Anda di halaman 1dari 133

DAR2/PROFESIONAL/838/5/2019

PENDALAMAN MATERI TEKNIK KIMIA

MODUL 5
METODE ANALISIS KIMIA UNTUK FASE
PADAT, FLUIDA DAN MIKROBIOLOGI

Penulis:
i Drs. Hokcu Suhanda, M.Si
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan bimbingan-Nya sehingga modul Metode Analisis Kimia dan Mikrobiologi
dapat diselesaikan. Modul ini merupakan modul ke-5 dari serial pendalaman materi
Teknik Kimia sebagai sumber belajar kegiatan Pendidikan Profesi Guru (PPG)
yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan


kepada seluruh tim penyusun, atas segala pemikiran dan usaha kerasnya selama
pembuatan modul. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Direktorat
Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan serta
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan modul ini, serta
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama dilakukan
penulisan.

Kritik dan saran dari semua pihak selalu terbuka untuk penyempurnaan modul
ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia, khususnya peningkatan kualitas guru-guru Teknik Kimia.

Bandung, 30 Oktober 2019

Tim Penulis Modul

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
PENGANTAR MODUL ix

KEGIATAN BELAJAR 1 1
A. PENDAHULUAN 2
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 3
C. URAIAN MATERI 5
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimia 5
a. Pembakaran 5
b. Reaksi dengan Brom 5
c. Reaksi dengan Kalium Permanganat 7
2. Analisis Gugus Fungsi Melalui Reaksi Senyawa Organik 7
a. Alkohol dan Fenol 8
b. Aldehid dan Keton 11
3. Analisis reaksi kimia dan pembuatan etanol, ester, dan asam 15
karboksilat skala laboratorium
a. Pembuatan Senyawa Etanol 15
b. Pembuatan Senyawa Asam Karboksilat 15
c. Pembuatan Senyawa Ester 18
4. Metode-metode yang digunakan untuk analisis/identifikasi 20
gugus fungsi
a. Ikatan tak jenuh 21
b. Gugus karbonil 22
c. Gugus alkohol 22
D. CONTOH PENERAPAN PCK 24
E. FORUM DISKUSI 25
F. RANGKUMAN 27
G. TES FORMATIF 28
H. DAFTAR PUSTAKA 31

KEGIATAN BELAJAR 2 33
A. PENDAHULUAN 34
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 35
C. URAIAN MATERI 36
1. Metode Analisis Kimia 37
2. Metode Analisis Kimia Untuk Fase Padat dan Fluida 40
a. Analisis pupuk anorganik (pupuk urea dan pupuk NPK) 41
b. Penentuan total suspended solid (TSS) secara Gravimetri 51

iii
c. Penentuan kadar oksigen terlarut (DO/BOD) secara
iodometri (modifikasi azida) 53

3. Analisis Bilangan Iod, Bilangan Peroksida dan Bilangan


Penyabunan dalam Sampel 56
a. Bilangan Iod 57
b. Bilangan Peroksida 59
c. Bilangan Penyabunan 61
D. CONTOH PENERAPAN PCK 63
E. FORUM DISKUSI 64
F. RANGKUMAN 65
G. TES FORMATIF 66
H. DAFTAR PUSTAKA 69

KEGIATAN BELAJAR 3 71
A. PENDAHULUAN 72
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 73
C. URAIAN MATERI 74
1. Pengertian, Kelebihan dan Kelemahan Analisis Proksimat 74
2. Penyiapan Sampel Untuk Analisis Proksimat 77
a. Homogenitas sampel 78
b. Cara pengambilan sampel 78
c. Jumlah sampel 79
d. Penanganan sampel 79
e. Prosesing sampel 79
3. Analisis Proksimat 82
a. Penentuan Kadar Air 82
b. Penentuan Kadar Abu 87
c. Penentuan Kadar Protein Kasar 89
d. Penentuan Kadar Lemak Kasar 94
e. Penentuan Kadar Serat Kasar 96
f. Penentuan Kadar BETN 99
D. CONTOH PENERAPAN PCK 100
E. FORUM DISKUSI 101
F. RANGKUMAN 102
G. TES FORMATIF 103
H. DAFTAR PUSTAKA 106

KEGIATAN BELAJAR 4 107


A. PENDAHULUAN 108
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN 110
C. URAIAN MATERI 111
1. Identifikasi Bakteri Secara Fisika 111
a. Pengamatan morfologi sel bakteri dengan mikroskop 112

iv
b. Pengamatan morfologi koloni bakteri dengan mata 115
langsung
2. Pewarnaan Bakteri 117
a. Pewarnaan Sederhana 117
b. Pewarnaan Diferensial 117
c. Pewarnaan Gram 118
d. Pewarnaan tahan asam 120
3. Identifikasi mikroba secara biokimia 121
a. Reaksi Fermentasi 122
b. Uji Pembentukan Oksidase 123
c. Hidrolisis Urea 124
d. Uji Eijkman 124
e. Pengujian Optokhin 124
f. Pengujian Fosfatase 124
4. Analisis jumlah mikroba dengan metode instrumentasi 126
a. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan colony 126
counter
b. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan metode 130
spektrofotometri
c. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan 131
Haemocytometer
d. Contoh Penetuan jumlah sel menggunakan teknik TPC 132
D. CONTOH PENERAPAN PCK 133
E. FORUM DISKUSI 134
F. RANGKUMAN 136
G. TES FORMATIF 138
H. DAFTAR PUSTAKA 141
I. TUGAS 141
J. TES SUMATIF 142
K. KUNCI JAWABAN FORMATIF 148
L. KUNCI JAWABAN SUMATIF 149

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Contoh kegiatan analisis dilaboratorium 36

Gambar 3.1. Contoh beberapa bahan makanan kacang-kacangan 74

Gambar 3.2. Bagan alir analisis proksimat 75

Gambar 3.3. Skema analisis bahan kering sampel 80

Gambar 3.4 (a) Cawan penguapan, (b) Oven Udara, (c) Desikator 85

Gambar 3.5. Alat Dekstruksi 91

Gambar 3.6. Alat ekstraktor soxhlet 95

Gambar 3.7. Partisi bahan pakan berdasarkan kelarutannya 97

Gambar 4.1. a) Antony van Leeuwenhoek (1632 -1723), seorang 109


mahasiswa sejarah alam berkebangsaan Belanda yang
memiliki hobi membuat mikroskop, b) Mikroskop buatan
Leeuwenhoek, dan c) Mikroskop majemuk yang
dikembangkan berdasarkan prinsip dasar mikroskop yang
dikembangkan Leeuwenhoek

Gambar 4.2. Bentuk-bentuk bakteri kokus 112

Gambar 4.3. Morfologi mikroba Neiserria gonnorhoe yang diamati 113


dengan menggunakan mikroskop

Gambar 4.4. Ilustrasi bentuk-bentuk basil dari mikroba 113

Gambar 4.5. Morfologi Salmonella typhy ketika diamati dengan 114


menggunakan (a) mikroskop cahaya dan (b) mikroskop
elektron

Gambar 4.6. Variasi bentuk pada mikroba berbentuk melilit (spiral) 114

Gambar 4.7. Morfologi Vibrio cholerae hasil pengamatan dengan 115


menggunakan mikroskop (a) cahaya, dan (b) elektron

Gambar 4.8. Kultur campuran yang berasal dari mikroba di udara yang 115
ditumbuhkan pada medium agar. Terdapat koloni yang
berbeda tumbuh dalam medium tersebut.

vi
Gambar 4.9. Ringkasan pewarnaan Gram bakteri 119

Gambar 4.10. Perbedaan struktur bakteri gram negatif dan gram positif. 120

Gambar 4.11. Ringkasan skema pewarnaan tahan asam 121

Gambar 4.12. Contoh Alat Colony Counter 127

Gambar 4.13. Teknik penggunaan batang L (drugan) pada proses 129


penyebaran inokulum ke medium padat

Gambar 4.14. Ilustrasi metode cawan tuang dan cawan sebar dalam 130
penyiapan perhitungan jumlah koloni bakteri yang dapat
tumbuh dalam media

Gambar 4.15. Prinsip kerja spektrofotometri pada pengukuran jumlah sel 131
bakteri.

Gambar 4.15. Skema ilustrasi penentuan jumlah sel bakteri dengan Alat 132
Haemocytometer

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Beberapa contoh uji untuk gugus fungsional dan hasil
reaksi positifnya 24
Tabel 2.1. Standar mutu minyak kelapa 56

Tabel 3.1. Komponen berbagai fraksi hasil analisis proksimat 75

Tabel 3.2. Masalah utama dari sistem WEENDE untuk serat kasar, 77
ekstrak eter dan BETN

Tabel 4.1. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia 125


Aeromonas schubertii

Tabel 4.2. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia 125


Bacillus subtilis

Tabel 4.3. Jumlah koloni bakteri pada setiap kultur pengenceran 133
tertentu.

viii
PENGANTAR MODUL

Selamat anda telah menyelesaikan pembelajaran dengan baik dari Modul 1


sampai dengan Modul 4. Khususnya pada pembelajaran Modul 4, Anda telah
mengenal berbagai macam metode analisis kimia, mulai dari analisis kualitatif,
analisis kuntitatif, baik secara konvensional maupun secara modern/instrumental.
Pada Modul 5 ini, kita akan mengaplikasikan metode-metode analisis yang sudah
anda pelajari pada zat organik maupun anorganik yaitu dari bahan alam maupun
produk industri untuk fase padat dan fluida (cair dan gas) serta analisis
mikrobiologi.
Modul ini dikemas dalam empat kegiatan belajar yang disusun dengan
urutan sebagai berikut:
Kegiatan Belajar 1: Analisisi Bahan Organik Fasa Padat dan Fluida
Kegiatan Belajar 2: Analisisi Bahan Anorganik Fasa Padat dan Fluida
Kegiatan Belajar 3: Analisisi Proksimat Bahan Alam dan Produk Industri
Kegiatan Belajar 4: Analisisi Mikrobiologi
Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka pada bagian awal
setiap Kegiatan Belajar diberikan pendahuluan yang memuat deskripsi, relevansi
dan panduan belajar serta capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran.
Selanjutnya, diberikan uraian materi, contoh strategi pembelajaran dengan
menerapkan TPACK, forum diskusi, rangkuman dan tes formatif. Pada akhir dari
Kegiatan Belajar 4 terdapat tugas akhir dan tes sumatif serta kunci jawaban tes
formatif dan tes sumatif.

ix
KEGIATAN BELAJAR 1

ANALISIS BAHAN ORGANIK FASA PADAT


&
FLUIDA

Penulis

Dr. Iqbal Musthapa, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


2019

1
A. PENDAHULUAN
Senyawa organik, merupakan senyawa kimia yang dibangun oleh unsur karbon
dan hidrogen sebagai unsur utamanya. Tidak semua unsur pada sistem periodik dapat
membentuk ikatan dengan unsur karbon. Unsur yang dapat membentuk ikatan dengan
unsur karbon adalah unsur hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sesama unsur karbon, dan
karena dapat membentuk ikatan dengan sesama unsur karbon maka unsur karban dapat
membentuk rantai yang dikenal sebagai rantai karbon.
Selanjutnya, adanya kekhasan pada atom karbon, mengakibatkan karbon dapat
membentuk ikatan kovalen dlam bentuk ikatan tunggal, rangkap dua, dan rangkap tiga.
Kemudian adanya kemampuan berikatan dengan unsur seperti oksigen mengakibatkan
atom karbon dapat membentuk senyawa organik yang dikenal sebagai golongan
alkohol, eter, aldehid, keton, asam karboksilat dan ester. Gugus aktif atau ciri golongan
senyawa yang juga menjadi pusat reaksi pada senyawa-senyawa organik tersebut
dikenal sebagai gugus fungsi. Pada Kegiatan belajar 1 di Modul 5 ini akan kita bahas
mengenai metode analisis senyawa hidrokarbon, analisis gugus fungsi senyawa
organik yang meliputi gugus hidroksil dan karbonil, metode analisis reaksi kimia
dalam sintesis senyawa organik serta bagaimanakah reaksi pembuatan senyawa ester,
alkohol dan asam karboksilat pada skala laboratorium.
Senyawa organik pada saat ini, penggunaannya sudah sangat luas, mulai dari
sebagai pelarut, bahan baku obat, bahan pewarna sintetik, pembersih, dan lain
sebagainya. Dengan beraneka ragamnya jenis serta manfaat dari senyawa organik baik
yang berbentuk padat ataupun cair (fluida), maka sangat penting untuk dapat
mengetahui bagaimana cara menganalisis gugus fungsi dari masing-masing golongan
senyawa organik. Sehingga dengan mengetahui masing-masing kekhasan gugus
fungsi kita dapat memastikan kebenaran suatu produk dibanding lainnya, yang
tentunya kalau bahan tersebut dipergunakan sebagai bahan baku, maka produk yang
dihasilkan akan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, sebelum anda mendalami uraian
materi pada Kegiatan Belajar 1, dianjurkan membaca terlebih capaian pembelajaran
dan sub-capaian pembelajaran untuk mendapatkan gambaran umum dan khusus
pemahaman pengetahuan yang akan diperoleh. Setelah mendalami uraian materi,
sebaiknya Anda secara aktif terlibat dalam forum diskusi dan mengerjakan tes formatif
yang diberikan di bagian akhir untuk menguji pengetahuan yang telah Anda dapatkan.

2
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda
terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan = x 100%
jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali

80 – 89% = baik

70 – 79% = cukup

< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 2. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

Mudah-mudahan Anda dapat memahami konsep-konsep dan penerapannya


yang diberikan pada Kegiatan Belajar 1 ini.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia,

Sub Capaian Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dalam kegiatan ini adalah agar peserta dapat memprediksi gugus
fungsi senyawa organik melalui data sifat-sifatnya yang diperoleh dengan metode
analisis tertentu. Oleh karena itu sub capaian pembelajaran dalam kegiatan ini adalah:

1. menguasai metode analisis senyawa hidrokarbon.


2. menguasai metode analisis gugus fungsi senyawa organik.
3. menguasai analisis reaksi kimia dalam pembuatan etanol, ester, dan asam
karboksilat skala laboratorium
4. menguasai metode-metode yang digunakan untuk analisis/identifikasi gugus
fungsi

3
Untuk mencapai sub capaian pembelajaran di atas, materi dalam Kegiatan
Belajar-3 ini dikemas dalam urutan materi sebagai berikut:
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimianya
Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka pada setiap bagian dari
Kegiatan Belajar dilengkapi dengan Bahan Ajar dan Media, Forum Diskusi, dan Tes
Formatif pada bagian akhir Kegiatan Belajar-1, kunci jawaban Tes Formatif
ditempatkan pada bagian akhir Modul 5. Sangat disarankan anda terlibat secara aktif
dalam Forum Diskusi dan mengerjakan Tes Formatif untuk menguji pemahaman yang
telah anda peroleh.

Selamat belajar, semoga sukses.

4
C. URAIAN MATERI
1. Analisis Senyawa Hidrokarbon Melalui Reaksi Kimianya
a. Pembakaran
Semua hidrokarbon mengalami pembakaran apabila ada oksigen yang cukup.
Reaksi pembakaran sempurna akan mengubah hidrokarbon menjadi karbon dioksida
dan air, disertai pelepasan energi (eksoterm). Contoh reaksi pembakaran berikut
adalah pembakaran propana, bahan baku LPG (bahan bakar untuk memasak).

C3H8 5O2 3CO2 4H2O

b. Reaksi dengan Brom


Hidrokarbon dengan ikatan rangkap (hidrokarbon tak jenuh, kecuali sebagian
besar sikloalkana) bereaksi dengan brom. Tetraklorometana (karbon tetraklorida) atau
sikloheksana biasa digunakan sebagai pelarut karena bersifat tak reaktif terhadap brom
dan hidrokarbon berikatan rangkap. Alkena dan alkuna mengalami reaksi adisi dengan
brom. Ikatan rangkap alkena menjadi ikatan tunggal dan salah satu atom brom terikat
pada salah satu karbon yang asalnya berikatan rangkap. Tidak ada produk lain yang
terbentuk Ikatan rangkap tiga pada alkuna juga mengalami reaksi adisi menjadi ikatan
tunggal, dengan dua ikatan tunggal baru mengikat masing-masing satu atom brom.
Contoh reaksinya sebagai berikut.

H H
H 3C CH CH CH 3 Br2 H 3C C C CH 3

Br Br

Br Br

H 3C C C CH 3 Br2 H 3C C C CH 3

Br Br

Reaksi ini biasanya terjadi dengan cepat pada suhu kamar tanpa katalis. Brom
berwujud cair berwarna coklat kemerahan. Semua senyawa hidrokarbon yang akan
bereaksi tidak berwarna. Jadi, ketika brom mengadisi alkena atau alkuna, warna coklat
kemerahan memudar dengan cepat. Brom dapat bereaksi dengan alkana, namun

5
reaksinya membutuhkan panas atau sinar ultraviolet agar reaksi terjadi, jenis reaksinya
disebut reaksi substitusi, bukan adisi, karena satu atom hidrogen pada alkana
digantikan oleh satu atom brom dan terbentuk hidrogen bromida sebagai produk
samping.

H H H H
H H H H

H H H Br
Panas
Br2 HBr
H H Sinar UV H H

H H H H
H H H H

Karena reaksi ini tidak dapat terjadi apabila tak ada sinar UV, maka jika brom
ditambahkan ke dalam alkana pada suhu kamar dan tanpa cahaya matahari atu sumber
UV lain, maka warna brom yang coklat kemerahan akan tetap ada. Cincin aromatik
bereaksi dengan brom dalam suatu reaksi substitusi ; reaksi ini lebih lambat daripada
reaksi adisi brom terhadap alkena dan alkuna dan membutuhkan katalis.
Besi(III)bromide merupakan katalis yang baik untuk reaksi ini. Jika logam besi
dimasukkan ke dalam campuran senyawa aromatik dengan brom, maka
besi(III)bromide akan terbentuk. Perhatikan bahwa gugus hidrokarbon yang terikat
pada aromatik akan beeaksi seperti yang digambarkan di atas.

Reaksi berjalan lambat apabila


katalis tanpa katalis, hilangmya warna
H Br2 Br BrH2 brom berlangsung lambat
(FeBr 3)

CH3 CH 3 CH 3
katalis
CH 2 Br2 CH 2 HBr CH 2
(FeBr 3)

Br Reaksi berjalan sangat lambat apabila tanpa


katalis, hilangmya warna brom berlangsung
sangat lambat

CH2
C Br2 CH CH 2
H
Br Br
Reaksi terjadi melalui mekanisme reaksi adisi
terhadap ikatan rangkap, hilangmya warna brom
berlangsung cepat

6
c. Reaksi dengan Kalium Permanganat
Larutan kalium permanganat encer dapat mengoksidasi alkena menghasilkan
diol geminal (diol berarti dua gugus –OH). Geminal berarti terletak pada dua atom
karbon yang berikatan langsung. Alkuna teroksidasi menjadi diketon geminal. Pada
proses ini, warna ungu kalium permangant tereduksi menjadi endapan coklat mangan
dioksida. Karena kalium permanganate larut dalam air, tetapi baik air maupun kalium
permanganate larut dalam hidrokarbon, maka reaksi berlangsung pada antarmuka air-
hidrokarbon, sehingga berlangsung lambat. Sebagai konsekuensinya, endapan coklat
yang terbentuk lebih lama. Alkana dan cincin aromatik tidak bereaksi dengan larutan
kalium permanganat encer.
OH

3 + 2 KMnO4 + 4 H2O 3 + 2 MnO2 + 2 KOH


ungu coklat
OH
suatu diol/dihidroksi

3 + 4 KMnO4 + 2 H2O 3 + 4 MnO2 + 4 KOH


ungu coklat
O
suatu diketon

2. Analisis Gugus Fungsi Melalui Reaksi Kimianya

Gugus fungsi adalah merupakan pusat reaksi pada senyawa organik. Pada bagian
sebelumnya kita mengenal senyawa hidrokarbon jenuh (alkana) dan hidrokarbon tidak
jenuh (alkena dan alkuna), dimana pada golongan senyawa alkana sangat sukar
mengalami reaksi, karena pada senyawa golongan tersebut tidak memiliki pusat reaksi
atau gugus fungsi, gugus fungsi baru kita jumpai pada senyawa golongan alkena dan
alkuna. Dimana yang menjadi pusat reaksi pada kedua golongan senyawa tersebut
adalah ikatan rangkap dua (ikatan phi) yang dimiliki oleh golongan alkena dan alkuna.
Selain ikatan phi kita juga mengenal gugus fungsi lain yaitu gugus fungsi
hidroksil yang terdapat pada senyawa alkohol, dan juga gugus fungsi karbonil yang
terdapat pada golongan senyawa aldehid, dan keton.
Sebelum dilakukan analisis terhadap gugus fungsi yang terdapat pada senyawa
organik, maka berikut akan dibahas mengenai golongan senyawa alkohol, fenol,

7
aldehid, dan keton yang memiliki gugus fungsi hidroksi dan karbonil. Setelah
difahami golongan senyawa tersebut, selanjutnya di jelaskan bagaimanakah reaksi
analisis tehadap gugus fungsi yang dimiliki oleh masing-masing golongan senyawa,
sehingga kita dapat membedakan satu golongan senyawa dengan lainnya berdasarkan
gugus fungsinya.

a. Alkohol dan Fenol


Alkohol adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsi hidroksi (atau
hidroksil), -OH. Gugus fungsi ini menunjukkan dominasinya di antara senyawa-
senyawa organik, karena begitu banyak dan beragam senyawa yang memiliki gugus
fungsi ini.

Pada alkohol, gugus –OH terikat pada atom karbon tetrahedral. Jika gugus –OH
terikat pada satu atom karbon yang mengikat 3 atom hidrogen maka alkohol tersebut
adalah metanol. Jika karbon yang mengikat –OH terikat pada satu atom karbon lain
dan 2 atom hidrogen, alkohol ini disebut alkohol primer (1o). Jika atom karbon yang
mengikat gugus –OH terikat pada 2 atom karbon lain, disebut alkohol sekunder (2o)
dan alkohol yang mengikat 3 atom karbon lain di samping gugus –OH disebut alkohol
tersier (3o). Semua jenis alkohol ini memiliki beberapa karakteristik yang sama di
samping beberapa karakteristik lain yang berbeda akibat perbedaan dalam strukturnya.
Dalam fenol, gugus –OH terikat pada karbon yang menjadi bagian langsung dari
cincin aromatik. Alkohol dan fenol memiliki kemiripan dalam beberapa hal, tetapi
terdapat perbedaan yang cukup mendasar sehingga kedua kelompok senyawa ini
dianggap sebagai kelompok gugus fungsi yang berbeda. Salah satu perbedaan utama
adalah bahwa fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol. Penambahan
sejumlah larutan natrium hidroksida ke dalam fenol akan menyebabkan gugus –OH
dalam molekul terdeprotonasi; hal ini tak akan terjadi kepada alkohol.
8
Sifat Kimia, yang menjadi focus utama pada pembahasan ini adalah reaksi-
reaksi kimia yang dapat membantu dalam membedakan alkohol dengan fenol dan
antara senyawa-senyawa alkohol sendiri.
1). Uji Lucas
Uji ini dilakukan untuk membedakan alkohol-alkohol primer, sekunder dan tersier
yang dapat larut dalam air. Reagen Lucas merupakan suatu campuran asam klorida
pekat dengan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam Lewis, yang ketika
ditambahkan ke dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam.
Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan reagen Lucas dengan cepat
membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Pembentukan fasa cair
kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi segera setelah alkohol
beeaksi merupaka indikasi keberadaan alkohol tersier. Alkohol sekunder bereaksi
lambat, dan setelah sedikit pemanasan akan terbentuk fasa cair lapisan kedua, biasanya
sekitar 10 menit. Alkohol primer dn metanol tidak bereaksi pada kondisi ini. Pada
alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon yang sebelumnya
mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini terikat pada
atom karbon yang mengikat gugus hidroksi, namun penantaan ulang dapat saja terjadi
yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang
sebelumnya mengikat –OH.

ZnCl2
OH + HCl tidak ada reaksi
alkohol primer

ZnCl2 sekitar 10 menit dengan


+ HCl bantuan pemanasan
OH Cl

alkohol sekunder

OH Cl Kurang dari 5 menit, dan


+ HCl ZnCl2 tanpa pemanasan

alkohol tertier

2). Uji Asam Kromat


Alkohol primer dapat teroksidasi menjadi asam karboksilat dengan adanya asam
kromat. Bilangan oksidasi Cr+6 pada asam kromat, yang berwarna merah kecoklatan,

9
tereduksi menjadi Cr+3, yang berwarna hijau. Alkohol sekunder teroksidasi menjadi
keton oleh asam kromat. Alkohol tersier tidak dapat teroksidasi oleh asam kromat.
Oleh karena itu reaksi ini di satu sisi dapat membedakan alkohol primer dan sekunder,
dan di sisi lain membedakan alkohol primer dan sekunder dengan alkohol trsier. Fenol
biasanya teroksidasi menjadi tar berwarna coklat oleh asam kromat.

3 OH + 4H2CrO4 + 6 H2SO4 3 + 2 Cr 2(SO4)3 + 13 H2O


OH
alkohol primer merah kecoklatan asam karboksilat hijau

O
+ Cr 2(SO4)3 + 8 H2O
+ 2H2CrO4 + 3 H2SO4 3
OH hijau
alkohol sekunder keton

OH

+ H2CrO4 + H2SO4 Tidak terjadi reaksi

alkohol tertier

3). Uji Besi(III) Klorida


Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform (triklorometana)
ke dalam suatu larutan fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu larutan berwarna
ketika ditambahkan piridin. Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang
dihasilkan dapat bervariasi mulai dari merah sampai ungu. Alkohol tidak
menghasilkan warna apapun terhadap uji ini.

N
R R Cl

OH + FeCl3 O Fe + N H

Kuning
Cl Cl

b. Aldehid dan Keton


Aldehid dan keton memiliki gugus fungsi karbonil (-C=O), yaitu atom karbon
yang berikatan rangkap dua dengan oksigen. Pada keton, terdapat 2 atom karbon lain

10
yang terikat pada gugus karbonil. Karbon yang terikat pada gugus karbonil dapat
merupakan rantai alifatik (bukan merupakan bagian dari cincin aromatik) atau
aromatik (merupakan bagian dari cincin aromatik). Aldehid dan keton sama-sama
mengalami reaksi yang disebut adisi nukleofilik. Pada kondisi kurang asam, pada
reaksi ini suatu nukleofil (suatu spesi yang dapat mendonorkan sepasang electron, atau
disebut sebagai basa Lewis) memberikan pasangan elektronnya kepada karbon
karbonil untuk membentuk suatu ikatan tunggal seiring dengan bergeraknya sepasang
electron pada ikatan rangkap menjadi sepasang electron bebas pada oksigen.
Akibatnya, oksigen dapat mengambil sebuah proton dari tempat lain (bisa jadi dari
salah satu yang terikat pada atom nukleofil yang menyerang karbon karbonil) dan
menjadi gugus –OH. Pada kondisi yang lebih asam, hasilnya sama, namun pada
kondisi ini sebuah proton (dari suatu asam) mengikatkan diri pada salah satu dari
pasangan electron bebas pada oksigen. Gugus karbonil sekarang bermuatan + 1 dan
dapat mengundang nukleofil yang lemah sekalipun (nukleofil kuat tidak dapat berada
di dalam larutan yang sangat asam karena nukleofil kuat biasanya merupakan basa
yang kuat dan tak bisa berkeliaran bebas di dalam larutan asam). Jadi, ketika nukleofil
menyerang karbon karbonil dan membentuk ikatan, maka ikatan rangkap pada
karbonil berubah menjadi gugus –OH. Kedua kondisi reaksi tersebut dapat dilihat
pada reaksi berikut.
Kondisi pertama – dalam larutan yang sedikit asam: reaksi 2,4-
dinitrofenilhidrazin dengan aseton.

NO2
CH 3 H
NH2 HN CH 3 NO2
H3 C C + H 3C C N HN

O NO2 H
O
NO2

H
CH 3 NO2
H 3C C N HN
Adisi nukleofilik dari 2,4-DNP
terhadap aseton.
O H
NO2

Pada reaksi di atas dapat dilihat bahwa terkadang produk yang dihasilkan tidak
selalu yang dapat diisolasi. Produk ini dapat mengalami reaksi eliminasi dengan
melepaskan gugus –OH yang telah terbentuk, kemudian atom hidrogen pada nitrogen

11
lepas dan terbentuklah ikatan rangkap antara C dan N disertai pelepasan molekul air.
Produk akhirnya sering dikenal sebagai 2,4-dinitrofenilhidrazon.

H H
CH3 NO2 CH3 NO2
H3 C C N HN H3 C C N HN
+ H 3O
O H H O H
NO 2 NO 2
+ H 2O + H 2O
H
CH3 NO2
CH3 NO2
H3 C C N HN
H3 C C N HN

NO 2
NO 2
+ H 3O

Perhatikan bahwa asam, H3O+, dibutuhkan sebagai katalis untuk reaksi pertama di atas
yang akan membentuk molekul air pada tahap pertama. Pada tahap kedua, molekul
air yang kedua dihasilkan, namun molekul air ini terprotonasi dan membentuk H3O+
pada tahap ketiga, sehingga secara keseluruhan hanya dihasilkan satu molekul air. Ini
adalah ciri H3O+ sebagai katalis, mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut terpakai
habis dalam reaksi.
Kasus kedua – dalam larutan yang lebih asam: reaksi metanol dengan
asetaldehid.

H
O O
H OH 2 H + H 2O
H +

H H
O H O H
+ O CH 3 O CH3
H
H

H + H 2O
H
O H O
O CH3 O CH3 + H3O
H H

suatu Hemiasetal

Pada tahap pertama mekanisme, katalis asam, H3O+, memprotonasi oksigen


pada gugus karbonil sehingga muatannya +1. Pada tahap kedua, protonates oksigen
pada metanol yang bersifat sebagai nukleofil lemah mendonorkan sepasang
elektronnya kepada karbon karbonil membentuk ikatan baru. Pada tahap ketiga,

12
hemiasetal yang terprotonasi memberikan proton pada molekul air yang terbentuk
pada tahap pertama membentuk ion hidronium. Reaksi ini dikatalisis oleh asam. Jika
asetaldehid tidak diprotonasi oleh asam pada tahap pertama, reaksinya dengan metanol
akan berlangsung sangat lambat karena metanol adalah nukleofil lemah. Hemiasetal,
produk yang terbentuk dari reaksi antara alkohon dengan aldehid atau keton, berperan
penting dalam kimia karbohidrat. Gula, adalah senyawa polihidroksi aldehid dan
keton, sehingga gula memiliki dua gugus fungsi (karbonil dan hidroksi) yang dapat
bereaksi satu sama lain membentuk hemiasetal. Hemiasetal ternyata dapat bereaksi
dengan alkohol menghasilkan senyawa yang disebut asetal. Asetal memiliki suatu
karbon tetrahedral yang terikat terikat pada 2 atom oksigen, dimana kedua atom
oksigen ini masing-masing terikat pada atom karbon yang lain. Reaksi ini juga penting
dalam kimia karbohidrat. Mekanisme manapun yang sebenarnya berlangsung, reaksi
ini biasanya secara umum dikatakan sebagai reaksi adisi nukleofilik.
Aldehid dapat dioksidasi oleh asam kromat, sedangkan keton tidak. Ketika
aldehid teroksidasi, akan terjadi perubahan warna dari coklat kemerahan menjadi
+3
hijau, karena kromat tereduksi menjadi Cr . Inilah yang membedakan aldehid dari
keton.

O O
3R H + 2 H 2CrO 4 + 3 H2SO4 + Cr2(SO4)3 + 5 H2O
3R OH
aldehid asam kromat Asam karboksilat Cr3+
coklat-orange hijau

Gugus fungsi lain, seperti alkohol primer dan sekunder juga dapat teroksidasi oleh
asam kromat. Aldehid juga dapat teroksidasi oleh reagen Tollens, suatu zat yang
mengandung Ag+. Ion perak akan tereduksi menjadi logam perak. Ion logam adalah
pengoksidasi yang lemah; aldehid sangat mudah teroksidasi dan hasilnya akan
terbentuk logam perak hasil reduksi dari ion Ag+.

O O
R H + 2 Ag(NH 3) 2OH + 2 Ag+ + H2O + 3NH3
R O NH4
aldehid reagen Tollens garam amonium dari logam perak
suatu asam karboksilat

13
Senyawa metil keton, tetapi bukan koton yang lain, akan teroksidasi oleh iod di
dalam larutan natrium hidroksida. Metil keton akan teroksidasi menjadi asam
karboksilat; juga akan terbentuk iodoform yang berwarna kuning, yang menjadi
indikasi uji yang positif. Asetaldehid, tetapi bukan aldehid yang lain, akan
memberikan hasil positif juga terhadap uji ini, karena memiliki kemiripan dalam
struktur dengan metal keton. Di samping itu, etanol (teroksidasi menjadi asetaldehid)
dan alkohol sekunder yang dapat teroksidasi menjadi metal keton dapat juga
memberikan hasil positif terhadap uji ini.

O O
+ 3 I2 + 4 NaOH
R CH3 + 3 NaI + 3 H 2O + CHI3
R O Na
Metil keton iodoform
padatan kuning

3. Analisis reaksi kimia dalam pembuatan etanol, ester, dan asam karboksilat
skala laboratorium.
a. Pembuatan Senyawa Etanol
Senyawa etanol merupakan senyawa golongan alkohol dengan rumus molekul
C2H5OH. Senyawa ini selain digunakan sebagai pelarut, juga digunkan sebagai
pencuci (aseptik). Secara umum proses pembuatan etanol sama dengan pembuatan
alkohol pada umumnya.
Pembuatan etanol di laboratorium bisa dilakukan dengan cara pemecahan gula/pati
menjadi karbon dioksida dan etanol, melalui reaksi enzimatis dengan bantuan ragi.
Selain dari proses enzimatis dengan bantuan ragi, etanol juga dapat dihasilkan melalui
reaksi adisi terhadap senyawa etilen, atau lebih dikenal sebagai reaksi hidrasi.
Adapaun mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut.

H H H2O

OH
H3PO4 , 300C
H H

b. Pembuatan Senyawa Asam Karboksilat


Mungkin Anda sudah sangat mengenal senyawa-senyawa seperti asam cuka,
asam semut, aspirin, dan ibuprofen. Walaupun dari nama keempatnya berbeda, namun

14
senyawa-senyawa tersebut memiliki satu persamaan. Tahukah Anda persamaan dari
keempatnya?

Jika kita melihat gambar di atas, tentu saja kita tidak dapat mengetahui persamaannya
apa, namun tidak demikian jika Anda mengetahui rumus struktur dari keempat
senyawa tersebut. Nah sekarang perhatikanlah gambar di bawah ini.

O O
O

OH OH
H OH
asam semut
O
O
O CH3
H3C OH aspirin
asam cuka
ibuprofen

Sekarang tentunya Anda dapat menyimpulkan persamaan dari keempatnya kan? Ya,
keempat senyawa tersebut mengandung satu gugus fungsi yang sama yaitu gugus
fungsi –COOH atau yang disebut sebagai gugus fungsi karboksil. Senyawa yang
memiliki gugus fungsi karboksil disebut sebagai senyawa asam karboksilat.
Senyawa asam karboksilat dapat dibuat di laboratorium melalui tiga jalur yaitu melalui
hidrolisis derivat asam karboksilat, reaksi oksidasi, dan reaksi Grignard.
Pada gambar di bawah, menyatakan derivat/turunan asam karboksilat seperti
ester, amida, anhidrida, halida asam, dan nitril. Derivat/turunan asam karboksilat
seperti ester, amida, anhidrida, halida asam, dan nitril dapat diubah menjadi asam
karboksilat melalui reaksi hidrolisis. Hidrolisis terjadi melalui serangan air atau OH -
pada karbon karbonil atau karbon -CN pada suatu nitril.

15
O O
H+ atau OH-
R C OR' + H2O R C OH + R' OH
ester

O O
H+ atau OH-
R C NR'2 + H2O R C OH + R' NHR'
amida

O O O
H+ atau OH-
R C O C R' + H2O R C OH + R' COOH
anhidrida

O O
H+ atau OH-
R C X + H 2O R C OH + X-
halida asam
O
H+ atau OH-
R C N + H 2O R C OH + NH3
nitril

Pembuatan senyawa asam karboksilat dapat dilakukan melalui reaksi oksidasi


pada senyawa alkohol primer dan aldehida, alkena, serta pada alkilbenzen tersubtitusi.
Zat oksidator/pengoksidasi yang digunakan adalah pengoksidasi kuat seperti kalium
permanganat (KMnO4), asam kromat anhidrida (CrO3), asam nitrat (HNO3), asam
kromat (H2CrO4). Khusus untuk aldehida dapat digunakan perak oksida (AgO2).

O
[O]
R CH2 OH R C OH
alkohol asam karboksilat
O O
[O]
R C H R C OH
aldehida asam karboksilat
O O
[O]
R CH CR'2 R C OH + R' C R'
alkena asam karboksilat
R COOH
[O]

alkilarena asam karboksilat

Reaksi karbon dioksida (CO2, dalam bentuk gas atau es kering) dengan pereaksi
Grignard (organo logam) juga dapat digunakan untuk menghasilkan asam karboksilat.

16
O
1. Mg, eter
R X R C OH
2. CO 2
3. H 2O, H+ asam karboksilat

c. Pembuatan Senyawa Ester


Ester merupakan salah satu senyawa yang banyak ditemukan di alam. Mungkin
Anda bertanya untuk apa sih Sang Pencipta membuat ester di alam? Tentu saja tidak
pernah ada ciptaan Sang Maha Pencipta yang tidak bermanfaat. Salah satu fungsi dari
beberapa senyawa ester adalah sebagai bahan kimia yang dapat menarik lawan jenis
atau yang dikenal sebagai feromon. Sebagai contoh senyawa ester (z)-7-dodesen-1-il-
asetat, yang merupakan bahan kimia yang dilepaskan oleh gajah betina untuk manarik
jantannya sebagai tanda kesiapan untuk kawin. Contoh lain dari senyawa ester yang
dapat ditemukan di alam adalah lemak dan lilin. Masih banyak senyawa ester lain yang
dapat kita gali manfaatnya. Namun untuk lebih mempermudah mempelajari kita mulai
dengan struktur umum.
Ester merupakan senyawa yang memiliki banyak kegunaan karena sifatnya yang
dapat diubah menjadi senyawa lain melalui berbagai reaksi diantaranya adalah
hidrolisis (membentuk kembali asam karboksilat pembentuknya), transesterifikasi
(diubah menjadi ester yang lain), reduksi (membentuk alkohol) dan amonolisis
(menghasilkan amida).

ester lain

amida ester asam karboksilat

alkohol

Hidrolisis
Seperti halnya senyawa lain yang memiliki gugus karbonil, senyawa ester
memiliki daerah serangan yang sama yaitu pada bagian karbonil (baik pada atom O

17
maupun atom C-nya). Bagian atom O (bermuatan relatif negatif) rentan menyerang
spesi bermuatan positif (misal ion H+ dari asam), sedangkan bagian atom C
(bermuatan relatif positif) rentan diserang spesi bermuatan negatif (misal
nukleofil/basa). Hal tersebut dapat menjelaskan reaksi hidrolisis yang dialami ester
dengan katalis asam maupun basa.
Hidrolisis (penguraian oleh air) ester dapat dilakukan baik dalam suasan asam
maupun basa. Pada hidrolisis dalam suasana asam, dasar reaksi yang digunakan
adalah reaksi kesetimbangan pada pembuatan ester dimana reaksi dilakukan dengan
kondisi air berlebih agar reaksi dapat digeser ke arah penguraian ester (reaksi bergeser
ke kiri).

O O
H+, kalor
C + R' OH C + H2O
R OH R OR'

alkohol ester
asam karboksilat dibuat berlebih

Hidrolisis juga dapat dilakukan dalam suasana basa. Reaksi ini lebih umum
dibandingkan hidrolisis dengan asam.

Saponifikasi
Reaksi hidrolisis dengan basa menghasilkan suatu garam karboksilat.

O O
+ - kalor
C + Na OH C + R' OH
R OR' H 2O R O- Na+

ester garam

Reaksi ini sering disebut reaksi saponifikasi (latin, sapon = sabun) karena reaksi ini
digunakan untuk membuat sabun dari suatu lemak (lemak merupakan suatu ester).
Berbeda dengan hidrolisis dalam suasana asam, reaksi saponifikasi bersifat tidak dapat
balik (irreversible).

18
O
H2C O (CH2)14CH3 H2C OH
O O

HC O (CH2)14CH3 3 NaOH HC OH Na+ -O (CH2)14CH3


O natrium palmitat
H2C O (CH2)14CH3 H2C OH suatu sabun

gliserol
tripalmitin
(lemak trigliserida)

4. Metode-metode yang digunakan untuk analisis/identifikasi gugus fungsi


Kimia Organik memiliki serangkaian reaksi yang merupakan karakteristik dari
gugus fungsi, dan oleh karena itu dimungkinkan untuk mengkarakterisasi hampir
semua gugus fungsi yang ada dalam molekul. Seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa gugus fungsi adalah kedudukan kereaktifan kimia dalam molekul. Oleh karena
itu disini akan dijelaskan beberapa metode kimia yang umum digunakan untuk
analisis/identifikasi gugus fungsi.
Beberapa gugus fungsi yang dikenal di dalam kimia organik antara lain gugus
fungsi ikatan karbon tidak jenuh seperti pada golongan alkena dan alkuna, gugus
fungsi hidroksi, dan gugus fungsi karbonil seperti pada aldehid dan keton. Beberapa
metode kimia yang biasa dipergunakan untuk menguji gugus fungsi tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Ikatan Tak jenuh


1) Dengan uji Brom dalam CCl4.
Larutkan 1 tetes atau 20 mg zat tidak diketahui dalam 0,2 mL khloroform,
tambahkan 1 tetes 0,3 M larutan brom dalam CCl4. Jika warna brom hilang
menunjukan adanya ikatan tak jenuh.

Alkuna juga mampu memberikan hasil positif dengan tes ini. Periksa tes yang
sama dengan zat yang tidak ditambahkan larutan brom. Dalam kasus reaksi substitusi,
beberapa gelembung diamati karena pembentukan gas asam hidrobromik.

19
2) Dengan uji Baeyer (Baeyer permanganate)
Larutkan 1 tetes atau 20 mg senyawa yang tidak diketahui dalam 0,5 mL t-butil
alkohol. Tambahkan 0,1 M KMnO4 setetes demi setetes. Atau
Larutkan setetes jila cairan (atau 25mg jika padatan) senyawa yang tidak
diketahui dalam 2 ml air atau aseton dalam tabung reaksi. Dengan pengadukan kuat,
tambahkan setetes demi setetes larutan 1% kalium permanganat (KMnO4) dalam air.
Untuk mempertahankan warna ungu jika perlu tambahkan lagi beberapa tetes larutan
kalium permanganat. Hasilnya positif jika warna larutan violet hilang dan muncul
endapan cokelat.
Dengan uji Baeyer, alkana akan dioksidasi menjadi suatu diol dan alkuna akan
dioksidasi menjadi diketon. Sedangkan KMnO4 akan mengalami reduksi menjadi
mangan dioksida (MnO2) yang berupa endapan coklat. Aryl amina, aldehida, dan
alkohol yang bisa dioksidasi kemungkinan juga bisa memberikan hasil uji yang poritif.

b. Gugus Karbonil (C=O)


Dengan uji Tollen
Bersihkan sebuah tabung reaksi dengan asam nitrat panas dan cuci dengan air
sampai bersih. Tambahkan 1 mL 0.5 M AgNO3 kemudian encerkan dengan
menambahkan NH4OH setetes demi setetes sampai endapan yang terbentuk tepat
melarut. Ke dalam larutan ditambahkan 20 mg atau 1 mL dari zat yang tidak diketahui,
kocok dan letakkan dalam air hangat selama 5 menit, adanya cermin atau endapan
hitam menandakan adanya aldehid.

CH3 C H + 2 Ag(NH3)2+ + 2 OH - CH3COOH + 2Ag+ + H2O + 4 NH3

c. Gugus Alkohol (OH)


1) Alkohol yang larut dalam air dan asam dibedakan di antaranya dengan
memeriksa keasaman, dengan test indikator.
Uji Indikator:

20
20 mg zat yang diperiksa dicampur dengan 1 mL air. Periksa larutan dengan
indikator universal dan periksa berapa pH larutan berdasarkan warna yang
tampak.

2) Alkohol yang tidak larut dalam air dan eter dibedakan dengan mengubah alkohol
menjadi ester.
Uji Asetil Klorida:
Tambahkan 1 tetes asetil klorida perlahan-lahan ke dalam 40 mg zat yang
diperiksa. Jika terjadi reaksi eksotermik, tambahkan 4 tetes asetil klorida,
biarkan 2 menit. Tambahkan 1 mL air dingin untuk menghidrolisa asetil klorida
berlebih. Tambahkan 1 tetes fenolftalein dan sedikit natrium bikarbonat sambil
dikocok, sampai reaksi bersifat basa. Tambah 5 tetes benzena, kocok kemudian
biarkan kedua fasa berpisah. Ambilah 2 tetes lapisan benzena dan selidiki
adanya ester dalam lapisan.

3) Dengan Pembuatan Ester

O O
CH3 C Cl + HO C10H21 CH3 C O C10H21 + HCl
Masukan 1 mL asam asetat glasial ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan
2 mL zat sampel yang tidak diketahui dan 2 tetes asam sulfat pekat. Panaskan
tabung reaksi tersebut sambil dikocok. Amati apa yang terjadi dan cium baunya,
apa kesimpulan anda tentang zat sampel yang anda miliki.

4) Uji Iodoform
Jika zat sampel termasuk alkohol, maka dapat diuji lagi dengan melakukan test
iodoform, dengan cara:
Tambahkan 2 mL air, 2 tetes alkohol, dan 8 tetes larutan NaOH 1 N ke dalam
tabung reaksi. Lalu tambahkan tetes demi tetes larutan iodium pekat sampai
terjadi endapan kuning. Masukan termometer ke dalam cairan, hangatkan
sampai 60oC selama beberapa menit. Catat baunya. Berdasarkan percobaan
tersebut buat kesimpulan sementara tentang zat sampel anda.

21
Beberapa uji lain yang bisa digunakan untuk identifikasi gugus fungsi diantaranya
bisa dilihat dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Beberapa contoh uji untuk gugus fungsional dan hasil reaksi positifnya
Nama Uji Gugus fungsional Hasil reaksi postif
Baeyer alkena dan alkuna larutan ungu jernih berubah
menjadi endapan coklat
Bromine alkena dan alkuna warna coklat menghilang
Dinitrophenylhydrazine aldehida dan keton endapan kuning ke merah oranye
Ferrox Gugus fungsi yang Terbentuk warna ungu
mengandung kemerahan
oksigen
Hydroxamate amida dan ester muncul warna merah-ungu
Iodoform methyl keton endapan kuning
Iron hydroxide Gugus nitro endapan merah-coklat
Jones 1o dan 2o alkohol reagen oranye berubah menjadi
biru kehijauan
o o
Lucas 2 , 3 , dan benzylic larutan keruh atau lapisan
alkohol terpisah
Tollen's aldehida terbentuk cermin perak

D. CONTOH PENERAPAN PCK


Dana sebagai calon guru/ guru teknik kimia yang propesional abad 21 Dituntut
mampu merancang pembelajaran dengan menerapkan prinsip memadukan
pengetahuan teknik kimia, pedagogi, serta teknologi informasi dan komunikasi atau
TPACK. Berikut adalah contoh strategi pembelajaran dengan model Problem based
Learning (PBL).

Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat membedakan jenis alkohol berdasarkan reaksi kimia.

Langkah Pembelajaran
Pada tahap pertama,
Dana dapat memulai dengan mengkondisikan siswa pada masalah aktual dalam
kehidupan sehari-hari di industri yang dapat diselesaikan dengan uji/reaksi identifikasi
gugus fungsi alkohol. Misalkan meminta siswa untuk mencari permasalahan yang
dihadapi oleh industri dalam hal quality control bahan yang masuk atau diperlukan
22
industri, masalah-masalah seperti ini dicari dengan cara meminta siswa untuk
mempelajari artikel yang berkaitan dengan bahan dan keaslian bahan organik yang di
pergunakan di industri melalui media internet.

Pada tahap kedua,


Dana mengorganisasikan tugas belajar yang harus difokuskan siswa, misalkan siswa
dihadapkan pada masalah quality control bahan yang masuk ke suatu industri, dimana
industri memerlukan bahan isopropil alkohol sebagai bahan baku, dimana isopropil
ini adalah suatu senyawa alkohol sekunder, sementara dipasar sumber alkohol yang
mudah diperoleh adalah etanol suatu alkohol primer. Bagaimanakah penyelesain
masalah supaya yakin bahwa bahan yang masuk dan lolos QC adalah isopropil alkohol
bukan bahan lain.

Pada tahap ketiga,


Dana mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang menyarakan cara
sederhana untuk memastikan/ membedakan satu jenis alkohol dibdaning lainnya
melalui suatu ekperimen sederhana, misalkan dengan menggunakan reaksi lucas,
kromat dan besi (III) korida.

Pada tahap empat,


Dana memfasilitasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja dan mendiskusikannya
di kelas.

Pada tahap kelima,


Dana membantu siswa untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap hasil laporan
dan diskusi.

23
E. FORUM DISKUSI

Perhatikan struktur di bawah ini dan cobalah menjawab pertanyaan tentang


senyawa-senyawa tersebut.

O O O

H OH O NH2
a b
OH
c
COOH CO2H
O O

HO OH
d
CHO e f
O O
OH
OH OH
h i
g

1. Kelompokkanlah seluruh senyawa di atas kedalam senyawa asam karboksilat dan


bukan asam karboksilat.
2. Berikanlah nama untuk senyawa yang termasuk kategori asam karboksilat.
3. Sarankanlah cara yang dapat Dana lakukan untuk membuat senyawa (h).
4. Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi jika senyawa (i) direaksikan dengan
metanol.

Petunjuk Jawaban Forum Diskusi


1. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka Dana harus memperhatikan masing-
masing gugus fungsi yang terdapat pada masing-masing senyawa. Jika terdapat
gugus fungsi karboksil maka senyawa tersebut masuk dalam kelompok senyawa
asam karboksilat.
2. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka Dana harus menentukan terlebih dahulu
rantai utama, dan cabang secara berturut-turut. Kemudian berilah penomoran
dimulai dari C karboksil. Kemudian berilah nama dengan menyebut posisi dan
cabang terlebih dahulu dan diakhiri dengan nama rantai utama. Jangan lupa awalan
asam dan akhiran -oat pada rantai utamanya.

24
3. Untuk membuat asam karboksilat ada beberapa cara, cobalah Dana mengingat
kembali reaksi umum yang dapat digunakan untuk membuat senyawa asam
karboksilat. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah jumlah atom C dari asam
karboksilatnya.
4. Asam karboksilat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk suatu ester. Ingatlah
kembali mengenai bagian manakah dari asam karboksilat yang akan digantikan
oleh bagian alkoksi dari alkohol.

F. RANGKUMAN
• Senyawa organik adalah senyawa dengan unsur utama pembentuknya adalah
unsur karbon dan hidrogen, sehingga sering diskenal sebagai senyawa
hidrokarbon, analisis terhadap senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan
berbagai reaksi kimia antara lain reaksi pembakaran, rekasi dengan bromida,
serta reaksi dengan menggunakan kalium permanganat.
• Selain dikenal dengan senyawa hidrokarbon, senyawa organik juga memiliki
bagian aktif yang dikenal sebagai gugus fungsi. Gugus fungsi ini sangat
berperan pada reaksi-reaksi sintesis senyawa organik. Gugus fungsi yang
mendominasi senyawa organik baik di alam ataupun hasil sintesis adalah gugus
fungsi hidroksi pada senyawa golongan alkohol, serta kabronil pada gugus
fungsi seperti keton, aldehid, karboksislat dan ester.
• Beberapa reaksi analisis untuk membedakan gugus fungsi alkohol dengan
fenol, atau keton dengan aldehid yaitu antara lain uji lucas, uji asam kromat,
uji besi (III)klorida, serta uji tollens.
• Senyawa seperti etanol, asam karboksilat dan ester merupakan senyawa
organik yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, proses
pembuatan senyawa tersebut di laboratorium melibatkan reaksi-reaksi kimia
organik sedehana seperti reaksi hidarsi pada alkena, reaksi oksidasi dan reaksi
esterifikasi.

25
CH3

CH 3CH2 CH 2 CH 2OH CH 3CH2 CHCH2 CH 3 CH 3CH2 CH 2 CHCH 2 OH

OH
A B C
CH3
CH 3
CH 3CCH 2CH 2CH3
CH 3CH2 CH 2 COH
OH
CH 3

D E
10. Dari senyawa alkohol berikut manakah yang akan menghasilkan warna pada saat
bereaksi dengan besi(III)klorida.
OH
CH3 OH
HO

A B C

OH
H 3C OH

D E

H. DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S, trans oleh Hadyana, Kimia Organik I dan II,
Erlangga, Jakarta, 1982.
2. Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd
edition, John Wiley & Sons, New York, 1994.
3. Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic
Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992.
4. Solomons, T.W.G dan Fryhle, C.B., Organic Chemistry, Ten Edition, New York:
John Willey & Sons, 2011.
5. Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition,
Boston, 1999.

28
KEGIATAN BELAJAR 2

ANALISIS BAHAN ANORGANIK


FASA PADAT DAN FLUIDA

Penulis

Drs. Hokcu Suhanda, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


2019
A. PENDAHULUAN
Analisis kimia mempunyai peranan penting untuk menentukan apakah
komposisi kimia suatu bahan ataupun produk (organik maupun anorganik) telah
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Anda telah menyelesaikan pembelajaran
Kegiatan Belajar 1 dengan baik, sehingga anda telah mempunyai pengetahuan
tentang Analisis Bahan Organik Fasa Padat dan Fluida. Selanjutnya pada Kegiatan
Belajar 2, anda akan mendapatkan pengetahuan terkait Analisis Bahan Anorganik
Fasa Padat dan Fluida, serta bilangan iod, bilangan peroksida, dan bilangan
penyabunan.
Sebelum anda mendalami uraian materi pada Kegiatan Belajar 2, dianjurkan
membaca terlebih Capaian Pembelajaran dan Sub-Capaian Pembelajaran untuk
mendapatkan gambaran umum dan khusus pemahaman pengetahuan yang akan
diperoleh. Setelah mendalami uraian materi, sebaiknya Anda secara aktif terlibat
dalam forum diskusi dan mengerjakan tes formatif yang diberikan di bagian akhir
untuk menguji pengetahuan yang telah Anda dapatkan. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan
Belajar 2.

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan = x 100%
jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali

80 – 89% = baik

70 – 79% = cukup

< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 3. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi
materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
Mudah-mudahan Anda dapat memahami konsep-konsep dan penerapannya
yang diberikan pada Kegiatan Belajar 2 ini.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.
.
Sub Capaian Pembelajaran
1) Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida.
2) Menguasai teori aplikasi analisis bilangan iod, bilangan peroksida dan
bilangan penyabunan dalam sampel.

Untuk mencapai sub capaian pembelajaran di atas, materi dalam Kegiatan


Belajar-2 ini dikemas dalam urutan materi sebagai berikut:

1. Metode Analisis Kimia


2. Metode Analisis Kimia Untuk Fase Padat dan Fase Fluida
3. Analisis bilangan iod, bilangan peroksida dan bilangan penyabunan dalam
sampel.

Selamat belajar, semoga sukses.


C. URAIAN MATERI
Pada materi sebelumnya sudah diuraikan secara umum analisis kimia dibagi
menjadi dua bagian, yaitu analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif,
sedangkan menurut teknik dan instrumennya analisis kimia dibagi menjadi dua,
yaitu analisis konvensional (volumetri dan gravimetri) dan analisis instrumental
(elektrometri, spektrometri, kromatografi).
Analisis kimia suatu bahan mempunyai peranan penting untuk menentukan
apakah komposisi kimiawi bahan ataupun produk yang ada memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan. Persyaratan yang dimaksud dapat berupa persyaratan proses atau
maupun kriteria bahan/produk. Di bidang industri kimia, analisis kimia diperlukan
untuk memonitoring bahan baku, proses produksi, untuk menghasilkan produk
yang berkualitas, maupun limbah yang dihasilkan. Adalah konsekuensi logis dari
setiap pendirian industri akan memproduksi limbah. Limbah yang mengandung
senyawa kimia berbahaya dan beracun dengan konsentrasi tertentu lepas ke dalam
lingkungan menciptakan pencemaran baik sungai, tanah maupun udara.

Gambar 2.1. Contoh kegiatan analisis dilaboratorium.

Bahan baku yang digunakan, produk hasil produksi dan juga limbah bahan
yang dibuang ke alam (limbah), berdasarkan wujudnya dapat berupa bahan padat,
cair maupun bahan fluida (cair dan gas ).
Analisis atau pengujian mutu bahan baku dan produk serta limbah dilakukan
secara fisik, ataupun secara kimia tergantung dari standar pengujian yang
ditetapkan oleh peraturan pemerintah, tujuan pengujian, resiko yang ditimbulkan,
kompleksitas, persyaratan bahan baku, tuntutan mutu produk dan lain-lain. Oleh
karena itu tiap industri melakukan pengujian dengan kompleksitas dan validitas
yang berbeda-beda.
Secara umum, semakin besar industri semakin lengkap pengujian yang harus
dilakukan. Sebagai contoh, dimisalkan industri pengolahan umbi-umbian berskala
kecil dan menengah (skala UKM) melakukan pengujian mutu bahan baku secara
fisik dan organoleptik saja. Pengujian yang dimaksud diintegrasikan pada proses
sortasi bahan baku. Industri skala besar melakukan pengujian mutu dengan maksud
menentukan apakah bahan baku yang dipasok atau bahan baku yang dibeli dapat
diterima atau ditolak, sekaligus juga dimaksudkan untuk menentukan harga bahan
baku yang dibeli oleh industri tersebut.
Standar mutu bahan baku yang ditetapkan oleh industri dibuat berdasarkan
pengalaman dari industri atau dapat mengacu Standar Nasional Indonesia (SNI).
Industri terkadang mengambil sebagian kriteria mutu yang tertuang dalam SNI.
Akan tetapi apabila pemerintah menetapkan bahan kimia tertentu diberlakukan
wajib SNI, maka industri harus menerapkan SNI tersebut sepenuhnya.

1. Metode Analisis Kimia


Analisis/pengujian merupakan kegiatan teknis yang terdiri dari penetapan
karakteristik sampel dan proses menggunakan metode yang telah ditetapkan.
Merujuk pada SNI ISO/IEC 17025: 2008 mengenai persyaratan umum kompetensi
laboratorium pengujian, semua laboratorium harus menggunakan metode dan
prosedur yang sesuai untuk semua pengujian yang mencakup tahapan perencanaan,
pengambilan sampel, preparasi sampel, proses pengujian sampai teknik statistika
untuk menganalisis data pengujian. Untuk membantu mengingatkan kembali
tentang tahapan dalam analisis dan jenis-jenis analisis, dipersilahkan anda
memperhatikan video pembelajaran pada alamat berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=-co_OtUq7ac
Tahap perencanaan ini disebut juga sebagai tahapan panduan untuk
melakukan kegiatan analisis, hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil
analisis yang akurat, termasuk didalamnya menentukan metode analisis yang akan
digunakan.
Tahap pengambilan sampel (teknik sampling) harus dilakukan secara benar
agar diperoleh sampel yang benar-benar representatif, yang mampu
menggambarkan keadaan populasi bahan secara benar. Kegiatan pengambilan
sampel dalam kajian ilmu kimia analitik disebut juga sebagai teknik sampling.
Proses pengambilan sampel harus sistematis, mengikuti langkah-langkah atau
tahapan sampling yang tepat. Penting untuk diperhatikan bahwa setiap perlakuan
sampel harus tidak menyebabkan kontaminasi atau hilangnya komponen sampel
lapangan. Hasil akhir pengurangan sampel lapangan melalui teknik sampling
menghasilkan sampel laboratorium. Terhadap sampel laboratorium yang tidak
stabil ini harus diberi perlakuan awal untuk mencegah dekomposisi kimiawinya.
Perlakuan untuk menghasilkan sampel analitik pada bahan kimia berbentuk cairan
dan gas lebih mudah dibandingkan sampel berbentuk padatan, karena homogenitas
dari cairan dan gas lebih tinggi dibandingkan bahan kimia padatan. Beberapa
kaidah dalam pengambilan sampel termuat dalam standar pengambilan sampel di
antaranya adalah:
a. SNI 0428-1998 : Petunjuk pengambilan sampel padatan.
b. SNI 0429-1998 : Petunjuk pengambilan sampel cairan dan semi padat.
c. SNI-8520-2018 : Cara pengambilan contoh uji limbah B3 padat
Sebelum melanjutkan ke uraian berikutnya, disarankan anda mencari sumber
petunjuk pengambilan sampel seperti di atas dan kemudian anda pelajari dengan
seksama.
Tahap berikutnya adalah preparasi sampel, untuk sampel dalam wujud padat
dilakukan dengan metode pengeringan, dengan tujuan untuk menghilangkan kadar
air, biasanya dilakukan dengan cara memanaskan sampel padatan pada suhu 100 –
110oC sampai mencapai berat konstan, setelah itu sampel kemudian mengalami
pelarutan. Sampel siap ukur yang mengandung senyawa pengganggu harus
dipisahkan dari sampel. Metode yang paling mudah untuk pemisahan
unsur/senyawa pengganggu adalah pengendapan. Metode yang lain adalah
ekstraksi pelarut dan kromatografi.
Tahapan pengujian/pengukuran/analisis merupakan tahapan yang paling
penting dalam melakukan analisis kimia. Konsep dasar yang harus dipahami dalam
melakukan pengujian/pengukuran/analisis adalah sifat dari suatu zat yang akan
dianalisis itu sendiri. Baik itu sifat kimia maupun sifat fisikanya. Pengujian/analisis
dapat dilakukan dengan metode analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Teknik utama yang digunakan dalam analisis kuantitatif anorganik
didasarkan pada:
a. penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia yang cocok dan/atau
pengukuran banyaknya pereaksi yang diperlukan untuk menyempurnakan
reaksi atau pemastian banyaknya hasil reaksi yang mungkin;
b. pengukuran sifat-sifat kelistrikan;
c. pengukuran sifat optik tertentu;
d. kombinasi pengukuran optik atau listrik dan reaksi kimia kuantitatif.

Metode analisis kimia yang digunakan untuk penentuan kadar suatu


komponen dalam cuplikan dapat dilakukan dengan berbagai metode/teknik,
pelajari kembali metode-metode analisis kimia. Teknik-teknik tersebut pada
dasarnya berbeda dalam hal sensitivitas, selektivitas, biaya, kehandalan dan juga
waktu yang diperlukan.
Dalam memilih teknik/metode yang akan digunakan dalam suatu
pekerjaan analisis, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut:
a. Tipe analisis yang diperlukan; menyangkut bentuk komponen yang akan
dianalisis, molekuler atau unsur. Perlu diketahui apakah untuk keperluan
analisis rutin atau sewaktu-waktu.
b. Sifat material yang akan diselidiki, misalnya apakah termasuk zat
radioaktif, korosif, dipengaruhi oleh air, dan sebagainya.
c. Kemungkinan adanya gangguan dari komponen lain yang terdapat
bersama-sama dalam cuplikan.
d. Daerah konsentrasi yang diperlukan dalam penyelidikan.
e. Ketepatan yang diperlukan.
f. Fasilitas laboratorium.
g. Waktu yang diperlukan.
h. Pemilihan cara destruksi cuplikan yang tepat. Bila cuplikan tidak perlu
didestruksi, teknik apa yang akan dipilih.

Metode pengujian yang digunakan sebaiknya merupakan metode standar


yang telah dipublikasikan secara internasional, regional atau nasional. Beberapa
contoh pengujian/penetapan akan di uraikan pada bagian selanjutnya.

2. Metode Analisis Kimia Untuk Fase Padat dan Fluida


Zat padat adalah zat yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya
luar mempengaruhinya. Barang atau bahan yang termasuk padatan bisa berupa
terkemas atau curah yang telah terkemas dalam kemasan kecil. Padatan dapat
dibedakan berdasarkan sifat partikelnya, yaitu partikel bahan atau produk atau
komoditas yang mudah meluncur disebut bahan curah (flowing material) dan bahan
yang partikelnya tidak mudah meluncur disebut non-curah (nonflowing material).
Bahan padatan yang bersifat curah antara lain tepung-tepungan, butiran berukuran
kecil atau butiran yang sifat permukaannya rata (halus) dan sifat partikelnya keras.
Permukaan butiran yang halus dan butiran keras, akan meningkatkan daya luncur
partikel. Partikel yang mudah meluncur adalah partikel yang tidak saling berikatan
atau cenderung saling menjauh, jika pada kumpulan partikel dikenakan gaya
mekanis seperti getaran, dorongan atau goyangan. Selain padatan, semua bahan
berbentuk cair bersifat curah (flowing). Sifat curah air disebabkan karena
partikelnya sangat kecil dan antar partikelnya tidak terjadi ikatan yang kuat.
Fluida merupakan zat-zat yang bisa mengalir yang mempunyai partikel kecil
sampai kasat mata dan dengan mudah bergerak serta berubah-ubah bentuknya
secara continue/terus-menerus bila terkena tekanan/gaya geser walaupun relatif
kecil atau bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir. Suatu fluida tersusun atas
molekul-molekul dengan jarak pisah yang cukup besar untuk gas dan jarak pisah
yang cukup kecil untuk zat cair. Molekul-molekul tersebut tidak terikat pada suatu
sisi, melainkan saling bergerak bebas terhadap satu dengan yang lainnya. Bahan
fluida mencakup cairan, gas, plasma, dan padat plastik.
Setelah memahami pengertian padatan dann fluida, pada bagian berikut akan
diuraikan beberapa contoh metode analisis fasa padat dan fluida.

a. Analisis pupuk anorganik (pupuk urea dan pupuk NPK)


Persiapan contoh pupuk
Persiapan contoh merupakan tahap penyediaan contoh siap timbang untuk
dianalisis. Tahap pertama contoh pupuk dicatat kode atau nomor pengirim,
asal contoh dan diberi nomor laboratorium. Contoh diambil kurang lebih 10 g
(representatif) untuk dihaluskan hingga lolos 80 mesh dengan grinder atau
lumpang porselin. Contoh ini yang akan digunakan untuk analisis kadar unsur-
unsur yang terdapat dalam pupuk. Contoh disimpan dalam kantong plastik,
diberi nomor laboratorium dan ditutup hingga kedap udara.

1) Penetapan kadar air Metode Karl Fischer


Bila air bereaksi dengan larutan pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran dari
iod, belerang dioksida, piridin dan metanol, maka bila elektrode platina dari
alat aquatitrator terpolarisasi sedikit saja akan mendepolarisasi elektrode.
Hal ini menyebabkan sejumlah besar arus akan mengalir ke mikrometer dan
menunjukan titik akhir titrasi.

Peralatan
• Aquatitrator atau aquameter
• Botol timbang
• Neraca analitik

Pereaksi
• Larutan Karl Fischer, larutan tunggal yang stabil dengan titer 5 mg/mL
H2O.
• Metanol, dengan kadar air maks 0,1 %
• Air bebas ion

Cara kerja
Masukkan sejumlah metanol ke dalam botol reaksi aquatitrator hingga
elektrode platina terendam. Titrasi dengan larutan Karl Fischer sampai
titik akhir tercapai dan diperoleh metanol bebas air. Timbang dengan
teliti 2,000 – 3,000 g contoh urea dan masukan ke dalam botol reaksi
aquatitrator dan aduk hingga semua contoh terlarut. Titrasi dengan
larutan Karl Fischer hingga titik akhir tercapai dan catat volume larutan
Karl Fischer yang dipakai untuk titrasi.
Perhitungan
Kadar air dalam contoh dapat dihitung dengan rumus berikut:

Kadar air = {(V x N)/(W x 1.000)} x 100

Keterangan: W = berat contoh dalam gram


N = titar pereaksi Karl Fischer
V = ml pereaksi Karl Fischer yang dipakai

2) Penetapan kadar nitrogen


Kadar nitrogen dari pupuk NPK dibedakan menjadi tiga bentuk senyawa N
yaitu: N- Urea (N-organik), N-NH4 dan N-NO3. Jumlah tiga bentuk senyawa
ini merupakan N- total.

a) Penetapan N-urea (N-organik) dan N-NH4


Nitrogen dalam contoh dihidrolisis dengan asam sulfat dan NH3 yang
terbentuk didestilasi dengan penambahan alkali (suasana basa). Destilat
ditampung dalam asam borat yang telah dibubuhi indikator Conway,
kemudian dititrasi dengan larutan baku asam sulfat (0,050 N).

Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu ukur /labu Kjeldahl 100 mL
• Erlenmeyer 100 mL
• Alat destilasi
• Labu didih 250 mL
• Buret digital 3 desimal/titrator
• Hot plate (pemanas Kjeldahltherm)
• Dispenser skala 0 – 10 mL

Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97%, BJ. 1,84)
• Asam borat 1 %
Timbang 1,00 g asam borat larutkan 100 mL H2O.
• Asam sulfat 0,050 N (titrisol)
Pipet 50 mL larutan baku H2SO4 1N titrisol ke dalam labu ukur 1
L . Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 L.
• NaOH 40 %
Larutkan 400,0 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600
mL, setelah dingin diencerkan menjadi 1 L.
• Indikator Conway
Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol
(bromcresol green) dengan 100 ml etanol 96 %.
• Masukkan batu didih.
Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh yang telah dihaluskan ke dalam labu
Kjeldahl atau labu ukur 100 mL. Tambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat ke
dalam labu dan sertakan blanko. Didihkan selama 1 jam di atas
pemanas (hot plate). Setelah dingin encerkan dengan air bebas ion
hingga tanda tera 100 ml, kocok hingga homogen. Pipet 10 mL ekstrak
ke dalam labu didih yang telah diberi sedikit serbuk batu didih dan
tambahkan 100 mL air bebas ion. Siapkan penampung destilat, yaitu
10 mL larutan asam borat 1% dalam erlenmeyer yang dibubuhi tiga tetes
indikator Conway (larutan berwarna merah). Destilasikan dengan
menambahkan 10 mL NaOH 40 %. Destilasi diakhiri apabila destilat
dalam penampung sudah mencapai volume 50-75 ml (larutan berwarna
hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah
muda. Catat volume titer contoh (Vc) dan volume blanko (Vb).

Perhitungan
Kadar N-urea (N-organik) + N-NH4 (%)
= (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg -1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk

Keterangan:
Vc,Vb = mL titar contoh dan blanko
N = normalitas larutan baku H 2SO4 (0,050)
14 = bobot setara nitrogen
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

b) Penetapan N-NH4 dan N-NO3


Unsur N dalam bentuk NH4 dan NO3 dilarutkan dalam air, didestilasi
dengan penambahan alkali. NH3 yang keluar ditampung dengan asam
borat dan destilat dititrasi dengan larutan asam baku H2SO4 0,050 N. Sisa
penetapan N-NH4 yang masih mengandung NO3 direduksi dengan logam
Devarda menjadi NH4. Destilasi dilakukan kembali seperti pada penetapan
N-NH4.

Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu takar 100 mL
• Mesin kocok dengan kecepatan 250 goyangan menit-1
• Alat destilasi
• Labu didih 250 mL
• Buret digital atau buret mikro (3 desimal)
• Pipet volume 10 mL
• Erlenmeyer 100 mL

Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97 %, BJ. 1,84)
• Larutan asam borat 1% (1 g asam borat dalam 100 mL H2O).
• Larutan NaOH 40 % (400 g NaOH dalam akuades 1 L bebas ion)
• Larutan H2SO4 0,050 N (50 mL H2SO4 1N titrisol dalam labu ukur 1 L.
• Indikator Conway
Larutkan 0,100 g merah metil dan 0,150 g hijau bromkresol dengan 100
mL etanol 96 %.
• Logam devarda (devarda alloy)
• Batu didih

Cara kerja
Timbang teliti 0,5000 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu
takar 100 mL. Tambah 50 mL air bebas ion, tutup rapat kemudian kocok
dengan mesin kocok selama 30 menit dengan kecepatan 200 goyangan
menit-1. Tambahkan air bebas ion sampai tanda tera 100 mL dan kocok
bolak-balik dengan tangan sampai homogen. Pipet 10 mL ekstrak ke
dalam labu didih, tambahkan sedikit serbuk batu didih dan 100 mL air
bebas ion. Siapkan penampung destilat, yaitu 10 mL asam borat 1% yang
telah diberi tiga tetes indikator Conway dalam erlenmeyer (larutan
berwarna merah). Destilasikan ekstrak dengan menambahkan 10 mL
NaOH 40% ke dalam labu didih. Destilasi selesai apabila destilat pada
penampung sudah mencapai volume 50-75 mL (larutan berwarna hijau).
Destilat dititrasi dengan larutan asam baku H2SO4 0,050 N sampai titik
akhir titrasi (Vc) (perubahan warna dari hijau menjadi merah jambu
muda). Kerjakan penetapan blanko (Vb).
Ekstrak bekas penetapan N-NH4 dalam labu didih ditambah 50 mL air
bebas ion dan dibiarkan dingin (jika perlu direndam dalam air). Siapkan
penampung destilat yang lain.

Destilasikan dengan menambahkan 2 g devarda alloy, akan terjadi


pendidihan dengan sendirinya (timbul buih-buih). Pemanas destilator
dihidupkan bila buih-buih dalam labu didih sudah habis dan pemanasan
dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menghindari pembuihan kembali
yang dapat masuk ke dalam penampung destilat. Destilasi diakhiri bila
volume destilat dalam penampung sudah mencapai 50-75 mL. Destilat
dititrasi dengan asam standar H2SO4 0,050 N seperti penetapan N-NH4 .
Perhitungan:
Kadar N-NH4 (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg-1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk
Kadar N-NO3 (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg-1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk

Keterangan :Vc, b = mL titar contoh dan blanko


N = normalitas larutan baku H2SO4 (0,050)
14 = bobot setara nitrogen
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

c) Penetapan N-Urea
Nitrogen dalam urea dihidrolisis dengan asam sulfat. NH4 yang terbentuk
didestilasi dengan penambahan alkali (suasana basa). Destilat ditampung
dalam asam borat yang telah dibubuhi indikator Conway, kemudian
dititrasi dengan larutan baku asam sulfat.
Peralatan
• Labu ukur 100 mL
• Erlenmeyer 100 mL
• Alat destilasi
• Buret digital 3 desimal
• Hot plate (pemanas 0 – 350oC)
• Neraca analitik 4 desimal
• Dispenser 0 – 10 mL

Pereaksi
• H2SO4 pekat (95-97%, BJ. 1,84 g/mL)
• Campuran selen/katalis
• Larutan asam borat 1% (1 g asam borat dalam 100 mL H2O).
• Larutan NaOH 40 % (400 g NaOH dalam 1 L H2O).
• Larutan H2SO4 0,050 N (50 mL H2SO4 1N titrisol dalam labu ukur1 L).
• Indikator Conway (0,100 g merah metil dan 0,150 g hijau bromkresol
dalam 100 mL etanol 96 %).
• Batu didih

Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh urea ke dalam labu ukur. Dengan dispenser
tambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat ditambahkan campuran selen/katalis,
kerjakan penetapan blanko. Didihkan campuran selama 1 jam di atas
pemanas (hot plate). Setelah dingin encerkan dengan air bebas ion hingga
tanda tera, kocok hingga homogen.
Pipet 10 mL ekstrak ke dalam labu didih yang telah diberi sedikit serbuk
batu didih dan tambahkan 100 mL air bebas ion. Siapkan penampung
destilat dalam erlenmeyer yang terdiri atas 10 mL larutan asam borat 1 %
yang telah dibubuhi tiga tetes indikator Conway. Destilasikan dengan
menambahkan 10 mL NaOH 40 %. Destilasi diakhiri apabila volume
destilat dalam penampung sudah mencapai 50-75 mL. Destilat dititrasi
dengan larutan asam baku, yaitu H2SO4 0,050 N hingga titik akhir (Vc)
(perubahan warna dari hijau menjadi merah jambu muda). Penetapan
blanko dikerjakan (Vb).

Perhitungan
Kadar N (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100/10 x 100 mg -1 contoh x fk
= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/10 x 100/500 x fk
= (Vc - Vb) x N x 28 x fk

Keterangan: Vc, Vb = mL titer contoh dan blanko


N = normalitas larutan baku H2SO4 (0,050)
14 = bobot setara nitrogen
100 = konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

3) Penentuan kadar P2O5 dan K2O total


Fosfat diukur secara spektrometri dari senyawa kompleks (berwarna kuning)
yang terbentuk hasil reaksi dari orthofosfat dengan amonium molibdat dan
vanadat, sementara kalium diukur secara flamephotometri dari intensitas sinar
emisi.

Peralatan
• Neraca analitik 4 desimal
• Labu ukur 100 mL
• Pemanas listrik/hot plate
• Dispenser skala 10 mL/pipet ukur volume 10 mL
• Dilutor (pengencer skala 0 – 10 mL)/pipet volume 1 mL
• Pipet ukur 10 mL
• Tabung reaksi 20 mL
• Pengocok tabung (vortex mixer)
• Spektrophotometer visible
• Flamephotometer

Pereaksi
• Air bebas ion yang bebas CO2 Air bebas ion dididihkan dan dinginkan
sebelum digunakan untuk membuat pereaksi dalam penetapan ini.
• HCl p.a. pekat (37%, Bj. 1,19 g mL-1)
• HCl 25 %
Encerkan 675,7 mL HCl p.a. pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1 L.
• HNO3 pa. 67%

• Standar 0
Pipet 50 mL HCl 25% ke dalam labu ukur 500 mL yang berisi kira-kira 200
mL air bebas ion. Kocok campuran dan impitkan dengan air bebas ion.
• Pereaksi I (amonium molibdat 1%)
Timbang 10 g NH4Mo7O24 . 4 H2O dalam 1.000 ml air bebas ion.
• Pereaksi II (amonium vanadat 0,5%)
Timbang 0,5 g NH4VO3 + 70 ml HNO3 p.a. dalam 1.000 ml air bebas ion
yang telah dididihkan dahulu.
• Pereaksi campuran (satu bagian Pereaksi I + satu bagian pereaksi II)
Gunakan dalam keadaan segar, tidak dapat dipakai lebih dari 1 malam.
• Standar induk 2000 ppm P dalam H2O
Timbang 8,7742 g KH2PO4 (yang telah dikeringkan pada 130 oC selama 2
jam), masukan ke dalam labu ukur 1 L, impitkan hingga tanda garis dengan
air bebas ion.
• Standar 500 ppm P
Pipet 25 mL larutan standar induk 2.000 ppm P ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan 10 mL HCl 25 % dan air bebas ion hingga 100 mL.
• Deret standar P (0 - 500 ppm P)
Pipet masing-masing 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 mL standar 500 ppm P. Tambahkan
standar P masing-masing mulai dari 0 hingga 0 mL, kocok.
Deret standar ini mengandung 0; 50; 100; 200; 300; 400 dan 500 ppm.
• Standar induk 1000 ppm K (titrisol)
• Standar 200 ppm K
Pipet 20 mL dari standar induk 1000 ppm K ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan 1 mL HCl 25 % dan air bebas ion sampai dengan 100 mL, lalu
kocok.
• Deret standar K (0-20 ppm K)
Pipet masing-masing 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 mL standar 200 ppm K. Tambahkan
standar 0 yang telah diencerkan 10X hingga masing-masing menjadi 10 mL,
kocok. Deret standar ini mengandung 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ppm K.

Cara kerja
Timbang teliti 0,2500 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu takar
volume 100 mL. Tambahkan 10 mL HCl 25 % dengan dispenser atau pipet
volume 10 mL. Panaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih
selama 15 menit. Encerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin volume
ditepatkan sampai tanda tera 100 mL, tutup kemudian kocok bolak balik dengan
tangan sampai homogen. Biarkan semalam atau jika perlu disaring untuk
mendapatkan ekstrak jernih dengan cepat.
1) Pengukuran P
Pipet 1 mL ekstrak jernih atau filtrat dan deret standar P masing-masing ke
dalam tabung kimia. Tambahkan masing-masing 9 ml pereaksi campuran,
kocok hingga homogen dengan vortex. Diukur dengan spektrophotometer
pada panjang gelombang 466 nm dengan deret standar P sebagai
pembanding.
2) Pengukuran K
Pipet 1 mL ekstrak jernih atau filtrat di atas ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 9 mL air bebas ion, kocok dengan vortex hingga homogen
(pengenceran 10 X). Kalium diukur dengan fotometer nyala dari ekstrak yang
telah diencerkan dengan deret standar K sebagai pembanding.

Perhitungan:
a) Kadar P2O5 total (%)
= ppm kurva x (mL ekstrak 1.00 ml-1)x(100 mg-1 contoh)xfp x (142/90)x fk
= ppm kurva x 100/1.00 x 100/250 x 142/90 x fk
= ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk

b) Kadar K2O-total (%) = ppm kurva x 0,4 x 94/78 x fk

Keterangan:
ppm kurva= kadar contoh yang didapat dari kurva deret K standar dengan
pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
fp = faktor pengenceran (10 untuk K, 1 untuk P)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O

b) Penentuan total suspended solid (TSS) secara Gravimetri


TSS Adalah padatan tersuspensi total (TSS) residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2µm atau lebih besar
dari ukuran partikel koloid. Metode ini digunakan untuk menentukan residu
tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air limbah secara gravimetri.
Metode ini tidak termasuk penentuan bahan yang mengapung, padatan yang
mudah menguap dan dekomposisi garam mineral.
Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah
ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai
berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan
mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat
saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu
diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh estimasi
TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total

Peralatan
• desikator yang berisi silika gel;
• oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC;
• timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
• pipet volum;
• gelas ukur;
• cawan porselen/cawan Gooch;
• penjepit;
• kaca arloji; dan
• pompa vacuum

Cara kerja
1) Timbang Filter sampai berat konstan (berat awal)
2) Ukur 100 ml sampel
3) Rangkai peralatan Vakum, sesuai petunjuk penggunaan alat
4) Masukkan sampel 100 ml kedalam gelas penyaringan
5) Hidupkan Pompa Vakum hingga sampel tersaring seluruhnya.
6) Bilas gelas penyaringan dengan aquades ±30 ml
7) Pindahkan kertas saring kedalam kaca arloji secara hati-hati
8) Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC, dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan
timbang.
9) Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan lakukan
penimbangan sampai diperoleh berat konstan.

Perhitungan
Untuk menghitung TSS, gunakan rumus :

(A − B) x 1000
mg TSS per liter =
Volume Contoh Uji

Dimana,
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg

c) Penentuan kadar oksigen terlarut (DO/BOD) secara iodometri (modifikasi


azida)
Metode ini meliputi cara uji kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
dari contoh air dan air limbah; terutama untuk contoh yang mengandung lebih
besar dari 50 µg NO2 -N/L dan kadar besi (II) lebih kecil dari 1 mg/L dengan
menggunakan metode iodometri (modifikasi azida) untuk kadar oksigen terlarut
sama atau di bawah kejenuhannya.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) adalah jumlah miligram oksigen
yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mg O2 /L.
Penentuan ini, didasarkan pada prinsip oksigen terlarut bereaksi dengan ion
mangan (II) dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan dengan valensi
yang lebih tinggi (Mn IV).
Dengan adanya ion yodida (I-) dalam suasana asam, ion mangan (IV) akan
kembali menjadi ion mangan (II) dengan membebaskan iodin (I2) yang setara
dengan kandungan oksigen terlarut. Iodin yang terbentuk kemudian dititrasi
dengan sodium thiosulfat dengan indikator amilum.
Bahan
• mangan sulfat, MnSO4.4H2O; MnSO4.2H2O atau MnSO4.H2O;
• natrium hidroksida, NaOH atau kalium hidroksida, KOH;
• Na iodida, NaI atau kalium iodida, KI;
• amilum/kanji;
• natrium azida, NaN3;
• asam salisilat;
• asam sulfat, H2SO4 pekat;
• sodium thiosulfat, Na2S2O3. 5H2O;
• kalium bi-iodat, KH(IO3)2;
• kalium dikromat, K2Cr2O7;
• air suling.

Peralatan
• botol Winkler;
• buret mikro 2 mL
• pipet volume 5 mL; 10 mL dan 50 mL;
• pipet ukur 5 mL;
• erlenmeyer 125 mL;
• gelas piala 400 mL; dan
• labu ukur 1000 mL.

Persiapan pembuatan pereaksi


• Larutan mangan sulfat
Larutkan 480 g MnSO4.4H2O atau 400 g MnSO4.2H2O atau 364 g
MnSO4.H2O dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL, tepatkan sampai
tanda tera.
• Larutan alkali yodida azida
Larutkan 500 g NaOH atau 700 g KOH dan 135 g NaI atau 150 g KI dengan
air suling, encerkan sampai 1000 mL. Tambahkan larutan 10 g NaN3 dalam
40 mL air suling.
• Larutan kanji (amilum/ kanji)
Larutkan 2 g amilum dan 0,2 g asam salisilat, HOC6H4COOH sebagai
pengawet dalam 100 mL air suling yang dipanaskan (mendidih).
• Larutan sodium thiosulfat 0,025 N
Timbang 6,205 g Na2S2O3.5H2O dan larutkan dengan air suling yang telah
dididihkan (bebas oksigen), tambahkan 1,5 mL NaOH 6 N atau 0,4 g NaOH
dan encerkan hingga 1000 mL. Lakukan standarisasi dengan larutan kalium
bi-iodat
• Larutan baku kalium bi-iodat, KH(IO3)2 0,0021 M (0,025 N)
Larutkan 812,4 mg KH(IO3)2 dalam air suling dan encerkan sampai 1000 mL.
• Larutan baku kalium dikromat, K2Cr2O7 0,025 N
Larutkan 1,2259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 150oC selama 2 jam
dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 mL.
Penetapan larutan thio sulfat dengan kalium bi-iodat
1) Larutkan 2 g KI dalam erlenmeyer dengan 100 mL sampai dengan 150 mL air
suling.
2) Tambah 1 mL H2SO4 6N atau beberapa tetes asam sulfat pekat.
3) Pipet 20 mL larutan baku kalium bi-iodat dan tambahkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi KI.
4) Encerkan sampai 200 mL dan titar yodin yang terbebaskan dengan
menggunakan larutan thio sulfat sampai warna kuning muda.
5) Tambahkan larutan indikator amilum/kanji lanjutkan titrasi sampai warna biru
tepat hilang.
6) Hitung normalitas larutan Na2S2O3 dengan rumus sebagai berikut :

V2 x N2
Normalitas Na2 S2 O3 =
V1

dimana:
N = adalah normalitas Na2S2O3;
V1 = adalah mL Na2S2O3;
V2 = adalah mL kalium bi-iodat yang digunakan;
N2 = adalah normalitas larutan kalium bi-iodat.

Penetapan oksigen terlarut


a) Ambil 100 ml sampel masukkan kedalam botol Winkler
b) Tambahkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL alkali iodida azida dengan ujung pipet
tepat di atas permukaan larutan
c) Tutup segera dan homogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna.
d) Biarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai dengan 10 menit.
e) Tambahkan 1 mL H2SO4 pekat, tutup dan homogenkan hingga endapan larut
sempurna.
f) Tuangkan seara kuantitatif kedalam erlenmeyer
g) Titrasi dengan Na2S2O3 dengan indikator amilum/kanji sampai warna biru tepat
hilang
h) Untuk perhitungan kadar oksigen terlarut gunakan rumus:

mg V x N x 8000 x F
Oksigen Terlarut ( ⁄L) =
Volume sampel
3. Analisis Bilangan Iod, Bilangan Peroksida dan Bilangan Penyabunan
dalam Sampel.

Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah berasal


dari bahan baku minyak kelapa. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh
maupun asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang
mempunyai ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonya, asam lemak ini mudah
mengalami oksidasi, bila asam lemak ini teroksidasi maka ikatan rangkap yang ada
pada asam lemak tak jenuh tersebut akan putus dan membentuk ikatan jenuh.
Minyak nabati yang baik untuk dikonsumsi oleh tubuh menurut standar kesehatan
adalah minyak nabati yang mengandung asam lemak tak jenuh. Standar mutu
minyak kelapa dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Standar mutu minyak kelapa

(Sumber : SNI-Teknologi Minyak Kelapa- SNI - 3741- 1995)

Analisis kimia minyak meliputi bilangan asam, bilangan iod, bilangan


peroksida, bilangan penyabunan, dan bilangan TBA (Thiobarbituric acid).
Peningkatan bilangan asam, bilangan peroksida, derajat ketengikan, dan bilangan
TBA digunakan sebagai parameter kerusakan minyak. Pada uraian berikut hanya
akan dibahas penentuan bilangan iod, bilangan peroksida, dan bilangan
penyabunan.
a. Bilangan Iod
Salah satu faktor penyebab putusnya ikatan rangka pada asam lemak tak
jenuh adalah pengaruh pemanasan terutama pada saat digunakan untuk
menggoreng. Seberapa banyak ikatan rangkap yang terputus pada saat menggoreng
dapat diketahui melalui penentuan bilangan iod. Penentuan bilangan iod merupakan
salah satu cara untuk menentukan tingkat ketidak jenuhan minyak.
Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diserap oleh 100 gram
minyak. Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau
lemak. Semakin besar bilangan iod maka derajat ketidakjenuhan semakin tinggi.
Semakin tinggi tingkat ketidakjenuhannya maka semakin baik dikonsumsi oleh
tubuh, karena minyak yang tinggi kandungan lemak tak jenuhnya tidak
meningkatkan kolesterol tubuh.
Penyerapan iod bebas oleh minyak sangat lambat, untuk itu dipakai larutan
aktif yang mengandung senyawa iod tidak stabil, antara lain persenyawaan iod
dengan klor atau brom. Dalam pelaksanaannya, untuk menentukan bilangan iod
dari suatu minyak dilakukan titrasi iodometri dengan 4 cara yaitu cara Wijs, Hanus,
Kaufmann dan Von Hubl.
1) Penentuan Bilangan Iod Cara Wijs
Cara Wijs menggunakan pereaksi yang terdiri dari 16 gram iod monoklorida
dalam 1000 mL asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat
larutan ini yaitu dengan melarutkan 13 gram iod dalam 1000 mL asam asetat
glasial, kemudian dialirkan gas klor sampai terlihat perubahan warna yang
menunjukkan bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan
larutan ini agak sukar dan bersifat tidak tahan lama. Larutan ini sangat peka
terhadap cahaya dan panas serta udara sehingga harus disimpan ditempat yang
gelap, sejuk dan tertutup rapat.

2) Penentuan Bilangan Iod Cara Hanus


Cara hanus ini menggunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam
asetat glasial. Untuk membuat larutan ini, 20 gram iodium bromida dilarutkan
dalam 1000 mL alkohol murni yang bebas dari asam asetat. Jumlah sampel yang
ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod yaitu sekitar 0,5 gram
untuk lemak, 0,19 – 0,2 gram untuk minyak.
3) Penentuan Bilangan Iod Cara Kaufman
Cara Kaufmann menggunakan campuran 5,2 mL larutan brom murni di dalam
1000 mL methanol dan dijenuhkan dengan natrium bromida. Contoh yang telah
ditimbang dilarutkan dalam 10 mL kloroform kemudian ditambahkan 25 mL
pereaksi. Reaksi dilakukan di tempat yang gelap.

Penentuan Bilangan Iod Cara Von Hubl


Cara Von Hubl menggunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram iod
didalam 500 mL etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida di dalam 500 mL
etanol. Kedua larutan ini baru dicampurkan jika akan dipergunakan dan tidak
boleh berumur lebih dari 48 jam. Pereaksi ini mempunyai reaktivitas yang lebih
kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya, sehingga membutuhkan waktu
reaksi selama 12 jam sampai 14 jam.

Penentuan bilangan iod dari masing-masing cara di atas menggunakan rumus


yang sama. Semua cara di atas didasarkan pada prinsip titrasi iodometri.

Bilangan iod dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini,

(B − S) x N x 12,69
Bilangan Iod =
G

Dimana: B = Banyaknya Na2S2O3 0,1 N yang dipakai pada titrasi blanko


S = Banyaknya Na2S2O3 0,1 N yang dipakai pada titrasi sampel
N = Normalitas larutan Na2S2O3 0,1 N setelah distandarisasi
G = Bobot sampel
Ar I
12,69 =
10
Contoh :
Sebanyak 0,518 gram sampel minyak curah akan ditentukan bilangan iod-nya. Jika
diketahui volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi larutan blanko sebanyak 5,75
mL, sedangkan untuk titrasi sampel minyak curah sebanyak 2,95 mL tentukan bilangan iod
untuk sampel minyak curah tersebut. (Mr I2 = 213,36)

Penyelesaian :
Berat Minyak Curah = 0,518 gram = 518,0 mg
Volume Na2S2O3 blanko (B) = 5,75 mL
Volume Na2S2O3 sampel (S) = 2,95 mL
Normalitas Na2S2O3 (N) = 0,1

(B − S) x N x 12,69
Bilangan Iod =
G
(5,75−2,95) x 0,1 x 12,69
= 0,518
= 6,86

b. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida menunjukkan jumlah senyawa peroksida yang terbentuk
di dalam minyak yang dinyatakan sebagai miliequivalen oksigen aktif yang terdapat
dalam 1 kg minyak. Senyawa peroksida terbentuk karena adanya reaksi oksidasi
lemak, terutama lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting yang merupakan salah satu
penentu kualitas minyak, untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1992), bahwa bilangan peroksida
maksimal untuk minyak kelapa adalah 5 mg oksigen/g contoh.
Kecilnya angka peroksida menunjukan bahwa kualitas dari minyak tersebut
baik, karena bila jumlah senyawa peroksida dalam minyak yang semakin banyak
menunjukkan minyak tersebut akan cepat menjadi tengik, yang disebabkan asam
lemak tak jenuh dari minyak mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida.
Penentuan bilangan peroksida ditentukan dengan melarutkan sejumlah
minyak dalam asam asetat glasial-kloroform (3:2). Ketika penambahan KI berlebih
yang direaksikan dengan peroksida, iod dibebaskan, seperti pada persamaan reaksi
di bawah ini:

Iod yang bebas tersebut kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 yang telah
distandardisasi dan ditambahkan pati sebagai indikator. Semakin tinggi bilangan
peroksida menunjukkan bahwa jumlah peroksida semakin banyak dan dapat diduga
bahwa tingkat reaksi oksidasi semakin tinggi.
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai miliequivalen O2 per kg minyak yang
dihitung dengan menggunakan rumus:

1000 x N x (Vo − V1)


Bilangan Peroksida (mek O2/Kg =
G

Dimana: Vo = Volume larutan standar Na2S2O3 0,1 N untuk titrasi sampel (mL)
V1 = Volume larutan standar Na2S2O3 0,1 N untuk titrasi blanko (mL)
S = Banyaknya Na2S2O3 0,1 N yang dipakai pada titrasi sampel
N = Normalias larutan standar Na2S2O3
G = Bobot sampel (g)

Contoh :
Hasil penentuan angka peroksida pada sampel untuk 5 gram minyak jelantah melalui titrasi
menggunakan 0,1 N Na2S2O3 didapatkan data volume Na2S2O3 secara berturut-turut 5,0
mL; 4,9 dan 4,8 mL, tentukan berapa bilangan peroksida rata-rata dari minyak jelantah
tersebut.

Penyelesaian :
Massa minyak jelantah = 5 g
(5,0 + 4,9 + 4,8) mL
Rata − rata volume 0,1 N titer = = 4,9 mL
3
1000 x N x (Vo − V1)
Bilangan Peroksida (mek O2/Kg =
G
1000 x 0,1 x (4,9)
=
5
= 98
c. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang diperlukan untuk
menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dapat dipergunakan
untuk penentuan berat molekul minyak secara kasar, minyak kelapa murni yang
mengandung asam lemak dengan rantai atom C pendek (≤ C8) relatif mempunyai
berat molekul kecil dan memiliki angka penyabunan relatif besar. Jadi minyak yang
mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang
tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Angka
penyabunan yang semakin besar, merupakan indikator bahwa minyak tersebut
semakin baik.
Reaksi penyabunan terjadi apabila lemak, misalnya gliseril palmintat
dipanaskan (cara refluks) dengan adanya alkali (NaOH atau KOH) yang dapat
menyebabkan ester gliserin terkonversi menjadi garam Na/K-palmintat dan
gliserin. Garam asam lemak berantai panjang ini disebut sabun sehingga reaksinya
disebut reaksi penyabunan. Teknik yang digunakan untuk penentuan bilangan
penyabunan adalah titrasi asidimetri, yaitu mereaksikan lemak dengan basa seperti
KOH membentuk sabun dan gliserol, seperti pada reaksi di bawah ini,

setelah itu jumlah KOH yang tersisa ditentukan dengan melakukan titrasi dengan
HCl, seperti pada reaksi berikut:

KOH + HCl → KCl + H2 O


Prosedur analisis bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 2 g minyak dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Memipet
larutan 0,5 N KOH alkoholis sebanyak 25 mL, dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan disambungkan dengan kondensor untuk direfluks menggunakan
penangas air. Setelah itu dipanaskan/refluks hingga lemak telah tersaponifikasi
(30 menit). Kemudian didinginkan dan dititrasi dengan 0,5 N HCl dengan
indikator phenolftalein.

56,1 x N (Vb − Vs)


Bilangan Penyabunan =
G

keterangan : Vb = Volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)


Vs = Volume HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (mL)
N = Normalitas HCl
G = Berat contoh (g)

Contoh :
Sebanyak 1,2 g minyak dan 1,2 g blanko masing-masing dicampurkan dengan 10 mL KOH
alkoholis 0,1 N dipanaskan selama (30 menit) hingga lemak telah tersaponifikasi.
Kemudian didinginkan dan dititrasi dengan 0,1 N HCl dengan menggunakan indikator
phenolftalein, jika untuk mencapai titik ekuivalen blanko dibutuhkan 8,4 mL HCl,
sedangkan untuk sampel dibutuhkan 1,4 mL HCl, tentukan bilangan penyabunan sampel
minyak tersebut.

Penyelesaian :
Massa sampel minyal = 1 g

56,1 x N (Vb − Vs)


Bilangan Penyabunan =
G
56,1 x 0,1 (8,4 −1,4)
= = 32,7
1,2

D. CONTOH PENERAPAN PCK


Anda sebagai calon guru/guru Teknik Kimia yang profesional dituntut untuk
menguasai berbagai teknologi, baik hard technology maupun soft technology,
menguasai konsep dan praktek berbagai model pembelajaran yang diaplikasikan
dalam pembelajaran. Untuk hal tersebut anda dituntut mampu merancang
pembelajaran dengan menerapkan prinsip memadukan pengetahuan teknik kimia,
pedagogik, serta teknologi informasi dan informasi dan komunikasi atau
Technological Pedagogical and Content Knowledge (TPACK). Berikut ini adalah
contoh strategi pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk membelajarkan bagaimana menentukan bilangan
penyabunan, yaitu jumlah KOH yang diperlukan berdasarkan reaksi saponifikasi.
.
Tujuan Pembelajaran
Menentukan jumlah KOH yang diperlukan berdasarkan reaksi saponifikasi dengan
teknik titrasi asam basa.

Langkah pembelajaran
Fase 1: Orientasi peserta didik kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan memotivasi
peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Stimulus
yang diberikan dilakukan dengan menginisiasi pembelajaran dengan
mengorientasikan siswa pada masalah aktual dan otentik, yaitu bagaimana
menentukan kualitas minyak goreng melalui penentuan bilangan penyabunan
secara praktikum.
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll).

Fase 3:Membimbing penyelidikan individu dan kelompok


Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi tentang prosedur
SNI untuk penentuan bilangan penyabunan, menyususn rencana eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
dan pemecahan masalah melalui internet.
Fase 4:Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5:Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang digunakan.

E. FORUM DISKUSI
Pemerintah melalui Keputusan Menteri telah menetapkan SNI untuk
pengujian parameter-parameter kualitas minyak goreng. Sebagai calon guru/guru
anda diwajibkan untuk melatih siswa dalam analisis kimia untuk selalu
menggunakan teknik pengujian sesuai SNI. Dalam kesempatan ini, carilah dari
internet prosedur SNI untuk Pengujian Kualitas Minyak Goreng, pelajari secara
seksama, kemudian anda tuliskan langkah-langkah penting yang harus dilakukan
melului skema alur kerja.

F. RANGKUMAN
Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar tentang Analisis Bahan Anorganik
Fasa Padat dan Fluida, serta Analisis Bilangan Iod, Bilangan Peroksida, Bilangan
Penyabunan. Dengan demikian Anda sudah menguasai sebagian kompetensi
sebagai guru SMK yang terkait Teknik Kimia. Hal-hal penting yang sudah Anda
pelajari dalam Kegiatan Belajar-2 ini adalah sebagai berikut:

1) Di bidang industri kimia, analisis kimia diperlukan untuk memonitoring bahan


baku, proses produksi, untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maupun
limbah yang dihasilkan. Bahan baku yang digunakan, produk hasil produksi dan
juga limbah bahan yang dibuang ke alam (limbah), berdasarkan wujudnya dapat
berupa bahan padat, cair maupun bahan fluida (cair dan gas ).
2) Analisis atau pengujian mutu bahan baku dan produk serta limbah dilakukan
secara fisik, ataupun secara kimia tergantung dari standar pengujian yang
ditetapkan oleh peraturan pemerintah, tujuan pengujian, resiko yang
ditimbulkan, kompleksitas, persyaratan bahan baku, tuntutan mutu produk dan
lain-lain. Standar mutu bahan baku yang ditetapkan oleh industri dibuat
berdasarkan pengalaman dari industri atau dapat mengacu Standar Nasional
Indonesia (SNI).
3) Analisis/pengujian merupakan kegiatan teknis yang terdiri dari penetapan
karakteristik sampel dan proses menggunakan metode yang telah ditetapkan.
Merujuk pada SNI ISO/IEC 17025: 2008 mengenai persyaratan umum
kompetensi laboratorium pengujian, semua laboratorium harus menggunakan
metode dan prosedur yang sesuai untuk semua pengujian yang mencakup
tahapan perencanaan, pengambilan sampel, preparasi sampel, proses pengujian
sampai teknik statistika untuk menganalisis data pengujian.
4) Standar mutu minyak kelapa meliputi bilangan asam, bilangan iod, bilangan
peroksida, bilangan penyabunan, dan bilangan TBA (Thiobarbituric acid).
5) Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diserap oleh 100 gram
minyak. Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau
lemak. Semakin besar bilangan iod maka derajat ketidakjenuhan semakin tinggi.
Semakin tinggi tingkat ketidakjenuhannya maka minyak tersebut semakin baik.
Penentuan bilangan iod dari suatu minyak dilakukan titrasi iodometri dengan 4
cara yaitu cara Wijs, Hanus, Kaufmann dan Von Hubl.
6) Bilangan peroksida menunjukkan jumlah senyawa peroksida yang terbentuk di
dalam minyak yang dinyatakan dinyatakan sebagai miliequivalen O2 per kg
minyak. Bilangan peroksida merupakan salah satu penentu kualitas minyak,
yaitu untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak.
7) Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang diperlukan untuk menyabunkan
sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dapat dipergunakan untuk
penentuan berat molekul minyak secara kasar, minyak kelapa murni yang
mengandung asam lemak dengan rantai atom C pendek (≤ C8) relatif
mempunyai berat molekul kecil dan memiliki angka penyabunan relatif besar.
B. 44
C. 33
D. 22
E. 11

10. Sebanyak 2,4 gram sampel minyak jagung akan ditentukan bilangan iod-nya.
Jika diketahui volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi larutan
blanko sebanyak 7,6 mL, sedangkan untuk titrasi sampel minyak curah
sebanyak 4,2 mL, maka bilangan iod untuk sampel minyak jagung tersebut
adalah ….. (Mr I2 = 213,36)
A. 1,8
B. 2,7
C. 3,6
D. 5,4
E. 7,2

H. DAFTAR PUSTAKA
1. Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar
2. Apriyantono, Anton.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB :
Bogor
3. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods
of Analysis. Arlington: AOAC.
4. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry. 5th edition. New York: John
Wiley & Sons.
5. Day, R.A. Underwood, A.L., Iis Sofyan (Alih bahasa). 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
6. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
7. Hargis, L.G. 1988. Analytical Chemistry. New Jersey: Prentice Hall.
8. Harvey, David, 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Higher
Ed.
9. Indrayatna, Lemak Jenuh dan Lemak Tak Jenuh. [Online]. Tersedia
: http://xamherbal.com/lemak-jenuh-dan-lemak-tak-jenuh/[5 Mei 2012]
10. Jangkuru, Z. 1974. Makanan Pakan Ikan Konsumsi. Depok: Penerbit
Agromedia Pustaka.
11. Jeffery, G.H., Baset, J., Mendham, Jl., Denney, R.C. 1989. Vogel’s Textbook
of Quantitative Chemical Analysis. 5th edition. New York: Longman
Scientific & Technical.
12. Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
13. Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: CV Simplex.
14. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo
Han Pub. Korea Republic.
15. Nielson, S. S. (2003). Food analysis laboratory manual. Chips Ltd., USA.
16. Nielsen, S. S. (Ed.). (2010). Food analysis (pp. 139-141). New York: Springer.
17. Qauliya, Asta. Tak Semua Lemak Berbahaya Bagi Kesehatan.[Online].
Tersedia: http://astaqauliyah.com/2006/08/tak-semua-lemak-berbahaya-bagi-
kesehatan/[5 Mei 2012]
18. Rufiati, Etna, 2011, Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh.[Online].Tersedia
:http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/PerbedaanLemakJenuh_Etna
Rufiati_16374.pdf [5 Mei 2012]
19. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing.
20. S. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
21. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 2004. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 8th edition. New York: Saunders College Publishing.
22. Slamet Sudarmaji, Bambang Haryono, Suhardi. (1981). Prosedur Analisa
untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
23. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.
Fakultas Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.
24. Sahwan, F.M. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
25. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosukojo. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
26. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
27. Weaver, C. M., & Daniel, J. R. (2003). The food chemistry laboratory: a
manual for experimental foods, dietetics, and food scientists. CRC press.
KEGIATAN BELAJAR 3

ANALISIS PROKSIMAT BAHAN ALAM


&
PRODUK INDUSTRI

Penulis

Drs. Hokcu Suhanda, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


2019
A. PENDAHULUAN
Telah anda ketahui bahwa analisis kimia merupakan suatu rangkaian
pekerjaan yang berfokus untuk memeriksa/mengetahui/menentukan kandungan
dari suatu bahan baik senyawa organik maupun anorganik dengan tujuan tertentu,
dan secara khusus anda telah memperoleh pengetahuan tentang Analisis Bahan
Organik dan Bahan Anorganik fasa padat dan fluida baik secara konvensional
maupun secara modern, yaitu pada Kegiatan Belajar 1 dan 2. Selanjutnya pada
Kegiatan Belajar 3, anda akan mendapatkan pengetahuan terkait Analisis Proksimat
Bahan Alam dan Produk Industri.
Analisis proksimat merupakan dasar penentuan kualitas suatu bahan yang
banyak digunakan di dunia pertanian, peternakan dan perikanan serta industri bahan
pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui mengetahui komposisi
kimia/kandungan nutrien/kualitas suatu bahan (bahan baku/produk). Beberapa hal
yang menyebabkan analisis komposisi kimia perlu ditentukan seperti kadar air
bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap stabilitas penyimpanan, di
samping dari segi nilai gizinya.
Sebelum anda mendalami uraian materi pada Kegiatan Belajar 3, dianjurkan
membaca terlebih Capaian Pembelajaran dan Sub-Capaian Pembelajaran untuk
mendapatkan gambaran umum dan khusus pemahaman pengetahuan yang akan
diperoleh. Setelah mendalami uraian materi, sebaiknya Anda secara aktif terlibat
dalam forum diskusi dan mengerjakan tes formatif yang diberikan di bagian akhir
untuk menguji pengetahuan yang telah Anda dapatkan. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan
Belajar 3.

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan = x 100%
jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 4. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi
materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.
Mudah-mudahan Anda dapat memahami konsep-konsep dan penerapannya
yang diberikan pada kegiatan belajar 3 ini.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair
dan gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.

Sub Capaian Pembelajaran


Disajikan data tentang analisis kadar air dalam bahan makanan, peserta didik dapat
menghitung kadar airnya.

Untuk mencapai sub capaian pembelajaran di atas, materi dalam Kegiatan


Belajar-3 ini dikemas dalam urutan materi sebagai berikut:
1. Pengertian, kelebihan dan kelemahan analisis proksimat.
2. Penyiapan sampel untuk analisis proksimat.
3. Analisis kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen

Selamat belajar, semoga sukses.


C. URAIAN MATERI

1. Pengertian, Kelebihan dan Kelemahan Analisis Proksimat.


Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui
komposisi kimia/kandungan nutrien (kadar makronutrien) atau kualitas suatu bahan
(bahan baku pangan atau produk) yang berkaitan dengan kebutuhan obyektif
teknologi pengolahan maupun nilai gizi. Variasi di dalam kandungan gizi penting
karena berpengaruh terhadap pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan. Hal ini
menyebabkan analisis komposisi zat gizi pangan menjadi penting.
Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan di Weende
Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Oleh karenanya
analisis ini sering juga dikenal dengan analisis WEENDE. Proksimat berarti
terdekat. Artinya terdekat dalam menggambarkan komposisi zat makanan suatu
bahan makanan. Metode tersebut sangat popular hingga kini.

Gambar 3.1. Contoh beberapa bahan makanan

Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan berdasarkan


komposisi kimia dan fungsinya, yaitu: air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude
protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (nitrogen free extract). Komponen berbagai fraksi hasil analisis proksimat
dirangkum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komponen berbagai fraksi hasil analisis proksimat

Metode analisis proksimat meliputi penentuan kadar air dengan metode oven
menurut AOAC 2005, kadar abu dengan metode pengabuan kering (dryashing)
menurut AOAC 2005, kadar lemak dengan metode soxhlet menurut AOAC 2005,
kadar protein dengan metode Kjeldahl menurut AOAC 2005 dan karbohidrat
dengan metode by different.
Secara singkat, bagan alir analisis proksimat dapat dilihat pada Gambar 3.2
di bawah ini.

Gambar 3.2. Bagan alir analisis proksimat


Pada gambar 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa secara umum tahapan-tahapan
analisis proksimat dilakukan mulai dari penentuan kadar air pada sampel, yaitu
ditetapkan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC hingga diperoleh bahan
kering dengan bobot tetap. Bahan kering selanjutnya dilakukan penetapan
kandungan lemak kasar dan protein kasar, kadar abu dan serat kasar. Penetapan
kandungan lemak kasar dilakukan dengan metode soklet dan larutan heksan/eter
sebagai pelarut. Penetapan kandungan protein kasar ditetapkan dengan metode
mikro Kjeldhal dan larutan asam klorida sebagai pentiter. Untuk penetapan serat
kasar dan abu dilakukan dengan cara hidrolisis bahan kering dengan larutan asam
dan basa encer, kemudian dilakukan pengabuan kering dalam tanur, pada
pemanasan suhu 500-600oC selama 3-6 jam.
Analisis proksimat banyak dilakukan di laboratorium-labratorium untuk
mengetahui kandungan nutrien/kualitas suatu bahan baku atau produk kaitannya
dengan kebutuhan obyektif teknologi pengolahan maupun nilai gizi. Kelebihan
analisis proksimat, antara lain:
(a). merupakan metode umum laboratorium yang banyak digunakan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan,
(b). tidak membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya, hanya
menggunakan alat sederhana,
(c). menghasilkan hasil analisis secara garis besar,
(d). dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) dan
(e). memberikan penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan.
Analisis proksimat adalah analisis dengan hasil yang diperoleh hanya
mendekati nilai yang sebenarnya, jadi disamping mempunyai kelebihan yang sudah
diuraikan di atas, analisis proksimat juga memiliki beberapa kelemahan
diantaranya, yaitu:
(a). sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari bahan makanan,
(b). tidak dapat menghasilkan kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat,
terutama untuk analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi
BETN juga kurang tepat,
(c). proses membutuhkan waktu yang cukup lama
(d). tidak dapat menerangkan lebih jauh tentang daya cerna, serta tekstur dari
suatu bahan
(e). masalah utama dari sistem WEENDE adalah untuk serat kasar, ekstrak eter
dan BETN, dirangkum dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2. Masalah utama dari sistem WEENDE untuk serat kasar, ekstrak eter dan BETN

2. Penyiapan Sampel Untuk Analisis Proksimat.


Masih ingatkan dengan istilah sampel? Sampel adalah bagian dari suatu lot
(populasi) yang dapat mewakili sifat dan karakter populasi tersebut. Kesimpulan
dari populasi yang mendekati kebenaran diawali dengan pengambilan sampel yang
benar. Melalui teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang tepat, yaitu
sesuai dengan kaidah yang berlaku dan dilaksanakan secara benar sesuai standar
yang berlaku, sampel yang diperoleh akan mewakili populasi (sampel
representatif).
Beberapa kaidah dalam pengambilan sampel termuat dalam standar
pengambilan sampel diantaranya adalah:
a. SNI 0429-1998 - A: Petunjuk pengambilan sampel cairan dan semi padat.
b. SNI 0428-1998 - A: Petunjuk pengambilan sampel padatan.

Sampel merupakan bagian dari suatu bahan yang diambil secara acak dari
bahan tersebut untuk selanjutnya dievaluasi. Dalam pengambilan sampel suatu
bahan harus dilakukan secara benar agar diperoleh sampel yang benar-benar
representatif, yang mampu menggambarkan keadaan bahan yang diambil
sampelnya secara tepat. Untuk tujuan tersebut maka pengambilan sampel perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Homogenitas sampel
Salah satu faktor yang menentukan tingkat representatif sampel yang diambil
adalah homogenitas bahan yang akan diambil sampelnya. Efek ukuran dan berat
partikel sangat berpengaruh terhadap homogenitas bahan, dimana bagian yang
berukuran dan berat yang lebih besar kemungkinan akan berpisah dengan bagian
lebih kecil atau ringan (segresi). Sehingga pada bahan yang ditumpuk atau dimuat
diatas truk, bagian bahan yang mempunyai ukuran dan berat partikel yang lebih
besar terletak pada bagian bawah atau bagian dasar dari tumpukan tersebut. Oleh
karena itu sebelum bahan diambil sampelnya harus dicampur secara merata
sehingga bahan benar-benar homogen, atau sampel diambil secara acak dari
beberapa bagian baik bagian dasar, tengah maupun bagian atas sehingga diperoleh
sampel yang benar-benar representatif. Demikian juga pada hijauan disuatu lahan,
kualitas hijauan pada tiap-tiap bagian lahan, kemungkinan mempunyai kualitas
yang berbeda karena adanya kemungkinan perbedaan kesuburan tanah pada lahan
tersebut. Oleh karena itu agar diperoleh sampel yang representatif, pengambilan
sampel harus dilakukan pada beberapa bagian lahan secara acak, sehingga data yang
diperoleh memberikan informasi yang benar terhadap kualitas bahan tersebut.
b. Cara pengambilan sampel
1) Aselektif, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari
keseluruhan bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian-bagian
dari bahan tersebut. Misalnya dalam pengambilan sampel pada rumput
gajah, sampel kita ambil dari seluruh bagian rumput gajah tersebut baik
bagian daun maupun bagian batang, kemudian dipotong-potong dan
dicampur secara merata agar diperoleh bahan yang benar-benar homogen,
sehingga sampel yang diambil benar-benar representatif.
2) Selektif, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari
bagian-bagian tertentu dari suatu bahan. Misalnya dalam pengambilan
sampel bagian batang dan bagian daun rumput gajah, maka sebelum diambil
sampelnya bagian-bagian tersebut harus dipisah terlebih dahulu, baru
masing-masing bagian diambil sampelnya dengan tetap memperhatikan
homogenitas bahan tersebut.
c. Jumlah sampel
Jumlah sampel yang diambil akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil tergantung pada
kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil sampelnya. Sebagai
pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah bahan. Pada bahan
yang berjumlah banyak misalnya lebih dari 100 kg, sampel diambil 10% dari
jumlah tersebut secara acak, kemudian sampel diambil lagi 10% dari sampel yang
diambil tersebut.
d. Penanganan sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan (preservation) agar tidak
rusak atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan bahan dari
mana sampel tersebut diambil. Misalnya terjadinya penguapan air, pembusukan
atau tumbuhnya jamur, ketengikan dan lain-lain. Sampel yang diperoleh dari bahan
dengan kadar air rendah (kurang dari 15%), kemungkinan terjadinya kerusakan
sampel sangat kecil sekali. Sehingga sampel dapat lansung dimasukkan kedalam
kantong plastik dan dibawa ke labolatorium untuk dianalisis.
Sedang sampel yang diperoleh dari bahan segar misalnya hijauan atau silase,
maka kemungkinan terjadinya penguapan air besar sekali. Sehingga untuk
mengontrol penguapan air selama penganan sampel, maka sampel yang telah
diambil harus segera ditimbang, dimasukkan kedalam kantong plastik yang kedap
udara, dibawa ke labolatorium dan segera dianalisis kadar bahan keringnya,
sehingga kemungkinan terjadinya penguapan air kecil sekali dan bahan tidak
mudah rusak. Hal ini mungkin dilakukan jika lokasi pengambilan sampel dengan
labolatorium. Tetapi jika lokasi pengambilan sampel jauh dari labolatorium maka
sampel yang telah diambil segera ditimbang, dikeringkan atau dijemur sampai
beratnya konstan ditempat yang aman (diusahakan tidak terdapat bagian sampel
yang hilang), kemudian dibawa ke labolatorium untuk dianalisis.
e. Prosesing sampel
Bahan sampel laboratorium yang akan jadikan sampel untuk dianalisis
sebelum dilakukan penentuan kadar air, berdasarkan kandungan airnya dapat
dibedakan atas:
1) Bahan basah (Kadar Air > 40%)
Bahan basah yang akan dianalisis dikeringkan dengan suhu antara 30 – 60oC
dalam oven atau dijemur matahari sampai kandungan air 15-20 %, untuk
selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven suhu 1050C, selanjutnya bisa
digunakan untuk penentuan kadar air.
2) Bahan kering (Kadar Air < 40%)
Bahan kering dapat langsung ditentukan kadar airnya, sedangkan kandungan
bahan kering sampel atau bahan lainnya dapat dibedakan kedalam 3
kelompok, yaitu: as fed, partially dry dan dry.

Gambar 3.3. Skema analisis bahan kering sampel

Bahan kering sering didefinisikan sebagai berat suatu bahan setelah dilakukan
pengeringan pada suhu 1050C. Definisi tersebut hanya tepat untuk inert
materials, tetapi terdapat kelemahan jika diterapkan untuk sampel biologis,
seperti feses, molases dan silase.
a) Pertama, bahan seperti feses, molases dan silase mempunyai kandungan
air yang sangat beragam dari sangat basah hingga dalam berbagai
kombinasi fisikokimianya.
b) Kedua, sampel biologis biasanya mengandung sistem enzim respirasi aktif
yang akan melanjutkan proses pada awal pemanasan. Faktanya,
aktivitasnya akan meningkat sebelum terhenti akibat denaturasi enzim.
Disamping terjadi perubahan komposisi kimia, aktivitas tadi juga
menyebabkan hilangnya bahan kering.
c) Ketiga, kebanyakan sampel biologis mengandung senyawa organik yang
hampir seluruhnya akan menguap pada suhu 1000C.

Secara umum terdapat tiga metode pengeringan untuk penentuan bahan


kering, yaitu:
a) Pengeringan temperatur rendah (low-temperature drying).
Beberapa laboratorium melaksanakan pengeringan suhu rendah dengan
menggunakan vacuum drying oven (300oC, tekanan 16 mm Hg). Metode
pengeringan ini akan membantu mengurangi hilangnya senyawa yang
mudah menguap dan mengurangi kehilangan akibat aktivitas enzim.
b) Pengeringan temperatur tinggi (high-temperature drying).
Kebanyakan laboratorium melaksanakan pengeringan temperatur tinggi
dengan menggunakan oven pada suhu 1050C. Metode ini banyak
menyebabkan kehilangan senyawa yang tidak tahan panas.
c) Pengeringan beku (freeze drying).
Dengan mempertimbangkan perubahan senyawa kimia menjadi sekecil
mungkin saat pengeringan. Metode ini kurang dapat dijadikan patokan
akhir dalam menentukan bahan kering sampel. Berdasarkan hasil
pengamatan cukup banyak senyawa organik yang mudah menguap ikut
hilang selama proses berlangsung.
Bahan kering selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk/tepung halus agar
homogen. Bahan kering untuk selanjutnya digunakan pada tahapan analisis kadar
abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
3. Analisis Proksimat
a. Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan dua
metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode penentuan
kadar air cara langsung merupakan pengukuran langsung kandungan air bahan.
Analisis kadar air cara langsung dibedakan ke dalam beberapa metode, yaitu:
dengan metode pengeringan, desikasi, termogravimetri, destilasi, dan metode Karl
Fischer.
Sedangkan cara tidak langsung yaitu menentukan kandungan air dengan
mengukur tahanan atau tegangan listrik yang ditimbulkan oleh air bahan, atau
dengan mengukur penyerapan gelombang mikro, sonik atau ultrasonik oleh air
bahan, atau dengan mengukur sifat spektroskopi air bahan. Untuk analisis kadar air
bahan cara tidak langsung dapat digunakan metode-metode listrik-elektronika,
penyerapan gelombang mikro, penyerapan gelombang sonik dan ultrasonik, dan
metode spektroskopi.
Pada analisis kadar air bahan pangan cara langsung, penentuan kadar airnya
didasarkan pada penimbangan berat bahan. Selisih berat bahan segar dan berat
keringnya merupakan kadar air yang dicari yang terkandung dalam bahan yang
diperiksa. Pada metode ini pengeringan bahan dilakukan dengan menggunakan
pemanasan bahan. Kehilangan berat akibat proses pengeringan dianggap sebagai
berat kandungan air yang terdapat dalam bahan yang menguap selama pemanasan.
Dari keseluruhan metode-metode yang dapat digunakan untuk penentuan
kadar air bahan cara langsung maka yang akan diuraikan dalam kegiatan belajar
kali ini dibatasi pada penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven udara
yang mengacu pada metode oven yang dikembangkan oleh AOAC (1984). Pada
metode ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketelitian penentuan kadar
air bahan, yaitu: yang berhubungan dengan penanganan bahan, kondisi oven dan
perlakuan bahan setelah pengeringan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penanganan bahan yang


mempengaruhi analisis kadar air meliputi; jenis bahan, ukuran bahan, dan partikel
bahan. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi oven yang dapat
mempengaruhi analisis kadar air meliputi; suhu oven, gradien suhu oven, dan
kecepatan aliran dan kelembaban udara oven.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perlakuan bahan setelah
pengeringan yang dapat mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
1. Sifat higroskopis bahan
2. Kelembaban udara ruang analisis
3. Kelembaban udara ruang penimbangan

Untuk dapat mengurangi pengaruh faktor-faktor tersebut di atas maka perlu


dilakukan beberapa langkah awal sebagai persiapan sebagai berikut:
1) Persiapan Bahan
Untuk bahan yang mengandung banyak air seperti buah-buahan, sayuran
(tomat, timun, labu air) hingga bentuk selai, saus atau kecap, diperlukan
sebanyak10 – 20 g bahan. Selanjutnya bahan diuapkan sampai mengental baru
kemudian dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat konstan. Untuk bahan
semi basah seperti produk cake, bolu dan roti diperlukan sebanyak 5 – 10 g bahan.
Terhadap bahan jenis ini juga dilakukan penguapan terlebih dahulu, lalu
dihancurkan hingga kehalusan 20 mesh, baru kemudian dikeringkan dalam oven
hingga mencapai berat konstan. Untuk bahan kering seperti tepung dan susu bubuk
diperlukan sebanyak 2 – 5 g bahan. Bahan jenis ini dapat langsung dikeringkan
dalam oven. Namun untuk bahan kering seperti biji-bijian atau kacang-kacangan
harus dihancurkan terlebih dahulu hingga kehalusan 20 – 40 mesh, baru kemudian
dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat konstan. Penentuan banyaknya
bahan yang digunakan dalam analisis ini diperlukan untuk mendapatkan residu
(bahan kering) berkisar 1 – 2 g untuk menghindari kesalahan dalam penimbangan.
2) Persiapan Wadah Pengering dan Oven
Untuk wadah pengering dapat digunakan cawan yang terbuat dari bahan
porselen, nikel, baja tahan karat atau aluminium. Diameter cawan berkisar 5 – 9 cm
dengan kedalaman cawan 2 – 3 cm. Tutup cawan disesuaikan ukuran cawan.
Oven yang digunakan dalam keadaan baik, dilengkapi dengan termostat,
sehingga suhunya dapat di kontrol (Gambar 3.4). Selama pengeringan suhu harus
dijaga konstan dengan fluktuasi suhu tidak melebihi 0,5°C. Untuk oven vakum
disarankan pengaturan penggunaan tekanan:
a. 100 mmHg untuk buah-buahan, kacang-kacangan, lemak dan minyak.
b. 50 mmHg untuk gula dan produk-produk dari gula.
c. 25 mmHg untuk biji-bijian, telur dan produk-produk dari telur.
3) Persiapan Penanganan Residu Bahan Kering
Bahan pada wadah pengering yang telah dikeringkan dalam oven perlu dijaga
agar tetap kering. Karenanya cawan berisi bahan yang akan dikeluarkan dari oven,
ditutup dengan penutup cawan yang sama-sama dikeringkan dalam oven. Cawan
berisi bahan kering dari oven langsung dimasukkan dalam desikator yang kering
dan berisi bahan pengikat air seperti fosfor pentoksida kering, kalsium klorida atau
butiran halus silika gel. Ruang timbangan analitis juga diusahakan dalam keadaan
kering dan penimbangan dilakukan dengan segera. Sebaiknya analisis kadarair
bahan dilakukan pada saat lingkungan kelembaban udara kering atau tidak hujan.
4) Analisis Kadar Air Dengan Metode Oven Udara
Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven udara pada suhu 100 – 102°C sampai
diperoleh berat konstan dari residu bahan kering yang dihasilkan. Kehilangan
berat selama pengeringan meripakan jumlah air yang terdapat dalam bahan
pangan yang dianalisis.
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air dengan metode ini adalah
(a) cawan dengan tutupnya yang terbuat dari bahan porselen, nikel, baja tahan
karat atau aluminium, (b) oven udara, (c) desikator yang berisi bahan pengikat
air, penjepit cawan, dan timbangan analitis.

.
(a) (b) (c)
Gambar 3.4. (a) Cawan penguapan, (b) Oven Udara, (c) Desikator
Prosedur kerja
▪ Lakukan persiapan sebagaimana tersebut di atas terhadap bahan yang akan
dianalisis, persiapkan wadah pengeringan yang diperlukan sesuai karakter
bahan yang dianalisis dan dalam keadaan bersih, persiapkan oven dengan
termostat dalam keadaan baik, serta persiapkan peralatan untuk penanganan
residu bahan kering.
▪ Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit untuk
cawan aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen. Cawan kemudian
ditimbang. Pengeringan cawan diulangi hingga diperoleh berat konstan dari
cawan dan tutupnya.
▪ Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada persiapan bahan di
atas segera dimasukkan dalam cawan dan ditutup. Dalam keadaan terbuka
cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan dalam oven pada suhu
100 – 102°C selama 6 jam. Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang tidak terdekomposisi
dengan pemanasan yang lama, dapat dikeringkan dalam oven selama satu
malam (16 jam).
▪ Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan dikeluarkan
dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan ditutup dengan penutup
cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit, lalu timbang cawan berisi bahan
kering tertutup penutup cawan. Setelah penimbangan, cawan berisi bahan
beserta tutupnya dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh berat
konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.

Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah atau basis kering
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Berat bahan basah − Berat bahan kering


Kadar Air Basis Basah (%) = x 100 %
Berat bahan basah

Berat bahan basah − Berat bahan kering


Kadar Air Basis Kering (%) = x 100 %
Berat bahan kering
Contoh :
Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 20,8270 g. Sampel
tempe yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam cawan porselin diperoleh
beratnya 22,9360 g, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
105oC selama 3 jam. Setelah proses pengeringan, cawan dikeluarkan dari oven dan
dimasukkan ke dalam desikator, dan setelah dingin ditimbang dan dikeringkan kembali
dalam oven sampai diperoleh berat akhir 21,6390 g. Berapakan % kadar air basis basah dan
% kadar air basis kering.

Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,8270 gram
Berat cawan + sampel awal = 22,9360 gram
Berat cawan + sampel akhir = 21,6390 gram
Berat bahan basah = 2,1090 gram
Berat bahan kering = 0,8120 gram

Berat bahan basah − Berat bahan kering


Kadar Air Basis Basah (%) = x 100 %
Berat bahan basah
(2,1090−0,8120)
= 2,1090
x 100 %
1,2970
= 2,1090
x 100 %
= 61,4983%

Berat bahan basah − Berat bahan kering


Kadar Air Basis Kering (%) = x 100 %
Berat bahan kering
(2,1090−0,8120)
= x 100 %
2,1090
1,2970
= x 100 %
0,8120
= 159,7291%

b. Penentuan Kadar Abu


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran
suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam
bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu garam organik dan anorganik.
Garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat.
Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
khlorida, sulfat dan nitrat.
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen
yang tidak mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap
tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Semakin rendah kadar
abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu
suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada
sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada saat
pembuatan.
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu:
1. Menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
3. Menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu
yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir
atau kotoran lain.

Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan


yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak
menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk
menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Meskipun abu terdiri dari
komponen mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan
pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk
menentukan jumlah unsur mineral tertentu.
Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut
pada suhu tinggi (500 - 6000C). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan
terbakar dan sisanya merupakan abu. Untuk perhitungan kadar abu dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan:

Berat sisa
Kadar Abu (%) = x 100 %
Berat awal

Contoh :
Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 20,6460 g. Sampel
tempe yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam cawan porselin diperoleh
beratnya 22,8680 g, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
600oC selama 4 jam. Setelah proses pengabuan, cawan dikeluarkan dari oven dan
dimasukkan ke dalam desikator, dan setelah dingin ditimbang dan panaskan kembali dalam
oven sampai diperoleh berat akhir 20,3280 g. Tentukan % kadar abu.

Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,6440 gram
Berat cawan + sampel awal = 22,8680 gram
Berat cawan + sampel akhir = 20,7700 gram
Berat bahan awal = 2,2240 gram
Berat bahan sisa = 0,1260 gram

Berat bahan sisa


Kadar Abu (%) = x 100 %
Berat bahan awal
0,1260
= 2,2240 x 100 %
= 5,6654%

c. Penentuan Kadar Protein Kasar


Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein
merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya
dengan proses-proses kehidupan. Protein berperan penting dalam pembentukan
biomulekul. Nama protein berasal dari bahasa Yunani (Greek) proteus yang berarti
“yang pertama” atau “yang terpenting”.
Protein dapat diperoleh baik dari sumber hewani maupun nabati. Pada
umumnya, makanan asal hewani mengandung lebih banyak protein dibandingkan
dengan makanan asal nabati, walaupun beberapa sayuran seperti kedelai
mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein sayuran umumnya mempunyai
nilai biologik (biological value = BV) lebih rendah dibandingkan protein hewani.
Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan organ dalam seperti hati,
pankreas, ginjal, paru, jantung, dan jeroan. Susu dan telur termasuk pula sumber
protein hewani berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang
merupakan kelompok sumber protein yang baik, karena mengandung sedikit lemak.
Sumber protein nabati termasuk sereal (gandum, gandum hitam, beras, jagung,
jelai), kacang-kacangan (kacang tanah, biji kering, kacang polong kering, kacang
kedelai), dan biji-bijian.
Metode Kjeldahl
Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan
tubuh yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan-
satuan dasar kimia yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein).
Jumlah protein dalam suatu bahan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan
pakan melalui metode Kjeldahl yang kemudian dikali dengan faktor protein = 6,25.
Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16 % nitrogen.
Sejak abad ke-19, metode Kjeldahl telah dikenal dan diterima secara
universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk
makanan dan produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl
merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan
yang disebut protein kasar.
Prinsip metode Kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan
bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan
basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan
dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi.
Penentuan kadar protein melalui metode Kjeldahl dilakukan melalui tiga
tahap. Pada bagian berikut kita akan bahas tiap tahapannya.
1) Tahap Destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator
berupa campuran Na2SO4 dan HgO.
Ammonium sulfat yang terbentuk dapat bereaksi dengan merkuri oksida
membentuk senyawa kompleks, maka sebelum proses destilasi Hg harus
diendapkan lebih dahulu dengan K2S atau dengan tiosulfat agar senyawa
kompleks merkuri-ammonia pecah menjadi ammonium sulfat, menggunakan
K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam
sulfat akan dinaikkan sehingga dekstruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram
K2SO4 dapat menaikkan 24 titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih.
Penggunaan selenium lebih reaktif dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi
selenium mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka
nitrogennya justru mungkin ikut hilang, reaksi yang terjadi pada tahap dekstruksi
adalah:

Zat Organik + H2SO4 → CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2


Gambar 3.5. Alat Dekstruksi

Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian


larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades.
Pengenceran dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan
ditambah larutan alkali.

2) Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat, (NH4)2SO4 dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia
yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar yang
dipakai dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam
asam.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:

(NH4)2SO4 + 2NaOH → 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O

2NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4


Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat
dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)2SO4 kembali.
Peyulingan dihentikan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam
labu erlenmeyer.

NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4 + H2SO4

c. Tahap Titrasi
Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah larutan
standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai
larutan asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali
sedangkan jika dipakai larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung.
Pada metode titrasi kembali, larutan asam standar yang berlebihan setelah
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan standar NaOH. Titrasi ini
disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan ammonia
tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh
karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi
menggunakan NaOH, dengan reaksi yang terjadi sebagai berikut:

H2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2H2O.

Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:

(Vsampel − Vblanko )x N NaOH x Ar N


Kadar N (%) =
mg sampel

Kadar protein (% bb) = %N x Faktor konversi

Pada metode titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia


bereaksi dengan asam borat menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral
parsial. Garam tersebut dapat dititrasi dengan larutan asam standar. Jumlah
larutan asam yang diperlukan adalah proporsional dengan jumlaha mmonia yang
bereaksi dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak langsung karena
ammonia ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak langsung
dengan titrasi dari garam asam borat. Jika pada titrasi langsung, analit akan
langsung bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung
destilat tidak dimasukkan dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui.

Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:

(Vsampel −Vblanko ) x N HCl x Ar N


Kadar N (%) =
mg sampel

Kadar protein (% bb) = %N x Faktor konversi

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan


suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

Keuntungan menggunakan metode kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan


untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk
pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan
protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun
kelemahan menggunakan metode kjeldahl ini adalah jumlah total nitrogen yang
terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan
relatif lebih lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang lemah,
pereaksi yang digunakan korosif.
Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada
asumsi dasar yang digunakan. Pertama, diasusmikan bahwa semua nitrogen bahan
pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein
dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16 persen, tetapi kenyataannya kadar
nitrogen protein tidak selalu 16 persen.
Contoh :
Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 20,4620 g. Sampel
tepung merk A yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam cawan porselin
diperoleh beratnya 20,8310 g, kemudian setelah melalui tahapan destruksi dan destilasi,
untuk titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1007 N diperlukan 3,40 mL. Tentukan %
kadar protein kasar sampel tempe tersebut (Faktor konversi = 6,25).

Penyelesaian :
Berat cawan porselin kosong = 20,4620 gram
Berat cawan + sampel = 20,8310 gram
Berat sampel = 0,3690 gram

(Vsampel −Vblanko )x N NaOH x Ar N


Kadar N (%) = mg sampel
x 100%

3,40 𝑥 0,1007 𝑥 14,008


= 𝑥 100 %
0,3690 𝑥 1000
= 1,2998%

Kadar protein (% bb) = %N x Faktor konversi

= 1,2998% x 6,25

= 8,1234%

d. Penentuan Kadar Lemak Kasar


Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang
sebagian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut lemak jika pada suhu
ruang berbentuk padatan, dan disebut minyak jika pada suhu ruang berbentuk
cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan
panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap dari 0
sampai 4. Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid,
kolesterol dan fitosterol.
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan
lipid. Suatu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid (termasuk lemak dan
minyak) adalah kelarutannya dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan
sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida
merupakan kelompok lipid yang terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan
tumbuhan.
Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan
pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan
seperti daging, ikan, telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran
mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut.
Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak tersembunyi. Sedangkan
lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan
dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata.
Istilah lemak kasar menggambarkan bahwa zat dimaksud bukan hanya
mengandung senyawa yang tergolong ke dalam lemak tetapi termasuk senyawa
lain. Kandungan lemak kasar suatu bahan dapat ditentukan dengan metode soxlet,
yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxlet dengan menggunakan
pelarut lemak, seperti eter, heksan, kloroform atau benzene. Beberapa buku
menggunakan kata lipid atau ekstrak eter. Istilah ekstrak eter ini yang paling tepat,
karena dalam analisis proksimat senyawa tersebut diperoleh setelah dilakukan
ekstraksi menggunakan pelarut lemak, yang biasanya eter. Yang dimaksud ekstrak
eter adalah zat-zat/ senyawa-senyawa yang larut dalam eter, termasuk lipid dan zat
yang tidak mengandung asam lemak.
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor soxhlet. Di bawah ini adalah contoh gambar ekstraktor soxhlet yang
biasa digunakan di laboratorium- laboratorium.

Gambar 3.6. Alat ekstraktor soxhlet


Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena
pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak
atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain
memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan
mempengaruhi dalam perhitungan. Untuk perhitungan kadar lemak kasar dapat
dilakukan dengan persamaan:

Berat Minyak
Kadar Lemak Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel

Contoh :
Perhatikan data hasil penentuan kadar lemak kasar dari satu sampel pakan ikan pada table
di bawah ini.

Nama Sampel Berat Kertas Saring Berat Sampel Berat Setelah di Oven

Pakan Ikan 0,4062 gram 2,0039 gram 2,0885 gram

Hitung berapa kadar lemak kasar.

Penyelesaian :

(0,4062 + 2,0039 ) – 2,0885


Lemak Kasar (%) = x 100 %
2,0039
0,3216
= 2,0039 x 100 %
= 16,0487%

e. Penentuan Kadar Serat Kasar


Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Serat kasar yang terdapat dalam bahan,
misalnya dalam pakan sebagian besar tidak dapat dicerna pada ternak non
ruminansia namun digunakan secara luas pada ternak ruminansia. Sebagian besar
berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Metode pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai
konsep yang sederhana. Pada gambar 3.7 ditunjukkan partisi bahan pakan
berdasarkan kelarutannya.
Gambar 3.7. Partisi bahan pakan berdasarkan kelarutannya

Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah


menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam
asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
Serat kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan serat
dalam sampel. Pada ternak non ruminansia, fraksi ini sangat terbatas nilai nutrisinya
sehingga pengukuran serat kasar hanya merupakan pedoman proporsional dalam
pakan yang digunakan oleh ternak.
Sehubungan dengan kemampuan ternak ruminansia mencerna serat kasar,
maka dari analisis proksimat dikembangkan oleh Van Soest untuk mengetahui
komponen apa yang ada pada serat. Sistem analisis Van Soest menggolongkan zat
pakan menjadi isi sel (cell content) dan dinding sel (cell wall).
Neutral Detergent Fiber (NDF) mewakili kandungan dinding sel yang terdiri
dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein yang berikatan dengan dinding sel.
Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai neutral detergent soluble
(NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam organik, non protein
nitrogen, pektin, protein terlarut dan bahan terlarut dalam air lainnya.
Serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin,
sehingga nilai ADF lebih kurang 30 persen lebih tinggi dari serat kasar pada bahan
yang sama. Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili selulosa dan lignin dinding sel
tanaman. Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat untuk pakan ternak
ruminansia dan herbivora lain. Untuk ternak nonruminansia dengan kemampuan
pemanfaatan serat yang kecil, hanya membutuhkan analisis NDF.

Prosedur analisis serat kasar


a. Kertas saring dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Dipanaskan kembali selama 30
menit dan dinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai
tidak ada perbedaan bobot (lebih kecil dari 0,3 mg).
b. Cawan porselin dipanaskan pada suhu 550oC selama 1 jam di dalam muffle
furnase, kemudian dibiarkan suhu muffle furnase turun sampai 110oC,
selanjutnya cawan porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator
selama 30 menit.
c. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer, (kalau kandungan lemak sampel > 1% dilakukan ekstraksi
dengan larutan eter untuk memindahkan lemak), tambahkan 200 mL H2SO4
1,25% panas dan 1 mLiso-amyl alkohol sebagai agen antifoam.
d. Labu dihubungkan dengan kondensor dan dididihkan selama 30 menit, labu
diputar secara periodik agar bahan tidak mengendap.
e. Labu dipindah dan cairan disaring melalui filter fiber nilon dalam sebuah
corong, kemudian dicuci sebanyak 3 kali berturut-turut dengan 40 sampai 50
mL air panas.
f. Residu yang terdapat dalam filter dipindahkan ke dalam labu yang berisi
sedikit air panas dan ditambahkan dengan 50 mL NaOH 5% panas dan 1 mL
iso-amil alkohol, kemudian diencerkan dengan 200 mL air panas.
g. Selanjutnya labu dididihkan dan cairan disaring kembali dengan filter fiber
nilon, kemudian dicuci sebanyak 5 kali berturut-turut dengan 40 sampai 50
mL air panas.
h. Residu yang terdapat pada filter dipindahkan dalam kertas saring dan dicuci
dengan air, tambahkan 15 mL alkohol dan 10 mL eter. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu 110oC sampai tercapai bobot konstan.
i. Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselin dipanaskan dalam muffle
furnace pada suhu 550oC selama 1 jam atau sampai beratnya konstan,
kemudian didinginkan.

Berat yang hilang selama pembakaran


Serat Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel

f. Penentuan Kadar BETN


Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, BETN suatu bahan pakan sangat
tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan
lemak kasar. Hal ini disebabkan penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan
perhitungan dari zat-zat yang tersedia, yaitu :

% BETN = 100% – (Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar + Abu)%

Bias yang ditemukan pada perhitungan tergantung pada keragaman hasil yang
diperoleh.

Pada akhir uraian materi “Analisis Proksimat Bahan Alam dan Produk
Industri.” silahkan anda pelajari secara seksama PPT materi tentang “ANALISIS
PROKSIMAT”, kemudian untuk membantu pemahaman tentang analisis
proksimat, silahkan anda perhatikan video pembelajaran pada alamat berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=xwzlWVWmMFM

D. CONTOH PENERAPAN PCK


Anda sebagai calon guru/guru Teknik Kimia yang profesional dituntut untuk
menguasai berbagai teknologi, baik hard technology maupun soft technology,
menguasai konsep dan praktek berbagai model pembelajaran yang diaplikasikan
dalam pembelajaran. Untuk hal tersebut anda dituntut mampu merancang
pembelajaran dengan menerapkan prinsip memadukan pengetahuan teknik kimia,
pedagogik, serta teknologi informasi dan informasi dan komunikasi atau
Technological Pedagogical and Content Knowledge (TPACK) Berikut ini adalah
contoh strategi pembelajaran dengan Model discovery learning.

Tujuan Pembelajaran
Disajikan data tentang analisis kadar air dalam bahan makanan, peserta didik dapat
menghitung kadar airnya.

Langkah pembelajaran
Tahap 1: Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Anda sebagai Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan menghadirkan
fenomena yang mengandung permasalahan, sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Misalnya dalam
analisis komposisi kimia perlu ditentukan kadar air suatu bahan makanan yang
sangat berpengaruh terhadap stabilitas penyimpanan bahan makanan tersebut. Anda
dapat mengajukan pertanyaan, anjuran membaca sumber-sumber bacaan dari
internet, buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
Tahap 2: Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah pemberian stimulasi, selanjutnya anda sebagai guru, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan perlunya penentuan kadar air dari suatu bahan makanan, kemudian
anda dapat mengarahkan siswa/kelompok untuk memilih salah satu permasalahan
yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah).
Tahap 3: Data collection (pengumpulan data)
Pada saat peserta didik akan melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi
kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Anda
dapat mengarahkan siswa atau kelompok untuk membaca literatur internet tentang
penentuan kadar air dengan metode Standar, untuk melakukan uji coba sendiri
melalui praktikum.
Tahap 4. Data processing (pengolahan data )
Anda selanjutnya mengarahkan peserta didik untuk dapat mengolah data hasil
praktikum yang telah diperoleh, lalu diarahkan agar siswa atau kelompok untuk
dapat menafsirkan hasilnya.
Tahap 5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan,dihubungkan dengan hasil data
processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

Tahap 6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)


Pada akhir langkah model pembelajaran ini, anda sebagai guru membantu untuk
peserta didik untuk dapat menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi.

E. FORUM DSKUSI
Tahapan analisis kadar air merupakan tahapan awal analisis proksimat yang
sangat penting untuk dilakukan. Coba anda jelaskan secara rinci akan pentingnya
penentuan kadar air ini terhadap bahan suatu makanan. Carilah prosedur standar
standar tentang penentuan kadar air, kemudian tuangkan dalam bentuk alur skema
kerja. Carilah contoh jurnal atau laporan bagaimana cara perhitungan kadar air dari
data-data yang diperoleh.

F. RANGKUMAN
Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar tentang Analisisi Proksimat
Bahan Alam dan Produk Industri. Dengan demikian Anda sudah menguasai
sebagian kompetensi sebagai guru SMK yang terkait Teknik Kimia. Berikut adalah
hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam kegiatan belajar Analisisi
Proksimat Bahan Alam dan Produk Industri:

1. Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan berdasarkan


komposisi kimia dan fungsinya, yaitu: air (moisture), abu (ash), protein kasar
(crude protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract).
2. Analisis kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan sampel laboratorium
menggunakan oven pada suhu 105o C hingga diperoleh bahan kering dengan
bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan,
Kadar Air (%)
Berat awal bahan basah − Berat akhir bahan kering
= x 100 %
Berat awal bahan basah

3. Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut
pada suhu tinggi (500 - 6000C). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan
terbakar dan sisanya merupakan abu. Untuk perhitungan kadar abu dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan:
Berat sisa
Kadar Abu (%) = x 100 %
Berat awal
4. Penentuan kadar protein melalui metode Kjeldahl dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu; (a) Proses destruksi (oksidasi), (b) Proses destilasi (penyulingan),
dan (c) Proses titrasi. Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan
rumus:
(Vsampel − Vblanko )x N NaOH x Ar N
Kadar N (%) =
mg sampel

Kadar protein (% bb) = %N x Faktor konversi

5. Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor soxhlet. Untuk perhitungan kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan
persamaan:
Berat Minyak
Kadar Lemak Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel
6. Langkah metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan
semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat.
Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan
sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
Berat yang hilang selama pembakaran
Serat Kasar (%) = x 100 %
Berat Sampel

7. Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, BETN suatu bahan pakan sangat
tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan
lemak kasar. Hal ini disebabkan penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan
perhitungan dari zat-zat yang tersedia.

% BETN = 100% – (Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar + Abu)%

G. TES FORMATIF
1. Proses berikut berlangsung pada analisis kadar air dengan metode pengeringan,
kecuali ….
A. Penguapan air terjadi pada suhu 50-70oC dengan oven vakum
B. Selalu dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara luar
C. Penguapan air terjadi pada suhu 80-90oC dengan oven vakum
D. Dipengaruhi oleh kecepatan udara ruang pengering
E. Penguapan air terjadi pada suhu 100-110 oC dengan oven

2. Bila 0,4 gram tepung dianalisis kandungan proteinnya dengan metode Kjeldahl,
dan ternyata diperlukan 32 mL larutan HCl 0,02N untuk titrasi sampel dan 0,2
mL untuk titrasi blanko, maka % protein dalam sampel tepung
adalah…..(Faktor koreksi untuk tepung tapioka adalah 5,7)
A. 1,15 %
B. 2,23 %
C. 8,92 %
D. 12,46 %
E. 15,69 %

3. Berat sampel buah dalam cawan porselin 17,2250 g, kemudian setelah melalui
proses pemanasan dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam, diperoleh berat
konstan 15,7570 g. Jika berat konstan cawan kosong 14,4460 g, maka % kadar
air dalam sampel adalah ….
A. 89,3052%
B. 52,8248%
C. 37,8100%
D. 26,4126%
E. 13,2062%

4. Diketahui berat konstan cawan porselin setelah dipanaskan dalam oven 33,55
g. Sampel tempe yang telah dihaluskan dan dihomogenkan ditimbang dalam
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar
2. Apriyantono, Anton.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB : Bogor
3. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods of
Analysis. Arlington: AOAC.
4. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry. 5th edition. New York: John Wiley &
Sons.
5. Day, R.A. Underwood, A.L., Iis Sofyan (Alih bahasa). 1998. Analisis Kimia
Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
6. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York: W.H.
Freeman and Company.
7. Hargis, L.G. 1988. Analytical Chemistry. New Jersey: Prentice Hall.
8. Harvey, David, 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Higher Ed.
9. Jangkuru, Z. 1974. Makanan Pakan Ikan Konsumsi. Depok: Penerbit Agromedia
Pustaka.
10. Jeffery, G.H., Baset, J., Mendham, Jl., Denney, R.C. 1989. Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis. 5th edition. New York: Longman Scientific &
Technical.
11. Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
12. Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: CV Simplex.
13. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han
Pub. Korea Republic.
14. Nielson, S. S. (2003). Food analysis laboratory manual. Chips Ltd., USA.
15. Nielsen, S. S. (Ed.). (2010). Food analysis (pp. 139-141). New York: Springer.
16. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing.
17. S. Haris, D.C. 1991. Quantitative Chemical Analysis. 3rd edition. New York: W.H.
Freeman and Company.
18. Skoog, D.A., West, D.M., and Holler, F.J., 2004. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 8th edition. New York: Saunders College Publishing.
19. Slamet Sudarmaji, Bambang Haryono, Suhardi. (1981). Prosedur
Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
20. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.
21. Sahwan, F.M. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
22. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosukojo. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
23. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
24. Weaver, C. M., & Daniel, J. R. (2003). The food chemistry laboratory: a manual for
experimental foods, dietetics, and food scientists. CRC press.
KEGIATAN BELAJAR 4

ANALISIS MIKROBIOLOGI

Penulis

Dr. Heli Siti Halimatul Munawaroh, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


2019

1
A. PENDAHULUAN

Pada Kegiatan Belajar 4 ini, Anda akan mempelajari bagaimana melakukan


pengukuran pada objek-objek hidup berukuran mikro yang sehari-hari lebih dikenal
dengan mikroba atau jasad renik. Mengapa pengukuran dan analisis mikroba juga
penting untuk dikaji? Interaksi manusia dengan jasad renik yang tidak dapat dilihat
dengan mata biasa tanpa tidak disadari selalu terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menggunakan alat bantu mikroskop, akan mampu melihat dunia jasad renik
dengan jumlah yang sangat banyak dan dapat mencapai jutaan hanya dalam butiran
makanan yang jatuh. Organisme yang kemudian diketahui berukuran mikro ini dapat
menyebabkan orang yang sehat menjadi sakit, bahan yang keras menjadi lunak,
makanan yang baik menjadi berasa tidak enak dan berbau tidak sedap, kayu menjadi
rapuh, besi menjadi berkarat, dan berbagai berbagai perubahan lainnya dari suatu
produk baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan bagi kehidupan
manusia.
Untuk itu, uji mikrobiologi menjadi penting dilakukan guna menjamin
keamanan suatu produk yang dihasilkan oleh industri. Pada Kegiatan Belajar 4 ini
Anda akan dikenalkan mengenai dasar-dasar analisa mikrobiologi yang menjelaskan
mengenai identifikasi dan deteksi mikroba secara fisik berdasarkan morfologi serta
perbedaan hasil pewarnaan bakteri ketika dilakukan pewarnaan sederhana maupun
diferensial, analisis biokimia, serta penghitungan bakteri menggunakan metode
instrumentasi.
Perkembangan pengetahuan tentang mikroba berkembang dengan
ditemukannya mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek, seorang mahasiswa
bekerbangsaan Belanda yang melaporkan pertama kali hasil pengamatannya tentang
mikroba. Mikroskop temuannya ini kemudian dikembangkan menjadi mikroskop
cahaya majemuk yang ada saat ini (Gambar 4.1).

2
Gambar 4.1. a) Antony van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang mahasiswa sejarah alam
berkebangsaan Belanda yang memiliki hobi membuat mikroskop,
b) Mikroskop buatan Leeuwenhoek, dan c) Mikroskop majemuk yang dikembangkan
berdasarkan prinsip dasar mikroskop yang dikembangkan Leeuwenhoek.
Sumber: http://audinapramesti.blogspot.co.id

Sebelum anda mendalami uraian materi pada Kegiatan Belajar 4, dianjurkan


membaca terlebih Capaian Pembelajaran dan Sub-Capaian Pembelajaran untuk
mendapatkan gambaran umum dan khusus pemahaman pengetahuan yang akan
diperoleh. Setelah mendalami uraian materi, sebaiknya Anda secara aktif terlibat
dalam forum diskusi dan mengerjakan tes formatif yang diberikan di bagian akhir
untuk menguji pengetahuan yang telah Anda dapatkan. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar
4.

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan = x 100%
jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
mengerjakan tes sumatif. Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar 4, terutama bagian yang belum dikuasai.

Mudah-mudahan Anda dapat memahami konsep-konsep dan penerapannya


yang diberikan pada kegiatan belajar 4 ini.

3
B. Capaian Pembelajaran
Menguasai teori aplikasi metode analisis kimia untuk fase padat dan fluida (cair dan
gas) dan mikrobiologi dalam pembelajaran Teknik Kimia.

Sub Capaian Pembelajaran


1. Mampu menganalisis cara identifikasi bakteri berdasarkan morfologinya
2. Mampu menganalisis prinsip dasar identifikasi bakteri menggunakan teknik
pewarnaan.
3. Mampu menganalisis perbedaan teknik pewarnaan Gram dengan pewarnaan tahan
asam.
4. Mampu menjelaskan prinsip dasar penyiapan sediaan (preparat) untuk proses
pewarnaan.
5. Mampu menganalisis cara identifikasi bakteri secara biokimia.
6. Mampu menghitung bakteri dengan menggunakan alat colony counter,
spektrofotometer, dan haemocytometer.

Untuk mencapai sub capaian pembelajaran di atas, materi dalam Kegiatan


Belajar-4 ini dikemas dalam urutan materi sebagai berikut:
1. Identifikasi bakteri secara fisika
2. Pewarnaan bakteri
3. Identifikasi mikroba secara biokimia
4. Analisis jumlah mikroba dengan metode instrumentasi

Selamat belajar, semoga sukses.

4
C. Uraian Materi
Proses identifikasi bakteri didasarkan pada berbagai macam sifat bakteri
seperti sifat biokimia, morfologi koloni, dan morfologi selnya. Pengamatan dan
pencatatan ciri morfologi serta ciri lainnya merupakan tahap pendahuluan yang
penting sebelum identifikasi. Tingkat keakuratan identifikasi bergantung pada
ketelitian dan kerja preparasi seperti pembuatan media, pembuatan reagen, pewarnaan
dan ketelitian dalam melakukan, mengamati dan mencatat hasil uji. Ketika suatu
spesies belum dapat diidentifikasi seperti spesies asing atau baru, kita dapat menduga
bahwa kultur tersebut tidak murni lagi atau kita sudah membuat kesalahan dalam
observasi dan pengamatan.
Langkah awal dalam proses identifikasi adalah pengamatan dan pencatatan ciri
morfologi serta ciri lainnya. Identifikasi bakteri didasarkan pada berbagai macam sifat
bakteri seperti sifat biokimia, morfologi koloni dan morfologi selnya. Menurut Lay
(1994), morfologi mikroorganisme berdasarkan bentuk, ukuran dan penataan biasanya
tidak cukup untuk melakukan identifikasi. Ciri lainnya seperti sifat pewarnaan, pola
pertumbuhan koloni, reaksi petumbuhan pada karbohidrat, dan penggunaan asam
amino sangat membantu dalam identifikasi mikroba. Menurut Barrow and Feltham
(1993), uji Indol-Methyl red-Voges Proskauer-Citrate (IMViC) digunakan juga
sebagai uji untuk karakteristik dari mikroorganisme.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah spesies bakteri tersebut
merupakan galur asli (wild tipe) atau telah mengalami modifikasi baik secara alami
ataupun disengaja (mutan). Proses identifikasi juga berfungsi untuk mengecek ulang
(uji konfirmasi) isolat yang telah diketahui spesies dan karakternya, sehingga dapat
memperkecil kesalahan pada hasil uji yang dilakukan.

1. Identifikasi Bakteri Secara Fisika


Karakterisasi ciri morfologi secara makroskopik dan mikroskopik, ciri
fisiologi, dan ciri biokimia merupakan identifikasi mikroba secara fenotifik.
Identifikasi ini dilakukan secara konvensional dengan cara mengamati bentuk, warna,
pola, kecepatan pertumbuhan koloni, serta hasil pewarnaan gram sel. Karakterisasi
pertama yang dilakukan adalah mengamati bentuk bakteri dan kemudian
membandingkannya dengan standar.

5
a. Pengamatan morfologi sel bakteri dengan mikroskop
Bakteri yang umumnya diteliti dilaboratorium memiliki ukuran berkisar 0.5-2
µm lebarnya dan 1-5 µm untuk ukuran panjangnya. Pengukuran panjang mikroba
ditentukan dengan menggunakan mikrometer yang diletakkan pada lensa okuler
mikroskop. Adapun bentuk mikroba itu sendiri sangatlah beragam. Beberapa bentuk
mikroba diantaranya sebagai berikut:
1) Bakteri berbentuk bulat atau bola
Bakteri berbentuk bulat atau bola yang disebut dengan kokus (coccus), yang
disebut dengan kokus (coccus), yang dibedakan lagi menjadi monokokus, yaitu
mikroba yang berbentuk bola tunggal. Contohnya Neiserria gonnorhoe, penyebab
penyakit kencing nanah; diplokokus, yaitu mikroba berbentuk bola bergandengan.
Contohnya adalah Diplococcus pneumonia, penyebab penyakit pneumonia atau
radang paru-paru; sarkina, yaitu mikroba berbentuk bola berkelompok empat-
empat sehingga bentuknya mirip kubus; dan streptokokus, yaitu mikroba bentuk
bola berkelompok memanjang. Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bentuk kokus
beberapa mikroba, sedangkan pada Gambar 4.3 ditunjukkan contoh hasil
pengamatan mikroskopik Neiserria gonnorhoe yang ditumbuhkan pada media
tumbuhnya.

Gambar 4.2. Bentuk-bentuk bakteri kokus


Sumber: https://www.google.co.id/

6
Gambar 4.3. Morfologi mikroba Neiserria gonnorhoe yang diamati
dengan menggunakan mikroskop.
Sumber: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/1556150 .

2) Mikroba berbentuk batang.


Mikroba berbentuk batang disebut basilus (bacillus). Bentuk basilus mikroba
terdiri atas: basil tunggal, yaitu mikroba yang hanya berbentuk satu batang
tunggal. Contohnya Salmonella typhi, mikroba penyebab penyakit tifus;
diplobasil, yaitu mikroba berbentuk batang yang bergandengan dua-dua; dan
streptobasil, yaitu mikroba berbentuk batang yang bergandengan memanjang
membentuk rantai. Pada Gambar 4.4 ditunjukkan contoh beberapa bentuk
mikroba basilus. Adapun pada Gmbar 4.5 ditunjukkan bentuk mikroba
Salmonella typhy yang diamati dengan menggunakan mikroskop elektron.

Gambar 4.4. Ilustrasi bentuk-bentuk basil dari mikroba.


Sumber: https://ardydii.wordpress.com/2013/03/08/bentuk-bakteri/

7
Gambar 4.5. Morfologi Salmonella typhy ketika diamati dengan menggunakan
(a) mikroskop cahaya dan (b) mikroskop elektron.
Sumber: (a) https://blogs.scientificamerican.com/
(b) https://sciencesource.com/

3) Mikroba berbentuk melilit.


Mikroba berbentuk melilit disebut spirilium atau spiral. Bentuk mikroba
melilit terdiri atas spiral, yaitu mikroba yang bentuknya seperti spiral.
Contohnya Spirilium; Vibrio atau bentuk koma, misalnya Vibrio cholerae yang
menyebabkan penyakit kolera.; Spiroseta, yaitu golongan mikroba berbentuk
spiral yang bersifat lentur, sehingga pada saat bergerak dapat memanjang dan
mengerut. Pada Gambar 4.6 ditunjukkan variasi bentuk pada mikroba
berbentuk spiral, sedangkan pada Gambar 4.7 diperlihatkan contoh bentuk
Vibrio cholerae hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop.

Gambar 4.6. Variasi bentuk pada mikroba berbentuk melilit (spiral).


Sumber: https://ardydii.wordpress.com/2013/03/08/bentuk-bakteri/

8
Gambar 4.7. Morfologi Vibrio cholerae hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop
(a) cahaya, dab (b) elektron.
Sumber; (a) httpshttps://www.gettyimages.com/
(b) http://www.bio-rad.com

b. Pengamatan morfologi koloni bakteri dengan mata langsung


Bakteri tumbuh pada medium padat dalam bentuk koloni bakteri. Koloni
adalah sekumpulan massa mikroorganisme diamati secara langsung dengan mata
kasat. Kumpulan massa tersebut berasal dari satu sel induk yang sama dan memiliki
sifat genetik yang identik. Percobaan ini akan melatih Anda untuk mengindentifikasi
karakteristik morofologi dari bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Tampilan
koloni-koloni yang tumbuh dalam medium akan membantu Anda untuk menentukan
spesies koloni yang tumbuh pada medium tersebut. Pada Gambar 4.8 ditunjukkan
contoh mikroba dari udara yang tumbuh dalam medium padat.

Gambar 4.8. Kultur campuran yang berasal dari mikroba di udara yang ditumbuhkan pada
medium agar. Terdapat koloni yang berbeda tumbuh dalam medium tersebut.
http://www.sciencebuddies.org/mentoring/project_ideas/MicroBio_Interpreting_Plates.shtml

9
Pada Gambar 4.8 ditunjukkan sembilan jenis koloni yang berbeda nyata
secara morfologi. Tidak hanya berbeda secara warna, namun koloni-koloni tersebut
juga memiliki perbedaan ditinjau dari segi ukurannya, bentuk bagian luar, bentuk pola,
margin, keruh atau transparan, dan mengkilat atau tidaknya. Bentuk pola koloni dapat
berbentuk lingkaran, tak beraturan, berfilamen, atau rizoid (seperti akar). Ukuran
koloni dapat bervariasi dari ukuran besar, kecil, atau punctiform (jika ukurannya
kurang dari 1 mm). Beberapa morfologi koloni bakteri yang digunakan dalam proses
identifikasi bakteri pada medium padat adalah sebagai berikut.
(1) Bentuk koloni
Koloni-koloni biasanya menonjol dari permukaan medium pembiakan, dan sifat
penonjolannya dapat berbentuk datar, datar meninggi, konveks, kuncung kubah,
gong, dan berlekuk tengah (berpusat).
(2) Ukuran koloni
Ukuran koloni dapat dibedakan beraasarkan ukuran diameternya.
(3) Pola koloni
Pola rupa koloni dapat dibedakan menjadi titik, bulat, tidak rata, meseloid,
berfilamen, atau rizoid.
(4) Permukaan koloni
Permukaan koloni dapat berbentuk licin (smooth), kasar (rough), berlingkaran
(konsentris), berjari (radial)
(5) Tepi koloni
Tepi koloni dapat rata, berombak, berkeping, bergerigi, dan berfilamen.
(6) Struktur bagian tengah
(7) Warna koloni (kromogenesis)
(8) Kepadatan koloni

Contoh beberapa bentuk koloni bakteri dari mikroba akuatik dapat dipelajari lebih
lanjut pada tautan:
http://dharmawangsa.ac.id/public/upload/KOLONI%20BAKTERI.pdf.

10
2. Pewarnaan bakteri
Penamaan mikroba dirujuk dari ukuran organisme ini yang sangat kecil.
Ukuran yang kecil dari mikroba menyebabkan pengamatan terhadap bagian-bagian
kecil mikroba sulit diamati dengan menggunakan mikroskop biasa. Untuk melihat
dengan jelas bagian-bagian dari mikroba, maka dilakukan pewarnaan dengan cara
mengisi tubuh mikroba dengan zat warna. Pada umumnya terdapat dua macam zat
warna yang sering digunakan pada pewarnaan mikroba, yakni zat warna yang bersifat
asam dan zat warna bersifat basa. Prinsip dasar pewarnaan dengan zat-zat warna
tersebut adalah pertukaran ion-ion dari zat warna dengan ion-ion protoplasma.
Terdapat beberapa jenis pewarnaan yang sering digunakan untuk proses
identifikasi mikroba secara fisis, diantaranya:
a) Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana dilakukan untuk dengan tujuan untuk melihat bentuk dan
ukuran mikroba yang ingin diidentifikasi. Pada pewarnaan ini juga akan
terbedakan antara mikroba dengan benda-benda mati lainnya yang bukan
merupakan mikroba. Pewarnaan ini disebut sederhana karena dalam proses
pewarnaannya hanya menggunakan satu bahan cat yang dilarutkan dalam pelarut
tertentu yang sesuai. Bahan-bahan yang sering digunakan untuk pewarnaan
sederhana diantaranya karbol fuksil, kristal violet, dan metilen biru.

b) Pewarnaan Diferensial
Berbeda dengan pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial menggunakan lebih
dari satu macam cat. Pada pewarnaan diferensial, bahan-bahan yang digunakan
adakalanya terpisah atau dicampur menjadi satu larutan. Salah satu pewarnaan
bakteri yang umum digunakan dengan teknik ini adalah pewarnaan Gram.
Pewarnaan lainnya adalah pewarnaan tahan asam, contohnya pewarnaan Ziehl-
Naelsen.
a) Penyiapan sediaan (preparat) untuk pewarnaan
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penyiapan sediaan
untuk proses pewarnaan, yaitu:
[1]. Membersihkan kaca objek dari kotoran lemak yang mungkin menempel
dengan menggunakan alkohol 70%.

11
[2]. Beri tanda bagian ujung kaca objek di bagian permukaan yang tidak akan
diwarnai
[3]. Buat film pada permukaan yang telah dibersihkan dengan menggunakan
jarum ose.
[4]. Keringkan film di udara atau hawa hangat dari api gas.
[5]. Lakukan fiksasi dengan cara menyentuhkan permukaan kaca objek tiga
kali pada ujung api bensin.
[6]. Dinginkan dan lakukan pewarnaan.

c) Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram ditemukan pertama kali oleh Cristian Gram (1884).
Pewarnaan Gram merupakan identifikasi penting dalam identifikasi
mikroorganisme, karena dengan menggunakan pewarnaan Gram Anda akan
mengetahui apakah bakteri yang diidentifikasi termasuk kelompok bakteri
gram positif atau gram negatif.
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pewarnaan gram, yaitu:
(1) Spesimen diusapkan ke kaca objek yang telah dibersihkan lalu
dikeringkan di atas api selama beberapa detik.
(2) Siram kaca objek dengan menggunakan larutan zat warna karbol
gentinviolet (karbol kristal violet atau karbometilviolet) dan biarkan
selama kurang lebih 30 detik.
(3) Bilas dengan menggunakan air mengalir
(4) Siram kemudian dengan larutan iodium dan biarkan terendam selama
kurang lebih 30 detik. Pada tahapan ini semua bakteri yang ingin
diidentifikasi akan memiliki warna ungu.
(5) Lakukan decolorisasi dengan menggunakan alkohol atau alkohol dengan
aseton sampai semua zat warna pada film tampak luntur selama 20 detik.
(6) Bilas kembali dengan air, kemudian rendam sediaan dengan pewarna
kontras (counterstain) seperti safranin (basic fushin), pironin selama 20
detik.
(7) Catat perbedaan hasil pewarnaan bakteri. Jika setelah dilakukan
dekolorisasi dengan aseton dan alkohol, zat warna ungu tetap bertahan
dalam tubuh bakteri tersebut, maka bakteri tersebut termasuk bakteri

12
Gram positif. Sebaliknya, bakteri yang tidak dapat menahan zat warna
setelah dikolorisasi dengan alkohol dan aseton dan kembali menghasilkan
sediaan yang tidak berwarna disebut Gram negatif. Pada Gambar 4.9
ditunjukkan ilustrasi pewarnaan Gram. Tentu saja pewarnaan ini tidak
mutlak, karena reaksi ini dapat berubah tergantung pada umur biakan
mikroba, pH medium yang digunakan, dan beberapa faktor lainnya.
Namun demikian pewarnaan Gram tetap menjadi identifikasi awal yang
umum dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri gram positif
dan gram negatif.

Gambar 4.9. Ringkasan pewarnaan Gram bakteri


Sumber: https://www.pinterest.com/

Apa yang menyebabkan pewarnaan tersebut berbeda pada kedua bakteri?


Perhatikan perbedaan struktur bakteri gram positif dengan gram negatif pada
Gambar 4.10 untuk menemukan alasan mengapa pada proses pewarnaan
tersebut, zat warna safranin tetap bertahan pada bakteri gram negatif,
sebaliknya menjadi luntur pada bakteri gram positif setelah dilakukan
pembilasan dengan air mengalir.

13
Gambar 4.10. Perbedaan struktur bakteri gram negatif dan gram positif.
Sumber: https://perbedaanterbaru.blogspot.com

d) Pewarnaan tahan asam


Pewarnaan tahan asam digunakan karena beberapa bakteri ternyata
memiliki karakteristik sukar dilakukan pewarnaan, namun sekali dapat
terwarnai tidak mudah mengalami dekolorisasi meskipun dengan agen-agen
dekolorisasi seperti zat asam atau asam-alkohol. Beberapa bakteri tersebut
diantaranya bakteri dari kelompok Mikrobakterium. Bakteri tahan asam
dapat mengikat kuat zat warna karena kandungan tinggi lipid dan asam lemak
pada bagian membran sitoplasmanya.
Pewarnaan tahan asam disebut juga pewarnaan Ziehl-Neelsen. Teknik
pewarnaan ini dilakukan untuk membedakan bakteri kelompok
Mikobakterium dengan bakteri lainnya. Adapun angkah-langkah dalam
proses identifikasi lanjutan dengan menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
(1) Siram film bakteri yang telah difiksasi dengan karbolfuksin, kemudian
panaskan sampai keluar uap. Lakukan pemanasan berulang untuk
menjaga bahan cat tetap hangat, kemudian diamkan selama lima menit.
(2) Lakukan dekolorisasi dengan asam-alkohol dalam waktu yang singkat,
kemudian cuci cepat dengan air mengalir.
(3) Lakukan pewarnaan kontras dengan menggunakan metilen biru dalam
larutan KOH dengan perbandingan (1:10.000).
(4) Bilas kembali dengan air mengalir dan keringkan, lalu amati.

14
(5) Jika setelah akhir pewarnaan diperoleh hasil berwarna merah, maka
bakteri tersebut adalah Mikobakterium, sedangkan bakteri lainnya akan
menghasilkan warna biru pada tahapan akhir proses pewarnaan.
Pada Gambar 4.11 ditunjukkan skema pewarnaan tahan asam, serta
karakateristik akhir warna bakteri setelah penambahan zat warna kontras
metilen biru.

Gambar 4.11. Ringkasan skema pewarnaan tahan asam.


Sumber modifikasi gambar: http://mediblock.blogspot.co.id

Untuk memberikan gambaran mengenai teknik pewarnaan Gram dalam


prakteknya di laboratorium, Anda disarankan untuk mempelajari tautan video
mengenai teknik pewarnaan Gram.
https://www.youtube.com/watch?v=OOFJyw0EYBU.
Teknik pewarnaan asam dapat dipelajari pada link berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=FFlJyHDu3dY.
https://www.youtube.com/watch?v=FGHIt-o4sQI

3. Identifikasi mikroba secara biokimia


Setelah diperoleh koloni-koloni dalam keadaan terpisah dalam lempeng
pembiakan, maka tindakan selanjutnya ialah mengadakan pemeriksaan sifat-sifat
biokimia yang penting untuk menunjang diagnosis yang dilakukan.

15
a. Reaksi Fermentasi.
Reaksi fermentasi dilakukan terhadap jenis-jenis gula yang termasuk
golongan monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Perlu diperhatikan dalam hal
penggunaan indikator, bahwa pemilihannya harus disesuaikan dengan keadaan pH
medium pembiakan yang berubah akibat fermentasi. Bila fermentasi mengakibatkan
terbentuknya asam, pH medium akan lebih rendah dari pH semula, dan penurunan ini
tergantung pada jumlah asam yang terbentuk dan jenis bakteri yang mengadakan
fermentasi. Bila pH turun sampai 6,0 dan indikator yang dipakai merah fenol (phenol
red), akan tampak bahwa medium yang tadinya merah berubah menjadi kuning. Tetapi
bila dipakai indikator merah metil (methyl red), maka pH 6,0 indikator ini belum
memperlihatkan perubahan yang nyata. Baru pada pH yang jauh lebih asam, merah
metil tampak merah, sehingga bagi bakteri yang tidak membentuk asam sebanyak ini,
hasilnya dapat dibaca negatif, walaupun ada fermentasi.
Karena jenis gula dalam reaksi fermentasi ini banyak, maka untuk
menghindarkan kekeliruan tiap jenis gula diberi sandi warna, biasanya pada tutup
tabung, misalnya kuning untuk glukosa, ungu untuk laktosa, merah untuk maltosa, dan
biru untuk sakarosa. Selain reaksi deret aneka gula, masih dilakukan reaksi-reaksi
biokimia lainnya, baik untuk keperluan khusus atau untuk keperluan diferensiasi.
Untuk bakteri golongan koliform ditambahkan suatu deret khusus untuk diferensiasi,
yaitu deret IMViC. Singkatan ini berasal dari huruf I dari indol, M dari metilmerah, Vi
dari Voges – Prauskauer dan C dari “citrate” (sitrat). Maksud dari pemeriksaan ini
adalah untuk mengadakan diferrensiasi jenis-jenis bakteri dari golongan koliform,
yang penting artinya dalam pemeriksaan air. (1) Pemerikasaan Indol dimaksudkan
untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhannya bakteri dalam bentuk indol
dari triptofan. Adanya pembentukan indol dapat diketahui dengan regens Ehrlich atau
Kovacs, yang mengakibatkan medium berwarna merah. Indol dibentuk dari asam
triptofan sebagai hasil aktivitas hidrolisis beberapa spesies bakteri. Dalam hal ini yang
perlu diperhatikan dalam medium pembiakan hanya digunakan pepton yang
mengandung asam amino. (2) Metil Merah. Pengujian dengan metil merah dilakukan
untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk asam sedemikian banyaknya
sehingga dapat mengubah indikator metil merah menjadi merah. Beberapa jenis
bakteri dapat membentuki asam tetapi tidak cukup banyak untuk dapat mengubah
indikator dan penurunan pH sampai 5,0, pada umumnya sudah menghambat

16
kelanjutan hidup mikroorganisme. Sedang bakteri seperti Escherichia coli dapat
memberikan hasil pengujian positif karena dapat menurunkan hasil pengujian positif
dan dapat menurunkan pH sampai di bawah 4,5. Sebaliknya Klebsiella aerogenes
mengadakan dekarbolsilasi dan kondensasi asam piruvat untuk membentuk
asetilmetilkarbinol, sehingga pH meningkat, dan bila ditambahkan metil merah
warnanya menjadi kuning, yang berarti hasil pengujian negatif. Pengujian seharusnya
jangan dilakukan sebelumbiakan berumur dua hari pada suhu 370C atau tiga hari pada
suhu 300C. Reaksi ini tidak dapat dipercepat dengan meningkatkan kadar glukosa
dalam medum. (3) Voges-Proskauer. Menurut Voges-Proskauer pengujian yang
dilakukannya adalah untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhan organisme
terbentuk asetilmetilkarbonil sebagai produk-antara (intermediate product) dari proses
metabolisme karbohidrat. Asetimetilkarbinol dalam lingkungan yang mengandung
potasium hidroksida dan udara, teroksidasi menjadi senyawa ini dengan alfa-naftol
dan inti guanidin dari asam-aminoorganina (dari pepton) menghasilkan warna merah.
Reaksi ini harus dilihat dalam waktu lebih dari empat jam setelah ditambah reagens.
Cara melakukan pengujian ini adalah sebagai berikut.

b. Uji Pembentukan Oksidase


Pengujian dikorelasikan dengan adanya sitokrom dalam kadar yang tinggi,
yang dapat dipakai untuk mengenal bakteri tertentu yang termasuk dalam genus
Pseudomonas dan Neisseria. Oksidasi dari p-aminodimetilanilina menjadi warna
merah tua sampai hitam, dapat dipakai sebagai ukuran aktivitas sitokrom. Bila koloni-
koloni segera menjadi berwarna merah tua, menunjukkan bahwa organisme itu diduga
mengandung sitokrom-C. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa semua koloni dapat
menjadi merah tua dengan reagens oksidase, bila dibiarkan dalam cahaya. Karena itu
pengujian harus segera diperiksa setelah reagens diberikan.
Cara lain untuk menguji oksidase, adalah menggunakan potongan kecil kertas
saring yang dicelupkan ke dalam satu persen tetrametil-p-fenilendiamin dihidroklorida
(atau kosalat). Kertas saring yang berwarna biru tidak boleh dipakai. Dengan ose
platina yang bersih dikerok sedikit biakan muda, dan digosokkan di atas kertas saring.
Tes oksidase positif menghasilkan warna biru dalam waktu 10 detik. Ose yang kotor
menghasilkan positif palsu dan biakan tua tidak dapat dipercaya untuk pengujian ini.
Karena telurit menghambat oksidase.

17
c. Hidrolisis Urea
Genus Proteus dapat dibedakan dari beberapa bakteri Gram negatif lain karena
kesanggupannya menghasilkan banyak enzim urease. Bila dalam biakan terdapat
urease, urea hidrolisis, sehingga terbentuk amonia yang mengubah warna indikator
dari kuning menjadi merah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat medium
pembiakan diinkubasi di atas pengangas air.

d. Uji Eijkman
Bahan pemeriksaan yang diduga mengandung Escherichia coli ditanam ke
dalam bulyon “brilliant green” atau bulyon MacConkey dengan tabung Durham.
Pengeraman dilakukan pada suhu 44 + 0,20C selama 24 jam. Escherichia coli adalah
salah satu organisme yang dapat menghasilkan gas pada suhu tersebut.

e. Pengujian Optokhin
Pengujian ini digunakan untuk membedakan Pneumokokus yang sensitif
terhadap optokhin dan steptokokus yang resisten terhadap zat ini. Di atas lempeng
agar darah yang telah ditanam diletakkan cakram kertas optokhin, kemudian
dieramkan semalam. Selanjutnya diperiksa terhadap pembentukan daerah hambat
tumbuh.

f. Pengujian Fosfatase
Beberapa bakteri, seperti Staphyllococcus aureus, dapat memecah ester fosfat.
Untuk mengetahui hal ini lempeng agar fenolftalein fosfat ditanam dan dieramkan
semalam. Medium pembiakan kemudian dikenakan uap amonia secara berhati-hati.
Koloni-koloni yang menghasilkan fosfatase berubah menjadi merah.
Pada Tabel 4.1 dan 4.2 ditunjukkan contoh hasil pengamatan morfologi beberapa
koloni bakteri yang berhasil diisolasi dari teluk semi tertutup (lebih dikenal dengan
Laguna) di perairan Lombok yang dilakukan oleh Maruni dkk. (2017).

18
Tabel 4.1. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia Aeromonas schubertii

Sumber: Maruni dkk. (2017), Jurnal Kesehatan Prima (11) No.2

Tabel 4.2. Hasil Karakteristik, Morfologi, Koloni, dan Biokimia Bacillus subtilis

Sumber: Maruni dkk. (2017), Jurnal Kesehatan Prima (11) No.2

19
4. Analisis jumlah mikroba dengan metode instrumentasi
Secara garis besar terdapat dua cara dalam penentuan jumlah bakteri yang ada
dalam bahan pemeriksaan, yakni dengan perhitungan langsung (direct count) dan
perhitungan tidak langsung (indirect count). Secara rinci dalam Kegiatan belajar 4 ini
Anda akan mempelajari mengenai teknik perhitungan bakteri yang menggunakan
colony counter, spektrofotometer, dan haematosimeter.

a. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan colony counter


Penentuan jumlah koloni dapat dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri
yang membentuk koloni dalam suatu media biakan yang sesuai dengan pertumbuhan
bakteri maupun menghitung jumlah bakteri yang membentuk suspensi dalam suatu
medium tumbuh berfasa cair. Salah satu cara yang paling umum digunakan dalam
menghitung jumlah bakteri adalah cara perhitungan koloni total pada lempeng
pembiakan (total plate count, TPC). Perhitungan dengan metode ini mendasarkan
perhitungan hanya pada bakteri yang hidup, sehingga cara ini dikenal juga dengan
‘metode perhitungan bakteri hidup’. Pada teknik ini, perhitungan jumlah dilakukan
sebagai berikut:
(1) Bahan pemeriksaan (sampel) diencerkan dengan kelipatan 1:10 atau
seperlunya sesuai dengan karakteristik sampel bakteri yang akan ditentukan
(2) Masing-masing suspensi pengenceran ditanam dengan metode cawan tuang
(pour plate) atau cawan sebar (spread plate).
(3) Inkubasi bakteri pada kondisi optimum pertumbuhannya (misalnya 18-24 jam)
(4) Tentukan jumlah koloni yang dihasilkan dari setiap hasil pengeceran tersebut.
Pada metode ini, penentuan jumlah bakteri dapat dibantu dengan
menggunakan alat, yaitu colony counter. Colony counter adalah alat untuk
menghitung jumlah koloni bakteri atau mikroorganisme dalam cawan petri yang
biasanya dilengkapi dengan pencatat elektronik. Adapun gambar alat colony counter
ditunjukkan pada Gambar 4.12.

20
Gambar 4.12. Contoh Alat Colony Counter.
Sumber:https://www.indiamart.com/proddetail/colony-counter-4216086097.html

Perhitungan bakteri dengan menggunakan alat Colony Counter, seperti


ditunjukkan pada Gambar 4.12 dipermudah dengan adanya counter electronic. Dengan
adanya counter tersebut Anda tinggal menandai koloni bakteri yang dihitung dengan
menggunakan pen yang terhubung dengan counter.
Penentuan jumlah bakteri dengan metode lempeng (TPC, total total dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode cawan tuang (pour plate) dan cawan sebar
(spread plate). Pada metode cawan tuang, mikroba ditumbuhkan dalam media agar
dengan cara mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri
sehingga sel-sel tersebut tersebar merata dan diam baik dipermukaan atau di dalam
agar. Teknik ini mudah dilakukan bahkan untuk Anda yang pertama kali bekerja
dengan mikroba karena pada metode ini tidak diperlukan keterampilan yang khusus
dalam menuangkan. Satu hal yang harus diperhatikan oleh Anda ketika memilih
metode cawan tuang adalah lakukan pengenceran dengan menggunakan larutan buffer
fisiologis yang sesuai dengan perbanding isolat:buffer yaitu 1:10 atau seperlunya
sebelum menumbuhkan sampel bakteri agar jumlah koloni yang tumbuh dapat
dihitung. Larutan buffer dipilih agar sel-sel bakteri yang ditumbuhkan tidak rusak
karena adanya perubahan tingkat keasaman lingkungan. Penuangan harus dilakukan

21
secara aseptik atau dalam kondisi steril agar tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri
lainnya yang tidak diinginkan.
Pada pengujian dengan metode pour plate, kultur/sampel mikroba yang
digunakan harus dapat bertahan hidup pada saat media agar dengan suhu sekitar 45 ºC
ditambahkan. Keuntungan metode pour plate adalah sebagai berikut:
[1]. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung.
[2]. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
[3]. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk
[4]. Mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penambahan spesifik.

Adapun kelemahan metode cawan tuang menurut Asriyah (2010) adalah


sebagai berikut:
[1]. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya,
karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.
[2]. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda.
[3]. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
[4]. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung

Metode cawan sebar adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan


mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di
atas media agar yang telah memadat. Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme
yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian permukaan media agar. Pada metode
cawan sebar sebanyak 0,1 mL suspensi bakteri yang telah diencerkan (disebar pada
media penyubur steril yang telah disiapkan. Selanjutnya, suspensi dalam cawan
diratakan dengan batang drugal agar koloni tumbuh merata pada media dalam cawan
tersebut, kemudian diletakkan dalam inkubator (37oC) selama beberapa hari. Metode
ini cukup sulit terutama saat meratakan suspensi dengan batang Drugal (batang L),
untuk menumbuhkan koloni secara merata, biakan justru terkontaminasi. Oleh karena
itu, batang drugal harus benar-benar steril, yaitu dengan mensemprotkannya terlebih

22
oleh alkohol kemudian dipanaskan dengan api bunsen. Perlu diingat, batang drugal,
yang masih panas akibat pemanasan dengan api bunsen, dapat merusak media agar,
sehingga harus didinginkan terlebih dahulu dengan meletakkannya di atas api bunsen
dengan jarak sekitar 15 cm. Pada Gambar 4.13 ditunjukkan ilustrasi penggunaan
batang Drugal pada teknik metode sebar. Secara lengkap teknik bagaimana melakukan
kedua teknik dapat dilihat pada tautan http://slideplayer.com/slide/5913427/;
https://www.youtube.com/watch?v=D0bxQkzzqpI

Gambar 4.13. Teknik penggunaan batang L (drugan)


pada proses penyebaran inokulum ke medium padat.
Sumber: http://slideplayer.com/slide/5913427/

Di dalam penggunaan metode cawan sebar dan cawan tuang sangat penting
jika jumlah koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak. Hal ini
dikarenakan apabila pada cawan petri ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel
tidak dalam bentuk koloni yang tunggal, sehingga dapat menyebabkan perhitungan
yang salah. Jumlah koloni yang sangat sedikit juga tidak diharapkan karena secara
statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah koloni ini sangat rendah. Pada Gambar
4.14 ditunjukkan ilustrasi dari metode cawan tuang dan metode cawan sebar. Tentunya
dalam melakukan identifikasi-identifikasi tersebut Anda harus juga mengetahui
tentang bagaimana membuat media tumbuh mikroba, jenis-jenis media serta fungsi
masing-masing media tumbuh tersebut. Untuk memperkaya pemahaman Anda tentang
media tumbuh mikroba, pelajari tautan berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=cneascR3OEc.

23
Gambar 4.14. Ilustrasi metode cawan tuang dan cawan sebar dalam penyiapan perhitungan
jumlah koloni bakteri yang dapat tumbuh dalam media.
Sumber: Black, J.G. Microbiology principles and exploration, 2015.

b. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan metode spektrofotometri


Penentuan jumlah koloni selain dilakukan dengan teknik menghitung jumlah
koloni hidup yang tumbuh pada lempeng pembiakan, dapat pula ditentukan dengan
menghitung jumlah populasi atau kelompok sel-sel bakteri yang terdapat dalam
medium cair. Sel pada dasarnya adalah partikel materi yang memiliki kemampuan
untuk menyerap atau meyebarkan cahaya yang sebanding dengan tingkat
kekeruhannya. Metode penentuan jumlah koloni yang didasarkan pada tingkat
kekeruhan salah satunya adalah metode turbidimetri. Prinsip dasar dalam penentuan
jumlah koloni bakteri dengan menggunakan spektrofotometri ditunjukkan pada
Gambar 4.15. Pada pengukuran turbidimetri, jumlah koloni dihitung sebagai serapan
cahaya (absorbansi) oleh sel-sel bakteri pada panjang gelombang yang sesuai dengan
mikroba yang ditentukan. Berbeda dengan teknik perhitungan jumlah koloni dengan
total lempeng adalah pada metode ini jumlah sel dihitung sebagai jumlah total sel
hidup dan sel mati.

24
Gambar 4.15. Prinsip kerja spektrofotometri pada pengukuran jumlah sel bakteri.
Sumber modifikasi gambar: http://google.co.id

c. Penentuan jumlah koloni dengan menggunakan Haemocytometer

Haemocytometer adalah alat yang berfungsi untuk menghitung jumlah sel


serta partikel mikroskopis lainnya. Haemocytometer memiliki kelemahan dan
kelebihan dalam penggunaannya. Kelebihannya adalah lebih cepat dalam
menghasilkan data dan tidak perlu menunggu lama, serta datanya atau jumlah sel
mikroba langsung di peroleh saat itu juga setelah menghitung menggunakan rumusnya
dan menghemat biaya. Adapun kelemahannya ialah tidak dapat membedakan sel yang
hidup dan mati karena perhitungan secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak
akurat. Pada Gambar 4.16 ditunjukkan gambar Haemocytometer. Untuk memahami
lebih rinci bagaiamana mengitung sel mikroba dengan haemacytometer, silahkan
pelajari tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=zLLoMjuo30c.

25
Gambar 4.16. Skema ilustrasi penentuan jumlah sel bakteri dengan Alat Haemocytometer.
Sumber: http://slideplayer.info/slide/1906097/

d. Contoh Penetuan jumlah sel menggunakan teknik TPC


Penentuan jumlah sel bakteri penting untuk mikrobiologi, baik untuk
mengetahui kurva tumbuh maupun viabilitas dari sel yang diamati. Jika kerapatan sel
dalam suatu medium dapat ditentukan dengan Teknik spektrofotometri. Namun,
penentuan sel dengan Teknik tersebut akan menghitung jumlah sel total yang ada, baik
sel mati maupun sel yang masih hidup. Lalu bagaimana menentukan jumlah sel yang
hidup? Seperti yang telah dijelaskan pada paparan di atas, bahwa penentuan jumlah
sel yang hidup dapat ditentukan secara tidak langsung menggunakan teknik Total
Plate Count (TPC). Prinsip dasar dari penentuan jumlah sel dengan teknik TPC adalah
menumbuhkan sel mikroba yang masih hidup ke dalam media agar, agar mikroba
tersebut berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat dan dihitung
langsung tanpa menggunakan alat bantu mikroskop. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menumbuhkan mikroba pada media cair maupun padat adalah
kondisi optimum tumbuhnya. Selain itu, perhitungan TPC dapat dilakukan jika koloni

26
yang tumbuh berada pada kisaran 30-300 koloni. Penguasaan teknik pengenceran pun
menjadi salah satu keterampilan yang harus dikuasai dalam melakukan penentuan
jumlah sel dengan teknik TPC, karena untuk menumbuhkan koloni dengan rentang
jumlah yang dapat dihitung (kisaran 30-300 koloni/plate) perlu dilakukan
pengenceran. Bagaimana cara menghitung jumlah mikroba dengan teknik TPC? Pada
Tabel 4.3 disajikan data jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing
media padat dari kultur dengan pengenceran tertentu. Tentukan jumlah mikroba yang
terdapat dalam inoculum awal.

Tabel 4.3. Jumlah koloni bakteri pada setiap kultur pengenceran tertentu.
No. Cawan Pengenceran Jumlah koloni teramati

1. 1 10x Tidak terhitung

2. 2 100x Tidak terhitung

3. 3 1000x Tidak terhitung

4. 4 10.000x 32 koloni

5. 5 100.000x 4 koloni

Berdasarkan data pada Tabel 4.3, maka jumlah koloni yang sesuai untuk perhitungan
dengan TPC adalah plate no. 4, karena memiliki rentang jumlah koloni antara 30-300
koloni per plate. Perhitungan jumlah sel dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
Berdasarkan persamaan di atas, maka jumlah mikroba dalam inokulum awal adalah
32 x 10.000=320.000 mikroba/mL.

27
D. Contoh Penerapan strategi pembelajaran dengan TPACK
Perkembangan teknologi abad ke-21 menjadi hal niscaya untuk dipungkiri
termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai seorang calon guru/guru teknik kimia
tentunya hal ini juga menuntut Anda untuk mampu menerapkan pembelajaran yang
memadukan teknologi, pedagogik, dan konten pengetahuan teknik kimia (TPACK).
Berikut ini adalah contoh strategi pembelajaran model blended learning.
Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat menganalisis prinsip dasar identifikasi
bakteri menggunakan teknik pewarnaan

Langkah Pembelajaran
Pada langkah pertama, yaitu seeking of information Anda dapat memulai
pembelajaran dengan cara meminta siswa untuk melakukan proses eksplorasi konsep
tentang identifikasi bakteri dengan teknik pewarnaan gram melalui berbagai
pertanyaan yang apa, bagaimana, dan mengapa pewarnaan gram dapat mencirikan
bakteri gram negatif dan positif. Pada kegiatan pencarian informasi ini Anda dapat
memfasilitasi ekplorasi konsep sains tersebut melalui kegiatan pembelajaran tatap
muka (face to face) di kelas maupun melalui pembelajaran berbasis TIK (online).
Misalnya Anda dapat meminta siswa untuk berselancar ke situs web yang relevan yang
membahas mengenai identifikasi bakteri dengan pewarnaan gram.
Pada langkah kedua, yaitu acquisition of information, Anda akan meminta siswa
untuk melakukan interpretasi dan elaborasi informasi. Pada kegiatan ini, Anda akan
membimbing siswa untuk melakukan kegiatan eksperimen dengan diawali kegiatan
inventarisasi informasi, interpretasi, dan elaborasi konsep. Dalam tahapan ini juga
Anda akan memfasilitasi siswa untuk melalukan elaborasi informasi tersebut dari
berbagai sumber informasi yang tersedia dan kemudian mendorong siswa untuk
mengkomunikasikan hasil elaborasi ide-idenya tersebut secara tatap muka (face to
face) maupun menggunakan fasilitas TIK (online). Pada kegiatan akhir tahap kedua,
Anda akan membantu siswa untuk melakukan scaffolding dan penguatan konsep.
Pada langkah ketiga, Anda akan membimbing siswa untuk melakukan konstruksi
pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi (synthesizing of knowledge).

28
E. Forum Diskusi
Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang materi yang telah dipelajari pada
Kegiatan Belajar 4 maka kerjakanlah tugas berikut!

Mari kita selidiki.


Aktivitas 1: Mengamati variasi morfologi koloni berbagai spesies bakteri yang
ada di udara.
Bahan yang diperlukan:
Medium agar padat steril dalam cawan petri (3 buah)
Prosedur:
1. Siapkan cawan petri kesatu kemudian buka tutupnya dan biarkan medium
terpapar bakteri yang terdapat di udara.
2. Tutup kembali cawan petri kemudian simpan selama 24 jam untuk menumbuhkan
mikroba dalam media agar.
3. Amati pertumbukan morfologi koloni mikroba dari udara. Catat perbedaan
morfologi koloni yang tumbuh secara rinci. Pada bagian
4. Lakukan percobaan yang sama dari sumber mikroba yang lain, misalnya dari air
hujan, bagian epitel mulut, kotoran pada bagian telunjuk, dsb.

Petunjuk
Sebagai bahan referensi, silahkan Anda kunjungi tautan di bawah untuk memperoleh
penjelasan mengenai identifikasi morfologi koloni bakteri.
http://www.sciencebuddies.org/mentoring/project_ideas/MicroBio_Interpreting_Plat
es.shtml

Rubrik penilaian
Supaya tugas yang Anda kerjakan menjadi terarah dan Anda dapat menyelesaikan
tugas tersebut dengan baik, maka gunakanlah rubrik penilaian berikut untuk mengukur
keberhasilan Anda dalam memahami materi.
Aspek penilaian:
1. Menganalisis sterilitas medium (20%)
2. Merancang percobaan (20%)

29
3. Melakukan percobaan (20%)
4. Mencatat hasil pengamatan morfologi koloni bakteri (20%)
5. Melakukan identifikasi untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan
perbandingan dengan referensi. (20%)

F. RANGKUMAN
Selamat, Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 4 mengenai analisis
mikrobiologi. Dengan demikian Anda telah menguasai kompetensi guru kimia yang
menguasai teknik analisis dasar mikrobiologi. Hal-hal penting yang telah Anda
pelajari dalam kegiatan belajar 1 adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi bakteri merupakan langkah penting dalam penentuan bakteri yang
ingin kita ketahui. Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan mengamati ciri-ciri
fisika dan sifat biokimia yang dimiliki oleh setiap bakteri.
2. Identifikasi bakteri berdasarkan sifat fisika dilakukan dengan mengamati bentuk
morfologi bakteri.
3. Bentuk bakteri terdiri atas bermacam-macam, yaitu berbentuk bola (kokus),
batang (basil), dan spiral. Bakteri berbentuk kokus dibedakan kembali menjadi
monokokus, diplokokus, sarkina, dan streptokokus. Bakteri bentuk batang
dibedakan berdasarkan bentuknya menjadi basil tunggal, diplobasil, dan
streptobasil. Adapun bakteri bentuk spiral dibedakan menjadi spiral, vibrio, dan
spiroseta.
4. Identifikasi lain yang didasarkan pada sifat fisika bakteri adalah pewarnaan..
Berdasarkan jumlah zat warna yang digunakan, pewarnaan dikelompokkan
menjadi pewarnaan sederhana dan diferensial. Jenis pewarnaan diferensial yang
paling umum dilakukan untuk sampel-sampel yang tidak diketahui adalah
pewarnaan Gram atau pewarnaan tahan asam (Ziehl-Naelsen).
5. Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dikelompokkan menjadi bakteri gram
positif dan bakteri negatif. Bakteri gram positif dicirikan dengan dihasilkannya
warna biru pada penambahan zat warna kontras (safranin), sedangkan bakteri
gram negatif berubah menjadi merah.
6. Identifikasi bakteri secara fisika untuk beberapa bakteri tidak berhasil
memberikan hasil pengamatan yang berbeda, sehingga pengujian lanjutan secara

30
biokimia perlu dilakukan. Pada identifikasi ini, sel bakteri ditumbuhkan pada
medium cair untuk kemudian dilakukan pengujian. Selain itu isolasi dalam
keadaan murni pada koloni itu digunakan untuk mengetahui reaksi fermentasi
terhadap jenis-jenis gula yang termasuk golongan monosakarida, disakarida, dan
polisakarida.
7. Selain reaksi deret aneka gula, masih dilakukan reaksi-reaksi biokimia lainnya,
baik untuk keperluan khusus atau untuk keperluan diferensiasi. Untuk bakteri
golongan koliform ditambahkan suatu deret khusus untuk diferensiasi, yaitu deret
IMViC. Singkatan ini berasal dari huruf I dari indol, M dari metilmerah, Vi dari
Voges – Prauskauer dan C dari “citrate” (sitrat).
8. Secara garis besar terdapat dua cara dalam penentuan jumlah bakteri yang ada
dalam bahan pemeriksaan, yakni dengan perhitungan langsung (direct count) dan
perhitungan tidak langsung (indirect count).
9. Perhitungan koloni total pada lempeng biakan (total plate count, TPC)
menghitung hanya pada bakteri yang hidup, sehingga cara ini dikenal juga dengan
‘metode perhitungan bakteri hidup’. Pada metode ini, penentuan jumlah bakteri
dapat dibantu dengan menggunakan alat, yaitu colony counter.
10. Colony counter adalah alat untuk menghitung jumlah koloni bakteri atau
mikroorganisme dalam cawan petri yang biasanya dilengkapi dengan pencatat
elektronik.
11. Penentuan jumlah bakteri dengan metode lempeng total dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu metode cawan tuang (pour plate) dan cawan sebar (spread
plate).
12. Pada metode cawan tuang, mikroba ditumbuhkan dalam media agar dengan cara
mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri sehingga
sel-sel tersebut tersebar merata dan diam baik dipermukaan atau di dalam agar.
13. Metode cawan sebar adalah suatu teknik menumbuhkan mikroorganisme di dalam
media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di atas media agar yang
telah memadat.
14. Metode turbidimetri merupakan salah satu cara penentuan jumlah sel bakteri yang
didasarkan pada tingkat kekeruhan. Jumlah sel bakteri dihitung sebagai serapan
cahaya (absorbansi) pada panjang gelombang yang sesuai dengan mikroba yang

31
ditentukan. Berbeda dengan teknik lempeng total, pada metode ini jumlah sel
dihitung sebagai jumlah total sel hidup dan sel mati.
15. Haemocytometer adalah alat yang berfungsi untuk menghitung jumlah sel serta
partikel mikroskopis lainnya.

G. TES FORMATIF
1. Bakteri memiliki bentuk yang bervariasi. Sketsa dari berbagai bentuk bakteri yang
digambarkan oleh Leewenhoek pada gambar di bawah secara berturut-turut
adalah....

A. Diplokokus, diplobasilus, spiral


B. Sarcina, vibrio, diplobasilus
C. Streptokokus, diplobasilus, vibrio
D. Spiral, sarcina, diplokokus
E. Vibrio, spiral, diplokokus

2. Pewarnaan Gram yang ditemukan oleh Cristian Gram merupakan identifikasi


pertama yang umum dilakukan untuk membedakan kelompok bakteri. Pernyataan
yang salah mengenai pewarnaan Gram adalah....
A. Pada pewarnaan Gram, zat warna kristal violet digunakan untuk mewarnai sel
menjadi ungu
B. Sel-sel bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang lebih tebal
dibandingkan sel bakteri Gram positif
C. Pada pewarnaan Gram, alkohol digunakan untuk mematikan bakteri
D. Sel-sel bakteri Gram positif menghasilkan warna ungu pada akhir proses
pewarnaan
E. Sel-sel bakteri Gram negatif menghasilkan warna merah muda/merah pada
akhir proses pewarnaan

3. Selain morfologi sel dan pewarnaan, pola pertumbuhan koloni dalam suatu
medium padat digunakan untuk memeriksa pertumbuhan bakteri sekaligus ciri
yang dapat kita gunakan dalam menentukan karakteristik morfologi koloni suatu
bakteri. Istilah bentuk permukaan koloni yang ditunjukkan di bawah adalah....

A. Rata
B. Timbul datar

32
B. 1.37 x 107 CFU/mL
C. 1.37 x 105 CFU/mL
D. 1.37 x 104 CFU/mL
E. 1.37 x 102 CFU/mL

H. DAFTAR PUSTAKA
1. McKane,L. And Kandell,J.(1996), Microbiology, Essential and Aplications, New
York: McGraw-Hill Inc.
2. Pelczar M.J. and E.C.S. Chan, diterjemahkan oleh Hadioetomo R.S. dkk. ,(2008),
Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 1 dan 2. Jakarta: UI-Press.
3. Koes Irianto. (2007). Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme, jilid 1 dan
2. Bandung: Yrama Widya.
4. Maruni, dkk. (2017), karakteristik morfologi, koloni dan biokimia bakteri yang
diisolasi dari sedimen laguna perindukan nyamuk. Jurnal Kesehatan Prima (11)
No.2.
5. Schlegel, H.G. dan K. Schmidt. 2000. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press.
6. Asriyah. 2010. Hitung Jumlah Bakteri Metode Pour Plate.
http://nanaasriyah.blogspot.com/hitung-jumlah-bakteri-metode-pourplate/,
diakses pada tanggal 7 Maret 2013.
7. Berazandeh, N. 2008. Microbiologi Titles. Jerman. Springer. Verlag Berlin
Heidelberg Media. pp 9-11.
8. Dwee, P. 2010. Bakteri Coliform Fekal.
http://www.bangkoyoy.com/2010/10/bakteri-coliform-fekal-coliform/, diakses
pada tanggal 7 Maret 2013.
9. Marasahi. 2011. Pengenalan Alat Mikrobiologi Dasar.
http://Sarifmahasari.wordpress.com/ pengenalan-alat-mikrobiologidasar/, diakses
pada tanggal 7 Maret 2013.

35
10. Prescott, L.M. 2002. Prescott-Harley-Klein: Microbiology 5th Edition. USA: The
McGrawth-Hill Companies.

TUGAS AKHIR
Setelah mempelajari uraian materi Modul 5 tentang Metode Analisis Kimia untuk Fase
Padat dan Fluida (Cair dan Gas) dan Mikrobiologi, tugas Anda adalah mencari metode
SNI analisis kimia untuk sampel padat, cair, dan gas dengan topik yang sedang ramai
dibicarakan di media massa atau media sosial masing-masing satu. Buat langkah
kerjanya secara rinci.

TES SUMATIF
1. Seorang siswa melakukan salah satu langkah uji kualitatif proksimat dari bahan
alam, diketahui senyawa yang dianalisis mengandung gugus –OH. Maka
dilakukan uji Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform
menghasilkan larutan berwarna merah ketika ditambahkan piridin ke dalam
larutan proksimat dalam kloroform. Berdasarkan data tersebut proksimat
mengandung senyawa….
A. Alkohol primer
B. Alkohol sekunder
C. Alkohol tertier
D. Fenol
E. Polialkohol

2. Suatu proksimat diduga mempunyai kandungan senyawa aromatis, seorang analis


melakukan analisa dengan menambahkan larutan kalium permanganat encer.
Pernyataan yang sesuai dengan perlakuan tersebut, adalah …..
A. Terbentuk endapan coklat dari mangan oksida karena terbentuknya diol
germinal
B. Terbentuknya endapan coklat dari mangan oksida karena terbentuknya
diketon
C. Terbentuk senyawa diol germinal dan perubahan warna ungu menjadi tak
berwarna
D. Tidak terjadi endapan coklat karena tidak adanya reaksi oksidasi yang terjadi
E. Tidak terjadi endapan warna coklat tetapi menghasilkan bau khas dari
senyawa diketon

3. Pada salah satu percobaan, dilakukan langkah pembuatan senyawa tertentu


dengan cara hidrolisis. Bahan dasar yang digunakan adalah senyawa nitril,
persamaan hidrolisis nitril mengikuti reaksi berikut….

36

Anda mungkin juga menyukai