Anda di halaman 1dari 63

PRAKATA

‫ﺒﺴﻢ ﺍﻠﻠﻪ ﺍﻠﺮ ﺤﻤﻦ ﺍﻠﺮ ﺤﻴﻢ‬

Assalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji dan syukur bagi Allah

SWT, atas limpahan Rahmat dan karuniaNya sehingga tugas akhir skripsi

ini dapat terselesaikan. Tidak lupa sholawat serta salam kita curahkan

kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga dan para

sahabat yang selalu menjunjung nilai-nilai Islam.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar

sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia

dengan judul “PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA

EKSTRAK ETANOL DAUN LONTAR (Borassus flabellifer L.) DENGAN

METODE DPPH” semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kita

semua.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis dengan rendah hati dan

penuh rasa hormat menghanturkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Orang tua penulis yaitu Ayahanda tercinta Alm. Abd Manneng T

dan Ibunda tercinta JUMRAH yang telah melahirkan, merawat,

membimbing, mendoakan, serta menjadi tempat berkeluh kesah penulis

selama ini. Serta tak lupa ucapan terima kasih kepada keluarga besar H.

Abdullah dan keluarga besar H. Taebe atas doa dan dukungan kepada
penulis yang tak terhingga. Semoga Allah melimpahkan segala Rahmat

dan Hidayah-Nya atas mereka. Aamin.

Kepada yang terhormat Ibu DR. HJ Seniwati, M.Si selaku

pembimbing pertama dan Bapak Muammar Fawwaz, S.Farm., M.Si.,

Apt selaku pembimbing kedua atas keikhlasannya meluangkan waktu,

memberi petunjuk, saran dan tenaga dengan segala pemikirannya telah

membantu sejak perencanaan penelitian hingga selesainya penyusunan

skripsi ini.

Kepada yang terhormat Ibu A.Muflihunna, S.Si., M.Si., Apt dan

Ibu St.Maryam, S.Si., M.Sc., Apt selaku dosen penguji, atas keikhlasanya

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiranya untuk memberikan berbagai

nasihat dalam perbaikan skripsi ini.

Kepada Penasehat Akademik Ibu Asni Amin S.Si., M.Si., Apt.

Penulis haturkan banyak terima kasih atas segala perhatian, nasehat dan

dukungan yang telah diberikan selama ini baik selaku dosen, penasehat

akademik, maupun pribadi kepada penulis sejak penulis duduk dibangku

kuliah.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Rachmat Kosman, S.Si, M.Kes, Apt selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.


2. Ibu Nurlina, S.Si, M.Si, Apt selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

3. Ibu Rahmawati, S.Si, M.Kes., Aptselaku Wakil Dekan II Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

4. Bapak Herwin, S.Si, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

5. Bapak/ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia

yang dengan ikhlas membagikan ilmunya kepada penulis.

6. Seluruh staf pegawai Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

7. Seluruh asisten dan peneliti Laboratorium Kimia Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia atas perhatian dalam memberikan

bantuan dan pelayanan kepada penulis.

8. Untuk Sahabat-sahabat tersayang Aisyah Amirullah S.farm, Maulida

Puspayanti Z S.farm, Rifky Irfany Putri S.Farm, Sriwati thahir, Gibraani

Gabril, Maryam Muddin T S.Farm, Muh. Dzulfadly S.Farm, Wahyu Nur

Fajrin atas doa dan dukungannya selama ini kepada penulis.

9. Untuk seluruh teman-teman seperjuangan Slytherin 11’ atas doa,

dukungan, nasehat, dan kebersamaannya bersama penulis selama

ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk orang lain

Wassalamu Alaikum Wr. Wb

Makassar, Oktober 2015

Penulis

KHAERANA IDHA MUTHIA


ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman

PRAKATA v

ABSTRAK x

ABSTRACT xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR ISTILAH xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 5

C. Maksud dan Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman 7

B. Antioksidan 9

C. Ekstraksi 15

D. Metode DPPH 19

E. Spektrofotometer UV-Visibel 22
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 25

B. Sampel Penelitian 25

C. Metode kerja 25

D. Alat dan Bahan 25

E. Prosedur Kerja 26

F. Analisis Data 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 30

B. Pembahasan 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 36

B. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persen Rendamen ekstrak etanol daun lontar 30


(Borassus flabellifer L.)
2. Hasil pengukuran λ -maks DPPH 50 μM 30
3. Perhitungan % inhibisi radikal bebas ekstrak 30
etanol daun lontar (Borassus flabellifer L.)
4. Perhitungan % inhibisi radikal bebas sampel 31
28
pembanding kuersetin
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Skema kerja uji aktivitas antioksidan ekstrak 39


etanol daun lontar (Borassus flabellifer L.)
2. Skema pengukuran daya antioksidan ekstrak 40
daun lontar (Borassus flabellifer L.) dengan
pembanding kuersetin
3. Perhitungan persentase rendamen ekstrak 41
etanol daun lontar (Borassus flabellifer L.)
4. Perhitungan persen aktivitas antioksidan ekstrak
etanol daun lontar (Borassus flabellifer L.) dan 42
pembanding kuersetin
5. Perhitungan IC50 ekstrak etanol daun lontar 45
(Borassus flabellifer L.)

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
20
1. Struktur DPPH
2. Grafik hubungan antara konsentrasi kuarsetin 31
dengan % pengikatan DPPH
3. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak 32
etanol daun lontar (Borassus flabellifer L.) dengan
% pengikatan DPPH
4. Foto tumbuhan daun lontar (Borassus flabellifer L.) 46
5. Larutan sampel daun lontar (Borassus flabellifer L.) 46
6. Sampel ekstrak etanol daun lontar (Borassus 47
flabellifer L.) yang dicampurkan dengan larutan DPPH
48
7. Pengukuran DPPH 50 μM
8. Determinasi daun lontar (Borassus flabellifer L.) 49

DAFTAR ISTILAH
Lambang / Singkatan Arti dan Keterangan

CUPRAC Cupric Reducing Antioxidant Capacity

CO2 Karbondioksida

cm Centimeter

DPPH 1,1-Diphenyl-2-Picryl Hydrazil

FRAP Feric Reducing Ability Of Plasma

H2O Air

IC50 50% Inhibitory Concentration

mg Miligram

mL Mililiter

μg Mikrogram

nm Nanometer

ppm Part Permillion

UV-Vis Ultraviolet-Visibel

% Persentase

oC DerajatCelcius

λmax Panjang gelombang maksimal


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Artinya:

Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman;


zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berfikir".
(QS. An Nahl [16] : 11)

Indonesia terkenal dengan kekayaan alam yang memiliki berbagai

jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Obat tradisional telah

dikenal dan digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia.

Pemanfaatan obat tradisional umumnya lebih digunakan untuk menjaga

kesehatan, meskipun pemanfaatannya ditujukan sebagai pengobatan

suatu penyakit (Suharmiati, et al 2003). Untuk itu dilakukan berbagai

penelitian dan pengujian terhadap obat tradisonal tersebut, sehingga

penggunaan obat tradisional semakin rasional dan meningkat

popularitasnya.

Seiring dengan kemajuan zaman penggunaan senyawa antioksidan

semakin berkembang baik dalam industri pengobatan, maupun makanan.


Senyawa antioksidan memiliki peran yang sangat penting dalam

kesehatan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa

antioksidan dapat mengurangi risiko berbagai penyakit kronis seperti

kanker dan penyakit jantung koroner. Karakter utama senyawa

antioksidan adalah kemampuannya menangkap radikal bebas (Boer,

2000). Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki

elektron yang tidak berpasangan diorbital luarnya, sehingga memiliki sifat

reaktif dalam mencari pasangan elektron, dan kemampuannya yang

sangat cepat untuk dapat bereaksi dengan protein, lipid, ataupun DNA.

Reaksi antara radikal bebas dan molekul tersebut dapat menimbulkan

suatu penyakit. Reaktivitas radikal bebas ini dapat dicegah oleh senyawa

antioksidan (Sofia, 2006).

Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat

menghambat oksidasi molekul lain, dimana senyawa antioksidan ini akan

melepaskan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga

dapat menghentikan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas

tersebut (Pratiwi et al., 2006).

Radikal bebas sering dikaitkan dengan berbagai peristiwa fisiologis

seperti peradangan, penuaan, dan penyebab kanker (Bhaigyabati dkk.,

2011). Radikal bebas (free radical) adalah atom atau molekul yang

mempunyai elektron tidak berpasangan, terbentuk sebagai hasil antara

(intermediet) dalam suatu reaksi organik melalui proses homolisis dari

ikatan kovalen, karena reaktivitasnya senyawa radikal bebas akan segera


mungkin menyerang komponen seluler yang berada disekelilingnya, baik

berupa senyawa lipid, lipoprotein, protein, karbohidrat, RNA, maupun

DNA. Akibat lebih jauh dari reaktivitas radikal bebas adalah terjadinya

kerusakan struktur maupun fungsi sel (Winarsi, 2007).

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah daun

lontar (Borassus flabellifer ). Lontar atau siwalan (Borassus flabellifer)

adalah jenis palma yang serba guna. Hampir semua bagian tumbuhan ini

bermanfaat bagi umat manusia dan diduga daun lontar mengandung

senyawa flavonoid (Meylitasari, 2014). Flavonoid merupakan golongan

terbesar senyawa fenol alam dan merupakan senyawa polar karena

mempunyai sejumlah gugus hidroksil, sehingga akan larut dalam pelarut

polar seperti etanol (Markham, 2006). Flavonoid merupakan senyawa aktif

yang digunakan sebagai antioksidan, antibakteri, dan antiinflamasi karena

mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab penyakit (Cristobal and

Donald, 2000). Flavonoid juga dikenal sebagai golongan senyawa

polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas,

penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan bekerja sebagai anti

inflamasi dan sebagai antioksidan (Pourmourad, 2006).

Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan

mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa,

selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis (Prakash et al., 2001).
Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis sederhana, dapat

dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-

VIS (Karadag, et al.,2009).

Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu dilakukan pengujian

aktivitas antioksidan pada ekstrak daun lontar (Borassus flabellifer)

dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak etanol daun lontar (Borassus flabellifer ) memiliki

aktivitas antioksidan ?

2. Berapa konsentrasi penghambatan (IC50) ekstrak etanol daun

lontar sebagai antioksidan ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas

antioksidan pada ekstrak etanol daun lontar (Borassus flabellifer)

dengan metode DPPH dan menentukan konsentrasi

penghambatnya (IC50).

2. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan

pengujian aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol daun lontar

(Borassus flabellifer) dengan metode DPPH yang diukur pada

spektrofotometri UV-VIS.
3. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menetapkan

konsentrasi penghambatan (IC50) pada ekstrak etanol daun lontar

(Borassus flabellifer ) sebagai antioksidan.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Menambah data ilmiah tentang aktivitas antioksidan ekstrak

etanol daun lontar (Borassus flabellifer )

b. Dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Memberi informasi kepada masyarakat tentang manfaat daun

lontar (Borassus flabellifer ) sebagai antioksidan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman Daun lontar (Borassus flabellifer) adalah

sebagai berikut (Taksonomi, 2006):

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae (Palmae)

Genus : Borasuss

Spesies : Borassus flabellifer Linn

2. Nama Daerah

Ental, Lontar. Tal (jawa), pohon siwalan (Banjar), pohon tuwak

(Timor), Lonta (Minangkabau), Ental, rontal (Bali), Tala (Makassar).

3. Morfologi Tanaman

Lontar adalah jenis palem berbatang lurus, kokoh dan kuat.

Tinggi tanamannya mencapai 15-30. Bagian ujung dan pangkal batang

membesar. Permukaan batangnya halus dan berwarna kehitam-

hitaman. Daunnya tunggal, bercanggap menjadi sampai berlekuk

menjari dan membentuk beberapa taju daun. Lebar setiap taju daunnya
antara 5-7cm. Tangkai daunnya berpelepah dan panjangnya mencapai

1 m. bentuk daun secara keseluruhan membulat seperti kipas dengan

berdiameter kira-kira 1,5 m. daun yang sudah tua tidak segera gugur

sehingga membentuk tajuk yang membulat. Warna daunnya hijau dan

teksturnya agak kaku. Lontar termasuk tanaman berumah dua. Bunga

jantan dan betinanya terpisah pada pohon yang berbeda. Buah lontar

berbentuk bulat dan ukurannya lebih kecil daripada kelapa genjah.

Diameter buahnya berukuran berkisar antara 7-20 cm. buah lontar

mempunyai 3 bakal biji. Kulit buahnya berserabut dan mempunyai

tempurung (Gembong, 2009).

4. Kandungan Kimia

Setiap liter mengandung protein dan asam amino 360 mg N.

sukrosa 13-18% P, 110 mg, K 1900 mg, Ca 60 mg, Mg 30 mg, vitamin

B 3,9 TU vitamin C 132 mg dan abu 4-5 g. Buah segar beratnya sekitar

2790 g (100%) terdiri atas kelopak bunga 175 g (6,3%), sabut 120 g

(4,3%), tempurung 66 g (2,4%), daging buah 1425 g (51,0%)

(Gembong, 2009).

B. Antioksidan

1. Pengertian Antioksidan

Tubuh manusia terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu

senyawa yang dapat menangkal radikal bebas, seperti : enzim SOD

(Superoksida dismutase), glutation, dan katalase. Antioksidan juga

bisa diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung


vitamin C, vitamin E dan β-karoten serta senyawa fenolik. Bahan

pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-

rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Prakash,

2001).

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang memiliki kemampuan

untuk menangkal, menghambat atau mencegah terjadinya dampak

negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara

mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan

sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Senyawa

ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktifasi

berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya

radikal bebas (Winarsi, 2007).

2. Fungsi Antioksidan

Antioksidan memiliki peranan yang penting untuk menetralisasi

radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan

mendapatkan pasangan elektron dan menjadi stabil, dengan adanya

antioksidan dapat melindungi tubuh dari berbagai macam penyakit

degeneratif dan kanker. Antioksidan juga dapat membantu menekan

proses penuaan dini (Tapan, 2005).

Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan yang dapat

menekan reaktivitas radikal bebas yang secara kontinyu dibentuk

sendiri oleh tubuh. Apabila jumlah senyawa oksigen reaktif ini melebihi

jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang


komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga akan mengakibatkan

kerusakan-kerusakan yang biasa disebut dengan stress oksidatif.

Namun demikian, reaktifitas radikal bebas dapat dicegah melalui 3

cara yaitu sebgai berikut (Winarsi, 2007) :

1. Mencegah pembentukan radikal bebas baru.

2. Menginaktivasi dan memotong pemutusan rantai.

3. Memperbaiki (repair) kerusakan radikal.

Antioksidan memiliki fungsi utama yang dapat digunakan

sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari

lemak dan minyak, meminimalkan terjadinya proses kerusakan pada

produk makanan, dan mencegah hilangnya kualitas sensoris nutrisi.

Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang sangat berperan

penting pada kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan

makanan (Hernani et al., 2005).

3. Sumber – sumber Antioksidan

Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan

sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik.

Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi dari bahan-

bahan alami, sedangkan antioksidan sintetik merupakan antioksidan

yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Antioksidan alami

tersebar di beberapa bagian tanaman yaitu kayu, kulit kayu, akar,

daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari. Senyawa - senyawa yang

pada umumnya terkandung dalam antioksidan alami adalah fenol,


polifenol, flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, flavonon),

alkaloid dan tokoferol (Winarno, 2008).

Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam bahan pangan yang

dapat mencegah terjadinya ketengikan. Antioksidan sintetik yang

banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya

dapat beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi

beberapa persyaratan, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak

menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi

rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh dan ekonomis. Beberapa

contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima

antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh

dunia, yaitu Butylated hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene

(BHT), Propylgallate (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan

tokoferol (Winarno, 2008).

4. Mekanisme Kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan pada umumnya dapat dipahami

setelah mekanisme proses oksidasi lemak dalam bahan makanan atau

pada sistem biologis dipahami dengan baik. Oksidasi lemak terdiri dari

3 tahapan utama, diantaranya yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu

suatu senyawa turunan lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat

reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya,

yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen


membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan

menyerang asam lemak baru. Pada tahap terminasi terjadi reaksi

antara radikal bebas membentuk kompleks non radikal (Winarsi, 2007).

Adapun mekanisme reaksi umum oksidasi asam lemak dapat

dilihat dibawah ini :

Inisiasi : RH R* + H*
Propagasi : R*+O2 ROO*
ROO*+RH ROOH+R*
Terminasi : ROO*+ROO* ROOR+O2
ROO*+R* ROOR
(Sumber: Siagian, 2002).
R*+R* RR

Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang

disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya

penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada

makanan (Winarsi, 2007). Antioksidan sangat bermanfaat bagi

kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk

pangan. Berbagai kerusakan yaitu ketengikan, perubahan gizi,

perubahan pada warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada

produk pangan karena oksidasi. Proses oksidasi tersebut dapat

dihambat oleh antioksidan (Hernani et al., 2005). Mekanisme

antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi

berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat

disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi, yaitu (Ketaren, 2008) :


1. Pelepasan hidrogen dari antioksidan

2. Pelepasan elektron dari antioksidan

3. Addisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan,dan

4. Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik

dari antioksidan.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan

menjadi tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.

Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus atau enzimatis.

Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal,

kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi

senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer meliputi enzim

superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase.

Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan

radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi),

kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil (Winarsi,

2007).

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau

non enzimatis. Antioksidan ini juga disebut sistem pertahanan

preventif dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif yang dihambat

dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Kerja

dari antioksidan sekunder yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi

berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya.


Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, β-karoten,

flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin (Winarsi, 2007).

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair

dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam

perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas.

Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dapat dicirikan

oleh rusaknya single dan double stand, baik gugus basa maupun non-

basa (Winarsi, 2007).

Beberapa senyawa yang berefek sebagai antioksidan yaitu β-

karoten adalah sumber utama vitamin A yang sebagian besar terdapat

pada tumbuhan. Senyawa lain yang memiliki sebagai antioksidan

adalah flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang

terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir dan kecap

(Sofia, 2006).

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut

darikomponen yang tidak larut dari suatu campuran dengan pelarut yang

sesuai Proses ekstraksi dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu dan jenis

pelarut yang digunakan. Semakin lama waktu yang digunakan dan

semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin sempurna proses ekstraksi.

Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang akan

diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi (Harborne, 1987).


Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat

menentukan kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan

pada proses ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran

dalam sampel (Gamse, 2002). Sifat penting yang harus diperhatikan

dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari

gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH, dan lain sebagainya). Hal

ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas,

kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan,

dan harga (Harborne, 1987).

Cara-cara ekstraksi (Depkes, 1986)

a. Ekstraksi secara Soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara

berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih Uap

penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi

oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif

dalam simplisia, selanjutnya bila campuran penyari mencapai sifon,

maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses

sirkulasi, demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam

simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat

pada tabung sifon.

b. Ekstraksi secara Perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5


bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-

kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam

perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan

selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml

permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan

kedalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat

terlindung dari cahaya.

c. Ekstraksi secara Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok kedalam bejana, kemudian dituangi

dengan cairan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari,

terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-sekali setiap hari lalu

diserkai, diperas dan dicuci ampasnya dengan cairan penyari.

Penyarian diakhiri setelah hasil kromatografi lapis tipis tidak

memperlihatkan adanya noda, lalu dipindahkan kedalam bejana

tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari

lalu endapan dipisahkan.

d. Ekstraksi secara Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan

cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat

pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari

akan menguap, uap tersebuat akan diembunkan dengan pendingin


tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut,

demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap

kali diekstraksi selama 4 jam.

e. Ekstraksi secara Penyulingan

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk penyari untuk serbuk

simplisia yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik

didih yang tinggi pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan

biasanya terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut,

maka penyarian dilakukan dengan penyulingan.

Maserasi merupakan proses perendaman sampel pelarut organik

yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat

menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan

perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel

sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut

dalam pelarut organik dan ekstrak senyawa akan sempurna karena dapat

diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses

maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan

kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Prinsip dari ekstraksi

maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam cairan penyari yang sesuai selama sehari atau

beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Keuntungan

dari metode ini adalah peralatannya yang sederhana, sedang kerugiannya


antara lain, waktu yang diperlukan untuk mengekstrak sampel cukup

lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan

untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks,

dan lilin (Depkes, 1986).

D. Metode DPPH

Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji

dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada

panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Sifat stabil

tersebut dikarenakan radikal bebas ini memiliki satu elektron yang

didelokalisir dari molekul utuhnya, sehingga molekul tersebut tidak reaktif

sebagaimana radikal bebas lain. Delokasilisasi ini akan memberikan

warna gelap dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517

nm dalam larutan metanol ataupun etanol atau DPPH menghasilkan

radikal bebas aktif bila dilarutkan dalam alkohol dan stabil dengan

absorpsi maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan dapat

direduksi oleh senyawa antioksidan (Molyneux, 2004; Vattem dan Shetty,

2006). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan

mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa,

selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis (Prakash, 2001).

Senyawa yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan

pada suatu bahan yaitu radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH).

Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling popular saat

ini digunakan untuk memperkirakan efektivitas kinerja dari substansi yang


berperan sebagai antioksidan (Molyneux 2004). Metode pengujian ini

berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam

menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Radikal bebas DPPH merupakan

radikal sintetik yang stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut polar

yaitu metanol dan etanol (Molyneux, 2004).

DPPH merupakan radikal bebas yang memiliki sifat stabil dan

memiliki aktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu

molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal

bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna

ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi pada

pelarut etanol dengan panjang gelombang 515-520 nm (Molyneux, 2004).

Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom hidrogen dari komponen

aktif ekstrak yang dicampurkan kemudian bereaksi menjadi bentuk

tereduksinya yaitu yang terlihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Struktur DPPH: (a) DPPH bentuk radikal,(b) DPPH bentuk tereduksi
(Sumber : Molyneux, 2004).
Berdasarkan reaksi tersebut, senyawa antioksidan (AH) melepas

atom hidrogen menjadi radikal senyawa antioksidan (A*). DPPH

merupakan radikal bebas yang direaksikan dengan senyawa antioksidan

dan menjadi DPPH bentuk tereduksi (DPPH2). Mekanisme penangkapan

radikal DPPH, yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang

menyebabkan peredaman warna radikal pikrilhidrazil yang berwarna ungu

menjadi pikrilhidrazil berwarna kuning yang non radikal (Molyneux, 2004).

Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis sederhana, dapat

dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-

VIS. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah radikal DPPH hanya

dapat dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak

pada media aqueous sehingga membatasi kemampuan dalam penentuan

peran antioksidan hidrolifik. Penentuan aktivitas antioksidan berdasarkan

perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena absorbansi

radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh

cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Telah diketahui bahwa terjadi

pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar air pelarut melebihi batas

tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Karadag, et al.,2009).

Penelitian ini menggunakan senyawa antioksidan senyawa kuersetin

yang digunakan sebagai kontrol positif karena diharapkan dapat

memberikan aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan antioksidan

alami. Larutan DPPH yang berisi ekstrak sampel diukur serapan

cahayanya dan dihitung aktivitas antioksidannya dengan persen inhibisi,


yaitu banyaknya aktivitas senyawa antioksidan yang dapat menangkap

radikal bebas DPPH. Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui

besarnya aktivitas antioksidan pada suatu ekstrak bahan adalah dengan

menentukan nilai inhibitor concentration 50% (IC50) bahan antioksidan

tersebut. IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak

yang mampu menghambat aktivitas radikal sebesar 50%. Semakin kecil

nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004).

Pengukuran aktivitas antioksidan dengan senyawa DPPH

menggunakan prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH dalam etanol

berwarna ungu tua terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak

sekitar 517 nm. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas

antioksidan apabila senyawa tersebut mampu memberikan atom

hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi,

yang ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning

pucat) (Molyneux, 2004).

Aktivitas antioksidan dapat diukur berdasarkan peredaman warna

ungu. Dan ketika larutan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) dicampur

dengan bahan antioksidan maka akan terjadi reaksi penerimaan hidrogen

yang berasal dari antioksidan DDPH kemudian yang akan diubah menjadi

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl yang ditandai dengan adanya perubahan

warna dari ungu gelap ke kuning. Molekul DPPH menggantikan radikal

bebas pada sistem oksidasi ini sehingga aktivitasnya akan dikurangi oleh
bahan antioksidan yaitu nilai IC 50 (50 inhibitor concentration) yang

diperoleh dari persamaan regresi (Molyneux, 2004).

Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat

kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk nilai IC 50 antara 0,05-

0,10 mg/ml, sedang jika nilai IC50 0,10-0,15 mg/ml dan lemah jika nilai IC50

0,15-0,20 mg/ml (Molyneux, 2004).

E. Kuarsetin

Kuarsetin (Chemical Book, 2008)

Nama resmi : 3,3’,4’,5,7-Pentahydroxyflavone

Nama lain : Kuersetin

RM / BM : C15H10O7 / 302,236

Rumus struktur :

Pemerian : Warna kuning dan berbentuk serbuk

Kelarutan : Larut dalam heksan, petroleum eter dan kloroform;

larut dalam eter, etil asetat, etanol, dan sedikit larut

dalam air.

Tititk lebur : 316ºC

Kegunaan : Sebagai pembanding (Antioksidan alami)


Kuersetin adalah antioksidan alami, yang memproduksi kerja

antioksidannya dengan menghambat lipid peroksida melalaui blockade

enzim xanthin oksidase, pengkhelat besi, dan secara langsung meredam

hidroksil, peroksil dan superoksida radikal.Flavonol, termasuk kuarsetin,

juga melindungi mekanisme pertahanan oksidatif dengan meningkatkan

absorbsi dari vitamin C. Kuarsetin menghalangi kerusakan struktur protein

dan pelepasan juga hasil dari produk oksidatif yang dihasilkan dari

pernapasan kuat pada fagosit. Kuarsetin merupakan aglikon, yang berarti

bahwa kuarsetin tidak memiliki rantai glikosida. Dalam perbedaannya,

senyawa kuarsetin terjadi secara alami terutama glikosida, hanya dengan

jumlah yang sangat kecil terjadi seperti aglikon. Sewaktu diabsorbsi dari

usus, kebanyakan seyawa kuarsetin dimetabolisme menjadi kuarsetin

glukuronida, bentuk metabolic utama yang dideteksi di plasma

(Appleton,2010).

F. Spektrofotometer UV-Visible

Berkeanekaragaman bentuk alat spektroskopi yang digunakan untuk

pengidentifikasi produk bahan alam yang telah dimurnikan (purifikasi),

salah satu contoh alat spektroskopi yaitu spektrofotometri UV-Vis

(ultraviolet-visibel) (Cannel, 1998).

Spektrofotometri UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopik dengan

menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380

nm) dan sinar tampak, visible (380-780 nm) dengan menggunakan

instrument spektrofotometer, spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi


elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisi, sehingga

penggunaannya lebih banyak untuk analisis kuantitatif (Gandjar, et

al.,2007).

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis

spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet

dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai

instrumen spektrofotometer (Mulja, 1995).

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dengan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari

spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat

pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi, jadi

spektrometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi

tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari

panjang gelombang, sedangkan pada spektrofotometer, panjang

gelombang yang benar-benar diseleksi dapat diperoleh dengan bantuan

alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari

sumber spektrum tampak yang kontinyu, minokromator, sel pengabsorbsi

untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur

perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding

(Khopkar, 2008).

Spektrofotometri UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi

menggunakan sumber REM ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar

tampak, visible (380-780 nm) dengan memakai instrumen


spektrofotometer, spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik

yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga penggunaannya

lebih banyak untuk analisis kuantitatif (Sudjadi, 2007).

Cara kerja dari spektrofotometer adalah sebagai berikut :

tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama

sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua, kemudian pilih

fotosel yang cocok pada daerah ‫ ג‬yang diperlukan dapat terliputi, dengan

ruang foto sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan

memutar tombol sensitivitas, kemudian menggunakan tombol

transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100 %. Lewatkan berkas

cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi

menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2008).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan

spektrofotometri UV-VIS terutama untuk senyawa yang semula tidak

berwarna yang akan dianalisi dengan spektrofotometri visible karena

senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang

berwarna (Gandjar et al.,2012) :

a. Pembentukan Molekul yang Dapat Menyerap Sinar UV-VIS

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak

menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan

merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi

tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa

persyaratan yaitu : (a) reaksinya sensitif dan selektif; (b) reaksinya


cepat, kuantitatif dan reprodusible; (c) hasil reaksi stabil dalam jangka

waktu yang lama. Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH,

pemakaian masking agent, atau penggunaan teknik ekstraksi.

b. Waktu Operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengatahui waktu

pengukuran yang stabil. Waktu operational ditentukan dengan

mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi

larutan.

c. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum

Ada beberapa alas an mengapa harus menggunakan panjang

gelombang maksimum, yaitu : (1) pada panjang gelombang maksimal

kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang

maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan

konsentrasi adalah yang paling besar; (2) disekitar panjang

gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi

tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi; (3) jika dilakukan

pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika

diguanakan panjang gelombang maksimal. Ada beberapa variabel

yang dapat mempengaruhi absorbansi yaitu : jenis pelarut, pH laritan,

suhu, konsentrasi yang tinggi dan adanya zat-zat pengganggu.

d. Pembuatan Kurva Baku


Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan

berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan

berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan

hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). bila hokum

Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus.

Kemiringan atau slope adalah a (absorptivitas) atau ( absorptivitas

molar). Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpanan

dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh : kekuatan ion yang

tinggi, perubahan suhu dan reaksi ikutan yang terjadi.

Hukum Lamber-beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap

ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku

untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan

berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua

pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga

diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan

ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan (Willard dan setlle,

1989).
A = a.b.c g/liter atau –Log lt/Io = b.c Dimana :

Io = Intensitas sumber sinar

It = Intensitas sinar yang diteruskan

= Absortivitas molar

b = Panjang medium

c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

A = Absorbans

Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-VIS

Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang

bersifat polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator

pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator

kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya

monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu

kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat

dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap

(diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini

kemudian diterima oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung

cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.

Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung

dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel


secara kuantitatif dengan membandingkan absorbansi sampel dan kurva

standar BSA (Bovine Serum Albumine). (Lowry, 1951).

Syarat sampel yang dapat diukur oleh spektrofotometri UV-VIS

yaitu :

 Harus berbentuk larutan

 Senyawa harus memiliki gugus kromofon, gugus pembawa warna

 Memiliki ikatan rangkap terkonjugasi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia bulan September 2015.

B. Populasi dan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lontar

(Borasuss flabellifer) dari Pangkajene Kabupaten Pangkep, Sulawesi

Selatan.

C. Metode Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan metode ekperimental

laboratorium, dengan menerapkan metode DPPH yang dianalisis

menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS.

D. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan digunakan yaitu batang pengaduk,

blender, botol semprot, cawan porselin, gelas arloji, gelas kimia, gelas

ukur, pipet tetes, pipet volume, rak tabung, sendok tanduk,

seperangkat alat maserasi, seperangkat alat rotavapor,

spektrofotometer UV-Visible, statif, tabung reaksi, timbangan analitik,

dan vortex.

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah aquadest,

aluminium foil, daun lontar (Borasuss flabellifer), DPPH, etanol 96%,

kertas saring, dan kuarsetin.

E. Prosedur Kerja

1. Penyiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian

yang akan dilaksanakan.

2. Determinasi Sampel
Daun lontar yang telah diambil terlebih dahulu dideterminasi untuk

memastikan kebenaran bahwa tanaman ini adalah daun lontar

(Borasuss flabellifer) yang dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-

Fitokimia Universitas Muslim Indonesia.

3. Penyiapan Sampel

Sampel daun lontar diambil dari Pangkajene Kabupaten Pangkep.

4. Pengolahan Sampel

Sampel Daun Lontar (Borasuss flabellifer), dibersihkan dari

kotoran yang melekat pada daun menggunakan air mengalir,

kemudian ditimbang berat basah sampel, setelah itu daun yang telah

dibersihkan kemudian digunting-gunting atau dirajang-rajang dan

diangin-anginkan selama beberapa hari (tidak boleh terkena sinar

matahari langsung), setelah sampel kering sampel ditimbang dan

dicatat berat keringnya kemudian diserbukkan dengan menggunakan

blender setelah itu ditimbang kembali berat serbuk.

5. Ekstraksi Sampel

Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini dengan metode

maserasi serbuk daun lontar sebanyak 200 gram di maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol 96 % selama 3 x 24 jam. Selama proses

ekstraksi berlangsung dilakukan pengadukan 1 kali sehari.

Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring

dan ditempatkan pada wadah, dan residunya direndam lagi dengan

cairan penyari yang sama, hal ini dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil
penyarian yang diperoleh kemudian diuapkan pada tekanan rendah

dengan menggunakan alat rotavapor (Rotary Vacum Evaporator) yang

bertujuan untuk memperoleh ekstrak kental etanol.

6. Analisis Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Putri

pratiwi,2010)

a. Prinsip Metode DPPH

DPPH sebagai radikal bebas dalam larutan etanol digunakan

untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji, yaitu

kemampuan sampel uji dalam peredaman proses oksidasi DPPH

(peredaman warna ungu DPPH) dengan IC 50 (konsentrasi sampel uji

yang mampu merendam radikal bebas sebesar 50%) sebagai

parameternya.

b. Pembuatan larutan DPPH

Larutan DPPH dibuat dengan cara menimbang DPPH

sebanyak 1,97 mg kemudian dilarutkan dengan 100 ml etanol 96%

(p.a) dalam labu tentukur dan diperoleh larutan DPPH dengan

konsentrasi 50 μM .

c. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

Dipipet sebanyak 3,8 mL larutan DPPH 50 µM dan

ditambahkan 0,2 mL etanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit

ditempat gelap serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-

Vis pada panjang gelombang 500 - 520 nm.


d. Penentuan Aktivitas Antioksidan Sampel

Ditimbang ekstrak etanol daun lontar sebanyak 10 mg,

kemudian dilarutkan dengan 10 mL etanol dalam labu ukur 10 mL,

maka didapatkan konsentrasi 1000 ppm. Dilakukan pengenceran

dengan menambahkan etanol, selanjutnya konsentrasi dipipet (0,75;

1; 1,25; 1,5; 1,75) mL sehingga diperoleh sampel dengan

konsentrasi (150; 200; 250; 300 dan 350) ppm. Pengujian dilakukan

dengan memipet 0,2 mL larutan sampel dari berbagai konsentrasi.

Kemudian masing – masing ditambahkan 3,8 mL larutan DPPH 50

µM. campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit pada

ruangan gelap. Serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 516 nm.

e. Pengukuran Daya Antioksidan Sampel Pembanding Kuarsetin

Dibuat larutan stok 100 ppm dengan menimbang kuarsetin

setara 10 mg kemudian dilarutkan dengan etanol 96% sambil diaduk

dan dihomogenkan, volume akhir dicukupkan hingga 100 mL,

kemudian dilakukan pengenceran dalam beberapa konsentrasi.

Untuk membuat konsentrasi 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm,

dan 12 ppm, masing-masing larutan stok dipipet 0,2 mL, 0,3 mL, 0,4

mL, 0,5 mL, dan 0,6 mL, lalu dicukupkan dengan etanol 96% sampai

volume akhir 5 mL.


Pengujian dilakukan dengan memipet 0,2 mL larutan

kuarsetin dari berbagai konsentrasi, kemudian masing-masing

ditambahkan 3,8 mL DPPH 50 μM . Campuran kemudian

dihomogenkan dengan cara divortex dan diinkubasi pada suhu 37 oC

selama 30 menit kemudian serapannya diukur pada spektrofotometer

UV-VIS pada panjang gelombang 516 nm.

f. Analisis Data

Besarnya presentase pengikat radikal bebas dihitung dengan rumus :

(|blanko|−|sampel|)
% pengikatan radikal bebas = x 100%
|blanko|

Keterangan

Abs.Blanko : Serapan radikal DPPH 50 μM pada panjang

gelombang 516 nm.

Abs.Sampel : Serapan sampel dalam radikal DPPH 50 μM pada

panjang gelombang 516 nm.


Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi

linear, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai

sumbu y.

Dari persamaan : y = a + bx dapat dihitung nilai IC 50 dengan

menggunakan rumus :

(50−a)
IC50 =
b

Keterangan : y = 50 (Penghambat 50% oksidasi)

x = IC50 (bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak

yang mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%)

a = slope

b = intercept

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Tabel 1. Persen Rendamen ekstrak etanol daun lontar (Borassus


flabellifer )

Jumlah
Sampel Berat Awal Hasil pelarut Rendamen
(g) Ekstrak (g) etanol (L) ekstrak (%)
Daun lontar 200 17,765 3 8,882

Tabel 2. Hasil running λ -maks DPPH 50 μM

Sampel λ -maks Absorban

DPPH 50 μM 516 0.560

Tabel 3. Perhitungan % inhibisi radikal bebas ekstrak etanol daun


lontar (Borassus flabellifer )

Konsentrasi
Sampel Absorbansi % Inhibisi IC50 (µg/mL)
(ppm)
150 0,387 30,89
Ekstrak
200 0,356 36,42
Etanol 363.505
250 0,325 41,96
Daun
300 0,312 44,28
Lontar
350 0,290 48,21

60
50
SAMPEL
f(x) = 0.085 x + 19.102
40 R² = 0.977656231766204
30 Series2
Linear
20 (Series2)
10
0
100 150 200 250 300 350 400

Gambar 1. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol daun lontar


(Borasuss flabellifer) dengan % inhibisi DPPH
Tabel 4. Perhitungan % inhibisi radikal bebas sampel pembanding
kuarsetin

Konsentrasi
Sampel Absorbansi % Inhibisi IC50 (µg/mL)
(ppm)

4 0,468 16,42
6 0,465 16,96
Kuarsetin 8 0,455 18,75 59,70
10 0,451 19,46
12 0,441 21,25

Kuarsetin
25
20 f(x) = 0.608 x + 13.704
R² = 0.971427219954959
15
% inhibisi

% Inhibisi
10 Linear (% Inhibisi)

5
0
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Konsentrasi (ppm)

Gambar 2. Grafik hubungan antara konsentrasi kuarsetin dengan %


inhibisi DPPH

B. Pembahasan

Borassus flabellifer L. adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia

Selatan dan Asia Tenggara. Borassus flabellifer adalah jenis palma yang

serba guna, hampir semua bagian tumbuhan ini bermanfaat bagi umat

manusia dan daun lontar ini mengandung flavonoid (Nilam meylitasari).

Dimana flavonoid merupakan senyawa aktif yang digunakan sebagai


antioksidan, antibakteri, dan antiinflamasi karena mampu menghambat

aktivitas bakteri penyebab penyakit (Crictobal and Donald 2000).

Flavonoid juga dikenal sebagai golongan senyawa polifenol yang

diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat

enzim hidrolisis dan oksidatif. (Pourmourad, 2006).

Daun lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan sebagai sampel

yang diperoleh dari daerah Pangkajene Kepulauan Selawesi Selatan yang

kemudian dilakukan determinasi di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Determinasi sampel

bertujuan untuk memastikan kebenaran sampel yang digunakan yaitu

lontar (Borassus flabellifer).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

maserasi, karena lebih sederhana, mudah dan tanpa pemanasan.

Maserasi sampel menggunakan etanol 96%. Proses maserasi dilakukan

secara berulang sampai pelarut menunjukkan warna hijau. Hasil maserasi

kemudian diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental. Hasil ekstraksi

diperoleh ekstrak etanol sebesar 17,765 gram dari berat serbuk kering

sebanyak 200 gram. Hasil dari rendemen dari ekstrak etanol sebesar

8,882%. Penentuan rendemen berfungsi untuk mengetahui kadar

metabolit sekunder yang terbawa oleh pelarut tersebut namun tidak dapat

menentukan jenis senyawa yang terbawa tersebut (Ukieyanna, 2012).

Pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH.

Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat, dan peka serta
hanya memerlukan sedikit sampel. Pengerjaan penelitian ini merujuk pada

prosedur (Brand-Wiliams et al., 1995) dengan beberapa modifikasi.

Dimana pengukuran absorbansi sampel pada spektro UV-Vis dengan

panjang gelombang 516 nm dengan volume sampel yang digunakan 0,2

mL dan DPPH sebanyak 3,8 mL. Konsentrasi sampel yang digunakan

adalah 150, 200, 250, 300, dan 350 ppm sedangkan konsentrasi

pembanding adalah 4, 6, 8, 10, 12 ppm. Dimana pembanding yang

digunakan sebagai kontrol positif adalah kuarsetin.

Setelah pengukuran, dilakukan perhitungan persen inhibisi dan IC 50

antiradikal bebas dari ekstrak etanol daun lontar. Persen inhibisi adalah

kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang

berhubungan dengan konsentrasi suatu sampel sedangkan nilai IC50

merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk

menginterpretasikan hasil dari pengujian DPPH atau bilangan yang

menunjukkan konsentrasi ekstrak (mikrogram/mililiter) yang mampu

menghambat 50% oksidasi, semakin rendah nilai IC50 dari suatu sampel

maka semakin besar kemampuannya sebagai antioksidan.

Pada pengujian aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol daun

lontar (Borasuss flabellifer) dengan metode DPPH adalah lemah dan

terbukti pada saat sampel dicampurkan dengan larutan DPPH perubahan

warna tidak terjadi yaitu tetap warna ungu pada semua seri konsetrasi.

Terjadinya aktivitas antioksidan apabila warna ungu pada DPPH semakin


redup atau berwarna kuning. Dilakukan uji kuantitatif untuk mengetahui

jumlah IC50 pada sampel daun lontar (Borasuss flabellifer).

Menurut Ariyanto(2006), suatu senyawa dinyatakan sebagai

antiradikal bebas sangat kuat apabila nilai IC 50 < 50 µg/mL, kuat apabila

nilai IC50 antara 50-100 µg/mL, sedang apabila nilai IC 50 berkisar antara

101-150 µg/mL, lemah apabila nilai IC 50 berkisar >150 µg/mL. Ekstrak

etanol daun lontar memiliki aktivitas antioksidan yang lemah yaitu

363,505 µg/mL.

Adapun hambatan dalam penelitian ini adalah terbatas alat yang

dipakai selama penelitian dilakukan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukandapat disimpulkan bahwa :

a. Daun Lontar (Borasuss flabellifer) asal Pangkajene Kabupaten

Pangkep, Sulawesi Selatan. memiliki aktivitas antioksidan dengan

daya yang rendah.

b. Ekstrak etanol Daun Lontar (Borasuss flabellifer.) memiliki nilai IC50

yaitu 363,505 µg/mL (>150 μg /mL).

B. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas

antioksidan dari ekstrak etanol Daun lontar (Borasuss flabellifer)

menggunakan metode pengukuran aktivitas antioksidan yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Boer,Y.,(2000). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis


(Garcinia parvifolia Miq), Jurnal Matematika dan IPA 1, (1) hal 26-
33.

Cannel,J.P.R., 1998, Natural Products Isolation, Human Press Totowa


New Jersey.

Cristobal,M dan Donald, R 2000. Aktivitas Antioksidan Flavanoid. Oregon


state University.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan


Galenik, Jakarta, Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM., 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar I.G dan Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

Gamse, G. 2002. Plants : Diet and Health. I Owa State Press, Blackwell
Publishing Company. USA : 2121 State Avenue.

Harborne,J.R.,(1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Mengekstraksi Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata Edisi kedua
ITB : Bandung

Hernani, R. M.,(2005). Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar


Swadya. Jakarta.

Karadag, A. Ozcelik, B., Saner, S. 2009. Review of Methods to Determine


Antioxidant Capacities. Food Analytical Methods, vol. 2, 41-60.

Ketaren. S., (2008). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI


Press: Jakarta.

Khopkar, S.M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta : UI-Press

Lowry, O. H.,N. J., Rosebrough, A. L., Farr, R. J. Randall. 1951. Protein


measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193-265

Markham,K.R. dan Anderson,M.2006.Flavanoid : Chemistry, Biochemistry


and Application. CRC press: New York.

1
Molyneux, P., 2004, The Use Of The Stable Free Radical Diphenyl
Picrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity., J, Sci.
Technol., 26 (2), 211-219.

Mulja, M, Suharman., 1995, Analisis Instrumental, Surabaya: Airlangga


University Press.

Prakash, A., Rigelhof, F., Miller, E., 2001, Antioxidant Activity . Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress, vol 10, No.2

Pratiwi, D.P., Harapini, M., 2006, Nilai Peroksida dan Aktivitas Antiradikal
Bebas Diphenyl Picrylhydrazyl (DPPH) Estrak Metanol (Knema
laurina). Majalah Farmasi Indonesia, 17(1):32-36.

Sofia, D., 2006, Antioksidan dan Radikal bebas. Diaksess 28 November


2006.situs Web Kimia Indonesia (online), (http:
www.chemistry.org).

Sudirman, S., 2011, Aktivitas Antioksidan Dan Komponen Bioaktif


Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk). (Skripsi). Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

Sudjadi. 2007, Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Tapan, E., 2005, Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer, PT


Gramedia, Jakarta

Willard, H. H.,Merrit, L; L., and Settle Jr, F.A., 1989, Instrumental


Methods of Analysis,Wadsworth Publishing Company,Clifornia.

Winarno. F.G., 2008, Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.

Winarsih, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius :


Yogyakarta
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja pembuatan sampel


Daun Lontar (Borasuss flabellifer.)

Di Maserasi dengan etanol

Residu Ekstrak Cair

Diuapkan

Ekstrak etanol Daun Lontar


Lampiran 2. Skema kerja uji aktivitas antioksidan ekstrak daun lontar (Borasuss

flabellifer) dengan metode DPPH

Ekstrak etanol daun lontar (Borassus


flabellifer)

 Ditimbang ekstrak etanol daun


lontar 10 mg dan dilarutkan
dengan etanol 10 mL dalam labu
ukur
konsentrasi 1000
ppm

 Dibuat pengenceran dan


 Dibuat beberapa konsentrasi

150 ppm 200 ppm 250 ppm 300 ppm 350 ppm

 Dipipet 0,2 mL + DPPH 3,8 mL


 Dihomogenkan dan Didiamkan
selama 30 menit dalam ruangan
gelap
 Serapan diukur dengan
spektrofotometer UV-VIS

Hasil pengukuran

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan

Pembahasan
Lampiran 3. Skema pengukuran daya antioksidan pembanding kuarsetin.

kuarsetin

Dibuat beberapa konsentrasi

4 ppm 6 ppm 8 ppm 10 ppm 12 ppm

 Dipipet 0,2 mL + DPPH 3,8 mL


 Dihomogenkan dan Didiamkan
selama 30 menit dalam ruangan
gelap
 Serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-VIS
Data Hasil pengukuran

Pengolahan data dan analisis data

Pembahasan

Kesimpulan
Lampiran 4. Perhitungan persen aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun

lontar (Borasuss flabellifer) dan pembanding kuarsetin.

a. Persen aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun lontar (Borasuss

flabellifer)

1. 150 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,387)
= x 100 %
0,560

= 30,89 %
2. 200 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,356)
= x 100 %
0,560

= 36,42 %
3. 250 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,325)
= x 100 %
0,560

= 41,96 %

4. 300 ppm
(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,312)
= x 100 %
0,560

= 44,28 %
5. 350 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,29)
= x 100 %
0,560

= 48,21 %
b. Persen aktivitas antioksidan pembanding kuarsetin

1. 4 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,468)
= x 100 %
0,560

= 16,42 %

2. 6 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko
(0,560 – 0,465)
= x 100 %
0,560

= 16,96 %
3. 8 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,455)
= x 100 %
0,560

= 18,75 %
4. 10 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,451)
= x 100 %
0,560

= 19,46 %
5. 12 ppm

(Abs.blanko-Abs.sampel)
% inhibisi radikal bebas = x 100 %
Abs.balanko

(0,560 – 0,441)
= x 100 %
0,560

= 21,25 %

Lampiran 5. Perhitungan IC50 ekstrak etanol daun lontar (Borasuss


flabellifer) dan kuarsetin

a. Ekstrak etanol daun lontar (Borasuss flabellifer)


y = a + bx
y = 19,102 + 0,085x ( R² = 0.9777 )
a = 19,102
b = 0,085
IC50 = X
50 – a
X =
b
50 – 19,102
=
0,085
= 363,505 µg/mL

IC50 untuk ekstrak etanol daun lontar (Borasuss flabellifer)


adalah 363,505 µg/mL.

b. kuarsetin
y = a + bx
y = 13,70 + 0,608x ( R² = 0.971 )
a = 13,70
b = 0,608
IC50 = X
50 – a
X =
b
50 – 13,70
=
0,608
= 59,70 µg/mL

IC50 untuk pembanding kuarsetin adalah 59,70 µg/mL.

LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 3. Foto daun lontar (Borasuss flabellifer)

Gambar 4. Foto tanaman lontar (Borasuss flabellifer)

Anda mungkin juga menyukai