di timbang DPPH 5,9 mg


- Dilarutkan dalam metanol
- dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
- diencerkan hingga tanda tera
- dikocok sampai homogen
larutan DPPH

Pembuatan larutan seri bahan


uji
dilakukan pengenceran pada sampel
-10ppm
dimasing-masing larutan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi 1 mL
- ditambahkan 1 mL DPPH
- ditambahkan lagi 3 mL Metanol
- dikocok hingga homogen
- diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit
- diuji serapan pada panjang gelombang 517 nm
- diukur nilai IC50
Hasil 48
b) Isolat E. calophrys

DPPH

- Di timbang DPPH 5,9 mg


- Dilarutkan dalam metanol
- dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
- diencerkan hingga tanda tera
- dikocok sampai homogen
larutan DPPH

Pembuatan larutan seri bahan


uji
dilakukan pengenceran pada sampel
10ppm
- dimasing-masing larutan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi 1 mL
- ditambahkan 1 mL DPPH
- ditambahkan lagi 3 mL Metanol
- dikocok hingga homogen
- diinkubasi pada suhu 370C selama 90 menit
- diuji serapan pada panjang gelombang 517 nm
- diukur nilai IC50

Hasil

49
Lampiran 5. Data pengujian antioksidan
A) Hasil uji kualitatif
1) Ekstrak
Uji antioksdan ekstrak etlinera calophrys dilakukan pada panjang
gelombang 517 nm dengan waktu reaksi 30 menit. Nilai absorbansi yang
diperoleh digunakan untuk dihitung % penghambatan (%I). Hasil dapat dilihat
berikut ini.
Konsentras %
Kontrol Absorbansi Rata-rata
i Sampel penghambatan
0,718 12,5 0,497 0,498 0,498 0,497 30,69
0,718 25 0,422 0,422 0,421 0,421 41,27
0,718 50 0,268 0,267 0,268 0,267 62,72
0,718 100 0,093 0,094 0,093 0,093 87,00

Dibuat grafik antara konsentrasi sampel (x) dan % penghambatan (y) dan
didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

IC50 Ekstrak Batang E.calophrys


100.00
y = 0.6367x + 25.574
90.00
R² = 0.9778
80.00
% penghambatan

70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi

50
Persamaan garis :

y = 0,636 x + 25,57
nilai IC50 :
50 = 0,636 x + 25,57
atau 0,636 x + 25,57 = 50
0,636 x = 50 – 25,57
X= 24,43
0,636
X = 3841 mg/L

2) Isolat
Absorbansi Konsentrasi Rata- %
Blanko Sampel Absorbansi rata Penghambatan
Mg/L
12,5 0,344 0,343 0,345 0,344 32,15
25 0,278 0,277 0,278 0,278 45,23
0,507
50 0,235 0,234 0,235 0,235 53,71
100 0,156 0,157 0,154 0,156 69,30
Dibuat grafik antara konsentrasi sampel (x) dan % penghambatan (y) dan
didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

IC50 Isolat
100.00
%penghambatan

y = 0.3906x + 31.79
50.00 R² = 0.9421

0.00
0 50 100 150
konsentrasi mg/L

51
Persamaan garis
y = 0,390x + 31,79
nilai IC50
50 = 0,390x + 31,79
0,390x = 50 - 31,79
X = 18,21
0,390
= 46,6 mg/L

3) Asam Askorbat Murni


Konsentrasi %
Kontrol Absorbansi Rata-rata
Sampel penghambatan
0,635 12,5 0,308 0,308 0,309 0,308 51,44
0,635 25 0,285 0,284 0,285 0,284 55,17
0,635 50 0,221 0,222 0,221 0,221 65,14
0,635 100 0,092 0,093 0,093 0,092 85,41

Dibuat grafik antara konsentrasi sampel (x) dan % penghambatan (y) dan
didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

100.00 IC50 Vitamin C


%penghambatan

y = 0.393x + 45.868
R² = 0.9987
50.00

0.00
0 20 40 Konsentrasi
60 80 100 120

Persamaan garis
y = 0,393 x + 45,86
nilai IC50
50 = 0,393 x + 45,86
0,393 x = 50 – 45,86
X = 4,14
0,393
= 10,53 mg/L

52
Lampiran 6. Perhitungan inhibisi
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%I = x 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

ekstrak
Dik : Absorbansi blanko = 0,718
Absorbansi sampel = 0,497, 0,421, 0,267,dan 0,093
Dit : %Inhibisi = ......?
Peny :

0,718−0,093 0,718−0,421
%I = x 100% = 87,0% %I = x 100% = 41,3%
0,718 0,718
0,718−0,267 0,718−0,497
%I = x 100% = 62,8% %I = x 100% = 30,7%
0,718 0,718

Isolat
Dik : Absorbansi blanko = 0,507
Absorbansi sampel = 0,344, 0,278, 0,235, 0,154
Dit : % Inhibisi = ......?
Peny :

0,507−0,154 0,507−0,278
%I = x 100% = 69,62% %I = x 100% = 45,16 %
0,507 0,507

0,507−0,235 0,507−0,344
%I = x 100% = 53.64% %I = x 100% = 32,14 %
0,507 0,507

Vitamin C
Dik : Absorbansi blanko = 0,635
Absorbansi sampel = 0,308, 0,284, 0,221, 0,092
Dit : % Inhibisi = ......?
Peny :

0,635−0,092 0,635−0,284
%I = x 100% = 85,51% %I = x 100% = 55,27%
0,635 0,635

0,635−0,221 0,635−0,308
%I = x 100% = 65,19% %I = x 100% = 51,49%
0,635 0,635

53
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9

Gambar 10

54
Ket :
Gambar 1 : Pengambilan Sampel
Gambar 2 : Preparasi Sampel (Penyerbukkan)
Gambar 3: Proses Ekstraksi (Maserasi)
Gambar 4 : Ekstrak
Gambar 5 : Kromatografi Kolom Vakum (KKV)
Gambar 6 : Penyiapan Monitoring Hasil KKV Dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
Gambar 7 : Penyiapan Eluen Untuk KLT
Gambar 8 : Kromatografi Radial (KR)
Gambar 9 : Proses Pemurnian Senyawa Dengan Bantuan Sinar UV 254
Gambar 10 : Pengujian Antioksidan Dengan Spektrofotometer UV-Vis

55

Anda mungkin juga menyukai