MODUL 5
METODE ANALISIS KIMIA UNTUK FASE
PADAT, FLUIDA DAN MIKROBIOLOGI
Penulis:
i Drs. Hokcu Suhanda, M.Si
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan bimbingan-Nya sehingga modul Metode Analisis Kimia dan Mikrobiologi
dapat diselesaikan. Modul ini merupakan modul ke-5 dari serial pendalaman materi
Teknik Kimia sebagai sumber belajar kegiatan Pendidikan Profesi Guru (PPG)
yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.
Kritik dan saran dari semua pihak selalu terbuka untuk penyempurnaan modul
ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia, khususnya peningkatan kualitas guru-guru Teknik Kimia.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
PENGANTAR MODUL ix
KEGIATAN BELAJAR 1 1
A. PENDAHULUAN 2
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 3
C. URAIAN MATERI 5
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimia 5
a. Pembakaran 5
b. Reaksi dengan Brom 5
c. Reaksi dengan Kalium Permanganat 7
2. Analisis Gugus Fungsi Melalui Reaksi Senyawa Organik 7
a. Alkohol dan Fenol 8
b. Aldehid dan Keton 11
3. Analisis reaksi kimia dan pembuatan etanol, ester, dan asam 15
karboksilat skala laboratorium
a. Pembuatan Senyawa Etanol 15
b. Pembuatan Senyawa Asam Karboksilat 15
c. Pembuatan Senyawa Ester 18
4. Metode-metode yang digunakan untuk analisis/identifikasi 20
gugus fungsi
a. Ikatan tak jenuh 21
b. Gugus karbonil 22
c. Gugus alkohol 22
D. CONTOH PENERAPAN PCK 24
E. FORUM DISKUSI 25
F. RANGKUMAN 27
G. TES FORMATIF 28
H. DAFTAR PUSTAKA 31
KEGIATAN BELAJAR 2 33
A. PENDAHULUAN 34
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 35
C. URAIAN MATERI 36
1. Metode Analisis Kimia 37
2. Metode Analisis Kimia Untuk Fase Padat dan Fluida 40
a. Analisis pupuk anorganik (pupuk urea dan pupuk NPK) 41
b. Penentuan total suspended solid (TSS) secara Gravimetri 51
iii
c. Penentuan kadar oksigen terlarut (DO/BOD) secara
iodometri (modifikasi azida) 53
KEGIATAN BELAJAR 3 71
A. PENDAHULUAN 72
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 73
C. URAIAN MATERI 74
1. Pengertian, Kelebihan dan Kelemahan Analisis Proksimat 74
2. Penyiapan Sampel Untuk Analisis Proksimat 77
a. Homogenitas sampel 78
b. Cara pengambilan sampel 78
c. Jumlah sampel 79
d. Penanganan sampel 79
e. Prosesing sampel 79
3. Analisis Proksimat 82
a. Penentuan Kadar Air 82
b. Penentuan Kadar Abu 87
c. Penentuan Kadar Protein Kasar 89
d. Penentuan Kadar Lemak Kasar 94
e. Penentuan Kadar Serat Kasar 96
f. Penentuan Kadar BETN 99
D. CONTOH PENERAPAN PCK 100
E. FORUM DISKUSI 101
F. RANGKUMAN 102
G. TES FORMATIF 103
H. DAFTAR PUSTAKA 106
iv
b. Pengamatan morfologi koloni bakteri dengan mata 115
langsung
2. Pewarnaan Bakteri 117
a. Pewarnaan Sederhana 117
b. Pewarnaan Diferensial 117
c. Pewarnaan Gram 118
d. Pewarnaan tahan asam 120
3. Identifikasi mikroba secara biokimia 121
a. Reaksi Fermentasi 122
b. Uji Pembentukan Oksidase 123
c. Hidrolisis Urea 124
d. Uji Eijkman 124
e. Pengujian Optokhin 124
f. Pengujian Fosfatase 124
4. Analisis jumlah mikroba dengan metode instrumentasi 126
a. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan colony 126
counter
b. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan metode 130
spektrofotometri
c. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan 131
Haemocytometer
d. Contoh Penetuan jumlah sel menggunakan teknik TPC 132
D. CONTOH PENERAPAN PCK 133
E. FORUM DISKUSI 134
F. RANGKUMAN 136
G. TES FORMATIF 138
H. DAFTAR PUSTAKA 141
I. TUGAS 141
J. TES SUMATIF 142
K. KUNCI JAWABAN FORMATIF 148
L. KUNCI JAWABAN SUMATIF 149
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.4 (a) Cawan penguapan, (b) Oven Udara, (c) Desikator 85
Gambar 4.6. Variasi bentuk pada mikroba berbentuk melilit (spiral) 114
Gambar 4.8. Kultur campuran yang berasal dari mikroba di udara yang 115
ditumbuhkan pada medium agar. Terdapat koloni yang
berbeda tumbuh dalam medium tersebut.
vi
Gambar 4.9. Ringkasan pewarnaan Gram bakteri 119
Gambar 4.10. Perbedaan struktur bakteri gram negatif dan gram positif. 120
Gambar 4.14. Ilustrasi metode cawan tuang dan cawan sebar dalam 130
penyiapan perhitungan jumlah koloni bakteri yang dapat
tumbuh dalam media
Gambar 4.15. Prinsip kerja spektrofotometri pada pengukuran jumlah sel 131
bakteri.
Gambar 4.15. Skema ilustrasi penentuan jumlah sel bakteri dengan Alat 132
Haemocytometer
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Beberapa contoh uji untuk gugus fungsional dan hasil
reaksi positifnya 24
Tabel 2.1. Standar mutu minyak kelapa 56
Tabel 3.2. Masalah utama dari sistem WEENDE untuk serat kasar, 77
ekstrak eter dan BETN
Tabel 4.3. Jumlah koloni bakteri pada setiap kultur pengenceran 133
tertentu.
viii
PENGANTAR MODUL
ix
KEGIATAN BELAJAR 1
Penulis
1
A. PENDAHULUAN
Senyawa organik, merupakan senyawa kimia yang dibangun oleh unsur karbon
dan hidrogen sebagai unsur utamanya. Tidak semua unsur pada sistem periodik dapat
membentuk ikatan dengan unsur karbon. Unsur yang dapat membentuk ikatan dengan
unsur karbon adalah unsur hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sesama unsur karbon, dan
karena dapat membentuk ikatan dengan sesama unsur karbon maka unsur karban dapat
membentuk rantai yang dikenal sebagai rantai karbon.
Selanjutnya, adanya kekhasan pada atom karbon, mengakibatkan karbon dapat
membentuk ikatan kovalen dlam bentuk ikatan tunggal, rangkap dua, dan rangkap tiga.
Kemudian adanya kemampuan berikatan dengan unsur seperti oksigen mengakibatkan
atom karbon dapat membentuk senyawa organik yang dikenal sebagai golongan
alkohol, eter, aldehid, keton, asam karboksilat dan ester. Gugus aktif atau ciri golongan
senyawa yang juga menjadi pusat reaksi pada senyawa-senyawa organik tersebut
dikenal sebagai gugus fungsi. Pada Kegiatan belajar 1 di Modul 5 ini akan kita bahas
mengenai metode analisis senyawa hidrokarbon, analisis gugus fungsi senyawa
organik yang meliputi gugus hidroksil dan karbonil, metode analisis reaksi kimia
dalam sintesis senyawa organik serta bagaimanakah reaksi pembuatan senyawa ester,
alkohol dan asam karboksilat pada skala laboratorium.
Senyawa organik pada saat ini, penggunaannya sudah sangat luas, mulai dari
sebagai pelarut, bahan baku obat, bahan pewarna sintetik, pembersih, dan lain
sebagainya. Dengan beraneka ragamnya jenis serta manfaat dari senyawa organik baik
yang berbentuk padat ataupun cair (fluida), maka sangat penting untuk dapat
mengetahui bagaimana cara menganalisis gugus fungsi dari masing-masing golongan
senyawa organik. Sehingga dengan mengetahui masing-masing kekhasan gugus
fungsi kita dapat memastikan kebenaran suatu produk dibanding lainnya, yang
tentunya kalau bahan tersebut dipergunakan sebagai bahan baku, maka produk yang
dihasilkan akan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, sebelum anda mendalami uraian
materi pada Kegiatan Belajar 1, dianjurkan membaca terlebih capaian pembelajaran
dan sub-capaian pembelajaran untuk mendapatkan gambaran umum dan khusus
pemahaman pengetahuan yang akan diperoleh. Setelah mendalami uraian materi,
sebaiknya Anda secara aktif terlibat dalam forum diskusi dan mengerjakan tes formatif
yang diberikan di bagian akhir untuk menguji pengetahuan yang telah Anda dapatkan.
2
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda
terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 2. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia,
Tujuan pembelajaran dalam kegiatan ini adalah agar peserta dapat memprediksi gugus
fungsi senyawa organik melalui data sifat-sifatnya yang diperoleh dengan metode
analisis tertentu. Oleh karena itu sub capaian pembelajaran dalam kegiatan ini adalah:
3
Untuk mencapai sub capaian pembelajaran di atas, materi dalam Kegiatan
Belajar-3 ini dikemas dalam urutan materi sebagai berikut:
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimianya
Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka pada setiap bagian dari
Kegiatan Belajar dilengkapi dengan Bahan Ajar dan Media, Forum Diskusi, dan Tes
Formatif pada bagian akhir Kegiatan Belajar-1, kunci jawaban Tes Formatif
ditempatkan pada bagian akhir Modul 5. Sangat disarankan anda terlibat secara aktif
dalam Forum Diskusi dan mengerjakan Tes Formatif untuk menguji pemahaman yang
telah anda peroleh.
4
C. URAIAN MATERI
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimianya
a. Pembakaran
Semua hidrokarbon mengalami pembakaran apabila ada oksigen yang cukup.
Reaksi pembakaran sempurna akan mengubah hidrokarbon menjadi karbon dioksida
dan air, disertai pelepasan energi (eksoterm). Contoh reaksi pembakaran berikut
adalah pembakaran propana, bahan baku LPG (bahan bakar untuk memasak).
H H
H 3C CH CH CH 3 Br2 H 3C C C CH 3
Br Br
Br Br
H 3C C C CH 3 Br2 H 3C C C CH 3
Br Br
Reaksi ini biasanya terjadi dengan cepat pada suhu kamar tanpa katalis. Brom
berwujud cair berwarna coklat kemerahan. Semua senyawa hidrokarbon yang akan
bereaksi tidak berwarna. Jadi, ketika brom mengadisi alkena atau alkuna, warna coklat
kemerahan memudar dengan cepat. Brom dapat bereaksi dengan alkana, namun
5
reaksinya membutuhkan panas atau sinar ultraviolet agar reaksi terjadi, jenis reaksinya
disebut reaksi substitusi, bukan adisi, karena satu atom hidrogen pada alkana
digantikan oleh satu atom brom dan terbentuk hidrogen bromida sebagai produk
samping.
H H H H
H H H H
H H H Br
Panas
Br2 HBr
H H Sinar UV H H
H H H H
H H H H
Karena reaksi ini tidak dapat terjadi apabila tak ada sinar UV, maka jika brom
ditambahkan ke dalam alkana pada suhu kamar dan tanpa cahaya matahari atu sumber
UV lain, maka warna brom yang coklat kemerahan akan tetap ada. Cincin aromatik
bereaksi dengan brom dalam suatu reaksi substitusi ; reaksi ini lebih lambat daripada
reaksi adisi brom terhadap alkena dan alkuna dan membutuhkan katalis.
Besi(III)bromide merupakan katalis yang baik untuk reaksi ini. Jika logam besi
dimasukkan ke dalam campuran senyawa aromatik dengan brom, maka
besi(III)bromide akan terbentuk. Perhatikan bahwa gugus hidrokarbon yang terikat
pada aromatik akan beeaksi seperti yang digambarkan di atas.
CH3 CH 3 CH 3
katalis
CH 2 Br2 CH 2 HBr CH 2
(FeBr 3)
CH2
C Br2 CH CH 2
H
Br Br
Reaksi terjadi melalui mekanisme reaksi adisi
terhadap ikatan rangkap, hilangmya warna brom
berlangsung cepat
6
c. Reaksi dengan Kalium Permanganat
Larutan kalium permanganat encer dapat mengoksidasi alkena menghasilkan
diol geminal (diol berarti dua gugus –OH). Geminal berarti terletak pada dua atom
karbon yang berikatan langsung. Alkuna teroksidasi menjadi diketon geminal. Pada
proses ini, warna ungu kalium permangant tereduksi menjadi endapan coklat mangan
dioksida. Karena kalium permanganate larut dalam air, tetapi baik air maupun kalium
permanganate larut dalam hidrokarbon, maka reaksi berlangsung pada antarmuka air-
hidrokarbon, sehingga berlangsung lambat. Sebagai konsekuensinya, endapan coklat
yang terbentuk lebih lama. Alkana dan cincin aromatik tidak bereaksi dengan larutan
kalium permanganat encer.
OH
Gugus fungsi adalah merupakan pusat reaksi pada senyawa organik. Pada bagian
sebelumnya kita mengenal senyawa hidrokarbon jenuh (alkana) dan hidrokarbon tidak
jenuh (alkena dan alkuna), dimana pada golongan senyawa alkana sangat sukar
mengalami reaksi, karena pada senyawa golongan tersebut tidak memiliki pusat reaksi
atau gugus fungsi, gugus fungsi baru kita jumpai pada senyawa golongan alkena dan
alkuna. Dimana yang menjadi pusat reaksi pada kedua golongan senyawa tersebut
adalah ikatan rangkap dua (ikatan phi) yang dimiliki oleh golongan alkena dan alkuna.
Selain ikatan phi kita juga mengenal gugus fungsi lain yaitu gugus fungsi
hidroksil yang terdapat pada senyawa alkohol, dan juga gugus fungsi karbonil yang
terdapat pada golongan senyawa aldehid, dan keton.
Sebelum dilakukan analisis terhadap gugus fungsi yang terdapat pada senyawa
organik, maka berikut akan dibahas mengenai golongan senyawa alkohol, fenol,
7
aldehid, dan keton yang memiliki gugus fungsi hidroksi dan karbonil. Setelah
difahami golongan senyawa tersebut, selanjutnya di jelaskan bagaimanakah reaksi
analisis tehadap gugus fungsi yang dimiliki oleh masing-masing golongan senyawa,
sehingga kita dapat membedakan satu golongan senyawa dengan lainnya berdasarkan
gugus fungsinya.
Pada alkohol, gugus –OH terikat pada atom karbon tetrahedral. Jika gugus –OH
terikat pada satu atom karbon yang mengikat 3 atom hidrogen maka alkohol tersebut
adalah metanol. Jika karbon yang mengikat –OH terikat pada satu atom karbon lain
dan 2 atom hidrogen, alkohol ini disebut alkohol primer (1o). Jika atom karbon yang
mengikat gugus –OH terikat pada 2 atom karbon lain, disebut alkohol sekunder (2o)
dan alkohol yang mengikat 3 atom karbon lain di samping gugus –OH disebut alkohol
tersier (3o). Semua jenis alkohol ini memiliki beberapa karakteristik yang sama di
samping beberapa karakteristik lain yang berbeda akibat perbedaan dalam strukturnya.
Dalam fenol, gugus –OH terikat pada karbon yang menjadi bagian langsung dari
cincin aromatik. Alkohol dan fenol memiliki kemiripan dalam beberapa hal, tetapi
terdapat perbedaan yang cukup mendasar sehingga kedua kelompok senyawa ini
dianggap sebagai kelompok gugus fungsi yang berbeda. Salah satu perbedaan utama
adalah bahwa fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol. Penambahan
sejumlah larutan natrium hidroksida ke dalam fenol akan menyebabkan gugus –OH
dalam molekul terdeprotonasi; hal ini tak akan terjadi kepada alkohol.
8
Sifat Kimia, yang menjadi focus utama pada pembahasan ini adalah reaksi-
reaksi kimia yang dapat membantu dalam membedakan alkohol dengan fenol dan
antara senyawa-senyawa alkohol sendiri.
1). Uji Lucas
Uji ini dilakukan untuk membedakan alkohol-alkohol primer, sekunder dan tersier
yang dapat larut dalam air. Reagen Lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dengan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam Lewis, yang ketika
ditambahkan ke dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam.
Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan reagen Lucas dengan cepat
membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Pembentukan fasa cair
kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi segera setelah alkohol
beeaksi merupaka indikasi keberadaan alkohol tersier. Alkohol sekunder bereaksi
lambat, dan setelah sedikit pemanasan akan terbentuk fasa cair lapisan kedua, biasanya
sekitar 10 menit. Alkohol primer dn metanol tidak bereaksi pada kondisi ini. Pada
alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon yang sebelumnya
mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini terikat pada
atom karbon yang mengikat gugus hidroksi, namun penantaan ulang dapat saja terjadi
yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang
sebelumnya mengikat –OH.
ZnCl2
OH + HCl tidak ada reaksi
alkohol primer
alkohol sekunder
alkohol tertier
9
tereduksi menjadi Cr+3, yang berwarna hijau. Alkohol sekunder teroksidasi menjadi
keton oleh asam kromat. Alkohol tersier tidak dapat teroksidasi oleh asam kromat.
Oleh karena itu reaksi ini di satu sisi dapat membedakan alkohol primer dan sekunder,
dan di sisi lain membedakan alkohol primer dan sekunder dengan alkohol trsier. Fenol
biasanya teroksidasi menjadi tar berwarna coklat oleh asam kromat.
O
+ Cr 2(SO4)3 + 8 H2O
+ 2H2CrO4 + 3 H2SO4 3
OH hijau
alkohol sekunder keton
OH
alkohol tertier
N
R R Cl
OH + FeCl3 O Fe + N H
Kuning
Cl Cl
10
yang terikat pada gugus karbonil. Karbon yang terikat pada gugus karbonil dapat
merupakan rantai alifatik (bukan merupakan bagian dari cincin aromatik) atau
aromatik (merupakan bagian dari cincin aromatik). Aldehid dan keton sama-sama
mengalami reaksi yang disebut adisi nukleofilik. Pada kondisi kurang asam, pada
reaksi ini suatu nukleofil (suatu spesi yang dapat mendonorkan sepasang electron, atau
disebut sebagai basa Lewis) memberikan pasangan elektronnya kepada karbon
karbonil untuk membentuk suatu ikatan tunggal seiring dengan bergeraknya sepasang
electron pada ikatan rangkap menjadi sepasang electron bebas pada oksigen.
Akibatnya, oksigen dapat mengambil sebuah proton dari tempat lain (bisa jadi dari
salah satu yang terikat pada atom nukleofil yang menyerang karbon karbonil) dan
menjadi gugus –OH. Pada kondisi yang lebih asam, hasilnya sama, namun pada
kondisi ini sebuah proton (dari suatu asam) mengikatkan diri pada salah satu dari
pasangan electron bebas pada oksigen. Gugus karbonil sekarang bermuatan + 1 dan
dapat mengundang nukleofil yang lemah sekalipun (nukleofil kuat tidak dapat berada
di dalam larutan yang sangat asam karena nukleofil kuat biasanya merupakan basa
yang kuat dan tak bisa berkeliaran bebas di dalam larutan asam). Jadi, ketika nukleofil
menyerang karbon karbonil dan membentuk ikatan, maka ikatan rangkap pada
karbonil berubah menjadi gugus –OH. Kedua kondisi reaksi tersebut dapat dilihat
pada reaksi berikut.
Kondisi pertama – dalam larutan yang sedikit asam: reaksi 2,4-
dinitrofenilhidrazin dengan aseton.
NO2
CH 3 H
NH2 HN CH 3 NO2
H3 C C + H 3C C N HN
O NO2 H
O
NO2
H
CH 3 NO2
H 3C C N HN
Adisi nukleofilik dari 2,4-DNP
terhadap aseton.
O H
NO2
Pada reaksi di atas dapat dilihat bahwa terkadang produk yang dihasilkan tidak
selalu yang dapat diisolasi. Produk ini dapat mengalami reaksi eliminasi dengan
melepaskan gugus –OH yang telah terbentuk, kemudian atom hidrogen pada nitrogen
11
lepas dan terbentuklah ikatan rangkap antara C dan N disertai pelepasan molekul air.
Produk akhirnya sering dikenal sebagai 2,4-dinitrofenilhidrazon.
H H
CH3 NO2 CH3 NO2
H3 C C N HN H3 C C N HN
+ H 3O
O H H O H
NO 2 NO 2
+ H 2O + H 2O
H
CH3 NO2
CH3 NO2
H3 C C N HN
H3 C C N HN
NO 2
NO 2
+ H 3O
Perhatikan bahwa asam, H3O+, dibutuhkan sebagai katalis untuk reaksi pertama di atas
yang akan membentuk molekul air pada tahap pertama. Pada tahap kedua, molekul
air yang kedua dihasilkan, namun molekul air ini terprotonasi dan membentuk H3O+
pada tahap ketiga, sehingga secara keseluruhan hanya dihasilkan satu molekul air. Ini
adalah ciri H3O+ sebagai katalis, mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut terpakai
habis dalam reaksi.
Kasus kedua – dalam larutan yang lebih asam: reaksi metanol dengan
asetaldehid.
H
O O
H OH 2 H + H 2O
H +
H H
O H O H
+ O CH 3 O CH3
H
H
H + H 2O
H
O H O
O CH3 O CH3 + H3O
H H
suatu Hemiasetal
12
hemiasetal yang terprotonasi memberikan proton pada molekul air yang terbentuk
pada tahap pertama membentuk ion hidronium. Reaksi ini dikatalisis oleh asam. Jika
asetaldehid tidak diprotonasi oleh asam pada tahap pertama, reaksinya dengan metanol
akan berlangsung sangat lambat karena metanol adalah nukleofil lemah. Hemiasetal,
produk yang terbentuk dari reaksi antara alkohon dengan aldehid atau keton, berperan
penting dalam kimia karbohidrat. Gula, adalah senyawa polihidroksi aldehid dan
keton, sehingga gula memiliki dua gugus fungsi (karbonil dan hidroksi) yang dapat
bereaksi satu sama lain membentuk hemiasetal. Hemiasetal ternyata dapat bereaksi
dengan alkohol menghasilkan senyawa yang disebut asetal. Asetal memiliki suatu
karbon tetrahedral yang terikat terikat pada 2 atom oksigen, dimana kedua atom
oksigen ini masing-masing terikat pada atom karbon yang lain. Reaksi ini juga penting
dalam kimia karbohidrat. Mekanisme manapun yang sebenarnya berlangsung, reaksi
ini biasanya secara umum dikatakan sebagai reaksi adisi nukleofilik.
Aldehid dapat dioksidasi oleh asam kromat, sedangkan keton tidak. Ketika
aldehid teroksidasi, akan terjadi perubahan warna dari coklat kemerahan menjadi
+3
hijau, karena kromat tereduksi menjadi Cr . Inilah yang membedakan aldehid dari
keton.
O O
3R H + 2 H 2CrO 4 + 3 H2SO4 + Cr2(SO4)3 + 5 H2O
3R OH
aldehid asam kromat Asam karboksilat Cr3+
coklat-orange hijau
Gugus fungsi lain, seperti alkohol primer dan sekunder juga dapat teroksidasi oleh
asam kromat. Aldehid juga dapat teroksidasi oleh reagen Tollens, suatu zat yang
mengandung Ag+. Ion perak akan tereduksi menjadi logam perak. Ion logam adalah
pengoksidasi yang lemah; aldehid sangat mudah teroksidasi dan hasilnya akan
terbentuk logam perak hasil reduksi dari ion Ag+.
O O
R H + 2 Ag(NH 3) 2OH + 2 Ag+ + H2O + 3NH3
R O NH4
aldehid reagen Tollens garam amonium dari logam perak
suatu asam karboksilat
13
Senyawa metil keton, tetapi bukan koton yang lain, akan teroksidasi oleh iod di
dalam larutan natrium hidroksida. Metil keton akan teroksidasi menjadi asam
karboksilat; juga akan terbentuk iodoform yang berwarna kuning, yang menjadi
indikasi uji yang positif. Asetaldehid, tetapi bukan aldehid yang lain, akan
memberikan hasil positif juga terhadap uji ini, karena memiliki kemiripan dalam
struktur dengan metal keton. Di samping itu, etanol (teroksidasi menjadi asetaldehid)
dan alkohol sekunder yang dapat teroksidasi menjadi metal keton dapat juga
memberikan hasil positif terhadap uji ini.
O O
+ 3 I2 + 4 NaOH
R CH3 + 3 NaI + 3 H 2O + CHI3
R O Na
Metil keton iodoform
padatan kuning
3. Analisis reaksi kimia dalam pembuatan etanol, ester, dan asam karboksilat
skala laboratorium.
a. Pembuatan Senyawa Etanol
Senyawa etanol merupakan senyawa golongan alkohol dengan rumus molekul
C2H5OH. Senyawa ini selain digunakan sebagai pelarut, juga digunkan sebagai
pencuci (aseptik). Secara umum proses pembuatan etanol sama dengan pembuatan
alkohol pada umumnya.
Pembuatan etanol di laboratorium bisa dilakukan dengan cara pemecahan gula/pati
menjadi karbon dioksida dan etanol, melalui reaksi enzimatis dengan bantuan ragi.
Selain dari proses enzimatis dengan bantuan ragi, etanol juga dapat dihasilkan melalui
reaksi adisi terhadap senyawa etilen, atau lebih dikenal sebagai reaksi hidrasi.
Adapaun mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut.
H H H2O
OH
H3PO4 , 300C
H H
14
senyawa-senyawa tersebut memiliki satu persamaan. Tahukah Anda persamaan dari
keempatnya?
Jika kita melihat gambar di atas, tentu saja kita tidak dapat mengetahui persamaannya
apa, namun tidak demikian jika Anda mengetahui rumus struktur dari keempat
senyawa tersebut. Nah sekarang perhatikanlah gambar di bawah ini.
O O
O
OH OH
H OH
asam semut
O
O
O CH3
H3C OH aspirin
asam cuka
ibuprofen
Sekarang tentunya Anda dapat menyimpulkan persamaan dari keempatnya kan? Ya,
keempat senyawa tersebut mengandung satu gugus fungsi yang sama yaitu gugus
fungsi –COOH atau yang disebut sebagai gugus fungsi karboksil. Senyawa yang
memiliki gugus fungsi karboksil disebut sebagai senyawa asam karboksilat.
Senyawa asam karboksilat dapat dibuat di laboratorium melalui tiga jalur yaitu melalui
hidrolisis derivat asam karboksilat, reaksi oksidasi, dan reaksi Grignard.
Pada gambar di bawah, menyatakan derivat/turunan asam karboksilat seperti
ester, amida, anhidrida, halida asam, dan nitril. Derivat/turunan asam karboksilat
seperti ester, amida, anhidrida, halida asam, dan nitril dapat diubah menjadi asam
karboksilat melalui reaksi hidrolisis. Hidrolisis terjadi melalui serangan air atau OH -
pada karbon karbonil atau karbon -CN pada suatu nitril.
15
O O
H+ atau OH-
R C OR' + H2O R C OH + R' OH
ester
O O
H+ atau OH-
R C NR'2 + H2O R C OH + R' NHR'
amida
O O O
H+ atau OH-
R C O C R' + H2O R C OH + R' COOH
anhidrida
O O
H+ atau OH-
R C X + H 2O R C OH + X-
halida asam
O
H+ atau OH-
R C N + H 2O R C OH + NH3
nitril
O
[O]
R CH2 OH R C OH
alkohol asam karboksilat
O O
[O]
R C H R C OH
aldehida asam karboksilat
O O
[O]
R CH CR'2 R C OH + R' C R'
alkena asam karboksilat
R COOH
[O]
Reaksi karbon dioksida (CO2, dalam bentuk gas atau es kering) dengan pereaksi
Grignard (organo logam) juga dapat digunakan untuk menghasilkan asam karboksilat.
16
O
1. Mg, eter
R X R C OH
2. CO 2
3. H 2O, H+ asam karboksilat
ester lain
alkohol
Hidrolisis
Seperti halnya senyawa lain yang memiliki gugus karbonil, senyawa ester
memiliki daerah serangan yang sama yaitu pada bagian karbonil (baik pada atom O
17
maupun atom C-nya). Bagian atom O (bermuatan relatif negatif) rentan menyerang
spesi bermuatan positif (misal ion H+ dari asam), sedangkan bagian atom C
(bermuatan relatif positif) rentan diserang spesi bermuatan negatif (misal
nukleofil/basa). Hal tersebut dapat menjelaskan reaksi hidrolisis yang dialami ester
dengan katalis asam maupun basa.
Hidrolisis (penguraian oleh air) ester dapat dilakukan baik dalam suasan asam
maupun basa. Pada hidrolisis dalam suasana asam, dasar reaksi yang digunakan
adalah reaksi kesetimbangan pada pembuatan ester dimana reaksi dilakukan dengan
kondisi air berlebih agar reaksi dapat digeser ke arah penguraian ester (reaksi bergeser
ke kiri).
O O
H+, kalor
C + R' OH C + H2O
R OH R OR'
alkohol ester
asam karboksilat dibuat berlebih
Hidrolisis juga dapat dilakukan dalam suasana basa. Reaksi ini lebih umum
dibandingkan hidrolisis dengan asam.
Saponifikasi
Reaksi hidrolisis dengan basa menghasilkan suatu garam karboksilat.
O O
+ - kalor
C + Na OH C + R' OH
R OR' H 2O R O- Na+
ester garam
Reaksi ini sering disebut reaksi saponifikasi (latin, sapon = sabun) karena reaksi ini
digunakan untuk membuat sabun dari suatu lemak (lemak merupakan suatu ester).
Berbeda dengan hidrolisis dalam suasana asam, reaksi saponifikasi bersifat tidak dapat
balik (irreversible).
18
O
H2C O (CH2)14CH3 H2C OH
O O
gliserol
tripalmitin
(lemak trigliserida)
Alkuna juga mampu memberikan hasil positif dengan tes ini. Periksa tes yang
sama dengan zat yang tidak ditambahkan larutan brom. Dalam kasus reaksi substitusi,
beberapa gelembung diamati karena pembentukan gas asam hidrobromik.
19
2) Dengan uji Baeyer (Baeyer permanganate)
Larutkan 1 tetes atau 20 mg senyawa yang tidak diketahui dalam 0,5 mL t-butil
alkohol. Tambahkan 0,1 M KMnO4 setetes demi setetes. Atau
Larutkan setetes jila cairan (atau 25mg jika padatan) senyawa yang tidak
diketahui dalam 2 ml air atau aseton dalam tabung reaksi. Dengan pengadukan kuat,
tambahkan setetes demi setetes larutan 1% kalium permanganat (KMnO4) dalam air.
Untuk mempertahankan warna ungu jika perlu tambahkan lagi beberapa tetes larutan
kalium permanganat. Hasilnya positif jika warna larutan violet hilang dan muncul
endapan cokelat.
Dengan uji Baeyer, alkana akan dioksidasi menjadi suatu diol dan alkuna akan
dioksidasi menjadi diketon. Sedangkan KMnO4 akan mengalami reduksi menjadi
mangan dioksida (MnO2) yang berupa endapan coklat. Aryl amina, aldehida, dan
alkohol yang bisa dioksidasi kemungkinan juga bisa memberikan hasil uji yang poritif.
20
20 mg zat yang diperiksa dicampur dengan 1 mL air. Periksa larutan dengan
indikator universal dan periksa berapa pH larutan berdasarkan warna yang
tampak.
2) Alkohol yang tidak larut dalam air dan eter dibedakan dengan mengubah alkohol
menjadi ester.
Uji Asetil Klorida:
Tambahkan 1 tetes asetil klorida perlahan-lahan ke dalam 40 mg zat yang
diperiksa. Jika terjadi reaksi eksotermik, tambahkan 4 tetes asetil klorida,
biarkan 2 menit. Tambahkan 1 mL air dingin untuk menghidrolisa asetil klorida
berlebih. Tambahkan 1 tetes fenolftalein dan sedikit natrium bikarbonat sambil
dikocok, sampai reaksi bersifat basa. Tambah 5 tetes benzena, kocok kemudian
biarkan kedua fasa berpisah. Ambilah 2 tetes lapisan benzena dan selidiki
adanya ester dalam lapisan.
O O
CH3 C Cl + HO C10H21 CH3 C O C10H21 + HCl
Masukan 1 mL asam asetat glasial ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan
2 mL zat sampel yang tidak diketahui dan 2 tetes asam sulfat pekat. Panaskan
tabung reaksi tersebut sambil dikocok. Amati apa yang terjadi dan cium baunya,
apa kesimpulan anda tentang zat sampel yang anda miliki.
4) Uji Iodoform
Jika zat sampel termasuk alkohol, maka dapat diuji lagi dengan melakukan test
iodoform, dengan cara:
Tambahkan 2 mL air, 2 tetes alkohol, dan 8 tetes larutan NaOH 1 N ke dalam
tabung reaksi. Lalu tambahkan tetes demi tetes larutan iodium pekat sampai
terjadi endapan kuning. Masukan termometer ke dalam cairan, hangatkan
sampai 60oC selama beberapa menit. Catat baunya. Berdasarkan percobaan
tersebut buat kesimpulan sementara tentang zat sampel anda.
21
Beberapa uji lain yang bisa digunakan untuk identifikasi gugus fungsi diantaranya
bisa dilihat dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Beberapa contoh uji untuk gugus fungsional dan hasil reaksi positifnya
Nama Uji Gugus fungsional Hasil reaksi postif
Baeyer alkena dan alkuna larutan ungu jernih berubah
menjadi endapan coklat
Bromine alkena dan alkuna warna coklat menghilang
Dinitrophenylhydrazine aldehida dan keton endapan kuning ke merah oranye
Ferrox Gugus fungsi yang Terbentuk warna ungu
mengandung kemerahan
oksigen
Hydroxamate amida dan ester muncul warna merah-ungu
Iodoform methyl keton endapan kuning
Iron hydroxide Gugus nitro endapan merah-coklat
Jones 1o dan 2o alkohol reagen oranye berubah menjadi
biru kehijauan
o o
Lucas 2 , 3 , dan benzylic larutan keruh atau lapisan
alkohol terpisah
Tollen's aldehida terbentuk cermin perak
Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat membedakan jenis alkohol berdasarkan reaksi kimia.
Langkah Pembelajaran
Pada tahap pertama,
Dana dapat memulai dengan mengkondisikan siswa pada masalah aktual dalam
kehidupan sehari-hari di industri yang dapat diselesaikan dengan uji/reaksi identifikasi
gugus fungsi alkohol. Misalkan meminta siswa untuk mencari permasalahan yang
dihadapi oleh industri dalam hal quality control bahan yang masuk atau diperlukan
22
industri, masalah-masalah seperti ini dicari dengan cara meminta siswa untuk
mempelajari artikel yang berkaitan dengan bahan dan keaslian bahan organik yang di
pergunakan di industri melalui media internet.
23
E. FORUM DISKUSI
O O O
H OH O NH2
a b
OH
c
COOH CO2H
O O
HO OH
d
CHO e f
O O
OH
OH OH
h i
g
24
3. Untuk membuat asam karboksilat ada beberapa cara, cobalah Dana mengingat
kembali reaksi umum yang dapat digunakan untuk membuat senyawa asam
karboksilat. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah jumlah atom C dari asam
karboksilatnya.
4. Asam karboksilat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk suatu ester. Ingatlah
kembali mengenai bagian manakah dari asam karboksilat yang akan digantikan
oleh bagian alkoksi dari alkohol.
F. RANGKUMAN
• Senyawa organik adalah senyawa dengan unsur utama pembentuknya adalah
unsur karbon dan hidrogen, sehingga sering diskenal sebagai senyawa
hidrokarbon, analisis terhadap senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan
berbagai reaksi kimia antara lain reaksi pembakaran, rekasi dengan bromida,
serta reaksi dengan menggunakan kalium permanganat.
• Selain dikenal dengan senyawa hidrokarbon, senyawa organik juga memiliki
bagian aktif yang dikenal sebagai gugus fungsi. Gugus fungsi ini sangat
berperan pada reaksi-reaksi sintesis senyawa organik. Gugus fungsi yang
mendominasi senyawa organik baik di alam ataupun hasil sintesis adalah gugus
fungsi hidroksi pada senyawa golongan alkohol, serta kabronil pada gugus
fungsi seperti keton, aldehid, karboksislat dan ester.
• Beberapa reaksi analisis untuk membedakan gugus fungsi alkohol dengan
fenol, atau keton dengan aldehid yaitu antara lain uji lucas, uji asam kromat,
uji besi (III)klorida, serta uji tollens.
• Senyawa seperti etanol, asam karboksilat dan ester merupakan senyawa
organik yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, proses
pembuatan senyawa tersebut di laboratorium melibatkan reaksi-reaksi kimia
organik sedehana seperti reaksi hidarsi pada alkena, reaksi oksidasi dan reaksi
esterifikasi.
25
CH3
OH
A B C
CH3
CH 3
CH 3CCH 2CH 2CH3
CH 3CH2 CH 2 COH
OH
CH 3
D E
10. Dari senyawa alkohol berikut manakah yang akan menghasilkan warna pada saat
bereaksi dengan besi(III)klorida.
OH
CH3 OH
HO
A B C
OH
H 3C OH
D E
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S, trans oleh Hadyana, Kimia Organik I dan II,
Erlangga, Jakarta, 1982.
2. Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd
edition, John Wiley & Sons, New York, 1994.
3. Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic
Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992.
4. Solomons, T.W.G dan Fryhle, C.B., Organic Chemistry, Ten Edition, New York:
John Willey & Sons, 2011.
5. Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition,
Boston, 1999.
28
KEGIATAN BELAJAR 2
Penulis
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 3. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi
materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
Mudah-mudahan Anda dapat memahami konsep-konsep dan penerapannya
yang diberikan pada Kegiatan Belajar 2 ini.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.
.
Sub Capaian Pembelajaran
1) Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida.
2) Menguasai teori aplikasi analisis bilangan iod, bilangan peroksida dan
bilangan penyabunan dalam sampel.
Bahan baku yang digunakan, produk hasil produksi dan juga limbah bahan
yang dibuang ke alam (limbah), berdasarkan wujudnya dapat berupa bahan padat,
cair maupun bahan fluida (cair dan gas ).
Analisis atau pengujian mutu bahan baku dan produk serta limbah dilakukan
secara fisik, ataupun secara kimia tergantung dari standar pengujian yang
ditetapkan oleh peraturan pemerintah, tujuan pengujian, resiko yang ditimbulkan,
kompleksitas, persyaratan bahan baku, tuntutan mutu produk dan lain-lain. Oleh
karena itu tiap industri melakukan pengujian dengan kompleksitas dan validitas
yang berbeda-beda.
Secara umum, semakin besar industri semakin lengkap pengujian yang harus
dilakukan. Sebagai contoh, dimisalkan industri pengolahan umbi-umbian berskala
kecil dan menengah (skala UKM) melakukan pengujian mutu bahan baku secara
fisik dan organoleptik saja. Pengujian yang dimaksud diintegrasikan pada proses
sortasi bahan baku. Industri skala besar melakukan pengujian mutu dengan maksud
menentukan apakah bahan baku yang dipasok atau bahan baku yang dibeli dapat
diterima atau ditolak, sekaligus juga dimaksudkan untuk menentukan harga bahan
baku yang dibeli oleh industri tersebut.
Standar mutu bahan baku yang ditetapkan oleh industri dibuat berdasarkan
pengalaman dari industri atau dapat mengacu Standar Nasional Indonesia (SNI).
Industri terkadang mengambil sebagian kriteria mutu yang tertuang dalam SNI.
Akan tetapi apabila pemerintah menetapkan bahan kimia tertentu diberlakukan
wajib SNI, maka industri harus menerapkan SNI tersebut sepenuhnya.
Peralatan
• Aquatitrator atau aquameter
• Botol timbang
• Neraca analitik
Pereaksi
• Larutan Karl Fischer, larutan tunggal yang stabil dengan titer 5 mg/mL
H2O.
• Metanol, dengan kadar air maks 0,1 %
• Air bebas ion
Cara kerja
Masukkan sejumlah metanol ke dalam botol reaksi aquatitrator hingga
elektrode platina terendam. Titrasi dengan larutan Karl Fischer sampai
titik akhir tercapai dan diperoleh metanol bebas air. Timbang dengan
teliti 2,000 – 3,000 g contoh urea dan masukan ke dalam botol reaksi
aquatitrator dan aduk hingga semua contoh terlarut. Titrasi dengan
larutan Karl Fischer hingga titik akhir tercapai dan catat volume larutan
Karl Fischer yang dipakai untuk titrasi.
Perhitungan
Kadar air dalam contoh dapat dihitung dengan rumus berikut:
Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu ukur /labu Kjeldahl 100 mL
• Erlenmeyer 100 mL
• Alat destilasi
• Labu didih 250 mL
• Buret digital 3 desimal/titrator
• Hot plate (pemanas Kjeldahltherm)
• Dispenser skala 0 – 10 mL
Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97%, BJ. 1,84)
• Asam borat 1 %
Timbang 1,00 g asam borat larutkan 100 mL H2O.
• Asam sulfat 0,050 N (titrisol)
Pipet 50 mL larutan baku H2SO4 1N titrisol ke dalam labu ukur 1
L . Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 L.
• NaOH 40 %
Larutkan 400,0 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600
mL, setelah dingin diencerkan menjadi 1 L.
• Indikator Conway
Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol
(bromcresol green) dengan 100 ml etanol 96 %.
• Masukkan batu didih.
Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh yang telah dihaluskan ke dalam labu
Kjeldahl atau labu ukur 100 mL. Tambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat ke
dalam labu dan sertakan blanko. Didihkan selama 1 jam di atas
pemanas (hot plate). Setelah dingin encerkan dengan air bebas ion
hingga tanda tera 100 ml, kocok hingga homogen. Pipet 10 mL ekstrak
ke dalam labu didih yang telah diberi sedikit serbuk batu didih dan
tambahkan 100 mL air bebas ion. Siapkan penampung destilat, yaitu
10 mL larutan asam borat 1% dalam erlenmeyer yang dibubuhi tiga tetes
indikator Conway (larutan berwarna merah). Destilasikan dengan
menambahkan 10 mL NaOH 40 %. Destilasi diakhiri apabila destilat
dalam penampung sudah mencapai volume 50-75 ml (larutan berwarna
hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah
muda. Catat volume titer contoh (Vc) dan volume blanko (Vb).
Perhitungan
Kadar N-urea (N-organik) + N-NH4 (%)
= (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg -1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk
Keterangan:
Vc,Vb = mL titar contoh dan blanko
N = normalitas larutan baku H 2SO4 (0,050)
14 = bobot setara nitrogen
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu takar 100 mL
• Mesin kocok dengan kecepatan 250 goyangan menit-1
• Alat destilasi
• Labu didih 250 mL
• Buret digital atau buret mikro (3 desimal)
• Pipet volume 10 mL
• Erlenmeyer 100 mL
Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97 %, BJ. 1,84)
• Larutan asam borat 1% (1 g asam borat dalam 100 mL H2O).
• Larutan NaOH 40 % (400 g NaOH dalam akuades 1 L bebas ion)
• Larutan H2SO4 0,050 N (50 mL H2SO4 1N titrisol dalam labu ukur 1 L.
• Indikator Conway
Larutkan 0,100 g merah metil dan 0,150 g hijau bromkresol dengan 100
mL etanol 96 %.
• Logam devarda (devarda alloy)
• Batu didih
Cara kerja
Timbang teliti 0,5000 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu
takar 100 mL. Tambah 50 mL air bebas ion, tutup rapat kemudian kocok
dengan mesin kocok selama 30 menit dengan kecepatan 200 goyangan
menit-1. Tambahkan air bebas ion sampai tanda tera 100 mL dan kocok
bolak-balik dengan tangan sampai homogen. Pipet 10 mL ekstrak ke
dalam labu didih, tambahkan sedikit serbuk batu didih dan 100 mL air
bebas ion. Siapkan penampung destilat, yaitu 10 mL asam borat 1% yang
telah diberi tiga tetes indikator Conway dalam erlenmeyer (larutan
berwarna merah). Destilasikan ekstrak dengan menambahkan 10 mL
NaOH 40% ke dalam labu didih. Destilasi selesai apabila destilat pada
penampung sudah mencapai volume 50-75 mL (larutan berwarna hijau).
Destilat dititrasi dengan larutan asam baku H2SO4 0,050 N sampai titik
akhir titrasi (Vc) (perubahan warna dari hijau menjadi merah jambu
muda). Kerjakan penetapan blanko (Vb).
Ekstrak bekas penetapan N-NH4 dalam labu didih ditambah 50 mL air
bebas ion dan dibiarkan dingin (jika perlu direndam dalam air). Siapkan
penampung destilat yang lain.
c) Penetapan N-Urea
Nitrogen dalam urea dihidrolisis dengan asam sulfat. NH4 yang terbentuk
didestilasi dengan penambahan alkali (suasana basa). Destilat ditampung
dalam asam borat yang telah dibubuhi indikator Conway, kemudian
dititrasi dengan larutan baku asam sulfat.
Peralatan
• Labu ukur 100 mL
• Erlenmeyer 100 mL
• Alat destilasi
• Buret digital 3 desimal
• Hot plate (pemanas 0 – 350oC)
• Neraca analitik 4 desimal
• Dispenser 0 – 10 mL
Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97%, BJ. 1,84 g/mL)
• Campuran selen/katalis
• Larutan asam borat 1% (1 g asam borat dalam 100 mL H2O).
• Larutan NaOH 40 % (400 g NaOH dalam 1 L H2O).
• Larutan H2SO4 0,050 N (50 mL H2SO4 1N titrisol dalam labu ukur1 L).
• Indikator Conway (0,100 g merah metil dan 0,150 g hijau bromkresol
dalam 100 mL etanol 96 %).
• Batu didih
Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh urea ke dalam labu ukur. Dengan dispenser
tambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat ditambahkan campuran selen/katalis,
kerjakan penetapan blanko. Didihkan campuran selama 1 jam di atas
pemanas (hot plate). Setelah dingin encerkan dengan air bebas ion hingga
tanda tera, kocok hingga homogen.
Pipet 10 mL ekstrak ke dalam labu didih yang telah diberi sedikit serbuk
batu didih dan tambahkan 100 mL air bebas ion. Siapkan penampung
destilat dalam erlenmeyer yang terdiri atas 10 mL larutan asam borat 1 %
yang telah dibubuhi tiga tetes indikator Conway. Destilasikan dengan
menambahkan 10 mL NaOH 40 %. Destilasi diakhiri apabila volume
destilat dalam penampung sudah mencapai 50-75 mL. Destilat dititrasi
dengan larutan asam baku, yaitu H2SO4 0,050 N hingga titik akhir (Vc)
(perubahan warna dari hijau menjadi merah jambu muda). Penetapan
blanko dikerjakan (Vb).
Perhitungan
Kadar N (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg -1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk
Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu ukur 100 mL
• Pemanas listrik/hot plate
• Dispenser skala 10 mL/pipet ukur volume 10 mL
• Dilutor (pengencer skala 0 – 10 mL)/pipet volume 1 mL
• Pipet ukur 10 mL
• Tabung reaksi 20 mL
• Pengocok tabung (vortex mixer)
• Spektrophotometer visible
• Flamephotometer
Pereaksi
• Air bebas ion yang bebas CO2 Air bebas ion dididihkan dan dinginkan
sebelum digunakan untuk membuat pereaksi dalam penetapan ini.
• HCl p.a. pekat (37%, Bj. 1,19 g mL-1)
• HCl 25 %
Encerkan 675,7 mL HCl p.a. pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1 L.
• HNO3 pa. 67%
• Standar 0
Pipet 50 mL HCl 25% ke dalam labu ukur 500 mL yang berisi kira-kira 200
mL air bebas ion. Kocok campuran dan impitkan dengan air bebas ion.
• Pereaksi I (amonium molibdat 1%)
Timbang 10 g NH4Mo7O24 . 4 H2O dalam 1.000 ml air bebas ion.
• Pereaksi II (amonium vanadat 0,5%)
Timbang 0,5 g NH4VO3 + 70 ml HNO3 p.a. dalam 1.000 ml air bebas ion
yang telah dididihkan dahulu.
• Pereaksi campuran (satu bagian Pereaksi I + satu bagian pereaksi II)
Gunakan dalam keadaan segar, tidak dapat dipakai lebih dari 1 malam.
• Standar induk 2000 ppm P dalam H2O
Timbang 8,7742 g KH2PO4 (yang telah dikeringkan pada 130 oC selama 2
jam), masukan ke dalam labu ukur 1 L, impitkan hingga tanda garis dengan
air bebas ion.
• Standar 500 ppm P
Pipet 25 mL larutan standar induk 2.000 ppm P ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan 10 mL HCl 25 % dan air bebas ion hingga 100 mL.
• Deret standar P (0 - 500 ppm P)
Pipet masing-masing 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 mL standar 500 ppm P. Tambahkan
standar P masing-masing mulai dari 0 hingga 0 mL, kocok.
Deret standar ini mengandung 0; 50; 100; 200; 300; 400 dan 500 ppm.
• Standar induk 1000 ppm K (titrisol)
• Standar 200 ppm K
Pipet 20 mL dari standar induk 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan 1 mL HCl 25 % dan air bebas ion sampai dengan 100 mL, lalu
kocok.
• Deret standar K (0-20 ppm K)
Pipet masing-masing 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 mL standar 200 ppm K. Tambahkan
standar 0 yang telah diencerkan 10X hingga masing-masing menjadi 10 mL,
kocok. Deret standar ini mengandung 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ppm K.
Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu takar
volume 100 mL. Tambahkan 10 mL HCl 25 % dengan dispenser atau pipet
volume 10 mL. Panaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih
selama 15 menit. Encerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin volume
ditepatkan sampai tanda tera 100 mL, tutup kemudian kocok bolak balik dengan
tangan sampai homogen. Biarkan semalam atau jika perlu disaring untuk
mendapatkan ekstrak jernih dengan cepat.
1) Pengukuran P
Pipet 1 mL ekstrak jernih atau filtrat dan deret standar P masing-masing ke
dalam tabung kimia. Tambahkan masing-masing 9 ml pereaksi campuran,
kocok hingga homogen dengan vortex. Diukur dengan spektrophotometer
pada panjang gelombang 466 nm dengan deret standar P sebagai
pembanding.
2) Pengukuran K
Pipet 1 mL ekstrak jernih atau filtrat di atas ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 9 mL air bebas ion, kocok dengan vortex hingga homogen
(pengenceran 10 X). Kalium diukur dengan fotometer nyala dari ekstrak yang
telah diencerkan dengan deret standar K sebagai pembanding.
Perhitungan:
a) Kadar P2O5 total (%)
= ppm kurva x (mL ekstrak 1.00 ml-1)x(100 mg-1 contoh)xfp x (142/90)x fk
= ppm kurva x 100/1.00 x 100/250 x 142/90 x fk
= ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk
Keterangan:
ppm kurva= kadar contoh yang didapat dari kurva deret K standar dengan
pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
fp = faktor pengenceran (10 untuk K, 1 untuk P)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O
Peralatan
• desikator yang berisi silika gel;
• oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC;
• timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
• pipet volum;
• gelas ukur;
• cawan porselen/cawan Gooch;
• penjepit;
• kaca arloji; dan
• pompa vacuum
Cara kerja
1) Timbang Filter sampai berat konstan (berat awal)
2) Ukur 100 ml sampel
3) Rangkai peralatan Vakum, sesuai petunjuk penggunaan alat
4) Masukkan sampel 100 ml kedalam gelas penyaringan
5) Hidupkan Pompa Vakum hingga sampel tersaring seluruhnya.
6) Bilas gelas penyaringan dengan aquades ±30 ml
7) Pindahkan kertas saring kedalam kaca arloji secara hati-hati
8) Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC, dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan
timbang.
9) Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan lakukan
penimbangan sampai diperoleh berat konstan.
Perhitungan
Untuk menghitung TSS, gunakan rumus :
(A − B) x 1000
mg TSS per liter =
Volume Contoh Uji
Dimana,
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg
Peralatan
• botol Winkler;
• buret mikro 2 mL
• pipet volume 5 mL; 10 mL dan 50 mL;
• pipet ukur 5 mL;
• erlenmeyer 125 mL;
• gelas piala 400 mL; dan
• labu ukur 1000 mL.
V2 x N2
Normalitas Na2 S2 O3 =
V1
dimana:
N = adalah normalitas Na2S2O3;
V1 = adalah mL Na2S2O3;
V2 = adalah mL kalium bi-iodat yang digunakan;
N2 = adalah normalitas larutan kalium bi-iodat.
mg V x N x 8000 x F
Oksigen Terlarut ( ⁄L) =
Volume sampel
3. Analisis Bilangan Iod, Bilangan Peroksida dan Bilangan Penyabunan
dalam Sampel.
(B − S) x N x 12,69
Bilangan Iod =
G
Penyelesaian :
Berat Minyak Curah = 0,518 gram = 518,0 mg
Volume Na2S2O3 blanko (B) = 5,75 mL
Volume Na2S2O3 sampel (S) = 2,95 mL
Normalitas Na2S2O3 (N) = 0,1
(B − S) x N x 12,69
Bilangan Iod =
G
(5,75−2,95) x 0,1 x 12,69
= 0,518
= 6,86
b. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida menunjukkan jumlah senyawa peroksida yang terbentuk
di dalam minyak yang dinyatakan sebagai miliequivalen oksigen aktif yang terdapat
dalam 1 kg minyak. Senyawa peroksida terbentuk karena adanya reaksi oksidasi
lemak, terutama lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting yang merupakan salah satu
penentu kualitas minyak, untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1992), bahwa bilangan peroksida
maksimal untuk minyak kelapa adalah 5 mg oksigen/g contoh.
Kecilnya angka peroksida menunjukan bahwa kualitas dari minyak tersebut
baik, karena bila jumlah senyawa peroksida dalam minyak yang semakin banyak
menunjukkan minyak tersebut akan cepat menjadi tengik, yang disebabkan asam
lemak tak jenuh dari minyak mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida.
Penentuan bilangan peroksida ditentukan dengan melarutkan sejumlah
minyak dalam asam asetat glasial-kloroform (3:2). Ketika penambahan KI berlebih
yang direaksikan dengan peroksida, iod dibebaskan, seperti pada persamaan reaksi
di bawah ini:
Iod yang bebas tersebut kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 yang telah
distandardisasi dan ditambahkan pati sebagai indikator. Semakin tinggi bilangan
peroksida menunjukkan bahwa jumlah peroksida semakin banyak dan dapat diduga
bahwa tingkat reaksi oksidasi semakin tinggi.
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai miliequivalen O2 per kg minyak yang
dihitung dengan menggunakan rumus:
Dimana: Vo = Volume larutan standar Na2S2O3 0,1 N untuk titrasi sampel (mL)
V1 = Volume larutan standar Na2S2O3 0,1 N untuk titrasi blanko (mL)
S = Banyaknya Na2S2O3 0,1 N yang dipakai pada titrasi sampel
N = Normalias larutan standar Na2S2O3
G = Bobot sampel (g)
Contoh :
Hasil penentuan angka peroksida pada sampel untuk 5 gram minyak jelantah melalui titrasi
menggunakan 0,1 N Na2S2O3 didapatkan data volume Na2S2O3 secara berturut-turut 5,0
mL; 4,9 dan 4,8 mL, tentukan berapa bilangan peroksida rata-rata dari minyak jelantah
tersebut.
Penyelesaian :
Massa minyak jelantah = 5 g
(5,0 + 4,9 + 4,8) mL
Rata − rata volume 0,1 N titer = = 4,9 mL
3
1000 x N x (Vo − V1)
Bilangan Peroksida (mek O2/Kg =
G
1000 x 0,1 x (4,9)
=
5
= 98
c. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang diperlukan untuk
menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dapat dipergunakan
untuk penentuan berat molekul minyak secara kasar, minyak kelapa murni yang
mengandung asam lemak dengan rantai atom C pendek (≤ C8) relatif mempunyai
berat molekul kecil dan memiliki angka penyabunan relatif besar. Jadi minyak yang
mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang
tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Angka
penyabunan yang semakin besar, merupakan indikator bahwa minyak tersebut
semakin baik.
Reaksi penyabunan terjadi apabila lemak, misalnya gliseril palmintat
dipanaskan (cara refluks) dengan adanya alkali (NaOH atau KOH) yang dapat
menyebabkan ester gliserin terkonversi menjadi garam Na/K-palmintat dan
gliserin. Garam asam lemak berantai panjang ini disebut sabun sehingga reaksinya
disebut reaksi penyabunan. Teknik yang digunakan untuk penentuan bilangan
penyabunan adalah titrasi asidimetri, yaitu mereaksikan lemak dengan basa seperti
KOH membentuk sabun dan gliserol, seperti pada reaksi di bawah ini,
setelah itu jumlah KOH yang tersisa ditentukan dengan melakukan titrasi dengan
HCl, seperti pada reaksi berikut:
Contoh :
Sebanyak 1,2 g minyak dan 1,2 g blanko masing-masing dicampurkan dengan 10 mL KOH
alkoholis 0,1 N dipanaskan selama (30 menit) hingga lemak telah tersaponifikasi.
Kemudian didinginkan dan dititrasi dengan 0,1 N HCl dengan menggunakan indikator
phenolftalein, jika untuk mencapai titik ekuivalen blanko dibutuhkan 8,4 mL HCl,
sedangkan untuk sampel dibutuhkan 1,4 mL HCl, tentukan bilangan penyabunan sampel
minyak tersebut.
Penyelesaian :
Massa sampel minyal = 1 g
Langkah pembelajaran
Fase 1: Orientasi peserta didik kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan memotivasi
peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Stimulus
yang diberikan dilakukan dengan menginisiasi pembelajaran dengan
mengorientasikan siswa pada masalah aktual dan otentik, yaitu bagaimana
menentukan kualitas minyak goreng melalui penentuan bilangan penyabunan
secara praktikum.
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll).
E. FORUM DISKUSI
Pemerintah melalui Keputusan Menteri telah menetapkan SNI untuk
pengujian parameter-parameter kualitas minyak goreng. Sebagai calon guru/guru
anda diwajibkan untuk melatih siswa dalam analisis kimia untuk selalu
menggunakan teknik pengujian sesuai SNI. Dalam kesempatan ini, carilah dari
internet prosedur SNI untuk Pengujian Kualitas Minyak Goreng, pelajari secara
seksama, kemudian anda tuliskan langkah-langkah penting yang harus dilakukan
melului skema alur kerja.
F. RANGKUMAN
Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar tentang Analisis Bahan Anorganik
Fasa Padat dan Fluida, serta Analisis Bilangan Iod, Bilangan Peroksida, Bilangan
Penyabunan. Dengan demikian Anda sudah menguasai sebagian kompetensi
sebagai guru SMK yang terkait Teknik Kimia. Hal-hal penting yang sudah Anda
pelajari dalam Kegiatan Belajar-2 ini adalah sebagai berikut:
10. Sebanyak 2,4 gram sampel minyak jagung akan ditentukan bilangan iod-nya.
Jika diketahui volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi larutan
blanko sebanyak 7,6 mL, sedangkan untuk titrasi sampel minyak curah
sebanyak 4,2 mL, maka bilangan iod untuk sampel minyak jagung tersebut
adalah ….. (Mr I2 = 213,36)
A. 1,8
B. 2,7
C. 3,6
D. 5,4
E. 7,2
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar
2. Apriyantono, Anton.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB :
Bogor
3. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods
of Analysis. Arlington: AOAC.
4. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry. 5th edition. New York: John
Wiley & Sons.
5. Day, R.A. Underwood, A.L., Iis Sofyan (Alih bahasa). 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
6. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
7. Hargis, L.G. 1988. Analytical Chemistry. New Jersey: Prentice Hall.
8. Harvey, David, 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Higher
Ed.
9. Indrayatna, Lemak Jenuh dan Lemak Tak Jenuh. [Online]. Tersedia
: http://xamherbal.com/lemak-jenuh-dan-lemak-tak-jenuh/[5 Mei 2012]
10. Jangkuru, Z. 1974. Makanan Pakan Ikan Konsumsi. Depok: Penerbit
Agromedia Pustaka.
11. Jeffery, G.H., Baset, J., Mendham, Jl., Denney, R.C. 1989. Vogel’s Textbook
of Quantitative Chemical Analysis. 5th edition. New York: Longman
Scientific & Technical.
12. Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
13. Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: CV Simplex.
14. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo
Han Pub. Korea Republic.
15. Nielson, S. S. (2003). Food analysis laboratory manual. Chips Ltd., USA.
16. Nielsen, S. S. (Ed.). (2010). Food analysis (pp. 139-141). New York: Springer.
17. Qauliya, Asta. Tak Semua Lemak Berbahaya Bagi Kesehatan.[Online].
Tersedia: http://astaqauliyah.com/2006/08/tak-semua-lemak-berbahaya-bagi-
kesehatan/[5 Mei 2012]
18. Rufiati, Etna, 2011, Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh.[Online].Tersedia
:http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/PerbedaanLemakJenuh_Etna
Rufiati_16374.pdf [5 Mei 2012]
19. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing.
20. S. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
21. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 2004. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 8th edition. New York: Saunders College Publishing.
22. Slamet Sudarmaji, Bambang Haryono, Suhardi. (1981). Prosedur Analisa
untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
23. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.
Fakultas Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.
24. Sahwan, F.M. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
25. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosukojo. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
26. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
27. Weaver, C. M., & Daniel, J. R. (2003). The food chemistry laboratory: a
manual for experimental foods, dietetics, and food scientists. CRC press.
KEGIATAN BELAJAR 3
Penulis
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.
Metode analisis proksimat meliputi penentuan kadar air dengan metode oven
menurut AOAC 2005, kadar abu dengan metode pengabuan kering (dryashing)
menurut AOAC 2005, kadar lemak dengan metode soxhlet menurut AOAC 2005,
kadar protein dengan metode Kjeldahl menurut AOAC 2005 dan karbohidrat
dengan metode by different.
Secara singkat, bagan alir analisis proksimat dapat dilihat pada Gambar 3.2
di bawah ini.
Tabel 3.2. Masalah utama dari sistem WEENDE untuk serat kasar, ekstrak eter dan BETN
Sampel merupakan bagian dari suatu bahan yang diambil secara acak dari
bahan tersebut untuk selanjutnya dievaluasi. Dalam pengambilan sampel suatu
bahan harus dilakukan secara benar agar diperoleh sampel yang benar-benar
representatif, yang mampu menggambarkan keadaan bahan yang diambil
sampelnya secara tepat. Untuk tujuan tersebut maka pengambilan sampel perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Homogenitas sampel
Salah satu faktor yang menentukan tingkat representatif sampel yang diambil
adalah homogenitas bahan yang akan diambil sampelnya. Efek ukuran dan berat
partikel sangat berpengaruh terhadap homogenitas bahan, dimana bagian yang
berukuran dan berat yang lebih besar kemungkinan akan berpisah dengan bagian
lebih kecil atau ringan (segresi). Sehingga pada bahan yang ditumpuk atau dimuat
diatas truk, bagian bahan yang mempunyai ukuran dan berat partikel yang lebih
besar terletak pada bagian bawah atau bagian dasar dari tumpukan tersebut. Oleh
karena itu sebelum bahan diambil sampelnya harus dicampur secara merata
sehingga bahan benar-benar homogen, atau sampel diambil secara acak dari
beberapa bagian baik bagian dasar, tengah maupun bagian atas sehingga diperoleh
sampel yang benar-benar representatif. Demikian juga pada hijauan disuatu lahan,
kualitas hijauan pada tiap-tiap bagian lahan, kemungkinan mempunyai kualitas
yang berbeda karena adanya kemungkinan perbedaan kesuburan tanah pada lahan
tersebut. Oleh karena itu agar diperoleh sampel yang representatif, pengambilan
sampel harus dilakukan pada beberapa bagian lahan secara acak, sehingga data yang
diperoleh memberikan informasi yang benar terhadap kualitas bahan tersebut.
b. Cara pengambilan sampel
1) Aselektif, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari
keseluruhan bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian-bagian
dari bahan tersebut. Misalnya dalam pengambilan sampel pada rumput
gajah, sampel kita ambil dari seluruh bagian rumput gajah tersebut baik
bagian daun maupun bagian batang, kemudian dipotong-potong dan
dicampur secara merata agar diperoleh bahan yang benar-benar homogen,
sehingga sampel yang diambil benar-benar representatif.
2) Selektif, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari
bagian-bagian tertentu dari suatu bahan. Misalnya dalam pengambilan
sampel bagian batang dan bagian daun rumput gajah, maka sebelum diambil
sampelnya bagian-bagian tersebut harus dipisah terlebih dahulu, baru
masing-masing bagian diambil sampelnya dengan tetap memperhatikan
homogenitas bahan tersebut.
c. Jumlah sampel
Jumlah sampel yang diambil akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil tergantung pada
kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil sampelnya. Sebagai
pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah bahan. Pada bahan
yang berjumlah banyak misalnya lebih dari 100 kg, sampel diambil 10% dari
jumlah tersebut secara acak, kemudian sampel diambil lagi 10% dari sampel yang
diambil tersebut.
d. Penanganan sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan (preservation) agar tidak
rusak atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan bahan dari
mana sampel tersebut diambil. Misalnya terjadinya penguapan air, pembusukan
atau tumbuhnya jamur, ketengikan dan lain-lain. Sampel yang diperoleh dari bahan
dengan kadar air rendah (kurang dari 15%), kemungkinan terjadinya kerusakan
sampel sangat kecil sekali. Sehingga sampel dapat lansung dimasukkan kedalam
kantong plastik dan dibawa ke labolatorium untuk dianalisis.
Sedang sampel yang diperoleh dari bahan segar misalnya hijauan atau silase,
maka kemungkinan terjadinya penguapan air besar sekali. Sehingga untuk
mengontrol penguapan air selama penganan sampel, maka sampel yang telah
diambil harus segera ditimbang, dimasukkan kedalam kantong plastik yang kedap
udara, dibawa ke labolatorium dan segera dianalisis kadar bahan keringnya,
sehingga kemungkinan terjadinya penguapan air kecil sekali dan bahan tidak
mudah rusak. Hal ini mungkin dilakukan jika lokasi pengambilan sampel dengan
labolatorium. Tetapi jika lokasi pengambilan sampel jauh dari labolatorium maka
sampel yang telah diambil segera ditimbang, dikeringkan atau dijemur sampai
beratnya konstan ditempat yang aman (diusahakan tidak terdapat bagian sampel
yang hilang), kemudian dibawa ke labolatorium untuk dianalisis.
e. Prosesing sampel
Bahan sampel laboratorium yang akan jadikan sampel untuk dianalisis
sebelum dilakukan penentuan kadar air, berdasarkan kandungan airnya dapat
dibedakan atas:
1) Bahan basah (Kadar Air > 40%)
Bahan basah yang akan dianalisis dikeringkan dengan suhu antara 30 – 60oC
dalam oven atau dijemur matahari sampai kandungan air 15-20 %, untuk
selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven suhu 1050C, selanjutnya bisa
digunakan untuk penentuan kadar air.
2) Bahan kering (Kadar Air < 40%)
Bahan kering dapat langsung ditentukan kadar airnya, sedangkan kandungan
bahan kering sampel atau bahan lainnya dapat dibedakan kedalam 3
kelompok, yaitu: as fed, partially dry dan dry.
Bahan kering sering didefinisikan sebagai berat suatu bahan setelah dilakukan
pengeringan pada suhu 1050C. Definisi tersebut hanya tepat untuk inert
materials, tetapi terdapat kelemahan jika diterapkan untuk sampel biologis,
seperti feses, molases dan silase.
a) Pertama, bahan seperti feses, molases dan silase mempunyai kandungan
air yang sangat beragam dari sangat basah hingga dalam berbagai
kombinasi fisikokimianya.
b) Kedua, sampel biologis biasanya mengandung sistem enzim respirasi aktif
yang akan melanjutkan proses pada awal pemanasan. Faktanya,
aktivitasnya akan meningkat sebelum terhenti akibat denaturasi enzim.
Disamping terjadi perubahan komposisi kimia, aktivitas tadi juga
menyebabkan hilangnya bahan kering.
c) Ketiga, kebanyakan sampel biologis mengandung senyawa organik yang
hampir seluruhnya akan menguap pada suhu 1000C.
.
(a) (b) (c)
Gambar 3.4. (a) Cawan penguapan, (b) Oven Udara, (c) Desikator
Prosedur kerja
▪ Lakukan persiapan sebagaimana tersebut di atas terhadap bahan yang akan
dianalisis, persiapkan wadah pengeringan yang diperlukan sesuai karakter
bahan yang dianalisis dan dalam keadaan bersih, persiapkan oven dengan
termostat dalam keadaan baik, serta persiapkan peralatan untuk penanganan
residu bahan kering.
▪ Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit untuk
cawan aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen. Cawan kemudian
ditimbang. Pengeringan cawan diulangi hingga diperoleh berat konstan dari
cawan dan tutupnya.
▪ Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada persiapan bahan di
atas segera dimasukkan dalam cawan dan ditutup. Dalam keadaan terbuka
cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan dalam oven pada suhu
100 – 102°C selama 6 jam. Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang tidak terdekomposisi
dengan pemanasan yang lama, dapat dikeringkan dalam oven selama satu
malam (16 jam).
▪ Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan dikeluarkan
dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan ditutup dengan penutup
cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit, lalu timbang cawan berisi bahan
kering tertutup penutup cawan. Setelah penimbangan, cawan berisi bahan
beserta tutupnya dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh berat
konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah atau basis kering
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,8270 gram
Berat cawan + sampel awal = 22,9360 gram
Berat cawan + sampel akhir = 21,6390 gram
Berat bahan basah = 2,1090 gram
Berat bahan kering = 0,8120 gram
Berat sisa
Kadar Abu (%) = x 100 %
Berat awal
Contoh :
Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 20,6460 g. Sampel
tempe yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam cawan porselin diperoleh
beratnya 22,8680 g, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
600oC selama 4 jam. Setelah proses pengabuan, cawan dikeluarkan dari oven dan
dimasukkan ke dalam desikator, dan setelah dingin ditimbang dan panaskan kembali dalam
oven sampai diperoleh berat akhir 20,3280 g. Tentukan % kadar abu.
Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,6440 gram
Berat cawan + sampel awal = 22,8680 gram
Berat cawan + sampel akhir = 20,7700 gram
Berat bahan awal = 2,2240 gram
Berat bahan sisa = 0,1260 gram
2) Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat, (NH4)2SO4 dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia
yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar yang
dipakai dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam
asam.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:
c. Tahap Titrasi
Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah larutan
standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai
larutan asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali
sedangkan jika dipakai larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung.
Pada metode titrasi kembali, larutan asam standar yang berlebihan setelah
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan standar NaOH. Titrasi ini
disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan ammonia
tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh
karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi
menggunakan NaOH, dengan reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,4620 gram
Berat cawan + sampel = 20,8310 gram
Berat sampel = 0,3690 gram
= 1,2998% x 6,25
= 8,1234%
Berat Minyak
Kadar Lemak Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel
Contoh :
Perhatikan data hasil penentuan kadar lemak kasar dari satu sampel pakan ikan pada table
di bawah ini.
Nama Sampel Berat Kertas Saring Berat Sampel Berat Setelah di Oven
Penyelesaian :
Bias yang ditemukan pada perhitungan tergantung pada keragaman hasil yang
diperoleh.
Pada akhir uraian materi “Analisis Proksimat Bahan Alam dan Produk
Industri.” silahkan anda pelajari secara seksama PPT materi tentang “ANALISIS
PROKSIMAT”, kemudian untuk membantu pemahaman tentang analisis
proksimat, silahkan anda perhatikan video pembelajaran pada alamat berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=xwzlWVWmMFM
Tujuan Pembelajaran
Disajikan data tentang analisis kadar air dalam bahan makanan, peserta didik dapat
menghitung kadar airnya.
Langkah pembelajaran
Tahap 1: Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Anda sebagai Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan menghadirkan
fenomena yang mengandung permasalahan, sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Misalnya dalam
analisis komposisi kimia perlu ditentukan kadar air suatu bahan makanan yang
sangat berpengaruh terhadap stabilitas penyimpanan bahan makanan tersebut. Anda
dapat mengajukan pertanyaan, anjuran membaca sumber-sumber bacaan dari
internet, buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
Tahap 2: Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah pemberian stimulasi, selanjutnya anda sebagai guru, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan perlunya penentuan kadar air dari suatu bahan makanan, kemudian
anda dapat mengarahkan siswa/kelompok untuk memilih salah satu permasalahan
yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah).
Tahap 3: Data collection (pengumpulan data)
Pada saat peserta didik akan melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi
kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Anda
dapat mengarahkan siswa atau kelompok untuk membaca literatur internet tentang
penentuan kadar air dengan metode Standar, untuk melakukan uji coba sendiri
melalui praktikum.
Tahap 4. Data processing (pengolahan data )
Anda selanjutnya mengarahkan peserta didik untuk dapat mengolah data hasil
praktikum yang telah diperoleh, lalu diarahkan agar siswa atau kelompok untuk
dapat menafsirkan hasilnya.
Tahap 5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan,dihubungkan dengan hasil data
processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
E. FORUM DSKUSI
Tahapan analisis kadar air merupakan tahapan awal analisis proksimat yang
sangat penting untuk dilakukan. Coba anda jelaskan secara rinci akan pentingnya
penentuan kadar air ini terhadap bahan suatu makanan. Carilah prosedur standar
standar tentang penentuan kadar air, kemudian tuangkan dalam bentuk alur skema
kerja. Carilah contoh jurnal atau laporan bagaimana cara perhitungan kadar air dari
data-data yang diperoleh.
F. RANGKUMAN
Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar tentang Analisisi Proksimat
Bahan Alam dan Produk Industri. Dengan demikian Anda sudah menguasai
sebagian kompetensi sebagai guru SMK yang terkait Teknik Kimia. Berikut adalah
hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam kegiatan belajar Analisisi
Proksimat Bahan Alam dan Produk Industri:
3. Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut
pada suhu tinggi (500 - 6000C). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan
terbakar dan sisanya merupakan abu. Untuk perhitungan kadar abu dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan:
Berat sisa
Kadar Abu (%) = x 100 %
Berat awal
4. Penentuan kadar protein melalui metode Kjeldahl dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu; (a) Proses destruksi (oksidasi), (b) Proses destilasi (penyulingan),
dan (c) Proses titrasi. Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan
rumus:
(Vsampel − Vblanko )x N NaOH x Ar N
Kadar N (%) =
mg sampel
5. Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor soxhlet. Untuk perhitungan kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan
persamaan:
Berat Minyak
Kadar Lemak Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel
6. Langkah metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan
semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat.
Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan
sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
Berat yang hilang selama pembakaran
Serat Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel
7. Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, BETN suatu bahan pakan sangat
tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan
lemak kasar. Hal ini disebabkan penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan
perhitungan dari zat-zat yang tersedia.
G. TES FORMATIF
1. Proses berikut berlangsung pada analisis kadar air dengan metode pengeringan,
kecuali ….
A. Penguapan air terjadi pada suhu 50-70oC dengan oven vakum
B. Selalu dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara luar
C. Penguapan air terjadi pada suhu 80-90oC dengan oven vakum
D. Dipengaruhi oleh kecepatan udara ruang pengering
E. Penguapan air terjadi pada suhu 100-110 oC dengan oven
2. Bila 0,4 gram tepung dianalisis kandungan proteinnya dengan metode Kjeldahl,
dan ternyata diperlukan 32 mL larutan HCl 0,02N untuk titrasi sampel dan 0,2
mL untuk titrasi blanko, maka % protein dalam sampel tepung
adalah…..(Faktor koreksi untuk tepung tapioka adalah 5,7)
A. 1,15 %
B. 2,23 %
C. 8,92 %
D. 12,46 %
E. 15,69 %
3. Berat sampel buah dalam cawan porselin 17,2250 g, kemudian setelah melalui
proses pemanasan dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam, diperoleh berat
konstan 15,7570 g. Jika berat konstan cawan kosong 14,4460 g, maka % kadar
air dalam sampel adalah ….
A. 89,3052%
B. 52,8248%
C. 37,8100%
D. 26,4126%
E. 13,2062%
4. Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 33,55
g. Sampel tempe yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar
2. Apriyantono, Anton.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB : Bogor
3. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods of
Analysis. Arlington: AOAC.
4. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry. 5th edition. New York: John Wiley &
Sons.
5. Day, R.A. Underwood, A.L., Iis Sofyan (Alih bahasa). 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
6. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York: W.H.
Freeman and Company.
7. Hargis, L.G. 1988. Analytical Chemistry. New Jersey: Prentice Hall.
8. Harvey, David, 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Higher Ed.
9. Jangkuru, Z. 1974. Makanan Pakan Ikan Konsumsi. Depok: Penerbit Agromedia
Pustaka.
10. Jeffery, G.H., Baset, J., Mendham, Jl., Denney, R.C. 1989. Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis. 5th edition. New York: Longman Scientific &
Technical.
11. Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
12. Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: CV Simplex.
13. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han
Pub. Korea Republic.
14. Nielson, S. S. (2003). Food analysis laboratory manual. Chips Ltd., USA.
15. Nielsen, S. S. (Ed.). (2010). Food analysis (pp. 139-141). New York: Springer.
16. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing.
17. S. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York: W.H.
Freeman and Company.
18. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 2004. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 8th edition. New York: Saunders College Publishing.
19. Slamet Sudarmaji, Bambang Haryono, Suhardi. (1981). Prosedur
Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
20. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.
21. Sahwan, F.M. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
22. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosukojo. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
23. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
24. Weaver, C. M., & Daniel, J. R. (2003). The food chemistry laboratory: a manual for
experimental foods, dietetics, and food scientists. CRC press.
KEGIATAN BELAJAR 4
ANALISIS MIKROBIOLOGI
Penulis
1
A. PENDAHULUAN
2
Gambar 4.1. a) Antony van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang mahasiswa sejarah alam
berkebangsaan Belanda yang memiliki hobi membuat mikroskop,
b) Mikroskop buatan Leeuwenhoek, dan c) Mikroskop majemuk yang dikembangkan
berdasarkan prinsip dasar mikroskop yang dikembangkan Leeuwenhoek.
Sumber: http://audinapramesti.blogspot.co.id
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
mengerjakan tes sumatif. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar 4, terutama bagian yang belum dikuasai.
3
B. Capaian Pembelajaran
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair dan
gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.
4
C. Uraian Materi
Proses identifikasi bakteri didasarkan pada berbagai macam sifat bakteri
seperti sifat biokimia, morfologi koloni, dan morfologi selnya. Pengamatan dan
pencatatan ciri morfologi serta ciri lainnya merupakan tahap pendahuluan yang
penting sebelum identifikasi. Tingkat keakuratan identifikasi bergantung pada
ketelitian dan kerja preparasi seperti pembuatan media, pembuatan reagen, pewarnaan
dan ketelitian dalam melakukan, mengamati dan mencatat hasil uji. Ketika suatu
spesies belum dapat diidentifikasi seperti spesies asing atau baru, kita dapat menduga
bahwa kultur tersebut tidak murni lagi atau kita sudah membuat kesalahan dalam
observasi dan pengamatan.
Langkah awal dalam proses identifikasi adalah pengamatan dan pencatatan ciri
morfologi serta ciri lainnya. Identifikasi bakteri didasarkan pada berbagai macam sifat
bakteri seperti sifat biokimia, morfologi koloni dan morfologi selnya. Menurut Lay
(1994), morfologi mikroorganisme berdasarkan bentuk, ukuran dan penataan biasanya
tidak cukup untuk melakukan identifikasi. Ciri lainnya seperti sifat pewarnaan, pola
pertumbuhan koloni, reaksi petumbuhan pada karbohidrat, dan penggunaan asam
amino sangat membantu dalam identifikasi mikroba. Menurut Barrow and Feltham
(1993), uji Indol-Methyl red-Voges Proskauer-Citrate (IMViC) digunakan juga
sebagai uji untuk karakteristik dari mikroorganisme.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah spesies bakteri tersebut
merupakan galur asli (wild tipe) atau telah mengalami modifikasi baik secara alami
ataupun disengaja (mutan). Proses identifikasi juga berfungsi untuk mengecek ulang
(uji konfirmasi) isolat yang telah diketahui spesies dan karakternya, sehingga dapat
memperkecil kesalahan pada hasil uji yang dilakukan.
5
a. Pengamatan morfologi sel bakteri dengan mikroskop
Bakteri yang umumnya diteliti dilaboratorium memiliki ukuran berkisar 0.5-2
µm lebarnya dan 1-5 µm untuk ukuran panjangnya. Pengukuran panjang mikroba
ditentukan dengan menggunakan mikrometer yang diletakkan pada lensa okuler
mikroskop. Adapun bentuk mikroba itu sendiri sangatlah beragam. Beberapa bentuk
mikroba diantaranya sebagai berikut:
1) Bakteri berbentuk bulat atau bola
Bakteri berbentuk bulat atau bola yang disebut dengan kokus (coccus), yang
disebut dengan kokus (coccus), yang dibedakan lagi menjadi monokokus, yaitu
mikroba yang berbentuk bola tunggal. Contohnya Neiserria gonnorhoe, penyebab
penyakit kencing nanah; diplokokus, yaitu mikroba berbentuk bola bergandengan.
Contohnya adalah Diplococcus pneumonia, penyebab penyakit pneumonia atau
radang paru-paru; sarkina, yaitu mikroba berbentuk bola berkelompok empat-
empat sehingga bentuknya mirip kubus; dan streptokokus, yaitu mikroba bentuk
bola berkelompok memanjang. Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bentuk kokus
beberapa mikroba, sedangkan pada Gambar 4.3 ditunjukkan contoh hasil
pengamatan mikroskopik Neiserria gonnorhoe yang ditumbuhkan pada media
tumbuhnya.
6
Gambar 4.3. Morfologi mikroba Neiserria gonnorhoe yang diamati
dengan menggunakan mikroskop.
Sumber: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/1556150 .
7
Gambar 4.5. Morfologi Salmonella typhy ketika diamati dengan menggunakan
(a) mikroskop cahaya dan (b) mikroskop elektron.
Sumber: (a) https://blogs.scientificamerican.com/
(b) https://sciencesource.com/
8
Gambar 4.7. Morfologi Vibrio cholerae hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop
(a) cahaya, dab (b) elektron.
Sumber; (a) httpshttps://www.gettyimages.com/
(b) http://www.bio-rad.com
Gambar 4.8. Kultur campuran yang berasal dari mikroba di udara yang ditumbuhkan pada
medium agar. Terdapat koloni yang berbeda tumbuh dalam medium tersebut.
http://www.sciencebuddies.org/mentoring/project_ideas/MicroBio_Interpreting_Plates.shtml
9
Pada Gambar 4.8 ditunjukkan sembilan jenis koloni yang berbeda nyata
secara morfologi. Tidak hanya berbeda secara warna, namun koloni-koloni tersebut
juga memiliki perbedaan ditinjau dari segi ukurannya, bentuk bagian luar, bentuk pola,
margin, keruh atau transparan, dan mengkilat atau tidaknya. Bentuk pola koloni dapat
berbentuk lingkaran, tak beraturan, berfilamen, atau rizoid (seperti akar). Ukuran
koloni dapat bervariasi dari ukuran besar, kecil, atau punctiform (jika ukurannya
kurang dari 1 mm). Beberapa morfologi koloni bakteri yang digunakan dalam proses
identifikasi bakteri pada medium padat adalah sebagai berikut.
(1) Bentuk koloni
Koloni-koloni biasanya menonjol dari permukaan medium pembiakan, dan sifat
penonjolannya dapat berbentuk datar, datar meninggi, konveks, kuncung kubah,
gong, dan berlekuk tengah (berpusat).
(2) Ukuran koloni
Ukuran koloni dapat dibedakan beraasarkan ukuran diameternya.
(3) Pola koloni
Pola rupa koloni dapat dibedakan menjadi titik, bulat, tidak rata, meseloid,
berfilamen, atau rizoid.
(4) Permukaan koloni
Permukaan koloni dapat berbentuk licin (smooth), kasar (rough), berlingkaran
(konsentris), berjari (radial)
(5) Tepi koloni
Tepi koloni dapat rata, berombak, berkeping, bergerigi, dan berfilamen.
(6) Struktur bagian tengah
(7) Warna koloni (kromogenesis)
(8) Kepadatan koloni
Contoh beberapa bentuk koloni bakteri dari mikroba akuatik dapat dipelajari lebih
lanjut pada tautan:
http://dharmawangsa.ac.id/public/upload/KOLONI%20BAKTERI.pdf.
10
2. Pewarnaan bakteri
Penamaan mikroba dirujuk dari ukuran organisme ini yang sangat kecil.
Ukuran yang kecil dari mikroba menyebabkan pengamatan terhadap bagian-bagian
kecil mikroba sulit diamati dengan menggunakan mikroskop biasa. Untuk melihat
dengan jelas bagian-bagian dari mikroba, maka dilakukan pewarnaan dengan cara
mengisi tubuh mikroba dengan zat warna. Pada umumnya terdapat dua macam zat
warna yang sering digunakan pada pewarnaan mikroba, yakni zat warna yang bersifat
asam dan zat warna bersifat basa. Prinsip dasar pewarnaan dengan zat-zat warna
tersebut adalah pertukaran ion-ion dari zat warna dengan ion-ion protoplasma.
Terdapat beberapa jenis pewarnaan yang sering digunakan untuk proses
identifikasi mikroba secara fisis, diantaranya:
a) Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana dilakukan untuk dengan tujuan untuk melihat bentuk dan
ukuran mikroba yang ingin diidentifikasi. Pada pewarnaan ini juga akan
terbedakan antara mikroba dengan benda-benda mati lainnya yang bukan
merupakan mikroba. Pewarnaan ini disebut sederhana karena dalam proses
pewarnaannya hanya menggunakan satu bahan cat yang dilarutkan dalam pelarut
tertentu yang sesuai. Bahan-bahan yang sering digunakan untuk pewarnaan
sederhana diantaranya karbol fuksil, kristal violet, dan metilen biru.
b) Pewarnaan Diferensial
Berbeda dengan pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial menggunakan lebih
dari satu macam cat. Pada pewarnaan diferensial, bahan-bahan yang digunakan
adakalanya terpisah atau dicampur menjadi satu larutan. Salah satu pewarnaan
bakteri yang umum digunakan dengan teknik ini adalah pewarnaan Gram.
Pewarnaan lainnya adalah pewarnaan tahan asam, contohnya pewarnaan Ziehl-
Naelsen.
a) Penyiapan sediaan (preparat) untuk pewarnaan
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penyiapan sediaan
untuk proses pewarnaan, yaitu:
[1]. Membersihkan kaca objek dari kotoran lemak yang mungkin menempel
dengan menggunakan alkohol 70%.
11
[2]. Beri tanda bagian ujung kaca objek di bagian permukaan yang tidak akan
diwarnai
[3]. Buat film pada permukaan yang telah dibersihkan dengan menggunakan
jarum ose.
[4]. Keringkan film di udara atau hawa hangat dari api gas.
[5]. Lakukan fiksasi dengan cara menyentuhkan permukaan kaca objek tiga
kali pada ujung api bensin.
[6]. Dinginkan dan lakukan pewarnaan.
c) Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram ditemukan pertama kali oleh Cristian Gram (1884).
Pewarnaan Gram merupakan identifikasi penting dalam identifikasi
mikroorganisme, karena dengan menggunakan pewarnaan Gram Anda akan
mengetahui apakah bakteri yang diidentifikasi termasuk kelompok bakteri
gram positif atau gram negatif.
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pewarnaan gram, yaitu:
(1) Spesimen diusapkan ke kaca objek yang telah dibersihkan lalu
dikeringkan di atas api selama beberapa detik.
(2) Siram kaca objek dengan menggunakan larutan zat warna karbol
gentinviolet (karbol kristal violet atau karbometilviolet) dan biarkan
selama kurang lebih 30 detik.
(3) Bilas dengan menggunakan air mengalir
(4) Siram kemudian dengan larutan iodium dan biarkan terendam selama
kurang lebih 30 detik. Pada tahapan ini semua bakteri yang ingin
diidentifikasi akan memiliki warna ungu.
(5) Lakukan decolorisasi dengan menggunakan alkohol atau alkohol dengan
aseton sampai semua zat warna pada film tampak luntur selama 20 detik.
(6) Bilas kembali dengan air, kemudian rendam sediaan dengan pewarna
kontras (counterstain) seperti safranin (basic fushin), pironin selama 20
detik.
(7) Catat perbedaan hasil pewarnaan bakteri. Jika setelah dilakukan
dekolorisasi dengan aseton dan alkohol, zat warna ungu tetap bertahan
dalam tubuh bakteri tersebut, maka bakteri tersebut termasuk bakteri
12
Gram positif. Sebaliknya, bakteri yang tidak dapat menahan zat warna
setelah dikolorisasi dengan alkohol dan aseton dan kembali menghasilkan
sediaan yang tidak berwarna disebut Gram negatif. Pada Gambar 4.9
ditunjukkan ilustrasi pewarnaan Gram. Tentu saja pewarnaan ini tidak
mutlak, karena reaksi ini dapat berubah tergantung pada umur biakan
mikroba, pH medium yang digunakan, dan beberapa faktor lainnya.
Namun demikian pewarnaan Gram tetap menjadi identifikasi awal yang
umum dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri gram positif
dan gram negatif.
13
Gambar 4.10. Perbedaan struktur bakteri gram negatif dan gram positif.
Sumber: https://perbedaanterbaru.blogspot.com
14
(5) Jika setelah akhir pewarnaan diperoleh hasil berwarna merah, maka
bakteri tersebut adalah Mikobakterium, sedangkan bakteri lainnya akan
menghasilkan warna biru pada tahapan akhir proses pewarnaan.
Pada Gambar 4.11 ditunjukkan skema pewarnaan tahan asam, serta
karakateristik akhir warna bakteri setelah penambahan zat warna kontras
metilen biru.
15
a. Reaksi Fermentasi.
Reaksi fermentasi dilakukan terhadap jenis-jenis gula yang termasuk
golongan monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Perlu diperhatikan dalam hal
penggunaan indikator, bahwa pemilihannya harus disesuaikan dengan keadaan pH
medium pembiakan yang berubah akibat fermentasi. Bila fermentasi mengakibatkan
terbentuknya asam, pH medium akan lebih rendah dari pH semula, dan penurunan ini
tergantung pada jumlah asam yang terbentuk dan jenis bakteri yang mengadakan
fermentasi. Bila pH turun sampai 6,0 dan indikator yang dipakai merah fenol (phenol
red), akan tampak bahwa medium yang tadinya merah berubah menjadi kuning. Tetapi
bila dipakai indikator merah metil (methyl red), maka pH 6,0 indikator ini belum
memperlihatkan perubahan yang nyata. Baru pada pH yang jauh lebih asam, merah
metil tampak merah, sehingga bagi bakteri yang tidak membentuk asam sebanyak ini,
hasilnya dapat dibaca negatif, walaupun ada fermentasi.
Karena jenis gula dalam reaksi fermentasi ini banyak, maka untuk
menghindarkan kekeliruan tiap jenis gula diberi sandi warna, biasanya pada tutup
tabung, misalnya kuning untuk glukosa, ungu untuk laktosa, merah untuk maltosa, dan
biru untuk sakarosa. Selain reaksi deret aneka gula, masih dilakukan reaksi-reaksi
biokimia lainnya, baik untuk keperluan khusus atau untuk keperluan diferensiasi.
Untuk bakteri golongan koliform ditambahkan suatu deret khusus untuk diferensiasi,
yaitu deret IMViC. Singkatan ini berasal dari huruf I dari indol, M dari metilmerah, Vi
dari Voges – Prauskauer dan C dari “citrate” (sitrat). Maksud dari pemeriksaan ini
adalah untuk mengadakan diferrensiasi jenis-jenis bakteri dari golongan koliform,
yang penting artinya dalam pemeriksaan air. (1) Pemerikasaan Indol dimaksudkan
untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhannya bakteri dalam bentuk indol
dari triptofan. Adanya pembentukan indol dapat diketahui dengan regens Ehrlich atau
Kovacs, yang mengakibatkan medium berwarna merah. Indol dibentuk dari asam
triptofan sebagai hasil aktivitas hidrolisis beberapa spesies bakteri. Dalam hal ini yang
perlu diperhatikan dalam medium pembiakan hanya digunakan pepton yang
mengandung asam amino. (2) Metil Merah. Pengujian dengan metil merah dilakukan
untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk asam sedemikian banyaknya
sehingga dapat mengubah indikator metil merah menjadi merah. Beberapa jenis
bakteri dapat membentuki asam tetapi tidak cukup banyak untuk dapat mengubah
indikator dan penurunan pH sampai 5,0, pada umumnya sudah menghambat
16
kelanjutan hidup mikroorganisme. Sedang bakteri seperti Escherichia coli dapat
memberikan hasil pengujian positif karena dapat menurunkan hasil pengujian positif
dan dapat menurunkan pH sampai di bawah 4,5. Sebaliknya Klebsiella aerogenes
mengadakan dekarbolsilasi dan kondensasi asam piruvat untuk membentuk
asetilmetilkarbinol, sehingga pH meningkat, dan bila ditambahkan metil merah
warnanya menjadi kuning, yang berarti hasil pengujian negatif. Pengujian seharusnya
jangan dilakukan sebelumbiakan berumur dua hari pada suhu 370C atau tiga hari pada
suhu 300C. Reaksi ini tidak dapat dipercepat dengan meningkatkan kadar glukosa
dalam medum. (3) Voges-Proskauer. Menurut Voges-Proskauer pengujian yang
dilakukannya adalah untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhan organisme
terbentuk asetilmetilkarbonil sebagai produk-antara (intermediate product) dari proses
metabolisme karbohidrat. Asetimetilkarbinol dalam lingkungan yang mengandung
potasium hidroksida dan udara, teroksidasi menjadi senyawa ini dengan alfa-naftol
dan inti guanidin dari asam-aminoorganina (dari pepton) menghasilkan warna merah.
Reaksi ini harus dilihat dalam waktu lebih dari empat jam setelah ditambah reagens.
Cara melakukan pengujian ini adalah sebagai berikut.
17
c. Hidrolisis Urea
Genus Proteus dapat dibedakan dari beberapa bakteri Gram negatif lain karena
kesanggupannya menghasilkan banyak enzim urease. Bila dalam biakan terdapat
urease, urea hidrolisis, sehingga terbentuk amonia yang mengubah warna indikator
dari kuning menjadi merah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat medium
pembiakan diinkubasi di atas pengangas air.
d. Uji Eijkman
Bahan pemeriksaan yang diduga mengandung Escherichia coli ditanam ke
dalam bulyon “brilliant green” atau bulyon MacConkey dengan tabung Durham.
Pengeraman dilakukan pada suhu 44 + 0,20C selama 24 jam. Escherichia coli adalah
salah satu organisme yang dapat menghasilkan gas pada suhu tersebut.
e. Pengujian Optokhin
Pengujian ini digunakan untuk membedakan Pneumokokus yang sensitif
terhadap optokhin dan steptokokus yang resisten terhadap zat ini. Di atas lempeng
agar darah yang telah ditanam diletakkan cakram kertas optokhin, kemudian
dieramkan semalam. Selanjutnya diperiksa terhadap pembentukan daerah hambat
tumbuh.
f. Pengujian Fosfatase
Beberapa bakteri, seperti Staphyllococcus aureus, dapat memecah ester fosfat.
Untuk mengetahui hal ini lempeng agar fenolftalein fosfat ditanam dan dieramkan
semalam. Medium pembiakan kemudian dikenakan uap amonia secara berhati-hati.
Koloni-koloni yang menghasilkan fosfatase berubah menjadi merah.
Pada Tabel 4.1 dan 4.2 ditunjukkan contoh hasil pengamatan morfologi beberapa
koloni bakteri yang berhasil diisolasi dari teluk semi tertutup (lebih dikenal dengan
Laguna) di perairan Lombok yang dilakukan oleh Maruni dkk. (2017).
18
Tabel 4.1. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia Aeromonas schubertii
Tabel 4.2. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia Bacillus subtilis
19
4. Analisis jumlah mikroba dengan metode instrumentasi
Secara garis besar terdapat dua cara dalam penentuan jumlah bakteri yang ada
dalam bahan pemeriksaan, yakni dengan perhitungan langsung (direct count) dan
perhitungan tidak langsung (indirect count). Secara rinci dalam Kegiatan belajar 4 ini
Anda akan mempelajari mengenai teknik perhitungan bakteri yang menggunakan
colony counter, spektrofotometer, dan haematosimeter.
20
Gambar 4.12. Contoh Alat Colony Counter.
Sumber:https://www.indiamart.com/proddetail/colony-counter-4216086097.html
21
secara aseptik atau dalam kondisi steril agar tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri
lainnya yang tidak diinginkan.
Pada pengujian dengan metode pour plate, kultur/sampel mikroba yang
digunakan harus dapat bertahan hidup pada saat media agar dengan suhu sekitar 45 ºC
ditambahkan. Keuntungan metode pour plate adalah sebagai berikut:
[1]. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung.
[2]. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
[3]. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk
[4]. Mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penambahan spesifik.
22
oleh alkohol kemudian dipanaskan dengan api bunsen. Perlu diingat, batang drugal,
yang masih panas akibat pemanasan dengan api bunsen, dapat merusak media agar,
sehingga harus didinginkan terlebih dahulu dengan meletakkannya di atas api bunsen
dengan jarak sekitar 15 cm. Pada Gambar 4.13 ditunjukkan ilustrasi penggunaan
batang Drugal pada teknik metode sebar. Secara lengkap teknik bagaimana melakukan
kedua teknik dapat dilihat pada tautan http://slideplayer.com/slide/5913427/;
https://www.youtube.com/watch?v=D0bxQkzzqpI
Di dalam penggunaan metode cawan sebar dan cawan tuang sangat penting
jika jumlah koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak. Hal ini
dikarenakan apabila pada cawan petri ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel
tidak dalam bentuk koloni yang tunggal, sehingga dapat menyebabkan perhitungan
yang salah. Jumlah koloni yang sangat sedikit juga tidak diharapkan karena secara
statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah koloni ini sangat rendah. Pada Gambar
4.14 ditunjukkan ilustrasi dari metode cawan tuang dan metode cawan sebar. Tentunya
dalam melakukan identifikasi-identifikasi tersebut Anda harus juga mengetahui
tentang bagaimana membuat media tumbuh mikroba, jenis-jenis media serta fungsi
masing-masing media tumbuh tersebut. Untuk memperkaya pemahaman Anda tentang
media tumbuh mikroba, pelajari tautan berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=cneascR3OEc.
23
Gambar 4.14. Ilustrasi metode cawan tuang dan cawan sebar dalam penyiapan perhitungan
jumlah koloni bakteri yang dapat tumbuh dalam media.
Sumber: Black, J.G. Microbiology principles and exploration, 2015.
24
Gambar 4.15. Prinsip kerja spektrofotometri pada pengukuran jumlah sel bakteri.
Sumber modifikasi gambar: http://google.co.id
25
Gambar 4.16. Skema ilustrasi penentuan jumlah sel bakteri dengan Alat Haemocytometer.
Sumber: http://slideplayer.info/slide/1906097/
26
yang tumbuh berada pada kisaran 30-300 koloni. Penguasaan teknik pengenceran pun
menjadi salah satu keterampilan yang harus dikuasai dalam melakukan penentuan
jumlah sel dengan teknik TPC, karena untuk menumbuhkan koloni dengan rentang
jumlah yang dapat dihitung (kisaran 30-300 koloni/plate) perlu dilakukan
pengenceran. Bagaimana cara menghitung jumlah mikroba dengan teknik TPC? Pada
Tabel 4.3 disajikan data jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing
media padat dari kultur dengan pengenceran tertentu. Tentukan jumlah mikroba yang
terdapat dalam inoculum awal.
Tabel 4.3. Jumlah koloni bakteri pada setiap kultur pengenceran tertentu.
No. Cawan Pengenceran Jumlah koloni teramati
4. 4 10.000x 32 koloni
5. 5 100.000x 4 koloni
Berdasarkan data pada Tabel 4.3, maka jumlah koloni yang sesuai untuk perhitungan
dengan TPC adalah plate no. 4, karena memiliki rentang jumlah koloni antara 30-300
koloni per plate. Perhitungan jumlah sel dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
Berdasarkan persamaan di atas, maka jumlah mikroba dalam inokulum awal adalah
32 x 10.000=320.000 mikroba/mL.
27
D. Contoh Penerapan strategi pembelajaran dengan TPACK
Perkembangan teknologi abad ke-21 menjadi hal niscaya untuk dipungkiri
termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai seorang calon guru/guru teknik kimia
tentunya hal ini juga menuntut Anda untuk mampu menerapkan pembelajaran yang
memadukan teknologi, pedagogik, dan konten pengetahuan teknik kimia (TPACK).
Berikut ini adalah contoh strategi pembelajaran model blended learning.
Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat menganalisis prinsip dasar identifikasi
bakteri menggunakan teknik pewarnaan
Langkah Pembelajaran
Pada langkah pertama, yaitu seeking of information Anda dapat memulai
pembelajaran dengan cara meminta siswa untuk melakukan proses eksplorasi konsep
tentang identifikasi bakteri dengan teknik pewarnaan gram melalui berbagai
pertanyaan yang apa, bagaimana, dan mengapa pewarnaan gram dapat mencirikan
bakteri gram negatif dan positif. Pada kegiatan pencarian informasi ini Anda dapat
memfasilitasi ekplorasi konsep sains tersebut melalui kegiatan pembelajaran tatap
muka (face to face) di kelas maupun melalui pembelajaran berbasis TIK (online).
Misalnya Anda dapat meminta siswa untuk berselancar ke situs web yang relevan yang
membahas mengenai identifikasi bakteri dengan pewarnaan gram.
Pada langkah kedua, yaitu acquisition of information, Anda akan meminta siswa
untuk melakukan interpretasi dan elaborasi informasi. Pada kegiatan ini, Anda akan
membimbing siswa untuk melakukan kegiatan eksperimen dengan diawali kegiatan
inventarisasi informasi, interpretasi, dan elaborasi konsep. Dalam tahapan ini juga
Anda akan memfasilitasi siswa untuk melalukan elaborasi informasi tersebut dari
berbagai sumber informasi yang tersedia dan kemudian mendorong siswa untuk
mengkomunikasikan hasil elaborasi ide-idenya tersebut secara tatap muka (face to
face) maupun menggunakan fasilitas TIK (online). Pada kegiatan akhir tahap kedua,
Anda akan membantu siswa untuk melakukan scaffolding dan penguatan konsep.
Pada langkah ketiga, Anda akan membimbing siswa untuk melakukan konstruksi
pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi (synthesizing of knowledge).
28
E. Forum Diskusi
Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang materi yang telah dipelajari pada
Kegiatan Belajar 4 maka kerjakanlah tugas berikut!
Petunjuk
Sebagai bahan referensi, silahkan Anda kunjungi tautan di bawah untuk memperoleh
penjelasan mengenai identifikasi morfologi koloni bakteri.
http://www.sciencebuddies.org/mentoring/project_ideas/MicroBio_Interpreting_Plat
es.shtml
Rubrik penilaian
Supaya tugas yang Anda kerjakan menjadi terarah dan Anda dapat menyelesaikan
tugas tersebut dengan baik, maka gunakanlah rubrik penilaian berikut untuk mengukur
keberhasilan Anda dalam memahami materi.
Aspek penilaian:
1. Menganalisis sterilitas medium (20%)
2. Merancang percobaan (20%)
29
3. Melakukan percobaan (20%)
4. Mencatat hasil pengamatan morfologi koloni bakteri (20%)
5. Melakukan identifikasi untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan
perbandingan dengan referensi. (20%)
F. RANGKUMAN
Selamat, Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 4 mengenai analisis
mikrobiologi. Dengan demikian Anda telah menguasai kompetensi guru kimia yang
menguasai teknik analisis dasar mikrobiologi. Hal-hal penting yang telah Anda
pelajari dalam kegiatan belajar 1 adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi bakteri merupakan langkah penting dalam penentuan bakteri yang
ingin kita ketahui. Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan mengamati ciri-ciri
fisika dan sifat biokimia yang dimiliki oleh setiap bakteri.
2. Identifikasi bakteri berdasarkan sifat fisika dilakukan dengan mengamati bentuk
morfologi bakteri.
3. Bentuk bakteri terdiri atas bermacam-macam, yaitu berbentuk bola (kokus),
batang (basil), dan spiral. Bakteri berbentuk kokus dibedakan kembali menjadi
monokokus, diplokokus, sarkina, dan streptokokus. Bakteri bentuk batang
dibedakan berdasarkan bentuknya menjadi basil tunggal, diplobasil, dan
streptobasil. Adapun bakteri bentuk spiral dibedakan menjadi spiral, vibrio, dan
spiroseta.
4. Identifikasi lain yang didasarkan pada sifat fisika bakteri adalah pewarnaan..
Berdasarkan jumlah zat warna yang digunakan, pewarnaan dikelompokkan
menjadi pewarnaan sederhana dan diferensial. Jenis pewarnaan diferensial yang
paling umum dilakukan untuk sampel-sampel yang tidak diketahui adalah
pewarnaan Gram atau pewarnaan tahan asam (Ziehl-Naelsen).
5. Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dikelompokkan menjadi bakteri gram
positif dan bakteri negatif. Bakteri gram positif dicirikan dengan dihasilkannya
warna biru pada penambahan zat warna kontras (safranin), sedangkan bakteri
gram negatif berubah menjadi merah.
6. Identifikasi bakteri secara fisika untuk beberapa bakteri tidak berhasil
memberikan hasil pengamatan yang berbeda, sehingga pengujian lanjutan secara
30
biokimia perlu dilakukan. Pada identifikasi ini, sel bakteri ditumbuhkan pada
medium cair untuk kemudian dilakukan pengujian. Selain itu isolasi dalam
keadaan murni pada koloni itu digunakan untuk mengetahui reaksi fermentasi
terhadap jenis-jenis gula yang termasuk golongan monosakarida, disakarida, dan
polisakarida.
7. Selain reaksi deret aneka gula, masih dilakukan reaksi-reaksi biokimia lainnya,
baik untuk keperluan khusus atau untuk keperluan diferensiasi. Untuk bakteri
golongan koliform ditambahkan suatu deret khusus untuk diferensiasi, yaitu deret
IMViC. Singkatan ini berasal dari huruf I dari indol, M dari metilmerah, Vi dari
Voges – Prauskauer dan C dari “citrate” (sitrat).
8. Secara garis besar terdapat dua cara dalam penentuan jumlah bakteri yang ada
dalam bahan pemeriksaan, yakni dengan perhitungan langsung (direct count) dan
perhitungan tidak langsung (indirect count).
9. Perhitungan koloni total pada lempeng biakan (total plate count, TPC)
menghitung hanya pada bakteri yang hidup, sehingga cara ini dikenal juga dengan
‘metode perhitungan bakteri hidup’. Pada metode ini, penentuan jumlah bakteri
dapat dibantu dengan menggunakan alat, yaitu colony counter.
10. Colony counter adalah alat untuk menghitung jumlah koloni bakteri atau
mikroorganisme dalam cawan petri yang biasanya dilengkapi dengan pencatat
elektronik.
11. Penentuan jumlah bakteri dengan metode lempeng total dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu metode cawan tuang (pour plate) dan cawan sebar (spread
plate).
12. Pada metode cawan tuang, mikroba ditumbuhkan dalam media agar dengan cara
mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri sehingga
sel-sel tersebut tersebar merata dan diam baik dipermukaan atau di dalam agar.
13. Metode cawan sebar adalah suatu teknik menumbuhkan mikroorganisme di dalam
media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di atas media agar yang
telah memadat.
14. Metode turbidimetri merupakan salah satu cara penentuan jumlah sel bakteri yang
didasarkan pada tingkat kekeruhan. Jumlah sel bakteri dihitung sebagai serapan
cahaya (absorbansi) pada panjang gelombang yang sesuai dengan mikroba yang
31
ditentukan. Berbeda dengan teknik lempeng total, pada metode ini jumlah sel
dihitung sebagai jumlah total sel hidup dan sel mati.
15. Haemocytometer adalah alat yang berfungsi untuk menghitung jumlah sel serta
partikel mikroskopis lainnya.
G. TES FORMATIF
1. Bakteri memiliki bentuk yang bervariasi. Sketsa dari berbagai bentuk bakteri yang
digambarkan oleh Leewenhoek pada gambar di bawah secara berturut-turut
adalah....
3. Selain morfologi sel dan pewarnaan, pola pertumbuhan koloni dalam suatu
medium padat digunakan untuk memeriksa pertumbuhan bakteri sekaligus ciri
yang dapat kita gunakan dalam menentukan karakteristik morfologi koloni suatu
bakteri. Istilah bentuk permukaan koloni yang ditunjukkan di bawah adalah....
A. Rata
B. Timbul datar
32
B. 1.37 x 107 CFU/mL
C. 1.37 x 105 CFU/mL
D. 1.37 x 104 CFU/mL
E. 1.37 x 102 CFU/mL
H. DAFTAR PUSTAKA
1. McKane,L. And Kandell,J.(1996), Microbiology, Essential and Aplications, New
York: McGraw-Hill Inc.
2. Pelczar M.J. and E.C.S. Chan, diterjemahkan oleh Hadioetomo R.S. dkk. ,(2008),
Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 1 dan 2. Jakarta: UI-Press.
3. Koes Irianto. (2007). Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme, jilid 1 dan
2. Bandung: Yrama Widya.
4. Maruni, dkk. (2017), karakteristik morfologi, koloni dan biokimia bakteri yang
diisolasi dari sedimen laguna perindukan nyamuk. Jurnal Kesehatan Prima (11)
No.2.
5. Schlegel, H.G. dan K. Schmidt. 2000. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press.
6. Asriyah. 2010. Hitung Jumlah Bakteri Metode Pour Plate.
http://nanaasriyah.blogspot.com/hitung-jumlah-bakteri-metode-pourplate/,
diakses pada tanggal 7 Maret 2013.
7. Berazandeh, N. 2008. Microbiologi Titles. Jerman. Springer. Verlag Berlin
Heidelberg Media. pp 9-11.
8. Dwee, P. 2010. Bakteri Coliform Fekal.
http://www.bangkoyoy.com/2010/10/bakteri-coliform-fekal-coliform/, diakses
pada tanggal 7 Maret 2013.
9. Marasahi. 2011. Pengenalan Alat Mikrobiologi Dasar.
http://Sarifmahasari.wordpress.com/ pengenalan-alat-mikrobiologidasar/, diakses
pada tanggal 7 Maret 2013.
35
10. Prescott, L.M. 2002. Prescott-Harley-Klein: Microbiology 5th Edition. USA: The
McGrawth-Hill Companies.
TUGAS AKHIR
Setelah mempelajari uraian materi Modul 5 tentang Metode Analisis Kimia untuk Fase
Padat dan Fluida (Cair dan Gas) dan Mikrobiologi, tugas Anda adalah mencari metode
SNI analisis kimia untuk sampel padat, cair, dan gas dengan topik yang sedang ramai
dibicarakan di media massa atau media sosial masing-masing satu. Buat langkah
kerjanya secara rinci.
TES SUMATIF
1. Seorang siswa melakukan salah satu langkah uji kualitatif proksimat dari bahan
alam, diketahui senyawa yang dianalisis mengandung gugus –OH. Maka
dilakukan uji Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform
menghasilkan larutan berwarna merah ketika ditambahkan piridin ke dalam
larutan proksimat dalam kloroform. Berdasarkan data tersebut proksimat
mengandung senyawa….
A. Alkohol primer
B. Alkohol sekunder
C. Alkohol tertier
D. Fenol
E. Polialkohol
36