FAUZAN SETIAWAN
20/466458/PPA/06024
FAUZAN SETIAWAN
20/466458/PPA/06024
i
ii
iii
MOTO
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika
kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri”
(QS. Al-Isra’ ayat 7)
PERSEMBAHAN
Teruntuk
Almarhumah Ibunda tercinta, yang selalu mendukung setiap langkahku semasa hidupnya
dan menjadi motivasiku namun tak sempat melihat dan merasakan keberhasilan ini.
Ayahanda, yang selalu memberi dukungan moril dan materil
serta tegar dan ikhlas melepaskanku dalam kesepiannya.
Adikku, yang memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.
Keluarga, Sahabat, dan Rekan-rekan seperjuangan
atas semangat yang telah kalian berikan.
iv
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmat, nikmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis yang berjudul “Senyawa Analog Kurkumin Monoketon Berbahan Dasar
4-Klorobenzaldehida sebagai Kandidat Antimalaria: Penambatan Molekul,
Sintesis dan Uji Aktivitas Antimalaria secara In Vitro”. Tesis ini disusun untuk
memperoleh derajat Master of Science pada Magister Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada. Selama proses pembuatan
hingga selesainya penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Endang Astuti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I.
2. Prof. Drs. Bambang Purwono, M.Sc., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II.
3. Taufik Abdillah Natsir, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Penguji I.
4. Fajar Inggit Pambudi, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Penguji II.
5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan semangat serta dukungan
moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Dr. Endang Astuti, M.Si., selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik
beserta jajaran staf Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM.
7. Mba Mosa Rini Nurul Hidayati dan Staf Laboratorium Farmakologi FKK-
MK UGM yang telah memberi bantuan dalam proses penelitian ini.
8. Teman-teman seperjuangan Magister Kimia 2020 terkhusus Kimia Organik
yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan tesis ini.
9. Serta seluruh pihak yang membantu selama proses penyusunan tesis yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu
penulis masih mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga
tesis ini dapat memberikan informasi dan manfaat kepada kita semua.
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
MOTO iv
PRAKATA v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
INTISARI xii
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.3 Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 7
II.1 Tinjauan Pustaka 7
II.1.1 Malaria 7
II.1.1 Senyawa antimalaria 8
II.1.2 Kurkumin 12
II.1.3 Sintesis senyawa analog kurkumin monoketon 14
II.1.4 Studi penambatan molekul 15
II.1.5 Plasmodium falciparum Lactate Dehydrogenase (PfLDH) 16
II.1.6 Plasmodium falciparum Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase
(PfENR) 17
II.1.7 Plasmodium falciparum Ca2+ ATPase (PfATP6) 17
II.1.8 Uji in vitro aktivitas antimalaria 18
II.1.9 Farmakokinetik 18
II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian 19
II.2.1 Perumusan hipotesis I 19
II.2.2 Perumusan hipotesis II 20
II.2.3 Perumusan hipotesis III 20
II.2.4 Rancangan penelitian 21
BAB III METODE PENELITIAN 23
III.1 Bahan Penelitian 23
III.1 Alat Penelitian 23
III.2 Prosedur Penelitian 23
III.3.1 Preparasi protein PfLDH, PfENR, dan PfATP6 23
III.3.2 Preparasi ligan (senyawa analog kurkumin) 24
III.3.3 Penambatan molekul senyawa analog kurkumin 25
III.3.4 Sintesis senyawa analog kurkumin monoketon 25
III.3.5 Uji aktivitas antimalaria secara in vitro 26
vi
III.3.6 Analisis drug-likeness dan prediksi ADMET senyawa analog
kurkumin 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28
IV.1 Protein Target Antimalaria dan Penambatan molekul 28
IV.2 Penambatan Molekul Senyawa Analog Kurkumin dengan PfLDH 29
IV.3 Penambatan Molekul Senyawa Analog Kurkumin dengan PfENR 41
IV.4 Penambatan Molekul Senyawa Analog Kurkumin dengan PfATP6 53
IV.5 Senyawa Analog Kurkumin Terbaik Sebagai Kandidat Antimalaria 61
IV.6 Sintesis Senyawa Analog Kurkumin 62
IV.6.1 Sintesis (2E,6E)-2,6-bis(4-klorobenziliden)sikloheksanon
(AK C) 62
IV.6.2 Sintesis (3E,5E)-3,5-bis(4-klorobenziliden)-1-metil-piperidin-4-
on (AK E) 69
IV.6.3 Sintesis (3E,5E)-3,5-bis(4-klorobenziliden)-1-benzil-piperidin-
4-on (AK F) 76
IV.7 Uji Aktivitas Antimalaria Senyawa Analog Kurkumin 83
IV.8 Farmakokinetik Senyawa Analog Kurkumin 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 93
V.1. Kesimpulan 93
V.2. Saran 93
DAFTAR PUSTAKA 94
LAMPIRAN 104
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Siklus hidup P. falciparum 7
Gambar II.2 Struktur klorokuin 9
Gambar II.3 Struktur (a) sulfadoksin dan (b) pirimetamin 10
Gambar II.4 Struktur artemisinin 11
Gambar II.5 Struktur primakuin 11
Gambar II.6 Kurkumin dalam bentuk tautomer keto-enol 12
Gambar II.7 Sintesis analog kurkumin 14
Gambar IV.1 (a) Protein PfLDH dengan ligan alami CLQ (b) protein PfLDH tanpa
ligan alami CLQ 30
Gambar IV.2 Ligan CLQ sebelum (warna hijau) dan sesudah (warna biru) dilakukan
redocking dengan protein PfLDH 31
Gambar IV.3 Visualisasi 3D dan 2D interaksi ligan alami CLQ dengan protein PfLDH 31
Gambar IV.4 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK A dengan protein PfLDH 33
Gambar IV.5 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK B dengan protein PfLDH 34
Gambar IV.6 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK C dengan protein PfLDH 35
Gambar IV.7 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK D dengan protein PfLDH 36
Gambar IV.8 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK E dengan protein PfLDH 37
Gambar IV.9 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK F dengan protein PfLDH 38
Gambar IV.10 Visualisasi 2D interaksi kurkumin dengan protein PfLDH 39
Gambar IV.11 (a) Protein PfENR dengan ligan alami TLC (b) Protein PfENR tanpa
ligan alami TCL 42
Gambar IV.12 Ligan TCL sebelum (warna hijau) dan sesudah (warna biru) dilakukan
redocking dengan protein PfENR 42
Gambar IV.13 Visualisasi 3D dan 2D interaksi ligan alami TCL dengan protein PfENR 43
Gambar IV.14 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK A dengan protein PfENR 44
Gambar IV.15 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK B dengan protein PfENR 45
Gambar IV.16 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK C dengan protein PfENR 46
Gambar IV.17 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK D dengan protein PfENR 47
Gambar IV.18 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK E dengan protein PfENR 48
Gambar IV.19 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK F dengan protein PfENR 49
Gambar IV.20 Visualisasi 3D dan 2D interaksi kurkumin dengan protein PfENR 50
Gambar IV.21 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK A dengan protein PfATP6 53
Gambar IV.22 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK B dengan protein PfATP6 54
Gambar IV.23 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK C dengan protein PfATP6 55
Gambar IV.24 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK D dengan protein PfATP6 56
Gambar IV.25 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK E dengan protein PfATP6 57
Gambar IV.26 Visualisasi 3D dan 2D interaksi senyawa AK F dengan protein PfATP6 58
Gambar IV.27 Visualisasi 3D dan 2D interaksi kurkumin dengan protein PfATP6 59
Gambar IV.28 Hasil KLT senyawa AK C 63
Gambar IV.29 Spektra FTIR senyawa AK C 64
Gambar IV.30 Spektra massa senyawa AK C 65
Gambar IV.31 Pola fragmentasi senyawa AK C 65
Gambar IV.32 Spektra 1H-NMR senyawa AK C 66
Gambar IV.33 Spektra 13C-NMR senyawa AK C 68
Gambar IV.34 Mekanisme reaksi senyawa AK C 69
Gambar IV.35 Hasil KLT senyawa AK E 70
Gambar IV.36 Spektra FTIR senyawa AK E 71
Gambar IV.37 Spektra massa senyawa AK E 72
viii
Gambar IV.38 Pola fragmentasi senyawa AK E 72
Gambar IV.39 Spektra 1H-NMR senyawa AK E 73
Gambar IV.40 Spektra 13C-NMR senyawa AK E 74
Gambar IV.41 Mekanisme reaksi senyawa AK E 76
Gambar IV.42 Hasil KLT senyawa AK F 77
Gambar IV.43 Spektra FTIR senyawa AK F 77
Gambar IV.44 Spektra massa senyawa AK F 78
Gambar IV.45 Pola fragmentasi senyawa AK F 79
Gambar IV.46 Spektra 1H-NMR senyawa AK F 80
Gambar IV.47 Spektra 13C-NMR senyawa AK F 82
Gambar IV.48 Mekanisme reaksi senyawa AK F 83
ix
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Sintesis analog kurkumin dengan variasi turunan benzaldehida 15
Tabel III.1 Nama IUPAC dan struktur geometri senyawa AK A-F 24
Tabel IV.1 Struktur geometri senyawa AK A-F hasil optimasi 28
Tabel IV.2 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul senyawa
analog kurkumin dengan protein PfLDH 40
Tabel IV.3 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul senyawa
analog kurkumin dengan protein PfENR 51
Tabel IV.4 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul senyawa
analog kurkumin dengan protein PfATP6 60
Tabel IV.5 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap protein PfLDH 61
Tabel IV.6 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap protein PfENR 62
Tabel IV.7 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap PfATP6 62
Tabel IV.8 Hasil analisis spektra FTIR senyawa AK C 64
Tabel IV.9 Interpretasi data 1H-NMR senyawa AK C 67
Tabel IV.10 Interpretasi data 13C-NMR senyawa AK C 68
Tabel IV.11 Hasil analisis spektra FTIR senyawa AK E 71
Tabel IV.12 Interpretasi data 1H-NMR senyawa AK E 73
Tabel IV.13 Interpretasi data 13C-NMR senyawa AK E 75
Tabel IV.14 Hasil analisis spektra FTIR senyawa AK F 78
Tabel IV.15 Interpretasi data 1H-NMR senyawa AK F 81
Tabel IV.16 Interpretasi data 13C-NMR senyawa AK F 82
Tabel IV.17 Data penghambatan senyawa analog kurkumin hasil sintesis terhadap
P. falciparum strain FCR3 dan 3D7 84
Tabel IV.18 Aktivitas antimalaria senyawa analog kurkumin hasil sintesis terhadap
P. falciparum strain FCR3 dan 3D7 85
Tabel IV.19 Nilai indeks resistensi senyawa analog kurkumin 86
Tabel IV.20 Hasil analisis drug-likeness senyawa analog kurkumin berdasarkan
aturan Lipinski 87
Tabel IV.21 Hasil prediksi ADMET senyawa analog kurkumin 88
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel RMSD hasil redocking ligan alami 104
Lampiran 2 Hasil optimasi senyawa analog kurkumin 107
Lampiran 3 Perhitungan rendemen senyawa hasil sintesis 109
Lampiran 4 Hasil TLC scanner senyawa analog kurkumin 112
Lampiran 5 Perhitungan uji antimalaria P. falciparum strain FCR3 115
Lampiran 6 Perhitungan uji antimalaria P. falciparum strain 3D7 118
Lampiran 7 Perhitungan IC50 dengan analisis probit (P. falciparum strain FCR3) 121
Lampiran 8 Perhitungan IC50 dengan analisis probit (P. falciparum strain 3D7) 125
Lampiran 9 Perhitungan nilai indeks resistensi 129
Lampiran 10 Dokumentasi uji aktivitas antimalaria secara in vitro 130
xi
SENYAWA ANALOG KURKUMIN MONOKETON BERBAHAN DASAR
4-KLOROBENZALDEHIDA SEBAGAI KANDIDAT ANTIMALARIA:
PENAMBATAN MOLEKUL, SINTESIS DAN UJI AKTIVITAS
ANTIMALARIA SECARA IN VITRO
FAUZAN SETIAWAN
20/466458/PPA/06024
INTISARI
xii
MONOKETONE CURCUMIN ANALOGUES FROM
4-CHLOROBENZALDEHYDE AS ANTIMALARIAL CANDIDATE:
MOLECULAR DOCKING, SYNTHESIS, AND IN VITRO ANTIMALARIAL
ACTIVITY
FAUZAN SETIAWAN
20/466458/PPA/06024
ABSTRACT
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
7
8
a. Klorokuin
Klorokuin merupakan obat anti malaria kelompok 4-amionokuinolin, yang
merupakan obat antimalaria utama dan paling banyak digunakan dalam
pengobatan malaria. Klorokuin pernah menjadi obat penting yang digunakan
dalam pengobatan malaria terutama karena harganya yang terjangkau, mudah
digunakan dan khasiat antimalaria yang tinggi. Namun, karena tingkat resistensi
yang tinggi di antara parasit P. falciparum, klorokuin ditarik dari pengobatan
malaria di sebagian besar negara endemik malaria (Azlin, 2004; Ocan dkk., 2019).
Struktur klorokuin ditunjukkan pada Gambar II.2.
b. Sulfadoksin-Pirimetamin
Sulfadoksin-pirimetamin (SP) merupakan obat anti malaria kombinasi
sulfonamida/sulfon dan diaminopirimidin. Obat ini bersifat skizontosid jaringan
terhadap P. falciparum dan skizontosida darah serta sporontosida untuk keempat
jenis Plasmodium. Sulfadoksin-pirimetamin disebut juga kelompok obat anti folat
karena bekerja dengan menghalangi dua jalur pembentukan folat pada tubuh
parasit. Sulfadoksin menghalangi penggunaan para-aminobenzoic acid (PABA)
dengan menghambat enzim dihydropteroate synthase (DHPS). Pirimetamin
menghambat enzim dihydrofolat reductase (DHFR) dari Plasmodium sehingga
menghalangi sintesis timin dan purin yang merupakan bahan penting untuk
sintesis DNA dan multiplikasi sel. Mekanisme terjadinya resistensi pada
kombinasi obat ini disebabkan mutasi gen spesifik parasit (Azlin, 2004). Struktur
sulfadoksin dan pirimetamin ditunjukkan pada Gambar II.3.
c. Artemisinin
Artemisin adalah bahan aktif utama dari obat tradisional Cina yaitu
artemisia annua. Aktifitas anti malaria dari bahan aktif obat ini berada pada
struktur endoperoksida. Besi dari pemecahan hemoglobin mereduksi ikatan
endoperoksid dan melepaskan dengan kuat radikal bebas besi oxo dari spesies
yang dapat membunuh parasit. Artemisin juga memperlambat sintesis protein
dalam perkembangan parasit dan bekerja pada membran parasit dengan memakai
oksigen lipida dengan peroksidasi lemak. Obat ini menghambat perkembangan
tropozoit yang berarti mencegah progresivitas penyakit (Azlin, 2004). Struktur
artemisinin ditunjukkan pada Gambar II.4.
11
d. Primakuin
Primakuin (PQ), turunan 8-aminokuinolin yang diperkenalkan pada awal
tahun 1950-an memainkan peran penting dalam pengobatan malaria. Primakuin
bukan hanya sebagai obat gametosidal untuk infeksi parasit P. falciparum, tetapi
juga efektif dalam membunuh hipnozoit dari parasit P. vivax dan P. ovale.
Mekanisme kerja primakuin adalah dengan mengganggu fungsi mitokondria
gametosit. Tidak seperti obat antimalaria yang lain yang umumnya membunuh
gametosit muda, primakuin merupakan obat antimalaria yang efektif dalam
membunuh gametosit dewasa. World Health Organization (WHO) mendaftarkan
primakuin sebagai salah satu obat-obatan esensial untuk pencegahan malaria
(Becker dkk., 2021; Nugraha, 2014). Struktur primakuin ditunjukkan pada Gambar
II.5.
II.1.2 Kurkumin
Kurkumin merupakan pigmen berwarna kuning yang dapat diperoleh dari
bubuk rimpang kunyit Curcuma longa Linn. Nama IUPAC kurkumin adalah
(1E,6E)-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion dengan rumus
kimia C21H20O6 dan berat molekul 368,38 g/mol. Secara kimia, kurkumin
memiliki bentuk tautomeri keto-enol. Bentuk keto dominan dalam larutan yang
bersifat netral maupun asam, sedangkan bentuk enol dominan dalam keadaan
padat atau dalam larutan basa. Struktur kurkumin dalam bentuk keto-enol
ditunjukkan oleh Gambar II.6. Kurkumin hampir tidak larut dalam air dan mudah
larut dalam pelarut organik seperti DMSO, metanol, etanol, asetonitril, kloroform,
dan etil asetat. Ekstrak kasar rimpang Curcuma longa Linn terdapat sekitar 70-
76% kurkumin, 16% dimetoksikurkumin dan 8% bisdimetoksikurkumin
(Priyadarsini, 2014; Nelson dkk., 2017).
Gambar II.6 Kurkumin dalam bentuk tautomer keto-enol (Nelson dkk., 2017)
13
Kurkumin yang memiliki sejarah ilmiah lebih dari dua abad, masih
menarik perhatian para peneliti dari seluruh dunia. Mulai tahun 1815, ketika
kurkumin pertama kali diisolasi dari kunyit, sampai tahun 1970-an hanya ada
laporan tentang struktur kimia, sintesis, biokimia dan aktivitas antioksidannya.
Penelitian tentang potensi efek antikanker dan terapi malaria dari kurkumin
membuat laju penelitian tentang kurkumin menjadi berkembang pesat. Hingga saat
ini terdapat lebih dari 14.000 sitasi tentang kurkumin, sehingga kurkumin menjadi
salah satu topik yang paling favorit untuk semua cabang kimia termasuk kimia
organik (Aggarwal dkk., 2003; Reddy dkk., 2005; Priyadarsini, 2014).
Penelitian ilmiah yang luas tentang kurkumin telah menunjukkan berbagai
aktivitas biologis. Reddy dkk. (2005) melaporkan bahwa kurkumin memiliki
aktivitas sebagai antimalaria dengan menghambat pertumbuhan P. falciparum
yang resisten terhadap klorokuin dengan nilai IC50 ~5 μM. Selain memiliki
aktivitas sebagai antimalaria, kurkumin juga berperan sebagai agen antioksidan
(Jayaprakasha dkk., 2006), antikanker (Wei dkk., 2012), antijamur (Fei dkk.,
2017), dan antiinflamasi (Chainoglou dkk, 2019).
Terlepas dari aktivitas biologisnya yang beragam, kurkumin terhalang oleh
sifat farmakokinetik yang buruk, terutama karena bioavailabilitas kurkumin yang
rendah. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor seperti waktu paruh yang pendek,
distribusi jaringan yang terbatas, serta metabolisme dan eliminasi yang cepat
dikarenakan adanya gugus β-diketon pada kurkumin yang tidak stabil pada pH
fisiologis (Habibi dkk., 2020; Sharifi-Rad dkk., 2020). Disisi lain disebabkan
mudahnya konversi tautomerik pada struktur kurkumin sehingga diduga
berkontribusi pada metabolisme kurkumin yang cepat. Strategi untuk
meningkatkan bioavailabilitas kurkumin dapat dilakukan dengan cara
memodifikasi motif strukturalnya sehingga membentuk suatu analog kurkumin
(Vyas dkk., 2013). Transformasi struktur diketon kurkumin menjadi analog
kurkumin secara signifikan meningkatkan stabilitasnya (Li dkk., 2015).
14
interaksi hidrofobik senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino Leu268
pada protein PfATP6 terhadap aktivitas antimalaria secara in vitro. Senyawa
analog kurkumin yang memiliki interaksi hidrofobik dengan residu asam amino
Leu268 dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria yang baik dibandingkan dengan
kurkumin.
II.1.9 Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan suatu senyawa obat dalam
mencapai target kerja obat. ADMET yang merupakan singkatan dari absorpsi,
distribusi, metabolisme, ekskresi, dan toksisitas adalah bagian dari penilaian
farmakokinetik senyawa obat. Prediksi sifat suatu senyawa obat dan efek yang
ditimbulkan oleh obat di dalam tubuh, seperti berapa banyak obat yang diabsorbsi
jika diberikan secara oral serta berapa banyak yang diabsorbsi di saluran cerna
19
merupakan bagian tak terpisahkan dari penemuan obat. Jika penyerapannya buruk,
distribusi dan metabolismenya akan terpengaruh sehinga dapat menyebabkan
gangguan pada otak (neurotoksisitas) dan pada ginjal (nefrotoksisitas) (Flores-
Holguín dkk., 2021).
Vared dkk. (2008) mengevaluasi sifat farmakokinetik dari pemberian
kurkumin dengan dosis tertentu terhadap sukarelawan dalam kondisi sehat.
Pemberian kurkumin dilaporkan memiliki efek samping pada dosis 10 dan 12
gram. Namun efek samping ini dikualifikasikan sebagai efek samping yang ringan
dan tidak serius karena berada pada rentang toksisitas ringan. Artinya, kurkumin
dianggap aman untuk digunakan. Cheng dkk. (2001) juga telah menguji beberapa
dosis kurkumin mulai dari 500 mg hingga 12 g/hari dalam uji klinis fase I dengan
25 pasien dengan resiko tinggi kanker selama tiga bulan. Pemberian kurkumin
secara oral menunjukkan tidak adanya efek toksik bahkan pada dosis 8 g/hari.
Hipotesis I
Jika aktivitas antimalaria dapat dirujuk dari hasil penambatan molekul
antara senyawa analog kurkumin dengan protein PfLDH, PfENR, dan PfATP6
yang memiliki interaksi dengan residu asam amino spesifik pada sisi aktif serta
afinitas ikatan yang lebih rendah dari kurkumin maka senyawa analog kurkumin
akan memiliki kestabilan yang tinggi serta aktivitas antimalaria yang baik
dibandingkan kurkumin.
berbahan dasar aldehida substituen 4-F, 4-Cl, 4-Br, 4-Me, dan 4-MeO dengan
aseton menghasilkan nilai IC50 berturut-turut 133,2 ± 2,0; 92,35 ± 1,2; 221,89 ±
4,5; 114,35 ± 1,5; dan 254,80 ± 3,7 µM. Habibi dkk. (2020) menyatakan bahwa
kurkumin memiliki sifat farmakokinetik yang buruk terutama karena
bioavailabilitasnya rendah yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti waktu
paruh yang pendek, distribusi jaringan yang terbatas, serta metabolisme dan
eliminasi yang cepat.
Hipotesis III
Jika senyawa analog kurkumin berbahan dasar 4-klorobenzaldehida
dengan variasi keton (aseton/siklopentanon/sikloheksanon/4-piperidon/n-metil-4-
piperidon/n-benzil-4-piperidon) memiliki interaksi dengan residu asam amino
spesifik pada sisi aktif dan afinitas ikatan yang lebih baik dari kurkumin maka
senyawa analog kurkumin hasil sintesis akan memiliki nilai IC50 terhadap P.
falciparum strain FCR3 dan 3D7 dan sifat farmakokinetik yang lebih baik
daripada kurkumin.
23
24
1CET.pdb), PfENR (PDB ID: 1NHG.pdb), dan PfATP6 (PDB ID: 1U5N.pdb)
diunduh dari website (www.pdb.org). Perangkat lunak Chimera 1.14 digunakan
untuk memisahkan residu (H2O dan native ligand) pada protein. Protein kemudian
diperbaiki muatannya dengan menambahkan muatan parsial Gasteiger Charges
dan disimpan dalam format .pdb. Native ligand dari protein PfLDH dan PfENR
diambil menggunakan perangkat lunak Chimera 1.14 kemudian ditambahkan
atom H dan muatan parsial Gasteiger Charges lalu disimpan dalam format .mol2.
AK A (1E,4E)-1,5-Bis(4-klorofenil)-1,4-pentadien-3-on
AK B (2E,5E)-2,5-Bis(4-klorobenziliden)siklopentanon
AK C (2E,6E)-2,6-Bis(4-klorobenziliden)sikloheksanon
AK D (3E,5E)-3,5-Bis(4-klorobenziliden)-4-piperidon
(3E,5E)-3,5-Bis(4-klorobenziliden)-1-metil-piperidin-
AK E
4-on
(3E,5E)-3,5-Bis(4-klorobenziliden)-1-benzil-piperidin-
AK F
4-on
(1E,6E)-1,7-Bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-
Kurkumin
heptadien-3,5-dion
AK A
AK B
AK C
AK D
AK E
AK F
Kurkumin
28
29
(a) (b)
Gambar IV.1 (a) Protein PfLDH dengan ligan alami CLQ (b) protein PfLDH
tanpa ligan alami CLQ
Gambar IV.2 Ligan CLQ sebelum (warna hijau) dan sesudah (warna biru)
dilakukan redocking dengan protein PfLDH
Interaksi:
Gambar IV.3 Visualisasi 3D dan 2D interaksi ligan alami CLQ dengan protein
PfLDH
dengan atom O pada residu asam amino Glu122 yang bertindak sebagai akseptor-
proton. Interaksi lainnya berupa salt bridge antara atom O pada residu asam
amino Glu122 dengan atom H dari gugus amina tersier yang bermuatan positif.
Tipe interaksi salt bridge ini terjadi karena adanya dua muatan yang berlawanan
berada pada jarak yang cukup dekat biasanya dibawah 4 Å (Donald dkk., 2011
dan Salentin dkk., 2014).
Residu asam amino Ile54, Ala98, Ile119, Phe52, Val26, Lys118, dan
Phe100 membentuk interaksi dengan ligan alami CLQ berupa ikatan alkil dan π-
alkil yang merupakan interaksi hidrofobik. Ikatan π-alkil terjadi ketika awan
elektron pada gugus aromatik berinteraksi dengan gugus alkil menghasilkan
ikatan yang bertipe hidrofobik (Alencar dkk., 2022). Atom klor (Cl) dari ligan
alami TCL membentuk interaksi alkil dengan residu asam amino Ala98 dan
Val26. Atom Cl pada ligan alami TCL juga berinteraksi dengan cincin aromatis
residu asam amino Phe52 membentuk interaksi π-alkil. Cincin aromatis yang
terdapat pada ligan alami CLQ membentuk interaksi π-alkil dengan residu asam
amino Ile54, Ala98, dan Ile119. Atom C18 yang terdapat pada struktur ligan alami
CLQ berinteraksi dengan residu asam amino Lys118 dan Ile119 membentuk
ikatan alkil serta berinteraksi dengan cincin aromatis residu asam amino Phe100
membentuk ikatan π-alkil. Interaksi lainnya berupa interaksi van der Waals yang
melibatkan residu asam amino Ile123, Tyr85, Asp53, dan Gly27.
Residu asam amino hasil redocking menunjukkan kesamaan interaksi
dengan hasil redocking yang dilakukan oleh Zakaria dkk. (2020). Ikatan hidrogen
yang sama terbentuk pada residu asam amino Glu122, sedangkan interaksi
hidrofobik yang sama melibatkan residu asam amino Val26, Phe52, Ile54, Ala98,
dan Ile119. Residu asam amino Val26, Phe52, Ile54, Ala98, dan Ile119
merupakan residu asam amino spesifik pada protein PfLDH yang berperan
sebagai inhibitor kompetitif. Residu asam amino ini dikatakan spesifik karena
bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis protein.
Tahapan selanjutnya yaitu penambatan senyawa AK A-F dan kurkumin
terhadap protein PfLDH. Proses penambatan dilakukan menggunakan ligan yang
berasal dari hasil optimasi serta ukuran grid box yang sama dengan proses
33
Interaksi:
Interaksi:
bahwa senyawa AK B berinteraksi pada sisi aktif yang sama dengan hasil
redocking ligan alami CLQ dan berperan sebagai inhibitor kompetitif.
Interaksi:
senyawa AK C juga memberikan interaksi berupa ikatan alkil dengan residu asam
amino Ile119 dan Ile54. Residu asam amino Phe100, Glu122, Asp53, Gly27,
Ile123, dan Tyr85 memberikan kontribusi berupa interaksi van der Waals dengan
senyawa AK C. Interaksi hidrofobik pada residu asam amino Val26, Phe52, Ile54,
Ala98, dan Ile119 yang dihasilkan oleh senyawa AK C memiliki kesamaan
interaksi dengan ligan asli CLQ. Hal ini memberikan informasi bahwa senyawa
AK C berinteraksi dengan protein PfLDH pada sisi aktif dan berperan sebagai
inhibitor kompetitif.
Interaksi:
disumbangkan oleh residu asam amino Phe100, Asp53, Gly27, dan Ile123.
Adanya kesamaan interaksi hidrofobik antara senyawa AK D dengan ligan alami
CLQ pada residu asam amino Val26, Phe52, Ile54, Ala98, dan Ile119
menunjukkan senyawa AK D berinteraksi pada sisi aktif protein PfLDH dan
berperan sebagai inhibitor kompetitif.
Interaksi:
Tyr85. Adanya kesamaan interaksi hidrofobik berupa residu asam amino Val26,
Phe52, Ile54, Ala98, dan Ile119 memberikan informasi bahwa senyawa AK E
berinteraksi pada sisi aktif yang sama dengan hasil redocking ligan alami CLQ
dan berperan sebagai inhibitor kompetitif.
Interaksi:
pada residu asam amino Val26, Phe52, Ile119, Ile54, dan Ala98 yang dihasilkan
oleh senyawa AK F memiliki kesamaan interaksi dengan ligan asli CLQ. Hal ini
memberikan informasi bahwa senyawa AK F berinteraksi dengan protein PfLDH
pada sisi aktif dan berperan sebagai inhibitor kompetitif.
Interaksi:
F dan kurkumin dengan protein PfLDH berupa interaksi dengan residu asam
amino pada sisi aktif dan nilai afinitas ikatan dirangkum pada Tabel IV.2.
Tabel IV.2 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul
senyawa analog kurkumin dengan protein PfLDH
Interaksi Afinitas
Senyawa Ikatan Interaksi ikatan
van der Waals
hidrogen hidrofobik (kkal/mol)
AK A - Ile54, Ala98, Ile119, Ile123, Glu122, -6,98
Phe52, Val26, Lys118, Tyr85, Asp53,
Phe100, Leu115 Gly27
(a) (b)
Gambar IV.11 (a) Protein PfENR dengan ligan alami TLC (b) Protein PfENR
tanpa ligan alami TCL
Kemiripan Ligan TCL sebelum (warna hijau) dan sesudah (warna biru)
dilakukan redocking dengan protein PfENR ditunjukkan pada Gambar IV.12.
Hasil redocking antara ligan alami TCL dengan protein PfENR menghasilkan
nilai RMSD sebesar 1,40 Å, dengan nilai afinitas ikatan -6,16 kkal/mol. Nilai
RMSD yang dihasilkan telah memenuhi kriteria validitas yaitu ≤ 2,0 Å.
Gambar IV.12 Ligan TCL sebelum (warna hijau) dan sesudah (warna biru)
dilakukan redocking dengan protein PfENR
43
Interaksi:
Gambar IV.13 Visualisasi 3D dan 2D interaksi ligan alami TCL dengan protein
PfENR
Interaksi antara ligan alami TCL dengan sisi aktif protein PfENR
divisualisasikan secara 3D dan 2D pada Gambar IV.13. Interaksi 3D
menunjukkan ligan alami TCL berada pada binding pocket protein PfENR. Secara
2D interaksi yang dihasilkan berupa ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,
interaksi van der Waals, dan ikatan π-sulfur. Atom H17 ligan alami TCL
membentuk ikatan hidrogen dengan atom O residu asam amino Tyr277 yang
berupa conventional hydrogen bond. Interaksi hidrofobik berupa ikatan alkil/π-
alkil terbentuk dari residu asam amino Val222, Ala219, Ala319, Ile323, Ala217,
Ala320, Ile369, Phe368, Pro314, dan Ala372. Ikatan alkil terjadi antara atom Cl
ligan alami TCL dengan residu asam amino Ala271, Ala219, Ala327, Pro314,
Ile369, Val222, dan Met281. Cincin aromatis ligan alami TCL membentuk ikatan
π-alkil dengan residu asam amino Ala320, Ala217, Ala319, dan Ile323. Atom Cl
ligan alami TCL juga membentuk ikatan π-alkil dengan cincin aromatis residu
asam amino Tyr267 dan Phe368. Ikatan π-π-T-shaped terbentuk dari residu asam
amino Tyr267 dan Tyr277 yang berikatan dengan cincin aromatis ligan alami
TCL. Ligan alami TCL membentuk interaksi van der Waals dengan melibatkan
dua residu asam amino yakni Asn218 dan Lys285. Interaksi lainnya berupa ikatan
π-sulfur yang terjadi antara atom sulfur dari residu asam amino Met281 dengan
cincin aromatis ligan alami TCL. Tahapan berikutnya yaitu melakukan
44
penambatan molekul antara enam analog kurkumin dan kurkumin dengan protein
PfENR, ukuran grid box disamakan dengan proses redocking yaitu 54 x 54 x 54
Å.
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Leu216, Lys285, Gly313, dan Ile369 berkontribusi membentuk interaksi van der
Waals.
Interaksi:
residu asam amino Ser317, Pro314, Ala320, Tyr277, Tyr267, Ala219, Gly112,
Gly110, Phe368, dan Ile369.
Tabel IV.3 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul
senyawa analog kurkumin dengan protein PfENR
Interaksi Afinitas
Senyawa Ikatan Interaksi ikatan
van der Waals
hidrogen hidrofobik (kkal/mol)
AK A Tyr111* Tyr267, Ala320, Pro314, Lys285, Ser215, Ser264, -8,34
Gly110** Leu265, Ala217, His214, Gly313, Ala312, Ser317,
Leu315*** Ala372, Ile369, Phe368 Leu216
Uraian data interaksi dan nilai afinitas ikatan senyawa AK A-F dan
kurkumin ditunjukkan pada Tabel IV.3. Menurut Perozzo dkk. (2002) terdapat
enam residu asam amino yang berperan dalam mekanisme katalitik protein
PfENR yakni Tyr277, Tyr267, Pro314, Phe368, Ile369, dan Lys285. Lima dari
enam residu asam amino spesifik ini masing-masing berinteraksi dengan AK A
dan F. Senyawa AK A berinteraksi dengan residu asam amino Tyr267, Pro314,
Phe368, dan Ile369 membentuk interaksi hidrofobik, serta dengan residu asam
amino Lys285 membentuk interaksi van der Waals. Senyawa AK F berinteraksi
dengan residu asam amino Tyr267, Pro314, dan Phe368 membentuk interaksi
hidrofobik, serta dengan residu asam amino Lys285 dan Ile369 membentuk
interaksi van der Waals. Senyawa AK B, D, dan E masing-masing berinteraksi
dengan residu asam amino Tyr267, Pro314, dan Phe368 membentuk interaksi
hidrofobik, serta dengan residu asam amino Ile369 membentuk interaksi van der
Waals. Interaksi hidrofobik pada senyawa AK C terjadi dengan residu asam
amino Tyr267 dan Pro314, serta membentuk interaksi van der Waals dengan
residu asam amino Phe368 dan Ile369. Berdasarkan uraian tersebut senyawa AK
A-F memiliki interaksi yang hampir sama dengan ligan alami TCL dan kurkumin.
Freundlich dkk. (2007) menyatakan bahwa ligan alami TCL memiliki potensi
menghambat parasit P. falciparum secara in vitro. Artinya senyawa AK A-F
masih berinteraksi dengan residu asam amino spesifik pada sisi aktif protein
PfENR dan diharapkan berpotensi menghambat aktivitas parasit P. falciparum.
Struktur senyawa AK F memiliki tiga cincin aromatis. Resonansi yang
lebih dimungkinkan terjadi pada senyawa AK F menjadikan senyawa AK F
menjadi analog kurkumin yang paling stabil. Hal ini didukung dengan hasil
penambatan bahwa nilai afinitas ikatan senyawa AK F merupakan yang paling
rendah dibandingkan senyawa AK A-E, ligan alami TCL, dan kurkumin kontrol.
Nilai afinitas ikatan yang rendah mengindikasikan senyawa AK F memiliki
kestabilan yang tinggi saat berinteraksi dengan sisi aktif protein PfENR. Nilai
afinitas ikatan kurkumin yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa AK A-F
disebabkan pada kerangka kurkumin terdapat gugus metilen aktif pada β-diketon
53
yang menyebabkan kurkumin menjadi kurang stabil berikatan pada sisi aktif
protein PfENR.
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
terjadi dengan residu asam amino Leu268, Ile275, Ile977, Tyr1049, Asn1039,
Phe264, dan Gln267.
Interaksi:
Interaksi:
Interaksi:
Tabel IV.4 Data interaksi dan nilai afinitas ikatan hasil penambatan molekul
senyawa analog kurkumin dengan protein PfATP6
Interaksi Afinitas
Senyawa Interaksi ikatan
van der Waals
hidrofobik (kkal/mol)
AK A Leu268, Phe264, Ile977, Gln267, Ile271, Asn980, -7,36
Ile981, Ala313, Ile1041 Ile272, Asn1039,
Leu1040
antimalaria secara in vitro. Nilai afinitas ikatan yang dihasilkan oleh senyawa AK
A-F dan kurkumin terhadap protein PfATP6 berturut-turut adalah -7,36; -7,61;
-8,67; -7,63; -7,84; -9,02; dan -6,17 kkal/mol. Senyawa AK F memiliki nilai
afinitas yang paling rendah dibandingkan dengan kurkumin. Nilai afinitas ikatan
yang paling rendah mengindikasikan bahwa senyawa AK F lebih stabil berikatan
dengan protein PfATP6 dibandingkan senyawa AK A-E dan kurkumin.
Tabel IV.5 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap protein PfLDH
Afinitas ikatan
Senyawa Residu asam amino spesifik
(kkal/mol)
AK F Ile54, Ala98, Ile119, Phe52, Val26 -9,37
Tabel IV.6 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap protein PfENR
Afinitas ikatan
Senyawa Residu asam amino spesifik
(kkal/mol)
AK F Tyr267, Pro314, Phe368, Ile369, -9,76
Lys285
AK A Tyr267, Pro314, Phe368, Ile369, -8,34
Lys285
AK C Tyr267, Pro314, Phe368, Ile369 -8,95
Tabel IV.7 Data interaksi senyawa analog kurkumin dengan residu asam amino
spesifik dan nilai afinitas ikatan terhadap protein PfATP6
Afinitas ikatan
Senyawa Residu asam amino spesifik
(kkal/mol)
AK F Leu268 -9,02
AK C Leu268 -8,67
AK E Leu268 -7,84
AK B Leu268 -7,61
AK A Leu268 -7,36
AK D - -7,63
Keterangan:
K: 4-klorobenzaldehida
C: senyawa AK C
3062
1665
2937
1578
1083
819
yaitu 343,25 g/mol. Ion molekuler [M+] muncul pada puncak dengan kelimpahan
100% pada m/z 343 (35Cl) sehingga puncak tersebut merupakan base peak dengan
membentuk fragmen yang paling stabil. Ion molekuler [M+] juga muncul pada
m/z 345 yang merupakan puncak isotop dari 37Cl. Ion molekuler senyawa AK C
mengalami pemutusan ikatan menghasilkan 3 jalur fragmentasi. Jalur fragmentasi
pertama yaitu lepasnya molekul CO dan atom H sehingga membentuk fragmen
dengan m/z 316 (37Cl). Jalur fragmentasi kedua ion molekuler melepaskan radikal
C12H10ClO sehingga membentuk fragmen pada m/z 127 (37Cl). Jalur fragmentasi
ketiga ion molekuler melepaskan radikal C13H11ClO sehingga membentuk
fragmen pada m/z 127 (37Cl). Spektra massa membuktikan bahwa senyawa
dengan berat molekul 343 g/mol adalah senyawa AK C.
terintegrasi 3H pada pergeseran kimia 2,88 ppm yang merupakan proton dari
karbon alkana dengan konstanta kopling J = 12,5 Hz. Puncak 3 pada pergeseran
kimia 7,35-7,39 ppm memiliki kenampakan multiplet yang terintegrasi 8H yang
merupakan proton aril pada cincin benzena. Senyawa AK C memiliki ciri khas
dengan munculnya puncak 4. Puncak 4 muncul pada pergeseran kimia 7,72 ppm
dengan kenampakan singlet terintegrasi 2H yang menandakan adanya proton
alkena pada ikatan α,β-tak jenuh. Proton 4 muncul pada daerah downfield karena
terikat pada karbon α,β-tak jenuh serta berada dekat dengan gugus karbonil (-
C=O). Gugus karbonil merupakan gugus penarik elektron yang kuat, densitas
elektron disekitar puncak 4 menjadi berkurang dan kurang terlindungi
(deshielded) akibat dari tarikan elektron gugus karbonil. Interpretasi data 1H-
NMR senyawa AK C ditunjukkan pada Tabel IV.9.
ppm yang merupakan puncak karbon alkena (-CH=CH-) yang berikatan dengan
benzena, sedangkan puncak 8 muncul pada pergeseran kimia 136,25 ppm yang
merupakan puncak karbon alkena (-CH=CH-) yang terikat langsung dengan gugus
karbonil (-C=O). Puncak 9 yang berada pada daerah downfield dengan pergeseran
kimia 189,97 ppm dan deshielded karena terikat langsung dengan atom oksigen
13
yang memiliki kerapatan elektron tinggi. Spektra C-NMR ditunjukkan pada
Gambar IV.33 dan interpretasi data pada Tabel IV.10.
heksana dan etil asetat (9:1). Hasil KLT berupa spot tunggal ditunjukkan pada
Gambar IV.35 dengan nilai Rf sebesar 0,35, sedangkan nilai Rf reaktan sebesar
0,70. Senyawa AK E yang dihasilkan dikarakterisasi lebih lanjut menggunakan
TLC scanner, FTIR, MS/MS, 1H-NMR dan 13C-NMR.
Keterangan:
K: 4-klorobenzaldehida
E: senyawa AK E
3062
1670
2937
2772
1587
1262
1085
819
Gambar IV.36 Spektra FTIR senyawa AK E
molekul HCl sehingga menghasilkan fragmen dengan m/z 101. Jalur fragmentasi
kedua ion molekuler melepaskan radikal -CH3 sehingga membentuk fragmen
dengan m/z 343. Spektra massa membuktikan bahwa senyawa dengan berat
molekul 358 g/mol adalah senyawa AK E.
kimia yang berbeda. Puncak 1 merupakan proton milik karbon metil yang berada
pada daerah upfield karena terikat langsung dengan atom nitrogen (-N-CH3),
muncul dengan kenampakan singlet terintegrasi 3H pada pergeseran kimia 2,45
ppm. Puncak 2 pada pergeseran kimia 3,71 ppm memiliki kenampakan singlet
terintegrasi 4H yang merupakan proton dari karbon pada cincin 4-piperidon.
Puncak 3 muncul pada pergeseran kimia 7,31 ppm merupakan proton aril pada
cincin benzena dengan kenampakan doublet terintegrasi 4H yang terkopling orto
oleh proton tetangga yaitu proton 4. Puncak 4 muncul pada pergeseran kimia 7,38
ppm memiliki kenampakan doublet terintegrasi 4H yang terkopling orto oleh
proton tetangga yaitu proton 3. Proton 3 dan 4 merupakan proton simetris saling
terkopling orto satu sama lain dengan konstanta kopling Jorto = 8,5 Hz. Konstanta
kopling orto berada pada rentang 6-10 Hz (Achmadi, 2003). Senyawa AK E
memiliki ciri khas dengan munculnya puncak 5. Puncak 5 merupakan proton
alkena (-CH=) muncul pada daerah downfield karena berada dekat dengan gugus
karbonil (-C=O).
puncak karbon dengan lingkungan berbeda dari total 20 karbon yang dimiliki oleh
senyawa AK E. Puncak 1 merupakan puncak karbon metil yang berada pada
daerah upfield karena terikat langsung dengan atom nitrogen (-N-CH3) dengan
pergeseran kimia 45,97 ppm. Puncak 2 muncul pada pergeseran kimia 57,06 ppm
yang merupakan puncak karbon alkana (-CH2-). Puncak 3, 4, dan 5 merupakan
merupakan puncak karbon pada cincin aromatis dengan pergeseran kimia 128,98;
131,67; dan 133,52 ppm. Puncak 6 muncul pada pergeseran kimia 133,70 ppm
merupakan karbon pada cincin aromatis yang terikat langsung dengan –Cl.
Puncak 7 dan 8 merupakan ciri khas yang menandakan terbentuknya senyawa AK
E. Puncak 7 muncul pada pergeseran kimia 135,23 ppm merupakan puncak
karbon alkena (-CH=C-) yang berikatan dengan cincin benzena, sedangkan
puncak 8 merupakan puncak karbon alkena (-CH=C-) yang terikat langsung
dengan gugus karbonil (-C=O) muncul pada pergeseran kimia 135,26 ppm.
Puncak 9 berada pada daerah downfield dengan pergeseran kimia 186,61 ppm.
Interpretasi data senyawa AK E ditunjukkan pada Tabel IV.13.
Keterangan:
K: 4-klorobenzaldehida
F: senyawa AK F
2746
1260
1580
1085
821
serapan tajam gugus C=O keton terkonjugasi. Ikatan Csp2-H dan Csp3-H muncul
didaerah bilangan gelombang 3039 dan 2938 cm-1. Bilangan gelombang 2746
cm-1 merupakan ikatan N-C pada cincin piperidina yang diperkuat dengan adanya
ikatan C-N alifatik pada bilangan gelombang 1260 cm-1. Bilangan gelombang
1580 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C yang diidentifikasi adanya rantai
alkena pada cincin aromatik. Bilangan gelombang 1085 cm-1 merupakan Ar-Cl
yang diperkuat dengan serapan tajam pada bilangan gelombang 821 cm-1 yang
menunjukkan benzena di-substitusi pada posisi para. Hasil interpretasi spektra
FTIR senyawa AK F ditunjukkan pada Tabel IV.14.
Tabel IV.17 Data penghambatan senyawa analog kurkumin hasil sintesis terhadap
P. falciparum strain FCR3 dan 3D7
FCR3 3D7
Konsentrasi
Senyawa IC50 IC50
(μg/mL) %Penghambatan %Penghambatan
(μM) ± SD (μM) ± SD
1 75,002 57,516
0,5 70,315 51,412
AK C 0,25 66,830 0,137 ± 0,020 49,909 0,924 ± 0,586
0,125 62,630 45,226
0,0625 49,106 38,308
1 74,664 49,873
0,5 66,736 48,040
AK E 0,25 55,314 0,447 ± 0,162 43,968 2,268 ± 0,667
0,125 51,869 40,802
0,0625 32,727 34,029
1 86,401 66,324
0,5 85,031 63,054
AK F 0,25 79,009 0,018 ± 0,013 56,457 0,336 ± 0,092
0,125 75,707 46,828
0,0625 67,714 42,284
1 61,172 44,798
0,5 55,503 44.560
Kurkumin
0,25 50,187 0,823 ± 0,051 36,715 3,902 ± 1,059
(kontrol)
0,125 40,682 31,022
0,0625 32,612 25,865
(Dambuza dkk., 2015; Ekoue-kovi dkk., 2009; Salas dkk., 2013). Nilai RI
senyawa analog kurkumin ditunjukkan pada Tabel IV.19.
AdmetSAR (Cheng dkk., 2012); pkSCM (Pires dkk., 2015); dan ADMETLab 2,0
(Xiong dkk., 2021). Evaluasi sifat kandidat senyawa obat juga dilakukan analisis
terhadap sifat mirip obat atau drug-likeness melalui parameter aturan Lipinski
atau Rule of five. Menurut Lipinski (2001) karakteristik senyawa obat yang baik
diantaranya harus memiliki berat molekul < 500; LogP < 5; jumlah akseptor
ikatan hidrogen ≤ 10; dan jumlah donor ikatan hidrogen ≤ 5. Hasil analisis drug-
likeness senyawa analog kurkumin berdasarkan aturan Lipinski dapat dilihat pada
Tabel IV.20.
memiliki nilai logBB yang rendah pula, begitupun sebaliknya untuk ketiga
senyawa analog kurkumin.
Volume distribusi dalam keadaan steady-state (VDss) didefinisikan sebagai
rasio jumlah total obat di dalam jaringan tubuh dengan konsentrasi total obat di
dalam plasma darah pada kondisi steady-state. Kondisi steady-state yaitu ketika
sistem dikenai obat dengan laju konstan ke dalam plasma darah, sehingga
konsentrasi distribusi obat di dalam jaringan tubuh menjadi tidak berubah.
Volume distribusi obat pada keadaan steady-state (dalam satuan L/kg)
diklasifikasikan menjadi 5 kategori yaitu; rendah < 0,6; sedang 0,6-5; tinggi 5-
100; dan sangat tinggi > 100 (Smith dkk., 2015). Berdasarkan Tabel IV.21 nilai
VDss senyawa AK C, E, dan F berturut-turut 0,628; 1,04; dan 0,941. Nilai VDss
senyawa AK E dan F lebih besar daripada senyawa AK C. Perbedaan volume
distribusi disebabkan adanya cincin piperidina yang melekat pada senyawa AK E
dan F. Hal ini sesuai dengan penelitian Zadorozhnii dkk. (2022) yang menyatakan
bahwa senyawa obat yang memiliki cincin piperidina memiliki volume distribusi
yang lebih besar. Perbedaan afinitas senyawa obat didalam jaringan tubuh dan
plasma darah menentukan besar kecilnya volume distribusi sehingga volume
distribusi tidak menggambarkan volume yang sebenarnya (volume imajiner).
Senyawa obat dengan sifat lipofilik tinggi umumnya lebih banyak terikat di
jaringan tubuh dibandingkan di dalam plasma darah, artinya konsentrasi obat akan
lebih sedikit di dalam plasma darah sehingga volume distribusi seolah-olah
menjadi lebih besar dan senyawa obat terlihat lebih banyak dilarutkan (Sani,
2003).
Nilai VDss ketiga senyawa analog kurkumin menunjukkan nilai VDss yang
lebih besar dibandingkan kurkumin yaitu -0,117 artinya senyawa AK C, E, dan F
akan terdistribusi lebih banyak di jaringan dan sedikit di darah daripada kurkumin.
Meskipun senyawa AK C, E, dan F terdistribusi lebih sedikit di dalam darah,
senyawa AK C, E, dan F berinteraksi lebih kuat dan stabil dengan reseptor. Hal
ini didukung dengan hasil penambatan molekul bahwa senyawa AK C, E, dan F
berinteraksi spesifik dan lebih stabil dibandingkan kurkumin yang dibuktikan
dengan data interaksi spesifik dan nilai afinitas ikatan yang dihasilkan. Aktivitas
91
sebagian besar senyawa obat ditentukan oleh kemampuan obat untuk berikatan
dengan reseptor spesifik. Semakin baik obat mengikat ke situs reseptor, maka
senyawa obat akan semakin aktif secara biologis (Nuryati, 2017).
Tujuan selanjutnya dalam penemuan obat baru adalah menghindari
terjadinya penghambatan enzim sitokrom P450 (CYP450) yang memiliki peran
dalam memetabolisme berbagai jenis obat. Penghambatan enzim CYP450 oleh
senyawa obat dapat menyebabkan metabolit menjadi terakumulasi di tubuh yang
memicu timbulnya efek samping. Pada vertebrata, hati merupakan sumber utama
dari CYP450. Selain di hati, CYP450 juga diekspresikan di paru-paru, ginjal,
kulit, mukosa hidung, saluran pencernaan, plasenta, kandung kemih, sistem saraf,
trombosit darah, dan di berbagai jaringan tubuh lainnya (McDonnell dan Dang,
2013; Hochleitner dkk., 2017; Goldwaser dkk., 2022). CYP450 diberi
nomenklatur khusus dan dikelompokkan ke dalam famili dengan subfamili yang
disebut isoenzim. Isoenzim dari enzim CYP450 yang paling penting dalam proses
metabolisme obat adalah CYP1A2, subfamili CYP2C, CYP2D6, dan CYP3A4.
Isoenzim-isoenzim ini mempunyai fungsi yang berbeda dalam hal
farmakogenetik, spesifisitas substrat, induksibilitas, dan kerentanannya terhadap
inhibisi oleh substrat yang bersaing (Gregg, 2004).
Tabel IV.21 menunjukkan bahwa senyawa AK C, E, F dan kurkumin
bukan merupakan substrat dari CYP2D6 namun merupakan substrat dari
CYP3A4. Senyawa AK C merupakan inhibitor dari CYP1A2, CYP2C19, dan
CYP2C9, namun bukan merupakan inhibitor dari CYP2D6 dan CYP3A4.
Senyawa AK E merupakan inhibitor dari CYP1A2, CYP2C19, dan CYP2D6,
namun bukan merupakan inhibitor dari CYP2C9 dan CYP3A4. Senyawa AK F
merupakan inhibitor dari CYP2D6 dan CYP3A4, namun bukan merupakan
inhibitor dari CYP1A2, CYP2C19, dan CYP2C9. Sedangkan kurkumin
merupakan inhibitor dari CYP1A2, CYP2C19, CYP2C9, CYP2D6, dan CYP3A4.
Ketiga senyawa analog kurkumin lebih sedikit dimetabolisme oleh isoenzim-
isoenzim dibandingkan dengan kurkumin, sehingga dapat dijelaskan bahwa
senyawa AK C, E, dan F akan terakumulasi di tubuh lebih sedikit daripada
kurkumin.
92
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan:
1. Penambatan molekul senyawa AK A-F terhadap protein PfLDH, PfENR,
dan PfATP6 menunjukkan bahwa senyawa AK C, E, dan F merupakan
senyawa analog kurkumin terbaik yang memiliki interaksi dengan residu
asam amino spesifik pada masing-masing protein dan memiliki nilai
afinitas ikatan yang paling rendah dibandingkan kurkumin.
2. Senyawa AK C, E, dan F hasil penambatan molekul berhasil disintesis
melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt dari 4-klorobenzaldehida
dengan sikloheksanon, n-metil-4-piperidon, dan n-benzil-4-piperidon
menggunakan katalis NaOH dengan pengadukan selama 5 jam dengan
rendemen masing-masing 56,51%; 56,52%; dan 30,39%.
1. Senyawa AK C, E, dan F terbukti memiliki aktivitas antimalaria yang
sangat aktif dalam uji antimalaria secara in vitro terhadap P. falciparum
strain FCR3 dengan nilai IC50 berturut-turut 0,173; 0,447; dan 0,018 μM,
serta memiliki aktivitas antimalaria yang sangat aktif dan aktif terhadap P.
falciparum strain 3D7 dengan nilai IC50 berturut-turut 0,924; 2,268; dan
0,336 μM. Senyawa AK C, E, dan F memiliki nilai indeks resistensi yang
lebih rendah dan memiliki profil ADMET yang lebih baik dari kurkumin
sehingga berpotensi dikembangkan menjadi kandidat obat antimalaria.
V.2. Saran
Senyawa AK C, E, dan F perlu dilakukan studi in silico dengan simulasi
dinamika molekuler untuk melihat keadaan alaminya dalam suatu pelarut, serta
dilakukan uji in vitro terhadap sel normal untuk mengetahui tingkat toksisitasnya.
93
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla, M., Eltayb, W. A., El-Arabey, A. A., Singh, K., & Jiang, X., 2022,
Molecular Dynamic Study of SARS-CoV-2 with Various S Protein
Mutations and Their Effect on Thermodynamic Properties, Comput. Biol.
Med., 141.
Aggarwal, B.B., Kumar, A. and Bharti, A.C., 2003, Anticancer Potential of
Curcumin: Preclinical and Clinical Studies, Anticancer Res., 23, 363-398.
Achmadi, S.S., 2003, Kimia Organik, Edisi 11, Erlangga, Jakarta. Terjemahan:
Organic Chemistry, Hart, H., L.E. Craine, D.J. Hart, 11th edition, Houghton
Mifflin Company.
Aher, R. B., Wanare, G., Kawathekar, N., Kumar, R. R., Kaushik, N. K., Sahal,
D., & Chauhan, V. S., 2011, Dibenzylideneacetone Analogues as Novel
Plasmodium Falciparum Inhibitors, Bioorg. Med. Chem. Lett., 21(10),
3034–3036.
Alencar, W.L.M., da Silva Arouche, T., Neto, A.F.G., 2022, Interactions of Co,
Cu, and Non-Metal Phthalocyanines with External Structures of SARS-
CoV-2 Using Docking and Molecular Dynamics, Sci. Rep., 12.
Ali, S., Mouton, C. D., Jabeen, S., Zeng, Q., Galloway, G., dan Mendelson, J.,
2013, Suicide, Depression, and CYP2D6: How Are They Linked?, Curr.
Psychiatry., 12(5), 16-19.
Andromeda, A., Ekawardhani, S., Berbudi, A., 2020, The Role of Curcumin as an
Antimalarial Agent, Sys. Rev. Pharm., 11 (7), 18-25.
Anonim, 2021, World Malaria Report 2021, World Health Organization.
Arnou, B., Montigny, C., Morth, J. P., Nissen, P., Jaxel, C., Møller, J. V., &
Maire, M. le., 2011, The Plasmodium falciparum Ca2+-ATPase PfATP6:
Insensitive to Artemisinin, but a Potential Drug Target, Biochem. Soc.
Trans., 39(3), 823–831.
Asih, P. B., Rogers, W. O., Susanti, A. I., Rahmat, A., Rozi, I. E.,
Kusumaningtyas, M. A., Syafruddin, 2009, Seasonal Distribution of Anti-
Malarial Drug Resistance Alleles on the Island of Sumba, Indonesia. Malar.
J., 8(1), 222.
Astuti, E., Raharjo, T. J., Boangmanalu, P. M., Putra, I. S. R., Waskitha, S. S. W.,
and Solin, J., 2021, Synthesis, Molecular Docking, and Evaluation of Some
New Curcumin Analogs as Antimalarial Agents, Indones. J. Chem., 21(2),
452-461.
Aykul, S., and Martinez-Hackert, E., 2016, Determination of Half-Maximal
Inhibitory Concentration Using Biosensor-Based Protein Interaction
Analysis, Anal. Biochem., 508, 97–103.
94
95
Cui, L., Miao, J., & Cui, L., 2006, Cytotoxic Effect of Curcumin on Malaria
Parasite Plasmodium falciparum: Inhibition of Histone Acetylation and
Generation of Reactive Oxygen Species. Antimicrob. Agents Chemother.,
51(2), 488–494.
Cui, M., Ono, M., Kimura, H., Liu, B., & Saji, H., 2011, Synthesis and
Structure−Affinity Relationships of Novel Dibenzylideneacetone
Derivatives as Probes for β-Amyloid Plaques, J. Med. Chem., 54(7), 2225–
2240.
Daina, A., Michielin, O., & Zoete, V., 2017, SwissADME: A Free Web Tool to
Evaluate Pharmacokinetics, Drug-Likeness and Medicinal Chemistry
Friendliness of Small Molecules, Sci. Rep., 7(1), 1-13.
Dambuza, N. S., Smith, P., Evans, A., Norman, J., Taylor, D., Andayi, A.,
Wiesner, L., 2015, Antiplasmodial Activity, In Vivo Pharmacokinetics and
Anti-Malarial Efficacy Evaluation of Hydroxypyridinone Hybrids in a
Mouse Model. Malar. J., 14(1), 1-8.
Dimi, B., Adam, A., and Alim, A., 2020, Prevalensi Malaria, Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 19, 4-9.
Dufès, C., 2011, Brain Delivery of Peptides and Proteins. In C. van der Walle
(Ed.), Peptide And Protein Delivery 1st ed., 1, 105-122.
Dohutia, C., Chetia, D., Gogoi, K., & Sarma, K., 2017, Design, In Silico and In
Vitro Evaluation of Curcumin Analogues Against Plasmodium falciparum,
Exp. Parasitol., 175, 51–58.
Dohutia, C., Chetia, D., Gogoi, K., Bhattacharyya, D. R., & Sarma, K., 2018,
Molecular Docking, Synthesis and In Vitro Antimalarial Evaluation of
Certain Novel Curcumin Analogues, Braz. J. Pharm. Sci, 53(4), 1-14.
Donald, J. E., Kulp, D. W., & DeGrado, W. F., 2011, Salt Bridges: Geometrically
Specific, Designable Interactions, Proteins, 79(3), 898–915.
Ekins, S., Mestres, J., and Testa, B., 2007, In Silicopharmacology for Drug
Discovery: Methods for Virtual Ligand Screening and Profiling, Br. J.
Pharmacol., 152(1), 9–20.
Ekoue-Kovi, K., Yearick, K., Iwaniuk, D. P., Natarajan, J. K., Alumasa, J., de
Dios, A. C., Wolf, C., 2009, Synthesis and Antimalarial Activity of New 4-
Amino-7-chloroquinolyl amides, Sulfonamides, Ureas and Thioureas,
Bioorg. Med. Chem., 17(1), 270–283.
Eryanti, Y., Hidayah, N., Herlina, T., and Zamri, A., 2013, Synthesis and
Cytotoxic Activity of Curcumin Analogues, Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik, 15(3), 170 – 174.
Fei, D.Z., Huai-Huai, W. Yuan-Hua, W. Tian-Yi,, Y. Ze-Hao, Y. Fang, Z. Da-Zhi,
C. Ying-Ying and J. Yong-Sheng, 2017, Synthesis and Synergistic
Antifungal Effects of Monoketone Derivatives of Curcumin Against
Fluconazole Resistant Candida Spp, Med. Chem. Commun, 8, 1093-1102
97
Fidock, D. A., Nomura, T., Talley, A. K., Cooper, R. A., Dzekunov, S. M., Ferdig,
M. T., Wellems, T. E., 2000, Mutations in the P. Falciparum Digestive
Vacuole Transmembrane Protein pfCRT and Evidence for Their Role in
Chloroquine Resistance, Mol. Cell, 6(4), 861–871.
Freundlich, J. S., Wang, F., Tsai, H.-C., Kuo, M., Shieh, H.-M., Anderson, J. W.,
Sacchettini, J. C., 2007, X-ray Structural Analysis of Plasmodium
falciparum Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase as a Pathway toward the
Optimization of Triclosan Antimalarial Efficacy, J. Biol. Chem., 282(35),
25436–25444.
Frengki, Saura, E.R., and Rinidar, 2013, Study Interactions Between
Sarcoendoplasmic Reticulum Ca2+ with Curcumin-Artemicyn Combination
and Several Analogues Compounds In Silico, Jurnal Medika Veterinaria, 7,
138–141.
Gadaleta, D., Vuković, K., Toma, C., Lavado, G. J., Karmaus, A. L., Mansouri,
K., Roncaglioni, A., 2019, SAR and QSAR Modeling of a Large Collection
of LD50 Rat Acute Oral Toxicity Data. J. Cheminform, 11(1), 1-16.
Garraffo, M. H., D. Simon, L., W. Daly, J., F. Spande, T., & H. Jones, T., 1994,
Cis- and Trans-Configurations of α,α′-Disubstituted Piperidines and
Pyrrolidines by GC-FTIR; Application to Decahydroquinoline
Stereochemistry, Tetrahedron, 50(39), 11329–11338.
Goldwaser, E., Laurent, C., Lagarde, N., Fabrega, S., Nay, L., Villoutreix, B. O.,
2022, Machine Learning-Driven Identification of Drugs Inhibiting
Cytochrome P450 2C9, PLoS Comput. Biol., 18(1), 1-21.
Gregg, C. R., 2004, Cytochrome P450, Encyclopedia of Gastroenterology, 542–
543.
Habibi, R., Herfindo, N., Hendra, R., Hilwan Y.T., Zamri, A., 2020, Synthesis and
Molecular Docking Study of 1-(3-Chloropropyl)-3,5-Bis((E)-4-methoxy-
benzylidene)piperidin-4-One as Dengue Virus Type 2 (DEN2) NS2B/NS3
Protease Inhibitor Candidate, Pharmacology and Clinical Pharmacy
Research, 5(1), 14-22.
Hakim, A., Junaidi, E., Sofia, B.F.D.R., Arian, Y., dan Anwar, S., 2010, Aktivitas
Antimalaria dan Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Kay Batang dan
Kulit Akar Artocarpus Camansi Blanko (Moraceaea), Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 8(2), 131-135.
Hochleitner, J., Akram, M., Ueberall, M., Davis, R. A., Waltenberger, B.,
Stuppner, H., Schuster, D., 2017, A Combinatorial Approach for the
Discovery of Cytochrome P450 2D6 Inhibitors from Nature, Sci. Rep., 7(1),
1-13.
Hongmao, S., 2016, Quantitative Structure–Property Relationships Models for
Lipophilicity and Aqueous Solubility. In Book: A Practical Guide to
Rational Drug Design, 193–223.
98
Jayaprakasha, G. K., Jaganmohan Rao, L., & Sakariah, K. K., 2006, Antioxidant
Activities of Curcumin, Demethoxycurcumin and Bisdemethoxycurcumin.
Food Chem., 98(4), 720–724.
Jenzen F., 2007, Introduction to Computational Chemistry, 2nd Ed, Odense,
Denmark: 415- 416.
Jia, C. Y., Li, J. Y., Hao, G. F., & Yang, G. F., 2019, A Drug-Likeness Toolbox
Facilitates ADMET Study in Drug Discovery, Drug Discov. Today, 25(1),
248-258.
Kimura, M., Yamaguchi, Y., Takada, S., & Tanabe, K. (1993). Cloning of a Ca2+-
ATPase Gene of Plasmodium falciparum and Comparison with Vertebrate
Ca2+-ATPases, J. Cell. Sci., 104, 1129–1136.
Kitchen, D., Decornez, H., Furr, J., & Bajorath, J., 2004, Docking and Scoring in
Virtual Screening for Drug Discovery: Method and Application, Nat. Rev.,
4, 935-949.
Kombonglangi, R.S., 2015, Manajemen terapi malaria falciparum yang resisten
terhadap klorokuin, J. Majority, 4(6).
Lengauer, T., and Rarey, M., 1996, Computational Methods for Biomolecular
Docking. Curr. Opin. Struct. Biol., 6(3), 402–406.
Lee Y.Q., Rajadurai P, Abas F, Othman I and Naidu R, 2021, Proteomic Analysis
on Anti-Proliferative and Apoptosis Effects of Curcumin Analog, 1,5-
bis(4Hydroxy-3-Methyoxyphenyl)-1,4Pentadiene-3-One Treated Human
Glioblastoma and Neuroblastoma Cells. Front. Mol. Biosci, 8, 645856.
Li, Q., Chen, J., Luo, S., Xu, J., Huang, Q., & Liu, T., 2015, Synthesis and
Assessment of The Antioxidant and Antitumor Properties of Asymmetric
Curcumin Analogues. Eur. J. Med. Chem., 93, 461–469.
Lipinski, C. A., Lombardo, F., Dominy, B. W., & Feeney, P. J., 2001,
Experimental and Computational Approaches to Estimate Solubility and
Permeability in Drug Discovery and Development Settings, Adv. Drug
Deliv. Rev., 46(1-3), 3–26.
Malau, N. D. and Azzahra S. T., 2018, Analysis Docking of Plasmodium
falciparum Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase (PfENR) with Organic
Compunds from Virtual Screening of Herbal Database. J Applied Chem.
Sci., 5(2): 491-496.
Maliehe, T. S., Tsilo, P. H., Shandu, J. S., 2020, Computational Evaluation of
ADMET Properties and Bioactive Score of Compounds from Encephalartos
ferox, Pharmacognosy Journal, 12(6):1357-1362.
Mardiana, L., B. Ardiansah, A. Septiarti, R. Bakri, G. Kosamagi, 2017,
Ultrasound-Assisted Synthesis of Curcumin Analogs Promoted by Activated
Chicken Eggshells, AIP Conf. Proc.1862 030096, 1–6.
99
Mathebula, B., Butsi, K. R., van Zyl, R. L., Jansen van Vuuren, N. C., Carl Hoppe,
H., Michael, J. P., Rousseau, A. L., 2019, Preparation and Antiplasmodial
Activity of 3’,4’‐dihydro‐1’H‐spiro(indoline‐3,2’‐quinolin)‐2‐ones. Chem.
Biol. Drug Des., 94, 1849–1858.
McDonnell, A. M., Dang, C.H., 2013, Basic Review of the Cytochrome P450
System, J. Adv. Pract. Oncol., 4, 263–268.
Mishra, S., Karmodiya, K., Surolia, N., and Surolia, A., 2008, Synthesis and
Exploration of Novel Curcumin Analogues as Anti-Malarial Agents,
Bioorganic Med. Chem., 16, 2894–2902.
Murtihapsari dan Ekowati C., 2010, Potensi Penemuan Obat Antimalaria Baru
Dari Laut Indonesia. Squalen, 5(3), 86-91.
Narayanaswamy, R., Wai, L. K. and Ismail, I. S., 2017, Natural Compounds as
Inhibitors of Plasmodium Falciparum Enoyl-acyl Carrier Protein Reductase
(PfENR): An In silico Study, J. Chosun Natural Sci., 10(1), 1–6.
Nelson, K. M., Dahlin, J. L., Bisson, J., Graham, J., Pauli, G. F., & Walters, M. A.,
2017, The Essential Medicinal Chemistry of Curcumin. J. Med. Chem.,
60(5), 1620–1637.
Nilsson, S. K., Childs, L. M., Buckee, C., & Marti, M., 2015, Targeting Human
Transmission Biology for Malaria Elimination., PLOS Pathogens, 11(6).
Noureddin, S.A., El-Shishtawy, R.M., and Al-Footy, K.O., 2019, Curcumin
Analogues and Their Hybrid Molecules as Multifunctional Drugs, Eur. J.
Med. Chem., 182, 1-40.
Nugraha, A. R. A., 2014, Frekuensi Gametositemia pada Pasien Malaria
Falsiparum Hari Ketiga setelah Pemberian Primakuin Dosis Tunggal,
eJournal Kedokteran Indonesia, 2(2), 151-155.
Nuryati, 2017, Farmakologi, Jakarta: Indo.Kemkes.BPPSDM.
Obach, R.S dan Isoherranen, N., 2021, Pathways of Drug Metabolism, Atkinson's
Principles of Clinical Pharmacology (Fourth Edition), Academic Press.
Ocan, M., Akena, D., Nsobya, S., Kamya, M. R., Senono, R., Kinengyere, A. A.,
& Obuku, E. A., 2019, Persistence of Chloroquine Resistance Alleles in
Malaria Endemic Countries: A Systematic Review of Burden and Risk
Factors. Malar. J., 18(1), 1-15.
Parlar, S., 2019, Synthesis and Cholinesterase Inhibitory Activity Studies of Some
Piperidinone Derivatives, Org. Commun., 12(4), 202-209.
Penna-Coutinho, J., Cortopassi, W. A., Oliveira, A. A., França, T. C. C., & Krettli,
A. U., 2011, Antimalarial Activity of Potential Inhibitors of Plasmodium
falciparum Lactate Dehydrogenase Enzyme Selected by Docking Studies,
PLoS ONE, 6(7), 1-7.
100
Pavia, D. P., Lampman, G. M., Kriz, G. S., Vyvyan, J. R., 2009, Introduction to
spectroscopy (4th Ed.), United States of America: Brooks/Cole Cengage
Learning.
Perozzo, R., Kuo, M., Sidhu, A. bir S., Valiyaveettil, J. T., Bittman, R., Jacobs, W.
R., Sacchettini, J. C., 2002, Structural Elucidation of the Specificity of the
Antibacterial Agent Triclosan for Malarial Enoyl Acyl Carrier Protein
Reductase, J. Biol. Chem., 277(15), 13106–13114.
Pires, D. E. V., Blundell, T. L., & Ascher, D. B., 2015, pkCSM: Predicting Small-
Molecule Pharmacokinetic and Toxicity Properties Using Graph-Based
Signatures, J. Med. Chem., 58(9), 4066–4072.
Pranowo, H.D., 2011, Pengantar Kimia Komputasi, Bandung: Lubuk Agung
Press.
Priyadarsini, K., 2014, The Chemistry of Curcumin: From Extraction to
Therapeutic Agent, Molecules, 19(12), 20091–20112.
Rahmania, T.A., Ritmaleni, R., Setyowati, E.P., 2020, In Silico and In Vitro Assay
of Hexagamavunon-6 Analogs, Dibenzilyden-N-Methyl-4-Piperidone as
Antibacterial Agents. J. Appl. Pharm. Sci., 10(3), 39-43.
Reddy, R. C., Vatsala, P. G., Keshamouni, V. G., Padmanaban, G., & Rangarajan,
P. N., 2005, Curcumin for Malaria Therapy, Biochem. Biophys. Res.
Commun., 326(2), 472–474.
Rieckmann, K. H., Campbell, G. H., Sax, L. J., & Ema, J. E., 1978, Drug
Sensitivity of Plasmodium falciparum, The Lancet, 311(8054), 22–23.
Salas, P. F., Herrmann, C., Cawthray, J. F., Nimphius, C., Kenkel, A., Chen, J.,
Orvig, C., 2013, Structural Characteristics of Chloroquine-Bridged
Ferrocenophane Analogues of Ferroquine May Obviate Malaria Drug-
Resistance Mechanisms, J. Med. Chem., 56(4), 1596–1613.
Salentin, S., Haupt, V. J., Daminelli, S., & Schroeder, M., 2014,
Polypharmacology Rescored: Protein–Ligand Interaction Profiles for
Remote Binding Site Similarity Assessment, Prog. Biophys. Mol. Biol.,
116(2-3), 174–186.
Sani, A., 2003, Kliren dan Volume Distribusi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
2(1), 78-81.
Sardjiman, 2000, Synthesis of Some New Series of Curcumin Analogues,
Antioxidative, Anti-inflammatory, Anti-bacterial Activity and Qualitative
Structure-Activity-Relationship, Disertasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Saxena, S., Durgam, L., & Guruprasad, L., 2018, Multiple e-Pharmacophore
Modelling Pooled with High-Throughput Virtual Screening, Docking And
Molecular Dynamics Simulations to Discover Potential Inhibitors of
Plasmodium Falciparum Lactate Dehydrogenase (PfLDH). J. Biomol.
Struct. Dyn., 1–17.
101
Sharifi-Rad, J., Rayess, Y. E., Rizk, A. A., Sadaka, C., Zgheib, R., Zam, W.,
Martins, N., 2020, Turmeric and Its Major Compound Curcumin on Health:
Bioactive Effects and Safety Profiles for Food, Pharmaceutical,
Biotechnological and Medicinal Applications, Front. Pharmacol., 11, 1-23.
Shibeshi, M. A., Kifle, Z. D., & Atnafie, S. A., 2020, Antimalarial Drug
Resistance and Novel Targets for Antimalarial Drug Discovery, Infect. Drug
Resist., 13, 4047–4060.
Shivanand, P., and Patel, K., 2010, Phytosomes: Technical Revolution in
Phytomedicine, Int. J. Pharm. Tech. Res., 2(1), 627-631.
Shukla, A., Singh, A., Singh, A., Pathak, L. P., Shrivastava, N., Tripathi, P. K.,
Singh, M. P., & Singh, K. (2012). Inhibition of P. falciparum PFATP6 by
Curcumin and its Derivatives: a Bioinformatic Study. Cell. Mol. Bio. (Noisy-
le-Grand, France), 58(1), 182–186.
Siviero, A., Gallo, E., Maggini, V., Gori, L., Mugelli, A., Firenzuoli, F., and
Vannacci, A., 2015, Curcumin, A Golden Spice with a Low Bioavailability,
J. Herb. Med., 5(2), 57-70.
Smith, D. A., Beaumont, K., Maurer, T. S., & Di, L., 2015, Volume of
Distribution in Drug Design, J. Med. Chem., 58(15), 5691–5698.
Stank, A., Kokh, D. B., Fuller, J. C., & Wade, R. C., 2016, Protein Binding Pocket
Dynamics, Acc. Chem. Res., 49(5), 809–815.
Stevens, L. A., Shastri, S., & Levey, A. S., 2010, Assessment of Renal Function.
In: Floege J, Johnson RJ, Feehally J, eds. Comprehensive Clinical
Nephrology, 4th edition. Missouri: Saunders, 31-38.
Suwandi, J.F., 2015, Gen PfATP6 dan Resistensi Plasmodium falciparum
Terhadap Golongan Artemisinin, Juke Unila, 9(5), 142-146.
Talapko, J., Škrlec, I., Alebi, T., Juki, M., and Vˇcev, A., 2019, Malaria: The Past
and the Present, Microorganisms, 7, 1-17.
Thu, A. M., Phyo, A. P., Landier, J., Parker, D. M., & Nosten, F. H, 2017,
Combating Multidrug-Resistant Plasmodium falciparum Malaria. FEBS J.,
284(16), 2569–2578.
Tomar, V., Mazumder, M., Chandra, R., Yang, J., and Sakharkar, M. K., 2018,
Small Molecule Drug Design, Encyclopedia of Bioinformatics and
Computational Biology: ABC of Bioinformatics, Vol. 1–3.
Tse, E. G., Korsik, M., & Todd, M. H., 2019, The Past, Present and Future of
Anti-Malarial Medicines. Malar. J., 18(1), 1-21.
Upegui, Y., Robledo, S. M., Gil Romero, J. F., Quiñones, W., Archbold, R.,
Torres, F., Echeverri, F., 2015, In vivo Antimalarial Activity of α-Mangostin
and the New Xanthone δ-Mangostin, Phytotherapy Res., 29(8), 1195–1201.
Vareed, S. K., Kakarala, M., Ruffi n, M. T., Crowell, J. A., Normolle, D. P.,
Djuric, Z., et al., 2008, Pharmacokinetics of Curcumin Conjugate
102
Zakaria, N. H., Wai, L. K., Hassan, N. I., 2020, Molecular Docking Study of the
Interactions between Plasmodium falciparum Lactate Dehydrogenase and 4-
Aminoquinoline Hybrids, Sains Malaysiana, 49, 1905-1913.
Zakiah, M., Syarif, R. A., Mustofa, M., Jumina, J., Fatmasari, N., & Sholikhah, E.
N., 2021, In Vitro Antiplasmodial, Heme Polymerization, and Cytotoxicity
of Hydroxyxanthone Derivatives, J. Trop. Med., 1-11.
LAMPIRAN
104
105
Lampiran 1 Lanjutan
• Senyawa AK B
• Senyawa AK C
• Senyawa AK D
108
Lampiran 2 Lanjutan
• Senyawa AK E
• Senyawa AK F
• Kurkumin
109
= 56,51%
110
Lampiran 3 Lanjutan
3. 2 Rendemen senyawa AK E
= 56,52 %
111
Lampiran 3 Lanjutan
3. 3 Rendemen senyawa AK F
= 30,39 %
112
Lampiran 4 Lanjutan
4.2 Hasil TLC scanner senyawa AK E
114
Lampiran 4 Lanjutan
4.3 Hasil TLC scanner senyawa AK F
115
5.2 Senyawa AK C
Rerata
Konsentrasi Sel Sel %Penghambatan IC50
%Parasitemia %parasitemia
[μg/mL] terinfeksi ditemukan ± SD (μg/mL) ± SD
± SD
9 1186 0,759
1 8 1015 0,788 0,824 ± 0,073 75,002 ± 2,209
11 1188 0,926
11 1109 0,992
0,5 9 1130 0,796 0,979 ± 0,144 70,315 ± 4,365
12 1045 1,148
12 1043 1,151
0,25 10 1156 0,865 1,094 ± 0,168 66,830 ± 5,109 0,047 ± 0,007
14 1106 1,266
12 1187 1,011
0,125 14 1169 1,198 1,232 ± 0,196 62,630 ± 5,957
16 1075 1,488
19 1123 1,692
0,0625 19 1085 1,751 1,678 ± 0,066 49,106 ± 1,995
17 1068 1,592
116
Lampiran 5 Lanjutan
5.3 Senyawa AK E
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
9 1002 0,898
1 9 1118 0,805 0,835 ± 0,044 74,664 ± 1,345
10 1245 0,803
11 1047 1,051
0,5 12 1212 0,990 1,097 ± 0,111 66,736 ± 3,367
14 1120 1,250
14 1064 1,316
0,25 16 1208 1,325 1,474 ± 0,217 55,314 ± 6,581 0,160 ± 0,058
18 1011 1,780
18 1203 1,496
0,125 18 1228 1,466 1,587 ± 0,151 51,869 ± 4,568
21 1167 1,799
29 1272 2,280
0,0625 24 1273 1,885 2,218 ± 0,251 32,727 ± 7,062
25 1004 2,490
5.4 Senyawa AK F
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
5 1115 0,448
1 5 1093 0,457 0,448 ± 0,008 86,421 ± 0,248
5 1143 0,437
7 1118 0,626
0,5 4 1218 0,328 0,494 ± 0,124 85,031 ± 3,752
6 1140 0,526
9 1186 0,759
0,25 8 1042 0,768 0,692 ± 0,101 79,009 ± 3,052 0,008 ± 0,006
6 1091 0,550
11 1119 0,983
0,125 9 1068 0,843 0,801 ± 0,168 75,707 ± 5,098
7 1212 0,578
14 1167 1,200
0,0625 11 1088 1,011 1,065 ± 0,096 67,714 ± 2,915
10 1017 0,983
117
Lampiran 5 Lanjutan
5.5 Kurkumin
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
12 1077 1,114
1 15 1062 1,412 1,280 ± 0,124 61,172 ± 3,764
14 1065 1,315
12 1008 1,190
0,5 18 1085 1,659 1,467 ± 0,201 55,503 ± 6,081
17 1095 1,553
15 1062 1,412
0,25 19 1090 1,743 1,643 ± 0,163 50,187 ± 4,950 0,303 ± 0,019
19 1072 1,772
24 1035 2,319
0,125 20 1103 1,813 1,956 ± 0,258 40,682 ± 7,837
20 1152 1,736
29 1048 2,767
0,0625 23 1257 1,830 2,222 ± 0,398 32,612 ± 12,058
22 1063 2,070
118
6.2 Senyawa AK C
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
44 1039 4,235
1 51 1020 5,000 4,407 ± 0,432 57,516 ± 4,164
42 1054 3,985
51 1034 4,932
0,5 55 1021 5,387 5,040 ± 0,251 51,412 ± 2,423
48 1000 4,800
57 1046 5,449
0,25 60 1082 5,545 5,196 ± 0,428 49,909 ± 4,130 0,317 ± 0,201
49 1067 4,592
55 1110 4,955
0,125 63 1016 6,201 5,681 ± 0,529 45,226 ± 5,102
59 1002 5,888
67 1102 6,080
0,0625 69 1040 6,635 6,399 ± 0,234 38,308 ± 2,256
68 1049 6,482
119
Lampiran 6 Lanjutan
6.3 Senyawa AK E
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
51 1050 4,857
1 54 1006 5,368 5,199 ± 0,242 49,873 ± 2,333
54 1005 5,373
55 1043 5,273
0,5 58 1040 5,577 5,389 ± 0,134 48,040 ± 1,290
56 1053 5,318
59 1022 5,773
0,25 63 1036 6,081 5,812 ± 0,206 43,968 ± 1,984 0,812 ± 0,239
60 1075 5,581
62 1081 5,735
0,125 65 1039 6,256 6,140 ± 0,295 40,802 ± 2,843
65 1011 6,429
68 1093 6,221
0,0625 72 1007 7,150 6,843 ± 0,439 34,029 ± 4,236
73 1020 7,157
6.4 Senyawa AK F
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
36 1026 3,509
1 32 1066 3,002 3,493 ± 0,395 66,324 ± 3,805
40 1008 3,968
41 1052 3,897
0,5 37 1069 3,461 3,832 ± 0,280 63,054 ± 2,700
42 1015 4,138
46 1014 4,536
0,25 44 1003 4,387 4,516 ± 0,099 56,457 ± 0,951 0,146 ± 0,040
47 1016 4,626
57 1067 5,342
0,125 55 1006 5,467 5,515 ± 0,164 46,828 ± 1,585
60 1046 5,736
62 1011 6,133
0,0625 57 1061 5,372 5,987 ± 0,454 42,284 ± 4,375
65 1007 6,455
120
Lampiran 6 Lanjutan
6.5 Kurkumin
Konsentrasi Sel Sel Rerata IC50
%Parasitemia %Penghambatan
[μg/mL] terinfeksi ditemukan %parasitemia (μg/mL)
58 1042 5,566
1 60 1001 5,994 5,726 ± 0,191 44,798 ± 1,840
61 1086 5,617
60 1107 5,420
0,5 62 1089 5,693 5,750 ± 0,296 44,560 ± 2,852
65 1059 6,138
67 1003 6,680
0,25 67 1058 6,333 6,564 ± 0,164 36,715 ± 1,578 1,436 ± 0,390
68 1018 6,680
73 1079 6,766
0,125 77 1021 7,542 7,155 ± 0,317 31,022 ± 3,055
74 1034 7,157
84 1043 8,054
0,0625 80 1085 7,373 7,689 ± 0,280 25,865 ± 2,698
81 1060 7,642
121
Lampiran 7 Lanjutan
7.2 Senyawa AK E
123
Lampiran 7 Lanjutan
7.3 Senyawa AK F
124
Lampiran 7 Lanjutan
7.4 Kurkumin
125
Lampiran 8 Lanjutan
8.2 Senyawa AK E
127
Lampiran 8 Lanjutan
8.3 Senyawa AK F
128
Lampiran 8 Lanjutan
8.4 Kurkumin
129
Nilai IC50 P. falciparum strain FCR3 dan IC50 P. falciparum strain 3D7
digunakan untuk menghitung nilai indeks resistensi (RI) dengan persamaan:
Sel terinfeksi
Sel terinfeksi