Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA
Skrining Fitokimia Rimpang Temulawak (Curcuma xantorrhiza roxb.)
Dengan Uji Tabung

Disusun oleh :
Nama

: Deamita Anggi L

(14.0409)

Febriana Kartika

(14.0414)

Fransiska Wahyu

(14.0392)

Nita Trisnati

(14.0460)

Semester/kelas

: 5 / Pagi (B)

Dosen Pengampu

: Margareta Retno P, M.Sc.,Apt


Septiana Laksmi R, M.Sc., Apt
Sisca Devi, S.Farm.,Apt.

LABORATORIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG
2016

SKRINING FITOKIMIA RIMPANG TEMULAWAK

I.

TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan prosedur skrining
fitokimia pada Rimpang Temulawak.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa golongan flavonoid,
antrakinon, alkaloid, saponin (steroid dan triterpenoid), tannin, fenolik,
dan polifenolik dari Rimpang Temulawak.
3. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil yang didapat dari skrining
fitokimia Rimpang Temulawak dengan uji tabung (uji pendahuluan, uji
alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol, uji tanin dan uji saponin).

II.

PRINSIP
Analisa kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan
(akar, batang, daun, bunga, buah, biji) terutama kandungan metabolit
sekunder yang bioaktif yaitu antrakinon, alkaloid, saponin (steroid dan
triterpenoid), glikosida jantung, kumarin, minyak atsiri, tannin, fenolik, dan
polifenolik dan sebagainya melalui uji tabung untuk mendapatkan senyawa
bioaktif yang diinginkan.

III.

TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis
senyawa kimia atau biasa disebut dengan skrining fitokimia yang terkandung
dalam tanaman. Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya golongan
senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tanin, saponin, kumarin,
quinon, steroid/terpenoid (Teyler.V.E, 1988)
Metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil
dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan metabolit
primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid, steroid, dan
saponin) alkaloid dan senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin) (Simbala,
2009).
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari system

siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai
kegiatan fisiologis yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan. Uji sederhana, tapi sama sekali tidak sempurna untuk alkaloid
dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah (Harborne, 1996).
Falvonoid sering terdapat sebagai glikosida, golongan terbesar flavonoid
berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon
dengan salah satu dari cincin benzene. Efek flavonoid terhadap macammacam organism sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa
tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional.
Flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan
secara tradisional untuk mengobati gangguan hati (Robinson, 1995).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat menimbulkan busa
jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Saponin digunakan sebagai bahan baku untuk
sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Dua jenis
saponin yang sering dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua
jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter
(Robinson, 1995).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi triterpena
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1996).

IV.

ALAT DAN BAHAN


1) Alat
Alat Pembuatan Serbuk
1. Pisau
3. Nampan
5. Sendok

Alat uji tabung

2. Talenan
4. Blender
6. Pengayak

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kompor listrik
Lampu spiritus
Tabung reaksi
Beakerglass
Matglass
Batang pengaduk

7. Corong kaca
8. Pipet tetes
9. Kertas saring
10. Kertas Ph
11. Kapas
12. Cawan porselen

2) Bahan
Rimpang temulawak
Aquadest
Kalium hidroksida
Asam klorida 1%
Pereaksi dragendorf
V.

Pereaksi mayer
Natrium karbonat
Kloroform
Asam cuka 5%
Hydrogen peroksida

Besi (III) klorida


Etanol 80%
Natrium klorida 2%
Larutan gelatin 1%
Asam asetat

CARA KERJA
a. Pembuatan sebuk simplex
Rimpang temulawak dikumpulkan
Dicuci dengan air mengalir
Dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari
Rimpang yang telah keringdiserbuk dengan cara diblender kemudian
diayak
Diperoleh serbuk simplex kering temulawak
b. Uji pendahuluan
Serbuk temulawak ditimbang sebanyak 1 gram
Ditambahkan air (10ml) lalu dipanaskan selama 30 menit, larutan yang
terbentuk disaring melalui kapas
(Larutan berwarna kuning sampai merah menunjukan adanya senyawa
yang mengandung kromoform (flavonoid, antrakinon) dengan gugus
hidrofilik (gugus gulam asam fenolat))
Ditambah larutan kalium hidroksida
Warna larutan menjadi lebih intensif
c. Uji Antrakinon

Serbuk temulawak ditimbang sebanyak 150 mg ditambahkan dengan 10


ml kalium hidoksida 0,5 N, Hidrogen peroksida 1 ml lalu dipanaskan
selama 2 menit
Setelah dingin, larutan disaring melalui kapas
Filtrat 5 ml ditambah asam asetat 10 tetes ad pH 5, lalu di tambahkan
toluene 10 ml
Lapisan atas (5 ml) dipisah dengan pipet, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi
Di tambahkan kalium hidroksida 0,5 N terjadi warna merah
d. Uji Polifenol
Serbuk temulawak ditimbang sebanyak 1 gram, ditambahkan 10 ml air
dan dipanaskan selama 10 menit
Disaring panas-panas, setelah dingin ditambahkan besi (III) klorida
Terjadi larutan warna hijau biru menunjukan adanya polifenol
e. Uji Alkaloid
Serbuk temulawak 1 g + Hcl
1% (10 mL), dpanaskan 30
menit, saring melalui kapas
Ampas

Filtrat

Larutan A

Larutan A1 +
Reag.Dragendorf

Mengendap jingga

Larutan A2 +
Reag.Mayer

Mengendap
putih kuning

Larutan B

+ Na2Co3 ad pH 8-9 +
4ml CHCL3, di aduk

Fase CHCL3 +
Asam cuka
5% ad pH 5

Fase H2O

Lapisan bawah + Hcl


1%

Lapisan atas + dragendorf

Basa kuartener
Lapisan atas +
Reag. Dragendorf

Lapisan bawah

Basa Tersier
f. UJi Tanin
Serbuk temulawak ditimbang 1 gram, ditambahkan air 10 ml lalu
dipanaskan selama 30 menit
Disaring filtrat (5 ml) ditambahkan natrium klorida 2 % sebanyak 1 ml
(bila ada endapan/suspense disaring dengan kertas saring)
Filtrate ditambahkan 5 ml larutan gelatin 1 %
Terbentuknya endapan atau suspense menunjukan adanya tannin atau zat
samak
g. Uji Saponin
Serbuk temulawak ditimbang 100 mg dimasukan dalam tabung reaksi
Ditambah 10 ml aquadest, ditutup lalu dikocok kuat selama 30 detik
Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit
Apabila buih setinggi 3 cm dari permukaan cairan maka sampel
mengandung senyawa saponin

VI.

EVALUASI
a. Organoleptis
Organoleptis
Bentuk
Warna
Bau
Rasa

Hasil pengamatan
Serbuk
Kuning
Khas temulawak
-

b. Hasil uji skrining fitokimia


Pengujian
Uji pendahuluan

Hasil
+

Uji alkaloid

+ A1
+ A2
- B1
+ B2

Uji antrakinon
Uji polifenol
Uji tanin
Uji saponin
VII.

Keterangan
Terbentuk warna kuning
intensif
A1 : larutan jingga
terbentuk endapan
A2
: larutan kuning
jernih terbentuk endapan
B1 : larutan kuning, basa
kuartener
B2 : terbentuk endapan
merah muda, basa tersier
Berwarna kuning
Berwarna kuning
Tidak terbentuk endapan
Tidak timbul busa

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini mahasiswa melakukan skrining fitokimia,
bagian tanaman yang digunakan adalah rimpang Temulawak (Curcuma
xantorrhiza roxb.). Tujuan dari skrining fitokimia adalah untuk
mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk
pengobatan. Pendekatan skrining fitokimia dilakukan dengan uji tabung.
Rimpang Temulawak (Curcuma xantorrhiza roxb.) harus di serbukkan
atau di haluskan terlebih dahulu sebelum di lakukan skrining fitokimia,
tujuannya adalah untuk menghancurkan dinding sel sehingga target atau
senyawa metabolit sekunder mudah di ambil dan memudahkan dalam

pengujian. Dalam pembuatan serbuk simplisia rimpang temulawak


memiliki tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Pencucian Rimpang Temulawak
Rimpang temulawak yang akan di serbukkan harus dicuci
terlebih dahulu dengan air mengalir, tujuannya untuk
menghilangkan zat-zat pengotor atau benda asing yang
tidak di inginkan yang menempel pada rimpang agar tidak
mengkontaminasi hasil dari pengujian.
2. Tahap Perajangan/ pemotongan Rimpang Temulawak
Rimpang temulawak yang sudah di bersihkan dengan air
kemudian di potong tipis menggunakan pisau, tujuannya
untuk memperkecil ukuran rimpang sehingga rimpang
dapat kering sempurna saat proses pengeringan.
3. Tahap Pengeringan Rimpang Temulawak
Setelah
melewati
proses
perajangan

rimpang

dijemur/dikeringkan di bawah sinar matahari, tujuannya


untuk mengurangi kadar air yang ada pada rimpang
sehingga di hasilkan simplisia yang kering dan mudah
untuk di hancurkan atau di haluskan.
4. Tahap Penghancuran/ penggilingan Simplisia Temulawak
Simplisia yang sudah kering kemudian di haluskan dengan
cara diblender, tujuan di haluskan atau digiling yaitu untuk
memperkecil ukuran partikel sehingga simplisia menjadi
bentuk serbuk dan memudahkan dalam proses penelitian.
5. Tahap Pengayakan Simplisia Temulawak
Simplisia yang sudah menjadi serbuk lalu di lakukan
pengayakan,

tujuan

dari

pengayakan

yaitu

untuk

memperhalus serbuk atau di dapatkan ukuran partikel yang


seragam serta memisahakan pengotor yang mungkin
tercampur dalam proses penggilingan.
Setelah terbentuk serbuk simplisia temulawak yang kering dan
halus kemudian di lakukan Uji Organoleptis meliputi pengamatan fisik

dari serbuk simplisia temulawak antara lain pengamatan fisik bentuk,


warna, bau, dan rasa dari serbuk. Dari pengamatan Uji Organoleptis di
dapatkan hasil yaitu bentuk serbuk halus, warna kuning, dan bau khas
temulawak. Setelah dilakukan Uji Organoleptis di lakukan Uji Tabung
yaitu meliputi uji pendahuluan, uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol,
uji tanin dan uji saponin.
a. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluandilakukan

terlebih

dahulu

sebelum

melakukan uji yang lain (uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol,
uji tanin, dan uji saponin).Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya gugus kromoform dalamrimpang Temulawak
(Curcuma xantorrhiza roxb.).
Uji pendahuluan dilakukan dengan cara mencampurkan
serbuk temulawak 1 gram dengan air sebanyak 10 ml dan
dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih. Pemanasan
tersebut bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga diperoleh
larutan berwarna merah.Larutan berwarna merah yang terjadi
menunjukkan

bahwa

rimpang

temulawak

memiliki

gugus

kromoform (flavonoid, antrakinon, dsb).Gugus kromoform adalah


suatu gugus fungsi yang memiliki peranan menyebabkan suatu
senyawa memiliki warna.Larutan berwarna merah tersebut menjadi
lebih intensif dengan penambahan KOH, karena KOH termasuk
dalam gugus auksokrom yang mempunyai peranan untuk
memberikan warna lebih intensif pada suatu senyawa.Auksokrom
dapat berfungsi tidak lepas kaitannya dengan adanya kromoform di
dalam senyawa tersebut.
Mekanisme kerja gugus auksokrom terhadap gugus
kromoform yaitu gugus auksokrom akan memperlebar sistem
kromoform dan menggeser maksimum absorpsi ke arah panjang
gelombang yang lebih panjang. Gugus auksokrom tidak menyerap

pada panjang gelombang 200 800 nm, namun mempengaruhi


spektrum kromoform dimana auksokrom tersebut terikat.
b. Uji Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan cara menimbang 1 gram
serbuk temulawak kemudian di tambahkan dengan HCl 1%,
penambahan HCl 1% yaitu untuk membentuk garam alkaloid
karena alkaloid bersifat basa sehingga dapat larut dalam pelarut
yang bersifat asam. Lalu di lakukan pemanasan selama 30 menit
dalam penangas air tujuannya yaitu untuk membentuk garam
alkaloid yang lebih stabil, kemudian dari hasil pemanasan di saring
dan di hasilkan filtrat, kemudian filtrat di bagi dalam 2 tabung,
tabung A dan B, kemudian tabung A di bagi lagi menjadi 2 tabung
yaitu tabung A1 dan A2, tabung A1

di tambahkan pereaksi

dragendorff 3 tetes, positif bila terbentuk endapan warna jingga,


dragendroff dapat melarutkan alkaloid karena alkaloid memiliki
gugus nitrogen yang memiliki satu pasang elektron bebas yang
menyebabkan alkaloid bersifat nekleofilik (basa). Maka dari itu,
senyawa alkaloid mampu mengikat ion logam berat (Dragendorff)
yang mempunyai muatan positif sehingga terbentuk endapan
jingga.
Kemudian larutan A2 di tambahan pereaksi mayer, positif
jika terbentuk endapan hijau keputihan. Pereaksi mayer bertujuan
untuk mendeteksi alkaloid dimana pereaksi ini berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg
pereaksi mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri
yang

non

polar

mengendap

berwarna

putih.Atom

menyumbangkan pasangan elektron bebas dan atom Hg sehingga


membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai
ligannya.
Reaksi yang terbentuk sebagai berikut:

N + KHgI4 Hg-N putih


Kemudian tabung B di tambahakan Na2HCO3 sampai pH
8-9, Na2HCO3 bertujuan untuk membentuk alkaloid kembali
menjadi bentuk basa yaitu pada pH 8-9. Setelah itu di tambahkan
kloroform yang bertujuan untuk melarutkan alkaloid kembali dan
untuk memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang
terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling
stabil dengan gugus hidroksil fenolik dari asam tanin. Dengan
terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam tanin
terikat

oleh

kloroform.

Pengadukan

bertujuan

untuk

memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan


alkaloid semakin banyak sehingga alkaloid bebas yang didapat
semakin banyak.
Larutan ini diasamkan kembali dengan penambahan asam
cuka 5% sampai pH 5 yang berfungsi untuk mengikat kembali
alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan
pereaksi pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid
menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga
terpisah dengan metabolik sekundernya. Penambahan asam cuka
5% mengakibatkan terbentuknya larutan menjadi dua fase karena
adanya perbedaan tingkat kepolaran. Garam alkaloid larut pada
lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan
bawah karena memiliki massa jenis lebih besar.Pada lapisan atas
ditambah pereaksi dragendorff membentuk endapan alkaloid dari
basa kuartener yang menunjukkan temulawak positif mengandung
alkaloid.Lapisan bawah diasamkan lagi dengan penambahan HCl
1% yang bertujuan untuk mengikat kembali alkaloid menjadi
garam alkaloid sehingga membentuk dua lapisan yaitu lapisan atas
dan lapisan bawah. Lapisan atas ditambah dengan pereaksi
dragendorff akan terbentuk endapan alkaloid dari basa tersier.

Digunakan lapisan atas karena garam alkaloid larut pada lapisan


atas. Dari pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa temulawak
mengandung alkaloid dari golongan basa kuartener karena pada
saat penambahan terakhir lapisan atas dengan dragendorff tidak
membentuk endapan dari basa tersier.
c. Uji Antrakinon
Uji antrakinon di lakukan dengan cara menimbang serbuk
sebanyak 150 mg dididihkan selama 2 menit dengan KOH 0,5 N
10 ml dan Hidrogen peroksida 1 ml, penambahan KOH 0,5 N dan
hidrogen

peroksida

bertujuan

untuk

melarutkan

senyawa

antrakinon yang terdapat pada temulawak. Pemanasan ini berfungsi


untuk melarutkan antrakinon agar terpisah dari bagian serbuk
simpleks.Setelah itu didinginkan agar senyawa antrakinon yang
diperoleh lebih stabil.Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat
dengan ampas atau pengotor lainnya yang terdapat dalam
larutan.Filtrat ditambahkan asam asetat untuk melarutkan senyawa
antrakinon dan ditambahkan toluen untuk membentuk dua lapisan
yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang berbeda sesuai dengan
kepolarannya.Lapisan bawah dibuang dan lapisan atas yang
digunakan untuk pengujian karena antrakinon larut pada lapisan
atas. Lapisan atas ditambahkan KOH 0,5 N yang berfungsi untuk
menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi antranol menjadi
antrakinon
Tetapi

sehingga

hasil

terbentuk

praktikum,

larutan

temulawak

berwarna

merah.

menunjukkan

negatif

antrakinon karena larutan tetap bening.


d. Uji Polifenol
Uji polifenol di lakukan dengan cara menimbang serbuk
temulawak sebanyak 1 gram lalu di tambahkan aquadest 10 ml dan
di panaskan 10 menit, Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan

polifenol agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel.


Larutan disaring panas panas yang bertujuan untuk mendapatkan
senyawa polifenol yang lebih banyak dan mencegah senyawa
polifenol bercampur kembali dengan serbuk simplek.Setelah
dingin,

ditambah

dengan

FeCl3

terbentuk

warna

hijau

tua.Terbentuknya warna hijau tua karena FeCl3 berfungsi untuk


membentuk kompleks.FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar
tidak teroksidasi. Pada hasil praktikum disimpulkan bahwa
temulawak tidak memiliki senyawa polifenol karena saat
penambahan FeCl3 tidak terbentuk warna hijau tua.
e. Uji Tanin
Uji tanin di lakukan dengan menimbang serbuk temulawak
sebanyak 1 gram, lalu di tambahkan aquadest 10 ml dan di
panaskan selama 30 menit di atas penangas, hal tersebut dilakukan
agar tanin terpisah dari zat lain dalam bagian tubuh sampel.
Kemudian di saring dan di hasilkan filtrat, di ambil filtrat 5 ml dan
di tambahkan NaCl 2% 1 ml. Penambahan NaCl berguna untuk
membentuk garam tanin. Setelah itu ditambah gelatin 1% yang
bertujuan untuk mengendapkan garam tersebut, karena jika ikatan
tanin dan gelatin semakin kuat endapan akan terbentuk. Hasil
praktikum menunjukkan temulawak negatif mengandung tanin
ditandai dengan tidak terbentuknya endapan dalam larutan.
f. Uji Saponin
Uji saponin di lakukan dengan cara menimbang serbuk
temulawak 50 mg, kemudian di tambahan aquadest 10 ml tutupdan
kocok kuat selama 30 detik, setelah itu didiamkan sampai
terbentuk buih. Hasil praktikum menunjukkan temulawak negatif
mengandung saponin karena tidak terbentuk buih. Pada literatur
seharusnya temulawak mengandung saponin yaitu terbentuknya

buih karena saponin termasuk surfaktan. Buih tidak timbul karena


pengocokan yang kurang kuat, dan ruang lingkup sedikit dll.

VIII.

KESIMPULAN
1. Mahasiswa telah mampu melakukan skrining fitokimia mulai dari
pembuatan serbuk Temulawak (Curcuma xantorrhiza roxb.) sampai
pengujian menggunakan uji tabung (uji pendahuluan, uji alkaloid, uji
antrakinon, uji polifenol, uji tanin dan uji saponin) sehingga
mengetahui senyawa yang terkandung dalam rimpang temulawak.
2. Identifikasi serbuk Temulawak (Curcuma xantorrhiza roxb.) dalam
praktikum ini menghasilkan bahwa rimpang temulawak positif
mengandung senyawa alkaloid. Hasil ini sesuai dengan pustaka.
3. Evaluasi yang didapat yaitu seharusnyaTemulawak (Curcuma
xantorrhiza roxb.)juga mengandung senyawa polifenol, tanin dan
saponin tetapi hasil pengujian menunjukkan hasil negatif. Hal ini
disebabkan karena adanya kesalahan selama proses preparasi sampel
dan proses pengujian seperti penimbangan serbuk simplisia yang tidak
tepat, waktu pemanasan tidak tepat, ketidaktepatan jumlah reagen yang
ditambahkan atau adanya kontaminasi silang dengan kotoran atau zat
asing lainnya.

IX.

DAFTAR PUSTAKA
Harborne, 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Padmawinata, K. & I. Soediro (Penerjemah), Penerbit ITB,
Bandung.
Robinson, Traver., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi,
Bandung : ITB Bandung.
Sari, Lusia, 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan
Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.
(1), 0107
Simbala, H.E.I., 2009, Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis
Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka, Pasific Journal, Vol.
1(4) : 489-494

Tyler, V.E, et al. (1988). Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger.
Philadelphia.
X.

LAMPIRAN
a. Foto Hasil Uji Tabung
1. Uji Pendahuluan

2. Uji Saponin

3. Uji Polifenol

4. Uji Antrakinon

5. Uji Tanin

6. Uji Alkaloid

Semarang, 22 September 2016


Dosen Pembimbing

Praktikan

(Margareta Retno P, M.Sc.,Apt)

(Deamita Anggi Larasati)

(Febriana Kartika)

(Fransiska Wahyu)

(Nita Trisnati)

Anda mungkin juga menyukai