OLEH
NAMA : MELIA FAJAR HASANAH
NIM : 171501083
HARI/KELOMPOK : SENIN/7
TANGGAL : 13 JULI 2020
ASISTEN : RUPIKA ADIATI
LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam
bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara
glikosidik. Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4, dan menampakkan warna
oranye, merah muda, merah, ungu hingga biru (Saati, dkk., 2016).
Pigmen antosianin tersebut banyak ditemukan dari mahkota bunga, seperti
bunga mawar, kana, kembang sepatu, rosella, gladiol, turi dan lain-lain yang
menampilkan warna merah muda - tua, keunguan hingga biru. Namun pigmen ini
juga dapat diambil dari beberapa organ tanaman dari umbi, daun hingga buah,
seperti ubi jalar ungu, lobak, beet, kol meah/ungu, daun bayam merah keunguan,
buah arbei, strobbery, anggur, duwet dan kulit buah naga (Saati, dkk., 2016).
Pigmen hidrofilikantosianin termasuk golongan flavonoid yang menjadi
pewarna pada sebagian besar tanaman, yaitu warna biru, ungu dan merah.
Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu
mempunyai gradasi warna ungu (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
Antosianin itu sendiri aman untuk dikonsumsi, tidak berancun dan tidak
menimbulkan mutase genetika. Hal tersebut membuktikan bahwa pewarna alami
khususnya antosianin aman digunakan. Terdapat bebrapa jenis tanaman yang dapat
dijadikan sumber antosianin antara lain strawberry, chery, plum, kubis, anggur,
blackcurrant, chokeberry, terong, kacang merah, kacang hitam, paprika merah yang
berbeda (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
Antosianin telah banyak digunakan sebagai pewarna, khususnya minuman,
karena banyak pewarna sintesis diketahui bersifat toksik dan karsinogenetik
.JEFCA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) telah menyatakan
bahwa ekstrak yang mengandung antosianin efek toksiknya rendah. Perhatian
terhadap pigmen antosianin intensif dalam beberapa tahun terakhir karena
manfaatya bagi kesehatan, termasuk mengurangi resiko jantung koroner, resiko
stroke, aktivitas antikarsinogen, efek antiinflamatory, memperbaiki ketajaman mata
dan memperbaiki prilaku kognitif (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
Antosianin di ketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk molekul utuh dalam
lambung meskipun absorbsinya jauh dibawah 1%, antosianin \memiliki aktivitas
metabolic tinggi memperlihatkan aktivitas sistematik seperti antineoplastik,
antikarsinogenetik, antiatherogenik, antiviral dan efek antiinflammatory,
menurunkan permeabilitas dan fragilitas kapilerdan penghambatan agregasi platelet
serta immunitas, semua aktivitas ini didasarkan pada peranannya sebagai
antioksidan. (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
2.2.3 Kromatografi Kertas
Salah satu keunggulan utama kromatografi kertas adalah kenyamanan
dalam membawa memisahkan hanya pada lembar kertas saring, yang berfungsi baik
sebagai media untuk pemisahan dan sebagai pendukung. Keuntungan lain adalah
reproduksibilitas yang cukup dari R, nilai ditentukan di atas kertas, sehingga
pengukuran semacam itu adalah parameter berharga untuk digunakan dalam
menggambarkan yang baru senyawa tanaman. Memang untuk zat-zat seperti
anthocyanin yang tidak memiliki sifat fisik lain yang jelas, R, adalah cara terpenting
untuk menggambarkan dan membedakan yang berbeda pigmen (Harbourne, 1973).
Kromatografi di atas kertas biasanya melibatkan partisi atau adsorpsi
kromatografi. Dalam partisi, senyawa dipartisi antara pelarut alkohol yang sebagian
besar tidak larut dalam air (mis. n-butanol) dan air. Campuran pelarut klasik, air
asam n-butanol-asetat (4: 1: 5, lapisan atas) (disingkat BA W) memang dirancang
sebagai sarana meningkatkan kadar air n-butanollayer dan dengan demikian
membaik kegunaan campuran pelarut. Memang, BA W masih berlaku secara luas
sebagai pelarut umum untuk banyak kelas konstituen tanaman. Sebaliknya gaya
adsorpsi adalah salah satu fitur utama PC dalam pelarut berair. Air murni adalah
pelarut kromatografi yang sangat fleksibel dan dapat digunakan untuk memisahkan
purin dan pirimidin yang umum juga berlaku untuk senyawa fenolik dan menanam
glikosida di umum (Harborne, 1973).
Sejumlah besar kertas saring 'dimodifikasi' tersedia secara komersial untuk
mencapai pemisahan kromatografi tertentu. Untuk sebagai contoh, sifat-sifat kutub
selulosa dapat dikurangi dengan memasukkan asam silikat atau alumina ke dalam
kertas, membuatnya lebih cocok untuk memisahkan lipid. Untuk skala besar
pemisahan, lembar kertas saring tebal tersedia (Whatman no. 3 atau 3 MM) dan ini
akan mengatasi beberapa miligram bahan per lembar (Harborne, 1973).
Di kromatografi kertas, senyawa biasanya terdeteksi berwarna atau UV-
fluorescent bintik-bintik, setelah reaksi dengan pereaksi kromogenik, digunakan
baik sebagai semprotan. Biasanya lebih mudah tetapi pelarut isi semprotan harus
dimodifikasi untuk memudahkan cepat pengeringan dan dengan demikian hindari
difusi selama pencelupan. Dapat digunakan untuk memisahkan purin dan pirimidin
Kertas itu kemudian dipanaskan untuk mengembangkan warna. Nilai R, adalah
jarak yang bergerak senyawa dalam kromatografi relatif terhadap bagian depan
pelarut. Itu diperoleh dengan mengukur jarak dari asal ke pusat tempat diproduksi
oleh zat, dan ini dibagi dengan jarak antara titik asal dan bagian depan pelarut (mis.
jarak yang ditempuh pelarut). Ini selalu muncul sebagai pecahandan terletak di
antara 0 · 01 dan 0 · 99 (Harborne, 1973).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alu, alumunium foil
(Klinpack), beaker glass 250 ml (Oberol), benang wol, cawan penguap, chamber,
corong, corong pisah (Iwaki), erlenmeyer 50 ml (Pyrex), erlenmeyer 100 ml
(Pyrex), gelas ukur 10 ml (Pyrex), gelas ukur 50 ml (Pyrex), kertas saring, kertas
Whatmann No. 1, label, lumpang, penangas air, penggaris 30 cm (Butterfly),
penjepit tabung, pipa kapiler, pipet tetes, serbet, spatula, timbangan digital tisu 250
lembar (Paseo), TLC Visualizer (CAMAG), tutup chamber.
3.2 Bahan
3.2.1 Pereaksi
Pereaksi yang digunakan pada percobaan ini adalah asam klorida (p),
campuran asam asetat glasial 15% dalam 10 ml aquades, campuran BAW/BAA
(butanol:asam asetat:air), (4:1:5), campuran HCl 1% dalam 10 ml aquades, larutan
ammonia 25%.
3.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah daun selasih (Ocimum
basillicum)
3.3 Prosedur
3.3.1 Isolasi antosianin dari daun segar
Ditimbang 10 g daun segar, kemudian dihaluskan, ditambahkan pelarut
HCL 1 % dalam methanol sampai terendam, dibiarkan 10-15 menit kemudian
disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk identifikasi menggunakan
kromatografi kertas.
3.3.2 Pembuatan fase gerak
3.3.2.1 HCl 1%
Disiapkan 0,27 mL HCL p kemudian ditambahkan akuades sampai 10 mL.
3.3.2.2 Asam Asetat Glasial 15%
Disiapkan 1,54 mL asam asetat glasial kemudian ditambahkan akuades
sampai 10 mL.
3.3.2.3 Campuran BAW/BAA
Disiapkan masing-masing pelarut dengan perbandingan (butanol:asam
asetat:air) (4:1:5) dalam 10 ml. Dicampurkan ketiga pelarut kedalam corong pisah,
dikocok berulang-ulang sampai tercampur sempurna (sambil sesekali dibuang gas).
Didiamkan selama 3-5 jam, dipisahkan dengan diambil lapisan bagian atas.
3.3.3 Identifikasi antosianin daun segar menggunakan Kromatografi Kertas
(KKt)
Disiapkan kertas saring Whatmann No. 1, diukur dan dipotong dengan
ukuran 2,5x15 cm. Dijenuhkan chamber dengan pelarut pengembang BAW/BAA
atau Bu-HCl 2M atau HCI 1 % lalu ditutup dengan penutup chamber yang sudah
diberi vaselin. Kemudian, didiamkan selama 1 jam. Ditotolkan filtrat corolla daun
berwarna segar hingga jenuh pada kertas saring Whatmann No.1 ditengah kertas
(titik penotolan 3 cm dari tepi bawah, batas pengembang 1 cm dari tepi atas.
Didiamkan ±15 menit, kemudian kertas dimasukkan ke chamber lalu dibiarkan
merambat sampai garis batas pengembangan. Dikeluarkan kertas dari chamber,
dikeringkan, dan disemprot dengan larutan penampak bercak yaitu larutan
ammonia 25%. Dikeringkan, kemudian dilihat noda pada sinar UV 366 nm.
Dihitung nilai Rf dari masing-masing fase gerak.
3.4 Flowsheet
3.4.1 Isolasi antosianin dari daun segar
10 gram daun
selasih
dihaluskan
ditambahkan pelarut HCl 1%
dalam metanol sampai sampel
terendam
didiamkan selama 10-15 menit
disaring.
0,27 mL HCl p
HCl 10%
1,54 mL asam
asetat glasial
Asam asetat
glasial 15%
3.4.2.3 Butanol, Asam Asetat, Air (BAA)
Butanol, asam
asetat, dan
akuades (4:1:5)
Campuran butanol,
asam asetat, dan
akuades (4:1:5)
3.3.3 Identifikasi Antosianin Corolla Bunga Berwarna Menggunakan
Kromatografi Kertas (KKt)
Hasil
(Terlampir)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Terlampir
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan senyawa antosianin dari corolla
bunga daun basil (Ocimum basilicum) dengan metode kromatografi kertas.
Sebelum dilakukan pemisahan, terlebih dahulu corolla bunga daun basil diekstraksi
metode maserasi yaitu dengan merendam sampel corolla bunga daun basil dalam
pelarut HCl 1% dalam metanol. Ekstraksi tersebut didasarkan pada sifat fisika dan
kimia dari antosianin, dilihat dari kelarutan antosianin yang larut dalam pelarut
polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, terlebih sering dengan air dan
diasamkan dengan asam klorida atau asam format (Armanzah dan Hendrawati,
2016).
Dilakukan pemisahan senyawa antosianin menggunakan metode KKt
dengan fase diam berupa kertas Whatmann no. 1 dan dengan 3 jenis fase gerak,
antara lain HCl 1%, asam asetat glasial 15%, dan campuran pelarut multikomponen
yaitu butanol : asam asetat : air (BAW) dengan perbandingan 4:1:5. Metode
penotolan yang digunakan yaitu metode pita dengan menggunakan pipa kapiler.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil dimana setelah diberi
penampak noda uap ammonia dengan fase gerak HCl 1% terdapat 1 noda dengan
Rf1= 0,342 (biru tua); dengan fase gerak asam asetat glasial 15% terdapat 2 noda
dengan Rf1= 0,828 (biru muda) dan Rf2= 0,914 (biru tua); dengan fase gerak
campuran BAW 4:1:5 terdapat 3 noda Rf1= 0,742 (hijau muda), Rf2= 0,828 (hijau
tua), dan Rf3= 0,857 (biru tua).
Berdasarkan hal diatas, corolla bunga daun basil (Ocimum basilicum) terbukti
mengandung senyawa antosianin, dimana menurut Fitriyani dkk (2018) noda
kromatogram antosianin berwarna biru keunguan atau lembayung dan nilai Rf
antosianin adalah sebesar ± 0,32 dengan fase gerak HCl; ± 0,20-0,30 dengan fase
gerak asam asetat; dan ± 0,70-80 dengan fase gerak BAW 4:1:5.
Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi
dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol
adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda dalam oksidasi dari antosianin.
Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau kuning pucat. Antosinin
adalah pigmen yang larut dalam air bertanggung jawab terhadap warna biru, ungu,
violet, magenta, merah dan orange (Armanzah dan Hendrawati, 2016).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada sampel daun (Ocimum
basilicum) pada fase gerak HCl 1% didapatkan 1 bercak noda dengan warna
biru tua, pada fase gerak asam asetat glasial 15% didapatkan 2 bercak noda
yaitu Rf1 berwarna biru muda, dan Rf2 berwarna biru tua, dan pada fase
gerak butanol:asam asetat:air didapatkan 3 bercak noda yaitu Rf1 berwarna
hijau muda, Rf2 berwarna hijau tua, dan Rf3 berwarna biru tua.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada sampel daun (Ocimum
basilicum) pada fase gerak HCl 1% didapatkan Rf nya 0,342; pada fase
gerak asam asetat glasial 15% didapatkan Rf1 0,828; Rf2 0,914; dan pada
fase gerak butanol:asam asetat:air Rf1 0,742; Rf2 0,828; dan Rf3 0,857.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan sampel lain seperti bunga
kembang sepatu
Sebaiknya pada percobaan berikutnya digunakan metode ekstraksi lainnya
misalnya perkolasi
DAFTAR PUSTAKA
Kertas Whatmann No. 1 dengan fase gerak masing-masing setelah di totol ekstrak
daun selasih dan disemprot larutan penampak bercak (ammonia) divisualisasi
dibawah sinar UV 366 nm
Warna dan nilai Rf pada Kertas Whatmann No. 1 dengan fase gerak masing-
masing setelah di totol ekstrak daun selasih dan disemprot larutan penampak
bercak (ammonia) divisualisasi dibawah sinar UV 366 nm