Anda di halaman 1dari 51

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN LIPID MIKROALGA Chlorella

vulgaris YANG DIKULTUR MENGGUNAKAN ACADIAN MARINE


PLANT EXTRACT POWDER (AMPEP)

Hasil Penelitian

Oleh:

LEDI VEBRIANTI NUR’AMI ODE


F1E1 17 044

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR ARTI LAMBANG/SINGKATAN vii

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 7


A. Mikroalga Chlorella vulgaris 7
B. Fase pertumbuhan Mikroalga 9
1. Fase Adaptasi (Lag Phase) 10
2. Fase Eksponensial (Log Phase) 10
3. Fase Penurunan Pertumbuhan (Declining Growth) 11
4. Fase Stasioner 11
5. Fase Kematian (Death Phase) 12
C. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga 12
1. Intensitas Cahaya 12
2. pH 14
3. Suhu 14
4. Salinitas 15
5. Nutrien 16
6. Aerasi (Pengadukan) 17
D. Lipid Pada C. vulgaris 17
E. Penggunaan Media Organik Untuk Produksi Mikroalga 18
1. Acadian Marine Plant Extract Powder (AMPEP) 18
2. Media Limbah Cair Tahu 19
3. Media Limbah Cair Domestik 20
F. Hipotesis Penelitian 21

III. METODE PENELITIAN 22


A. Waktu dan Tempat Penelitian 22

iii
B. Jenis Penelitian 22
C. Bahan Penelitian 22
D. Alat Penelitian 23
E. Variabel Penelitian 24
F. Definisi Operasional 24
G. Kriteria Objektif 25
H. Desain Penelitian 25
I. Prosedur Kerja 26
1. Persiapan Bahan 26
1.1.................................................................. Sterilisasi Alat 26
1.2.................................................. Persiapan Air Laut Steril 26
1.3...............................................Pembuatan Media AMPEP 27
2. Kultivasi Stok Mikroalga C.vulgaris 28
3. Kultivasi Mikroalga dalam Media AMPEP 28
4. Perhitungan Kepadatan C.vulgaris 29
5. Pemanenan Mikroalga 30
6. Perhitungan Pertumbuhan dan Produksi Biomassa 31
7. Ekstraksi dan Analisis Lipid Menggunakan Metode Bligh dan 32
Dyer
8. Analisis Data 33
J. Bagan Alir Penelitian 35
K. Jadwal Penelitian 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 36


A. Analisis Kandungan Acadian Marine Plant Extract Powder 36
(AMPEP)
B. Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris 37
C. Laju Pertumbuhan Spesifik Mikroalga Chlorella vulgaris 42
D. Perhitungan Produksi Biomassa Mikroalga Chlorella vulgaris 44
E. Produktivitas Biomassa dan Analisis Produktivitas Lipid 48
Chlorella vulgaris

V. PENUTUP 52
A. Simpulan 52
B. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Nomo Teks Halaman


r
3.1 Bahan Penelitian 22
3.2 Alat Penelitian 23
3.3 Desain penelitian 25
3.4 Jadwal Penelitian 35
4. 1 Analisis Kandungan Acadian Marine Plant Extract 36
Powder (AMPEP)
4.2 Rata-Rata Nilai Kepadatan Sel Chlorella vulgaris 37
Selama 7 Hari Pengamatan
4.3 Produktivitas Biomassa dan Lipid Chlorella vulgaris 48
pada kepadatan Hari-7 Pengamatan
4.4 Kandungan Lipid Mikroalga Pada Beberapa Media 51
Pertumbuhan

v
DAFTAR GAMBAR

Nomo Teks Halaman


r
2.1 Bentuk Sel Mikroalga 9
2.2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga 12
3.1 Pupuk Acadian 27
3.2 Alat dan Cara Menghitung Mikroalga Dalam 29
Haemocytometer
3.3 Tahapan Penelitian 35
4. 1 Grafik Pertumbuhan Sel Mikroalga Dalam Skala 39
Logaritme Selama 7 Hari Penelitian Dengan
Konsentrasi Berbeda (ppm)
4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella vulgaris 42
4.3 DW, AFDW dan Rasio AFDW Terhadap DW 25
4.4 Produktivitas Biomassa dan Produktivitas Lipid 48
Chlorella vulgaris

vi
DAFTAR ARTI LAMBANG/SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti dan Keterangan


% Persen
0
C Derajat celcius
AFDW Berat Kering Biomassa Bebas Abu
AMPEP Acadian Marine Plant Extract Powder
atm Atmosfer
ATP Adenosine triphosphate
BBU Balai Benih Udang
BOE Barrel Oil Equivalent
Ca Kalsium
CO2 Karbon Dioksida
DKP Dinas Kelautan dan Perikanan
DW Berat Kering Biomassa
F/2 Media Kultur Mikroalga
Fe Besi
GHz Gigahertz
gr gram
H2O Air
K Kalium
kg Kilogram
L Liter
LPS Laju Pertumbuhan Sel
Lux Daya Pancar Cahaya
mg Miligram
ml Mililiter
Mn Mangan
Μg Magnesium
mm Mikrogram
N Nitrogen
NADPH Nicotinamide adenine dinucleotida phosphate-
oxidase
nm Nanometer
No Kepadatan sel awal
NPSi Media Kultur Mikroalga
Nt Kepadatan sel akhir
NTF Media Kultur Mikroalga
O2 Oksigen
P Fosfor
pH Potensial hydrogen
ppm Parts Per Million
ppt Part Per Thousand
Prolink Produktivitas dan Lingkungan Perairan
Psu Practical Salinity Unit

vii
Lambang/singkatan Arti dan Keterangan
RAL Rancangan Acak Lengkap
S Sulfur
Sel.ml-1 Satuan Kepadatan sel (sel per milliliter)
SPSS Statistical Package for the Social Sciences
TL Tube Luminescent
v/v Volume per volume
V1 Volume inokulum yang dibutuhkan
V2 Volume air media kultur
W Watt
Zn Seng

viii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin maju membuat kebutuhan akan

energi semakin tinggi terutama dalam sektor energi minyak. Menurut Sa’adah

et al. (2017), kebutuhan energi di Indonesia mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yakni rata-

rata sebesar 36 juta barrel oil equivalent (BOE) dari tahun 2000-2014,

sementara energi yang ada semakin menipis. Hal inilah yang membuat

pemerintah menyusun strategi pengolahan energi nasional melalui perpres

No.5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, bahwa dalam pasokan

energi nasional harus terpenuhi 17% energi terbarukan (Fandari et al., 2014).

Strategi yang dapat dilakukan dalam mengatasi kelangkaan energi

minyak yakni dengan menggunakan bahan alam yang berpotensi menghasilkan

minyak dan dapat diperbarui, salah satunya berasal dari sektor kelautan yakni

mikroalga. Hal ini dikarenakan budidaya mikroalga 10-20 kali lebih produktif

dalam sehektar lahan dibandingkan tumbuhan lainnya dan trigliserida yang

terkandung di dalam mikroalga mudah diekstraksi (Panjaitan & Asrim, 2017),

serta dapat menghasilkan minyak dalam kisaran antara 1.500–7.700

liter/hektar/panen, sedangkan umur panen untuk satu siklus panen antara 5–7

hari (Basmal, 2008).

Mikroalga merupakan organisme perairan yang memiliki keaneragaman

yang sangat tinggi yakni diperkirakan sekitar 200.000-800.000 spesies

mikroalga yang ada di bumi tetapi baru sekitar 35.000 spesies yang

1
2

terindentifikasi (Assadad et al., 2010). Mikroalga termasuk fitoplankton yang

dapat melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan zat-zat organik berupa

protein sebagai sumber pakan dan pangan serta senyawa lipid yang berpotensi

sebagai energi terbarukan berupa biodiesel, bioethanol, biomethane dan

biohydrogen. Salah satu mikroalga yang diteliti dan dikembangkan menjadi

energi terbarukan adalah C. vulgaris (Imelda et al., 2018).

Chlorella vulgaris merupakan mikroalga yang termasuk dalam

golongan alga hijau (Chorophyta) yang perkembangbiakannya dengan

pembelahan sel dan pembentukan spora serta mampu mengubah energi

matahari menjadi energi kimia berupa bahan bioaktif melalui reaksi

fotosintesis (Aditia, 2010). Mikroalga C. vulgaris memiliki kandungan

senyawa lipid sebesar 28-75% yang dihasilkan sebagai bahan baku energi

terbarukan (Jawa et al., 2014).

Lipid merupakan senyawa organik yang larut dalam pelarut yang

bersifat nonpolar seperti eter atau kloroform tetapi tidak larut dalam air dan

tidak membentuk struktur molekul yang panjang tetapi tergantung pada jenis

asam lemak yang terikat pada gliserin (Zahro, 2014). Lipid juga dapat

diperoleh dari mikroalga yang berpotensi sebagai bahan pengganti minyak fosil

(energi terbarukan). Menurut Khan et al. (2018) bahan bakar berbasis

mikroalga sangat ramah lingkungan dan memiliki tingkat fiksasi yang kuat

terhadap CO2, dimana 1 kg biomassa dapat mengikat 1,83 kg CO2.

Pertumbuhan dan produksi lipid mikroalga C. vulgaris dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti cahaya, suhu dan pH serta media kultur yang
3

memegang peran penting karena ketersediaan nutrien. Beberapa media kultur

yang umumnya dipakai untuk kultur mikroalga yakni media Guillard F/2 dan

Na (Trikuti et al., 2016), media pertanian dan Allen-Miquel (Juniantari et al.,

2015), media Erdscheiber (Regista et al., 2017), pupuk Conwy (Dayanto et al.,

2013), serta dalam penelitian Sarifah (2020), menggunakan pupuk Walne untuk

kultur C. vulgaris yang memperoleh kandungan lipid sebesar 4.26%. Media-

media diatas umumnya mengandung bahan kimia sehingga tidak ramah

lingkungan dan jumlahnya terbatas untuk kultur massal mikroalga, sehingga

diperlukan media alternatif yang terus diteliti dan dikembangkan seperti pupuk

organik eceng gondok (Eichhornia crassipes) (Goa et al., 2019).

Salah satu jenis media organik yang berpotensi untuk dipakai dalam

mengkultur mikroalga adalah media Acadian marine plant extract powder

(AMPEP). AMPEP merupakan ekstrak komersial dari rumput laut coklat

(Ascophyllum nodosum) yang tumbuh subur di negara beriklim sedang seperti

Kanada yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman darat

maupun berbasis rumput laut dengan teknik kultur jaringan (Hurtado et al.,

2008). AMPEP juga terbukti mampu meningkatkan kepadatan eksplan dan

kuantitas pembentukan tunas pada rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii

secara kultur jaringan, serta dapat bertindak sebagai vaksin terhadap patogen

dan memperbaiki efek negatif terhadap paparan jangka panjang kerusakan

oksidatif (pemutihan talus) pada rumput laut jenis K. alvarezii (Hurtado &

Critchley, 2013).
4

Penelitian penggunaan media AMPEP untuk kultur mikroalga perna

dilakukan oleh Andas (2020), dengan menggunakan konsentrasi 0,1% mampu

menumbuhkan 3 jenis mikroalga dan memiliki kandungan karotenoid tertinggi

pada mikroalga C. vulgaris yaitu 0,267 μg.mL-1. Namun belum diketahui

konsentrasi optimal AMPEP untuk produksi lipid yang maksimal pada

Chlorella vulgaris, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penggunaan media

AMPEP untuk produksi lipid yang maksimal akan sangat menguntungkan dari

segi biaya dan dapat menjadi alternatif untuk budidaya mikroalga yang

berkelanjutan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris yang dikultur

menggunakan media AMPEP dengan konsentrasi yang berbeda?

2. Bagaimana kandungan lipid Chlorella vulgaris yang dikultur menggunakan

media AMPEP dengan konsentrasi yang berbeda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris yang dikultur

menggunakan media AMPEP dengan konsentrasi yang berbeda.

2. Mengetahui pengaruh pemberian media AMPEP dengan konsentrasi yang

berbeda terhadap kandungan lipid Chlorella vulgaris.


5

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan diharapkan bisa

digunakan sebagai bahan kajian ilmu bioteknologi kelautan khususnya

bidang kultur mikroalga dan dapat menjadi refensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

diharapkan dapat memberikan informasi yang baru kepada masyarakat

tentang pemanfaatan media AMPEP sebagai kultur mikroalga Chlorella

vulgaris dengan konsentrasi yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi

lipid sebagai energi terbarukan dalam mengatasi masalah stok minyak

dimasa depan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroalga C. vulgaris

Mikroalga termasuk C. vulgaris merupakan organisme yang bersifat

sebagai fitoplankton dan diketahui memiliki kemampuan fotosintesis dengan

memanfaatkan energi matahari serta dapat bertindak sebagai penyusun

metabolit sekunder. Mikroalga menarik minat yang tinggi dibidang

bioteknologi kelautan karena memiliki manfaat yang begitu banyak bagi

kehidupan manusia, yakni kandungan makromolekuler dalam biomassa

mikroalga yang telah banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai energi alternatif

pengganti bahan bakar fosil seperti biodiesel dan bioetanol dari lipid (Rafaelina

et al., 2016). Abu-Rezq et al. (2010), menyatakan bahwa biomassa mikroalga

kaya akan nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino

essensial, karoten, klorofil serta vitamin yang sangat berpotensi untuk pangan,

pakan, vitamin, kesehatan dan energi terbarukan.

Mikroalga dapat diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan

seperti produksi lipid untuk energi terbarukan. Menurut Jawa et al.

(2014), C. vulgaris yang sangat berpotensial untuk dikembangkan sebagai

bahan baku sintesa biodiesel karena memiliki kandungan lipid yang tinggi

yakni 28-75%. Hal ini disebabkan karena mikroalga memiliki beberapa

keunggulan yaitu tidak membutuhkan lingkungan yang luas tetapi dapat

tumbuh sepanjang tahun tanpa mengenal musim dan mampu menghasilkan 10-

100 kali biodiesel dibandingkan tanaman lain untuk luas yang sama serta

memiliki siklus hidup yang lebih singkat. Umumnya Mikroalga dapat

6
7

menghasilkan 360 gram minyak mentah dan sekitar 60% dari minyak mentah

yang bisa diubah menjadi biofuel (Ningsih et al., 2017). Mikroalga dapat

dibudidaya pada air tawar, payau atau air laut dan kapasitas fiksasi CO 2 yang

dapat digunakan sebagai strategi untuk mengendalikan pencemaran lingkungan

(Sarpal et al., 2019).

Chlorella vulgaris merupakan alga hijau berbentuk bulat dengan

diameter berukuran 2-8 µm dengan bentuk sel tunggal maupun membentuk

koloni hingga maksimal 64 sel yang terdistribusi secara luas di lingkungan air

tawar maupun laut. Chlorella vulgaris memiliki kloroplas tunggal berbentuk

mangkuk dengan atau tanpa adanya pirenoid (menyimpan butiran pati) (Ru et

al., 2020). Chlorella umumnya dijumpai sendiri atau kadang-kadang

bergerombol yang berkembangbiakan secara vegetatif dengan menghasilkan

4,8 atau 16 autospora yang dibebaskan bersama dengan pecahnya dinding sel

induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang

membesar, selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari

persiapan pembentukan autospora yang merupakan tingkat pemasakan akhir

yang akan disusul oleh pelepasan autospora (Hartanto et al., 2013).

Klasifikasi ilmiah C. vulgaris menurut Beyerinick (1890), adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlorococcales
8

Familia : Oocystaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella vulgaris

Gambar 2.1 Chlorella vulgaris (Hadiyanto & Azim, 2012)

Chlorella vulgaris merupakan mikroalga yang memiliki kandungan

protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat bermanfaat

dengan baik. Chlorella vulgaris mengandung 51-58% protein, 12-26%

karbohidrat, 2-22 % lemak dan 4-6% asam nukleat, selain itu C. vulgaris

mempunyai efisiensi fotosintesis mencapai 8% dan kandungan klorofilnya

mencapai 28,9 g/Kg berat biomassa. Kandungan yang terdapat pada mikroalga

C.vulgaris dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan, pakan, vitamin bahkan

dapat digunakan untuk memenuhi energi terbarukan yang dapat mengantikan

energi fosil karena memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi (Wulandaria et

al., 2019).

B. Fase Pertumbuhan Mikroalga

Pola pertumbuhan mikroalga pada sistem kultivasi terbagi menjadi 5

fase yaitu, fase adaptasi (lag phase), fase eksponensial (log phase), fase
9

penurunan pertumbuhan (declining growth), fase stansioner dan fase kematian

(death phase) (Budiardi et al., 2010).

Gambar 2.2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga


(Sumber: Harnadiemas, 2012).

1. Fase Adaptasi (lag phase)

Fase lag merupakan fase pertama pertumbuhan mikroalga pada saat

kultivasi, dimana fase ini terjadi setelah dilakukan pemberian inokulum

kedalam media kultur. Mikroalga akan beradaptasi dengan lingkungan yang

baru, dimana pada fase ini fotosintesis masih aktif berlangsung dan

organisme mengalami metabolisme tetapi belum meningkat. Perbedaan

lamanya masa adaptasi mikroalga diduga karena adanya perbedaan

kepekaan antara media kultur dengan cairan tubuh sel mikroalga, dimana

dalam fase adaptasi sel-sel memulihkan enzim dan konsentrasi substrat ke

tingkat yang diperlukan untuk pertumbuhan serta masuknya unsur hara

kedalam sel mikroalga, yang terjadi melalui proses difusi sebagai akibat

perbedaan konsentrasi antara media kultur dengan cairan tubuh (Halima, et

al., 2019).
10

2. Fase Eksponensial (log phase)

Fase eksponensial merupakan fase yang diawali oleh pembelahan

jumlah sel dan ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan sehingga

kepadatan populasi meningkat. Tingginya aktivitas fotosintesis mikroalga

pada fase ini sebagai pembentukan protein dan komponen-komponen

penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam pertumbuhan (Istirokhatun,

2017). Pada fase ini mikroalga telah beradaptasi dengan media kultur dan

mulai memanfaatkan nutrisi yang ada untuk perbanyakan jumlah sel, hal ini

karena nutrisi pada media masih sangat melimpah (Kurniawan et al., 2017).

3. Fase Penurunan Pertumbuhan (declining growth)

Fase penurunan pertumbuhan ditandai dengan tetap terjadinya

pertambahan jumlah sel namun laju pertumbuhan menurun, hal ini karena

jumlah nutrisi yang tersedia tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan konsumsi

mikroalga. Ketidakseimbangnya jumlah nutrisi dengan populasi yang ada

mengakibatkan hanya sebagian mikroalga yang mendapatkan nutrisi dengan

cukup untuk tumbuh dan membelah (Aulia, 2017). Kurniawan et al. (2017),

juga mengatakan bahwa jumlah nutrisi yang sangat sedikit pada media

mengakibatkan terjadi persaingan dalam memperebutkan nutrisi yang ada,

sehingga yang tidak memperoleh nutrisi akan mati dan sel yang

memperoleh nutrisi akan hidup.


11

4. Fase Stansioner

Fase stansioner merupakan fase dimana laju pertumbuhan dan

kematian seimbang sehingga jumlah total sel yang hidup tetap, serta jarak

antara fase penurunan laju pertumbuhan dan stansioner umunya relatif

singkat, sehingga dibutuhkan perhitungan dengan intensitas yang lebih dari

sekali dalam 24 jam sesuai dengan kebutuhan (Istirokhatun, 2017).

Penambahan dan pengurangan jumlah fitoplankton relatif sama atau

seimbang sehingga kepadatan fitoplanton tetap, hal tersebut disebabkan

karena organisme telah memanfaatkan nutrien yang berasal dari media

secara optimum untuk pertumbuhannya (Selvika et al., 2016).

5. Fase Kematian (Death Phase)

Fase kematian merupakan fase dimana laju kematian lebih cepat dari

laju reproduksi yang disebabkan karena menurunya nutrien dan terjadinya

persaingan tempat hidup karena semakin banyak jumlah sel dalam volume

kultur serta umur mikroalga yang semakin tua (Padang, 2011). Terjadinya

fase kematian pada mikroalga ditandai dengan perubahan kualitas air kultur,

adanya gumpalan mikroalga di dasar wadah kultivasi dan adanya buih

dipermukaan media kultivasi . Menurut Selvika et al. (2016), penurunan

kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang

dipengaruhi oleh suhu, cahaya, pH, jumlah hara yang ada dan kondisi

lingkungan lainnya.
12

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga

1. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan faktor yang secara langsung dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan proses fotosintesis mikroalga. Menurut

Hadiyanto et al. (2010), mikroalga menggunakan cahaya untuk

memetabolisme C6H12O6 dengan bantuan sinar matahari dan air yang sesuai

dengan reaksi berikut:

6CO2 + 6H2O + cahaya C6H12O6+ 6O2

Reaksi tersebut merupakan reaksi fotosintetik dimana oksigen juga

dihasilkan sebagai hasil sampingan dari reaksi tersebut. Mikroalga

membutuhkan cahaya dalam proses fotosintesis yang terdiri atas dua reaksi

yakni reaksi terang untuk proses fase fotokimia dalam menghasilkan

Adenosine triphosphate (ATP), Nicotinamide adenine dinucleotida

phosphate-oxidase (NADPH) serta senyawa organik seperti karbohidrat,

protein dan lipid sedangkan reaksi gelap untuk mensintesis fase biokimia

esensial molekul untuk pertumbuhan. Penyelidikan eksperimental

mengungkapkan bahwa peningkatan durasi cahaya berbanding lurus dengan

peningkatan jumlah mikroalga yang dibudidayakan (Al-Qasmi et al., 2012).

Carvalho et al. (2011), mengatakan bahwa dalam budidaya mikroalga harus

menyediakan durasi cahaya, intensitas dan panjang gelombang yang sesuai,

hal ini karena cahaya yang tidak mencukupi dapat menyebabkan

pembatasan pertumbuhan mikroalga. Durasi, intensitas dan panjang

gelombang cahaya dalam pengkulturan dapat dimanipulasi (perpanjang dan


13

dipersingkat) dengan menggunakan lampu listrik yang spektrum cahayanya

mirip cahaya matahari.

Hasil penelitian telah menunjukan bahwa 16 jam terang dan 8 jam

gelap adalah intensitas cahaya yang paling sesuai untuk pertumbuhan

mikroalga. Hal ini karena intensitas cahaya dan durasi yang diberikan sangat

sesuai dalam bioreaktor mikroalga untuk menghindari foto-oksidasi dan

hambatan pertumbuhan. Kultur aerasi mikroalga dibawah intensitas 12.000

lux selama 12 jam cahaya dapat menghasilkan hasil biomassa yang lebih

tinggi, sedangkan biomassa yang mengalami penurunan saat intensitas

cahaya dikurangi (Khan et al., 2018).

2. pH

pH merupakan salah satu kondisi lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan alga, dimana perubahan pH pada badan air terjadi karena

adanya proses biologis. pH dapat mempengaruhi kelarutan dan ketersedian

ion mineral, sehingga dapat mempengaruhi penyerapan ion mineral oleh sel

karena penurunan pH memiliki efek yang tidak diinginkan pada proloferasi

sel. Mikroalga C. vulgaris dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yakni 4-

10 dan sebagian besar produktivitas biomassa dicapai pada pH 9 dan 10

(Daliry et al., 2017). Gong et al. (2014), melakukan penyelidikan efek pH

C. vulgaris dalam 4 tingkatan yakni tingkat netral hingga basa, menemukan

bahwa pH yang tepat untuk pertumbuhan C.vulgaris berkisar antara 10 dan

10,5.
14

3. Suhu

Suhu mempengaruhi proses fisika, kimia dan biologi yang

berlangsung dalam sel mikroalga, karena peningkatan suhu hingga batas

tertentu akan merangsang aktivitas molekul, meningkatkan laju difusi dan

laju fotosintesis. Suhu optimal untuk kultur mikroalga umumnya antara 20 0

dan 240C sesuai dengan komposisi media kultur, spesies dan strain yang

dibudidaya. Spesies mikroalga yang paling sering dibudidayakan mentolerir

suhu antara 160 dan 270C, dimana pada suhu rendah akan memperlambat

pertumbuhan sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan

kematian bagi sejumlah spesies mikroalga (Blinova et al., 2015). Potensi

peningkatan laju pertumbuhan spesifik dengan peningkatan suhu dapat

dikaitkan dengan peningkatan kinetika enzimatik, hal ini karena

peningkatan suhu memiliki efek positif pada fotosintesis dan pembelahan

sel karena aktivitas enzimatis pada siklus calvin. Suhu optimum untuk

kultur C.vulgaris berkisar antara 24-260C, karena pada kisaran suhu tersebut

metabolisme C.vulgaris dapat berlangsung dengan baik (Serra-Maia et al.,

2016).

4. Salinitas

Salinitas merupakan faktor yang menjadi parameter penting dalam

mempengaruhi tingkat pembelahan sel dan mempengaruhi biomassa dan

produktivitas mikroalga baik secara alami maupun dalam kondisi yang

terkontrol. Salinitas yang tinggi dalam budidaya dapat mempengaruhi


15

pertumbuhan mikroalga, sebaliknya jika dalam kondisi optimal salinitas

akan menciptakan keseimbangan tekanan osmotik antara sel mikroalga dan

media kultur sehingga tumbuh kembang mikroalga akan optimal. Salinitas

yang lebih baik untuk pertumbuhan C.vulgaris yakni 40 dan 45 ppt

dibandingkan ke salinitas rendah (30 dan 35 ppt) yang diuji (Iba et al.,

2019). Menurut Church et al. (2017), salinitas dapat mempengaruhi ukuran

sel C.vulgaris, hal ini karena osmoregulasi dan mekanisme osmosensing

dalam menanggapi perbedaan salinitas menyebabkan perubahan

metabolisme yang akan mempengaruhi volume sel dan rasio lipid dalam sel

tubuh.

5. Nutrisi

Nutrisi adalah kandungan media perkembangbiakan pada alga yang

akan mempengaruhi metabolisme pada alga. Kandungan nutrisi pada media

kultur harus memiliki nitrogen (N), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Kalsium

(Ca), Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan Seng (Zn) yang membantu

pertumbuhan mikroalga (Shukri et al., 2014). Nitrogen dan fosfat adalah

dua makronutrien penting untuk pertumbuhan dan metabolisme sel alga,

dimana nitrogen akan membentuk protein dan asam nukleat yang menjadi

bagian dari molekul esensial seperti ATP yang membawa energi dalam sel.

Begitupun fosfat sebagai komponen kunci dari fosfolipid. Kekurangan

nitrogen dan fosfat akan berpengaruh terhadap metabolisme mikroalga

yakni terjadi peningkatan pembentukan lipid dari membran lipid (Juneja et

al., 2013).
16

Pemilihan media kultur mikroalga harus mempertimbangkan

beberapa hal sebelum dilakukan pengkulturan yakni dengan menentukan

persyaratan lingkungannya. Penting untuk diketahui apakah lingkungannya

eutrofik yang kaya nutrisi atau oligotrofik yang miskin nutrisi, serta apakah

spesies memiliki laju pertumbuhan yang cepat, metabolisme autotrofik dan

toleransi lingkungan yang tinggi atau memiliki laju pertumbuhan yang

lambat, metabolisme fotoheterotrofik dengan toleransi lingungan yang

rendah. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan media dengan kandungan

nutrisi yang sesuai dengan kehidupan spesies kultur (Blinova et al., 2015).

6. Aerasi (pengadukan)

Aerasi dalam kultivasi mikroalga diperlukan untuk proses

pengadukan media kultur. Aerasi sangat penting dilakukan karena untuk

mencegah terjadinya sedimen alga, memastikan bahwa semua sel dari

populasi sama-sama terpapar cahaya dan nutrisi, menghindari stratifikasi

termal dan untuk meningkatkan pertukaran gas antara media budidaya dan

udara. Metode pengadukan memiliki banyak tipe tetapi semua tergantung

pada faktor jenis strain mikroalga, jenis sistem kultur (sistem terbuka atau

tertutup), skala sistem budidaya serta lingkungan tempat budidaya (tipe

dalam atau luar ruangan) (Blinova et al., 2015).

D. Lipid pada C. vulgaris

Lipid merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan dalam sel

jaringan, tidak larut dalam air, larut dalam zat pelarut non polar seperti eter,
17

kloroform dan benzene. Penyusun utama lipid adalah trigliserida yaitu ester

gliserol dengan tiga asam lemak serta tidak membentuk struktur molekul yang

panjang tetapi tergantung pada jenis asam lemak yang terikat pada gliserin.

Satu molekul gliserin dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak

dalam bentuk ester yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida

(Mamuaja, 2017).

Lipid berperan penting dalam metabolisme dan pertumbuhan

mikroalga, hal ini karena lipid pada mikroalga memiliki fungsi sebagai

penyedia asam lemak dan energi. Komponen lipid dalam mikroalga dapat

diklasifikasikan dan diubah menjadi lipid netral dan lipid polar. Lipid polar

seperti fosfolipid dan glikolipid yang dihasilkan oleh kloroplas dominan di

dinding sel dan membentuk organel sedangkan lipid netral (mono-, di- dan

Trigliserida) disimpan dalam organel sel. Profil lipid mikroalga sangat luas

yakni berkisar antara 2 hingga 77% tergantung pada spesies dan lingkungan

sedangkan pada mikroalga C.vulgaris memiliki profil lipid antara 5 hingga

58% berat kering (Ru et al., 2020).

Berdasarkan penelitian Jawa et al. (2014), mendapatkan produksi total

lipid C. vulgaris mencapai 63, 43% yang telah diinjeksi CO 2 selama 6 menit

pada media kulturnya. Kadar lipid yang dikultur pada media dengan pH yang

berbeda yakni pada pH 8,2 dengan produktivitas yang tinggi yakni 0,5020

g/l/hari (Wulandaria et al., 2019). Penambahan 1000 ppm D-glukosa ke media

menghasilkan produktivitas lipid sebanyak 195 mg/1 perhari sedangkan


18

penambahan gliserol 600 ppm menghasilkan 23,5 mg/l perhari pada kultur C.

vulgaris (Nur & Hadiyanto, 2015).

E. Penggunaan Media Organik Untuk Produksi Lipid pada Mikroalga

1. AMPEP (Acadian Marine Plant Extract Powder)

AMPEP merupakan ekstrak yang secara komersial berasal dari alga

coklat Ascphyllum nodosum yang tumbuh subur dinegera beriklim sedang

seperti negara Kanada. Penggunaan AMPEP sebagai media kultur

mikroalga belum banyak dilakukan. Hasil penelitian Andas (2020),

menemukan bahwa penggunaan media AMPEP sebagai media pertumbuhan

mikroalga dengan konsentrasi 0,1% mampu menghasilkan pertumbuhan dan

kandungan karatenoid mikroalga hijau C.vulgaris, Nanochloropsis sp. dan

T. chuii, walaupun biomassa yang dihasilkan berbeda yakni pada C.vulgaris

4,405 g.l-1.hari-1, Nanochloropsis 5,948 g.l-1.hari-1 dan T.chuii sebesar 3,536

g.l-1.hari-1.

Media AMPEP telah terbukti mampu menumbuhkan tumbuhan

darat serta telah dapat digunakan sebagai media pertumbuhan rumput laut

(Kappaphycus alvarezii) dengan teknik kultur jaringan, dimana media

AMPEP mampu meningkatkan produksi perkecambahan pada bibit

(Hurtado et al., 2008). Menurut Hurtado & Critchley (2013), mengatakan

bahwa penggunaan media AMPEP sebagai media pertumbuhan rumput laut

secara in vitro mampu meningkatkan kepadatan eksplan, kuantitas

pembentukan tunas dan dapat bertindak sebagai vaksin terhadap patogen


19

yang menyebabkan penyakit ice-ice pada rumput laut serta mampu

memperbaiki efek negatif dari paparan jangka panjang kerusakan oksidatif

(pemulihan talus).

2. Media Limbah Cair Tahu

Limbah cair tahu merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses

pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai yang berbentuk padat

dan cair yang masih mengandung bahan organik yang kompleks. Limbah

cair tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi berupa protein dan

asam-asam amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut yang

memiliki potensi sebagai untuk memenuhi kebutuhan mikroalga. Penelitian

Harahap et al. (2013), memperoleh bahwa media limbah cair tahu sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kandungan lipid mikroalga

Chorella sp. yakni pada konsentrasi 15% mampu menghasilkan kadar lipid

sebesar 0,5160 gram/Liter.

3. Media Limbah Air Domestik

Budidaya mikroalga dapat dilakukan pada media yang cukup

mengandung bahan yang kaya akan nutrisi sehingga mampu menunjang

pertumbuhannya baik menggunakan media sintetik maupun media organik

seperti limbah air domestik. Limbah air domestik kaya akan nitrogen, fosfat

serta karbon organik dapat merangsang pertumbuhan bahkan produksi lipid

pada mikroalga. Penelitian Mostafa et al. (2012), menemukan bahwa

mikroalga N. humifusum memiliki kadar lipid 11,80% yang dikultur pada


20

media limbah air domestik tanpa pengolahan, sedangkan produksi lipid

terendah 3,80% diperoleh pada mikroalga Oscillatoria pada air limbah yang

disterilkan, hal ini karena adanya respon mikroalga terhadap stress biotek

yang diberikan berupa adanya kekurangan nitrogen pada air limbah

domestik tanpa pengolahan sehingga menyebabkan peningkatan akumulasi

senyawa kerangka karbon seperti lipid.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitain maka hipotesis

yang diajukan yaitu :

1. H0 : µ = 0 tidak terdapat perbedaan pertumbuhan mikroalga C. vulgaris

yang dikultur menggunakan variasi kosentrasi AMPEP.

H1 : µ = 1 terdapat perbedaan pertumbuhan mikroalga C. vulgaris yang

dikultur menggunakan variasi kosentrasi AMPEP

2. H0 : µ = 0 tidak terdapat perbedaan kandungan lipid pada mikroalga C.

vulgaris yang dikultur menggunakan variasi kosentrasi AMPEP

H1 : µ = 1 terdapat perbedaan kandungan mikroalga C. vulgaris yang

dikultur menggunakan variasi kosentrasi AMPEP

3.
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2021 yang

bertempat di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLink)

untuk kultur dan analisis lipid, dimana kultur mikroalga C. vulgaris berasal

dari dari stok biakan murni dalam media Walne dari Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dan dilakukan secara in vitro untuk

menganalisa pertumbuhan dan kandungan lipid C. vulgaris yang dikultur

menggunakan media Acadian Marine Plant Extract Powder (AMPEP).

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Bahan dan Kegunaan


No Nama Bahan Kegunaan
1 2 4
1. Air Laut Sebagai media kultur mikroalga
2. Isolat Chorella vulgaris Sebagai objek pengamatan
3. Alkohol Untuk mensterilkan alat
4. Tisu Untuk membersihkan alat dan area kerja
5. Pupuk Walne Sebagai media kultur
6. Kapas Untuk menyaring air laut
7. Kertas label Untuk memberi label
8. Kertas saring Whatman Untuk menyaring biomassa
9. Media AMPEP Media pertumbuhan mikroalga
10. Akuades Sebagai pelarut
11. Korek api Sebagai sumber api
12. Aluminium foil Sebagai pembungkus erlenmeyer
13 Kertas saring Untuk menyaring mikroalga
14. Metanol Sebagai pelarut
15. Kloroform Sebagai pelarut

21
22

Tabel 3.1. Lanjutan


No Nama Bahan Kegunaan
1 2 4
16. DI Water Sebagai pelarut
17. Gas N2 Murni Untuk menguatpak kloroform yang
mengandung lipid

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian yang tercantum pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Alat dan kegunaan


No Nama Alat Kegunaan
1 2 4
1. Autoclave Untuk mensterilkan alat dan bahan
2. Gelas ukur Untuk mengukur bahan sampel
3. Botol 1500 mL Untuk menyimpan sampel
4. Erlenmeyer Untuk wadah sampel
5. Haemocytometer Untuk menghitung kepadatan mikroalga
6. Hand counter Untuk menghitung kepadatan
7. Pompa vacump Untuk menyaring sel mikroalga
8. Lampu TL Sumber cahaya mikroalga
9. Timbangan analitik Untuk menimbang sampel
10. Lux meter Untuk mengukur intensitas cahaya
11. Test tube 5 ml Untuk memasukan sampel
12. Rak kultur Untuk menyimpan wadah kultur
13. Lampu bunsen Untuk mensterilkan alat pada saat mengkultur
14. Mikropipet Untuk mengambil isolat
15. Oven Untuk mengeringkan sampel
16. Mikroskop Untuk mengamati sel mikroalga
17. Filter Untuk menyaring biomassa
18. Kaca objek dan kaca Untuk menyimpan sampel yang akan diamati
penutup dibawah mikroskop
19. Refractometer Untuk mengukur salinitas
20. Kamera digital Untuk dokumentasi penelitian
21. Galon Untuk menyimpan air laut
22. Labu leher Untuk menganalisis sampel
23. Lemari pendingin Untuk menyimpan sampel
24. Tabung reaksi Untuk menghancurkan sampel
25. Batang pengaduk Untuk mengaduk sampel
26. Sentrifugasi Untuk memisahkan supernatant dan pelet drai
sampel
27. Tabung gelas dengan Untuk menyimpan sampel
penutup sekrup
28. Vortex Untuk mensuspensi sampel
29. Botol vial Untuk menyimpan hasil lipid
30. Lemari asam Sebagai tempat kerja aseptic
31. Hot plate Untuk memanaskan sampel
23

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : konsentrasi media AMPEP yang berbeda terhadap kultur

C. vulgaris.

2. Variabel terikat : pertumbuhan dan kandungan lipid C. vulgaris.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kekeliruan, maka dijelaskan beberapa

definisi operasional yaitu adalah sebagai berikut:

1. C.vulgaris merupakan mikroalga jenis klorofita atau alga hijau yang

berbentuk bulat dan berukuran 2-8 µm yang berasal dari stok biakan murni

dan termasuk koleksi dari laboratorium Produktivitas dan Lingkungan

Perairan (ProLink) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu

oleo.

2. Pertumbuhan mikroalga merupakan pertambahan massa dan ukuran sel

yang terjadi pada fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner dan fase

kematian dengan melakukan perhitungan terhadap dry weight (DW), ash

free dry weight (AFDW), laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan produktivitas

biomassa.

3. Biomassa merupakan berat mikroalga yang ditumbuhkan pada media

AMPEP selama 7 hari atau mencapai fase stansioner.

4. Acadian Marine Plant Extract Powder (AMPEP) merupakan ekstrak yang

tersedia secara komersial yang berasal dari rumput laut coklat (Ascophyllum
24

nodosum) yang diperkaya unsur hara makro maupun mikro dengan formula

1 ppm, 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm yang berbentuk cairan dan

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kandungan lipid mikroalga

C.vulgaris serta termasuk koleksi dari laboratorium Produktivitas dan

Lingkungan Perairan (ProLink) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Halu oleo.

5. Lipid merupakan senyawa organik yang larut dalam pelarut yang bersifat

nonpolar yang diperoleh menggunakan metode Bligh dan Dyer.

G. Kriteria Objektif

Kriteria objektif pada penelitian ini yaitu secara kuantitatif dimana data

yang dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang meliputi

perhitungan laju pertumbuhan (sel.mL-1), produksi biomassa (g.L-1.hari-1) dan

kandungan lipid (g.L-1.hari-1).

H. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan yakni P1, P2, P3, P4 dan P5 yang

menambahkan media AMPEP 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm dan Walne

sebagai kontrol dengan kepadatan awal C.vulgaris 10x104 sel.mL-1 dengan

volume kultur 1000 mL. Desain penelitian ini tercantum pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Desain Penelitian


Volume
Perlakuan Acadian Marine Plant Extract Air Laut
Konsentrasi (ppm)
Powder(AMPEP) (mL) Steril (mL)
L1 0,001 999,999 1
L2 0,01 999,99 10
25

L3 0,1 999,9 100


L4 1 999 1000
L5 (Walne) - 1000 -

I. Prosedur Kerja

1. Persiapan Bahan Penelitian

1.1. Sterilisasi Alat

Alat dan bahan yang telah disiapkan disterilisasi terlebih dahulu,

hal ini dilakukan untuk membunuh semua bentuk mikroorganisme

hidup maupun sporanya pada alat-alat yang disterilkan. Sterilisasi alat

ditentukan dari bahan dasar alat tersebut yakni untuk alat-alat berbahan

dasar gelas dilakukan dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210C

selama 30 menit, sedangkan alat berbahan dasar plastik menggunakan

alkohol 70%.

1.2. Persiapan Air Laut Steril

Persiapan air laut steril dilakukan dengan mengambil air laut

dari Balai Benih Udang (BBU), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)

Kelurahan Purirano, Kota Kendari. Air laut yang sudah diambil

dilakukan penyaringan menggunakan kain saring untuk memisahkan

pasir dan kerikil halus. Kemudian dilakukan pengukuran air laut

sebanyak 1 liter menggunakan erlenmeyer 1000 ml yang telah disaring

menggunakan corong dan dilengkapi kapas agar dapat menyaring

partikel-partikel halus yang masih ada didalam air laut. Setelah

dilakukan penyaringan, mulut erlenmeyer 1000 ml yang berisi air laut


26

steril ditutup menggunakan aluminium foil dan disterilisasi

menggunakan autoclave dengan suhu 1210C selama 30 menit.

1.3. Persiapan media AMPEP

Media AMPEP berasal dari ekstrak rumput laut coklat

(Ascophyllum nodosum) dan diproduksi di Australia. Media AMPEP

yang akan digunakan telah tersedia dilaboratorium Produktivitas dan

Lingkungan Perairan (ProLink) FPIK UHO, yang telah dibuat dan

dianalisis kadar Nitrat dan Fosfat.

Gambar 3.1 Pupuk Acadian

2. Preparasi Stok Mikroalga C. vulgaris

Kultivasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk

dilakukan sebelum memulai penelitian yang mengacu pada Iba et al. (2019)

dan Jumardin (2020), yakni kultivasi yang dilakukan berskala laboratorium.

Kultivasi berskala laboratorium dilakukan untuk memperbanyak mikroalga

yang akan kita gunakan sebagai stok kultur dalam media Walne dengan

volume 1000 mL dan disinari lampu TL (90 watt) setara dengan 1000 lux

dengan periode terang gelap (photopriod) selama 12:12.


27

Setelah stok kultur tumbuh dengan baik, maka dapat dilakukan

eksperimen dengan kepadatan awal stok inokulum yang dikultur didalam

media AMPEP adalah 10x104 sel.mL-1 dengan salinitas 32 psu yang telah

disiapkan sebelumnya. Untuk menghitung besarnya inokulum yang

dibutuhkan menggunakan rumus:

V1C1 = V2C2....................................................(3.1)

Keterangan:
V1 : Volume inokulum yang dibutuhkan (ml)
V2 : Volume air media kultur (1000 ml)
C1 : Kepadatan sel inokulum (sel/ml)
C2 : Kepadatan awal yang dibutuhkan (10x104 sel.mL-1 )

3. Kultivasi Mikroalga dalam Media AMPEP

Kultivasi mikroalga dilakukan dengan menggunakan botol yang

berukuran 1500 ml dengan konsentrasi media AMPEP yang berbeda-beda

yakni 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm serta kontrol yang dikultivasi

menggunakan media pupuk Walne yang ditambahkan air laut sebagai

pengencer yang ditempatkan pada suhu 28-300C di bawah pencahayaan

lampu Philips LED yang memiliki kekuatan cahaya mencapai 1000 lux

(Jumardin, 2020). Selama masa kultivasi dilakukan uji kualitas air sebagai

parameter pendukung yang terdiri dari pengukuran salinitas menggunakan

refraktometer, pH menggunakan kertas lakmus dan suhu menggunakan alat

termometer serta pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat

lightmeter.
28

4. Perhitungan Kepadatan C. vulgaris

Pada masa kultivasi berlangsung dilakukan pengamatan kepadatan

sel tiap dua hari sekali menggunakan mikroskop, haemocytometer dan hand

counter. Kultur C. vulgaris diambil 1 mL untuk dilakukan perhitungan

kepadatan selnya dengan cara diteteskan ke dalam masing-masing dua

bagian haemocytometer, lalu ditutup dengan menggunakan slide.

Haemocytometer lalu diletatkan dibawah mikroskop dengan pembesaran

10X dan difokuskan hingga terlihat ruang hitung tempat perhitungan sel

yang terdiri dari lima ruang perhitungan (Chalid et al., 2011).

(a)

(b)
Gambar 3.2 Alat dan cara menghitung mikroalga dalam
haemocytometer
Keterangan : a. Alat haemocytometer
b. Mikroalga dalam haemocytometer

Kepadatan sel mikroalga dapat dihitung dengan mengacu kepada

Chalid et al. (2011), sebagai berikut:


29

n n
×10.000=¿ ×10.000=¿
x x
n
× 10.000=… … … … … … … … … … … … … … .
5
n
×10.000=....................................................................................(3.2)
5
Keterangan :
n = Total sel hasil perhitungan
5 = Jumlah kotak dalam haemocytometer
10.000 = Volume kerapatan sel kotak

5. Pemanenan Mikroalga

Proses pemanenan C. vulgaris yang dikultur pada media AMPEP

dapat dilakukan setelah mencapai fase stansioner. Tahapan pemanenan

dilakukan dengan mengambil 10 mL mikroalga dari masing-masing

perlakuan dan disaring dengan menggunakan kertas GF/A whattman

microfiber filter (Ɵ=47 mm), dimana proses penyaringan dilengkapi dengan

alat pompa vacump. Setelah biomassa mikroalga didapatkan, maka dapat

dilakukan perhitungan dry weight (DW), ash free dry weight (AFDW), laju

pertumbuhan spesifik (LPS) dan produktivitas biomassa.

6. Perhitungan Pertumbuhan dan Produksi Biomassa

Laju pertumbuhan dapat dihitung setelah dilakukan pemanenan

dengan menggunakan rumus yang mengacu pada persamaan Iba et al.

(2019) sebagai berikut:

Ln ( Nt /No )
μ= .................................................................................(3.3)
T 2−T 1

ln ( N 2 /N 1)
μ= Keterangan :
t 2−t 1
30

µ = Laju pertumbuhan harian (sel/ml/hari)


Nt = Kepadatan sel akhir (sel/ml)
No = Kepadatan sel awal (sel/ml)
T2-T1 = Waktu dari No ke Nt

Pertumbuhan C. vulgaris dinyatakan dengan pertumbuhan sel per

militer selama periode pengkulturan dan produktivitas biomassa mikroalga

C. vulgaris dihitung berdasarkan presentase berat kering biomassa (DW)

dan presentasi berat kering biomassa bebas abu (AFDW). DW dapat

diperoleh dengan mengeringkan biomassa 10 mL didalam oven dengan suhu

70-1000C selama 1 jam. DW dapat dihitung menggunakan rumus yang

mengacu pada persamaan Iba et al. (2018) sebagai berikut :

DW = ( µmLg ) Berat filter dengan biomassa−Berat filter


VolumeSampel
.....................................

.(3.4)

AFDW dapat dilakukan dengan mengeringkan biomassa 10 ml

dalam oven selama 5 jam dengan suhu 4500C. Untuk menghitung AFDW

dapat menggunkan rumus yang mengacu pada persamaan Iba et al. (2018)

sebagai berikut :

AFDW = ( μgml ) Berat filter dengan biomassa kering−WD


Volume Sampel
……………..

………(3.5)

Produktivitas biomassa mikroalga dapat dihitung dengan persamaan

3.6 yang mengacu pada Jumardin (2020), berikut:

Produktivitas Biomassa =berat kering bebas abu x µ. ...... .... ... .. .. . .. .. . .(3.6 )
Keterangan :

µ: Laju pertumbuhan spesifik (sel/hari)


31

Produktivitas biomassa (g/L/hari)


Berat kering bebas abu (g/hari)

7. Ekstraksi dan Analisis Lipid Menggunakan Metode Bligh dan Dyer

Ekstraksi lipid mengikuti metode Bligh and Dyer (1959) yang

dimodifikasi oleh Kates dan Volcani (1966) dan diadaptasi oleh Mercz

(1994). Ekstraksi lipid dilakukan dengan menyaring 10 mL kultur mikroalga

menggunakan kertas whatman dengan filter berukuran 25 mm. Filter dilepas

lalu dilipat dan dikeringkan dengan kertas tisu kemudian dimasukkan ke

dalam lemari pendingin. Sel sel tersebut kemudian dihancurkan dengan

tabung reaksi sampai diperoleh pasta hijau dengan ukuran sekitar 0,5 mL.

Sebanyak 1 mL pelarut {methanol : kloroform : DI water (DI water itu

Deionized water/air yang ter-deionisasi) dengan perbandingan 2:1:0,8

v/v/v} dimasukkan ke tabung berisi sampel yang telah dihancurkan dan

diaduk rata dengan batang pengaduk lalu dipindahkan kedalam tabung

dengan tutup ulir. Sebanyak 2 mL pelarut dimasukkan lagi kedalam tabung

reaksi untuk mencuci dan membersihkan sisa sel lalu dipindahkan kedalam

tabung dengan tutup ulir. Pelarut sebanyak 3,7 mL ditambahkan lagi

kedalam tabung kemudian menutup tabung dengan kencang untuk

mencegah penguapan dari pelarut. Sampel kemudian di sentrifugasi pada

3500 rpm selama 10 menit. Hasil sentrifugasi berupa supernatant

dipindahkan ke tabung tabung 20 mL dengan tutup sekrup.

Ekstraksi kedua, sebanyak 5,7 mL campuran pelarut ditambahkan ke

pellet didalam tabung kemudian di vortex dengan tujuan mensuspensi ulang


32

pellet. Langkah selanjutnya disentrifugasi kembali pada 3500 rpm selama

10 menit. Supernatant kemudian digabungkan dalam tabung

berukuran 20 mL dan ditambahkan sebanyak 3 mL DI water dan 3 mL

kloroform, lalu di homogenkan dengan vortex. Sampel kemudian disimpan

di lemari es selama 24 jam untuk memisahkan lapisan atas dengan lapisan

bawah. Lapisan atas yang telah terpisah kemudian diambil menggunakan

pipet yang terhubung dengan jarum suntik (sudah di pasteurisasi) dan

kloroform yang mengandung lipid diuapkan di bawah aliran N2 murni gas

pada pelat pemanas pada suhu 500C sampai benar-benar kering. Setelah

penguapan sempurna, vial yang mengandung lipid ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik.

Berat lipid dihitung dengan mengurangkan berat botol dengan berat

botol yang mengandung lipid (Devita et al., 2018), kemudian dilakukan

pengukuran produktivitas lipid yang mengacu pada Indrayani et al. (2020),

yaitu:

Lipid (g.L-1.Hari)= Laju Pertumbuhan Spesifik x Lipid Yield....(3.7)

LIPI

8. Analisis Data

Pertumbuhan mikroalga disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisa

menggunakan Repeated Measureanalysisof variance (ANOVA) sedangkan

laju pertumbuhan spesifik, kandungan produktivitas lipid, DW, AFDW dan

produktivitas biomassa pada jenis mikroalga yang berbeda dianalisis

menggunakan one way ANOVA (Hadi et al., 2015) dan untuk penyajian
33

grafik menggunakan Sigma Plot 14.5. Untuk data yang berbeda selisih

dilakukan uji lanjut dengan melihat koefisien keragaman (KK). KK

merupakan koefisien yang menunjukan derajat ketelitian hasil yang

diperoleh dari suatu percobaan. Penggunaan uji lanjut pada parameter

penelitian ini berdasarkan nilai KK dengan kriteria sebagia berikut (Yudha

et al., 2018):

a. Jika KK > 10% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Duncan

dengan bantuan aplikasi SPSS statistics versi 24, karena uji ini dapat

dikatakan yang paling teliti.

b. Jika KK antara 5%-10% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji

Beda Nyata Terkecil (BNT) karena uji ini dapat dikatakan berketelitian

sedang.

c. Jika KK< 5% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata

Jujur (BNJ) karena uji ini dapat dikatakan uji tergolong kurang teliti.
34

J. Tahapan Penelitian

Skema tahapan kegiatan pada penelitian ini secara singkat ditunjukkan

pada gambar sebagai berikut.

Persiapan Alat dan Bahan Penelitian

Sterilisasi Alat Persiapan Air Laut Pembuatan Media


Steril AMPEP

Kultivasi Mikroalga

P1 P2 P3 P4 P5
1 ppm AMPEP 10 ppm 100 ppm 1000 ppm Pupuk Walne
AMPEP AMPEP AMPEP

Perhitungan Kepadatan Mikroalga

Pemanenan C. Vulgaris

Ekstraksi dan Analisis Lipid Produktivitas Biomassa


C.vulgaris Metode Bligh
dan Dyer

Analisis Data

Gambar 3.3 Skema Penelitian


35

K. Jadwal Penelitian

Jadwal rencana kegiatan penelitian disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4. Rancangan penelitian


Bulan
Jenis Kegiatan Maret April Mei juni
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

Sterilisasi Alat
Persiapan Air
Laut Steril
Pembuatan Media
AMPEP
Kultivasi Stok
Mikroalga
C.vulgaris
Kultivasi
Mikroalga
C.vulgaris dalam
Media AMPEP
Perhitungan
Kepadatan
C.vulgaris
Pemanenan
Mikroalga
Perhitungan
pertumbuhan dan
Produksi
Biomassa
Ekstraksi dan
Analisis Lipid
Menggunakan
Microwave
Assisted
Extraction
Analisis Data
Konsultasi Hasil
penelitian
Ujian Skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Abomohra, A. E.-F., El-Naggar, A. H., Alaswadd, S. O., Elsayedb, M., Lia, M., &
Lia, W. (2020). Enhancement Of Biodiesel Yield From A Halophilic Green
Microalga Isolated Under Extreme Hypersaline Conditions Through
Stepwise Salinity Adaptation Strategy. Bioresource Technology, 310, 1–10.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2020.123462
Abu-Rezq, T. S., Al-Hooti, S., Jacob, D., Al-Shamali, M., Ahmed4, A., &
Ahmed, N. (2010). Induction And Extraction Of β-Carotene From The
Locally Isolated Dunaliella Salina. Journal Algal Biomass Utln, 1(4), 58–83.
Aditia, D. R. (2010). Pengaruh N2O Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella
vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Universitas Indonesia.
Al-Qasmi, M., Member, N. R., IAENG, Talebi, S., Al-Rajhi, S., & Al-Barwani, T.
(2012). A Review Of Effect Of Light On Microalgae Growth. Proceedings of
the World Congress on Engineering, 1(1), 608–610.
Amalo, D., Gaol, M. L., & Beribe, H. D. (2019). Pengaruh Konsentrasi Air
Kelapa Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris. Jurnal
Biotropikal Sains, 16(1), 28–39.
Amanatin, D. R., & Nurhidayati, T. (2013). Pengaruh Kombinasi Konsentrasi
Media Ekstrak Tauge (MET) dengan Pupuk Urea terhadap Kadar Protein
Spirulina sp. Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(2), 2337–3520.
Amini, S., & Syamdidi. (2006). Konsentrasi Unsur Hara Pada Media Dan
Pertumbuhan Chlorella vulgaris Dengan Pupuk Anorganik Teknis Dan
Analis. Jurnal Perikanan, 8(2), 201–206.
Andas, J. A. (2020). Pertumbuhan dan Kandungan Karotenoid Mikroalga yang
Dikultur Menggunakan Acadian Marine Plant Extract Powder (AMPEP).
Skripsi. Halu Oleo.
Assadad, L., Utomo, B. S. B., & Sari, R. N. (2010). Pemanfaatan mikroalga
sebagai bahan baku bioetanol. Squalen, 5(2), 51–58.
Aulia, M., Istirokhatun, T., & Sudarno. (2017). Penyisihan Kadar COD Dan Nitrat
Melalui Kultivasi Chlorella sp. Dengan Variasi Konsentrasi Limbah Cair
Tahu. Jurnal Teknik Lingkungan, 6(2), 1-9
Babu, A. G., Wu, X., Kabra, A. N., & Kim, D. (2017). Cultivation of an
indigenous Chlorella sorokiniana with phytohormones for biomass and lipid
production under N-limitation. Algal Research, 23, 178–185.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2017.02.004
Basmal, J. (2008). Peluang dan tantangan produksi mikroalga sebagai. Squalen,
3(1), 34–39.
Blinova, L., Bartosova, A., & Gerulova, K. (2015). Cultivation Of Microalgae
(Chlorella vulgaris) For Biodiesel Production [University Of Technology In
Bratislava]. In Research Papers. 23(36). https://doi.org/10.1515/rput-2015-
0010
Budiardi, T., Utomo, N. B. P., & Santosa, A. (2010). Pertumbuhan dan kandungan
nutrisi Spirulina sp . pada fotoperiode yang berbeda. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 9(2), 146–156.

36
37

Carvalho, A. P., Silva, S. O., Baptista, J. M., & Malcata, F. X. (2011). Light
Requirements In Microalgal Photobioreactors: An Overview Of Biophotonic
Aspects. Journal Appl Microbiol Biotechnol, 89, 1275–1288.
https://doi.org/10.1007/s00253-010-3047-8
Chalid, S. Y., Amini, S., & Lestari, S. D. (2011). Kultivasi Chlorella , sp Pada
Media Tumbuh Yang Diperkaya Dengan Pupuk Anorganik Dan Soil Extract.
Skripsi. Uin Syarif Hidayatullah.
Chrismadha, T., Panggabean, L. M., & Mardiati, Y. (2006). Pengaruh Konsentrasi
Nitrogen Dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein,
Karbohidrat Dan Fikosianin Pada Kultur Spirulinafusiformis. Jurnal Berita
Biologi, 8(3), 163–169.
Church, J., Hwang, J.-H., Kim, K.-T., McLean, R., Oh, Y.-K., Nam, B., Joo, J. C.,
& Lee, W. H. (2017). Effect Of Salt Type And Concentration On The
Growth And Lipid Content Of Chlorella Vulgaris In Synthetic Saline
Wastewater For Biofuel Production. Bioresource Technology, 243(1), 147–
153. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2017.06.081
Daliry, S., Hallajisani, A., Roshandeh, J. M., Nouri, H., & Golzary, A. (2017).
Investigation Of Optimal Condition For Chlorella Vulgaris Microalgae
Growth. Global Journal of Environmental Science and Management, 3(2),
1–14. https://doi.org/10.22034/gjesm.2017.03.02.010
Dayanto, L. B. D., Rara Diantari, & Hudaidah, S. (2013). Pemanfaatan Pupuk
Cair TNF untuk Budidaya Nannochloropsis sp. Jurnal Rekayasa Dan
Teknologi Budidaya Perairan, 2(1), 164–168.
Devita, I., Isnaini, & Diansyah, G. (2018). Kultivasi Mikroalga Chaetoceros sp.
Dan Spirulina sp. Untuk Potensi Biodiesel. Maspari Journal, 10(2), 123–
130.
Ermavitalini, D., Dwirejeki, S., Nurhatika, S., & Saputro, T. B. (2019). Pengaruh
Kombinasi Cekaman Nitrogen Dan Fotoperiode Terhadap Biomassa,
Kandungan Kualitatif Triasilgliserol Dan Profil Asam Lemak Mikroalga
Nannochloropsis sp. Jurnal Akta Kimindo, 4(1), 32–49.
Fandari, A. El, Daryanto, A., & Suprayitno, G. (2014). Pengembangan Energi
Panas Bumi yang Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 17(1), 68–
82.
Febriani, R., Hasibuan, S., & Syafriadiman. (2020). Pengaruh Intensitas Cahaya
Berbeda terhadap Kepadatan dan Kandungan Karotenoid Dunaliella salina.
Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 25(1), 36–43.
Goa, S., Iba, W., & Indrayani. (2019). Pengaruh Dosis Pupuk Organik Eceng
Gondok ( Eichhornia crassipes ) yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Chlorella vulgaris [ Effect of Organic Fertilizer Water Hyacinth ( Eichhornia
crassipes) Dosages on The Growth of Chlorella vulgaris ] Mahasiswa
Program. Media Akuatika, 4(2), 68–76.
Gong, Q., Feng, Y., Kang, L., Luo, M., & Yang, J. (2014). Effect Of Light And
Ph On Cell Density Of Chlorella vulgaris. Energy Procedia, 61, 2012–2015.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2014.12.064
Guldhe, A., Renuka, N., Singh, P., & Bux, F. (2019). Effect Of Phytohormones
From Different Classes On Gene Expression Of Chlorella Sorokiniana
38

Under Nitrogen Limitation For Enhanced Biomass And Lipid Production


Abhishek. Algal Research, 40, 1–11.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2019.101518
Hadiyanto, & Azim, M. (2012). Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan (1st ed.). UPT UNDIP Press Semarang.
Hadiyanto, Samidjan, I., Kumoro, A. C., & Silviana. (2010). Produksi Mikroalga
Berbiomasa Tinggi dalam Bioreaktor Open Pond. Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang.
Hakiki, R. (2016). Mikroalga Sebagai Bioindikator Kualitas Air Permukaan.
Journal of Env. Engineering & Waste Management, 1(1), 46–54.
Hang, L. T., Mori, K., Tanaka, Y., Morikawa, M., & Toyama, T. (2020).
Enhanced Lipid Productivity Of Chlamydomonas reinhardtii with
Combination Of NaCl And CaCl2 Stresses. Bioprocess and Biosystems
Engineering. https://doi.org/10.1007/s00449-020-02293-w
Harahap, P. S., Susanto, A., Susilaningsih, D., & YR, D. (2013). Pengaruh
Substitusi Limbah Cair Tahu Untuk Menstimulasi Pembentukan Lipida Pada
Chlorella sp. Journal Of Marine Research, 2(1), 80–86.
Harnadiemas, RF. (2012). Evaluasi Pertumbuhan Dan Kandungan Esensial
Chlorella vulgaris Pada Kultivasi Fotobioeaktor Outdoor Skala Pilot Dengan
Pencahayaan Terang Gelap Alami.Skripsi. Universitas Indonesia
Hartanto, H. S. B., Hariyati, R., & Soeprobowati, T. R. (2013). Pertumbuhan
Populasi Chlorella vulgaris Beijerinck Dengan Perlakuan Penambahan
Logam Berat Tembaga (Cu) Pada Skala Laboratorium. Jurnal Biologi, 2(1),
19–27.
Hasanudin, M. (2012). Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya Terhadap
Pertumbuhan Dan Kadar Lipid Mikroalga Scenedesmus sp. Yang
Dibudidayakan Pada Limbah Cair Tapioka. Skripsi. Universitas Isam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hurtado, A. Q., & Critchley, A. T. (2013). Impact Of Acadian Marine Plant
Extract Powder (AMPEP) In Kappaphycus Production. Malaysian Journal of
Science, 32, 239–252.
Hurtado, A. Q., Yunque, D. A., Tibubos, K., & Critchley, A. T. (2008). Use Of
Acadian Marine Plant Extract Powder From Ascophyllum nodosum In Tissue
Culture Of Kappaphycus varieties. Journal of Applied Phycology, 21(6),
633–639. https://doi.org/10.1007/s10811-008-9395-4
Iba, W., Rice, M. A., Maranda, L., & Wikfors, G. H. (2018). Growth
Characteristics Of Newly Isolated Indonesian Microalgae Under Different
Salinity. Indonesia Aquaculture Journal, 13(2), 71–81.
Iba, W., Utami, C., & Balubi, A. M. (2019). The Growth of Chlorella vulgaris
Cultured in Liquid Organic Fertilizer of Water Hyacint H (Eichhornia
crassipes) at Different Salinities. Aquacultura Indonesiana, 20(2), 117–126.
https://doi.org/10.21534/ai.v20i2.158
Ilhami, B. T. K., Japa, L., Astuti, S. P., & Kurnianingsih, R. (2015). Pengaruh
Perbedaan Umur Panen Terhadap Kandungan Lemak Nitzschia sp. Jurnal
Biologi Tropis, 15, 145–155.
39

Imelda, S., Claudia, C., Lambui, O., & Suwastika, I. N. (2018). Kultivasi
Mikroalga Isolat Lokal Pada Medium Ekstrak Tauge Cultivation of Local
Microalga Isolate on Bean Sprouts Extract Medium. Natural Science:
Journal of Science and Technology ISSN, 7(2), 148–157.
Indrayani, I., Haslianti, H., Asmariani, A., Muskita, W. H., & Balubi, M. (2020).
Growth , Biomass And Lipid Productivity Of A Newly Isolated Tropical
Marine Diatom , Skeletonema sp . UHO29 , Under Different Light
Intensities. Jurnal Biodiversitas, 21(4), 1498–1503.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d210430
Indriana, N., Iba, W., Idris, M., Ruslaini, Abidin, L. O. B., & Aslan, L. O. M.
(2020). Pengaruh Kosentrasi Pupuk Organik Cair Lemna ( Lemna minor )
yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris. Jurnal
Ilmiah Jurusan Budidaya Perairan, 5(1), 1–12.
Istirokhatun, T., Aulia, M., & Sudarno. (2017). Potensi Chlorella Sp. untuk
Menyisihkan COD dan Nitrat dalam Limbah Cair Tahu. Jurnal Presipitasi
Media Komunikasi Dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 14(2), 88–96.
Jawa, I. U., Ridlo, A., & Djunaedi, A. (2014). Kandungan Total Lipid Chlorella
vulgaris yang Dikultur Dalam Media yang Diinjeksi CO2. Journal Of
Marine Research, 3(4), 578–585.
Jelizanur, Padil, & Muria, S. R. (2019). Kultivasi Mikroalga Menggunakan Media
AF6 Pada Bebagai pH. Jom Fteknik, 6(2), 1–5.
Jumardin, L. ode M. (2020). Pertumbuhan Dan Kandungan Karotenoid Mikroalga
Chlorella vulgaris Yang Dikultur Menggunakan Media Pupuk Organik Cair
(Poc) Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Skripsi. Universitas Halu Oleo.
Juneja, A., Ceballos, R. M., & Murthy, G. S. (2013). Effects of environmental
factors and nutrient availability on the biochemical composition of algae for
biofuels production: A review. Energies, 6, 4607–4638.
https://doi.org/10.3390/en6094607
Juniantari, N. K. E., Anggreni, A. A. M. D., & Gunam, I. B. W. (2015). Pengaruh
Jenis Media Terhadap Pertumbuhan. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri, 3(2), 1–9.
Kawaroe, M., Prartono, T., Rachmat, A., Sari, D. W., & Augustine, D. (2012).
Laju Pertumbuhan Spesifik dan Kandungan Asam Lemak pada Mikroalga
Spirulina platensis, Isochrysis sp. dan Porphyridium cruentum. Jurnal Ilmu
Kelautan, 17(3), 125–131.
Khan, M. I., Shin, J. H., & Kim, J. D. (2018). The promising future of microalgae:
Current status, challenges, and optimization of a sustainable and renewable
industry for biofuels, feed, and other products. Microbial Cell Factories,
17(36), 1–21. https://doi.org/10.1186/s12934-018-0879-x
Kurniawan, M. H., Sriati, Agung, M. U. K., & Mulyani, Y. (2017). Pemanfaatan
Skeletonema sp. Dalam Mereduksi Limbah Minyak Solar Di Perairan. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan, 8(2), 68–75.
Leksono, A. W., Mutiara, D., & Yusanti, I. A. (2017). Penggunaan Pupuk
Organik Cair Hasil Fermentasi Dari Azolla pinnata Terhadap Kepadatan Sel
Spirulina sp. Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Dan Budidaya Perairan, 12(1),
56–65.
40

Mamuaja, C. F. (2017). Lipida (pp. 1–132). Unsrat Press.

Mirizadeh, S., Nosrati, M., & Shojaosadati, S. A. (2019). Synergistic Effect of


Nutrient and Salt Stress on Lipid Productivity of Chlorella vulgaris
Through Two-Stage Cultivation. Journal Bioenergy Research. 1-11
Mostafa, S. S. M., Shalaby, E. A., & Mahmoud, G. I. (2012). Cultivating
Microalgae in Domestic Wastewater for Biodiesel Production. Notulae
Scientia Biologicae, 4(1), 56–65. https://doi.org/10.15835/nsb417298
Ningsih, D. R., Widiastuti, E. L., Murwani, S., & Tugiyono. (2017). Kadar Lipid
Tiga Jenis Mikroalga Pada Salinitas Yang Berbeda. Jurnal Biologi
Eksperimen Dan Keanekaragaman Hayati, 4(1), 23–29.
http://repository.lppm.unila.ac.id/3037/
Nur, M. M. A., & Hadiyanto, H. (2015). Enhancement Of Chlorella Vulgaris
Biomass Cultivated In Pome Medium As Biofuel Feedstock Under
Mixotrophic Conditions. Journal of Engineering and Technological
Sciences, 47(5), 487–497. https://doi.org/ 10.5614/ j. eng. technol. sci. 2015.
47.5.2
Padang, A. (2011). Pertumbuhan Fitoplankton Coccolithophore sp Di Wadah
Terkontrol Dengan Kepadatan Inokulum Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah
Agribisnis Dan Perikanan, 6(3), 35–38.
Panjaitan, R., & Asrim, wa ode maryani. (2017). Pembuatan Biodiesel Dari
Mikroalga chlorella sp. Dengan Metode microwave-assisted
transesterification Secara In Situ. Skripsi. Institut Teknologi sepuluh
Nopember. http://www.albayan.ae
Panjaitan, S. M. A. (2019). Pengaruh Fotoperiode Berbeda Terhadap Kelimpahan
Mikroalga Haematococcus pluvialis. Skripsi. universitas Riau.
Park, H., Jung, D., Lee, J., Kim, P., Cho, Y., Jung, I., Kim, Z., Lim, S., & Lee, C.
(2018). Improvement Of Biomass And Fatty Acid Productivity In Ocean
Cultivation Of Tetraselmis sp . Using Hypersaline Medium. Journal of
Applied Phycology, 1–11.
Rachmaniah, O., R, E. Y., & W., D. H. (2010). Algae Spirulina sp. Oil Extraction
Method Using The Osmotic And Percolation And The Effect On Extractable
Components. Jurnal Teknik Kimia, 4(2), 287–294.
Rafaelina, M., Rustam, Y., & Amini, S. (2016). Pertumbuhan Dan Aktivitas
Antioksidan Dari Mikroalga Porphyridium cruentum dan Chlorella sp.
Bioma, 12(1), 12–21. https://doi.org/10.21009/bioma11(1).2
Regista, Ambeng, Litaay, M., & Umar, M. R. (2017). Pengaruh Pemberian
Vermikompos Cair Lumbricus rubellus Hoffmeister Pada Pertumbuhan
Chlorella sp. Jurnal Biologi Makassar, 2(1), 1–8.
https://doi.org/10.20956/bioma.v2i1.1346
Ru, I. T. K., Sunga, Y. Y., Jusoh, M., Wahida, M. E. A., & Nagappan, T. (2020).
Chlorella vulgaris A Perspective On Its Potential For Combining High
Biomass With High Value Bioproducts. Applied Phycology, 1(1), 2–11.
https://doi.org/10.1080/26388081.2020.1715256
Sa’adah, A. F., Fauzib, A., & Juandab, B. (2017). Prediction of Fuel Supply And
Consumption In Indonesia With System Dynamics Model. Jurnal Ekonomi
41

Dan Pembangunan Indonesia, 17(2), 118–137.


Saputro, B. R., Kusdiyantini, E., & Kusumaningrum, H. P. (2015). Pertumbuhan
Mikroalga Botryococcus braunii Sebagai Penghasil Lipid Pada Medium
Campuran Antara Air Kelapa Dan Air Laut. Jurnal Biologi, 4(4), 20–27.
Sarifah. (2020). Pertumbuhan Dan Kadungan Lipid Mikroalga Yang Dikultur
Menggunakan Pupuk Walne Dan Ekstraksi Menggunakan Metode
Microwave Assisted Extraction. Skripsi. universitas halu oleo.
Sarpal, AS., Teixeira, CMLL., Costa, CRI., Ferreira, LC., Silva, RMP., Cunha,
SV., & Daroda, RJ. (2019). Evaluation of Low Cost Medium for the
Production of Lipids for Biodiesel and Carotenoids from Microalgae
Tetraselmis Aff Chuii. World Journal of Aquaculture Research &
Development, 1, 1006.
Selvika, Z., Kusuma, A. B., Herliany, N. E., & Negara, B. F. S. P. (2016).
Pertumbuhan Chlorella sp. pada beberapa konsentrasi limbah batubara.
Depik, 5(3), 107–112. https://doi.org/10.13170/depik.5.3.5576
Serra-Maia, R., Bernard, O., Gonçalves, A., Sakina Bensalem, & Lopes, F.
(2016). Influence Of Temperature On Chlorella Vulgaris Growth And
Mortality Rates In A Photobioreactor. Algal Research, 18(1), 352–359.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2016.06.016
Shukri, N. Z. M., Ismail, H. N., Chay, T. C., & Jani, A. M. M. (2014). The
Growth Performance of Freshwater Chlorella sp . and Scenedesmus sp . in
Different Media. Journal of Applied Science and Agriculture, 9(11), 119–
125.
Sigalingging, F. A., Padil, & Muria, S. R. (2019). Kultivasi Mikroalga
Menggunakan Media AF6 Berdasarkan Perbedaan Volume Solution A
Media AF6. Jom Fteknik, 6(1), 3–7.
Swandewi, I. G. A. P. A. P., Anggreni, A. A. M. D., & H, B. A. (2017). Pengaruh
Penambahan NaNO3 Dan K2HPO4 Pada Media Bg-11 Terhadap Konsentrasi
Biomassa Dan Klorofil Tetraselmis chuii. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri, 5(1), 1–11.
Triastuti, R. J., Mubarak, A. S., & Prabandari, L. (2011). Pengaruh Penambahan
Pupuk Bintil Akar Kacang Tanah Sebagai Sumber Nitrogen Dan Fosfor
Terhadap Populasi Chlorella sp. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan,
3(2), 157–163.
Trikuti, I. K., Anggreni, A. A. M. D., & Gunam, I. B. W. (2016). Pengaruh Jenis
Media Terhadap Konsentrasi Biomassa Dan Kandungan Protein Mikroalga
Chaetoceros Calcitrans. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri,
4(2), 13-22–22.
Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H., Yudiati, E., & Iriani2, V. R. (2011).
Pengaruh Pengurangan Konsentrasi Nutrien Fosfat dan Nitrat Terhadap
Kandungan Lipid Total Nannochloropsis oculata. Jurnal Ilmu Kelautan,
16(1), 24–29.
Wulandaria, R., Dharmaa, A., & Syafrizayanti. (2019). Pengaruh Pemberian
Variasi pH Terhadap Produksi Trigliserida Total dan Komposisi Asam
Lemak dari Chlorella vulgaris Air Tawar. Jurnal Riset Kimia, 10(2), 66–74.
https://doi.org/10.25077/jrk.v10i2.331
42

Xia, L., Ge, H., Zhou, X., Zhang, D., & Hu, C. (2013). Photoautotrophic Outdoor
Two-Stage Cultivation For Oleaginous Microalgae Scenedesmus obtusus XJ-
15. Bioresource Technology, 144, 261–267. https://doi.org/ 10.1016/j.
biortech. 2013.06.112
Yulita, E. (2014). Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai Media
Pertumbuhan Chlorella Vulgaris Untuk Pakan Alami Ikan. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri, 25(1), 1–11.
Zahro, A. K. (2014). Uji Toksisitas Minyak Dan Asam Lemak Mikroalga
Chlorella sp. Terhadap Larva Udang Artemia Salina. Skripsi. Universitas
Islma Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Zhu, C. J., & Lee, Y. K. (1997). Determination of biomass dry weight of marine
microalgae. Journal OfApplied Phycology, 9(1), 189–194.
43

a. Perhitungan Kultur menggunakan Media AMPEP (Acadian Marine


Plant Extract Powder) dan Walne
1. Konsentrasi 1 ppm pada media AMPEP

1
 mL AMPEP 1 ppm = x 1.000=0,001mL AMPEP
1.000.000
 mL air laut ¿ 1.000−0,001=999,999 mL

2. Konsentrasi 10 ppm pada media AMPEP

10
mL AMPEP 10 ppm = x 1.000=0,01mL AMPEP
1.000.000
mL air laut ¿ 1.000−0,01=999,99 mL

3. Konsentrasi 100 ppm pada media AMPEP

100
mL AMPEP 100 ppm = x 1.000=0,1mL AMPEP
1.000.000
mL air laut ¿ 1.000−0,1=999,9 mL

4. Konsentrasi 1000 ppm pada media AMPEP

1000
mL AMPEP 1000 ppm = x 1.000=1mL AMPEP
1.000.000
mL air laut ¿ 1.000−0,01=999 mL
5. 1 mL Media Walne (Kontrol Positif) dalam 1000 mL air laut.

Anda mungkin juga menyukai