Anda di halaman 1dari 97

FORMULASI DAN EVALUASI UJI IN VIVO SEDIAAN KRIM EKSTRAK

ETANOL BUAH WUALAE (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.,)


SEBAGAI ANTIINFLAMASI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Derajat Sarjana (S-1)

Oleh :

Natalia Nursam
O1A1 14 088

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
NOVEMBER 2019
ii
iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan hasil
penelitian yang berjudul “Formulasi dan Evaluasi Uji In Vivo Sediaan Krim
Ekstrak Etanol Buah Wualae (Etlingera elatior (jack) R.M Smith) Sebagai
Antiinflamasi” dapat terselesaikan.
Melalui kesempatan ini dengan segala bakti penulis haturkan terima kasih
yang tak terhingga kepada kepada orang tua penulis ayahanda tercinta Kasran
Laynda, S.Pd dan ibunda tercinta Yanti atas segala doa, restu, semangat,
bimbingan, arahan, nasehat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan
dalam mendidik, membesarkan dan menitipkan harapan besar penulis. Semoga
Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada orang-orang
yang penulis sayangi ini.
Terima kasih penulis haturkan kepada Ibu Wa Ode Sitti Zubaydah,
S.Si., M.Sc. selaku pembimbing pertama dan Ibu Astrid Indalifiany, S. Farm.,
M.Si selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti
perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Halu Oleo Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si.,
M.Si., M.Sc.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Dr. Ruslin, S.Pd.,
M.Pd.
3. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu
Nuralifah,S.Farm.,M.Kes., Apt.
4. Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu Suryani, S.Farm.,
M.Sc., Apt.
5. Wakil Dekan II Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu Henny

iv
Kasmawati, S.Farm., M.Si., Apt.
6. Wakil Dekan III Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Sunandar
Ihsan, S.Farm., M.Sc., Apt.
7. Ibu Nur Illyin Akib, S.Si., M.Si., Apt. selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan di bidang akademik.
8. Bapak Dr.Muhammad Arba, S.Si., M.Si. selaku Kepala Laboratorium
Farmasi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.
9. Ibu Andi Nafisah Tendri Adjeng Mallarangeng, S.Farm., M.Sc., Bapak Dr.
rer. nat. Adryan Fristiohady Lubis, M.Sc., Apt dan Prof. Dr. Sahidin S.Pd.,
M.Si. selaku Dewan Penguji yang telah banyak memberikan ide dan saran
bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
10. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi, serta seluruh staf di lingkungan
Fakultas Farmasi UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan
selama penulis dalam menuntut ilmu.
11. Pendamping Penelitian di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran
Kak Gayuh Agastia, S.Si., beserta pengurus laboratorium ending,tauli,adit
dan ais terima kasih telah memberikan semangat, dukungan dan kerja
samanya.
12. Kepada adik-adikku tersayang Ilda Luciana, Elda Luciana dan Akif Azka
Laynda, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
pengorbanan,dorongan, dukungan, do’a, dan kasih sayang yang luar biasa
untuk keberhasilan penulis
13. Rekan-Rekan sebimbingan Rista, Naway, Dhita dan Novia terima kasih buat
semangat, dukungan dan kerja samanya.
14. Sahabat-sahabat tercinta, Oky firmansyah, Anaway (ibunya thifa), Nirmala
dan Nur Janah yang selalu membantu dan menemani penulis baik dalam suka
maupun duka.
15. Teman-teman kelas Farmasi C (2014) Ayu, desi, titin dan yang saya tidak
bisa sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerja samanya, dukungan, dan
semangat kepada penulis
16. Kepada adik-adik junior, ulva, sekar, saskia, ucha,wiwit,yuyun, sandra, ara,

v
ulan, roni dan frank yang banyak membantu penulis dalam penelitian ini.
17. Kepada teman-teman Emulsi14, Kelas Farmasi D 2015 dan Kelas Farmasi
Industri yang saya tidak bisa sebutkan satu persatu yang selalu kompak,
memberikan kerja sama, dukungan dan semangat kepada penulis.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil ini,
sudilah kiranya memberikan koreksi untuk lebih baiknya tulisan ini. Semoga
Allah SWT memberi taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang
bermanfaat dan amalan yang shalih serta memberikan ridho balasan yang sebaik-
baiknya.

Kendari, November 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xii
ABSTRAK xiii
ABSTRACT xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Tanaman wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M Smith.) 4
a. Deskripsi 4
b. Klasifikasi 5
c. Nama daerah 5
d. Kandungan kimia 5
e. Aktifitas farmakologi 6
2.2 Ekstraksi 7
2.3 Kulit 8
2.4 Inflamasi 9
a. Definisi 9
b. Mekanisme 11
2.5 Obat Antiinflamasi 12
a. AIS (Antiinflamasi Steroid) 12
b. AINS (Antiinflamasi Non Steroid) 13
2.6 Krim 14
2.7 Hewan Uji 14
a. Deskripsi 14
b. Klasifikasi 15
2.8 Karagenan 16
2.9 Komponen Krim 17
a. Metil paraben 17

vii
b. Propil paraben 18
c. Trietanolamin 18
d. Asam stearat 19
e. Propilen glikol 19
f. Gliserin 20
g. Setil alkohol 20
h. Akuades 21
2.10 Kerangka Konsep 22
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 23
3.2 Jenis Penelitian 23
3.3 Bahan atau Materi Penelitian 23
3.4 Alat atau Instrumen Penelitian 23
3.5 Variabel penelitian 24
3.6 Definisi Operasional 24
3.7 Prosedur Penelitian 25
a. Pembuatan Ekstrak 25
b. Formulasi Krim 25
c. Pembuatan Krim 26
d. Uji Stabilitas Cycling test 26
e. Uji Aktivitas Antiinflamasi Krim Ekstrak Etanol Buah Wualae 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31
4.1 Penyiapan Sampel dan Ekstraksi 31
4.2 Uji Pendahuluan 31
4.3 Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Buah Wualae 32
4.4 Uji Stabilitas 33
a. Uji Organoleptik 34
b. Uji pH 35
c. Uji Viskositas 36
d. Uji Daya Sebar 37
e. Uji Homogenitas 39
4.5 Uji Aktivitas Antiinflamasi Krim Ekstrak Etanol Buah Wualae 39
BAB V. KESIMPULAN 46
5.1 Kesimpulan 46
5.2 Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 54

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


2.1 Hasil karakterisasi ekstak etanol buah wualae 6
3.1 Formula krim 25
3.2 Pengelompokan hewan uji 29
4.1 Hasil Pengamatan Organoleptik 34
4.2 Hasil Uji Homogenitas 39
4.3 Volume rata-rata telapak kaki mencit sebelum dan
41
setelah induksi

ix
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


2.1 Tumbuhan Wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M Smith.,)
2.2 Struktur kulit 8
2.3 Mekanisme terjadinya inflamasi 11
2.4 Rumus Struktur Natrium Diklofenak 13
2.5 Mencit (Mus musculus) 15
2.6 Rumus Struktur metil paraben 17
2.7 Rumus Struktur Propil paraben 18
2.8 Rumus Struktur Trietanolamin 18
2.9 Rumus Struktur Asam Stearat 19
2.10 Rumus Struktur Propilenglikol 19
2.11 Rumus Struktur Gliserin 20
2.12 Rumus Struktur Setil alkohol 20
2.13 Rumus Struktur Akuades 21
2.14 Kerangka Konsep 22
4.1 Grafik penurunan radang uji pendahuluan 32
4.2 Sediaan Krim Sebelum dan Sesudah Cycling Test 34
4.3 Grafik pH Krim Sebelum dan Sesudah Cycling Test 35
4.4 Grafik Viskositas Sebelum dan Sesudah Cycling Test 37
4.5 Grafik Daya Sebar Sebelum dan Sesudah Cycling Test 38
4.6 Persen radang rata-rata telapak kaki mencit tiap waktu
pengamatan
41
4.7 Grafik Perbandingan persen hambat radang ekstrak
42
0,09% dan krim ekstrak 0,09%
4.8 Grafik Persen Hambat Radang 43

x
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman
1. Hasil kelayakan etik (Ethical clearance) 55
2. Diagram alur metode penelitian 56
3. Diagram alir uji sediaan krim 57
4. perhitungan rendemen ekstrak 58
5. Uji Pendahuluan dan Penentuan konsentrasi ekstrak 61
6. Perhitungan bahan formula sediaan Krim 61
7. Penentuan jumlah hewan uji 63
8. Perhitungan volume udem pada plestimometer 64
9. Tabel volume udem kaki mencit 65
10. Perhitungan persen inflamasi dan poersen hambat inflamasi 66
11. Persen udem kaki kiri mencit 67
12. Rata-rata %persen inflamasi dan %penghambatan inflamasi 69
13. Analisis data krim antiinflamasi ekstrak etanol buah wualae 70
14. Dokumentasi penelitian 71

xi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Singkatan Keterangan
% Persen
o
C Derajat Celcius
AINS Antiinflamasi Non Steroid
AIS Antiinflamasi Steroid
Cm Centimeter
Cox Cyclooxygenase
KgBB Kilogram Berat Badan
mL Mililiter
mg Miligram
g Gram
M Meter
V0 Volume Awal
Vt Volume Waktu
SPSS Statistical Product and Service Solution
ANOVA Analysis of Variance
Sig Signifikansi
Kg Kilogram
µL Mikro Liter
Λ Lamda
Km Kilometer
pH Power of Hydrogen
cPs Centipoise
TEA Trietanolamin
NaCL Natrium Clorida
± Kurang Lebih
˃ Lebih Besar
˂ Lebih Kecil
SD Standar Deviasi

xii
FORMULASI DAN EVALUASI UJI IN VIVO SEDIAAN KRIM EKSTRAK
ETANOL BUAH WUALAE (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.,)
SEBAGAI ANTIINFLAMASI

Natalia Nursam
O1A114088
Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo

ABSTRAK

Telah dilakukan formulasi dan evaluasi uji in vivo sediaan krim ekstrak
etanol buah wualae (Etlingera elatior (jack) R.M.Smith) sebagai antiinflamasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas sediaan krim berdasarkan
pengamatan organoleptik, pH, homogenitas, viskositas, dan daya sebar serta
aktivitas antiinflamasi dari sediaan krim ekstrak etanol buah wualae (E. elatior)
dengan konsentrasi 0,05%; 0,07%; 0,09%. Uji stabilitas krim dilakukan dengan
metode cycling test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim ekstrak etanol
buah wualae (E. elatior) stabil yang dilihat dari Organoleptik, niali pH, viksositas,
daya sebar dan homogenitas. Uji aktivitas antiiflamasi dilakukan dengan metode
induksi lamda karagenan 1% pada telapak kaki mencit. Hasil uji aktivitas
antiinflamasi menunjukkan bahwa semua formula krim ekstrak etanol buah
wualae (E. elatior) memiliki aktivitas antiinflamasi dengan aktivitas antiinflamasi
tertinggi pada sediaan krim dengan konsentrasi 0,09% dengan inhibisi inflamasi
sebesar 26%.

Kata kunci : Krim, ekstrak, buah wualae (Etlingera elatior (jack)


R.M.Smith),uji stabilitas, dan antiinflamasi.

xiii
FORMULATION AND IN VIVO EVALUATION TEST OF ETHANOL
EXTRACT PROPERTIES CREAM OF WUALAE FRUIT
(Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.,) AS ANTI-INFLAMATORY

Natalia Nursam
O1A114088

Faculty Of Pharmacy, Halu Oleo University

ABSTRACT

The formulation and in vivoevaluation of ethanol extractproperties cream of


wualae fruitas an anti-inflammatory has been carried out aims is to determine the
stability of cream preparations based on observations organoleptics, pH,
homogeneity, viscosity, and spreadability as well as anti-inflammatory activity of
ethanol extracts of wualae fruit (E. elatior) cream preparations.Cream stability
test is performed by cycling test method. The results showed that the ethanol
extract of Wualae (E. elatior) was stable which was seen from the organoleptic,
pH value, viscosity, spreadability and homogeneity. Anti-inflammatory activity
test was carried out by induction method of lamda carrageenan 1% on the feet of
mice. Antiinflammatory activity test results showed that all wualae ethanol extract
cream formulas (E. elatior) has the highest anti-inflammatory activity with anti-
inflammatory activity in cream preparations with a concentration of 0.09% with
inflammatory inhibition of 26%.

Key words: Cream, extract, wualae fruit (Etlingera elatior (jack) R.M.Smith),
stability test, and anti-inflammatory.

xiv
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati merupakan aset bangsa yang sangat penting untuk
dijaga kelestarian dan pemanfaatannya, salah satunya melalui pemanfaatan
berbagai jenis tumbuhan berkhasiat obat yang digunakan dalam pengobatan
tradisional. Obat tradisional mampu menarik perhatian bagi pengguna, peneliti
maupun industri. Dewasa ini penggunaan tumbuhan obat mengalami peningkatan
baik secara tradisional maupun modern. Menurut World Health Organization
(WHO), lebih dari 80% populasi dunia di negara-negara berkembang
menggunakan tanaman obat sebagai upaya menjaga kesehatan. Berbagai
penelitian dilakukan untuk membuktikan secara ilmiah khasiat tanaman obat.
Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan adalah tanaman
wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.) (Farida dan Anshary., 2016).
Wualae merupakan salah satu famili Zingiberacea dan merupakan
tanaman asli Indonesia. Buah wualae dikenal dengan nama wualae oleh
masyarakat di daerah Konawe Sulawesi Tenggara sebagai bahan penyedap
masakan. Secara empiris, buah wualae juga digunakan sebagai obat dalam
pemulihan penyakit demam tifoid untuk masyarakat kabupaten Kolaka Utara
Sulawesi Tenggara. Buah wualae telah diteliti mengandung senyawa bioaktif
seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan minyak atsiri (Wahyuni
dkk.,2016).
Penelitian yang dilakukan Pratiwi (2017) melaporkan bahwa ekstrak etanol
buah wualae (Etlingera elatior (Jack) RM. Smith) memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah wualae
dengan dosis 400 mg/KgBB memiliki efek antiinflamasi lebih besar dari natrium
diklofenak, dengan persentase hambat radang sebesar 69,3% terhadap mencit
jantan galur Balb/c. Efektivitas ekstrak etanol buah wualae sebagai antiinflamasi
disebabkan oleh aktivitas farmakologi kandungan metabolit sekunder yang
dikandungnya yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari

1
senyawa fenol dan bekerja sebagai inhibitor cyclooxygenase (COX) untuk
menghambat biosintesis prostaglandin yang berefek pada penurunan inflamasi.
Inflamasi adalah suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi atau peradangan merupakan perubahan yang terjadi dalam jaringan
hidup ketika mengalami cedera yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
struktur dan vitalitas dari jaringan tersebut (Emelda,2017). Obat antiinflamasi
mempunyai efek yang cepat dalam menghilangkan inflamasi tetapi juga
mempunyai resiko efek samping yang berbahaya, antara lain gangguan pada
saluran cerna, darah, pernafasan, proses metabolik, hipersensitivitas, dan sindrom
reye (Pramitaningastuti dan Ebta, 2017). Obat-obat antiinflamasi nonsteroid
(AINS) dan kortikosteroid sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan
tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi, namun kedua golongan obat ini yang
biasanya digunakan dalam pengobatan inflamasi seringkali menimbulkan efek
yang merugikan dan berbahaya seperti kerusakan gastrointestinal, nefrotoksik dan
hepatotoksik (Katzung, 2002).
Berkaitan dengan efek yang tidak diinginkan dari antiinflamasi sintetik,
perlu suatu upaya dalam pengembangan obat baru yang diperoleh dari alam
dengan harapan diperoleh obat dengan resiko efek samping yang lebih kecil
(Soekaryo dkk., 2017). Salah satu pengembangan antiinflamasi bahan alam adalah
ekstrak etanol buah wualae melalui pemberian secara oral (Pratiwi, 2017).
Penanganan inflamasi dapat menggunakan obat oral maupun topikal di tempat
radang. Penggunaan topikal memiliki kelebihan tidak melewati efek lintas
pertama, tidak memiliki efek samping dalam mengiritasi lambung (Nurcholis
dkk., 2018). Salah satu bentuk sediaan topikal adalah krim yang merupakan
sediaan semi padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Ditjen Pom, 1995).
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan formulasi sediaan krim ekstrak
etanol buah wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.,) sehingga diharapkan
kandungan flavonoid dari ekstrak etanol buah wualae dapat berpenetrasi untuk

2
bekerja sebagai antiinflamasi. Selanjutnya, dilakukan uji in vivo terhadap mencit
untuk membuktikan aktivitas krim ektrak etanol buah wualae.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
antara lain :
1. Bagaimana stabilitas krim ekstrak etanol buah wualae (Etlingera elatior (Jack)
R.M.Smith.) ditinjau dari organoleptik, pH, homogenitas, viskositas, dan daya
sebar?
2. Bagaimana aktivitas antiinflamasi dari krim ekstrak etanol buah wualae
(Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.) secara in vivo?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui stabilitas krim ekstrak etanol buah wualae (Etlingera elatior
(Jack) R.M.Smith.) berdasarkan parameter organoleptik, pH, homogenitas,
viskositas, dan daya sebar.
2. Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari krim ekstrak etanol buah wualae
(Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.) secara in vivo.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan keahlian mengenai metode,
proses uji, dan formulasi sediaan krim antiinflamasi.
2. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi penelitian lebih lanjut
mengenai aktivitas krim antiinflamasi ekstrak etanol buah wualae (E. elatior)
3. Bagi institusi, mewujudkan peranan Universitas Halu Oleo dalam mengkaji
permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait dengan tanaman obat.
4. Bagi masyarakat, memberi informasi ilmiah mengenai potensi efek
farmakologi dari penggunaan buah wualae (E.elatior) untuk memperkirakan
resiko penggunaan ekstrak terhadap diri manusia.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Wualae (Etlingera elation (Jack) R.M.Smith.)


a. Deskripsi
Genus Etlingera adalah genus yang banyak tersebar di Thailand, Malaysia,
Indonesia dan New Guinea. Tinggi tanaman dapat mencapai 8m dan sering
mendominasi hutan sekunder. Wualae merupakan tumbuhan yang termasuk dalam
keluarga Zingiberaceae dan tersebar cukup luas di Indonesia. Wualae merupakan
semak annual (tahunan) dengan batang semu berpelepah berwarna hijau dan
tumbuh tegak membentuk rumpun. Daun tunggal berbentuk lanset dengan
pertulangan menyirip. Mahkota bunga bertajuk dan berwarna merah jambu. Buah
berjejalan dalam bongkol hampir bulat berwarna putih atau merah jambu, berbiji
banyak dan berwarna coklat kehitaman. Rimpang wualae tebal dan berwarna
kuning hingga coklat dan akarnya berbentuk serabut (Farida, dan Anshary, 2016).

(A) (B)

Gambar 2.1. (A). Bunga Wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M Smith), (B).
Buah Wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M Smith)
(Sumber : Saludung, 2015)

4
b. Klasifikasi
Tanaman Wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith.) diklasifikasikan
sebagai berikut (Angin, 2015):
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
Species : Etlingera elatior (Jack) R.M Smith

c. Nama Daerah
Wualae (Etlingera elatior) merupakan salah satu keluarga Zingiberacea
yang asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain
“Wualae” di Sulawesi Tenggara, ”kencong” atau ”kincung” di Sumatra Utara,
”kecombrang” di Jawa, ”honje” di Sunda, ”bongkot” di Bali, ”sambuang” di
Sumatra Barat dan ”bunga kantan” di Malaysia. Eropa menyebut tanaman ini
torch ginger atau torch lily karena bentuk bunganya yang mirip obor serta
warnanya yang merah memukau. Beberapa orang juga menyebutnya dengan nama
philippine waxflower atau porcelein rosekarena mengacu pada keindahan
bunganya (Sukandar dkk., 2010).

d. Kandungan Kimia
Bunga, batang, rimpang, dan daun wualae mengandung senyawa bioaktif
seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan minyak atsiri
(Kusumawati dkk, 2016). Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi (2017), setelah
dilakukan uji skrining fitokimia, kandungan metabolit sekunder yang terdapat
dalam buah wualae adalah alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Dilakukan
Karakterisasi ekstrak wualae dapat dilihat pada table 2.1:

5
Tabel. 2.1. Hasil karakterisasi ekstak etanol buah wualae
Organoleptis
Bentuk Kental
Warna Merah tua
Bau Khas
Kadar air 5,62%
Kadar abu 6,28%
Kadar sari larut etanol 61,07%
Kadar sari larut air 41,65%

e. Aktivitas Farmakologi
Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi, (2016) menunjukkan bahwa wualae
(Etlingera elatior) banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional seperti obat
demam, batuk, dan penyembuhan luka. Batang dari tanaman wualae memiliki
aktivitas sebagai analgetik dan antiinflamasi (Susilowati dkk, 2011). Bunga
wualae memiliki pengaruh terhadap penyembuhan luka (Sagala dkk, 2016), dan
daun wualae mengandung kadar fenolik yang tinggi, yang dapat digunakan
sebagai antioksidan dan menghambat aktivitas tirosin (Angin dkk, 2015), selain
itu, daun wualae memiliki Aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus cereus
dan Escherichia coli (Kusumawati dkk, 2016).
Berdasarkan penelitian Pratiwi, (2017) telah dilakukan uji efek antiinflamasi
ekstrak etanol buah wualae dan didapatkan hasil pada esktrak etanol buah wualae
kelompok dosis 100 mg/KgBB, dosis 200 mg/KgBB, dosis 300 mg/KgBB, dosis
400 mg/KgBB memiliki efek antiinflamasi sama dengan kontrol positif natrium
diklofenak yang ditujukkan dengan penurunan persen udem. Hal ini menunjukkan
bahwa bahan uji mampu menekan radang yang disebabkan oleh karagenan.
Ekstrak etanol buah wualae memiliki efek antiinflamasi, hal ini disebabkan oleh
aktivitas farmakologi kandungan metabolit sekunder pada buah wualae yaitu
flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol.
Berdasarkan gambar grafik hasil persen hambat radang, dapat dilihat bahwa
kemampuan penghambatan terbesar ditunjukan oleh kelompok dosis 400
mg/KgBB yaitu sebesar 69,3%, sedangkan dosis 100 mg/KgBB sebesar 52,28%,
dosis 200 mg/KgBB sebesar 67,63%, dosis 300 mg/KgBB sebesar 68,21% dan
kontrol positif natrium diklofenak yaitu sebesar 68,75. Kemampuan Dosis 400

6
mg/KgBB menghambat inflamasi lebih besar daripada kontrol positif natrium
diklofenak. Ekstrak etanol buah wualae dapat dilihat bahwa efek antiinflamasi
semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis sediaan.

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes
RI, 2000). Ekstraksi mengikuti prinsip like dissolves like yang berarti bahwa
senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar, dan begitupun sebaliknya
(Harborne, 1987). Secara teknis terdapat dua metode ekstraksi yaitu cara dingin
dan cara panas. Metode ekstraksi yang termasuk kedalam ekstraksi cara dingin
adalah maserasi dan perkolasi, sedangkan yang termasuk ekstraksi cara panas
yaitu refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Depkes RI, 2000).
Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
maserasi (Tiwari, dkk., 2011). Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (Depkes RI, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam pelarut, pelarut akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan
larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel,
maka larutan yang pekat didesak keluar (Makalalag dkk, 2013). Keuntungan dari
maserasi adalah pengerjaannya mudah dan peralatannya murah dan sederhana
(Badan POM RI, 2013).
Proses ekstraksi dapat melalui tahap : pembuatan serbuk, pemilihan cairan
pelarut, pemekatan/penguapan, pengeringan ekstrak. Faktor utama pada pemilihan
cairan pelarut yaitu selektivitas, ekonomis, ramah lingkungan, dan aman. Pada
prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam
perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi “pharmaceutical grade”. Hasil
ekstraksi diperoleh ekstrak, ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa

7
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes RI, 1995).

2.3 Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis dimana pada orang
dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi
permukaan lebih dari 20.000 cm2 dengan beberapa fungsi dan kegunaan. Kulit
berfungsi sebagai pembatas serangan fisika dan kimiawi, serta kulit sebagai
termostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan pula dalam mengatur tekanan
darah (Lachman dkk., 2012). Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan
dermis. Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm,
sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di
bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada
beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak (Kalangi, 2013).

Gambar 2.2. Struktur kulit (Gaikwad, 2013)

a. Epidermis
Lapisan kulit epidermis terdiri dari banyak lapisan sel keratinosit yang
selalu aktif melakukan regenerasi dengan proses selama 28 hari. Lapisan paling
dalam membentuk pigmen (melanosit) dan pada lapisan kulit paling luar terdapat
jaringan tanduk (Dwikarya, 2004). Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit
dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya
terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa oleh
karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis
(Kalangi, 2013).

8
b. Dermis
Lapisan dermis terdiri dari banyak serat kolagen dan elastin yang
menunjang kekenyalan kulit. Di antaranya terdapat banyak kelenjar keringat,
kelenjar lemak, akar rambut , ujung-ujung saraf perasa, dan pembuluh darah
kapiler (Dwikarya, 2004). Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis
merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan
sel mast (Kalangi, 2013).

c. Subkutan
Lapisan ini paling banyak tersusun dari lapisan/jaringan lemak. Lapisan
subkutan ini terdiri dari jaringak ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-
sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainya oleh
trabekula fibrosa (Dwikarya, 2004).

2.4 Inflamasi
a. Definisi inflamasi
Inflamasi atau peradangan merupakan perubahan yang terjadi dalam
jaringan hidup ketika mengalami cedera yang menyebabkan terjadinya kerusakan
pada struktur dan vitalitas dari jaringan tersebut. Berdasarkan pengamatan secara
visual, inflamasi ditunjukkan pada 5 tanda yaitu rubor (kemerahan), tumor
(pembengkakan), kalor (panas), dolor (nyeri), dan function laesa (kehilangan
fungsi). Salah satu enzim yang berperan dalam keterjadian inflamasi adalah
siklooksigenase-2 (COX-2).COX-2 bertanggung jawab untuk pembentukan
mediator biologis yang penting termasuk mediator inflamasi yaitu prostaglandin.
Pada jaringan yang mengalami inflamasi akan terjadi peningkatan ekspresi dari
enzim COX-2. Inflamasi dapat disebabkan oleh beberapa macam diantaranya
adalah Patogen (bakteri, virus, fungi), cedera eksternal, efek kimia maupun
radiasi. Berdasarkan penelitian molekuler dan epidemiologi inflamasi tidak hanya
berkaitan erat dengan penyakit menular, tetapi juga penyakit tidak menular bahkan
mungkin semua penyakit (Emelda, 2017).

9
1). Rasa panas (Kalor)
Terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37ºC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami inflamasi lebih
banyak dari pada ke daerah normal (Suyanto, 2016).

2). Kemerahan (Rubor)


Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka
arteriol yang mensuplai daerah melebar sehingga lebih banyak darah mengalir.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah lokal. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh
tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat
seperti histamin (Suyanto, 2016).

3). Pembengkakan (Tumor)


Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daerah inflamasi disebut dengan eksudat (Suyanto, 2016).

4). Rasa Sakit/Nyeri (Dolor)


Rasa sakit terjadi karena adanya rangsangan saraf. Rangsangan saraf
sendiri dapat terjadi akibat perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion
tertentu, atau pengeluaran zat-zat kimia bioaktif lainnya. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga
dapat menimbulkan rasa sakit (Suyanto, 2016).

5). Kehilangan Fungsi (Fungsio Lasea)


Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses
inflamasi. Gerakan yang terjadi pada daerah inflamasi, baik yang dilakukan secara
sadar ataupun secara refleks akan mengalami hambatan oleh rasa sakit,

10
pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak
jaringan (Price dan Wilson, 2005).

b. Mekanisme Inflamasi
Inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel,
sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan
beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakhidonat. Setelah asam
arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya
siklooksigenase dan lipoksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke
dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya
dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan.
Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala
peradangan (Katzung, 2002).
Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

Fosfolipid
Enzim fosfolipase
Asam Arakidonat

Enzim lipoksigenase Enzim siklooksigenase

Hidroperoksid Endoperoksid

Leukotrien LTA Prostaglandin Tromboksan A2 Prostasiklin

LTB4 Inflamasi - Vasokontriksi < - Proteksi lambung


LTC4/LTD4/LTE4
- Hiperreaktivitas - Meningkatkan
bronci < vasodilatasi
Inflamasi - Vasokontriksi < - Menstimulasi - antiagregasi
- Meningkatkan agregasi pelat darah
hiperreaktivitas (trombosit)
bronchi
- Meningkatkan Gambar 2.3. Mekanisme inflamasi (Tjay dan Kirana, 2007)
permeabilitas

11
2.5 Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara, yaitu dengan menghambat pembentukan mediator radang
prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, dan
menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.
Pemberian obat antiinflamasi dapat secara oral maupun topikal. Penanganan
dengan obat oral akan melewati saluran gastro intestinal dan biasanya memiliki
efek samping dapat mengiritasi lambung, sehingga perlu dilakukan penggantian
rute pemberian obat melalui topikal. Pemberian obat secara topikal dapat
meningkatkan bioavaibilitas dan efikasi obat dengan menghindari first-pass
elimination pada hati. Keuntungan efek lokal yang diinginkan juga dapat dicapai
dengan penggunaan obat antiinflamasi topikal. Keefektifan obat secara sistemik
dari pengobatan secara topikal bergantung pada kemampuan penetrasi obat ke
dalam kulit serta kemampuan untuk memasuki sirkulasi atau diabsorbsi kedalam
jaringan yang lebih dalam untuk menghambat siklooksigenase (Maya dan
Fransiska, 2016).
Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi
dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid.
a. AIS (Antiinflamasi Steroid)
Obat antiinflamasi golongan steroid efeknya tergantung pada pelepasan
kortisol. Kortisol adalah salah satu hormon yang dihasilkan kortek adrenal yang
mempunyai khasiat fisiologis utama, antara lain efek glukokortikoid, efek
mineralokortikoid, efek anti flogistik, anti alergi, efek kalsiprive, dan efek
imunosupresi. Sebagai hormon yang memiliki efek flogistik, kortisol mampu
mencegah dan melawan semua macam peradangan terutama dari selaput lendir,
terlepas dari penyebabnya, misalnya trauma, infeksi, alergi, atau reaksi auto imun.
Golongan steroid mekanisme kerjanya sebagian besar berdasar atas rintangan
sintesis prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat fosfolipase (Anonim,
2008).

12
b. AINS (Antiinflamasi Non Steroid)
Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) umumnya mengacu pada obat
yang menekan inflamasi seperti steroid, namun tanpa efek samping steroid. Obat
AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut
berperan dalam inflamasi. Selain efektif untuk mengurangi nyeri dan demam,
AINS juga digunakan untuk mengatasi gejala-gejala arthritis, encok, bursitis,
nyeri haid, dan sakit kepala (Hidayati, dkk., 2008). Efektivitas kerja obat AINS
didapatkan dari kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui
penghambatan kerja enzim siklooksigenase. Enzim siklooksigenase diketahui
bekerja pada jalur konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan
tromboksan, sehingga ketika enzim ini dihambat maka asam arakhidonat tidak
dapat dikonversi menjadi prostaglandin dan tromboksan (Stollberger, 2003).
Natrium diklofenak merupakan anti-inflamasi nonsteroid dari derivat fenil
asetat yang mempunyai efek farmakologi menghambat sintesis prostaglandin.
Natrium diklofenak dipilih karena natrium diklofenak dan metabolitnya dapat
mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk peradangan (Saputri dan Rita.,
2016).
CH2COOH Cl

NH

Cl

Gambar 2.4: Struktur Kimia Natrium Diklofenak (Sumber : Katzung, 2013).

Diklofenak termasuk salah satu obat AINS, digunakan untuk meringankan


nyeri dan inflamasi otot rangka dan penyakit sendi misalnya, rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, dan ankylosing spondylitis, keseleo dan nyeri lainnya
seperti renal colic, acute gout. Diklofenak dapat mengiritasi lambung dan
mengalami first past metabolism sehingga hanya 50% obat yang mencapai
sirkulasi sistemik bila diberikan peroral. Pada kadar terapetik, 99% terikat
protein plasma. Waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Seperti AINS
pada umumnya, diklofenak sering kali menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
pada tempat injeksi ketika diklofenak diberikan secara intramuscular.

13
Diklofenak juga tersedia dalam bentuk topikal untuk meminimalkan efek
samping dan memberikan kenyamanan, contohnya yaitu natrium diklofenak
dengan dosis 10 mg/g. Natrium diklofenak digunakan dalam bentuk topikal
dengan kadar 1% untuk meringankan gejala nyeri dan inflamasi (Anggraeni dkk.,
2012).

2.6 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Konsistensi dan sifat rheologisnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis
air dalam minyak atau minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase
internal . Secara umum, krim dibuat dengan bagian lemak dilebur diatas tangas
air, kemudian tambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi. Setelah itu, aduk
sampai tebentuk suatu campuran yang berbentuk krim (Agral dkk., 2013).
Keuntungan sediaan krim adalah menghasilkan perasaan nyaman untuk
penggunaan kulit, mempunyai kemampuan berpenetrasi kulit dengan baik,
kenyamanan dalam penggunaan lama, meningkatkan penyebaran bahan aktif dan
tetap stabil selama periode penyimpanan jangka lama. Tipe emulsi minyak dalam
air (M/A) adalah formulasi yang paling tepat untuk penggunaan kosmetik secara
umum dan sebagai pembawa bahan aktif yang mudah dicuci dengan air. Dalam
proses pembuatannya, krim membutuhkan emulgator untuk menjaga stabilitasnya.
Emulsi yang stabil dapat dicapai dengan menggunakan emulgator tunggal atau
kombinasi yang mendekati HLB butuh. Untuk mengetahui HLB butuh, emulsi
dibuat dengan keseimbangan campuran emulgator lipofilik dan hidrofilik
(Ratnasari dan Renny, 2018)

2.7 Hewan Uji


a. Deskripsi Mencit ( Mus musculus.,Akbar, 2010)
Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya
cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologis terkarakteristik dengan baik.
Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna

14
putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk
pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) harus senantiasa bersih, kering dan jauh
dari kebisingan (Akbar, 2010).
Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18-35g.
Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Masa reproduksi mencit betina
berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina ataupun jantan dapat dikawinkan pada umur
8 minggu. Lama kebuntingan 19-20 hari. Jumlah anak mencit rata-rata 6-15 ekor
dengan berat lahir antara 0,5-1,5g. Mencit sering digunakan dalam penelitian
dengan pertimbangan hewan tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu daur
estrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode kebuntingannya relatif singkat, dan
mempunyai anak yang banyak (Akbar, 2010).

b. Klasifikasi Mencit ( Mus musculus)


Klasifikasi mencit (Akbar, 2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Mus Gambar 2.5. Mencit (Mus musculus)
Spesies : Mus musculus
Penelitian ini menggunakan mencit sebagai hewan uji karena sering
digunakan dalam berbagai penelitian karena pemeliharaannya yang mudah,
jumlahnya banyak serta dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan tikus,
kelinci, anjing ataupun kera. Selain itu, mencit juga memiliki struktur gen yang
mirip dengan manusia yang dapat membantu hasil penelitian yang lebih akurat
(Stevani, 2016).

15
2.8 Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksikan dari rumput laut
famili Eucheuma, Chondrus, dan Gigartina. Bentuknya berupa serbuk berwarna
putih hingga kuning kecokelatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk
halus, tidak berbau, serta memberi rasa berlendir di lidah. Berdasarkan kandungan
sulfat dan potensi pembentukan gelnya, karagenan dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu lamda karagenan, iota karagenan, dan kappa karagenan. Karagenan memiliki
sifat larut dalam air bersuhu 800C (Rowe, dkk., 2009).
Karagenan merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila masuk ke dalam
tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamisn sehingga
menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut
untuk melawan pengaruhnya (Sukmawati dkk., 2015). Udem yang disebabkan
induksi karagenan dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang
dalam waktu 24 jam. Udem yang disebabkan oleh injeksi karagenan diperkuat
oleh mediator inflamasi PGE 1 dan PGE 2 dengan cara menurunkan permeabilitas
vaskuler. Apabila permeabilitas vaskuler turun maka protein-protein plasma dapat
menuju ke jaringan luka sehingga terjadi udem (Oktawilianti dkk., 2015).
Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenan merupakan
salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah
dilakukan dan sering dipakai (Fitriyani dkk., 2011). Lamda karagenan sering
digunakan sebagai penginduksi edema karena karagen bersifat netral dan hanya
menyebabkan udema dan tidak menyebabkan nekrosis (kematian jaingan). Selain
itu lamda karagenan mudah diterima oleh fisiologis tubuh sehingga respon
inflamasi cepat terjadi dan pembengkakannya lebih nyata (Ulfa dkk., 2016).
Pemberian karagenan melalui rute subplantar akan meningkatkan kadar COX-2
sehingga pembentukan edema berlangsung cepat (Turnbach dkk., 2002).

16
2.9 Komponen Pembentuk Krim

a. Metilparaben

Gambar 2.6. Rumus Struktur metilparaben (Rowe dkk., 2009)


Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
paraben lain atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik,
metilparaben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan.
Penggunaan metiparaben antara 0,02-0,3% pada sediaan. Aktivitas dapat
ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi paraben sebagai efek sinergis
terjadi. Oleh karena itu, kombinasi metil-, eil-, propil-, dan butilparaben sering
digunakan bersama. Aktivitas antimikroba metilparaben dan paraben lainnya
akan berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80,
sebagai hasil dari micellization. Metilparaben tidak kompatibel dengan zat lain,
seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak
atsiri, sorbitol, dan atropin, telah dilaporkan dan juga bereaksi dengan berbagai
gula dan alkohol gula terkait. Meilparaben menunjukkan aktivitas antimikroba
pH 4-8. Efektivitas pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena
pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif melawan ragi dan jamur
daripada melawan bakteri. Paraben juga lebih aktif melawan bakteri Gram-
positif dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif. (Rowe dkk., 2009).
Kelarutan dari metilparaben 21 adalah larut dalam 500 bagian air, dalam 20
bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton,
mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60
bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika
didinginkan larutan tetap jernih (Ditjen POM, 1979).

17
b. Propilparaben

Gambar 2.7. Rumus Struktur Propil paraben (Rowe dkk., 2009)


Propilparaben secara luas digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi. Propilparaben berbentuk
bubuk putih, kristalin, tidak berbau, dan tidak berasa. Propilparaben digunakan
dengan konsentrasi 0,01-0,6% dalam sediaan topikal. Aktivitas antimikroba
propilparaben berkurang secara signifikan dengan adanya surfaktan nonionik
sebagai akibat dari micellization. Penyerapan propilparaben oleh plastik telah
dilaporkan, dengan jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik dan wadah.
Magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, oksida besi kuning, dan biru
biru laut juga telah dilaporkan dapat menyerap propilparaben, sehingga
mengurangi khasiat pengawet (Rowe, dkk., 2009).

c. Trietanolamin (TEA)

Gambar 2.8 : Struktur Molekul Trietanolamin (Rowe dkk., 2009).


Trietanolamin (TEA) dapat digunakan sebagai zat pembasa dan pengemulsi,
memiliki rumus empiris C6H15NO3 dengan berat molekul 149,19. TEA berupa
cairan kental yang sangat higroskopis dengan bau amoniak ringan, jernih, tidak
berwarna, sampai kuning pucat. TEA telah digunakan secara luas dalam sediaan
topikal sebagai alkalizing agent dan emulsifiying agent pada konsentrasi 2-4%.
TEA tidak dapat direaksikan dengan asam mineral karena dapat membentuk
garam dan ester kristal, selain itu TEA juga dapat bereaksi dengan reagen seperti
thionyl chloride untuk menggantikan gugus hidroksi dengan halogen sehingga
membentuk produk yang sangat beracun, menyerupai mustard nitrogen lainnya
(Rowe, dkk., 2009).

18
d.Asam Stearat

Gambar 2.9 Struktur asam stearat ( Rowe dkk., 2009)


Asam stearat adalah asam keras, berwarna putih atau agak kuning, agak
glossy, kristal padat putih atau bubuk putih atau kekuningan memiliki sedikit bau
dan rasa seperti lemak. Asam stearat banyak digunakan dalam produk kosmetik.
Dalam formulasi topical, asam stearat digunakan sebagai agent pengemulsi dan
pelarut. asam stearat memiliki titik didih 3830C dan titik lebur 69-700C. Asam
stearat dapat terlarut bebas dalam benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan
eter, dapat larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol, serta praktis
tidak larut dalam air. Asam sterat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam
hidroksida dan mungkin juga dengan basa, zat pereduksi, dan oksidator (Rowe,
dkk., 2009).

e. Propilen Glikol

Gambar 2.10. Struktur molekul propilen glikol (Rowe dkk., 2009)


Propilenglikol (C3H8O2) merupakan cairan berwarna, kental, praktis tidak
berbau, manis, dan memiliki rasa sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen
glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut pada 6
bagian eter, tidak larut dengan minyak mineral ringan atau minyak tetap, tetapi
larut dalam beberapa minyak essensial. Propilenglikol telah banyak digunakan
sebagai pelarut, ekstraktan, dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi
parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan
melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, barbiturat,
vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal. Propilenglikol biasa
digunakan sebagai pengawet antimikroba. desinfekstan, humektan, plasticizer,
pelarut, dan zat penstabil. Sebagai humektan, konsentrasi yang biasa digunakan

19
10-15%. Propilen glikol inkompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti
potassium permanganat (Rowe dkk., 2009).

f. Gliserin

Gambar 2.11. Struktur Gliserin ( Rowe dkk., 2009)


Gliserin merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, kental, dan
higroskopis; memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali semanis sukrosa. Dalam
bidang farmasi terutama untuk sediaan topikal dan kosmetik, gliserin sering
digunakan terutama untuk humektan dan emolien pada konsentrasi ≤ 30%.
Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau kosolvent dalam sediaan krim dan
emulsi, dan pada konsentrasi < 20% Gliserin juga dapat berfungsi sebagai
pengawet antimikroba. Gliserin terlarut dalam aseton, praktis tidak larut dalam
benzene, kloroform, dan minyak. Larut dalam 500 bagian eter, larut dalam 11
bagian etil asetat, larut dalam air, metanol dan etanol (95%). Titik didih 2900C
titik lebur 17,80C.

g. Setil Alkohol

Gambar 2.12. Struktur setil alcohol (Rowe dkk., 2009)


Setil alkohol berbentuk lilin, serpihan putih, butiran, atau kubus. Memiliki
bau khas yang samar dan hambar. Dalam lotion, krim, dan salep, setil alkohol
digunakan karena sifat sebagai pengemulsi. Hal ini meningkatkan stabilitas,
memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Sifat emolien terjadi karena
penyerapan dan retensi setil alkohol di epidermis dimana ia melumasi dan
melembutkan kulit, memiliki titik didih 316-3440C dan titik lebur 45-520C.
Terlarut bebas dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan meningkat dengan

20
meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air. Larut bila dilelehkan dengan
lemak, cairan dan paraffin padat, dan isopropil miristat (Rowe, dkk., 2009).
h. Akuades

Gambar 2.13. Struktur Molekul Air Suling (Rowe dkk., 2009)


Akuades merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
mempunyai rasa. Nama lain dari aquadest adalah air suling. Aquadest dibuat
dengan menyuling air minum. Fungsi dari aquadest adalah sebagai pelarut. Rumus
kimia dari aquadest adalah H2O dengan berat molekul sebesar 18,02 g/mol (Ditjen
POM, 1995).

21
2.10 Kerangka Konsep

Hasil penelitian Pratiwi, (2017)


menunjukkan bahwa terhadap
Buah wualae (etlingera
ekstrak etanol buah wualae
elatior (jack) R.M Smith
memiliki efek antiinflamasi, hal
ini disebabkan oleh aktivitas
farmakologi kandungan
Ekstraksi dengan Etanol
metabolit sekunder pada buah
96 %
wualae yaitu flavonoid.

Ekstrak Kental Buah


wualae (E elatior) Uji pendahuluan ekstrak etanol
buah wualae. Untuk mendapatkan
konsentrasi optimal yang akan di
formulasikan

Formulasi Krim Ekstrak Etanol


Buah wualae (E. elatior)
Sp.
Krim ekstrak
0,05 %

Krim ekstrak
0,07 %
Uji stabilitas
(Cycling test) Krim ekstrak Uji Aktivitas
0,09 % Antiinflamasi

Krim tanpa
ekstrak
Variabel Bebas :
Natrium
Diklofenak Variabel Terikat :

Gambar 2.14. Gambar Kerangka Konsep

22
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2019 hingga bulan Oktober 2019
yang bertempat di Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas Farmasi dan
Laboratorium Hewan Coba , Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
Kendari.

3.2 Jenis penelitian


Seluruh tahap penelitian dilakukan dalam laboratorium yang bersifat
eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah posttest Only
Control Group Design.

3.3 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian antara lain: buah wualae
(etlingera elatior (Jack) R.M Smith.), etanol 96% (teknis), asam stearat,
trietanolamin, setil alkohol, propilenglikol, gliserin, propil paraben, metil paraben,
akuades, lamda karagenan, nacl 0,9% , Natrium Diklofenak 1%, kertas saring,
kertas indikator pH dan mencit sebagai hewan uji.

3.4 Alat penelitian


Alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain : seperangkat alat
rotary vacuum evaporator (Rotavapor, Buchi®), water bath (Stuart®), viskometer
(Rion Rotor Viscotester VT-04®), pipet tetes (Pyrex®), labu ukur (Pyrex®), gelas
kimia (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), timbangan analitik (Precisa XB 220A®), alat
blender (miyako®), hot plate & stirer (Stuart®), oven (imerco®), mixer (miyako®),
kulkas (polytron®) Pletismometer modifikasi, Spoit 1cc, spidol, kain hitam,
sendok tanduk besi, cawan porselin, corong, toples kaca, batang pengaduk, jangka
sorong dan stopwatch.

23
3.5 Variabel penelitian.
a. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi ekstrak etranol
buah wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M smith).
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stabilitas krim dan pengujian
aktivitas antiinflamasi krim ekstrak etanol buah wualae (Etlingera elatior (Jack)
R.M smith).
c. Variabel terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah mencit putih (Mus musculus)
jantan yang diberi makan pellet, diberi minum secara ad libitum (berlebih), dan
kandang atau bak plastik dengan alas sekam.

3.6 Definisi operasional penelitian


1. Efek antiinflamasi adalah aktivitas dari sediaan krim ekstrak buah wualae yang
ditunjukan dengan penurunan udem pada kaki mencit sebagai hewan uji yang
diinduksikan dengan karagenan.
2. Uji organoleptik adalah uji indra atau uji sensori yang merupakan cara
pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap sediaan krim ekstrak etanol buah wualae.
3. Uji homogenitas adalah pengujian pada suatu keadaan dimana krim ekstrak
etanol buah wualae yang dihasilkan tidak menunjukkan adanya butiran pada saat
sejumlah kecil sediaan dijepit diantara dua kaca.
4. Uji pH adalah pengukuran yang dilakukan pada sediaan untuk mengetahui nilai
keasaman dari sediaan krim ekstrak etanol buah wualae yang telah dibuat.
5. Uji viskositas adalah uji untuk melihat sifat alir dari sediaan krim ekstrak etanol
buah wualae setelah pemberian gaya.
6. Uji daya sebar adalah uji untuk mengetahui sebaran krim ekstrak etanol buah
wualae dan menjamin pemerataan krim saat diaplikasikan pada kulit.
7. Cycling test adalah pengujian stabilitas sebagai simulasi adanya perubahan suhu
yang mempengaruhi fisik sediaan krim ekstrak etanol buah wualae.

24
3.7 Prosedur penelitian
a. Pembuatan Ekstrak
1). Penyiapan sampel
Sampel tumbuhan buah wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M Smith) yang
diperoleh dari Desa Kalu-kaluku, Kecamatan Kodeoha, Kabupaten Kolaka Utara,
dikumpulkan, dilakukan sortasi basah, pencucian, penirisan, perajangan dan
pengeringan dibawah sinar matahari dengan ditutupi menggunakan kain hitam.
Setelah kering dilakukan sortasi kering dan selanjutnya dihaluskan menggunakan
blender menjadi serbuk simplisia.

2). Proses ekstraksi


Simplisia buah dimaserasi dengan etanol 96% selama 3 x 24 jam, kemudian
disaring untuk mendapatkan filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh kemudian
digabungkan dan dipekatkan menggunakan ratory vacum evaporator pada suhu
tidak lebih dari 60ºC sehingga diperoleh ekstrak kental (Sharon dkk, 2013).

b. Formulasi Krim
Formula krimekstrak etanol buah wualae. dibuat sebanyak 100g dengan
variasi konsentrasi ekstrak yaitu 0,05%, 0,07% dan 0,09%, formula dapat dilihat
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Formula krim ekstrak etanol buah wualae
Formula % (b/b)
Bahan Fungsi
F0 FI F II F III
Ekstrak etanol buah wualae Zat aktif - 0,05 0,07 0.09
Asam stearate pengemulsi 10 10 10 10
Trietanolamin Pengemulsi 0,8 0,8 0,8 0,8
Propilen glikol Peningkat penetrasi 10 10 10 10
Gliserin Humektan 10 10 10 10
Setil alkohol Penstabil emulsi 2 2 2 2
Metil paraben Pengawet 0,1 0,1 0,1 0,1
Propil paraben Pengawet 0,05 0,05 0,05 0,05
Aquades Pembawa ad 100 ad 100 ad 100 ad 100

25
c. Pembuatan krim
Pembuatan krim ekstrak etanol buah wualae, dimulai dengan menyiapkan
alat dan bahan kemudian masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan
perhitungan yang tertera dalam rancangan formula. Pembuatan krim ini terdiri dari
dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Adapun yang termasuk kedalam fase
minyak adalah setil alkohol ,asam stearat, dan propil paraben, sedangkan bahan
yang termasuk fase air adalah , trietanolamin, metil paraben, gliserin, propileglikol
dan air.
Fase minyak dibuat dengan mencampurkan/meleburkan setil alkohol dan
asam stearat, kemudian ditambahkan propil paraben. Peleburan bahan dilakukan
diatas penangas air dengan menggunakan pengaduk magnetik stirer pada suhu 60-
70°C sampai melebur. Fase air dibuat dengan melarutkan metil paraben dalam air
hangat, ditambahkan gliserin, propilenglikol dan trietanolamin diatas penangas air
dengan menggunakan pengaduk magnetik stirer pada suhu 60-70ºC. Kemudian
fase air dicampurkan kedalam fase minyak dalam keadaan di panaskan dan
dihomogenkan menggunakan magnetik stirer, yang kemudian dilanjutkan dengan
menghomogenkan menggunakan mixer secara konstan sampai terbentuk massa
krim, setelah itu di tambahkan ekstrak etanol buah wualae sesuai konsentrasi yang
akan dibuat dan dihomogenkkan menggunakan mixer sampai terbentuk krim yang
homogen.

d. Uji stabilitas Cyciling test


Metode cycling test dilakukan sebanyak 6 siklus, dimana satu siklus
dihitung pada saat sediaan krim disimpan pada suhu ± 4ºC selama 24 jam lalu
dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu ± 40ºC selama 24 jam. Kondisi fisik krim
dibandingkan sebelum cycling test dengan setelah cycling test (Suryani dkk.,
2017) Uji cycling test diamati dengan beberapa parameter terhadap formula krim
yaitu:

26
1). Homogenitas sediaan
Homogenitas sediaan dilakukan dengan cara : sediaan ditimbang 0,1 g
kemudiaan dioleskan secara merata dan tipis pada kaca arloji. Krim harus
menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik
(Elmitra dan Setya, 2018)

2). Pengujian organoleptik


Parameter pengujian organoleptik adalah bentuk krim, warna dan bau krim.
Ini dilakukan untuk mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau
ekstrak yang digunakan (Juwita dkk., 2013).

3). Pengujian pH
Pengujian pH dilakukan menggunakan alat pH meter. Alat tersebut
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Kalibrasi dilakukan dengan
menggunakan larutan dapar pH 4 dan pH 10. Pemeriksaan pH dilakukan dengan
mencelupkan elektroda ke dalam 1 gram krim yang diencerkan dengan air suling
hingga 10 mL. Pengujian pH merupakan salah satu faktor penting yang menjadi
pertimbangan pada penggunaan sediaan topikal. Krim yang baik harus memiliki
pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4- 6,5 (Elmitra dan Setya, 2018)
Pengujian pH juga dapat dilakukan menggunakan kertas indikator dengan
cara menempelkan kertas indikator pada krim dan diamati perubahan warna pada
kertas, dengan menggunakan kertas indikator dapat mengetahui derajat keasaman
suatu larutan itu asam, basa atau netral. Skala pH antara 0 - 14 dimana 0 – 6
bersifat asam, 7 bersifat netral dan 8 -14 bersifat basa (Harvey, 2000).

4). Pengujian daya sebar


Uji daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan krim saat
diaplikasikan pada kulit yang dilakukan segera setelah krim dibuat. krim
ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di
atas krim diletakkan kaca bulat lain atau bahan transparan lain dan pemberat
sehingga berat kaca bulat dan pemberat 150 g, didiamkan 1 menit, kemudian

27
dicatat diameter penyebarannya (Elmitra dan Setya, 2018) Syarat daya sebar untuk
sediaan topikal adalah 5-7 cm (Latifah dkk., 2016).

5). Pengujian Viskositas


Uji viskositas dilakukan menggunakan alat viskosmeter Rion VT 04 dengan
cara dimasukan sebanyak 50 g sediaan krim dalam wadah kemudian pengukuran
dengan mengamati jarum pada alat viskosmeter yang menunjukan angka yang
konstan, persyaratan viskositas sediaan semisolid adalah sebesar 4000-40.000 cPs
(Ganetrika dkk.,2016). Viskositas yang disyaratkan oleh SNI16-4399-1996 adalah
2.000 Cp – 50.000 Cp.

f. Uji Aktivitas Antiinflamasi


1). Pengelompokkan hewan uji
Hewan uji dikelompokkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan
rumus federer (t-1)(n-1) =15,dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t
adalah jumlah kelompok perlakuan (Ridwan, 2013). Mencit dibagi menjadi 6
kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok tersebut terdiri
dari kelompok perlakuan (dosis 0,05 %, 0,07% dan 0,09 %), kelompok kontrol
positif Natrium diklofenak, kelompok kontrol negatif (sediaan krim tanpa zat
aktif) dan kelompok normal. Kelompok kontrol positif digunakan sebagai
kelompok pembanding untuk melihat perbandingan pengaruh ekstrak dengan obat
yang telah diketahui efektif sebagai antiinflamasi, sedangkan kelompok kontrol
negatif digunakan untuk melihat perbandingan peningkatan aktivitas efek
antiinflamasi pada mencit antara kelompok yang diberikan perlakuan dan yang
tidak diberikan perlakuan. Pengelompokan hewan uji dapat dilihat pada tabel 3.2 :

28
Tabel 3.2. Pengelompokan hewan uji antiinflamasi
Kelompok Perlakuan Topikal
I Diberikan natrium diklofenak 1% sebagai kontrol (+)
II Diberikan krim tanpa ekstrak etanol buah wualae sebagai kontrol (-)
III Diberikan krim ekstrak etanol buah wualae. 0,05 %
IV Diberikan krim ekstrak etanol buah wualae. 0,07 %
V Diberikan krim ekstrak etanol buah wualae. 0,09 %
VI Tidak diberi perlakuan, sebagai kontrol normal

2). Aklimatisasi hewan uji


Sebanyak 30 mencit yang sehat (20-30 gram) dipilih untuk penelitian ini.
Mencit diberi makan dan minum, dan diaklimatisasi selama 7 hari sebelum
melakukan percobaan (Chandu, dkk., 2011) dengan tujuan untuk memberi waktu
pada hewan uji agar beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hewan uji
dikandangkan pada kondisi lingkungan standar (suhu 25±1oC), kelembaban
55±5% dan fase terang gelap =12:12 jam (Haribi, dkk., 2009).

3). Pembuatan Indikator Radang


Larutan karagenan 1 % dibuat dengan ditimbang sebanyak 0,1 g
karagenan, lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 mL kemudian dicukupkan
dengan larutan fisiologis natrium klorida (NaCl) 0,9%, sampai garis tanda. Lalu
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam (Sujono dkk., 2012).

4). Pengujian Efek Antiinflamasi In Vivo pada Mencit Putih (Mus musculus)
Jantan
1. Mencit ditimbang bobotnya dan dipilih dengan berat 20-30 g.
2. Mencit dikelompokan secara acak dan dibentuk 6 kelompok dengan jumlah
masing-masing kelompok adalah 5 ekor dan antisipasi masing-masing
kelompok 1.
3. Mencit dipuasakan selama ±18 jam sebelum pengujian dan air minum tetap
diberikan.
4. Volume kaki setiap mencit yang akan diinduksi, diberi tanda pada mata kaki
lalu diukur terlebih dahulu dengan cara mencelupkan kaki mencit ke dalam

29
Pletismometer hingga batas tanda. Pada setiap pengukuran, tinggi cairan
pada alat dicatat sebelum dan sesudah pengukuran.
5. Telapak kaki menci disuntikan dengan larutan karagenan 1% sebanyak 0,1
mL secara subplantar, sebelumnya kaki mencit dibersihkan dengan etanol
70%.
6. Setelah 1 jam masing-masing kaki mencit diberi krim antiinflamasi
kontrol positif, kontrol negatif, krim ekstrak etanol buah wualae. 0,05%,
0,07%, dan 0,09%, sediaan ditimbang sebanyak 100 mg dan diberikan
pada bagian kaki yang bengkak secara topikal, kemudian kaki mencit
dicelupkan lagi ke dalam pletismometer hingga batas mata kaki lalu diukur
pada jam ke-1,2,3,4,5, dan 6.
7. Catat nilai volume edema pada kaki masing-masing mencit.

5). Analisis data


Persen radang dapat dihitung dengan rumus di berikut (Mansjoer, 1997) :
𝑉𝑡−𝑉𝑜
Persen radang = x 100% (1)
𝑉𝑜

Dimana : Vt = Volume radang setelah waktu t


Vo = Volume awal kaki mencit
Persen inhibisi radang dihitung dengan rumus di bawah ini:
𝑎−𝑏
Persen inhibisi radang = x 100% (2)
𝑎

Dimana : a = Persen radang rata-rata kelompok kontrol


b = Persen radang rata-rata kelompok perlakuan bahan uji atau obat
pembanding.
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) non parametrik Kruskal Wallis. Selanjutnya
dilakukan uji lanjutan, menggunakan uji Mann Whitney U Test untuk melihat
kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda signifikan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Sampel dan Ekstraksi


Sampel buah wualae (E.elatior) yang digunakan diperoleh dari Desa Kalu-
kaluku, Kecamatan Kodeoha, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Buah
wualae yang didapatkan selanjutnya dilakukan sortasi basah, kemudian dirajang
lalu dikeringkan dibawah sinar matahari dilapisi dengan kain hitam, setelah kering
diserbukkan dengan menggunakan blender, kemudian dimasukkan kedalam
wadah kaca dan diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
96% selama 3x24 jam. Maserat disaring dan filtratnya diuapkan dengan
menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu maksimal 60ºC untuk
menghasilkan ekstrak kental sebanyak 53,9 gram. Ekstrak etanol buah wualae
yang diperoleh lalu dihitung rendemennya dan diperoleh sebesar 5,39%.
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan berat bahan
baku. Rendemen menggunakan satuan persen (%), semakin tinggi nilai rendemen
yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak.
Rendemen suatu ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah metode ekstraksi yang digunakan, semakin lama waktu yang digunakan
maka zat aktif yang diperoleh lebih banyak (Wijaya, 2018). Nilai rendemen juga
berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada ekstrak
buah wualae (E.Elatior) (Lampiran 4).

4.2 Uji Pendahuluan Ekstak Etanol Buah Wualae (E. Elatior)


Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi ekstrak etanol
buah wualae yang optimal untuk diformulasikan. Uji pendahuluan dilakukan
dengan melarutkan ekstrak dengan propilen glikol, propilen glikol dipilih karena
dapat digunakan sebagai pelarut ekstrak dimana ekstak etanol buah wualae
bersifat larut minyak, sehingga propilen glikol dapat melarutkan ekstrak dengan
baik. Pengujian antiinflamasi terhadap ekstrak ini menggunakan metode
pembentukkan udem dengan induksi karagenan pada telapak kaki mencit,
pengamatan penurunan udem dilakukan setiap 60 menit dengan tujuan selang
waktu 60 menit telah menimbulkan efek untuk menurunkan udem, dan
31
pengamatan penurunan udem dilakukan selama 6 jam karena udem yang
terbentuk akibat induksi karagenan dapat bertahan selama 6 jam dan akan
berangsur-angsur berkurang selama 24 jam (Sukmawati dkk.,2015). Hasil uji
pendahuluan dapat dilihat pada gambar 4.1.

% Radang
100% Keterangan
80% 0.03%
% Radang

60% 0.04%

40% 0.05%

20% 0.07%
0.09%
0%
60 120 180 240 300 360 0.10%
Waktu (menit)

Gambar 4.1. Grafik %persen penurunan radang hasil uji pendahuluan ekstrak
etanol buah wualae konsentrasi 0,03%; 0,04%; 0,05%; 0,07%; 0,09% dan 0,1%
pada tiap waktu pengamatan

Pada uji pendahuluan ini konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 0,03%,
0,04%, 0,05%, 0,06%, 0,07%, 0,09%, 0,1%. Dari grafik diatas dapat dilihat
penurunan persen udem kaki mencit yang baik dimulai pada konsentrasi 0,05%,
konsentrasi yang dipilih untuk pembuatan formula krim dengan ekstrak etanol
buah wualae yaitu 0,05%, 0,07%, dan 0,09%. Untuk melihat pemilihan
konsentrasi dan hasil uji pendahuluan terhadap ekstrak etanol buah wualae dapat
dilihat pada (Lampiran 5).

4.3 Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Buah Wualae


Formulasi sediaan antiinflamasi ekstrak etanol buah wualae (E.elatior).
dibuat dalam bentuk krim. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara
lain ekstrak etanol buah wualae bersifat larut minyak yang mana dalam sedian
krim mengandung minyak sehingga memudahkan ekstrak etanol buah wualae
untuk terdispersi merata kedalam basis krim. Krim juga merupakan sediaan yang
mudah diaplikasikan dan cepat menghantarkan obat melalui kulit, karena
kemampuannya berpenetrasi kedalam lapisan kulit. Sediaan krim diformulasikan
32
dengan zat aktif yaitu ekstrak etanol buah wualae (E.elatior). dengan variasi
konsentrasi ekstrak yaitu F0 (0%), FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%).
Komposisi basis krim pada krim ekstrak etanol buah wualae ini terdiri atas: asam
stearat, trietanolamin, propilen glikol, setil alkohol, metil paraben, propil paraben,
dan akuades.
Proses pembuatan krim dilakukan dengan meleburkan fase minyak diatas
hot plate dengan suhu 60-70oC. Setelah itu dilakukan pencampuran antara fase
minyak dan fase air, pencampuran dilakukan harus tetap dalam keadaan panas, hal
ini disebabkan pada proses pencampuran krim terdapat bahan yang mudah
mengental seperti asam stearat dan setil alkohol apabila suhu yang digunakan
tidak dalam keadaan panas, dan untuk memaksimalkan sediaan agar dapat
memberikan basis yang baik dan tidak adanya pemisahan fase yang terjadi maka
proses pembuatan krim dilakukan dalam keadaan panas. Formulasi sediaan krim
dibuat dengan peleburan dan pengadukan. Penambahan ekstrak etanol buah
wualae (E.elatior) dilakukan setelah basis krim terbentuk dan diaduk hingga
homogen dan didinginkan beberapa menit, tujuannya agar zat aktif ekstrak etanol
buah wualae (E.elatior ) tidak menurunkan dan merusak efek yang ditimbulkan
apabila dilakukan proses pemanasan, karena zat aktif yang digunakan tidak tahan
terhadap panas.

4.4 Uji Stabilitas (Cycling test)


Stabilitas sebuah krim adalah sifat untuk mempertahankan distribusi halus
dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam waktu yang panjang (Ansel,
1989). Stabilitas krim dapat di uji dengan metode cycling test, yaitu mempercepat
evaluasi kestabilan pada penyimpanan selama beberapa periode (waktu). Krim
disimpan pada suhu ±4ºC selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada
suhu ±40ºC selama 24 jam, perlakuan ini adalah satu siklus dan dilakukan
sebanyak 6 siklus atau selama 12 hari. Kondisi fisik sediaan krim sebelum cycling
test dibandingkan dengan kondisi fisik setelah cycling test. Metode ini dapat
mengetahui kestabilan dari massa krim dalam mempertahankan emulsi yang
terbentuk. Bila emulsi tidak stabil maka akan ditunjukkan dengan adanya

33
pemisahan fase sehingga mempengaruhi struktur krim yang telah jadi. Proses ini
disebut creaming. Parameter yang diamati pada uji stabilitas sediaan krim
meliputi:

a.Pengamatan organoleptik
Pengamatan organoleptik dilakukan untuk melihat karakteristik fisik dari
krim ekstrak etanol buah wualae (E.elatior) secara visual, uji organoleptik
meliputi pengamatan bentuk, warna dan bau dari krim ekstrak etanol buah wualae
(E.elatior). yang dihasilkan. Hasil pengamatan terhadap uji organoleptik dapat
dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Hasil pengamatan organoleptik krim sebelum dan setelah cycling test
Konsentrasi Bentuk Warna Bau
Ekstrak Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah
0% Semi Semi Putih Putih Khas Khas
solid solid
0.05% Semi Semi Pink Pink Khas Khas
solid solid pudar pudar
0.07% Semi Semi Pink Pink Khas Khas
solid solid pudar pudar
0.09% Semi Semi Pink Pink Khas Khas
solid solid pudar pudar

Hasil pengamatan organoleptik sediaan krim ekstrak etanol buah wualae


(E.elatior). Konsentrasi 0% atau krim tanpa ekstrak, 0,05%, 0,07%, dan 0,09%
tidak menunjukkan perubahan sebelum dan setelah cycling test. Bentuk sediaan
krim baik sebelum maupun setelah cycling test pada semua formula menunjukkan
bentuk krim semisolid serta tidak adanya pemisahan fase. Hal ini disebabkan zat
aktif dan basis krim tercampur homogen serta jumlah emulsi yang cukup untuk
menstabilkan krim.

A B

F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3

Gambar 4.2. Krim sebelum cycling test (A) , setelah cycling test (B).

34
Uji organoleptik untuk warna menunjukkan intensitas warna sediaan krim
yang bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak pada sediaan. Hasil uji
warna sebelum dan setelah cycling test menunjukkan hasil yang stabil yang
ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada semua formula. Uji
organoleptik untuk bau sebelum dan setelah cycling test menunjukkan hasil yang
stabil dengan bau khas dari bahan komposisi krim ekstrak etanol buah wualae.
Pengamatan organoleptik bentuk sediaan krim pada semua formula juga
menunjukkan tidak adanya pemisahan fase pada sediaan krim yang terjadi
sebelum dan setelah cycling test. Hal ini disebabya basis dan zat aktif pada
sediaan krim tercampur secara merata dan emulgator trietanolamin, asam stearat
mampu menghasilkan lapisan antarmuka yang kompleks dan rapat yang tidak
dipengaruhi siklus suhu sehingga menghasilkan krim yang stabil setelah cycling
test (Elcistia, 2018).

b. Uji pH
Uji pH merupakan parameter fisikokimia yang harus dilakukan pada
pengujian sediaan topikal karena pH sediaan dapat memengaruhi stabilitas dan
kenyamanan penggunaan sediaan pada kulit sewaktu digunakan (Herdiana, 2007).
Uji pH bertujuan untuk melihat pH sediaan krim, apakah aman untuk pemakaian
pada kulit atau tidak. Hasil pengamatan uji pH dapat dilihat pada Gambar 4.3.
8
6.4
pH Sediaan Krim

5.65 5.566.01 5.55 5.25


6 4.95 4.52
4
sebelum cycling test
2
sesudah cycling test
0
F0 (0%) F1 (0,05%) F2 (0,07%) F3 (0,09%)
Konsentrasi ekstrak etanol buah wualae dalam sediaan krim
.
Gambar 4.3. Grafik pH krim sebelum dan sesudah Cycling test

Perbedaan konsentrasi ekstrak etanol buah wualae. mempengaruhi sediaan


krim. Berdasarkan Gambar 4.3, setelah cycling test terjadi peningkatan pH. Hal ini
disebabkan salah satu bahan tambahan dalam sediaan krim yaitu propilen glikol.

35
Menurut Rowe dkk (2009), pada suhu ruangan dan suhu dingin propilen glikol
akan stabil, namun jika dipanaskan pada suhu yang tinggi akan teroksidasi
menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Proses
oksidasi dari propilen glikol ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pH
dari sediaan krim. pH sediaan merupakan parameter sifat fsikokimia yang harus
dilakukan pada sediaan dermal, karena pH sediaan dapat mempengaruhi stabilitas
dan kenyamanan penggunaan sediaan pada kulit (Ulfa, dkk., 2016). Uji pH
penting dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar tidak
mengiritasi kulit. Meskipun demikian, rentang nilai pH sebelum dan sesudah
cycling test masih dalam batas aman untuk sediaan topikal. Nilai suatu pH tidak
boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika
terlalu basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering, sebaiknya sesuai dengan pH
normal kulit yaitu berkisar 4,5-6,5 (Sayuti, 2015).

c. Uji Viskositas
Viskositas merupakan gambaran dari tahanan suatu benda cair untuk
mengalir. Sifat ini sangat penting dalam formulasi sediaan cair dan semipadat
karena sifat ini menentukan sifat dari sediaan dalam hal campuran dan sifat
alirnya, baik pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat
penting pada saat pemakaian, seperti konsistensi, kelembaban sehingga
mempengaruhi kenyaman konsumen saat menggunakan krim.
Viskositas suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
faktor pada saat pencampuran atau pembuatan sediaan dan pemilihan bahan-bahan
yang digunakan serta ukuran partikel (Ansel, 1989). Hasil pengujian viskositas
krim menunjukkan bahwa viskositas sediaan krim akan semakin berkurang seiring
bertambahnya konsentrasi ekstrak etanol buah wualae. Adanya perubahan
viskositas dipengaruhi oleh perubahan pH, dimana viskositas akan menurun
seiring penurunan pH (Gutowski, 2008). Hasil uji viskositas dapat dilihat pada
gambar 4.4.

36
30,000 25,000

Nilai Viskositas (cPS)


20,000 20,000 18,000
20,000 17,000 15,000 15,000
10,000
10,000 sebelum cycling test
sesudah cycling test
0
F0 (0%) F1 (0,05%) F2 (0,07%) F3 (0,09%)
Konsentrasi ekstrak etanol buah wualae dalam sediaan krim

Gambar 4.4. Viskositas krim sebelum dan sesudah cycling test

Uji viskositas dilakukan menggunakan alat Viskometer Rhion VT-04 rotor


spindel no. 2. Hasil pengamatan uji viskositas krim pada Gambar 4.4 bahwa
setelah cycling test terjadi peningkatan viskositas, hal ini dapat disebabkan karena
adanya peristiwa case hardening yang akan membuat permukaan sediaan menjadi
kering, disebabkan karena terjadinya penguapan air pada sediaan. Jika
kelembaban relatif udara diluar lebih rendah dibandingkan kelembapan relatif
bahan, maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya. Konsentrasi air
yang tinggi dalam sediaan krim memungkinkan saat penyimpanan akan
mengalami desorpsi, dimana air dalam krim akan menguap yang menyebabkan
krim akan menjadi lebih padat sehingga viskositasnya meningkat (Nuarianti,
2015). Peningkatan viskositas pada sediaan krim berada pada rentang yang
dipersyaratkan untuk sediaan semi padat sehingga sediaan krim ini baik dan
meskipun terjadi peningkatan nilai viskositas setelah cycling test nilai viskositas
yang dihasilkan tetap berada pada rentang viskositas yang di syaratkan.
Persyaratan viskositas yang baik pada sediaan semisolid adalah sebesar 2000-
50.000 cps (Erwiyani, 2018).

d. Uji Daya Sebar


Pengujian daya sebar merupakan syarat penting dari sediaan krim. Apabila
suatu sediaan memiliki daya sebar yang tinggi, maka akan semakin besar daerah
penyebarannya, sehingga zat aktif yang terkandung akan tersebar secara merata
dan lebih efektif dalam menghasilkan efek terapi (Priawanto dan Ingenida, 2017).
Pada umumnya daya sebar memiliki kaitan dengan viskositas. Apabila viskositas
rendah, maka daya sebar krim akan semakin besar karena krim akan semakin
37
mudah mengalir dan menyebar pada permukaan kulit (Elcistia, 2018).Pengujian
daya sebar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa luas krim yang
dibuat menyebar di kulit. Hasil pengujian daya sebar keempat formula
menunjukkan daya sebar yang sudah memenuhi persyaratan yaitu 5 – 7 cm. Hasil
pengamatan uji daya sebar dapat dilihat pada Gambar 4.5.
8
6.35 6.3 6.4 5.95
Daya Sebar Sediaan

5.55 5.3 5.55


6
4.5
Krim

4
sebelum cycling test
2
setelah cycling test
0
F0 (0%) F1 (0,05%) F2 (0,07%) F3 (0,09%)
Konsentrasi ekstrak etanol buah wualae dalam sediaan krim

Gambar 4.5. Daya sebar krim sebelum dan setelah cycling test

Hasil pengujian daya sebar krim ekstrak etanol buah wualae (E.elatior).
menunjukkan bahwa daya sebar krim akan semakin besar seiring meningkatnya
jumlah konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Namun setelah cycling test, terjadi
penurunan daya sebar krim, hal ini sesuai dengan peningkatan viskositas. Nilai
viskositas berbanding terbalik dengan nilai sebar suatu sediaan krim (Priawanto
dan Ingenida, 2017), sehingga jika krim memiliki nilai viskositas yang tinggi
maka nilai daya sebar dari krim tersebut akan rendah. Hasil pengujian daya sebar
sebelum dan setelah cycling test menunjukkan semua sediaan krim memenuhi
persyaratan parameter daya sebar sediaan setengah padat yaitu 5-7 cm. Pengujian
daya sebar bertujuan untuk mengetahui seberapa baik sediaan krim menyebar di
permukaan kulit, karena dapat mempengaruhi absorbsi obat dan kecepatan
pelepasan zat aktif di tempat pemakaiannya. Suatu sediaan yang baik dan lebih
disukai bila dapat menyebar dengan mudah di kulit dan nyaman digunakan
(Ardana, dkk., 2015).

e. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah dibuat
homogen atau tidak. Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel krim

38
dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain. Sediaan harus
menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar
(Depkes RI, 1982). Hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil uji homogenitas sebelum dan sesudah cycling test
Konsentrasi Homogenitas
Ekstrak Sebelum Setelah
0% Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
0.05% Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
0.07% Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
0.09% Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar

Hasil pengamatan terhadap uji homogenitas krim ekstrak etanol buah


wualae (E. elatior) pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa krim dengan konsentrasi
ekstrak 0% atau tanpa ekstrak, 0,05%, 0,07%, dan 0,09% menunjukkan tidak
adanya gumpalan atau butiran kasar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang
dibuat mempunyai susunan yang homogen, baik sebelum dan setelah cycling test.
Uji homogenitas merupakan faktor penting dan salah satu pengukuran dari
kualitas sediaan krim karena zat aktif yang digunakan adalah ekstrak kental yang
harus terdistribusi merata dalam sediaan krim (Ulfa, dkk., 2016).

4.5 Uji Aktivitas Antiinflamasi Krim Ekstrak Etanol Buah Wualae


Antiinflamasi adalah sebutan untuk agen/obat yang bekerja melawan atau
menekan proses peradangan (Dorland, 2002). Metode pengujian efek
antiinflamasi suatu bahan calon obat dilakukan berdasarkan kemampuan obat uji
mengurangi atau menekan derajat udema pada hewan percobaan. Formula krim
yang telah di uji stabilitas krim selanjutnya diuji efek antiinflamasi terhadap
hewan uji mencit jantan putih. Jenis kelamin jantan dipilih agar respon inflamasi
tidak dipengaruhi oleh hormon estrogen (Sativa dkk., 2014). Sebanyak 30 ekor
mencit digunakan untuk 6 kelompok perlakuan, yang masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor mencit.

39
Sebelum dilakukan pengujian, hewan uji diaklimatisasi selama 1 minggu
dengan tujuan untuk memberi waktu pada hewan uji agar beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Selanjutnya masing-masing mencit yang akan digunakan,
dipuasakan selama kurang lebih 18 jam dan hanya diberi minum, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya pengaruh makanan
terhadap efek krim yang akan diujikan.
Pengujian aktivitas antiinflamasi pada penelitian ini yaitu dengan
menginduksi λ-karagenan 1% pada telapak kaki kiri mencit. Karagenan
merupakan suatu senyawa iritan yang digunakan untuk pengujian efek
antiinflamasi, yang merupakan suatu turunan polisakarida yang akan dikenali
tubuh sebagai suatu substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya
edema melalui berbagai mekanisme seperti melepaskan prostaglandin setelah
disuntikkan ke hewan uji (Nuswantoro, 2011). Mekanisme aksi karagenan dalam
menimbulkan radang dengan merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan
mediator-mediator radang yang dapat mengakibatkan vasodilatasi sehingga
menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang
akibatnya terjadi pembengkakan pada daerah tersebut (Apriani, 2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa setelah pemberian
karagenan, kaki mencit mengalami peradangan. Induksi karagenan mengakibatkan
terbentuknya radang yang terdiri dari dua fase, yaitu 1-2 jam setelah injeksi
karagenan, menyebabkan trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan.
Pada fase pertama terjadi pelepasan serotonin dan histamin ke tempat radang serta
terjadi peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase
kedua terjadi pelepasan prostaglandin dan dimediasi oleh bradikinin dan
leukotrien (Manurung dan Sri, 2017).
Peradangan yang terjadi pada kaki mencit terlihat dengan timbulnya
pembengkakan dan kemerahan yang merupakan ciri dari terjadinya peradangan.
Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan volume kaki mencit yang diukur dengan
alat pletismometer modifikasi. Prinsip kerja alat pletismometer berdasarkan
hukum Archimedes yaitu benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan memberi
gaya atau tekanan ke atas sebesar volume yang dipindahkan. Metode dengan alat
40
pletismometer ini dipilih karena memiliki kelebihan dalam hal pelaksanaan yang
lebih mudah dan sederhana (Arfan dan Noor, 2016). Kenaikan volume kaki
mencit setelah diinduksi karagenan dapat dilihat pada table 4.3
Tabel 4.3 Tabel rata-rata volume kaki mencit sebelum dan setelah diinduksi karagenan
1% (Lampiran 9)
Sebelum Induksi Setelah Induksi
52,65 ± 1.18 µL 97,77 ± 2.36 µL

Pada penelitian ini pengukuran efektivitas terhadap mencit dilakukan


dengan cara membandingkan krim ekstrak etanol buah wualae. dengan sediaan
natrium diklofenak sebagai kontrol positif (K+) dan krim tanpa ekstrak sebagai
kontrol negatif (K-). Formula krim dengan variasi konsentrasi ekstrak yaitu
0,05%, 0,07%, dan 0,09% digunakan sebagai bahan obat uji.
Analisis dilakukan terhadap hasil perubahan volume kaki mencit dimulai
menit ke-60 hingga menit ke-360 atau selama 6 jam setelah penyuntikan
karagenan secara subplantar. Menurut Hidayati (2008), setelah pelepasan
mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam dan
berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi. Oleh karena itu
pengukuran yang efektif dilakukan yakni selama 6 jam setelah induksi karagenan.
Dari perubahan volume kaki mencit dapat dihitung persen radang dan persen
inhibisi radang mencit. Hasil persen inflamasi pada setiap kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.6.

% Udem Rata-Rata
100%
80% Kontrol (+)
% Radang

60% Kontrol (-)


40% Formula 0.05%
20% Formula 0.07%
0%
Formula 0.09%
60 120 180 240 300 360
Waktu (menit) Normal

Gambar 4.6. Persen radang rata-rata telapak kaki mencit tiap waktu pengamatan

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa terjadi penurunan radang yang hampir


sama setiap kelompok perlakuan, kecuali dengan kelompok kontrol. Pemberian

41
krim kelompok FI (0,05%) mengalami penurunan radang pada menit ke-180.
Sedangkan pada kelompok FII (0,07%) dan FIII (0,09%) mengalami penurunan
radang yang sama dimulai pada menit ke-120. Berbeda dengan kontrol positif
dimana penurunan radang lebih besar dari kelompok uji, terjadi pada menit ke-60.
Data grafik diatas menunjukkan bahwa kelompok FI (0,05%), FII (0,07%), dan
FIII (0,09) membutuhkan waktu yang lebih lama dari 360 menit untuk
menyembuhkan radang. Hasil perhitungan %inflamasi dapat dilihat pada
(Lampiran 12).
Dari hasil pengujian aktivitas antiinflamasi krim ekstrak etanol buah wualae
dengan konsentrasi (0,05%, 0,07%, dan 0,09%) dapat dilihat yang memiliki
aktivitas antiinflamasi tertinggi terdapat pada konsentrasi ekstrak 0,09%, maka
dari itu dilakukan perbandingan aktivitas pada saat pengujian eksrak etanol buah
wualae 0,09% dangan krim yang diberi ekstrak etanol buah wualae 0,09% dapat
dilihat pada gambar 4.7

% Radang
100%
80%
% Radang

60% ekstrak (0,09%)


40%
20%
krim+ekstrak
0%
(0,09%)
60 120 180 240 300 360
Waktu (menit)

Gambar 4.7. Grafik perbandingan ekstrak 0,09% dan krim ekstrak 0,09%

Hasil pengamatan dari grafik diatas menunjukkan bahwa, penurunan udem


pada kaki mencit setelah diberikan ekstrak secara topikal dan mencit setelah
diberikan krim ekstrak etanol buah wualae secara topikal, memiliki perbedaan
aktivitas antiinflamasi, mencit yang diberikan sediaan krim penurunan udemnya
lebih baik dibandingkan mencit yang diberikan ekstrak secara topikal.
Hal ini disebabkan karena mekanisme kerja krim tipe (M/A) fase kontinu
akan menguap dan meningkatkan konsentrasi obat larut air yang terikat dalam
film sehingga meningkatkan konsentrasi obat di stratum korneum, krim tipe ini

42
bersifar non oklusif karena tidak mendeposit film terus menerus namun dapat
mendeposit lipid dan bahan pelembab lainnya pada stratum korneum (Nayank,
2004). Sediaan krim memiliki kemampuan melekat pada permukaan kulit dalam
waktu yang cukup lama, dengan waktu kontak yang lama membuat krim dapat
menghantarkan zat aktif berpenetrasi kedalam kulit dengan baik (Anwar,2012).
Nilai persen hambatan inflamasi tiap waktu pengukuran dapat dilihat
pada Gambar 4.8.
80% 76%
Persen Hambat Radang
Rata-Rata Telapak Kaki

60%
40% 22% 26%
19%
Mencit

20%
0%
0%
k(+) k(-) FI (0,05%) FII FIII
(0,07%) (0,09%)
Formula Sediaan Krim

Gambar 4.8. Grafik persen hambat radang tiap kelompok perlakuan

Hasil data pengukuran volume edema kaki mencit yang telah diperoleh,
dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan metode SPSS (Statistical
Package for Social Science) one way-ANOVA. Hal ini bertujuan untuk melihat
perbedaan pada rata-rata pengukuran volume edema setelah pemberian krim
ekstrak etanol buah wualae. Uji normalitas juga dilakukan sebagai syarat yang
harus dilakukan sebelum melakukan uji ANOVA. Uji normalitas dilakukan
menggunakan metode shapiro-wilk yang bertujuan untuk melihat data yang
mengikuti distribusi normal (H0) dengan nilai signifikan (P>0,05) atau tidak
mengikuti distribusi normal (H1) dengan nilai signifikan (P<0,05). Berdasarkan
uji normalitas pada volume edema kaki mencit nilai signifikan (P<0,05) maka
dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan volume
edema tiap kelompok mencit.
Uji Kruskal Wallis pada volume edema kaki mencit, menjelaskan bahwa
terdapat adanya perbedaan bermakna antara kelompok K(-) dengan K(+), FI
(0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) dengan nilai signifikan (P˂0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok tersebut memiliki aktivitas

43
antiinflamasi dalam menghambat edema pada telapak kaki mencit dibanding
dengan K(-). Hal ini perlu dilanjutkan dengan uji Mann Withney U karena untuk
melihat perbedaan secara bermakna setiap kelompok perlakuan. Hewan uji hanya
diberikan basis krim yang tidak mampu menghambat pembentukan edema dan
respon udem hanya mengandalkan sistem imunitas alami mencit. Pada kelomok
K(+), FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) persen edema yang terbentuk
perlahan turun dan mendekati volume normal kaki mencit. Hal ini membuktikan
kelomok K(+), FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) memiliki aktivitas
antiinflamasi.
Kelompok FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) memiliki nilai rata-
rata inflamasi yang lebih besar dengan daya hambat yang lebih rendah
dibandingkan dengan K(+). Pada uji statistik FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII
(0,09%) berbeda secara bermakna dengan K(+) dengan nilai signifikan (P<0,05).
Ini menunjukkan bahwa FI (0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) memiliki
aktivitas antiinflamasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol positif (K+),
dikarenakan (K+) memiliki konsentrasi lebih tinggi dibanding FI (0,05%), FII
(0,07%), dan FIII (0,09) (Lampiran 13).
Berdasarkan penelitian pratiwi (2017) Ekstrak etanol buah wualae
memiliki efek antiinflamasi, hal ini disebabkan oleh aktivitas farmakologi
kandungan metabolit sekunder pada buah wualae yaitu flavonoid. Flavonoid
merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, flavonoid dapat menghambat
enzim siklooksigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin (Sativa, dkk.,
2014) serta menghambat enzim lipooksigenase yang berperan dalam biosintesis
leukotrien dalam pembentukan radang (Sukmawati, dkk., 2015).
Senyawa flavonoid secara khusus mampu menghentikan pembentukan dan
pengeluaran zat-zat yang menyebabkan peradangan akibat reaksi alergi. Senyawa-
senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid mempunyai efek yang
berbeda-beda dalam mengatasi inflamasi. Mekanisme antiinflamasi yang
dihasilkan oleh flavonoid dapat terjadi melalui beberapa jalur salah satunya adalah
dengan adanya penghambatan aktivitas enzim COX dan lipooksigenase secara
langsung yang menyebabkan penghambatan biosintesis prostaglandin dan
44
leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur COX dan lipooksigenase. Hal
tersebut menyebabkan penghambatan akumulasi leukosit dan degranulasi netrofil,
serta menghambat pelepasan histamin. Pada kondisi normal leukosit bergerak bebas di
sepanjang dinding endotel. Selama inflamasi, berbagai mediator turunan endotel dan
faktor komplemen menyebabkan adhesi leukosit pada dinding endotel. Pemberian
flavonoid dapat menurunkan jumlah leukosit dan mengurangi aktivasi komplemen
sehingga menurunkan adhesi leukosit ke endotel sehingga mengakibatkan penurunan
respon inflamasi tubuh. Selain itu diketahui mekanisme flavonoid lainnya dalam
menghambat terjadinya radang yaitu dengan menghambat pelepasan asam arakidonat dari
proses radang. Terhambatnya pelepasan asam arakidonat akan menyebabkan penurunan
jumlah substrat arakidonat yang masuk dalam jalur siklooksigenase dan jalur
lipooksigenase, sehingga pada akhirnya akan terjadi penurunan jumlah dan penekanan
produksi prostaglandin, prostasiklin, endoperoksida, tromboksan pada satu sisi dan asam
hidroperoksida, dan leukotrien pada sisi lainnya (Pramitaningastuti dan Ebta, 2017).
Selain flavonoid, metabolit sekunder dari buah wualae yaitu alkaloid,
terpenoid, tanin dan steroid (Wahyuni dkk, 2016). Berdasarkan jurnal penelitian
bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat memberikan efek antiinflamasi dengan
mekanisme sebagai berikut, tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan yang
berperan sebagai antiinflamasi dengan cara menangkap radikal bebas (Arifah
dkk., 2017), terpenoid mempunyai kemampuan menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase dalam mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin
sebagai mediator inflamasi (Wiranto, 2016) dan mekanisme alkaloid sebagai
antiinflamasi yaitu dengan menekan pelepasan histamin oleh sel mast,
mengurangi sekresi IL-1 oleh monosit dan PAF pada platelet (Luliana dkk.,
2017). Berdasarkan mekanisme kerja senyawa-senyawa tersebut dapat diketahui
bahwa ekstrak buah wualae bekerja seperti obat-obat golongan non steroid.

45
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat
diambil adalah :
a. Stabilitas sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol buah wualae
(E.elatior) Secara fisik stabil dan memenuhi syarat setelah pengamatan
beberapa parameter yaitu organoleptik tidak ada perubahan warna, bau dan
pemisahan fase, uji homogenitas semua formula menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak ada butiran kasar, uji pH semua formula memiliki nilai pH
yang masuk dalam rentang nilai pH normal kulit yaitu 4,5-6,5, uji viskositas
semua formula memiliki nilai viskositas yang masuk kedalam rentang yaitu
2000-50.000 cPS dan uji daya sebar semua formula memiliki nilai sebar yang
masuk kedalam rentang yaitu 5-7 Cm.
b. Sediaan krim ekstrak etanol buah wualae (E. elatior) pada formula FI
(0,05%), FII (0,07%), dan FIII (0,09%) memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi dan formula yang memiliki nilai aktivitas antiinflamasi yang
besar adalah terdapat pada formula krim FIII ( 0,09%) dengan % inhibisi
radang sebesar 26%.

5.2 Saran
Saran dari penelitian ini yaitu diharapkan agar penelitian lebih lanjut perlu
dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi krim ekstrak etanol bauh wualae
(Etlingera elatior (jack) R.M. Smith) dengan formula yang berbeda.

46
DAFTAR PUSTAKA

Agral,O., Fatimawali., Paulina,Y., dan Hamidah,S.S., 2013. Formulasi dan Uji


Kelayakan Sediaan Krim Antiinflamasi Getah Tanaman Patah Tulang
(Euphobia tiruculli L.), PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT,
Vol. 2 (3).

Anggraini, S., Nur, M., dan Aesyik, I., 2015. Formulasi dan Optimasi Krim Tipe
A/M dan Aktivitas Antioksidan Daun Cempedak. Prosiding Seminar
Kefarmasian Ke-1, Samarinda.

Angin M,I.P., 2015, Karakterisasi Senyawa Kimia dan Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) yang Diisolasi
dengan Destilasi STAHL, Agrica Ekstensia,Vol. 9(1)

Anonim, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 184, 357, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta.

Ansel, H.C., 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Form 4th, Pengantar


Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Anwar, 2012, Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi,
Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.

Ardana, M., Vebry A., dan Arsyik I., 2015, Formulasi dan Optimasi Basis Gel
HPMC (Hidroxy Propyl Methyl Cellulose) dengan Berbagai Variasi
Konsentrasi, J. Trop. Pharm. Chem., Vol. 3(2).
Arfan P.V.P. dan Noor Wijayahadi., 2016, Pengaruh Pemberian Ekstrak Produk X
Sebagai Antiinflamasi Pada Tikus Jantan Galur Wistar, Jurnal Kedokteran
Diponegoro, Vol. 5(4).
Arifah, R. N., Nora I., dan Agus W., 2017, Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
Kasar Buah Asam Paya (Eleiodoxa conferta (Griff.) Buret) Secara In-Vitro
Dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell),
JKK, Vol. 6(1).
Badan POM RI, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak
Volume 2, Direktorat Obat Asli Indonesia, Jakarta.
Chandu, A.N., Kumar, S., Bhattacharjee, C., Debnath. S., dan Kannan, K.K.,2011,
Studies On Immunomodulatory Activity of Aloe vera (Linn), International
Journal Of Applied Biology And Pharmaceutical Technology, Vol 2(1).

Depkes RI, 1982, Formularium kosmetika Indonesia, Departemen Kesehatan RI,


Jakarta.

47
Depkes RI, 1995, Materia Medika Jilid VI, Diktorat Jenderal POM, Jakarta.

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Diktorat
Jenderal POM, Jakarta

Dina, A., Suwidjiyo P., Nining S., 2017 , Optimasi Komposisi Emulgator dalam
Formulasi Krim Fraksi Etil Asetat Ekstrak Kulit Batang Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
Vol.15(2).

Ditjen POM, 1979,Farmakope Indonesia ed. III, Departemen Kesehatan RI,


Jakarta.

Ditjen POMI, 1995,Farmakope Indonesia ed. IV,Departemen Kesehatan RI,


Jakarta.

Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, alih bahasa Huriwati
Hartanto, dkk., edisi 29, ECG, Jakarta.

Dwikarya, M., 2004, Merawat Kulit dan Wajah, Kawan Pustaka: Jakarta.

Elcistia, R. dan Abdul K.Z., 2018, Optimasi Formula Sediaan Krim o/w
Kombinasi Oksibenzon dan Titanium Dioksida Serta Uji Aktivitas Tabir
Suryanya Secara In Vivo, Majalah Farmaseutik, 14(2).

Elmitra, dan Setya,E.R.,2018, Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun


Puding Hitam (Graptophyllum Pictum(L.)Griff),Jurnal Katalisator,Vol.
3.(1).

Emelda.,2007, Potensi Tongkat Ali (Eurycoma Longipolia Jack.),Journal of


current Pharmaceutical Sciences (JCPS) Vol. 1 (1).

Erwiyani, A.R., Dika D., Stefan A.K., 2018, Pengaruh Lama Penyimpanan
Terhadap Sediaan Fisik Krim Daun Alpukat (Persea Americana Mill) dan
daun sirih hijau (Piper betle Linn), Indonesian Journal of Pharmacy and
Natural Product,Vol. 1(1).

Farida,S., dan Anshary,M., 2016, Kecombrang (Etlingera elatior): Sebuah


Tinjauan Penggunaan Secara Tradisional, Fitokimia dan Aktivitas
Farmakologinya, The Journal of Indonesian Medicinal Plant,Vol.9 (1).

Fitriyani, A., Lina W., siti M., dan Nuri, 2011, Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol
Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada Tikus Putih,
Majalah Obat Tradisional, Vol. 16 (1).

Gaikwad, A.K., 2013, Transdermal Drug Delivery System: Formulation Aspect


and Evaluation, Comprehensive Journal of Pharmaceutical Science, Vol.
1(1).
48
Genatrika, E., Isna N dan Indri H., 2016, Formulasi Sediaan Krim Minyak Jintan
Hitam (Nigella sativa L.) Sebagai Antijerawat Terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes, Pharmacy, Vol.13(2).

Haribi, R., Darmawati, S., dan Hartiti, T., 2009, Kelainan Fungsi Hati dan Ginjal
Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) Akibat Suplementasi Tawas dalam
Pakan, Jurnal kesehatan, Vol 2(2).

Harvey, D., 2000, Modern Analyical Chemistry, The McGraw-Hill Companies


Inc, United States of America.

Hidayati, N. A., Shanti L., dan Ahmad D. S., 2008, Kandungan Kimia dan Uji
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.), Bioteknologi, Vol. 5 (1).

Juwita,A.p., Paulina,V.YY.,dan Hosea,J.E.,2013, Formulasi Krim Ekstrak Etanol


Dan Lamun (Syringodium Seotifolium), PHARMACON jurnal ilmiah
farmasi-UNSRAT,Vol.2 (2)

Kalangi, S.J.R., 2013. Histofisiologi Kulit, Jurnal biomedik (JBM),Vol. 5 (3).

Katadi, S., 2014, Formulsi Losio Antinyamuk dengan Zat Aktif Minyak Atsiri
Lantana camara Linn., Skripsi, Universitas Halu oleo, Kendari.

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi dasar dan Klinik.(Edisi 6). Penerjemah Staf


Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Erlangga. Jakarta:
Salemba Medika.

Katzung, B.G., 2013, Farmakologi dasar & klinik Edisi 12, EGC, Jakarta.

Kumar, V., Ramzi, S.C., Stanley, L.R., 2014, Buku Ajar Patologi Edisi 7, EGC,
Jakarta.

Kusumawati,E., 2016, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun


Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Terhadap Bakteri
Bacillus cereus dan Escherichia coli Menggunakan Metode Difusi Sumur,
Polhasains, Vol. 4 (1).

Lachman, L., Herbert, A. L., Joseph, L. K., 2012, Teori dan Praktek Farmasi
Industri II, UI-Press: Jakarta.

Latifah,F., Nining,S., dan Tedjo,Y., 2016, Evaluasi Sifat Fisik dan Daya Iritasi
Sediaan Lotion Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syziqium Aromaticum)
dengan Berbagai Variasi Konsentrasi, Traditional Medicine Journal,Vol.1
(1).

Luliana,S., Ressi,S., dan Ellya,A., 2017. Uji aktivitas antiinflamasi ekstrak air
herba ciplukan (physalis angulata l.) Terhadap tikus putih (rattus
49
norvegicus l.) Jantan galur wistar yang diinduksi karagenan. Traditional
Medicine Journal. Vol. 22(3).

Makalalag, I.W., Adeanne, W., dan Weny, W., 2013, Uji Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia Steen.) Terhadap kadar Gula Darah Pada Mencit
Putih Jantan Galur Wistar ( Rattus norvegicus) yang Diinduksi Sukrosa,
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2(1).
Mansjoer, S., 1997, Efek Anti Radang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma
zedoria Rosc.) Terhadap Udem Buatan Pada Tikus Putih Betina Galur
Wistar, Majalah Farmasi Indonesia, Vol 8.

Manurung, N.R.M., dan Sri, A.S., 2017, Aktivitas Antiinflamasi Berbagai


Tanaman Diduga Berasal dari Flavonoid, Farmaka, Vol. 24(2).

Maya, P. dan Fransiska A. W., 2016, Efek Antiinflamasi Sediaan dKrin dan Salep
Senyawa 2,5-Bis-(4-Nirobenzilidin) Siklopentanon pada Edema Mencit
yang Diinduksi Formalin. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical
Research, Vol. 1.

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,


Jurnal Kesehatan, Vol. VII (2).

Nuarianti, L.L.,2015, Formulasi Gel dari Minyak Atsiri Daun Sereh


(Cymbopogon citratus) Sebagai Antiinflamasi, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Halu Oleo, Kendari.
Nuswantoro, O.P., 2011, Efek antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Suji (Pleomele
angustifolia) pada Tikus Putih, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.

Oktiwiliani, W., Umi Y., dan Ratu C., 2015, Uji Aktivitas Antiinflamasi dari
Ekstrak Etanol Daun Asam Jawa (Tamarindus indica L.) terhadap Tikus
Wistar Jantan, Prosiding Penelitian SpeSIA Unisba, ISSN 2460-6472 .

Pramitaningastuti,A.S., dan Ebta,N.A., 2017, Uji Efektivitas Antiinflamasi


Ekstyrak Etanol Daun Srikaya (Annona Squamosa L.) Terhadap Edema
Kaki Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Jurnal ilmiah Farmasi, Vol.13 (1).

Pramitasari, M., 2011, Formulasi dan Uji Aktivitas Antijamur Krim Minyak
Sereh dapur (Cymbopogon citratus) dengan Basis Vanishing Cream
Terhadap Candida Albicans dengan Metode Sumuran, Skripsi, Universitas
Jember, Jember.

Pratiwi S,D.NS., 2017,Uji Efek Antipiretik dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol


Buah wualae (Etlingera elatior (jack) R.M. Smith) Terhadap Mencit
Jantan (Mus musculus L.) Galur BALB/C, Skripsi, Universitas Halu Oleo,
Kendari.
50
Priawanto, P.G., dan Ingenida, H., 2017, Formulasi dan Uji Kualitas Fisik Sediaan
Gel Getah Jarak (Jatropha curcas), Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah,
Farmasi FKIK UMY.

Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1, Egc, Jakarta.

Puspita, S., 2018. Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Krim Hidrokortison Generik dan
Generik berlogo. Jurnal Para Pemikiran, Vol. 7 (2).

Ratnasari,D., dan Renny,N.P., Optimasi Formula Sediaan Krim Anti-Aging dari


Ekstrak Terong Ungu (Solanum melongena L.) dan Tomat (Solanum
lycopersicum L.) Jurnal Riset Kesehatan,Vol. 7 (2).

Ridwan, E., 2013, Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian


Kesehatan, Jurnal Indonesia Medical Association, Vol 63 (3).

Rowe, R. C. Paul J. S., dan Marson E. Q., 2009, Handbook of Pharmaceutical


Excipients 6th ed., Pharmaceutical Press, London.

Sagala, J.P., Wisnu, C.P., Rolan, R., 2016, Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga
Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap penyembuhan luka pada tikus
putih (Rattus novergicus), Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia ke-50.

Saludung, J., 2015. Sirup Kecombrang Josani Aneka Rasa, Prosidding ISSN :
2460-1322
Saputri, F.C., dan Rita, Z., 2016, Uji Aktivitas Anti-Inflamasi Minyak Atsiri Daun
Kemangi (Ocimum americanum L.) pada Tikus Putih Jantan yang
Diinduksi Karagenan, Pharm Sci Res, Vol 3(3).
Sativa, O., Yuliet, dan Evi S., 2014, Uji Aktivitas Antiinflamasi Gel Ekstrak
Kaktus (Opuntia elatior Mill.) pada Tikus (Rattus norvegicus L.) yang
Diinduksi Lamda Karagenan. Online Journal of Natural Science, Vol.
3(2).
Schmitt, W.H., 1996, Skin Care Product, Di dalam: DF Williams and WH Schmitt
(Ed), 1996, Chemistry and Technology of Cosmetics and Toiletries
Industry. Ed ke-2, Blackie Academy and Professional, London.

Sharon, N., syariful, A., dan Yuliet., 2013, Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak
Etanol Bawang Hutan (Eleutherine palmifolia L. Merr), Online Jurnal of
Natural Science, Vol. 2 (3).

Sherwood, L., 2014, Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran EGC:Jakarta.

51
Silalahi, M. 2016. Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith : Manfaat dan Aktivitas
Biologi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi. ISBN. 978-602-
96166-5-4.

Soekaryo, E., Siswa S., dan Partomuan S., 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Aktif Fraksi Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) sebagai Anti
Inflamasi Penghambat Enzim Siklooksigenase-2 (Cox-2) secara In Vitro.
Jurnal Para Pemikir. Vol. 6 (2).

Solihah, I., Herlina., dan Oktia, C., 2017, Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Tahongai (Kleinhovia hospita L.) Menggunakan Metode Rat
Paw Edema, Jurnal Permata Indonesia, Vol 8(2).

Stevani, H., 2016, Praktikum Farmakologi, Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Stollbeger, C. dan J. Finsterer, 2003, Nonsteroidal anti-inflammatory drugs in


patients with cardioor cerebrovascular disorders .Z Kardiol, Vol. 92 (9).

Sukandar, D., Nani, R., Ira, J., dan Adeng, H., 2010, Karakterisasi Senyawa Aktif
Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai
Bahan Pangan Fungsional, Valensi, Vol. 2 (1).

Sukmawati, Yuliet, dan Ririen H., 2015, Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi Karagenan, Journal of Pharmac,
Vol. 1 (2).

Surlina, 2006, Kajian Penggunaan Campuran Madu dengan Berbagai Konsentrasi


Malam Lebah (Beeswex) pada Formulasi Krim Tangan dan Badan. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.

Suryani, Andi E. P. P., dan Putri A., 2017. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan
Gel Ekstrak Terpurufikasi Daun Paliasa (Kleinhovia hospita L.) yang
Berefek Antioksidan, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 6 (3).

Susilowati, S.S., Sudibyo, M., Sugeng, R., dan Agung, E.N., 2011, Aktivitas
analgetik dan antiinflamasi ekstrak batang combrang (Nicola speciosa
Horan), Majalah Farmasi Indonesia, Vol. 22 (2).

Tiwari, P., Bimlesh K., Mandeep K., Gurpreet K., dan Harleen K., 2011,
Phytocemical Screening and Extraction. Internationale Pharmaceutica
Sciencia. Vol. 1 (1).

Tjay, H. T. dan Kirana R., 2013, Obat-Obat Penting, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.

52
Turnbach, M. E., D. Seth S., dan Alan R., 2000, Spinal Administration of
Prostaglandin E2 or Prostaglandin F2a Primarily Produces Mechanical
Hyperalgesia That Is Mediated by Nociceptive Specific Spinal Dorsal
Horn Neurons, International Association for the study of Pain ; 33-45.

Ulfa, N., Wahyu H., dan Prcilya N. M., 2016, Formulasi Gel Ekstrak Daun Kelor
(Moringa oleifera Lam.) Sebagai Anti Inflamasi Topikal Pada Tikus
(Rattus novergicus), Journal of Pharmaceuical and Medicinal Sciences,
Vol. 1 (2).

Wahyuni., M. Hajrul, M., Adriyan, F., M.Ilyas,Y., dan Sahidin, 2017, Potensi
Imunomodulator Ekstrak Etanol Buah Kecombrang (Etlingera elatior
(Jack)R.M.Smith) Terhadap Aktivitas fagositosis Makrofag Mencit Jantan
Galur BALB/C, PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT,Vol.VI
(3).

Wijaya H., Novitasari, dan Siti J., 2018, Perbandingan Metode Ekstraksi
Terhadap Rendemen Ekstrak Daun Rambai Laut (Sonneratia caseolaris
L. Engl), Jurnal Ilmiah Manuntung, Vol 4(1).
Wiranto, E., Muhammad A. W., dan Puji A., 2016, Uji Aktivitas Antiinflamasi
Secara In-Vitro Ekstrak Rimpang Butoh Keling (Holothuria leucospilota
Brandt) Dari Pulau Lemukutan, JKK, Vol. 5(1).

53
DAFTAR LAMPIRAN

54
Lampiran 1. Etihical Clearance

55
Lampiran 2. Alur metode penelitian

Buah Wualae (Etlingera elatior


(Jack) R.M Smith)
 dikumpulkan
 disortasi basah
 dicuci
 dirajang Preparasi Buah wualae
 dikeringkan Sebanyak 1 kg Simplisia
 disortasi kering kering dimaserasi
 dihaluskan menggunakan etanol 96%
Maserasi selama 3x24 jam dengan
pengadukkan rutin

Evavorasi

Dilakukan uji
pendahuluan, untuk Ekstrak Etanol Buah
menentukan konsentrasi wualae
yang optimal
Dipilih 3 konserntrasi yaitu
Formulasi Krim 0,05%, 0,07% dan 0,09%
untuk diformulasikan

Uji Stabilitas Uji Aktivitas

 Uji stabilitas (Cycling  Persiapan hewan uji


test)  pembuatan suspensi
Parameter pengamatan: karagenan
 Uji Homogenitas  induksi hewan uji
 Uji Organoleptik  pengukuran volume udem
 Uji pH Penyajian Data kaki mencit dengan metode
 Uji Viskositas plestimometer sebelum
 Uji Daya Sebar pemberian krim
 pemberian krim ekstrak
etanol buah wualae
 pengukuran volume udem
kaki mencit dengan metode
plestimometer setelah
pemberian krim

56
Lampiran 3: Daigram Alir Uji Sediaan Krim

1. Uji Stabilitas Cycling Test

Krim
- Masing-masing sediaan krim dimasukkan dalam wadah
krim
- Dimasukkan dalam kulkas pada suhu 4ºC selama 24 jam
- Dipindahkan dalam oven pada suhu 40ºC selama 24 jam
- Perlakukan tersebut dilakukan secara berlangsung selama
6 siklus
- Dilakukan pengamatan terhadap krim

Hasil pengamatan Cycling Test


2. Parameter Pengamatan

a. Uji Organoleptik

Krim

- Diamati konsistensi, warna, dan bau krim


- Dilakukan pengamatan
Hasil pengamatan organoleptik krim
b. Uji Homogenitas
Krim

- Dioleskan pada dua keping kaca atau bahan transparan yang


cocok
- Dilakukan pengamatan
Hasil pengamatan homogenitas krim

57
c. Uji pH

Krim

- Diambil sediaan sebanyak 1 gram


- Dilarutkan dengan akuades 10 mL
- Di celupkan elektroda pada alat pH meter
- Dilakukan pengamatan

Hasil pengamatan pH krim


d. Uji Viskositas

Krim

- Dimasukan sebanyak 50 g dalam wadah viskesmeter Rion


seri VT 04
- Diamati gerakan jarum petunjuk viskositas sebanyak triplo
- Dicatat nilainya
- Dilakukan pengamatan

Hasil pengamatan viskositas krim

e. Uji Daya Sebar

Krim

- Ditimbang sebanyak 0,5 g dan diletakan ditengah kaca bulat


- Diletkan kaca bulat lain diatas kaca dan pemberat 150 g
- Didiamkan 1 menit
- Dicatat diameter penyebarannya

Hasil pengamatan daya sebar krim

58
3. Pembuatan induktor radang

Lamda karagenan

- Ditimbang 100 mg
- Dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL
- Dicukupkan dengan NaCl 0,9% sampai garis tanda

Lamda karagenan 1%

4. uji aktivitas sediaan krim antiinflamasi ekstrak etanol buah wualae (Etlingera
elatior (Jack)R.M.Smith)

Mencit

- Dipilih mencit dengan berat 20-30 g


- Dikelompokkan menjadi 6 kelompok
- Dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi air minum
- Diberi tanda pada mata kaki
- Dicatat volume awal sebelum diberi perlakuan
- Diinduksikan 0,1 mL karagenan 1% pada masing-masing
kelompok
- Didiamkan selama 1 jam
- Diukur volume kakinya menggunakan plestmometer
- Dioleskan sediaan krim antiinflamasi 100 mg pada begian kaki
yang bengkak
- Diukur volume kaki bengkak menggunakan plestimometer
- Dicatat penurunan bengkak pada jam ke-1,2,3,4,5, dan 6

Hasil pengamatan aktivitas sediaan krim antiinflama

59
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak

1. Rendamen Ekstrak
Berat ekstrak = 53,9 gram
Berat sampel kering = 1000 gram
53,9 gram
x100%
Rendemen ekstrak = 1000 gram

= 5,39 %
Lampiran 5. Uji pendahuluan penentuan konsentrasi ekstrak
Pada penelitian Pratiwi (2017), dosis ekstrak etanol buah wualae yang
memberika efek toksis melalui rute oral yaitu dosis 500 mg/KgBB. Dosis 500
mg/KgBB dijadikan dasar untuk konversi dosis oral ke topikal, setelah itu
dilakukan pemilihan rentang dosis untuk uji pendahuluan ekstrak etanol buah
wualae sebagai antiinflamasi melalui rute pemberian topikal.
 500 mg/Kg BB/ 1 mL
500 𝑚𝑔
 Konversi Kg BB Gram BB = = 0,5 mg/ g BB/ 1 mL
1000

 Konversi ke dalam 100 mL = 0,2 mg/ 1 mL x 100 mL = 50 mg/ 100 mL


50 𝑚𝑔
 Konversi mg ke gram = = 0,05 g / 100 mL
1000
0,05 𝑔
 Konversi % b/v = 100
x 100% = 0,05 %

 Rentang yang dipilih untuk uji pendahuluan yaitu:


0,03%, 0,04%,˂ ( 0,05%) ˃ 0,07%, 0,09%, 0,1%
 Tabel hasil uji pendahuluan
Waktu Pengamatan
Kosentrasi rata-
1 2 3 4 5 6
R ekstrak N Vol. udem rata
1 0,03 0,41 0,77 0,79 0,79 0,77 0,77 0,76 0,76 0,77286
2 0,04 0,4 0,75 0,78 0,76 0,76 0,75 0,74 0,73 0,75286
3 0,05 0,42 0,77 0,77 0,77 0,75 0,75 0,73 0,73 0,75286
4 0,07 0,43 0,8 0,8 0,75 0,75 0,73 0,71 0,71 0,75
5 0,09 0,4 0,75 0,73 0,73 0,71 0,68 0,65 0,65 0,7
6 0,1 0,42 0,77 0,73 0,71 0,68 0,66 0,66 0,63 0,69143

60
 Tabel volume udem

Waktu pengamatan
Kosentrasi
R ekstrak N Vol.Udem
1 2 3 4 5 6 rata-rata
1 0,03 51,496 96,712 99,224 99,224 96,712 96,712 95,456 95,456 91,374
2 0,04 50,24 94,2 97,968 95,456 95,456 94,2 92,944 91,688 89,019
3 0,05 52,752 96,712 96,712 96,712 94,2 94,2 91,688 91,688 89,333
4 0,07 54,008 100,48 100,48 94,2 94,2 91,688 89,176 89,176 89,176
5 0,09 50,24 94,2 91,688 91,688 89,176 85,408 81,64 81,64 83,21
6 0,1 52,752 96,712 91,688 89,176 85,408 82,896 82,896 79,128 82,582

 Tabel persen% udem


Konsentrasi
Ekstrak %udem 60 %udem 120 %udem 180 %udem 240 %udem 300 %udem 360
0,03 93% 93% 88% 88% 85% 85%
0,04 95% 90% 90% 88% 85% 83%
0,05 83% 83% 79% 79% 74% 74%
0,07 86% 74% 74% 70% 65% 65%
0,09 83% 83% 78% 70% 63% 63%
0,1 74% 69% 62% 57% 57% 50%

61
Lampiran 6. Perhitungan bahan formula sedian krim
Formula krim dibuat sebanyak 100 g, berikut perhitungan bahan formula
sediaan krim (Dik: BJ propilenglikol = 1,038, BJ akuades = 0,997, BJ Gliserin
=1,25) :
0,02
1. Ekstrak wualae 0,02% = 𝑥 100𝑔
100
= 0,02g

0,03
Ekstrak wualae 0,03% = 𝑥 100 𝑔
100
= 0,03 g

0,04
Ekstrak wualae 0,04% = 100 𝑥 100 𝑔
= 0,04 g

10
2. Asam stearat 10% = x 100 = 10 g
100

0,8
3. Trietanolamin 0,8% = 100x 100 = 0,8 mL

2
4. Setil alkohol 2% = 100x 100 =2g

0,1
5. Metil paraben 0,1% = 100x 100 = 0,1g

0,05
6. Propil paraben 0,05% = x 100 = 0,05 g
100

10
7. Gliserin 10% = 100x 100 = 10 g

10
8. Propilenglikol 10% = 100x 100 = 10 g

62
Lampiran 7. Penentuan Jumlah Hewan Uji
(t-1) (n-1) ≥ 15 = (6-1) (n-1) ≥ 15
= (5) (n-1) ≥ 15
= 5n-5 ≥ 15
= 5n ≥ 15+5
= 5n ≥ 20
= n ≥ 20 : 5
=n≥4
=n≥4
Antipasi unit hilang :
N = 4/(1-F), dimana F = 10% dan N adalah besar koreksi
N = 4/(1-10%)
N = 4/(0,9)
N = 4,44 = 5
Dari perhitungan tersebut maka jumlah mencit yang digunakan
tiap kelompok adalah 5 ekor mencit.

63
Lampiran 8. Perhitungan Volume Udem pada Pletismometer

Volume udem = π.r2.t


Keterangan:
t = Kenaikan volume air raksa (cm)
= 0,0196
r = Jari-jari pipa kapiler alat pletismometer modifikasi (cm)
ml

1. Contoh perhitungan volume udem awal (Vo) formula krim 0,05%


Dik: t1 = 0,4 cm
r = 0,2 cm
Volume udem = π.r2.t
= 3,14 . 0,22 . 0,4
= 0,05024 cm3 = 50,24 µL
2. Dik: t2 = 0,45 cm
r = 0,2 cm
Volume udem = π.r2.t
= 3,14 . 0,22 . 0,45
= 0,05652 cm3 = 56,52 µL
3. Dik: t3 = 0,4 cm
r = 0,2 cm
Volume udem = π.r2.t
= 3,14 . 0,22 . 0,4
= 0,05024 cm3 = 50,24 µL
4. Dik: t4 = 0,45 cm
r = 0,2 cm
Volume udem = π.r2.t
= 3,14 . 0,22 . 0,45
= 0,05652 cm3 = 56,52 µL
5. Dik: t5 = 0,4 cm
r = 0,2 cm
Volume udem = π.r2.t
= 3,14 . 0,22 . 0,4
= 0,05024 cm3 = 50,24 µL

64
Lampiran 9. Tabel Volume Udem Kaki Mencit
Vol. Inflamasi (μL) pada jam ke-
Kelompok R N Vol. Udem (μL)
1 2 3 4 5 6
K+ 1 50,24 94,20 75,36 75,36 69,08 56,52 50,24 50,24
(Voltaren) 2 50,24 94,20 75,36 62,80 62,80 56,52 50,24 50,24
3 56,52 100,48 87,92 81,64 62,80 62,80 56,52 56,52
4 50,24 95,46 81,64 62,80 56,52 54,01 50,24 50,24
5 50,24 94,20 81,64 75,36 62,80 56,52 50,24 50,24
RERATA 51,50 95,71 80,38 71,59 62,80 57,27 51,50 51,50 65,28
K- 1 55,26 100,48 105,50 108,02 108,02 109,27 105,50 100,48
(Basis krim) 2 50,24 100,48 100,48 101,74 102,99 102,99 99,22 99,22
3 56,52 113,04 113,04 114,30 113,04 113,04 111,78 111,78
4 56,52 95,46 96,71 96,71 99,22 100,48 97,97 96,71
5 52,75 91,69 94,20 95,46 97,97 101,74 99,22 99,22
RERATA 54,26 100,23 101,99 103,24 104,25 105,50 102,74 101,48 96,71
Formula 0.05% 1 50,24 94,20 94,20 87,92 86,66 85,41 85,41 82,90
2 56,52 106,76 100,48 100,48 99,22 96,71 95,46 94,20
3 50,24 92,94 92,94 90,43 90,43 87,92 85,41 85,41
4 56,52 102,99 100,48 100,48 95,46 91,69 91,69 87,92
5 50,24 94,20 92,94 92,94 90,43 85,41 85,41 81,64
RERATA 52,75 98,22 96,21 94,45 92,44 89,43 88,67 86,41 87,32
Formula 0.07% 1 59,03 106,76 104,25 100,48 100,48 99,22 96,71 90,43
2 50,24 100,48 99,22 96,71 96,71 94,20 94,20 87,92
3 50,24 94,20 90,43 87,92 85,41 81,64 81,64 79,13
4 50,24 90,43 87,92 85,41 82,90 81,64 79,13 75,36
5 56,52 106,76 100,48 99,22 95,46 92,94 90,43 86,66
RERATA 53,25 99,73 96,46 93,95 92,19 89,93 88,42 83,90 87,23
Formula 0.09% 1 50,24 94,20 91,69 91,69 86,66 82,90 80,38 77,87
2 54,01 106,76 102,99 100,48 99,22 95,46 91,69 89,18
3 50,24 87,92 86,66 84,15 81,64 81,64 79,13 75,36
4 52,75 91,69 87,92 85,41 81,64 81,64 79,13 79,13
5 50,24 94,20 90,43 87,92 85,41 81,64 80,38 77,87
RERATA 51,50 94,95 91,94 89,93 86,92 84,65 82,14 79,88 82,74
Kelompok 1 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24
Normal 2 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24
3 52,75 52,75 52,75 52,75 52,75 52,75 52,75 52,75
4 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24 50,24
5 54,01 54,01 54,01 54,01 54,01 54,01 54,01 54,01
RERATA 51,50 51,50 51,50 51,50 51,50 51,50 51,50 51,50 51,50

65
Lampiran 10. Perhitungan persen inflamasi dan persen hambat inflamasi

1. Persen inflamasi formula krim 0,05% pada menit ke 60


Dik: Vt1 = 94,20 µL
Vo1 = 50,24 µL

𝑉𝑡−𝑉𝑜
% inflamasi = x 100%
𝑉𝑜
94,20−50,24
= x 100%
50,24
= 88 %

Dik: Vt2 = 100,48 µL


Vo2 = 56,52 µL

𝑉𝑡−𝑉𝑜
% inflamasi = x 100%
𝑉𝑜
100,48−56,52
= x 100%
56,52
= 78 %

Dik: Vt3 = 92,94 µL


Vo3 = 50,24 µL

𝑉𝑡−𝑉𝑜
% inflamasi = x 100%
𝑉𝑜
92,94−50,24
= x 100%
50,24
= 85%

Dik: Vt4 = 100,48 µL


Vo4 = 56,52 µL

𝑉𝑡−𝑉𝑜
% inflamasi = x 100%
𝑉𝑜
100,48−56,52
= x 100%
56,52
= 78 %

Dik: Vt5 = 92,94 µL


Vo5 = 50,54 µL

66
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% inflamasi = x 100%
𝑉𝑜
92,94−50,54
= x 100%
50,54
= 85 %

% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 1+% 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 2+% 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 3+% 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 4+% 𝑟𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 5


% inflamasi rata-rata =
5
88%+78%+85%+78%+85%
=
5
= 83%

2. Persen hambat inflamasi formula krim 0,05% pada menit ke 60.


Dik: a = 88
b = 83
𝑎−𝑏
% Hambat inflamasi = x 100 %
𝑎
88−83
= x 100 %
83
=6%

67
Lampiran 11. Persen Udem Kaki Kiri Mencit

Kelompok %udem 60 %udem 120 %udem 180 %udem 240 %udem 300 %udem 360
K+ 50% 50% 38% 13% 0% 0%
(Voltaren) 50% 25% 25% 13% 0% 0%
56% 44% 13% 11% 0% 0%
63% 25% 13% 8% 0% 0%
63% 50% 25% 13% 0% 0%
K- 91% 95% 95% 98% 91% 82%
(Basis krim) 100% 103% 105% 105% 98% 98%
100% 102% 100% 100% 98% 98%
71% 71% 76% 78% 73% 71%
79% 81% 86% 93% 88% 88%
Formula
0.05% 88% 75% 73% 70% 62% 65%
78% 78% 76% 71% 69% 67%
85% 80% 80% 75% 70% 70%
78% 78% 69% 62% 62% 56%
85% 85% 80% 70% 70% 63%
Formula
0.07% 77% 70% 70% 68% 64% 53%
98% 93% 93% 88% 88% 75%
80% 75% 70% 63% 63% 58%
75% 70% 65% 63% 58% 50%
78% 76% 69% 64% 60% 53%
Formula
0.09% 83% 83% 73% 65% 60% 55%
91% 86% 84% 77% 70% 65%
73% 68% 63% 63% 58% 50%
67% 62% 55% 55% 50% 50%
80% 75% 70% 63% 60% 55%
normal 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0% 0%

68
Lampiran 12. Rata-rata %Inflamasi dan %Penghambatan Inflamasi

1).Tabel rata-rata %Inflamasi tiap waktu pengamatan

% Udem Rata-Rata
Kelompok
60 120 180 240 300 360
Kontrol (+) 56% 39% 23% 11% 0% 0%
Kontrol (-) 88% 90% 92% 95% 90% 87%
Formula 0.05% 83% 79% 75% 70% 67% 64%
Formula 0.07% 81% 77% 73% 69% 66% 58%
Formula 0.09% 78% 75% 69% 64% 59% 55%
Normal 0% 0% 0% 0% 0% 0%

2) Tabel rata-rata %Penghambatan inflamasi tiap waktu pengamatan

% Penghambatan Inflamasi tiap waktu pengamatan


Kelompok Rata-rata
60 120 180 240 300 360
Kontrol (+) 36% 57% 76% 88% 100% 100% 76%
Kontrol (-) 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Formula 0.05% 6% 13% 18% 26% 26% 27% 19%
Formula 0.07% 8% 15% 21% 27% 26% 34% 22%
Formula 0.09% 11% 18% 26% 32% 34% 37% 26%
Normal 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

69
Lampiran 13. Analisis Data krim Antiinflamasi Ekstrak Etanol buah
Wualae.

1. Uji kruskal wallis pada semua kelompok

Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data volume
udema telapak kaki mencit
Hipotesis :
Ho : Data volume udema telapak kaki mencit tidak berbeda secara bermakna
H1 : Data volume udema telapak kaki mencit berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan >0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikan <0,05 maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

m60 m120 m180 m240 m300 m360


Chi-Square 22,207 23,169 24,515 25,686 25,532 25,285

Df 5 5 5 5 5 5

Asymp. Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: R

Keputusan : data persentase edema telapak kaki mencit seluruh kelompok pada
jam pertama sampai jam keenam berbeda secara bermakna (P˂0,05).

2. Uji Mann-Whitney

Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data volume edema
pada telapak kaki mencit antar kelompok perlakuan
Hipotesis :
Ho : data volume udema telapak kaki mencit tidak berbeda secara bermakna
antar kelompok perlakuan
H1 : data Volume udema telapak kaki mencit berbeda secara bermakna antar
kelompok perlakuan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan p >0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikan p <0,05 maka Ho ditolak

70
a. Uji Man Whitney (K+) dengan (K-)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,627 -2,627 -2,643 -2,643 -2,703 -2,703
Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 ,009 ,008 ,008 ,007 ,007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K+ dengan K-
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
positif dan kontrol negatif pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).
b. Uji Man Whitney (K+) dengan (F1)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,643 -2,635 -2,652 -2,652 -2,730 -2,694
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,008 ,008 ,006 ,007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K+ dengan F1
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
positif dan formula (FI) pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).

71
c. Uji Man Whitney (K+) dengan (F1I)

Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,500 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,530 -2,627 -2,643 -2,652 -2,694 -2,694
Asymp. Sig. (2-tailed) ,011 ,009 ,008 ,008 ,007 ,007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K+ dengan F2
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
positif dan formlua (FII) pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).

d. Uji Man Whitney (K+) dengan (F1II)


Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 1,500 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 16,500 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,319 -2,627 -2,652 -2,677 -2,712 -2,703
Asymp. Sig. (2-tailed) ,020 ,009 ,008 ,007 ,007 ,007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,016b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K+ dengan F3
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
positif dan formula (FIII) pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).

72
e.Uji Man Whitney (K+) dengan (N)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,500 11,000 11,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,500 26,000 26,000
Z -2,660 -2,660 -2,677 -2,578 -,386 -,386
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,007 ,010 ,700 ,700
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,841b ,841b
a. Grouping Variable: K+ dengan N
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
positif dan kontrol normal pada jam pertama sampai jam keempat berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05) dan pada jam kelima dan keenam tidak berbeda secara
bermakna (ρ ˃0,05).
f. Uji Man Whitney (K-) dengan (FI)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 5,500 4,000 1,500 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 20,500 19,000 16,500 15,000 15,000 15,000
Z -1,490 -1,781 -2,312 -2,619 -2,652 -2,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,136 ,075 ,021 ,009 ,008 ,009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,151b ,095b ,016b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K- dengan F1
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
negatif dan formula (FI) pada jam pertama sampai jam kedua tidak berbeda
secara bermakna (ρ ˃ 0,05) tetapi pada jam ketiga sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).

73
g. Uji Man Whitney (K-) dengan (FII)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 7,500 5,500 2,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 22,500 20,500 17,000 15,000 15,000 15,000
Z -1,048 -1,467 -2,193 -2,619 -2,619 -2,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,295 ,142 ,028 ,009 ,009 ,009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,310b ,151b ,032b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K- dengan F2
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
negatif dan formula (FII) pada jam pertama sampai jam kedua tidak berbeda
secara bermakna (ρ ˃ 0,05) tetapi pada jam ketiga sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).
h. Uji Man Whitney (K-) dengan (FIII)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 3,000 2,000 1,500 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 18,000 17,000 16,500 15,000 15,000 15,000
Z -1,984 -2,193 -2,312 -2,643 -2,635 -2,627
Asymp. Sig. (2-tailed) ,047 ,028 ,021 ,008 ,008 ,009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,056b ,032b ,016b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K- dengan F3
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
negatif dan formula (FIII) pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).

74
i. Uji Man Whitney (K-) dengan (N)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,643 -2,643 -2,643 -2,643 -2,652 -2,652
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,008 ,008 ,008 ,008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: K- dengan N
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok kontrol
negatif dan kontrol normal pada jam pertama sampai jam keenam berbeda
secara bermakna (ρ ˂ 0,05).
j. Uji Man Whitney (FI) dengan (FII)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 12,000 10,500 12,500 12,000 12,000 10,500
Wilcoxon W 27,000 25,500 27,500 27,000 27,000 25,500
Z -,106 -,424 ,000 -,105 -,106 -,419
Asymp. Sig. (2-tailed) ,916 ,671 1,000 ,916 ,916 ,675
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b ,690b 1,000b 1,000b 1,000b ,690b
a. Grouping Variable: F1 dengan F2
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 1
dan formula 2 pada jam pertama sampai jam keenam tidak berbeda secara
bermakna (ρ ˃ 0,05).

75
k. Uji Man Whitney (FI) dengan (FIII)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 5,000 6,500 5,000 4,000 3,500 4,000
Wilcoxon W 20,000 21,500 20,000 19,000 18,500 19,000
Z -1,576 -1,273 -1,586 -1,803 -1,921 -1,781
Asymp. Sig. (2-tailed) ,115 ,203 ,113 ,071 ,055 ,075
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,151b ,222b ,151b ,095b ,056b ,095b
a. Grouping Variable: F1 dengan F3
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 1
dan formula 3 pada jam pertama sampai jam keenam tidak berbeda secara
bermakna (ρ ˃ 0,05).

l. Uji Man Whitney (FI) dengan (N)


Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,643 -2,643 -2,643 -2,652 -2,643 -2,643
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,008 ,008 ,008 ,008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: F2 dengan N
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 1
dan kontrol normal pada jam pertama sampai jam keenam berbeda secara
bermakna (ρ ˂ 0,05).

76
m. Uji Man Whitney (FII) dengan (FIII)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U 8,000 8,500 7,500 9,000 6,000 8,000
Wilcoxon W 23,000 23,500 22,500 24,000 21,000 23,000
Z -,946 -,843 -1,051 -,780 -1,379 -,949
Asymp. Sig. (2-tailed) ,344 ,399 ,293 ,435 ,168 ,343
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,421b ,421b ,310b ,548b ,222b ,421b
a. Grouping Variable: F2 dengan F3
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 2
dan formula 3 pada jam pertama sampai jam keenam tidak berbeda secara
bermakna (ρ ˃ 0,05).
n. Uji Man Whitney (FII) dengan (N)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,643 -2,643 -2,643 -2,652 -2,643 -2,643
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,008 ,008 ,008 ,008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: F2 dengan N
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 2
dan kontrol normal pada jam pertama sampai jam keenam berbeda secara
bermakna (ρ ˂0,05).

77
o. Uji Man Whitney (FIII) dengan (N)
Test Statisticsa
m60 m120 m180 m240 m300 m360
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000
Z -2,643 -2,643 -2,652 -2,677 -2,660 -2,652
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,008 ,008 ,007 ,008 ,008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b ,008b
a. Grouping Variable: F3 dengan N
b. Not corrected for ties.
Keputusan : data volume edema telapak kaki mencit kelompok formula 3
dan kontrol normal pada jam pertama sampai jam keenam berbeda secara
bermakna (ρ ˂0,05).

78
Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian
1. Penyiapan Sampel

Sampel Buah Wulae Sortasi basah

Pengeringan Penyerbukan

Maserasi Penyaringan

Evavorasi Ekstrak kental

79
2. Uji Pendahuluan ekstrak etanol buah wualae

Ekstak + PG Uji aktivitas ekstrak

3. Formulasi Krim

Pembuatan Krim

F0 FI FII FIII

80
4. Uji Stabilitas

Suhu ± 4oC Suhu ± 40oC

a. Organoleptik

Sebelum cycling test Setelah cycling test

b.Uji Viskositas

Sebelum Cycling test Setelah Cycling test

81
c. Uji pH

Sebelum Cycling test Setelah Cycling test

d.Uji Daya Sebar

Sebelum Cycling test Setelah Cycling test

e. Uji Homogenitas

F0 FI FII FIII

Sebelum Cycling test Setelah Cycling test

82
5. Uji Aktivitas Antiinflamasi Sediaan Krim

Penimbangan mencit Penginduksian karagenan

Sebelum Induksi Setelah Induksi

Pengukuran volume kaki Pengolesan Sediaan


mencit

83

Anda mungkin juga menyukai