Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK ETANOL 70% DAUN


SALAM (Syzygium polyanthi) DENGAN METODE SOKLETASI

Untuk memenuhi salah satu tugas Praktikum Fitokimia


Dosen Pembimbing : Vivi Anggia, M.Farm.,Apt

Disusun Oleh:
Monica Indah Utami 1504015238
Hervina Dian Wardani 1504015482
Nasya Rafghidza 1604015118
M. Azhar Fansyuri 1604015246
Sofiyani Citra Anissa 1604015288

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan akhir
praktikum Fitokimia, dengan judul “IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER
EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthi) DENGAN
METODE SOKLETASI”.

Penulisan laporan akhir praktikum Fitokimia ini dimaksudkan untuk


memenuhi tugas mata kuliah praktikum Fitokimia Fakultas Farmasi dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka,Jakarta. Penulis ingin menyampaikan
rasa berterima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Hadi Sunaryo, M.Si., Apt. selaku Dekan FFS UHAMKA.
2. Bapak Drs. Inding Gusmayadi, M. Si., Apt., selaku Wakil Dekan I FFS
UHAMKA
3. Ibu Dra. Sri Nevi Gantini, M. Si., selaku Wakil Dekan II FFS UHAMKA
4. Ibu Vivi Anggia, M.Farm.,Apt. selaku dosen pengampu memberikan arahan
dan masukkan pengerjaan ini dalam pembuatan laporan akhir Fitokimia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir praktikum ini


memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis.
Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Penulis berharap
laporan akhir praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Mei 2019

Penulis

2
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktikum 2
C. Manfaat Praktikum 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. Landasan Teori 3
1. Tanaman Salam 3
a. Klasifikasi Simplisia 3
b. Sinonim dan Nama Umum Tanaman 3
c. Identitas Simplisia 4
d. Kandungan Kimia 4
e. Khasiat 4
2. Simplisia 5
a. Pengertian Simplisia 5
b. Penggolongan Simplisia 5
c. Pembuatan Simplisia 5
3. Pelarut 9
4. Ekstraksi dan Evaporasi
a. Ekstraksi 9
b. Evaporasi 12
5. Skrinning Fitokimia 12
6. Fraksinasi 14
7. Kromatografi 15
a. Kromatografi Kolom 16
b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 19
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 20
A. Tempat dan Waktu Praktikum 20
1. Tempat Praktikum 20
2. Waktu Praktikum 20
B. Metode Praktikum 20
1. Alat Praktikum 20
2. Bahan Praktikum 20
a. Bahan Uji 20
b. Bahan Kimia 20
C. Prosedur Praktikum 20
1. Penanganan Simplisia 20
2. Skrining Fitokimia 20
3. Ekstrasi 22
4. Evaporasi 22
5. Pembuatan Fraksi Daun Salam 23
6. Pemeriksaan Fraksi Air Daun Salam dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 23
7. Pembuatan Subfraksi Etil Asetat Daun Salam 24
a. Proses Pembuatan Subfraksi Etil Asetat
Daun Salam 24
b. Pemeriksaan Subfraksi Etil Asetat dengan
Kromatografi Lapis Tipis 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
A. Hasil 26
1. Penanganan Simplisia 26
a. Identifikasi Organoleptis 26
2. Skirinning Fitokimia 26
3. Ekstraksi
a. Organoleptis Ekstrak 26
b. Hasil Ekstrak 26
4. Evaporasi 27
5. Rendemen Ekstrak 29
6. Fraksinasi 29
a. Rendemen Fraksi 29
b. Identifikasi Pola KLT Fraksi 29
c. Subfraksi 29
B. Pembahasan 30
1. Penanganan Simplisia 30
2. Skrining Fitokimia 33
3. Ekstraksi 31
4. Evaporasi 31
5. Fraksinasi 35
6. Kromatografi Kolom 37
7. Subfraksi 38
BAB V SIMPULAN 39
A. Simpulan 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN
BAB I
PNDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman salam merupakan tanaman obat yang daunnya langsung dipanen
dari alam atau hutan. Yogyakarta dan Jawa Timur merupakan daerah yang
memiliki sebaran tanaman salam yang luas di Indonesia, sedangkan Bali
merupakan pengkonsumsi daun salam terbanyak di Indonesia (Depkes RI,
1980; Pribadi, 2009). Daun salam (Syzygium polyanthum Wight) famili
myrtaceaea merupakan salah satu tanaman dari Indonesia yang potensial
digunakan sebagai bahan baku obat herbal. Masyarakat telah menggunakan
daun salam sebagai obat untuk hiperglikemia (diabetes mellitus), hipertensi,
gout, antidiare, menurunkan kadar kolesterol, dan gastritis (Joshi et al., 2012;
Malik and Ahmad, 2013). Secara farmakologis daun salam telah dibuktikan
memiliki antioksida dan , antidiare ,antibakteri , menurunkan kadar kolesterol
darah, antiglikemia dan antihipertensi.
Daun salam merupakan tumbuhan yang mudah hidup di dataran rendah
maupun tinggi. Tanaman ini dapat hidup tanpa perlakuan khusus. Daun salam
biasanya digunakan sebagai penyedap rasa pada makanan. Bahwa daun salam
tingginya mencapai 25 m. Daunnya yang rimbun, berbentuk lonjong/bulat telur,
berujung runcing bila diremas mengeluarkan bau harum. Daun salam
mengandung zat-zat bahan warna, zat samak dan minyak atsiri yang bersifat
antibakteri. Zat tannin yang terkandung bersifat menciutkan (astringent). Daun
salam juga bermanfaat untuk mengatasi diare, diabetes, kudis atau gatal dan
lambung lemah. Pada penelitian Sudirman (2014) efektifitas antimikroba yang
ditunjukkan ekstrak daun salam memiliki zat aktif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri berupa tannin, flavonoid dan minyak atsiri, yang mana
ketiga zat tersebut merupakan komposisi kimia yang terkandung dalam ekstrak
daun salam.

1
Metode ekstraksi yang digunakan adalah cara panas (sokletasi) merupakan
metode ekstraksi terbaik untuk memperoleh hasil ekstrak yang banyak dan juga
pelarut yang digunakan lebih sedikit (efisiensi bahan) waktu yang digunakan
lebih cepat, sampel yang diekstraksi secara sempurna karena dilakukan
berulang-ulang.

B. Tujuan Praktium
1. Mahasiswa dapat memahami penanganan simplisia.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder
dalam simplisia dengan reaksi warna atau skrining fitokimia.
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengekstraksi dengan cara sokletasi.
4. Mahasiswa dapat melakukan proses evaporasi pelarut dari hasil ekstraksi.
5. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja rotary evaporator.
6. Mahasiswa dapat memahami metode fraksinasi.
7. Mahasiswa dapat memisahkan golongan golongan yang ada pada simplisia
daun salam.
8. Mahasiswa mampu memahami proses identifikasi fraksi dengan metode
KLT dan kromatografi kolom.

C. Manfaat Praktikum
Mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan tentang penanganan simplisia
daun salam, skrining fitokimia,ekstraksi daun salam dengan cara sokletasi,
mengetahui proses evaporasi,memahami metode fraksinasi,memahami proses
KLT dan kromatografi kolom.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Tanaman Salam

a. Klasifikasi Simplisia
Tanaman Salam (Syzygium polyanthum ) diklasifikasikan sebagai berikut
(Van Steenis, 2003) :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wight). Walp

3
b. Sinonim dan Nama Umum Tanaman
Beberapa nama yang dimiliki oleh tumbuhan ini yaitu ubai serai
(Melayu), manting (Jawa), dan gowok (Sunda). Di Indonesia dikenal
dengan tanaman Salam. Nama sinonim dari tumbuhan ini yaitu Syzygium
polyanthum (Wight.) Walp atau Eugenia polyantha Wight (Enda,2009).
c. Identifikasi Simplisia
Berupa daun warna kecokelatan, bau aromatik lemah, rasa kelat. Daun
tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 5-10mm. Helai daun
berbentuk jorong memanjang, panjang 7-15cm, lebar 5-10cm, ujung dan
pangkal daun meruncing, tepi rata permukaan atas berwarna cokelat
kehijauan, licin, mengkilat. Permukaan bawah berwarna cokelat tua, tulang
daun menyirip dan menonjol pada permukaan bawah, tulang cabang halus.
(FHI, 2008)
d. Kandungan Kimia Simplisia
Kandungan kimia daun salam antara lain minyak
atsiri, tanin, dan flavonoid (Anonim, 2004). Menurut literatur yang lain
daun salam mengandung saponin, triterpen, flavonoid,
tanin, dan alkaloid, sedangkan minyak atsiri dalam daun salam terdiri
dari seskuiterpen, lakton, dan fenol (Indrayana, 2008). Dan menurut FHI
kandungan flavonoid total tidak kurang dari 0,40% dihitung sebagai
kuersetin (FHI, 2008).
e. Khasiat
Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan di
sejumlah negeri di asia tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur,
maupun nasi. Daun dicampur dalam keadaan utuh, kering, ataupun segar.
Daun ini memberikan aroma yang khas. Dari segi kesehatan daun salam
efektif menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar asam urat,
mengobati sakit maag, gatal-gatal, kudis, dan eksim. Daun salam juga
mampu menghambat pertumbuhan bakteri-bakeri penyebab penyakit,

4
seperti bakteri Escherichia coli, Vibrio cholera, dan Salmonella
sp (Anonim, 2004).

2. Simplisia
a. Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami proses
setengah jadi, seperti pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral (Prasetyo & Entang,
2013)
b. Penggolongan Simplisia
Simplisia dibagi menjadi 3 (Prasetyo & Entang, 2013), yaitu sebagai
berikut :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, atau eksudat tanaman, yang dimaksud dengan eksudat
tanaman adalah isi yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya
yang dikeluarkan dari tanamannya.
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan.
3. Simplisia pelikan adalah simplisia yang berasal dari bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni.
c. Pembuatan Simplisia
Cara pembuatan simplisia ada beberapa tahapan (Prasetyo & Entang,
2013), yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman yang
digunakan, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen
sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif didalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat

5
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat bahan-bahan asing
seperti kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusa, serta kotoran
lain harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba
dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
1. Pencucian bahan
Pencucian bahan dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
kotoran lain yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan
dengan air bersih misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM.
Simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air mengair,
pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari
jumlah mikroba awal, jika dillakukan pencucian sebanyak tiga kali,
jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian yang digunakan biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika carapengupasannya dilakukan dengan tepat
dan bersih.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat
dalam air adalah pseudomonas, proteus, micrococcus, bacillus,
streptococcus, escherichia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat
pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah

6
mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya terdapat pada
permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin
tidak memerlukan pencucian jika cara pencuciannya dilakukan dengan
tepat dan bersih.
2. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru
diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur lebih dalamkeadaan
utuh selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan
alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Sebagai contoh alat yang
disebut rasingko (perajangan singkong) yang dapat digunakan untuk
merajang singkong atau bahan lainnya sampai ketebalan 3 mm atau
lebih. Alat ini juga dapat digunakan untuk merajang bahan simplisia
yang berasal dari akar, umbi, rimpang dll.
Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan
air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang
terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangya zat
berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi,
bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya
minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak
bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan
dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
3. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

7
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan mutu atau perusakan simplisia.
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang jasad renik lainnya. Enzim
tertentu dalam sel,masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif
sesaat setelah selmati dan selama bahan simplisia tersebut masih
mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup
pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme,
yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bilakadar
air dalam simplisia kurang dari 10%. Dengan demikian proses
pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila
kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan
luas permukaan bahan pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan menggunakan alat dari plastik.
4. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan setelah proses pengeringan dan sebenarnya
merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi kering ini
untuk memisahkan benda-benda tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia
kering.
5. Pengepakan dan Penyimpanan
Pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang
dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan, pewadahan persyaratan gudang simplisia, cara sortasi

8
dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetannya penyebab kerusakan
pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.

3. Pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting
adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu
gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, dan
senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat
kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik
makin polar pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup
rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan
diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature 60 oC, destilasi,
dan penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
7. Viskositas cukup rendah

4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu subtansi atau zat dari
campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan ekstraksi
adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.
Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut. (Harbone, 1987).

9
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah :
a. Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa
yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah
maserasi dan perkolasi
b. Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan
adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian
dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan
alat soxhlet, digesti, infusa, dan ultrasonik.
Macam-macam metode ekstraksi adalah :
a. Maserasi
Maserasi adalah metode ekstrasi dengan prinsip pencapaian
kesetimbangan konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndamkan
pada simplisia dalam suhu kamar, bila dibantu pengadukan secara
konstan maka disebut maserasi kinetik. Remaserasi adalalah
penambahan pelarut kedalam simplisia yang diekstrasi, maserat (hasil
maserasi) pertama disaring, sisa simplisia (residu) diekstrasi dengan
menambahkan pelarut yang baru dengan cara yang sama seperti diatas.
kekurangan metode ini, butuh waktu yang lama dan memerlukan
pelarut dalam jumlah yang banyak. (Harbone, 1997).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru hingga semua pelarut tertarik dengan sempurna (exhaustive
extraction), umunya dilakukan pada suhu kamar. tahapan perkolasi
penetesan pelarut serta penampungan perkolat nya hingga didapat
volume 1 sampai 5 kali jumlah bahan.
Proses keberhasilan ekstraksi dengan cara perkolasi dipengaruhi
selektifitas pelarut, kecepatan alir pelarut dan suhunya, ukuran
simplisia tidak boleh terlalu halus, karna dapat menyumbat pori-pori
saringan perkolator. (Departemen Kesehatan RI, 1974).

10
c. Refluks
Refluks adalah proses ekstraksi dengan pelarut yang didihkan beserta
simplisia selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya konstan, karna
pelarut terus bersirkulasi didalam refluks (menguap, didinginkan,
kondensasi, kemudian menetes kembali ke menstrum (campuran
pelarut dan simplisia) di dalam alat). Umumnya dilakukan
pengulangan pada residu pertama, hingga didapat sebanyak 3-5 kali
hingga didapat proses ekstraksi sempurna. (Sukmana 2010).
d. Soxhletasi atau ekstraksi sinambung
Soxhletasi atau ekstraksi sinambung adalah proses ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yang selalu baru dengan menggunakan soxhlet.
ekstrasi terjadi secara kontinyu,dengan jumlah pelarut yang relatif
konstan. (Padmawinata,1997; Vooight, 1994)
e. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan konstan)
yang dilakukan pada suhu temperatur yang lebih tinggi, umumnya 40-
50 Celcius. (Voight, 1994).
f. Infus dan dekok
Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan air yang mendidih pada
suhu 96-98 C, dalam waktu tertentu sekitar 15-20 menit, sedangkan
dekok adalah proses infus yang terjadi selama skitar 30 menit lebih,
untuk dekok sekarang sudah sangat jarang digunakan. (Departemen
Kesehatan RI 2000;Voight,1994).
g. Ekstraksi Ultrasonik
Ekstrasi dengan bantuan getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan
efek meningkatkan permeabilitas dinding sel, sehingga banyak zat
yang bisa ditarik oleh pelarut.

5. Evaporasi
Penguapan adalah proses perpindahan kalor (panas) ke dalam zat cairan
mendidih. Penguapan (Evaporasi) adalah peristiwa menguapnya pelarut dan
campurannya untuk mendapatkan larutan degan konsentrasi yang lebih tinggi
(Marjoni 2016). Penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan kosistensi

11
ekstrak yang lebih pekat. Dan tujuan dilakukan penguapan adalah untuk
menghilangkan cairan penyari yang digunakan, agar tidak mengganggu pada
proses partisi (Sudjadi 1986).
Proses penguapan dapat dilakukan dengan berbagai alat yaitu,
1. Penangas air
2. Oven
3. Penguapan berputar (rotary evaporator)

6. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan untuk menganalisa kandungan bioaktif yang
berguna untuk pengobatan. Pendekatan secara skrining fitokimia pada
hakikatnya adalah analisis secara kualitatif dari kandungan kimia yang terdapat
didalam tumbuhan atau bagian tanaman (akar, batang, daun, bunga dan biji)
terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif
seperti alkohol, antrakuinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin,
tanin, polifenol, dan minyak atsiri (Marjoni 2016).Penapisan kimia adalah
pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan
senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan.Pemeriksaan dilakukan pada
senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan seperti
alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin (Harborne 1987).
Berikut ini merupakan jenis-jenis skrining fitokimia (Harbone 1987), yaitu :
a. Identifikasi senyawa fenolik
Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat
dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida 1% dalam etanol.Adanya
senyawa fenolik ditunukan dengan timbulnya warna hijau, merah, ungu,
biru, atau hitam yang kuat.
b. Identifikasi senyawa golongan saponin (steroid dan terpenoid)
Saponin adalah suatu glukosida yang larut dalam air dan mempunyai
karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai
kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai
toksisitas yang tinggi.Verdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan
atas dua macam yaitu saponin yang mempunya rangka steroid dan

12
saponin yang mempunyai rangka triterpenoid.Berdasarkan pada
strukturnya saponin memberikan reaksi warna yang karakteristik
dengan pereaksi Libermann-Buchard (LB).
c. Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam
tumbuhan.Atom nitrogen yang terdapat pada molekul alakaloid pada
umumnya merupakan atomnitrogen sekunder ataupun tersier dan
kadang-kadang terdapat sebagai atomnitrogen kuartener.Salah satu
pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer.
d. Identifikasi golongan flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada
tumbuhan berpembuluh, terikat pada glukosida dan aglikon
flavonoid.Dalam menganalisis flavonoid, yang diperiksa adalah aglikon
dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Proses ekstraksi
senyawa ini dilakukan dengan etanol mendidig untuk menghindari
oksida enzim.
e. Identifikasi Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar dan dapat
bereaksi luas dalam tumbuhan dan pada beberapa tanaman terdapat
terutama dalam jaringan kayu seperti kulit batang dan pada jaringan lain
yaitu daun dan buah. Larutan tanin mengendap dengan penambahan
logam berat, alkaloid dan karboksilat.Galotanin dan elagitanin
memberikan endapan warna biru hitam dengan larutan garam feri (besi),
sedangkan tanin kondensasi menimbulkan warna hijau coklat.Larutan
1% gelatin dalam 10% natrium klorida menimbulkan endapan pada
larutan tanin (Hanani 2015).
f. Identifikasi terpenoid / steroid
Terpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintesa diturunkan dari hidrokarbon
C30 asiklik yaitu skualena.Steroid adalah triterpen yang berkerangka
dasarnya sistem cincin siklik pentana perhidrofentantrena.

13
7. Fraksinasi
Fraksinasi adalah sediaan kental yang diperoleh dari suatu proses pemisahan
senyawa-senyawa aktif berdasarkan tingkat kepolarannya. Prinsipnya senyawa-
senyawa yang bersifat polar akan masuk kepelarut polar begitu pula senyawa
yang bersifat non polar. Jumlah dan senyawa dapat dipisahkan menjadi fraksi
berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhan. Pada prateknya dalam
melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu dengan corong pisah dan
kromatografi (Harborne 1987 ).
Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam
ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campueran antara dua fase pelarut dengan densitas berbeda yang tercampur.
Fraksinasi dilakukan dalam dua cara yaitu:
1. Fraksinasi dengan teknik ekstraksi cair-cair, yaitu dengan pencampuran
dua pelarut yang tidak saling bercampur dan dilakukan secara gradien
(mulai polaritas rendah ke yang tinggi).
Kelebihan : menggunakan pelarut lebih sedikit dan waktu fraksinasi
yang relatif cepat Kelemahan : tidak dapat mengektraksi senyawa polar
yang dapat bercampur dengan air
2. Perlakuan ekstraksi awal menggunakan beberapa pelarut secara gradien.
Kelebihan : dapat mendapatkan ekstrak yang lebih banyak yaitu
menggunakan semua pelarut organik yang berbeda kepolaran, tetapi
tidak menggunakan air.
Kelemahan :menggunakan pelarut yang banyak dan membutuhkan
waktu yang lama untuk menghasilkan fraksi

Macam-macam proses fraksinasi (Harbone 1987):


a.Proses Fraksinasi Kering (Winterization). Fraksinasi kering adalah suatu
proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi

14
dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses
yang lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.
b. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination). Fraksinasi basah adalah
suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting
Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent proses.
Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.
c. Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/Solvent
Fraksinasi ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan
pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi
ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena
menggunakan bahan pelarut.
d. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan
pada titik didih dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk
dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunanini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih
cepat dan kemurniannya lebih tinggi.

8. Kromatografi
Kromatografi adalah metode pemisahan dengan memanipulasi sifat fisik
penyusun campuran dimana komponen-komponen yang dipisahkan
didistribusikan di antara dua fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan
stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fase gerak atau
mobile (Sastrohamidjojo 2004).
Kromatografi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan
kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu
kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair,
ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan
dipindahkan. Secara umum perbandingan panjang dan diameter

15
kolom sekitar 8:1 sedangkan daya penyerapnya adalah 25-30 kali
berat bahan yang akan dipisahkan. Teknik banyak digunakan dalam
pemisahan senyawa-senyawa organic dan konstituen-konstituen
yang sukar menguap sedangkan untuk pemisahan jenis logam-
logam atau senyawa anorganik jarang dipakai (Yazid, 2005, hal: 98).
Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu
kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melarut dalam
cairan, melekat pada permukaan padatan halus, bereaksi secara
kimia dan terekslusi pada pori-pori fasa diam. Komponen yang
dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus mempunyai
kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara
melarut di dalamnya, teradsorpsi atau bereaksi secara kimia.
Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang
menyusun suatu sampel. Hasil pemisahan dapat digunakan untuk
keperluan analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan pemurnian
suatu senyawa. Dalam beberapa hal metode pemisahan kromatografi
mempunyai kemiripan dengan metode pemisahan ekstraksi. Kedua
metode ini sama-sama menggunakan dua fasa, dimana fasa satu
bergerak terhadap fasa lainnya, kesetimbangan solut selalu terjadi di
antara kedua fasa ( Alimin dkk, 2007, hal: 74-75).
Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada
adsorpsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-
beda terhadap permukaan fase diam. Kromatografi kolom
terabsorpsi termasuk pada cara pemisahan cair padat, substrat padat
bertindak sebagai fasa diam yang sifafnya tidak larut dalam fasa cair,
fasa bergeraknya adalah cairan atau pelarut yang mengalir
membawa komponen campuran sepanjang kolom. Pemisahan
bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar
muka diantara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta
kelarutan relatif komponen pada fasa bergeraknya. Antara molekul-
molekul komponen dan pelarut terjadi kompetisi untuk teradsorpsi
pada permukaan adsorben sehingga menimbulkan proses dinamis.

16
Keduanya secara bergantian tertahan beberapa saat di permukaan
adsorben dan masuk kembali pada fasa bergerak (Yazid, 2005, hal:
100).
Pada saat teradsorpsi komponen dipaksa untuk berpindah oleh
aliran fasa bergerak yang ditambahkan secara kontinu, akibatnya
hanya komponen yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap
adsorben akan secara selektif tertahan. Komponen afinitas paling
kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti aliran pelarut. Pada
kromatografi adsorpsi, besarnya koefisien distribusi sama dengan
konsentrasi zat terlarut pada fasa teradsorpsi dibagi konsentrasinya
pada fasa larutan. Ketergantungan jumlah zat terlarut yang
teradsorpsi terhadap konsentrasi zat terlarut dalam larutan
dinyatakan dengan isoterm adsorpsi Langmuir (Yazid, 2005, hal:
100).
Metode pemisahan kromatografi kolom ini memerlukan bahan
kimia yang cukup banyak sebagai fasa diam dan fasa bergerak
bergantung pada ukuran kolom gelas. Untuk melakukan pemisahan
campuran dengan metode kromatografi kolom diperlukan waktu
yangcukup lama, bias berjam-jam hanya untuk memisahkan satu
campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya kadang-
kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna karena pita
komponen yang satu bertumpang tindih dengan komponen lainnya.
Masalah waktu yang lama disebabkan laju alir fasa gerak hanya
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, ukuran diameter partikel yang
cukup besar membuat luas permukaan fasa diam relative kecil
sehingga tempat untuk berinteraksi antara komponen-komponen
dengan fasa diam menjadi terbatas. Apabila ukuran diameter partikel
diperkecil supaya luas permukaan fasa diam bertambah
menyebabkan semakin lambatnya aliran fasa gerak atau fasa gerak
tidak mengalir sama sekali. Selain itu fasa diam yang sudah terpakai
tidak dapat digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain
karena sukar meregenerasi fasa diam (Hendayana, 2006, hal: 2-3).

17
Untuk memisahkan campuran, kolom yang telah dipilih sesuai
campuran diisi dengan bahan penyerap seperti alumina dalam
keadaan kering atau dibuat seperti bubur dengan pelarut. Pengisian
dilakukan dengan bantuan batang pengaduk untuk memanfaatkan
adsorben dan gelas wool pada dasar kolom. Pengisian harus
dilakukan secara hat-hati dan sepadat mungkin agar rata sehingga
terhindar dari gelembung-gelembung udara, untuk membantu
homogenitas biasanya kolom setelah diisi divibrasi diketok-ketok.
Sejumlah cuplikan yang dilarutkan dalam sedikit pelarut,
dituangkan melalui sebelah atas kolom dan dibiarkan mengalir ke
dalam adsorben. Komponen-komponen dalam campuran diadsorpsi
dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penyerap berupa pita
sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut
secara terus-menerus, masing-masing komponen akan bergerak
turun melalui kolom dan pada bagian atas kolom akan terjadi
kesetimbangan baru antara bahan penyerap, komponen campuran
dan eluen. Kesetimbangan dikatakan tetap apabila suatu komponen
yang satu dengan yang lainnya bergerak ke bagian bawah kolom
dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga terjadi
pemisahan (Yazid, 2005, hal: 200-2001).

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi
oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut
pengembangan campur. Pemilihan pelarut pengembangan atau
pelarut campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat
kimia yang dipisahkan (Mulja 1995).
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan
alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng
KLT), untuk membentuk zona awal.Kemudain sampel
dikeringkan.Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke

18
dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun pearut campuran dua
sampai empat pelarut murni) di dalam chamber.Jika fase diam dan
fase gerak dipilih dengan benar, campuran komponen-komponen
sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda selama
pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hai ini disebut dengan
pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak
sampai jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang
terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan
dideteksi secara langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet
(UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi penampak noda
yang cocok (Wulandari 2011).
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada
perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf Bilangan Rf adalah jarak
yang ditempuh senyawa pada kromatografi, nisbi terhadap garis
depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antara titik
awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa, dan jarak ini
kemudain dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan
(yaitu jarak yang ditempuh cairan pengembang). Bilangan ini selalu
berupa pecahan dan terletak antara 0,01 dan 0,99 (Harborne 1987).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


1. Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi dan
Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR HAMKA Jakarta.

19
2. Waktu Praktikum
Waktu pelaksanaan praktikum telah dilakukan pada bulan Maret sampai
bulan April 2019.
B. Metode Praktikum
1. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah neraca analitik,
pisau,wadah tahan panas, oven, toples, kertas saring / kapas, erlenmeyer ,
blender, ayakan mesh no.60, beaker glass, batang pengaduk, pipet tetes, sampul
cokelat, kain flanel, alumunium foil, rotary evaporator, waterbath,corong
pisah, sokletasi, kromatografi kolom, tabung reaksi, pipa kapiler, spatel, cawan
uap, vial, lempeng KLT (silika gel GF 254) dan Chamber, UV Box, alat
penyemprot pereaksi.
2. Bahan Praktikum
a. Bahan Uji
Daun Salam (Syzygium polyanthum) diperoleh dari pohon dan dipetik secara
manual.
b. Bahan Kimia
Bahan kimia yang akan digunakan Alkohol 70%, n-heksan, etil asetat,
aquadest, Silika gel 60 GF254, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendrof, pereaksi
Bouchardat, pereaksi Folin Ciocalteu, pereaksi Vanilin HCL, pereaksi FeCl 3,
HCL 2N, H2SO4, logam Mg, Amil Alkohol, Asam Asetat Anhidrat, eter,
gelatin, nacl-gelatin, metanol, pereaksi asam sulfat 10%, dan pereaksi Vanilin
Sulfat.

C. Prosedur Praktikum
1. Penanganan simplisia
Pengumpulan daun salam dipanen pada saat tanaman berbunga yakni 2-3
bulan setelah tanaman panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama
sekitar 10 cm diatas permukaan tanah.
Lakukan sortasi basah dengan memilih bagian daun yang masih segar
berwarna hijau cerah. Daun salam kemudian dicuci bersih menggunakan air

20
bersih yang mengalir agar kotoran seperti debu yang menempel hilang. Potong
daun agar dalam proses pengeringan tidak membutuhkan waktu yang lamadan
suhu yan tinggi, pengeringan dilakukan denan cara dijemur dibawah sinar
matahari dengan ditutupi kain hitam. Lakukan sortasi kering dengan memilih
bagian yang tidak diinginkan setelah melakukan proses pengeringan. Serbuk
yang sudah kering diayak dengan mesh no 60 .
2. Skrining Fitokimia
Hasil ekstrak yang digunakan pada uji ini sebanyak 1,5 g yang dilarutkan
terlebih dahulu dengan 10 ml aquadest. Berikut ini prosedur pemeriksaan
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, fenol, terpenoid dan steroid.

Kandungan
Kimia Prosedur Hasil Pustaka
Alkaloid Sampel 1 ml + 2 ml HCl 2N + 9 ml Perekasi Dragendorf :
H2O dipanaskan, lalu dinginkan Endapan jingga kecoklatan
dan disaring.
Filtrat + 2 – 3 tetes pereaksi Pereaksi Mayer : Endapan
Dragendorf putih kekuningan/krem
Filtrat + 2 – 3 tetes pereaksi Mayer
Flavonoid Sampel 3 tetes + 1 ml etanol 96%, Terbentuk warna merah
dipanaskan hingga berembun, lalu lembayung
saring. Filtrat + logam Mg (seujung
spatel) dan 1 – 2 HCl pekat
Tanin Sampel 1 ml + 10 ml H2O, Gelatin : Endapan putih
dipanaskan, lalu dinginkan dan NaCl Gelatin :Endapan Putih
saring. FeCl3 : Warna hijau, biru
Filtrat + 2 – 3 tetes Gelatin hingga hitam
Filtrat + 2-3 tetes NaCl Gelatin
Filtrat+2-3 tetes FeCl3
Saponin Sampel 1 ml + 10 ml H2O panas, Berbuih lalu ditambahkan
lalu dinginkan dan dikocok kuat ± HCl 2N buih tidak hilang
15 menit
Terpenoid dan Sampel 1 ml + 2 ml etanol Terbentuk warna merah atau
Steroid dipanaskan, lalu disaring.Filtrat ungu untuk terpenoid, dan
diuapkan, lalu ditambahkan 1 – 2 hijau untuk steroid
tetes eter + 1 – 2 tetes asam asetat
anhidrat + 1 – 2 tetes H2SO4
Fenol Sampel 3 tetes + 2 – 3 tetes pereaksi Folin ciocalteu : larutan biru
folin ciocalteu
Sampel 3 tetes + 2 – 3 tetes pereaksi Vanilin HCL : endapan krem
vanilin HCL FeCl3: Biru tua, hijau tua,
Sampel 3 tetes + 2 – 3 tetes pereaksi ungu tua
FeCl3

21
3. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan pada praktikum ini adalah sokletasi.
Rangkailah alat soklet sesuai dengan alat soklet, masukkan serbuk simplisia
sebanyak 20 gram kedalam alat soklet dengan dibungkus oleh kertas
saring.Masukkan sejumlah pelarut (1,5 kali sirkulasi, volume tergantung ukuran
soklet). Biarkan proses pelarutan / penyarian berlangsung, tunggu sampai
seluruh sari terlarut dengan dilihat cairan penyari telah jernih pada bejana soklet
/ dengan mengecek keberadaan senyawa metabolik sekunder dalam alat
soklet,lalu tampung hasil ekstrak.
4. Evaporasi
Hasil ekstraksi yang terkumpul kemudiaan diuapkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 50ºC dengan kecepatan 5 rpm hingga diperoleh ekstrak
kental yang masih dapat dituang. Kemudian ekstrak diuapkan dalam cawan uap
dengan menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
Pengamatan hasil ekstraksi :
1) Lakukan pengamatan organoleptik terhadap ekstrak kental yang telah di
peroleh berupa bentuk, warana, rasa dan bau
2) Hitung rendemen ektrak yang di peroleh dengan menggunakan rumus

berat ekstrak yang di peroleh


Rendemen (%) =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 100 %...........(1)

5. Pembuatan Fraksi Daun Salam


Berikut ini adalah skema proses pembuatan fraksi daun salam yang
sebelumnya telah melalui proses ekstraksi menggunakan metode sokletasi. Proses
fraksinasi ini menggunakan corong pisah dan dipisahkan sesuai tingkat
kepolarannya

22
1 gram Ekstrak kental Daun Salam
ditambahkan aquadest 20 ml, dan
ditambahkan n-heksan 20 ml (3x).

Fraksi n-heksan Fraksi air


Ditambahkan etil asetat 15
fraksi kental n- ml,lalu dikocok
heksan

Fraksi etil asetat Fraksi air

Dilalu dikocok
fraksi kental etil
asetat Fraksi kental air

6. Pemeriksaan Fraksi etil asetat Daun Salam dengan Kromatografi Lapis


Tipis (KLT)
a. Chamber pengembang kromatografi lapis tipis disiapkan yang berisi campuran
larutan pengembang. Biarkan hingga bagian dalam chamber pengembang
jenuh dengan uap larutan.
b. Lempeng kromatografi lapis tipis disiapkan dengan penyerap silika gel GF 254.
c. Lalu ditandai batas bawah (garis awal) pada lempeng kromatografi dengan
jarak lebih kurang 1 cm dari tepi bawah lempeng. Garis awal ini merupakan
garis tempat penetolan.
d. Ditotolkan ekstrak pada garis awal, dibiarkan kering. Penotolan dilakukan
berulang pada tempat yang sama untuk memperoleh kadar senyawa yang
diperkirakan cukup. Lalu lihat totolan pada UV box.
e. Lempeng dimasukkan secara hati-hati dan tegak lurus ke dalam chamber
pengembangan yang berisi larutan pengembang. Pastikan bahwa garis awal
tidak terendam oleh larutan pengembang. Biarkan terjadi proses
pengembangan selama beberapa saat hingga larutan pengembang mencapai
batas rambat lebih kurang 1 cm dari tepi atas lempeng.
f. Angkat lempeng, keluarkan dari chamber pengembang, dan dibiarkan
mengering diudara terbuka.

23
g. Setelah itu masukkan lempeng ke dalam UV box. Perhatikan bercak yang
timbul pada sinar tampak UV 254nm.
h. Dicatat dan dihitung jarak rambat setiap bercak yang timbul. Hitung Rf.
i. Lempeng disemprot dengan pereaksi yang sesuai. Lalu amati di UV box
padasinar tampak 254nm.
7. Pembuatan Subfraksi etil asetat Daun Salam
a. Proses Pembuatan Subfraksi etil asetat Daun Salam
Prinsip dari kromatografi kolom adalah pemisahan yang berdasarkan daya
absorbsi suatu absorban tertentu terhadap hasil suatu senyawa. Pada dasarnya
untukmemisahkan sebuah campuran komponen-komponen
penyusunnyamelibatkan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak (Marjoni
2016). Fase diam yang digunakan pada penelitian ini silika gel 60 GF254 dan
fase geraknya yang digunakan etil N-heksan : etil asetat (2:3). Kolom yang
digunakan terbuat dari pipa gelas dengan ukuran panjang 1 meter dan
berdiameter 5 cm. Sehingga senyawa-senyawa tersebut akan terpisah sesuai
dengan polaritas senyawa tersebut. Senyawa yang polar akan terserap lebih kuat
sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar akan terserap lebih lemah
sehingga turun lebih cepat. Pemisahan akan terbentuk seperti pita-pita warna
sepanjang bubur silika gel. Metode pembuatan kromatografi kolom pada
penelitian ini menggunakan metode kering. Kolom ditegakkan dengan statif
dan pada dasar bagian dalam kolom diberi kapas.Kemudian silika gel ditimbang
sebanyak 20 g lalu dimasukkan kedalam kolom, diketuk agar tidak terbentuk
rongga udara yang memecah kolom. Kemudian fraksi etil asetat ditambahkan
eluen sampai larut kemudian masukkan kedalam kolom masing-masing 100 ml,
eluen dialirkan kedalam kolom, keran dibuka. Kemudian hasil dari subfraksi
ditampungdengan vial dan dipisahkan berdasarkan warna yang terbentuk. Elusi
dilakukan secara SGP dengan perbandingan 4:1 , 2:1, 1:1, 1:2, 1:4 .

24
Fraksi etil asetat kental daun salam

Monitoring dengan KLT, lalu


dilakukan kromatografi kolom

Subfraksi Subfraksi Subfraksi Subfraksi Subfraksi


Noda 1 Noda 2 Noda 3 Noda 4 Noda 5

Monitoring dengan KLT, lalu diuapkan


ad kental.

b. Pemeriksaan Subfraksi etil asetat dengan Kromatografi Lapis Tipis


Hasil dari subfraksi dilanjutkan dengan KLT menggunakan lempeng silika
gel GF254 sebagai fase diam dan fase gerak etil asetat : metanol SGP dengan
perbandingan 4:1 , 2:1, 1:1, 1:2, 1:4. Hasil subfraksi di lihat fluoresensinya dengan
UV box dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Kriterianya yaitu
berfluoresensi pada UV box, noda yang dominan dan positif kemudian dihitung Rf
nya.

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum :
1. Hasil Penanganan Simplisia
Pengumpulan dan penyediaan simplisia diperoleh sebagai berikut :
Tabel 1 Simplisia Daun Salam
Jenis Berat
Simplisia kering 1 kg
Serbuk 200 gr
Ekstrak cair 63 ml

2. Hasil Karakteristik Mutu


Pemeriksaan Mutu ekstrak diperoleh tabel sebagai berikut :
Tabel 2 Uji Organoleptik

Jenis Uji Organoleptis


Bentuk Bau Rasa Warna
Serbuk Aromatik Cokelat
Serbuk daun salam Kelat
kasar lemah kehijauan
Aromatik Cokelat
Ekstrak Kental Kelat
lemah kehijauan

3. Hasil Ekstrak Daun Salam


Jenis Berat
Ekstrak Kental 1,0357gr

4. Hasil Fraksinasi Daun Salam


Tabel 3 Fraksinasi
Jenis Hasil Rendemen
larutan hijau
Ekstrak daun salam 5,1740%
kecoklatan

Fraksi N-Heksan (non polar) Larutan Coklat 4.160%

Larutan Coklat
Fraksi Etil Asetat (semi polar) 9.1%
kekuningan

I
26
A. Rendemen Ekstrak
Berat cawan uap kosong : 33,3049 g
Berat cawan uap + ekstrak : 34,33406 g
Berat ekstrak= (Berat cawan uap + ekstrak) – (Berat cawan uap
kosong) .. (1)
= 34,3406 g – 33,3049 g
= 1,0357 g
Berat ekstrak kental
% Rendemen ekstrak= x 100…...... (2)
Berat serbuk kering
1,0357 g
= 20,0173 g x 100%

= 5,1740 %
B. Rendemen Fraksi
fraksiyangdidapat
%Rendemen=.ekstrakyangdipakai x 100% ...........(3)

0,4115 g
Fraksi air = x 100% = 20,575%
2g
0,0834 g
Fraksi n-heksan = x 100% = 4,160%
2g
0,182 g
Fraksi etil asetat = x 100% = 9,1%
2g

5. Hasil Evaporasi dan KLT Fraksi Daun Salam


A. Tabel 4 Evaporasi
Jenis Hasil
Fraksi kental n-heksan Coklat
Fraksi kental etil asetat Coklat

B. Tabel 5 KLT Fraksi

Fase Diam Perbandingan Fase Gerak Pereaksi Semprot

Silica gel N-heksan : Etil asetat H2SO4 10%

jarak rambat senyawa dari titik awal penotolan sampai pusat bercak
Nilai Rf = jarak rambat fase gerak dari titik awal penotolan sampai garis depan ............. (4)

27
1) Nilai Rf fraksi etil asetat daun salam. Dengan perbandingan fase gerak
N-heksan : etil asetat
1,2 cm
a) 4:1 = 4,5 cm = 0,26
1,1 cm
b) 2:3 = 4,5 cm = 0,24
3,2 cm
= 0,71
4,5 cm
1,9 cm
c) 3:2 = = 0,42
4,5 cm
4,3 cm
= = 0,95
4,5 cm

6. Tabel 6 Skrining Fitokimia


Kandungan Pereaksi Hasil
a. Dragendorf ↓putih
Alkaloid kekuningan
b. Mayer ↓ putih
Flavonoid HCl pekat + logam Mg Larutan Orange
a.Folin
Polifenol
b.Vanilin HCl Orange keruh
c.FeCl3 Biru kehitaman
Terpenoid dan Asam Asetat Anhidrat
Steroid (AAA) + eter + H2SO4 Larutan kuning
keorange
Saponin HCl Tidak ada buih
a.FeCL3 Biru kehitaman
b.Gelatin ↓ putih
Tanin
c.Na Gelatin ↓putih
kekeuningan

7. Hasil identifikasi KLT pada kromatografi kolom


Tabel 7 Pola KLT SUBFRAKSI
Jenis Nilai rf Subfraksi
Vial 1 0,145 cm

28
(4:1) 0,312 cm
0,145 cm
Vial 2 0,291 cm
(2:1) 0,729 cm
0,875 cm
Vial 4 0,75 cm
(1:2) 0,854 cm
Vial 5 0,357 cm
(1:4) 0,771 cm

jarak rambat senyawa dari titik awal penotolan sampai pusat bercak
Nilai Rf= jarak rambat fase gerak dari titik awal penotolan sampai garis depan

............. (5)
0,2 cm
1) Nilai Rf subfraksi I = 4,8 cm = 0,145 cm
1,5 cm
= 4,8 cm = 0,312 cm
0,7 cm
2) Nilai Rf subfraksi II = = 0,145 cm
4,8 cm
1,4 cm
= 4,8 cm = 0,291 cm
3,5 cm
= 4,8 cm = 0,729 cm
4,2 cm
= 4,8 cm = 0,875 cm
3,6 cm
3) Nilai Rf subfraksi IV = 4,8 cm = 0,75 cm
4,1 cm
= 4,8 cm = 0,854 cm
1,8 cm
4) Nilai Rf subfraksi V = 4,5 cm = 0,375 cm
3,7 cm
= 4,8 cm = 0,771 cm

B. PEMBAHASAN
Pembahasan penanganan simplisia
Daun Salam yang digunakan dalam praktikum ini diperoleh dalam
bentuk segar dengan berat 1 kg. Salam segar yang diperoleh dipilih bagian
tertentu saja (sortasi basah). Lalu setelah di sortasi basah di cuci dan di
keringkan dengan cara di jemur dibawah sinar matahari dan di oven pada
suhu 40-50˚C. Pengeringan dengan oven membantu menjaga agar tidak
terjadi penguapan secara berlebihan karena suhu bisa diatur dan
menghindari dari pengotor (bakteri, serangga) yang tidak
diinginkan.Setelah dilakukan pengeringan, daun yang sudah kering
dijadikan serbuk dengan menggunakan blender. Setelah terbentuk serbuk

29
lalu diayak dengan ayakan 60 mesh agar serbuknya menjadi homogen dan
ukuranya lebih kecil. Setelah itu di lakukan identifikasi organoleptis pada
serbuk simplisia, didapatkan simplisia daun salam dengan warnacokelat
kehijauan, bau aromatik lemah dan rasa kelat. Menurut Farmakope Herbal
Indonesia, simpisia daun salam berwarna cokelat kehijauan, bau aromatik
lemah, rasa kelat. Hasil organoleptik simplisia daun salam sesuai dengan
literatur.
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang
melekat pada simplisia yang akan digunakan. Perajangan dilakukan bila
perlu untuk memudahkan proses pengeringan nantinya. Pengeringan
merupakan tahap yang paling penting untuk mengurangi kadar air simplisia
dengan tujuan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme yang dapat
merusak simplisia. Pengeringan dilakukan dangan pengeringan alami yaitu
dibawah sinar matahari langsung atau diangin-anginkan.
Serbuk yang didapatkan pada kelompok ini sebesar 200 gram. Setiap
kelompok hasil serbuk yang didapatkan berbeda beda beratnya dikarenakan
proses penanganan simplisianya yang berbeda,bisa terjadi karena metode
pengeringannya yang berbeda.
Sortasi kering dilakukan segera setelah proses pengeringan selesai
dilakukan, dengan tujuan untuk menghilangkan simplisia yang rusak
selama proses sebelum dan setelah pengeringan agar hanya didapatkan
simplisia yang benar-benar baik dan dapat disimpan dalam waktu yang
lama. Pengepakan simplisia dilakukan di wadah simplisia yang kedap
udara, karena walaupun simplisia sudah dalam kondisi kering, kontaminasi
mikroorganisme tetap dapat menjadi bahaya bila penyimpanan tidak
dilakukan dengan baik dan benar.

Pembahasan Ekstraksi
Ekstraksi dalam praktikum ini menggunakan metode sokletasi . Prinsip
kerja sokletasi adalah penarikan komponen kimia yang dilakaukan dengan cara
serbuk simplisia ditempatkan pada slongsong yang telah di lapisi kertas saring

30
sedemikian rupa, cairan penyari yang jatuh ke dalam slongsong menyari zat
aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan
sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler
hingga terjadi sirkulasi . Ekstraksi sempurna di tandai bila cairan sifon tidak
berwana, tidak nampak noda jika di KLT atau sirkulasi telah mencapai 20-25
kali. Kami menggunakan serbuk Salamdengan metode soklketasi sebanyak
20,173 gram dengan menggunakan pelarut ethanol 70% sebanyak 120 mL.
Etanol 70% digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut
yang mudah melarutkan dan menarik senyawa-senyawa organik yang ada pada
simplisia.Selain itu, etanol dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang mengakibatkan rusaknya kandungan simplisia.
Metode soxletasi ini dipilih karena menggunakan penyari yang sedikit sebab
penyari itu juga yang akan digunakan kembali untuk mengulangi percobaan
dan uap panas tidak melalui simplisia, tetapi melalui pipa samping. Namun,
metode ini memiliki beberapa kekurangan yaitu pengerjaannya rumit dan agak
lama, karena harus di uapkan di suhu pelarut dan tidak dapat menggunakan
bahan yang mempunyai tekstur keras.
Ekstrak kental daun salam yang diperoleh sebanyak 1,0357 gram dengan
persen rendemen sebesar 5,1740%. Filtrat yang dihasilkan berwarna coklat
kehijauan karena daun salam sendiri berwarna seperti itu. kemudian di
lanjutkan skrining atau penapisan senyawa kimia dan fraksinasi menggunakan
corong pisah. Dari data tersebut menghasilkan penyusutan yang besar dari awal
serbuk yang di ekstraksi menjadi ekstrak kental daun salam karena adanya
proses ekstraksi.

Pembahasan Evaporasi
Rotary vakum evaporator merupakan suatu instrument yang tergabung antara
beberapa instrument, yang menggabung menjadi satu bagian, dan bagian ini
dinamakan rotary vakum evaporator.Rotary vakum evaporator adalah
instrument yang menggunakan prinsip destilasi (pemisahan).Prinsip utama
dalam instrument ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan
pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih
cepat dibawah titik didihnya.Instrumen ini lebih disukai, karena hasil yang

31
diperoleh sangatlah akurat.Bila dibandingkan dengan tekhnik pemisahan
lainnya, misalnya menggunakan tekhnik pemisahan biasa yang menggunakan
metode penguapan menggunakan oven.

Maka bisa dikatakan bahwa instrument ini jauh lebih unggul.Karena pada
instrument ini memiliki suatu teknik yang berbeda dengan teknik pemisahan
lainnya.Dan teknik yang digunakan dalam rotary vakum evaporator ini bukan
hanya terletak pada pemanasannya tapi dengan menurunkan tekanan pada labu
alas bulat dan memutar labu alas bulat dengan kecepatan tertentu. Karena
teknik itulah, sehingga suatu pelarut akan menguap dan senyawa yang larut
dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap. Dan dengan
pemanasan dibawah titik didih pelarut,sehingga senyawa yang terkandung
dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi.
Filtrat kemudian dimasukan ke dalam labu penguapan untuk selanjutnya di
evaporasi menggunakan rotary evaporator. Fungsi dari evaporasi ini adalah
untuk memisahkan ekstrak dengan alkohol. Selain itu untuk mendapatkan
senyawa dengan konsentrasi yang lebih besar dan memudahkan dalam
penyimpanan.
Pada proses evaporasi ini fungsi pemutaran labu adalah membantu dan
mempercepat proses pemisahan zat terlarut dari pelarutnya dan membuat
pemanasan merata sehingga penguapan lebih optimal. Air yang panas dalam
bejana pemanas air berfungsi untuk menguapkan pelarut. Uap hasil pemanasan
akan mengalir menuju kondensor yang merupakan komponen dari rotary
evaporator. Kondensor berfungsi untuk mendinginkan uap air sehingga dapat
diembunkan oleh air pada pipa ulir. Kondensor dihubungkan dengan kran air
dan dialiri air kran melalui pipa ulir. Pada ujung kondensor juga terpasang
selang yang dihubungkan dengan pompa vakum yang membantu untuk
menghisap uap dari labu penguapan. Uap yang sudah terhisap akan diturunkan
suhunya oleh kondensor sehingga uap akan menjadi cair kembali dalam bentuk
embun yang akan ditampung di labu penampung.
Ekstraksi menggunakan rotary evaporator dapat dianggap selesai bila sudah
tidak ada tetesan dari kondensor atau tidak adanya pengembunan. Cairan yang
sudah ditampung dalam labu penampung minimal sudah 80% dari jumlah

32
larutan awal dan bila zat terlarut sudah terpisah dari pelarutnya. Yang dapat
diamati adalah adanya gelembung udara di permukaan larutan dalam labu
penampung dan larutan yang ada di labu penguapan sudah pekat dan kental.
Setelah bahan berubah dari cairan menjadi bentuk pasta alat kemudian
dimatikan dan bahan dipindahkan ke dalam cawan uap untuk dikeringkan
dalam waterbath.
Setelah diuapkan, dilakukan penimbangan. Fungsi penimbangan sebagai
langkah terakhir ini adalah untuk mengetahui berat akhir cawan uap berisi pasta
yang telah kering untuk kemudian dihitung kadar rendemennya. Rendemen
adalah perbandingan jumlah (kuantitas) ekstrak yang dihasilkan dari hasil
ekstraksi tanaman. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan
menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang
dihasilkan semakin banyak. Kualitas ekstrak berbanding terbalik dengan
jumlah rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan, maka semakin rendah mutu yang didapatkan. Pada percobaan ini
hasil kadar rendemen ekstrak sebesar 5,1740 % dengan berat simplisia kering
20,0173 gram. Hal ini berarti dalam 20,0173 gram ekstrak daun salam yang
digunakan terdapat 5,1740% senyawa yang tertarik oleh pelarut alkohol 70%.
Hasil rendemen ekstrak yang di peroleh bisa lebih banayak jika dilakukan
sesuai literatur. Karena pada praktikum keterbatasan waktu dan pelarut jadi
pada proses maserasi hanya di gunakan 150 ml pelarut, sehingga metabolit
yang terambil juga sedikit.
Pembahasan Skrining Fitokimia
Hasil rendemen yang kami dapat yaitu 5,1740 %. hasil ekstrak yang kami
dapat dilakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia atau penapisan kimia
adalah tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung
dalam tumbuhan, karena pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa
kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.Skrining fitokimia
dapat menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi
tertentu.Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan
menggunakan pereaksi tertentu.Setelah didapatkan ekstrak kental.Untuk

33
berlanjut ketahap fraksinasi, ekstrak yang didiperoleh dilakukan skrinning
fitokimia atau identifikasi senyawa didalam ekstrak.Tujuan dari skrinning
fitokimia ialah agar dapat mengetahui senyawa yang terkandung didalam
ekstrak yang diperoleh. Skrinning fitokimia ini terdiri dari beberapa pengujian
diantaranya ialah uji alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid,steroid, saponin
dan tanin.
Uji alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorf, dan Mayer.Uji Flavonoid
menggunakan pereaksi HCl pekat dan logam Mg. Uji polifenol menggunakan
pereaksi Folin, Vanilin HCl dan FeCl3.Uji terpenoid dan steroid menggunakan
pereaksi Asam Asetat Anhidrat (AAA), eter dan H2SO4.Uji saponin
menggunakan pereaksi HCl. Dan Uji tanin menggunakan pereaksi FeCl3,
gelatin dan Na Gelatin.
1. Alkaloid
Pada identifikasi alkaloid,ekstrak ditambah dengan HCl 2N yang berfungsi
untuk membentuk garam alkaloid. Kemudian setelah itu dilakukan pemanasan
untuk mendapatkan garam alkaloid yang stabil. Setelah itu di dinginkan dan
dibagi ke dalam 3 tabung, tabung 1 dengan pereaksi Dragendorf yang dapat
mengendapkan alkaloid. Saat ditambah pereaksi tersebut dihasilkan endapan
jingga , hasil yang di dapat yaitu positif (+) sedangkan 1 tabung berikutnya
ditambah pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih, hasil yang didapat
positif (+). Menurut litterature, daun salam mengandung alkaloid. Hasil yang
kami dapat sesuai dengan litterature.
2. Flavonoid
Pada identifikasi flavonoid,ekstrak ditambah dengan ethanol 96% yang
berfungsi untuk menarik senyawa flavonoid. Kemudian setelah itu dilakukan
pemanasan untuk mendapatkan flavonoid yang stabil.Setelah itu di tambahkan
HCL untuk membentuk aglikon flavonoid sehingga terpisah dengan glikon nya
dan serbuk Mg digunakan untuk mempercepat reaksi oksida sehingga terjadi
reaksi reduksi pada ikatan glikosida flavonoid.hasil yang di dapat yaitu
berwarna orange. Perubahan warna ini dihasilkan karena adanya ikatan Mg
yang kelebihan dengan senyawa flavonoid sehingga membentuk kompleks
yang berwarna.

34
3. Triterpenoid atau steroid
Pada uji triterpenoid atau steroid, ekstrak di tambah dengan ethanol
berfungsi untuk memisahkan komponen steroid secara optimal selanjutnya
dilakukan pemanasan untuk menghindari oksidasi. Kemudian ditambahkan
eter, Asam Asetat Anhindrad dan Asam Sulfat pekat.Eter dan AAA berfungsi
untuk mengikat air sedangkan asam sulfat sebagai oksidator. Hasil positif
untuk triterpenoid menghasilkan warna kuning sedangkan untuk steroid adanya
cincin coklat . Pada uji ini didapatkan hasil yang positif (+) karena berupa
larutan berwarna kuning ke orange yang mengandung terpen . Hasil yang
didapat sesuai dengan literature.
4. Saponin
Pada uji saponin digunakan aqua panas untuk menghidrolisis glikosida pada
saponin sehingga terbentuk busa, namun hasil yang di dapat negative (-) berupa
larutan bening dan tidak terbentuk buih. Sedangkan menurut litteratur daun
salammengandung saponin yang terbentuk buih. Kesalahan dari praktikan yang
kurang teliti dalam melakukan skrining.
5. Tanin
Dalam uji ini dilakukan penambahan aquadest lalu dipanaskan yang berfungsi
untuk melarutkan tanin. Pada praktikum sampel di tambahkan dengan gelatin,
gelatin-NaCl, dan FeCl3. Dilakukan tiga kali uji karena untuk memastikan
bahwa sampel mengandung tanin. Penambahan gelatin berfungsi untuk
menunjukan adanya endapan pada sampel atau tidak. Hasil yang kami dapatkan
pada praktikum yaitu adanya endapan putih saat penambahan gelatin, adanya
endapan putih kekuningan pada penambahan gelatin-NaCl, dan terjadi nya
perubahan warna menjadi biru kehitaman setelah penambahan FeCl3.
6. Fenol
Pada tabung 1, ekstrak ditambah vanilin-asam klorida pekat untuk
mendeteksi senyawa fenol.Hasil yang kami dapat timbul warna orange
keruh.Dan pada tabung 2, ekstrak tambah FeCl3 untuk mendeteksi gugus fenol.
Hasil yang kami dapat negative (-) menunjukan warna biru kehitaman,
sedangkan menurut litteratur pada larutan uji tambah vaselin asam klorida

35
timbul warna, dan larutan uji tambah feCl3 berwarna ungu, dikarenakan
kesalahan dari praktikan yang kurang teliti dalam melakukan skrining dan
kurang nya pengambilan sampel yang diuji sehinnga hasil yang didapat tidak
sesuai.
Pembahasan Fraksinasi
Selanjutnya kami melakukan fraksinasi, Fraksinasi merupakan prosedur
pemisahan komponen berdasarkan perbedaan kepolaran dari jenis
senyawa.Fraksinasi dalam arti lain yaitu suatu teknik pemisahan untuk larutan
yang mempunyai perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30°
atau lebih (Gunawan & Mulyani, 2004).Alat yang digunakan dalam Fraksinasi
yaitu corong pisah. Corong pisah adalah alat yang digunakan dalam ekstraksi
cair-cair untuk meimisahkan komponen dalam suatu campuran antara dua fase
pelarut. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang berbeda tingkat
kepolarannya yaitu pelarut non polar ( n – heksan BJ 0,6603 g/mol) , pelarut
semi polar ( etil asetat BJ88,11 g/mol) dan pelarut polar ( air BJ 1g/mol
).Pelarut dimasukkan secara bergantian berdasarkan kepolarannya mulai dari
yang paling tidak polar hingga yang paling polar.Hal ini bertujuan agar sampel
ekstrak yang digunakan tidak rusak karena komponen sampel bisa rusak jika
pelarut yang digunakan secara acak atau tidak beraturan dan juga karena
pelarut semipolar dapat menarik pelarut polar maupun semipolar (Gunawan &
Mulyani, 2004).Sebelum di ekstraksi menggunakan pelarut, ekstrak dilarutkan
terlebih dahulu dengan etanol 70% sedikit demi sedikituntuk melarutkan
ekstrak.Selanjutnya ditambahkan Aquadest untuk meningkatkan berat jenis
agar terdapat bidang batas.
Setelah dilarutkan, dilanjutkan dengan proses fraksinasi dengan n-heksan
dan campuran air menggunkan corong pisah. Dimana n – heksan bersifat non
polar dan memiliki Bj 0,6603 gr/ml pada 20°C, Sedangkan air memiliki bj 1
g/ml sehinggan pelarut yang meimiliki Bj lebih rendah daripada air berada di
bagian atas dari corong pisah setelah dilakukan pengkocokan. Pengocokan
dilakukan untuk menghomogenkan dua fase pelarut, selama pengkocokan
sesekali kran dibuka untuk mengeluarkan gas yang terjerat. Setelah fase
tercampur, di diamkan terlebih dahulu agar memisah dan kedua fase tersebut

36
di tampung dalam wadah terpisah.Tujuan fraksinasi dengan n- heksan yaitu
untuk menarik senyawa yang bersifat non polar yang terdapat pada sampel
ekstrak.Hati-hati dengan senyawa n- heksan karena mudah menguap.
Kemudian dilanjutkan dengan fraksinasi dengan etil asetat dan campuran
air yang digunakan pada proses fraksinasi n-heksan. Etil asetat merupakan
senyawa semi polar yang memiliki Bj 0,898 g/ml. sehingga lapisan etil asetat
berada pada bagian atas dari corong pisah.Sama seperti fraksinasi n-heksan,
pada fraksinasi etil asetat pun dilakukan pengkocokan hingga pendiaman
fraksi.Setelah itu fraksi yang di dapat di tampung.Tujuan dilakukan fraksinasi
dengan etil asetat yaitu untuk marik senyawa yang bersifat semi polar yang
terdapat pada sampel ekstrak. Hati-hati juga terhadap etil asetat yang mudah
menguap
Pada saat fraksinasi dengan n- heksan dan etil asetat, umumnya tidak akan
segera terbentuk dua lapisam melainkan akan terbentuk tiga lapisan. Lapisan
tersebut adalah lapisan emulsi yang akan berada pada pertengahan lapisan
senyawa non polar atau semi polar dengan senyawa polar yaitu air. Emulsi ini
dapat disebabkan oleh tingginya tegangan permukaan. Emulsi yang terbentuk
tidak digunakan dalam fraksi sehingga emulsi tersebut perlu dihilangkan
dengan cara salah satu nya penambahan etanol 70% atau dengan pengetukkan
pada corong pisah. Sebagaimana telah di sebutkan di atas, hasil yang di dapat
untuk fraksi n- heksan sebesar 0,0834 gr dan berwarna coklat, fraksi etil asetat
sebanyak 0,182 gr dan berwarna coklat kekuningan.
Pembahasan Kromatografi Lapis Tipis
Setelah fraksi air, N-heksan dan etil asetat didapat selanjutnya dilakukan
identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari ketiga fraksi tersebut. Tujuan
KLT adalah untuk mengidentifikasi dan memisahkan kandungan senyawa
yang terdapat dalam simplisia dengan menggunakan pereaksi semprot. Sampel
yang digunakan pada praktikum ini adalah fraksi dari air, N-heksan dan etil
asetat. Pemisahan KLT ini dilakukan didalam chamber yang telah terjenuhi
oleh fase gerak. Alasan penjenuhan chamber sebelum digunakan yaitu untuk
menghilangkan uap ar didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi

37
perambatan noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam
chamber tidak mempengaruhi proses perambatan noda.
Bercak hasil rambatan pada silika dilihat pada sinar tampak UV 254 dan
366.Alasan digunakan lampu UV 254 nm dan UV 366 nm ialah untuk
pengamatan pada lempeng atau dikatakan untuk melihat flourosensi pada
lempeng.Mekanisme kerja UV 254 nm adalah terjadinya flourosensi pada
lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut.Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni
perubahan suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan
energi yang dihasilkan terlepas. Mekanisme kerja UV 366 nm ialah terjadinya
flourosensi pada noda yang disebabkan oleh adanya daya interaksi antara sinar
UV 366 nm dengan gugus kromofor dan gugus ausokrom yang terdapat pada
sampel merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut.
Setelah dilakukan pemisahan didalam chamber plat KLT disemprot dengan
pereaksi semprot dragendorf, FeCl3 dan vanillin asam sulfat. Pada kelompok
kami menggunakan pereaksi semprot FeCl3. Pereaksi FeCl3 digunakan untuk
mengidentifikasi sampel apakah mengandung senyawa fenolik atau tidak.
Pembahasan Kromatografi Kolom
Hasil fraksi tersebut kemudian dilakukan pemisahan kembali dengan teknik
pemisahan Kromatografi Kolom.pada praktikum ini kelompok kami
menggunakan sampel fraksi etil asetat dan menggunakan teknik penyiapan
sampel dengan cara tetes. Sampel sebelumnya ditimbang terlebih dahulu dan
juga dilarutkan dengan eluen sebelum diteteskan pada kolom. Jika
menggunakan sampel yang kental perlu dilakukan pelarutan dengan eluen agar
tidak menggumpal dan memudahkan proses pemisahan. Teknik persiapan
kolom terdiri dari dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Pada kelomppok
kami menggunakan teknik cara kering. Silika yang digunakan yaitu sebanyak
500 gram yang kemudian dimasukkan kedalam kolom secara perlahan.Setelah
silika berada didalam kolom selanjutnya dilakukan elusi atau pembasahan
silika gel dengan eluen.Eluen yang digunakan adalah metanol dan etil asetat
dengan perbandingan 4 : 1, 2:1, 1:1, 1:2, 1:4 dan dengan teknik elusi SGP.

38
Hasil pemisahan ditampung dalam 3 vial tujuannya ialah untuk mengetahui
perubahan warna yang dihasilkan.
Pembahasan Sub Fraksi
Hasil dari pemisahan kromatografi kolom kemudian dilakukan pemisahan
kembali dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) subfraksi yang bertujuan
untuk memisahkan dan mengelompokkan fraksi-fraksi yang terbentuk dari
hasil kromatografi kolom.Subfraksi yang digunakan yaitu hasil dari
kromatografi kolom yang paling pekat ditotolkan pada lempeng silika gel,
kemudian dielusi didalam chamber yang telah dijenuhi dengan fase gerak.
Setelah di elusi plat KLT disemprotkan pereaksi semprot FeCl3 untuk melihat
ada atau tidaknya senyawa fenolik. Kemudian di lihat hasil rambatan
bercaknya di lampu spektro UV 254 nm dan UV 366 nm.Dari hasil yang di
dapat, dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pereaksi semprot
sitoborat kemudian dilihat hasil rambatan di lampu spektro UV 254 hasilnya
terbentuk bercak. Hasil yang di dapat pada vial 1 nilai rf 0,145 cm dan 0,312
cm , vial 2 nilai Rf 0,145 cm, 0,291 cm, 0,729 cm, dan 0,875 cm, vial 4 nilai
Rf 0,75 cm dan 0,854 cm, vial 5 0,375 cm dan 0,771 cm.

BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
1. Pada praktikum kali ini kami menggunakan tanaman daun salam.

39
2. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Ekstraksi yang digunakan dengan metode sokletasi
dan dihasilkan ekstrak daun salam sebanyak 1,0357 gram.
3. % Rendemen ekstrak yang diperoleh adalah 5,1740%.
4. Tujuan evaporasi adalah untuk mendapatkan senyawa dengan konsentrasi
yang lebih besar dan memudahkan dalam penyimpanan.
5. Pada praktikum skrining fitokimia bahwa daun salam mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, saponin dan minyak atsiri. Hasil yang kami
dapatkan sesuai dengan literature. Sedangkan polivenol kelompok kami
tidak sesuai literatur mungkin karena kesalahan pada saat praktikum.
6. Fraksinasi adalah suatu proes pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran.
Fraksi etil asetat menghasilkan rendemen sebesar 9,1 %, fraksi air
menghasilkan rendemen sebesar 20,275 %, sedangkan fraksi n-heksan
menghasilkan rendemen sebesar 4,160 %.\
7. Nilai Rf pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sesuai dengan literatur yaitu
nilai Rf yang baik 0,2-0,8. Sedangkan KLT subfraksi juga menghasilkan
sesuai literatur.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1985. Cara Pembuatan Simplisia.2–22. Jakarta: Depkes RI.


Anonim.2009. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Hanani, Endang. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Penerbit ITB.
Hariana, Arief. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Depok: Penebar Swadaya.
Muhlisah, Fauziah. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon Budi Daya dan Manfaatnya.
Yogyakarta: Kanisius.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.
Nadra, Djamaludin. 2011. 1001 Herbal Pengobatan Tradisional. Jakarta: JAL Publishing.
Prasetyo dan Endang Inoriah. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-obatan (Bahan
Simplisia). Bengkulu: Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB.
Praptiningsih, Yulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember. FTP UNEJ.
Rohman, Abdul dan Ibnu GG. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi edisi ke dua. Yogyakarta: Liberty
Sastrohamidjojo. H. 1996. Sintesis Bahan Alam Cetakan ke-1.Yogyakarta: Liberty
Savitri, Astrid. 2016. Tanaman Ajaib Basmi Penyakit dengan TOGA (Tanaman Obat
Keluarga). Jawa Barat: Bibit Publisher.
Siswandi. 2006. Budidaya Tanaman Obat. PT.Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.
Supriyatna, dkk. 2014. Prinsip Obat Herbal: Sebuah Pengantar untuk Fitoterapi. Yogyakarta:
Penerbit Deepublish.
Wijayakusuma H. M. H, Dalimarta S., & Wirian A. S. 1997.Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Kartini.
Van Steenis. 2008. Flora, Cetakan ke-12. Jakarta : PT.Pradanya Paramita.

41
LAMPIRAN

1. Penanganan Simplisia Daun Salam

Foto Kegiatan Keterangan


Pengumpulan simplisia daun salam
diambil dari pohon secara langsung
dengan cara manual yaitu dipetik.

Sortasi basah pada simplisia daun


salam

Pencucian simplisia daun salam untuk


memisahkan kotoran-kotoran yang
menempel pada simplisia

Pengeringan simplisia daun salam


dengan ditutupi kain hitam agar
terlindung dari cahaya matahari
langsung

42
Sortasi kering simplisia daun salam

Pembuatan serbuk simplisia daun


salam dengan menggunakan blender

Setelah menjadi serbuk simplisia daun


salam yang masih kasar di timbang
sebanyak 250 gram

Diayak serbuk simpilsia daun salam


yang kasar dengan ayakan no mesh 60

43
2. Skrining Fitokimia

Foto Kegiatan keterangan


Uji Alkaloid
1) Dragendorff : (+) ↓ putih
kekuningan
2) Mayer : (+) ↓ putih

Uji Saponin
Tidak ada buih

Uji tanin
1) Gelatin : endapan putih
2) NaCl gelatin : endapan putih
kekuningan
3) FeCl3 : biru kehitaman

44
Uji Fenol
1) FeCl3 : biru kehitaman
2) Vanilin Hcl : orange keruh

Uji Steroid/Terpenoid : larutan kuning ke


orange

Uji flavonoid

Larutan orange

3. Sokletasi

Foto Kegiatan Keterangan


Serbuk simplisia daun salam

45
Serbuk daun salam ditimbang
sebanyak 20 gram

Masukkan serbuk simplisia sebanyak


20 gram kedalam alat soklet dengan
dibungkus oleh kertas saring.

Masukkan sejumlah pelarut 150 ml


(1,5 kali sirkulasi, volume tergantung
ukuran soklet). Biarkan proses
pelarutan / penyarian berlangsung ±5
siklus, atur suhu 60 ͦC. tunggu sampai
seluruh sari terlarut dengan dilihat
cairan penyari telah jernih pada bejana
soklet / dengan mengecek keberadaan
senyawa metabolik sekunder dalam alat
soklet,lalu tampung hasil ekstrak.

46
Penyaringan hasil sokletasi dengan
kertas saring

Hasil ekstrak cair daun salam sebanyak


63 ml

4. Evaporasi

Foto kegiatan Keterangan


Hasil sokletasi di uapkan pada rotary
evaporator untuk mendapatkan ekstrak
kental

47
Ekstrak diuapkan diatas water bath
untuk mendapatkan ekstrak kental

Hasil ekstrak kental diperoleh

5. Fraksinasi

Foto Kegiatan Keterangan


Pelarut yang digunakan dalam
fraksinasi

Ekstrak kental yang diperoleh


dilarutkan dengan aqua dest

48
6. Kromatografi lapis tipis

Foto Kegiatan Keterangan


Hasil kromatografi lapis tipis

7. Kromatografi Kolom

Foto Kegiatan Keterangan


Proses kromatografi kolom

49
Hasil fraksi kromatografi kolom

8. Sub Fraksi Kromatografi Lapis Tipis

Foto Kegiatan Keterangan


Hasil kromatografi lapis tipis sub
fraksi

50

Anda mungkin juga menyukai