PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Dafena Alief Nur Verada
NIM 212210101009
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2023
OPTIMASI POLIMER HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA
DAN KARBOPOL TERHADAP %MOISTURE CONTENT DAN
LAJU PELEPASAN SEDIAAN PATCH DISPERSI
PADAT GLIBENKLAMID
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah wajib Metodologi
Penelitian
Oleh:
Dafena Alief Nur Verada
NIM 212210101009
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2023
ii
DAFTAR ISI
iii
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................11
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................11
3.3 Rancangan Penelitian ..............................................................................11
3.3.1 Rancangan Operasional ....................................................................11
3.3.2 Diagram Alur Penelitian ...................................................................11
3.4 Alat dan Bahan ....................................................................................... 12
3.4.1 Alat .................................................................................................. 12
3.4.2 Bahan............................................................................................... 12
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................. 12
3.5.1 Formula ........................................................................................... 12
3.5.2 Pembuatan Dispersi Padat Glibenklamid ........................................ 13
3.5.3 Pembuatan Patch Dispersi Padat Glibenklamid ............................. 13
3.5.4 Pengujian Organoleptis ................................................................... 14
3.5.5 Pengujian Thickness ........................................................................ 14
3.5.6 Pengujian Keseragaman Bobot ....................................................... 14
3.5.7 Pengujian Ketahanan Lipat ............................................................. 14
3.5.8 Pengujian pH Permukaan ................................................................ 14
3.5.9 Penetapan Kadar Zat Aktif .............................................................. 14
3.5.10 Pengujian %Moisture Content ........................................................ 15
3.5.11 Uji Pelepasan Glibenklamid In Vitro .............................................. 15
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 15
BAB 4. PREDIKSI HASIL ................................................................................... 16
4.1 Pengaruh Konsentrasi Polimer HPMC dan Karbopol Terhadap
%Moisture Content ............................................................................................ 16
4.2 Pengaruh Konsentrasi Polimer HPMC dan Karbopol Terhadap Uji
Pelepasan Glibenklamid .................................................................................... 16
4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum HPMC dan Karbopol terhadap
%Moisture Content dan Laju Pelepasan Glibenklamid dengan Analisis software
Design Expert .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dengan ketebalan berkisar 150
mikrometer yang terdiri dari sel basal epitel . Epidermis tersusun dari lapisan
stratum corneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basale. Stratum corneum merupakan barier kulit terluar yang
mengandung sel mati dengan keratin. Stratum lucidum tersusun atas lapisan tipis
sel epidermis eosinofil dan sitoplasma yang mengandung keratin padat,
umumnya terdapat pada kulit yang tebal, seperti telapak kaki dan telapak tangan.
Stratum granulosum terdiri dari sel poligonal pipih dengan sitoplasma berisi
granul keratohialin. Berfungsi untuk menyaring partikel asing yang masuk ke
dalam kulit. Stratum spinosum tersusun atas sel kuboid dan berperan sebagai
pencegah abrasi serta sebagai perekat antarsel. Stratum basale berperan sebagai
tempat pembelahan sel (Kalangi, 2013).
2. Dermis
Di dalam lapisan dermis terdapat pembuluh darah kapiler, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu
dermis papiler dan dermis retikuler. Dermis papiler merupakan bagian dermis
4
terluar yang mengandung kolagen dan serat elastin lebih longgar dan relatif
kecil. Sedangkan dermis retikuler mengandung serat kolagen tipe 1 dan serat
elastin yang lebih tebal, padat, dan kasar (Sanjaya dkk., 2023).
3. Subkutan
Subkutan merupakan lapisan kulit yang mengandung banyak sel-sel lemak.
Subkutan berperan dalam penghantaran sistem vaskuler dan neural pada kulit
(Kalangi, 2013).
2.2 Sistem Penghantaran Obat Transdermal
2.2.1 Persyaratan Sediaan Transdermal
Menurut Sharma dkk (2013) dan Saroha dkk (2011), sediaan topikal yang
diaplikasikan pada permukaan kulit dan dapat menghantarkan obat melewati kulit
untuk masuk ke dalam tubuh dengan tujuan untuk mengurangi efek samping obat
serta memperpanjang durasi obat disebut sebagai sistem penghantaran obat
transdermal.
Agar suatu zat aktif dapat diaplikasikan dalam sistem penghantaran obat
secara transdermal maka harus memenuhi beberapa syarat, yaitu zat aktif tidak
mengiritasi dan menyebabkan alergi pada kulit, memiliki bioavailabilitas oral yang
rendah, memiliki waktu paruh ≤ 10 jam, memiliki berat molekul ≤ 500 Da, memiliki
indeks terapi yang rendah, dapat larut dalam air, memiliki nilai log P dalam rentang
1-4, dan memiliki pH antara 5-9 (Dhiman dkk., 2011; Yadav dkk., 2012).
2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Transdermal
Sediaan transdermal memiliki beberapa kelebihan, yaitu meningkatkan
bioavailabilitas obat karena sistem ini dapat menghindarkan obat dari faktor
gastrointestinal yang dapat merusak obat, fluktuasi kadar obat dalam plasma yang
relatif lebih rendah, dapat menghindari metabolisme lintas pertama, dapat
digunakan untuk pemberian obat yang berkelanjutan, meningkatkan kepatuhan
pasien karena merupakan sistem noninvasif, mengurangi efek samping yang
ditimbulkan ketika diberikan secara per oral, dan fleksibel dalam frekuensi
pemberian dosis (Saoji dkk., 2015).
Disamping kelebihannya, terdapat beberapa kekurangan dari sediaan
transdermal menurut Sachan dan Bajpai (2013), yaitu eksipien obat dapat
5
menimbulkan iritasi dan alergi, permeabilitas kulit yang buruk dapat mengganggu
penetrasi dari obat, tidak cocok untuk obat yang memiliki berat molekul > 1000 Da,
tidak cocok untuk obat yang berion, dan sifat fisikokimia obat yang harus dipenuhi
untuk dapat berpenetrasi melewati kulit.
2.2.3 Jenis Transdermal Patch
Berdasarkan formulasinya, transdermal patch dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
sebagai berikut:
1. Tipe membran
Patch tipe ini memiliki membran tipis berpori yang berperan untuk
memberikan pelepasan obat yang terkontrol. Dalam kompartemen reservoir,
obat dapat diformulasikan dalam bentuk larutan, gel, suspensi, atau tersebar
dalam matriks polimer. Namun, kekurangannya jika membran rusak maka akan
menghasilkan pelepasan obat yang tidak terkontrol (Patil dan Mali, 2017).
2. Tipe matriks
Pada patch tipe ini, zat aktif yang ada dalam kompartemen reservoir dibuat
dengan cara didispersikan dalam polimer hidrofilik, hidrofobik, atau keduanya.
Selanjutnya, campuran antara zat aktif dan polimer dicetak dengan ketebalan dan
luas permukaan yang diinginkan. Kelebihan dari patch tipe ini adalah proses
pembuatan yang sederhana, murah, dan cepat, mencegah dumping zat aktif obat
karena membran tidak mengendalikan pelepasan obat, dan patch yang dihasilkan
lebih tipis serta elegan (Sachan dan Bajpai, 2013; Saroha dkk., 2011).
2.2.4 Komponen Penyusun Transdermal Patch
Transdermal Patch tersusun dari zat aktif obat, adhesive, polimer matriks,
backing patch, release liner, platicizer, dan pelarut. Adhesive berperan sebagai
perekat yang digunakan untuk mempertahankan agar sediaan patch tetap menempel
pada permukaan kulit. Polimer matriks berperan dalam mengontrol pelepasan obat.
Backing patch berperan dalam melindungi reservoir obat dari kontaminan. Release
liner berperan dalam mencegah kehilangan zat aktif obat dari kompartemen
reservoir dan mencegah kontaminan masuk ke dalam reservoir. Plasticizer
berfungsi untuk memberikan sifat elastis pada patch. Dan pelarut berfungsi untuk
melarutkan atau mendispersikan polimer (Saroha dkk., 2011; Patil dan Mali, 2017).
6
tinggi ke konsentrasi rendah. Proses transpor zat aktif obat secara transdermal
didasari oleh hukum difusi Fick 1 dimana nilai fluks menyatakan jumlah molekul
senyawa yang melewati setiap unit barier dalam setiap waktu. Nilai fluks adalah
slope dari kurva antara jumlah zat aktif tertranspor perluas area (y) dan √𝑡 (x) ketika
mencapai steady state (Sinko, 2011).
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Obat
Berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi uji pelepasan zat aktif
dari basisnya:
1. Sifat fisika kimia obat, meliputi kelarutan, log P, pKa, berat molekul, bentuk
kristal, dan ukuran partikel.
2. Formulasi sediaan, meliputi bentuk sediaan, eksipien, surfaktan, dan proses
pembuatan.
3. Alat uji disolusi, meliputi chamber, sistem pengadukan, dan pengatur suhu.
4. Kondisi percobaan, meliputi intensitas pengadukan, media yang digunakan, dan
suhu percobaan.
2.7 Tinjauan Bahan Penelitian
2.7.1 Glibenklamid
2.7.4 Karbopol
Karbopol merupakan polimer hidrofilik yang bersifat higroskopis dengan
menyerap air 8-10% pada suhu 25oC dan kelembapan 50%. Sifat higroskopis dari
karbopol lebih tinggi dibanding HPMC. Karbopol dapat mengembang dalam
gliserin dan air setelah pH-nya dinetralkan. Penurunan viskositas karbopol dapat
terjadi jika mengalami oksidasi karena paparan cahaya. Karbopol inkompatibel
dengan resorsinol (menyebabkan perubahan warna), fenol, asam kuat, polimer
kationik, dan elektrolit kuat.
2.7.5 Propilen Glikol
Propilen glikol dalam sediaan transdermal seperti patch dapat digunakan
sebagai penetration enhancer dengan konsentrasi 5-50%. Propilen glikol dapat
meningkatkan permeasi zat aktif karena dapat mempengaruhi kelarutan zat aktif di
dalam kulit dan dapat melunakkan lapisan keratin pada stratum corneum sehingga
memudahkan zat aktif untuk berdifusi menembus kulit (Misnamayanti, 2019).
Propilen glikol larut dalam kloroform, aseton, etanol, air, dan gliserin, larut 1:6
dengan eter, larut dalam minyak esensial namun tidak dengan minyak mineral. Pada
suhu tinggi, propilen glikol dapat teroksidasi. Bahan ini bersifat higroskopis dan
inkompatibel dengan agen pengoksidasi seperti potasium permanganate (Rowe,
2009).
2.7.6 Polietilen Glikol (PEG)
Polietilen glikol pada penelitian ini berfungsi sebagai plasticizer yang dapat
memberikan fleksibilitas pada patch. Polietilen glikol yang digunakan pada
penelitian ini adalah PEG 400. PEG 400 berbentuk cair dalam suhu ruang dan
memiliki struktur yang dapat larut dengan air karena adanya ikatan hidrogen. PEG
400 relatif stabil dan memiliki toksisitas yang rendah (Fridayanti dkk., 2010).
2.7.7 Trietanolamin (TEA)
Pada penelitian ini, TEA digunakan sebagai alkalizing agent untuk
menetralkan karbopol. Karbopol dapat terlarut dalam air melalui ikatan hidrogen,
dan larutannya akan membentuk suasana asam. Hal tersebut menyebabkan
viskositas karbopol menurun. Untuk meningkatkan viskositas karbopol maka
10
diperlukan bahan yang dapat menetralkan pH asam dari larutan karbomer. Bahan
tersebut adalah TEA.
2.7.8 Polivinil Pirolidon K-30 (PVP K-30)
PVP adalah bahan berupa serbuk halus tidak berbau, higroskopis, berwarna
putih hingga putih kekuningan, tidak toksik, inert, tidak menyebabkan iritasi, dan
tidak antigenik. Berdasarkan nilai K-value, PVP dibedakan menjadi beberapa
tingkatan. Apabila nilai K-value semakin besar maka berat molekulnya semakin
besar sehingga viskositasnya besar pula. Sebaliknya, PVP dengan nilai K-value
kecil memiliki berat molekul dan viskositas yang rendah. PVP K-30 dalam
penelitian ini digunakan sebagai bahan pembawa dispersi padat dimana dapat
meningkatkan kelarutan dari zat aktif glibenklamid dengan mekanisme
menghambat pembentukan kristal bahan aktif.
2.8 Simplex Lattice Design
Menurut Bolton dan Bon (2004), metode untuk membantu dalam penyusunan
dan interpretasi data secara matematis disebut sebagai optimasi. Terdapat tiga jenis
model optimasi, yaitu simplex lattice design, factorial design, dan sequential
design. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplex lattice design.
Metode yang digunakan untuk memperoleh formula optimum pada berbagai
perbedaan jumlah komposisi bahan dimana jumlah totalnya dibuat sama yaitu sama
dengan satu bagian disebut metode simplex lattice design. Kelebihan dari metode
ini adalah praktis, cepat, hanya membutuhkan beberapa data, dan dapat
mempelajari banyak variabel secara simultan dengan jumlah observasi yang rendah
(Bolton dan Bon, 2004). Persamaan simplex lattice design menurut Bolton dan Bon
(2004) adalah sebagai berikut:
Y= Ba (A) + Bb (B) + Bab (A) (B)
Keterangan:
Y = Karakteristik yang diamati atau hasil respon
Ba Bb Bab = Koefisien
A, B = Proporsi atau komposisi komponen formula
11
yang telah dilapisi vaselin dan backing. Selanjutnya dikeringkan dengan oven suhu
50oC selama 22 jam (Adikusumo dkk., 2015).
3.5.4 Pengujian Organoleptis
Uji organoleptis meliputi warna, bentuk permukaan, aroma, dan ada tidaknya
retakan pada permukaan patch.
3.5.5 Pengujian Thickness
Ketebalan patch diukur menggunakan jangka sorong dengan pengukuran
pada 5 titik yang berbeda. Selanjutnya, dihitung rata-rata dan standar deviasinya
(Adikusumo dkk., 2015).
3.5.6 Pengujian Keseragaman Bobot
Masing-masing patch ditimbang kemudian dikurangi dengan berat backing
patch. Dilakukan sebanyak 5 kali replikasi. Dihitung rata-rata dan standar
deviasinya (Adikusumo dkk., 2015).
3.5.7 Pengujian Ketahanan Lipat
Patch dilipat pada satu titik yang sama berulang kali hingga rusak atau hingga
300 kali (Adikusumo dkk., 2015).
3.5.8 Pengujian pH Permukaan
Patch diambil secara acak, dimasukkan dalam 5 mL akuades bebas CO2,
diukur dengan pH meter (Adikusumo dkk., 2015).
3.5.9 Penetapan Kadar Zat Aktif
Dilakukan pembuatan kurva baku dengan cara ditimbang 20 mg glibenklamid
kemudian dilarutkan dalam metanol hingga 100 ml. Selanjutnya, dari larutan induk
dibuat seri kadar dengan konsentrasi 40, 50, 60, 70, dan 80 ppm dalam labu ukur
10 ml. Diukur absorbansi larutan standar pada panjang gelombang 229 nm. Setelah
nilai absorbansi didapat lalu dibuat persamaan regresinya.
Diambil matriks patch yang mengandung 5 mg glibenklamid dari tiap
formula. Patch dilarutkan dengan metanol kemudian disaring dengan kertas saring
whatmann. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan
metanol hingga tanda batas. Berikutnya, dipipet sebanyak 2 ml ke dalam labu ukur
10 ml dan ditambahkan metanol hingga tanda batas. Selanjutnya, diukur absorbansi
pada panjang gelombang 229 nm.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adikusumo, I., dkk. 2015. Optimasi polimer hidroksipropil metilselulosa K-4M dan
carbopol 940 pada sediaan patch dispersi padat meloksikam. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan. 3(3): 436-442.
Anbukarasu, P., D. Sauvageau, dan A. Elias. 2015. Tuning the properties of
polyhydroxybutyrate films using acetic acid via solvent casting. Scientific
Reports. 5:1–14.
Bolton, S., Bon, C. 2004. Pharmaceuticals Statistics, Practical and Clinical
Applications Fourth Edition, Revised and Expanded. New York:
Marcel Dekker, Inc.
Departemen Kesehatan RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dhiman, S., T. G. Singh, dan A. K. Rehni. 2011. Transdermal patches: a recent
approach to new drug delivery system. Internasional Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences. 3(5):26–34.
El-Nabarawi, M. A., El-Miligi, M. F. dan Khalil, I. A., 2012. Optimization of class
II BCS drug using solid dispersion technique. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(5): 554-571.
Erizal dkk. 2003. Studi sistem disperse padat glibenklamida dalam polivinil
pirolidon K-30. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 8(1):1-6.
Fortunati, E., W. Yang, F. Luzi, J. Kenny, L. Torre, dan D. Puglia. 2016.
Lignocellulosic nanostructures as reinforcement in extruded and solvent
casted polymeric nanocomposites: an overview. European Polymer
Journal. 80:295–316.
Fridayanti, dkk. 2010. Pengaruh kadar polietilen glikol (PEG) 400 terhadap
pelepasan natrium diklofenak dari sediaan transdermal patch type matriks.
J. Trop. Pharm. Chem. 1(1): 1-7.
Hijriawati, M dan E. Febrina. 2016. Review: Edible film antimikroba. Farmaka.
14(1): 8-16.
Kalangi, S.J.R. 2013. Histofisiologi kulit. Jurnal Biomedik. 5(3):12-20.
18
Sweetman, S.C. 2009. Martindale 36 The Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press
Trianggani, D.F dan Sulistiyaningsih. 2018. Artikel tinjauan: dispersi padat.
Farmaka. 16(1): 93-102.
Verma, P., dkk. 2020. Formulation and evaluation of transdermal patch of
glibenklamid. International Journal of Pharmacy & Life Sciences. 11(7):
6724-6737.
Yadav., Bhai., Mamatha., dan Prasanth. 2012. Transdermal drug delivery: a
technical writeup. J. Pharm. Sci. Innov. 1(1): 5-12.