Anda di halaman 1dari 48

PENAMBATAN MOLEKULER SENYAWA KURKUMINOID,

XANTHORIZOL, β-ELEMENON, ZEDOARON TERHADAP


AKTIVITAS INHIBISI ENZIM DIPEPTIDIL PEPTIDASE IV

JASMINE ADHILI JENIOSSA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambatan Molekuler Senyawa
Kurkuminoid, Xanthorizol, β-Elemenon, Zedoaron terhadap Aktivitas Inhibisi Enzim
Dipeptidil Peptidase IV adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2018

Jasmine Adhili Jeniossa


NIM G84140074
ABSTRAK

JASMINE ADHILI JENIOSSA. Penambatan Molekuler Senyawa Kurkuminoid,


Xanthorizol, β-Elemenon, Zedoaron terhadap Aktivitas Inhibisi Enzim Dipeptidil
Peptidase IV. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan TONY IBNU
SUMARYADA

Kasus diabetes mellitus (DM) terus meningkat setiap tahunnya, terutama


diabetes mellitus tipe II yang disebabkan oleh adanya resistensi insulin oleh sel tubuh.
Salah satu pengobatan penyakit DM tipe II yang sedang berkembang saat ini adalah
inhibitor enzim dipeptidil peptidase IV (DPP IV). Tumbuhan Curcuma yang banyak
dimanfaatkan sebagai obat herbal, mengandung senyawa kurkuminoid yang memiliki
aktivitas antidiabetes sehingga berpotensi sebagai inhibitor DPP IV. Penelitian ini
bertujuan memprediksi potensi inhibisi kurkuminoid dan beberapa senyawa aktif
tumbuhan Curcuma lainnya terhadap aktivitas enzim DPP IV secara in silico melalui
simulasi penambatan molekuler. Gosogliptin digunakan sebagai ligan kontrol dan
sitagliptin sebagai pembanding. Ligan-ligan uji dengan potensi inhibisi tertinggi hingga
terendah antara lain bismemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, kurkumin, zedoaron,
β-elemenon, dan xanthorizol. Senyawa bisdemetoksikurkumin merupakan ligan uji
terbaik sebagai inhibitor DPP IV dengan binding site similarity sebesar 70% dan energi
afinitas -6.5 kkal/mol. Kurkuminoid, xanthorizol, β-elemenon, dan zedoaron dapat
menjadi alternatif pengobatan bagi pasien DM tipe II.

Kata kunci: Curcuma, diabetes, DPP IV, penambatan molekuler

ABSTRACT

JASMINE ADHILI JENIOSSA. Molecular Docking of Curcuminoid, Xanthorrizol, β-


Elemenone, Zedoarone Compound towards Activity of Dipeptidyl Peptidase IV
Enzyme Inhibition . Supervised by LAKSMI AMBARSARI and TONY IBNU
SUMARYADA

Diabetes mellitus case is increasing over the years, especially the type II that is
caused by insulin resistance by the body cell. One of developing treatments recently is
dipeptidyl peptidase IV enzyme (DPP IV) inhibitor. Curcuma plants which have been
utilized as a herbal medication, contain curcuminoid compound that has antidiabetic
activity so that it is a potent DPP IV inhibitor. This research is aimed to predict
inhibition potency of curcuminoid and some other Curcuma plant active compounds
against DPP IV activity in silico using docking simulation. Gosogliptin was used as
control ligand and sitagliptin as comparator. Test ligands with the highest to lowest
inhibition potency are bisdemethoxycurcumin, demethoxycurcumin, curcumin,
zedoarone, β-elemenone, and xanthorizol. Bisdemethoxycurcumin is the most potent
DPP IV inhibitor which shows 70% on binding site similarity and -6.5 kcal/mol on
affinity energy. Curcuminoid, xanthorrizol, β-elemenone, and zedoarone can be an
alternative treatment for type II of DM patients.

Keywords: Curcuma, diabetes, docking, DPP IV


PENAMBATAN MOLEKULER SENYAWA KURKUMINOID,
XANTHORIZOL, β-ELEMENON, ZEDOARON TERHADAP
AKTIVITAS INHIBISI ENZIM DIPEPTIDIL PEPTIDASE IV

JASMINE ADHILI JENIOSSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
atas kasih dan penyertaan-Nya, karya ilmiah ini telah berhasil diselesaikan. Kegiatan
penelitian ini dilaksanakan sejak Januari sampai April 2018, bertempat di
Laboratorium Penelitian Biokimia IPB. Tema yang dipilih sebagai penelitian adalah
penambatan molekuler senyawa kurkuminoid, xanthorizol, β-elemenon, zedoaron
terhadap aktivitas inhibisi enzim dipeptidil peptidase IV.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Laksmi Ambarsari MSi selaku
pembimbing utama dan Dr Tony Ibnu Maryada, MSi selaku pembimbing kedua atas
bimbingan selama penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada keluarga, Nadya Tri Novita, Tria Yuniati, Farah Fadila, Rizal Hakim,
Kak Mau Idhotul Hasanah serta teman-teman Biokimia angkatan 51 yang telah
memberikan dukungan dan semangat.
Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis sebagai
bahan masukan di kemudian hari. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun pihak yang membutuhkannya, serta memberikan kontribusi
bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di
bidang biokimia.

Bogor, Mei 2018

Jasmine Adhili Jeniossa


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Bahan dan Alat .................................................................................................... 2
Prosedur Percobaan ............................................................................................. 2
HASIL 4
Struktur dan Stabilitas Ligan 4
Bioaktivitas Ligan ............................................................................................... 6
Toksisitas Ligan .................................................................................................. 7
Struktur dan Stabilitas Reseptor 8
Validitas Metode Penambatan Molekuler 9
Penambatan Molekuler 10
Energi dan Ikatan Kimia ................................................................................... 15
PEMBAHASAN 16
Struktur dan Stabilitas Ligan 16
Bioaktivitas Ligan ..... 17
Toksisitas Ligan ................................................................................................ 18
Struktur dan Stabilitas Reseptor ........................................................................ 19
Validitas Metode Penambatan Molekuler ......................................................... 20
Penambatan Molekuler ..................................................................................... 21
Energi dan Ikatan Kimia ................................................................................... 23
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis stabilitas ligan dengan aturan Lipinski 6


2 Hasil analisis bioaktivitas ligan 6
3 Hasil analisis toksisitas ligan 7
4 Hasil validasi metode penambatan molekuler 10
5 Binding site similarity ligan uji dengan ligan kontrol 12
6 Hasil penambatan molekuler ligan terhadap enzim DPP IV 15

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kimia ligan uji 5


2 Struktur tiga dimensi enzim dipeptidil peptidase IV 3F8S 8
3 Diagram Ramachandran enzim dipeptidil peptidase IV 9
4 Visualisasi penambatan molekuler ligan 13
5 Domain enzim dipeptidil peptidase IV 19
6 Interaksi gosogliptin dengan sisi aktif enzim dipeptidil peptidase IV 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 29


2 Hasil ΔG dan RMSD hasil penambatan molekuler 30
3 Contoh perhitungan konstanta inhibisi 34
1

PENDAHULUAN

Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) terus meningkat dari tahun ke


tahun. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa penderita DM
pada tahun 2010 mencapai 285 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah
7 juta orang setiap tahunnya sehingga pada tahun 2030 akan mencapai 438 juta
orang. Sebanyak 90% dari total penderita DM mengalami DM tipe II, sedangkan
sisanya mengalami DM tipe I (Salehi et al. 2013). DM merupakan suatu kelainan
metabolik dan banyak terjadi di seluruh dunia yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia (Zaccardi et al. 2015). Penyakit ini secara umum dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu tipe I dan tipe II. Diabetes melitus tipe I merupakan kondisi
hiperglikemia yang terjadi akibat rusaknya sel β pankreas karena autoimun atau
penyebab genetik lain yang menyebabkan produksi hormon insulin menurun
(Zaccardi et al. 2015). Sementara itu, diabetes melitus tipe II terjadi karena sel-sel
tubuh resisten terhadap insulin. Penyakit DM tipe II dapat terjadi karena gaya hidup
yang tidak sehat atau terjadinya obesitas (Olokoba et al. 2012).
Glucagon like peptide 1 (GLP 1) merupakan salah satu hormon inkretin
yang berperan dalam sekresi insulin postpandrial. Hormon ini diproduksi oleh sel
L pada usus halus. Selain itu, GLP 1 juga berperan dalam meningkatkan ekspresi
insulin, menghambat apoptosis sel pankreas, menurunkan sekresi glukagon,
memperlambat pengosongan perut, memicu rasa kenyang, dan meningkatkan
pembuangan glukosa periferal. Namun, waktu paruh GLP 1 dalam tubuh cukup
singkat karena akan segera didegradasi oleh enzim dipeptidil peptidase IV (DPP
IV) (Donnelly 2011). Inhibitor enzim DPP IV mulai diteliti sebagai salah satu obat
yang diberikan kepada pasien diabetes mellitus karena dapat meningkatkan sekresi
insulin yang bergantung pada kadar glukosa sehingga resistensi sel-sel tubuh
terhadap insulin yang dialami penderita diabetes mellitus tipe II dapat diatasi
(Kristin 2016).
Beberapa inhibitor enzim DPP IV yang sudah banyak digunakan sebagai obat
antidiabetes saat ini antara lain sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, dan linagliptin.
Namun, penggunaan senyawa tersebut menimbulkan efek samping seperti sakit
kepala, tremor, penurunan glukosa darah secara drastis, dan penurunan berat badan
(Ghosh et al. 2017). Efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan senyawa
kimia sintetik sebagai obat antidiabetes membuat pemanfaatan tumbuhan herbal
sebagai obat antidiabetes mulai banyak diminati.
Obat herbal terdiri atas campuran kompleks senyawa aktif yang berasal dari
suatu bagian tanaman (Putri 2014). Beberapa rimpang tumbuhan Curcuma yang
berasal dari famili Zingiberaceae telah banyak dimanfaatkan dalam pengobatan
tradisional di China, India, termasuk juga Indonesia, salah satunya sebagai obat
antidiabetes. Beberapa jenis tumbuhan tersebut yang sudah sering dimanfaatkan
yaitu temulawak, temu hitam, dan temu putih. Masing-masing tumbuhan tersebut
memiliki senyawa yang khas yaitu xanthorizol pada temulawak, β-elemenon pada
temu hitam, dan zedoaron pada temu putih. Ketiga jenis temu tersebut memiliki
hubungan kekerabatan yang dekat (Rukmana 1995).
Kurkuminoid merupakan senyawa utama tumbuhan Curcuma yang terdiri
atas kurkumin 60-70%, demetoksikurkumin 20-27%, dan bisdemetoksikurkumin
10-15% (Nelson et al. 2017). Senyawa ini memiliki sifat antikanker, antihipertensi,
2

antiinflamasi, antimikroba, serta antidiabetes (Shome et al. 2016). Masing-masing


jenis tumbuhan Curcuma memiliki senyawa khas yang berbeda. Senyawa khas
temulawak, yaitu xanthorizol, (Rukmana 1995) memiliki sifat antimikroba,
antiinflamasi, antioksidan, antihiperglikemia, antihipertensi (Oon et al. 2015).
Temu hitam mengandung beberapa senyawa khas, salah satunya β-elemenon
(Ichzan 2014), sedangkan senyawa khas temu putih adalah zedoaron (Rukmana
2004). β-elemenon dan zedoaron berpotensi untuk digunakan sebagai insektisida
(Liu et al. 2012). Penelitian Istyastono (2009) secara in silico menyatakan bahwa
senyawa kurkumin mampu menghambat aktivitas enzim DPP IV, tetapi potensi
senyawa kurkuminoid serta beberapa senyawa tumbuhan Curcuma lainnya belum
diketahui. Penelitian in silico merupakan metode yang sederhana dan cepat
sehingga dapat digunakan untuk pencarian target baru dalam perancangan obat
(Saeidnia et al. 2013).
Penelitian ini bertujuan memprediksi daya inhibisi senyawa kurkuminoid
dan beberapa bahan aktif lain tumbuhan Curcuma yaitu xanthorizol dari temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), β-elemenon dari temu hitam (Curcuma aeruginosa), dan
zedoaron dari temu putih (Curcuma zedoaria) melalui simulasi penambatan
molekuler (in silico). Hasil prediksi yang dilakukan sebelumnya akan digunakan
untuk menentukan bahan aktif yang berpotensi paling tinggi sebagai inhibitor
enzim DPP IV. Hipotesis penelitian ini yaitu senyawa turunan kurkumin dan bahan
aktif lain dari tumbuhan Curcuma yang diujikan secara in silico mampu
menghambat aktivitas enzim DPP IV.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu laptop dengan spesifikasi


ASUS A455L core i3, sistem operasi Windows 10 dan perangkat lunak (software)
MarvinView, Discovery Studio Visualizer 2017 Client, AutoDock Vina Tools (The
Scripps Research Institute, USA), dan Ligplot+ 1.5.4.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain file ligan dan
reseptor enzim DPP IV dengan format fasta, PDB, PDBQT, struktur kimia enzim
DPP IV, struktur kimia kurkumin, bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin,
xanthorizol, β-elemenon, zedoaron, gosogliptin sebagai ligan kontrol, dan
sitagliptin sebagai ligan pembanding.

Prosedur Percobaan

Preparasi Struktur Ligan dan Analisis Stabilitas


Preparasi struktur ligan dan analsisi stabilitas dilakukan sesuai dengan
prosedur Pratama (2015) dan Setiawan (2015) yang telah dimodifikasi. Ligan uji
yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu kurkumin, demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin, xanthorizol, β-elemenon, dan zedoaron. Sementara itu,
ligan kontrol yang akan digunakan adalah gosogliptin sedangkan ligan
pembandingnya yaitu sitagliptin yang merupakan inhibitor DPP IV komersial.
3

Struktur ligan dapat dilihat dari basis data protein data bank (PDB) pada
pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Setelah itu, ligan 2D yang telah diunduh dimasukkan
ke aplikasi MarvinView untuk diubah menjadi 3D dan formatnya menjadi PDB.
Optimasi ligan dilakukan menggunakan AutoDock Tools 1.5.6 yaitu dengan
menambah ion hidrogen, lalu hasilnya disimpan dengan format PDBQT. Ligan-
ligan tersebut kemudian dianalisis stabilitasnya yaitu kelarutan dan daya serapnya
berdasarkan aturan Lipinski dengan mengakses laman http://www.scfbio-
iitd.res.in/software/drugdesign/ lipinski.jsp.
Prediksi Bioaktivitas Ligan
Ligan uji maupun ligan pembanding yang akan digunakan pada penelitian
ini diprediksi terlebih dahulu bioaktivitasnya. Prediksi bioaktivitas ligan dilakukan
seperti pada penelitian Ochieng et al. (2017) yaitu dengan mengakses laman
molinspiration.com. Struktur ligan yang akan diprediksi diunggah terlebih dahulu
ke laman tersebut, lalu diklik pilihan ‘Predict Bioactivity’. Hasil prediksi kemudian
akan muncul pada laman tersebut.
Prediksi Toksisitas
Ligan uji maupun ligan pembanding yang akan digunakan pada penelitian
ini diprediksi terlebih dahulu toksisitasnya sesuai dengan prosedur Ochieng et al.
(2017). Prediksi toksisitas ligan digunakan dengan mengakses laman
http://lmmd.ecust.edu.cn/admetsar1/predict/. Struktur SMILES ligan yang akan
diprediksi diunggah terlebih dahulu ke laman tersebut, lalu diklik pilihan ‘Predict’.
Hasil prediksi kemudian akan muncul pada laman tersebut.
Preparasi Struktur dan Analisis Kestabilan Reseptor
Struktur enzim dipeptidil peptidase IV (DPP IV) dengan kode 3F8S diunduh
dari laman http://www.rscb.org. Reseptor tersebut dianalisis kestabilannya melalui
diagram Ramachandran seperti yang dilakukan pada penelitian Pratama (2015) dan
Setiawan (2015). Reseptor yang dapat digunakan untuk metode penambatan
molekuler harus memiliki resolusi kristalogi sebesar kurang dari atau sama dengan
2,5 Å dan memiliki struktur 3D yang stabil. Protein reseptor dimasukkan ke dalam
aplikasi Discovery Studio Visualizer lalu dihilangkan molekul air dan ligan yang
masih menempel di strukturnya dan ditambahkan ion hidrogen. Setelah itu, hasilnya
disimpan dalam format PDB. Struktur yang telah dipreparasi tersebut diubah
formatnya menjadi PDBQT menggunakan aplikasi AutoDock Tools 1.5.6.
Validasi Metode Penambatan Molekuler
Validasi metode dilakukan dengan memodifikasi prosedur Anitha et al.
(2015). Ligan gosogliptin (PF2) yang menempel pada struktur protein reseptor DPP
IV diekstraksi terlebih dahulu, lalu dipreparasi. Setelah itu, penambatan molekuler
dilakukan dengan mengatur ukuran dimensi x, y, z 40 dan pusat x 18.055, pusat y
17.808, pusat z 33.79. Penambatan molekuler dilakukan sebanyak 10 kali hingga
mendapatkan nilai root mean standard deviation (RMSD) kurang dari 2,5 Å
sebanyak minimal 3 kali.
Penambatan Molekuler
Penambatan molekuler dilakukan menggunakan AutoDock Tools 1.5.6 dan
AutoDock Vina (Scripps Research Institute, USA) seperti yang dikembangkan oleh
4

Anitha et al. (2015). Folder Vina sebelumnya diletakkan pada drive C. File reseptor
dan ligan hasil preparasi dengan format PDBQT kemudian dimasukkan ke dalam
folder Vina. Dokumen configuration dibuat dengan memasukkan data berupa nama
dokumen reseptor dan ligan yang digunakan, nama dokumen hasil penambatan
molekuler (out), dan ukuran serta pusat daerah penambatan seperti yang diatur pada
tahap validasi metode. Penambatan molekuler dilakukan menggunakan program
command prompt “cmd”. Program “cmd” dibuka, lalu perintah pemrograman
dilakukan hingga berada difolder Vina. Perintah pemrograman untuk menjalankan
program penambatan molekuler yaitu “C:\vina --config conf.txt --log log.txt”
kemudian tekan enter. Hasil penambatan molekuler didapatkan dokumen out
dengan format PDBQT dan log dengan format txt. Dokumen dibuka menggunakan
aplikasi Discovery Studio Visualizer. Dokumen log yang berisi data nilai perubahan
energi bebas Gibbs (ΔG).
Analisis Energi dan Ikatan Kimia
Penambatan molekuler menghasilkan model interaksi ligan uji dan reseptor.
Energi hasil penambatan molekuler tersebut akan digunakan untuk menganalisis
afinitas ikatan serta konstanta inhibisi (Ki) dari ligan terhadap reseptor sesuai
dengan prosedur Pratama (2015) dan Setiawan (2015). Model penambatan ligan
uji-reseptor dengan nilai ΔG yang terendah dipilih dan visualisasi 3D yang paling
mendekati model interaksi reseptor dengan ligan kontrol. Model tersebut
digabungkan dengan reseptor pada Discovery Studio Visualizer. Ligan uji
digabungkan dengan reseptor tersebut dengan cara menyalin (copy) model terpilih
pada layar tab “ligand” dan ditempelkan (paste) pada layar tab “macromolecule”.
Ligan ditarik (drag) ke reseptor sehingga struktur keduanya menjadi satu. Hasil
penggabungan disimpan dengan format PDB kemudian dianalisis energi dan ikatan
kimianya. Analisis interaksi molekul yang dilakukan yaitu analisis ikatan hidrogen,
interaksi hidrofobik. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak Ligplot+
1.5.4.

HASIL

Struktur dan Stabilitas Ligan

Struktur dan stabilitas suatu ligan akan memengaruhi potensinya dalam


menginhibisi protein, misalnya enzim. Oleh karena itu, kedua parameter ini biasa
digunakan dalam perancangan obat. Ligan uji yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas enam ligan. Tiga ligan di antaranya merupakan senyawa kurkuminoid
yang terdapat pada semua tumbuhan temu-temuan yaitu kurkumin,
demetoksikukumin, dan bisdemetoksikurkumin. Ligan lainnya yaitu β-elemenon
dari temu hitam, xanthorizol dari temulawak, dan zedoaron dari temu putih.
Senyawa kurkuminoid memiliki struktur yang mirip yaitu dengan struktur dasar
terdiri atas dua rantai aromatik dan rantai alifatik yang memiliki dua gugus keton
(Gambar 1A, 1B, 1C). Kurkumin memiliki dua gugus hidroksil dan dua gugus
metoksil yang terikat pada kedua cincin benzenanya (Gambar 1A).
Demetoksikurkumin memiliki dua gugus hidroksil dan satu gugus metoksil
(Gambar 1B). Bisdemetoksikurkumin memiliki dua gugus hidroksil dan tidak
5

memiliki gugus metoksil (Gambar 1C). Ligan β-elemenon memiliki satu rantai
alifatik siklik yang mengikat satu gugus keton (Gambar 1D). Xanthorizol memiliki
satu rantai aromatik yang mengikat satu gugus hidroksil (Gambar 1E). Sementara
itu, zedoaron memiliki satu rantai aromatik dan sebuah gugus keton pada rantai
alifatiknya (Gambar 1F). β-elemenon, xanthorizol, dan zedoaron memiliki ukuran
yang lebih kecil dibanding dengan senyawa kurkuminoid.
Ligan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat harus memenuhi aturan
Lipinski. Aturan Lipinski terdiri atas lima aturan yang harus dipenuhi oleh suatu
senyawa yang dapat dijadikan sebagai obat oral. Kelima aturan tersebut yaitu massa
atom relatif kurang dari 500 Da, donor ikatan hidrogen kurang dari 5, akseptor
ikatan hidrogen kurang dari 10, log P kurang dari 5, dan nilai refraktivitas molar
berkisar antara 40-130 (Lipinski et al. 2001). Aturan tersebut akan berhubungan
dengan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi suatu senyawa sehingga
dapat diketahui kondisi senyawa tersebut apabila masuk ke dalam tubuh (Singh et
al. 2013).
Ligan uji, kontrol, dan ligan pembanding memiliki massa atom relatif
kurang dari 500 Da. Ligan-ligan uji, kontrol dan sitagliptin memiliki jumlah donor
ikatan hidrogen kurang dari 5 dan jumlah akseptor ligan ikatan hidrogen kurang
dari 10. Sementara itu, hampir semua ligan memiliki nilai log P di bawah 5, kecuali
ligan uji β-elemenon yang memiliki nilai log P sebesar 5.483. Aturan refraktivitas
molar dipenuhi oleh semua ligan karena nilainya masih berkisar antara 40-130
(Tabel 1).

A B C

D E F

Gambar 1 Struktur kimia ligan uji (A) kurkumin, (B) demetoksikurkumin, (C)
bisdemetoksikurkumin, (D) β-elemenon, (E) xanthorizol, (F) zedoaron (Sumber:
Pubchem 2018)
6

Tabel 1 Hasil analisis stabilitas ligan dengan aturan Lipinski

Ligan Massa Donor Akseptor Log P Refraktitivitas


atom Ikatan Ikatan Molar
relatif Hidrogen Hidrogen
(Da)
Kontrol 368.000 3 5 -2.247 90.071
Pembanding 417.000 4 3 -1.461 91.889
β-elemenon 238.000 1 1 5.483 90.547
Bisdemetoksikurkumin 312.000 4 4 4.157 89.662
Kurkumin 372.000 0 6 3.344 95.535
Demetoksikurkumin 342.000 4 5 3.555 96.839
Xanthorizol 222.000 1 1 4.611 75.682
Zedoaron 244.000 1 2 4.847 83.093

Bioaktivitas Ligan

Tabel 2 Hasil analisis bioaktivitas ligan

Ligan Ligan Modulator Inhibitor Ligan Inhibitor Inhibitor


GPCR Kanal Ion Kinase Nuklir Protease Enzim
Reseptor
Kontrol 0.80 0.38 0.52 -0.01 1.03 0.29
Pembanding 0.25 -0.27 0.01 -0.60 0.56 -0.06
β-elemenon -0.69 -0.27 -1.32 0.19 -0.57 0.11
Bisdemetoksikurkumin 0.00 -0.14 -0.26 0.25 -0.08 0.15
Kurkumin -0.06 -0.20 -0.26 0.12 -0.14 0.08
Demetoksikurkumin -0.04 -0.20 -0.26 0.18 -0.14 0.10
Xanthorizol -0.38 -0.09 -0.64 0.09 -0.61 -0.03
Zedoaron -0.70 -0.38 -1.13 -0.16 -0.79 -0.10

Ligan kontrol, sitagliptin, dan ligan uji diprediksi bioaktivitasnya


menggunakan software Molinspiration. Parameter bioaktivitas yang didapatkan
terdiri atas enam jenis yaitu ligan G-protei coupled receptors (GPCR), modulator
kanal ion, inhibitor kinase, inhibitor protese, dan inhibitor enzim. Hasil skor analisis
bioaktivitas ligan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu aktif (> 0), cukup
aktif (-5 – 0), dan tidak aktif (< -5) (Valli dan Geetha 2015).
Ligan kontrol, pembanding, dan bisdemetoksikurkumin merupakan ligan
GPCR yang aktif, sedangkan β-elemenon, kurkumin, demetoksikurkumin,
xanthorizol, zedoaron termasuk ligan GPCR yang cukup aktif. Ligan kontrol
termasuk modulator kanal ion yang aktif, sementara ligan pembanding dan semua
ligan uji tergolong modulator kanal ion yang cukup aktif. Ligan kontrol dan
sitagliptin merupakan inhibitor kinase yang aktif, sedangkan ligan-ligan uji
termasuk inhibitor kinase yang cukup aktif. β-elemenon, bisdemetoksikurkumin,
kurkumin, demetoksikurkumin, xanthorizol adalah ligan nuklir reseptor yang aktif,
sementara ligan kontrol, sitagliptin, dan zedoaron merupakan ligan nuklir reseptor
yang cukup aktif. Ligan kontrol dan sitagliptin merupakan inhibitor protease yang
aktif, sedangkan ligan-ligan uji merupakan inhibitor protease yang cukup aktif.
7

Ligan kontrol, β-elemenon, bisdemetoksikurkumin, kurkumin, demetoksikurkumin


termasuk inhibitor enzim yang aktif, sementara ligan pembanding, xanthorizol, dan
zedoaron adalah inhibitor enzim yang cukup aktif (Tabel 2).

Toksisitas Ligan

Prediksi toksisitas merupakan salah satu hal penting yang perlu dilakukan
dalam perancangan obat, misalnya melalui pendekatan in silico. Toksisitas yaitu
derajat/ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu senyawa untuk
menyebabkan kerusakan sel atau organ pada suatu organisme. Beberapa jenis
toksisitas yang biasanya dipertimbangkan dalam perancangan obat yaitu toksisitas
hepatologi, hematologi, kardiovaskuler, karsinogenisitas, sitotoksisitas, dan lain
sebagainya (Lagorce et al. 2017).
Prediksi toksisitas yang dilakukan pada penelitian ini mencakup tiga jenis
yaitu inhibisi human ether-a-go-go related gene (herG), karsinogenisitas, dan
toksisitas oral akut. Skor tertinggi inhibisi herG diperoleh dari ligan kurkumin
sebesar 0.9421, sedangkan skor terendah berasal dari ligan xanthorizol yaitu 0.6323.
Hasil uji herG untuk ligan kontrol, pembanding, dan semua ligan uji menyatakan
bahwa ligan-ligan tersebut tergolong sebagai inhibitor yang lemah (Tabel 3).
Prediksi karsinogenisitas yang dilakukan menunjukkan bahwa ligan kontrol,
pembanding, dan semua ligan uji termasuk senyawa yang non karsinogen. Skor
tertinggi didapatkan dari ligan kontrol sebsesar 0.9013 dan skor terendah diperoleh
dari β-elemenon sebesar 0.7313. Hasil prediksi toksisitas oral akut dengan skor
tertinggi didapatkan oleh xanthorizol yaitu sebesar 0.8442, sedangkan skor terendah
diperoleh dari zedoaron sebesar 0.5212. Ligan kontrol, pembanding, dan semua
ligan uji termasuk dalam kategori III dalam uji toksisitas oral akut (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil analisis toksisitas ligan

Inhibisi Human Karsinogenisitas Toksisitas Oral Akut


Ether-A-Go-Go
Ligan Related Gene
(herG)
Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor
Kontrol Inhibitor 0.9341 Non 0.9013 III 0.5988
lemah karsinogenik
Pembanding Inhibitor 0.7076 Non 0.7973 III 0.6023
lemah karsinogenik
β-elemenon Inhibitor 0.9331 Non 0.7313 III 0.5849
lemah karsinogenik
Bisdemetoksikurkumin Inhibitor 0.8670 Non 0.8156 III 0.6484
lemah karsinogenik
Kurkumin Inhibitor 0.9421 Non 0.8689 III 0.6349
lemah karsinogenik
Demetoksikurkumin Inhibitor 0.9266 Non 0.8866 III 0.6250
lemah karsinogenik
Xanthorizol Inhibitor 0.6323 Non 0.8229 III 0.8442
lemah karsinogenik
Zedoaron Inhibitor 0.8922 Non 0.8836 III 0.5212
lemah karsinogenik
8

Struktur dan Stabilitas Reseptor

Enzim dipeptidil peptidase IV (DPP IV) digunakan sebagai reseptor dalam


penelitian ini. Struktur tersier enzim tersebut didapatkan dari rcsb.org dengan kode
3F8S. Enzim DPP IV merupakan dimer yang terdiri atas dua rantai yaitu rantai A
dan rantai B dengan 766 residu asam amino. Tiga residu yaitu Ser630, Asp708,
His740 merupakan triad katalitik enzim yang berperan dalam aktivitas katalitik
enzim. Triad katalitik tersebut berada pada rantai A (Gambar 2). Struktur enzim
berikatan dengan sembilan ligan, dua di antaranya merupakan ligan yang unik.
Kedua ligan tersebut adalah 2-(4-{(3S,5S)-5-[(3,3-difluoropirrolidin-1-
yl)karbonil]pirrolidin-3-yl}piperazin-1yl)pirimidin (PF2) dan N-asetil-D-
glukosamin. Ligan PF2 dikenal juga sebagai gosogliptin yang merupakan salah satu
inhibitor enzim DPP IV yang baru ditemukan (Nedosugova et al. 2014).
Struktur 3D enzim ini diperoleh melalui kristalografi dengan metode
difraksi sinar X, dan resolusi yang dihasilkan yaitu 2.43 Å. Diagram Ramachandran
dari enzim DPP IV dengan kode 3F8S menunjukkan bahwa konformasi yang paling
banyak terdapat dalam enzim ini adalah β-sheet. Selain itu, enzim ini juga cukup
banyak memiliki konformasi α-heliks dan beberapa konformasi γ-turn. Sebanyak
92.2% residu asam amino berada di daerah yang disukasi (favoured), 6.7% residu
asam amino berada di daerah yang diijinkan (allowed), dan 1.1% residu asam amino
berada di daerah yang dihindari (outlier) (Gambar 3). Asam amino yang terletak
dalam kuadran kanan bawah terdiri dari tiga residu yaitu Asp74, Ser630, dan
Ser242.

Gambar 2 Struktur tiga dimensi enzim dipeptidil peptidase IV 3F8S (Sumber:


Dokumen pribadi)
9

Gambar 3 Diagram Ramachandran enzim dipeptidil peptidase IV (Sumber:


http://mordred.bioc.cam.ac.uk)

Validitas Metode Penambatan Molekuler

Validasi metode perlu dilakukan sebelum melakukan penambatan molekuler


untuk memastikan bahwa metode yang digunakan akurat, serta ukuran grid box
sudah sesuai dan mencakup sisi aktif enzim sebagai target penambatan molekuler.
Validasi metode dilakukan dengan menambatkan ligan yang sudah terdapat pada
struktur kristal reseptor terhadap reseptor DPP IV sebanyak 10 kali ulangan. Grid
box yang digunakan yaitu ukuran dimensi x, y, z 40 dan pusat x 18.055, pusat y
17.808, pusat z 33.79.
Hasil tersebut kemudian akan dievaluasi menurut nilai root mean square
deviation (rmsd). Nilai rmsd menunjukkan perbandingan konformasi antara hasil
penambatan molekuler dengan konformasi yang sebenarnya, sehingga nilai ini juga
akan menggambarkan akurasi metode penambatan mokuler yang dilakukan
(Dhanik et al. 2013). Hasil validasi menunjukkan rata-rata nilai rmsd lower bound
(l.b) sebesar 3.466 Å dan rata-rata nilai rmsd upper bound (u.b) adalah 3.923 Å.
Rata-rata hasil validasi menunjukkan nilai kurang dari 4.00 Å Namun, ulangan ke-
3 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari rata-rata yaitu rmsd l.b sebesar 1.389
Å dan rmsd u.b sebesar 1.625 Å, sedangkan ulangan ke-4 menunjukkan nilai yang
lebih tinggi yaitu rmsd l.b sebesar 13.755 dan rmsd u.b sebesar 14.667 Å (Tabel 4).
Hasil validasi juga menunjukkan rata-rata energi afinitas yang dihasilkan yaitu
sebesar -8.45 kkal/mol.
10

Tabel 4 Hasil validasi metode penambatan molekuler

Ulangan RMSD RMSD Energi Afinitas Ikatan Hidrogen Interaksi Hidrofobik


L.B. U.B. (kkal/mol)
(Å) (Å)
1 2.398 2.838 -8.6 Glu205, Glu206 Val656, Val711,
Ser630, Tyr662,
Tyr631, Tyr666,
His126, Ser209
2 2.554 2.874 -8.2 Glu205 Tyr662, Tyr666,
Ser630, Glu206,
Tyr547, Tyr631,
Phe357, Arg358
3 1.389 1.625 -8.4 Glu205, Glu206, Ser630, Val656,
Ser209 Tyr666, Val711,
Tyr662, Phe357,
Arg358
4 13.755 14.667 -7.6 Arg356, Pro359, Ile405, Ser360,
Arg358 Glu361, Asp302,
Phe208, Ser212,
Trp215
5 2.509 2.988 -8.6 Glu205, Glu206 Val656, Ser630,
Val711, Tyr662,
Tyr631, Tyr666,
Ser209, His126
6 2.404 2.841 -8.6 Glu205, Glu206 Val711, Ser630,
Val656, Tyr662,
Tyr631, Tyr666,
Ser209, His126
7 2.388 2.828 -8.6 Glu205, Glu206 Tyr662, Val656,
Val711, Tyr631,
Tyr666, Ser209,
His126
8 2.393 2.852 -8.7 Glu205, Glu206 Ser630, Val656,
Val711, Tyr666,
Tyr631, Tyr662,
His126, Ser209
9 2.457 2.869 -8.6 Glu205, Glu206 Val656, Tyr631,
Tyr666, Val711,
Ser630, Tyr662,
Ser209, His126
10 2.415 2.844 -8.6 Glu205, Glu206 Val656, Ser630,
Val711, Tyr662,
Tyr631, Tyr666,
Ser209, His126
Rata-rata 3.466 3.923 -8.45

Penambatan Molekuler

Ligan pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah sitagliptin,


sedangkan ligan ujinya antara lain kurkumin, demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin, β-elemenon, xanthorizol, dan zedoaron. Hasil penambatan
molekuler berupa file “log” dengan format .txt menunjukkan afinitas energi ikatan
(ΔG) dan root mean square deviation (rmsd). Visualisasi tersebut akan
memperlihatkan jenis ikatan, panjang ikatan hidrogen, atom pada ligan yang
11

berikatan dengan reseptor, dan residu asam amino pada reseptor enzim yang
berinteraksi dengan ligan. Hasil penambatan molekuler ligan-ligan uji akan
dibandingkan dengan hasil penambatan gosogliptin sebagai kontrol. Hasil tersebut
akan ditunjukkan melalui %binding site similarity (%bss), yang menunjukkan
irisan atau kesamaan antara residu asam amino reseptor yang berikatan dengan
ligan kontrol dan residu asam amino yang berikatan dengan ligan uji, serta ligan
pembanding. Selain energi afinitas, parameter %bss turut digunakan untuk
menentukan kualitas hasil penambatan molekuler.
Gosogliptin sebagai kontrol membentuk dua ikatan hidrogen dengan
Glu205 dan Glu206 dengan panjangnya secara berurutan 3.19 Å dan 3.17 Å. Selain
itu, gosogliptin juga berinteraksi hidrofobik dengan His126, Ser209, Ser630,
Tyr631, Tyr662, Tyr666, Val656, dan Val711. Sitagliptin berinteraksi dengan
empat residu melalui ikatan hidrogen yaitu Glu205, Glu206, Ser630, dan Tyr631
dengan panjang ikatan masing-masing 2.84 Å, 3.13 Å, 3.07 Å, dan 3.21 Å, serta
berinteraksi hidrofobik dengan Arg125, Arg358, His126, Phe357, Ser209, Tyr547,
Tyr662, dan Tyr666, dengan nilai %BSS sebesar 80%. Ligan uji kurkumin
menunjukkan BSS sebesar 70% dan menghasilkan lima ikatan hidrogen dengan
Arg669 (3.10 Å), Glu206 (3.14 Å), Ser209 (2.91 Å), Ser630 (3.23 Å), Tyr662 (3.32
Å) dan delapan interaksi hidrofobik dengan Arg125, Asn710, Glu205, Phe357,
Ser552, Tyr547, Tyr631, Tyr666. Demetoksikurkumin berikatan hidrogen dengan
Arg356 (3.33 Å), Arg358 (2.93 Å), Ser209 (3.05 Å), Tyr547 (2.70 Å), serta
berinteraksi hidrofobik dengan Arg125, Glu205, Glu206, Phe357, Tyr662, Tyr666
sehingga nilai %BSS nya sebesar 50% (Tabel 5).
Bisdemetoksikurkumin menunjukkan %BSS sebesar 70% melalui dua
ikatan hidrogen dengan Glu 205 (2.96 Å & 3.11 Å) dan satu ikatan hidrogen dengan
Ser630 (3.23 Å), serta berinteraksi hidrofobik dengan Arg125, Arg358, Asn710,
Glu206, Phe357, Tyr547, Tyr662, Val656, Val711. Ligan uji β-elemenon
menghasilkan sembilan interaksi hidrofobik dengan Arg358, Phe357, Ser209,
Ser630, Tyr547, Tyr631, Tyr662, Tyr666, Val711 dan berikatan hidrogen dengan
Glu205 (3.08 Å), serta Glu206 (3.00 & 3.22 Å). Nilai %BSS β-elemenon adalah
sebesar 80%. Xanthorizol menghasilkan %BSS sebesar 80% melalui dua ikatan
hidrogen dengan Glu205 (3.10 Å) dan Ser209 (2.87 Å), serta sepuluh interaksi
hidrofobik dengan Arg669, Glu206, Phe357, Ser630, Trp659, Tyr547, Tyr631,
Tyr662, Tyr666, dan Val656. Ligan uji zedoaron hanya membentuk satu ikatan
hidrogen dengan Glu205 (2.83 Å) dan sembilan interaksi hidrofobik dengan Glu206,
Phe357, Ser630, Trp639, Tyr547, Tyr631, Tyr662, Tyr666, Val711
sehingga %BSS nya bernilai 70% (Tabel 5).
β-elemenon dan xanthorizol memiliki nilai %BSS tertinggi yaitu sebesar
80%, sama dengan %BSS sitagliptin sebagai ligan pembanding. Sementara itu,
demetoksikurkumin menghasilkan %BSS terendah sebesar 50%. Nilai rmsd
terbesar dihasilkan oleh bisdemetoksikurkumin yaitu sebesar 14.495 Å, sedangkan
xanthorizol dan zedoaron menghasilkan rmsd terendah sebesar 0.000 Å. Penelitian
ini juga menunjukkan bahwa nilai rmsd tidak selalu berkorelasi dengan %BSS
maupun energi afinitas. Sitagliptin dengan rmsd cukup besar yaitu 5.847 Å
menghasilkan energi afinitas sebesar -7.2 kkal/mol dan %BSS sebesar 80%.
Sementara itu, zedoaron yang memiliki rmsd terendah yaitu sebesar 0.000 Å,
menghasilkan energi afinitas dan %BSS yang lebih rendah yaitu -6.2 kkal/mol dan
70% (Tabel 5).
12

Tabel 5 Binding site similarity ligan uji dengan ligan kontrol

Ligan Energi RMSD Jarak Ikatan Residu Atom pada Residu %BSS
Afinitas (Å) Hidrogen Asam Ligan Asam
(kkal/mol) (Å) Amino Amino
Berikatan Berikatan
Hidrogen Hidrofobik
Kontrol -8.6 2.398 3.19 Glu205 N2 His126, 100
3.17 Glu206 N2 Ser209,
Ser630,
Tyr631,
Tyr662,
Tyr666,
Val656,
Val711
Pembanding -7.2 5.847 2.84 Glu205 O Arg125, 80
3.13 Glu206 O Arg358,
3.07 Ser630 N4 His126,
Phe357,
3.21 Tyr631 F1 Ser209,
Tyr547,
Tyr662,
Tyr666
Kurkumin -6.3 1.660 3.10 Arg669 O2 Arg125, 70
3.14 Glu206 O2 Asn710,
2.91 Ser209 O3 Glu205,
3.23 Ser630 O6 Phe357,
Ser552,
3.32 Tyr662 O6 Tyr547,
Tyr631,
Tyr666
Demetoksikur -6.4 14.438 3.33 Arg356 O4 Arg125, 50
kumin 2.93 Arg358 O3 Glu205,
3.14 O3 Glu206,
3.05 Ser209 O3 Phe357,
3.15 O2 Tyr662,
2.70 Tyr547 O5 Tyr666
Bisdemetoksi -6.5 14.495 2.96 Glu205 O1 Arg125, 70
kurkumin 3.11 O2 Arg358,
3.23 Ser630 O3 Asn710,
Glu206,
Phe357,
Tyr547,
Tyr662,
Tyr666,
Val656,
Val711
β-elemenon -6.1 1.391 3.08 Glu205 O Arg358, 80
3.00 Glu206 O Phe357,
3.22 O Ser209,
Ser630,
Tyr547,
Tyr631,
Tyr662,
Tyr666,
Val711
Xanthorizol -6.0 0.000 3.10 Glu205 O 80
13
Tabel 5 Binding site similarity ligan uji dengan ligan kontrol (lanjutan)
Arg669,
2.87 Ser209 O Glu206,
Phe357,
Ser630,
Trp659,
Tyr547,
Tyr631,
Tyr662,
Tyr666,
Val656
Zedoaron -6.2 0.000 2.83 Glu205 O Glu206, 70
Phe357,
Ser630,
Trp659,
Tyr547,
Tyr631,
Tyr662,
Tyr666,
Val711

(A) (B)

Gambar 4 Visualisasi penambatan molekuler ligan (A) kontrol, (B) pembanding


14

(C) (D)

Gambar 4 Visualisasi penambatan molekuler ligan yaitu (C) kurkumin, (D)


demetoksikurkumin

(E) (F)

Gambar 4 Visualisasi penambatan molekuler ligan yaitu (E)


bisdemetoksikurkumin , (F) β-elemenon
15

(G) (H)

Gambar 4 Visualisasi penambatan molekuler ligan (G) xanthorizol, (H)


zedoaron

Energi dan Ikatan Kimia

Tabel 6 Hasil penambatan molekuler ligan terhadap enzim DPP IV

Ligan Energi Afinitas Konstanta Jumlah Ikatan Jumlah


(kkal/mol) Inhibisi (µM) Hidrogen Interaksi
Hidrofobik
Kontrol -8.6 0.489 2 8
Pembanding -7.2 5.204 4 8
Kurkumin -6.3 23.820 5 8
Demetoksikukumin -6.4 20.116 4 6
Bisdemetoksikurkumin -6.5 16.988 2 10
β-elemenon -6.1 33.398 2 9
Xanthorizol -6.0 39.548 2 10
Zedoaron -6.2 28.205 1 9

Energi afinitas ligan pada suatu reseptor menunjukkan kekuatan ikatan antara
ligan dengan reseptor dan kestabilan kompleks yang dibuat oleh keduanya. Energi
afinitas digunakan sebagai parameter utama untuk menentukan kualitas hasil
penambatan molekuler. Nilai ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai
konstanta inhibisinya (Ki). Ki diperoleh melalui persamaan sebagai berikut:

ΔG = -RT ln Ki
16

Nilai Ki berbanding lurus dengan energi afinitas, semakin negatif energi


afinitas, maka semakin kecil pula Ki nya, dan sebaliknya. Gosogliptin sebagai
kontrol memiliki nilai energi afinitas paling negatif yaitu -8.6 kkal/mol.
Bisdemetoksikurkukumin merupakan ligan uji dengan nilai energi afinitas paling
negatif yaitu sebesar -6.5 kkal/mol, sedangkan xanthorizol menjadi ligan uji dengan
nilai energi afinitas paling positif karena memiliki energi afinitas sebesar -6.0
kkal/mol. Nilai tersebut berkorelasi dengan nilai konstanta inhibisi. Gosogliptin
memiliki nilai Ki yang terkecil yaitu sebesar 0.489 µM. Sitagliptin memiliki nilai
Ki sebesar 5.204 µM. Senyawa kurkuminoid yaitu kurkumin, demetoksikurkumin,
dan bisdemetoksikurkumin memiliki nilai Ki secara berurutan 23.820 µM, 20.116
µM, 16.988 µM. Sementara itu, β-elemenon, xanthorizol, dan zedoaron memiliki
nilai Ki secara berurutan 33.398 µM , 39.548 µM , 28.205 µM. Xanthorizol
memiliki nilai Ki tertinggi dibandingkan ligan lainnya (Tabel 6).

PEMBAHASAN

Struktur dan Stabilitas Ligan

Senyawa kurkuminoid merupakan tiga ligan dengan struktur kimia yang


hampir sama. Xanthorizol memiliki kemiripan yang lebih besar dengan senyawa
kurkuminoid dibanding β-elemenon dan zedoaron. Hampir semua ligan uji
memiliki rantai aromatik, kecuali β-elemenon (Gambar 1). Namun, hanya senyawa
kurkuminoid yang memiliki lebih dari dua rantai aromatik (Gambar 1A, 1B, 1C).
Inhibitor enzim DPP IV digolongkan sebagai inhibitor interaksi protein-protein
(PPI). Inhibitor PPI biasanya merupakan senyawa yang besar, bersifat sangat
hidrofobik, kaku, dan memiliki beberapa cincin aromatik (Guo et al. 2013). Dengan
demikian, berdasarkan struktur kimianya senyawa kurkuminoid lebih berpotensi
sebagai inhibitor enzim DPP IV dibandingkan tiga ligan lainnya. Cincin benzena
pada ligan-ligan tersebut mengikat gugus hidroksi. Gugus tersebut membuat
struktur bersifat polar sehingga memungkinkan adanya interaksi yang lebih baik
(Syahputra 2014).
Aturan Lipinski merupakan suatu aturan sederhana yang dapat digunakan
untuk menentukan sifat farmakologi suatu senyawa serta potensinya sebagai obat
oral. Lima aturan Lipinski berhubungan dengan absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi senyawa dalam tubuh, sehingga dapat menggambarkan kondisi
senyawa tersebut bila masuk ke dalam tubuh. Kelima aturan tersebut yaitu massa
atom relatif, jumlah donor ikatan hidrogen (NH dan OH), jumlah akseptor ikatan
hidrogen (N dan O), log P, dan molar refraktivitas (Singh 2013). Aturan Lipinski
sangat penting dalam perancangan obat karena dapat memprediksi efektivitas suatu
obat. Obat yang efektif harus berikatan tepat dengan protein targetnya. Dengan
demikian, obat harus mampu untuk melewati membran sel terlebih dahulu sebelum
akhirnya berikatan dengan protein target (Lipinski et al. 2001).
Massa atom relatif obat seharusnya kurang dari 500 Da karena apabila suatu
senyawa memiliki massa atom relatif yang terlalu besar maka senyawa tersebut
sukar atau bahkan tidak dapat menembus membran sel secara difusi pasif
17

(Syahputra et al. 2014). Massa atom relatif suatu senyawa yang kurang dari 500 Da
menyebabkan senyawa tersebut lebih mudah ditranspor, diserap, dan berdifusi
dalam tubuh (Hanachi et al. 2015). Ligan kontrol, pembanding, serta semua ligan
uji memiliki massa atom relatif kurang dari 500 Da (Tabel 1) sehingga memenuhi
aturan Lipinski.
Jumlah donor ikatan hidrogen yang diijinkan oleh aturan Lipinski yaitu 5,
sedangkan jumlah akseptor ikatan hidrogennya sebanyak 10. Jumlah donor dan
akseptor ikatan hidrogen yang terlalu tinggi menyebabkan kapasitas ikatan
hidrogen juga tinggi. Hal tersebut berarti bahwa energi yang dibutuhkan agar
absorpsi dapat terjadi juga semakin tinggi (Syahputra 2014). Ligan kontrol,
pembanding, dan semua ligan uji memiliki jumlah donor ikatan hidrogen kurang
dari 5 dan akseptor ikatan hidrogen kurang dari 10 (Tabel 1). Dengan demikian,
aturan Lipinski dapat dipenuhi oleh ligan-ligan tersebut.
Log P atau koefisien partisi air/oktanol dapat digunakan untuk
memperkirakan penetrasi dan permeabilitas membran, misalnya pada penyerapan
gastrointestinal (Hanachi et al. 2015). Nilai log P juga menentukan hidrofobisitas
suatu senyawa, semakin besar nilai log P maka senyawa tersebut bersifat semakin
hidrofobik. Aturan Lipinski membatasi nilai log P berkisar antara -0.4 - 5 karena
apabila nilainya lebih dari 5, senyawa terlalu hidrofobik sehingga tertahan lebih
lama pada lipid bilayer membran sel. Senyawa tersebut nantinya dapat berdistribusi
secara lebih luas dalam tubuh sehingga spesifisitasnya rendah, serta cenderung
bersifat toksik bagi tubuh (Syahputra et al. 2014). Bisdemetoksikurkumin,
kurkumin, demetoksikurkumin, xanthorizol, dan zedoaron memenuhi aturan
Lipinski karena memiliki nilai log P kurang dari 5 (Tabel 1). Sementara itu, ligan
kontrol dan pembanding memiliki nilai log P kurang dari -0.4, sedangkan nilai log
P β-elemenon lebih dari 5 (Tabel 1). Ketiga ligan tersebut tidak memenuhi aturan
Lipinski. Nilai log P dapat dipengaruhi oleh kompleksitas struktur suatu senyawa,
apabila banyak terdapat cincin aromatik maka nilai log P juga akan meningkat
(Lagorce et al. 2017).
Nilai molar refraktivitas menunjukkan ukuran penyebaran suatu molekul
turunan setiap satu mol senyawa. Nilai ini berbanding terbalik dengan nilai
polarisabilitas molekul. Suatu senyawa berpotensi sebagai obat oral bila nilai molar
refraktivitasnya berkisar antara 40-130 (Nindita dan Sanjaya 2014). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ligan kontrol, pembanding, dan ligan uji memenuhi aturan
molar refraktivitas Lipinski (Tabel 1). Berdasarkan lima aturan Lipinski, senyawa
kurkuminoid (bisdemetoksikurkumin, kurkumin, dan demetoksikurkumin),
xanthorizol, dan zedoaron memenuhi aturan Lipinski dan berpotensi sebagai obat
oral. Sementara itu, ligan kontrol, pembanding, dan β-elemenon tidak memenuhi
aturan nilai log P Lipinski. Hal ini sesuai dengan penelitian Setiawan (2015) dan
Hasanah (2017) yang menyatakan bahwa senyawa kurkuminoid memenuhi aturan
Lipinski.

Bioaktivitas Ligan

G protein-coupled receptors (GPCR) merupakan protein integral yang


dapat mengubah stimulasi ekstraseluler menjadi sinyal intraseluler. Reseptor ini
diekspresikan di banyak jaringan tubuh sehingga seringkali digunakan sebagai
target suatu obat. Selain itu, GPCR juga terlibat dalam komunikasi seluler dan
18

fisiologi manusia lainnya. Senyawa atau ligan yang berikatan dengan reseptor ini
akan menstabilkan konformasi reseptor, lalu mengaktivasi transduser instraseluler
(Wacker et al. 2017). Ligan kontrol, pembanding, dan ligan uji memiliki
bioaktivitas yang tinggi karena bersifat aktif sebagai ligan yang dapat berikatan
dengan GPCR (Tabel 2).
Kanal ion adalah suatu protein transmembran yang membentuk pori berisi
air. Kanal tersebut dapat mengendalikan tegangan potensial pada membran sel
dengan mengendalikan aliran ion antara lingkungan intraseluler dan ekstraseluler.
Hampir semua aspek fisiologi makhluk hidup dipengaruhi oleh kanal ion ini.
Modulator kanal ion dapat menyebabkan gangguan pada kanal ion dan terlibat
dalam terjadinya suatu penyakit. Dengan demikian, kanal ion ini seringkali menjadi
target dalam perancangan obat (Bagal et al.2012). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ligan kontrol merupakan modulator kanal ion yang aktif, sedangkan ligan
lainnya bersifat cukup aktif (Tabel 2). Hal itu berarti bahwa ligan-ligan tersebut
memiliki bioativitas yang cukup tinggi untuk memengaruhi aktivitas kanal ion.
Nuklir reseptor yaitu suatu faktor transkripsi yang dapat diaktifkan dan
dinonaktifkan oleh hormon bersenyawa kecil. Reseptor ini berperan dalam fisiologi
makhluk hidup dan juga sering digunakan menjadi target obat (Lagarde et al. 2014).
Hasil prediksi menunjukkan bahwa ligan kontrol, pembanding, dan zedoaron
termasuk ligan nuklir reseptor yang cukup aktif, sedangkan ligan lainnya
merupakan ligan nuklir reseptor yang aktif (Tabel 2). Hal tersebut menandakan
bahwa ligan-ligan tersebut memiliki bioaktivitas yang cukup tinggi dalam
mengaktivasi nuklir reseptor.
Prediksi bioaktivitas menggunakan software Molinspiration juga
menunjukkan kemampuan ligan dalam berperan sebagai inhibitor kinase, protease,
dan enzim. Hasil penelitian menyatakan bahwa ligan kontrol, pembanding, dan
ligan-ligan uji termasuk sebagai inhibitor yang cukup aktif. Hal ini menunjukkan
bahwa ligan-ligan tersebut juga berpotensi sebagai inhibitor enzim dipeptidil
peptidase IV.

Toksisitas Ligan

Toksisitas merupakan derajat kerusakan sel atau organ pada suatu organisme
yang disebabkan oleh suatu senyawa. Mekanisme toksisitas dibedakan menjadi
empat jenis antara lain toksisitas yang terinduksi farmakofor, toksisitas struktural,
toksisitas terinduksi metabolisme, dan toksisitas yang berhubungan dengan dosis.
Toksisitas suatu senyawa dapat dipengaruhi struktur senyawa tersebut. Identifikasi
awal toksisitas senyawa obat menjadi hal penting yag harus dilakukan dalam
perancangan obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat bekerja efektif
tanpa menimbulkan kerusakan organ tubuh (Lagorce et al. 2017).
Prediksi toksisitas pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
prediksi inhibisi human ether a-go-go-related gene (herG). Kanal K+ herG dapat
dihambat oleh beberapa senyawa dan mutasi genetik. Inhibisi terhadap kanal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kardiak arritmia (Saxena et al. 2016).
Dengan demikian, suatu senyawa obat yang aman bagi tubuh seharusnya tidak
menyebabkan inhibisi terhadap kanal K+ herG. Hasil uji inhibisi herG menunjukkan
bahwa ligan kontrol, pembanding, dan semua ligan uji tergolong sebagai inhibitor
19

lemah terhadap kanal K+ herG (Tabel 3) sehingga senyawa-senyawa tersebut masih


aman dan tidak berisiko tinggi menyebabkan kardiak arritmia.
Karsinogen merupakan senyawa yang memicu terjadinya kanker. Senyawa-
senyawa yang akan digunakan sebagai obat harus diprediksi terlebih dahulu
karsinogenisitasnya untuk memastikan bahwa senyawa tersebut tidak berbahaya
bagi tubuh. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC)
karsinogenisitas suatu senyawa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan
yaitu karsinogenik (golongan 1), probably carcinogenic (golongan 2A), possibly
carcinogenic (golongan 2B), tidak terklasifikasikan (golongan 3), dan non
karsinogenik (golongan 4) (Cogliano et al. 2011). Hasil prediksi karsinogenisitas
menyatakan bahwa ligan kontrol, pembanding, dan semua ligan uji termasuk
senyawa non karsinogenik (golongan 4) (Tabel 3) sehingga aman untuk dijadikan
sebagai obat.
Toksisitas oral akut yaitu suatu efek yang muncul dengan cepat setelah
mengonsumsi secara oral suatu senyawa dalam kurun waktu 24 jam. United State
Environmental Protection Agency (US EPA) membuat klasifikasi toksisitas oral
akut suatu senyawa berdasarkan nilai LD50. Kategori I memiliki LD50 kurang dari
atau sama dengan 50 mg/kg, kategori II dengan LD50 lebih dari 50 dan kurang dari
atau sama dengan 500 mg/kg, kategori III dengan LD50 lebih dari 500 dan kurang
dari atau sama dengan 5000 mg/kg, serta kategori IV dengan LD50 lebih dari 5000
mg/kg (Li et al. 2014). Hasil penelitian menunjukkan ligan kontrol, pembanding,
dan semua ligan uji termasuk dalam kategori III (Tabel 3) sehingga toksisitas akut
oralnya rendah.

Struktur dan Stabilitas Reseptor

Struktur enzim DPP IV terdiri atas dua rantai yaitu rantai A dan rantai B.
Rantai A mengandung tiga residu asam amino yang disebut sebagai triad katalitik
karena berperan dalam aktivitas katalitik enzim tersebut (Gambar 2). Interaksi ligan
uji dengan triad katalitik harus terjadi untuk menginhibisi aktivitas suatu enzim.

Gambar 5 Domain enzim dipeptidil peptidase IV (Sumber: Zhong et al. 2015)


20

Domain enzim DPP IV terbagi menjadi tiga yaitu sitoplasmik (residu 1-6),
transmembran (residu 7-29), dan ekstraseluler (residu 30-766) (Gambar 5). Residu
asam amino yang berperan penting dalam aktivitas katalitiknya yaitu memotong
substrat alami berada pada domain ekstraseluler (Zhong et al. 2015). Oleh karena
itu, domain ekstraseluler menjadi target penambatan molekuler pada penelitian ini.
Struktur 3D enzim ini diperoleh melalui kristalografi dengan metode difraksi
sinar X, dan resolusi yang dihasilkan yaitu 2.43 Å. Resolusi difraksi dapat
diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu rendah (>3.00 Å), sedang (2.70-2.00 Å),
tinggi (2.00-1.50 Å), dan atomik (1.50-0.65 Å) (Wlodawer et al. 2008). Dengan
demikian, resolusi struktur 3D enzim DPP IV yang digunakan termasuk dalam
resolusi sedang sehingga hasil kristalografi ini cukup akurat dan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
Diagram Ramachandran menunjukkan kecenderungan konformasi suatu
protein berdasarkan derajat sudut torsi psi dan phi. Sudut psi berada di sumbu
vertikal, sedangkan sudut phi berada pada sumbu horizontal. Diagram
Ramachandran memiliki empat kuadran. Kuadran kiri atas adalah kecenderungan
terjadinya konformasi β-sheet, kuadran kiri bawah yaitu kecenderungan terjadinya
konformasi α-heliks. Sementara itu, kuadran kanan atas menunjukkan korfomasi γ-
turn yang mungkin terjadi. Kuadran terakhir yaitu kuadran kanan bawah
menunjukkan konformasi yang dihindari untuk terjadi karena energi yang
dibutuhkan sangat besar, apabila kuadran kanan bawah ini ditempati oleh banyak
residu asam amino dari suatu protein maka protein itu tidak stabil (Nagarajan et al.
2013). Struktur enzim DPP IV yang digunakan dalam penelitian ini masih termasuk
stabil karena sebagian besar residu asam amino terdapat pada daerah yang disukai
dan diijinkan (favoured dan allowed region) (Gambar 3).

Validitas Metode Penambatan Molekuler

Suatu metode penambatan molekuler termasuk valid bila nilai rmsd yang
dihasilkan kurang dari atau sama dengan 2.00 Å (Istyastono 2009). Nilai rmsd
sekitar 2.00 Å berarti bahwa hasil penambatan molekuler tersebut sangat akurat,
sedangkan apabila nilainya kurang dari atau sama dengan 4 Å berarti cukup akurat
(Dhanik et al. 2013). Hasil validasi yang dihasilkan dalam penelitian ini,baik rmsd
l.b maupun rmsd u.b menunjukkan nilai di atas 2.00 Å, tetapi masih berkisar pada
angka 2.00 Å (Tabel 4) sehingga masih dapat dinyatakan valid. Nilai rmsd l.b akan
memberikan hasil yang lebih realistis dibanding rmsd u.b. Hasil ini juga
menyebabkan ukuran grid box ligan kontrol dapat digunakan untuk penambatan
molekuler ligan pembanding dan ligan uji.
Validasi metode dilakukan dengan menambatkan ulang ligan kontrol yaitu
gosogliptin terhadap reseptor. Hal ini dikarenakan gosogliptin,yang termasuk obat
komersial DM tipe II terbaru, telah tertambat pada struktur kristal enzim DPP IV
yang digunakan pada penelitian ini. Dengan demikian, ligan kontrol tersebut
seharusnya sudah menambat sisi aktif dari enzim DPP IV. Hasil visualisasi
penambatan molekuler menggunakan aplikasi Ligplot+ juga menunjukkan bahwa
sembilan dari sepuluh ulangan menghasilkan interaksi hidrogen yang sama yaitu
melibatkan residu Glu205 dan Glu206. Sementara itu, interaksi hidrofobik yang
dihasilkan juga menunjukkan residu asam amino yang sama yaitu Val656, Val711,
21

Ser630, Tyr662, Tyr631, Tyr666, His126, Ser209. Hasil validasi ulangan ke-4
menunjukkan hasil yang berbeda dengan sembilan hasil validasi lainnya. Dengan
demikian, metode penambatan molekuler menggunakan Autodock Tools ini dapat
dinyatakan valid.

Penambatan Molekuler

Hasil penelitian menunjukkan sitagliptin, β-elemenon, xanthorizol


memperoleh %BSS tertinggi yaitu 80% (Gambar 1B, 1F, 1G), kurkumin,
bisdemetoksikurkumin, zedoaron memperoleh %BSS sebesar 70% (Gambar 1C, 1E,
1H), dan demetoksikurkukumin memperoleh %BSS terendah yaitu sebesar 50%
(Gambar 1D). Hampir semua ligan uji menghasilkan %BSS di atas 50%, kecuali
demetoksikurkukumin sehingga dapat dinyatakan bahwa kesamaannya dengan
interaksi ligan gosogliptin sebagai kontrol cukup tinggi. Gosogliptin merupakan
salah satu obat komersial DM tipe II terbaru yang memiliki efikasi cukup tinggi
dengan mekanisme menghambat enzim DPP IV secara kompetitif. Hasil percobaan
klinis menunjukkan bahwa 24 jam setelah administrasi gosogliptin dengan dosis 30
mg secara oral mampu menghambat aktivitas enzim DPP IV. Dosis terbaik
gosogliptin untuk penderita DM tipe II yaitu berkisar antara 20-30 mg selama
pemberian 12 minggu. Gosogliptin juga terbukti aman digunakan sebagai obat
(Nedosugova et al 2014).
Kesamaan residu pada sitagliptin dan kontrol yaitu residu Glu205, Glu206,
Ser630, Tyr631, His126, dan Ser209. Kurkumin dan kontrol sama-sama
berinteraksi dengan Glu205, Glu206, Ser209, Ser630, Tyr631, Tyr662, Tyr666.
Demetoksikurkumin dan kontrol memiliki kesamaan karena berinteraksi dengan
Glu205, Glu206, Ser209, Tyr662, Tyr666. Kesamaan residu asam amino yang
berinteraksi dengan bisdemetoksikurkumin dan kontrol yaitu Glu205, Glu206,
Ser630, Tyr662, Tyr666, Val656, Val711. β-elemenon dan kontrol sama-sama
berinteraksi dengan Glu205, Glu206, Ser209, Ser630, Tyr631, Tyr662, Tyr666,
Val711. Xanthorizol dan kontrol memiliki kesamaan karena berinteraksi dengan
residu Glu205, Glu206, Ser209, Ser630, Tyr631, Tyr662, Tyr666, Val656.
Zedoaron dan kontrol sama-sama berinteraksi dengan Glu205, Glu206, Ser630,
Tyr631, Tyr662, Tyr666, Val711 (Tabel 5).
Beberapa interaksi ligan uji dengan reseptor dan kontrol dengan reseptor
menunjukkan residu asam amino yang sama, tetapi jenis interaksinya dapat berbeda.
Residu asam amino yang berikatan hidrogen dengan kontrol dapat berubah menjadi
berinteraksi hidrofobik saat ditambatkan dengan ligan uji, ataupun sebaliknya.
Ikatan hidrogen yang terjadi antara ligan dengan reseptor akan menambah afinitas
ikatan antar keduanya. Sementara itu, interaksi hidrofobik berperan dalam
menstabilkan interaksi antara ligan dengan reseptor. Interaksi hidrofobik yang
optimum juga dapat memicu perubahan aktivitas biologis suatu ligan sehingga akan
memengaruhi efikasi obat. Ikatan hidrogen dengan panjang lebih dari 1.85 Å
merupakan ikatan yang lemah, sehingga mudah putus dan digantikan dengan jenis
interaksi yang lain sesuai dengan keadaan di dalam tubuh (Patil et al. 2010). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ikatan hidrogen yang terbentuk antara ligan uji dan
reseptor merupakan ikatan hidrogen lemah sehingga dapat menyebabkan perubahan
menjadi interaksi hidrofobik.
22

Interaksi ligan dengan residu asam amino Glu205, Glu206, Ser630, Tyr662,
dan Tyr666 selalu terbentuk pada penelitian ini, tetapi interaksi ligan
demetoksikurkumin dengan Ser630 tidak terbentuk. Anitha et al. (2015)
menyatakan bahwa ikatan hidrogen dengan residu Glu205 dan Glu206 merupakan
interaksi yang lestari (conserved) dan selalu terbentuk apabila DPP IV ditambatkan
dengan suatu senyawa yang merupakan inhibitornya. Pantaleao et al. (2018)
menyatakan bahwa sisi aktif enzim DPP IV dibagi menjadi tiga yaitu triad katalitik,
ruang oksanion, dan daerah yang membentuk jembatan garam. Triad katalitik
terdiri atas residu Ser630, Asp708, dan His740. Ruang oksianion terdiri atas dua
residu asam amino yaitu Tyr47 dan Ser631, sementara itu daerah yang membentuk
jembatan garam terdiri atas beberapa residu antara lain Arg125, Ser209, Phe357,
Arg358, Tyr547, Ser631, Val656, Trp659, Tyr662, Tyr666, Asn710, dan Val711.
Gosogliptin sebagai ligan kontrol menghambat enzim DPP IV secara
kompetitif dan berinteraksi dengan residu Glu205, Glu206, Tyr666, Tyr662,
Tyr631, Phe357, Trp659, Val656, Ser630, Val711, dan Asn710 (Gambar 6). Ligan-
ligan uji pada penelitian ini juga membentuk interaksi dengan residu tersebut,
sehingga mekanisme inhibisi ligan uji sama dengan mekanisme gosogliptin. Residu
Glu205 dan Glu206 memiliki peran penting dalam aktivitas katalitik enzim DPP IV
karena kedua residu tersebut yang akan mengenali ujung N peptida substrat. Setelah
substrat berhasil dikenali, residu Ser630 akan memutus substrat bersama dengan
dua residu triad katalitik lainnya. Residu lain dalam sisi aktif enzim membantu
menstabilkan ikatan antara substrat dengan enzim (Aertgeerts et al. 2003). Semua
ligan uji menghasilkan interaksi dengan Glu205 dan Glu206, baik dengan
membentuk ikatan hidrogen atau berinteraksi secara hidrofobik. Dengan demikian,
ligan-ligan tersebut berpotensi menjadi inhibitor kompetitif enzim DPP IV karena
ligan tersebut akan mengganggu terbentuknya ikatan antara enzim dengan substrat
alaminya.

Gambar 6 Interaksi gosogliptin dengan sisi aktif enzim dipeptidil peptidase IV


(DPP IV) (Sumber: Ammirati et al. 2009)
23

Keberhasilan studi penambatan molekuler juga dapat dievaluasi melalui


nilai root mean square deviation (rmsd). Nilai rmsd menunjukkan perbandingan
konformasi protein antara hasil penambatan molekuler dengan keadaan yang
sebenarnya. Nilai rmsd yang dibandingkan pada hasil penambatan molekuler hanya
rmsd l.b karena menunjukkan nilai yang lebih realistis. Hasil penambatan
molekuler dengan nilai rmsd kurang dari atau sama dengan 2.00 Å berarti bahwa
hasil tersebut sangat akurat. Sementara itu, apabila nilainya kurang dari atau sama
dengan 4.00 Å berarti hasil penambatan molekuler cukup akurat (Dhanik et al.
2013). Hasil penambatan molekuler ligan pembanding, demetoksikurkumin, dan
bisdemetoksikurkumin memiliki akurasi yang rendah karena nilai rmsd nya lebih
dari 4.00 Å (Tabel 5). Penambatan molekuler ligan kontrol terhadap reseptor cukup
akurat, sedangkan penambatan molekuler ligan uji lainnya yaitu kurkumin, β-
elemenon, xanthorizol, dan zedoaron sangat akurat karena nilai rmsd nya kurang
dari 2.00 Å (Tabel 5).

Energi dan Ikatan Kimia

Energi bebas Gibbs (ΔG) merupakan suatu energi yang memungkinkan


terjadinya ikatan antara protein dengan suatu senyawa lain atau ligan secara spontan.
Interaksi protein dan ligan hanya dapat terjadi bila energi bebas Gibbs nya bernilai
negatif. Semakin negatif nilai energi Gibbs, maka interaksi antara protein dan
ligannya akan semakin mudah terjadi. Dengan demikian, energi bebas Gibbs juga
menggambarkan energi afinitas ikatan protein dan ligannya, serta kestabilan
kompleks yang dibentuk oleh keduanya (Du et al. 2016). Energi afinitas merupakan
hasil penjumlahan energi total intermolekuler, energi total internal, dan energi
torsional bebas yang dikurangi dengan energi dari sistem yang tidak terikat (Anitha
et al. 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ligan kontrol memiliki ikatan yang
paling spontan dengan enzim DPP IV dengan energi afinitas sebesar -8.6 kkal/mol,
sedangkan xanthorizol memiliki ikatan yang paling tidak spontan di antara semua
ligan uji yaitu dengan energi afinitas sebesar -6.0 kkal/mol. Ligan-ligan uji
memiliki energi afinitas yang lebih positif dibanding dengan gosogliptin sebagai
kontrol dan sitagliptin sebagai obat komersial yang bernilai -8.6 kkal/mol dan -7.2
kkal/mol (Tabel 6). Penelitian Anitha et al. (2015) mendapatkan hasil bahwa energi
afinitas beberapa obat komersial DM tipe II antara lain alogliptin berkisar antara -
7.92 - -6.53 kkal/mol, berberine berkisar antara -7.2 - -6.61 kkal/mol, gemigliptin
berkisar antara -6.84 - -5.93 kkal/mol, linagliptin berkisar antara -8.30 - -6.83
kkal/mol, saxagliptin berkisar antara -7.61 - -6.31 kkal/mol, dan sitagliptin berkisar
antara -7.10 - -6.50 kkal/mol. Apabila hasil penelitian ini dibandingkan dengan
hasil penelitian Anitha et al. (2015), maka ligan-ligan uji dari tumbuhan Curcuma
ini memiliki potensi untuk digunakan sebagai obat alternatif pengganti obat
komersial yang saat ini banyak dijumpai di pasaran.
Nilai energi afinitas dapat digunakan untuk menentukan konstanta inhibisi
(Ki) suatu obat. Energi afinitas berbanding lurus dengan nilai Ki sehingga semakin
negatif nilai energi afinitas, maka nilai Ki juga akan semakin kecil. Nilai Ki
menunjukkan besarnya konsentrasi suatu senyawa atau inhibitor yang dibutuhkan
untuk menghambat 50% aktivitas suatu enzim. Nilai juga berkorelasi dengan nilai
24

IC50, apabila jenis inhibisinya non kompetitif maka nilai Ki akan sama dengan nilai
IC50. Namun, apabila inhibisinya termasuk jenis kompetitif atau inkompetitif maka
nilai Ki berbeda dengan nilai IC50 (Bachmann dan Lewis 2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai Ki terendah diperoleh dari ligan kontrol, sedangkan nilai
Ki tertinggi didapatkan dari ligan xanthorizol. Selisih nilai Ki antara ligan uji
dengan kontrol dan ligan pembanding cukup besar. Namun, Zheng dan Polli (2010)
menyatakan bahwa nilai Ki di bawah 100 µM menandakan bahwa senyawa tersebut
masih merupakan inhibitor enzim yang potensial. Dengan demikian, ligan-ligan uji
pada penelitian memiliki potensi sebagai inhibitor enzim DPP IV.
Ikatan hidrogen dan interaksi yang terbentuk antara ligan dengan reseptor
akan menentukan nilai energi afinitas ikatannya. Ikatan hidrogen yaitu interaksi
yang terbentuk antara atom-atom yang memiliki elektronegativitas tinggi dengan
atom hidrogen, sedangkan interaksi hidrofobik terbentuk antara dua senyawa yang
sama-sama bersifat non polar (Kartasasmita et al. 2009) Ikatan hidrogen lebih akan
memengaruhi nilai energi afinitas, semakin banyak ikatan hidrogen yang dibentuk,
maka nilai energi afinitas akan semakin negatif. Namun, jumlah interaksi
hidrofobik juga turut menentukan nilai energi afinitas tersebut karena interaksi ini
yang menstabilkan ikatan antara ligan dan reseptor. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil penelitian kurkumin yang memiliki 5 ikatan hidrogen memiliki energi afinitas
sebesar -6.3 kkal/mol, tetapi bisdemetoksikurkumin yang hanya memiliki 2 ikatan
hidrogen memiliki energi afinitas lebih rendah yaitu -6.5 kkal/mol karena jumlah
interaksi hidrofobiknya lebih banyak daripada kurkumin.
Kurkumin menghasilkan total interaksi terbanyak dengan 5 ikatan hidrogen
dan 8 interaksi hidrofobik, sedangkan ligan kontrol, demetoksikurkumin, dan
zedoaron menghasilkan total interaksi paling sedikit yaitu sebanyak 10 interaksi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa apabila ikatan hidrogen yang terbentuk
cukup banyak, biasanya panjang ikatan hidrogennya lebih pendek sehingga sifatnya
lebih kuat. Hal ini dapat dilihat pada penambatan molekuler ligan pembanding,
kurkumin, dan demetoksikurkumin yang menghasilkan ikatan hidrogen lebih dari
3. Sitagliptin memiliki ikatan hidrogen dengan panjang 2.84 Å, kurkumin memiliki
ikatan hidrogen yang panjangnya 2.91 Å, dan demetoksikurkurmin memiliki ikatan
hidrogen dengan panjang 2.93 Å. Sementara itu, ligan kontrol dan β-elemenon yang
jumlah ikatan hidrogennya lebih sedikit tidak memiliki ikatan hidrogen yang
panjangnya sekitar 2 Å.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ligan-ligan uji dari tumbuhan Curcuma yang digunakan pada penelitian ini
terbukti mampu menghambat aktivitas enzim dipeptidil peptidase IV (DPP IV)
secara in silico. Ligan-ligan uji dengan potensi inhibisi tertinggi hingga terendah
antara lain bismemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, kurkumin, zedoaron, β-
elemenon, dan xanthorizol. Bisdemetoksikurkumin merupakan ligan uji yang
memiliki daya inhibisi terbaik.
25

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait senyawa-senyawa lain yang


berasal dari tumbuhan Curcuma untuk memastikan manfaat tumbuhan tersebut.
Selain itu, hasil penelitian ini juga perlu dilanjutkan ke penelitian in vitro maupun
in vivo. Penelitian in vitro perlu dilakukan untuk memastikan mekanisme inhibisi
ligan-ligan pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aertgeerts K, Ye S, Tennant MG, Kraus ML, Rogers J, Sang BC, Skene RJ, Webb
DR, Prasad GS. 2003. Crystal structure of human dipeptidyl peptidase IV
in complex with a decapeptide reveals details on substrate specificity and
tetrahedral intermediate formation. Protein Sci. 13:412-421.
Ammirati MJ, Andrews KM, Boyer DD, Brodeur AM, Danley DE, Doran SD,
Hulin B, Liu S, McPherson RK, Orena SJ, et al. 2009. (3,3-Difluoro-
pyrrolidin-1-yl)-[(2S,4S)-(4-(4-pyrimidin-2-yl-piperazin-1-yl)-pyrrolidin-
2-yl]-methanone: a potent, selective, orally active dipeptidyl peptidase IV
inhibitor. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters. 19:1991-1995.
Anitha K, Gopi G, Girish, Kumar PS. 2015. Molecular docking study on dipeptidyl
peptidase-4 inhibitors. IJRDPL. 2(5):602-610.
Bachmann KA, Lewis JD. 2005. Predicting inhibitory drug-drug interactions and
evaluating drug interactions reports using inhibition constants. Ann
Pharmacother. 39:1064-1072.
Bagal SK, Brown AD, Cox PJ, Omoto K, Owen RM, Pryde DC, Sidders B, Skerratt
SE, Stevens EB, Storer RI, Swain NA. 2012. Ion channels as therapeutic
targets: a drug discovery perspective. J Med Chem. 56:593-624.
Cogliano VJ, Baan R, Straif A, Grosse Y, Lauby-Secretan B, Ghissassi FE,
Bouvard V, Benbrahim-Tallaa L, Guha N, Freeman C et al. 2011.
Preventable exposures associated with human cancers. J Natl Cancer Inst.
103(24):1827-1839.
Dhanik A, McMurray JS, Kavraki LE. 2013. DINC: a new autodock-based protocol
for docking large ligands. BMC Struct Biol. 13:1-14.
Donnelly D. 2011. The structure and function of glucagon-like peptide-1 receptor
and its ligand. Br J Pharmacol. 166:27-41.
Du X, Xia YL, Ai SM, Liang J, Sang P, Ji XL, Liu SQ. 2016. Insight into protein-
ligand interactions: mechanism, models, and methods. Int J Mol Sci.
17(2):144.
Guo W, Wisniewski JA, Ji H. 2013. Hot spot-based design of small molecule-
inhibitors for protein-protein interactions. Bioorganic Med Chem Lett.
24:2546-2554.
26

Hanachi R, Belaidi S, Kerassa A, Boughdiri S. 2015. Structure activity / property


relationships of pyrazole derivatives by MPO and QSAR methods for drug
design. Res J Pharm Biol Chem Sci. 6(4):923-935.
Hasanah MI. 2017. Potensi antibakteri kurkuminoid dan nanokurkuminoid
temulawak (Curcuma xanthorriza) secara in silico dan in vitro. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ichzan AM. 2014. Pemrofilan kandungan metabolit sekunder temu hitam (Curcuma
aeruginosa) dengan kromatografi gas-spektroskopi massa dan kemometrik
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Istyastono EP. 2009. Docking of studies of curcumin as potential lead compound
to develop novel dipeptidyl peptidase-4 inhibitors. Indones J Chem.
9(1):132-136.
Kartasasmita RE, Herowati R, Harmastuti N, Gusdinar T. 2009. Quercetin
derivatives docking based on study of flavonoids interaction to
cyclooxygenase-2. Indones J Chem. 9(2): 297-302.
Kristin E. 2016. Dipeptidyl peptidase 4 inhibitors for the treatment of type 2
diabetes mellitus. J Med Sci. 48(2):119-130.
Lagarde N, Nasr NB, Jeremie A, Guillemain H, Laville V, Labib T, Zagury JF,
Montes M. 2014. NRList BDB, the manually curated nuclear receptors
ligands and structure benchmarking database. J Med Chem. 57:3117-3125.
Lagorce D, Douguet D, Miteva MA, Villoutreix BO. 2017. Computational analysis
of calculated physicochemical and ADMET protein-protein interaction
inhibitors. Sci Rep. 7(46277):1-15.
Li X, Chen L, Cheng F, Wu Z, Bian H, Xu C, Li W, Liu G, Shen X, Tang Y. 2014.
In silico prediction of acute oral toxicity using multi-classification methods.
J Chem Inf Model. 54:1061-1069.
Lipinski CA, Lambardo F, Dominy BW, Feeney PJ. 2001. Experimental and
computational approaches to estimate solubility and permeability in drug
discovery and development things. Adv Drug Deliv Rev. 46:3-26.
Liu ZL, Zhao NN, Liu CM, Zhou L, Du SS. 2012. Identification of insecticidal
constituents of the essential oil of Curcuma wenyujin rhizomes actives
againts Liposcelis bostrychophila Badonnel. Molecules. 17:12049-12060.
Nagarajan K, Tiwari S, Sudaroli M, Singh J, Mishra A, Verma S, Ghosh LK. 2013.
Designing of amino acid and their interactions in to unique tripeptide
conformations for developing new peptide pharmaceuticals using
Ramachandran plot. Pharmacol Online. 1: 77-88.
Nedosugova LV, Petunina NA, Galstyan KO. 2014. Initial of inverstigation and
safety of a new dipeptidyl peptidase 4 inhibitor, gosogliptin, for type 2
diabetes in Russia. JDM. 4:81-86.
Nelson KM, Dahlin JL, Bisson J, Graham J, Pauli GF, Walters MA. 2017. The
essential medicinal chemistry of curcumin. J Med Chem. 60:1620-1637.
27

Nindita LD, Sanjaya IGM. 2014. Modeling hubungan kuantitatif struktur dan
aktivitas (KHKSA) pinocembrin dan turunannya sebagai antikanker.
UNESA J Chem. 3(2):26-34.
Ochieng PJ, Sumaryada T, Okun D. 2017. Molecular docking and pharmacokinetic
of herbal derivatives as maltase-glucoamylase inhibitor. Asian J Pham Cilin
Res. 10(9):392-398.
Olokoba AB, Obateru OA, Olokoba LB. 2012. Type 2 diabetes mellitus: a review
of current trends. Oman Med J. 27(4):269-273.
Oon SF, Nallappan S, Tee TT, Shohaimi S, Kassim NK, Sa’ariwijaya MSF, Cheah
YH. 2015. Xanthorrizol: a review of its pharmacological activities and
anticancer properties. Cancer Cell Int. 15:100.
Pantaleao SQ, Philot AE, Resende-Lara PT, Lima AN, Perahia D, Miteva MA,
Scott AL, Honorio KM. 2018. Structural dynamic of DPP-4 and its
influence on the projection of bioactive ligands. Molecules. 490(23):1-10.
Patil R, Das S, Stanley A, Yadav L, Sudhakar A, Varma AK. 2010. Optimized
hydrophobic interaction and hydrogens bonding at the target-ligand
interface leads the pathways of drug-designing. PLOS One. 5(8):1-10.
Pratama R. 2015. Penambatan molekuler senyawa aktif temulawak (Curcuma
xanthorriza) dengan enzim COX-2 sebagai kandidat obat anti kanker
payudara [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Putri MS. 2014. White turmeric (Curcuma zedoaria): its chemical substances and
pharmacological benefits. J Majority. 3(7):88-93.
Rukmana R. 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Rukmana R. 2004. Temu-temuan Apotek Hidup di Pekarangan. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Saeidnia S, Manayi A, Abdollahi M. 2013. The pros and cons of the in-silico
pharmaco-toxicology in drug discovery and development. Int J Pharm.
9(3):176-181.
Salehi P, Asghari B, Esmaeili MA, Dehghan H, Ghazi I. 2013. α-Glukosidase and
α-amylase inhibitory effect and antioxidant activity of ten plants extract
traditionally used in Iran for diabetes. J Med Plants Res. 7(6):257-266.
Saxena P, Zangerl-Plessl EM, Windisch A, Hohaus A, Timin E, Hering S, Stary-
Weinzinger A. 2016. New potential binding determinant for herG channel
inhibitors. Sci Rep. 6(24182):1-10.
Setiawan T. 2015. Studi molecular docking ekstrak kurkuminoid asal wonogiri
sebagai inhibitor enzim dna topoisomerase II [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Shome S, Talukdar AD, Choudhury MD, Bhattacharya MK, Upadhyaya H. 2016.
Curcumin as potential therapeutic natural product: a nanobiotechnological
perspective. J Pharm and Pharmacol. 1-20.
28

Singh S, Gupta AK, Verma A. 2013. Molecular properties and bioactivity score of
the Aloe vera antioxidant compounds-in order to lead finding. Res J Pharm
Biol Chem Sci. 4(2):876-881.
Syahputra G, Ambarsari L, Sumaryada T. 2014. Simulasi docking kurkumin enol
bisdemetoksikurkumin dan analognya sebagai inhibitor enzim 12-
lipoksigenase. J Biofis. 10(1):55-67.
Valli G, Geetha S. 2015. In silico prediction of bioactivity of flavonoids present in
Erythrina varigata. J Sci. 5(10):860-864.
Wacker D, Stevens RC, Roth BL. 2017. How ligands illuminate GPCR molecular
pharmacology. Cell. 170:414-427.
Wlodawer A, Minor W, Dauter Z, Jalskolki M. 2008. Protein crystallography for
non-crystallographers, or how to get the best (but not more) from published
macromolecular structures. Eur J Biochem. 275: 1-21.
Zaccardi F, Webb DR, Yates T, Davies MJ. 2015. Pathophysiology of type 1 and
type 2 diabetes mellitus: a 90 year perspective. Postgrad Med J. 1-7.
Zheng X, Polli J. 2010. Identification of inhibitor concentrations to efficiently
screen and measure inhibition Ki values againts solute carrier transporters.
Eur J Pharm Sci. 41(1):43-52.
Zhong J, Gong Q, Goud A, Srinivasamaharaj S, Rajagopalan S. 2015. Recent
advances in dipeptidyl peptidase 4 inhibition therapy: lessons from the bench
and clinical trials. J Diabetes Res. 1-14.
29

LAMPIRAN
30

Lampiran 1 Diagram alir penelitian


31

Lampiran 2 Hasil ΔG dan RMSD hasil penambatan molekuler

(a) Kontrol

(b) Pembanding
32

(c) Kurkumin

(d) Demetoksikurkumin
33

(e) Bisdemetoksikurkumin

(f) Β-elemenon
34

(g) Xanthorizol

(h) Zedoaron
35

Lampiran 3 Contoh perhitungan konstanta inhibisi (kontrol)

ΔG = -RT ln Ki

8600 kal/mol = -1.986 kal/mol K x 298 K x ln Ki

8600 kal/mol = -591.828 kkal/mol x ln Ki

ln Ki = -14.521

Ki = 0.4890 µM
36

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 7 April 1996. Penulis adalah anak
ke-2 dari dua bersaudara dari bapak Ngatun Parmito dan ibu Diah Anugrah Indah.
Penulis lulus dari SMA Regina Pacis Bogor pada tahun 2014, kemudian
melanjutkan studinya di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes SBMPTN.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata
kuliah Biokimia Umum (2015-2016) dan (2016-2017), serta Kimia Umum PPKU
(2016-2017). Penulis melakukan kegiatan Praktik Lapangan di PT BASF Care
Chemical Indonesia bagian Personal Care dengan judul makalah “Pengaruh
Variasi Jenis dan Konsentrasi Lilin sebagai Faktor Konsistensi terhadap Viskositas
dan Stabilitas Basis Krim”. Penulis juga aktif dalam himpunan profesi
kemahasiswaan Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs)
sebagai anggota divisi Human Resources and Development (HRD) (2015-2016)
dan kepala divisi Internal Development (2016-2017), serta beberapa kepanitiaan
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai