Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STUDI BIOFARMASETIKA RANCANG BANGUN PRODUK OBAT


SEDIAAN PATCH

Disusun oleh :
Ike Widiya 202306050563
Junieta Fara Syafirah 202306050568
Pramesti Tyas Palupi 202306050583
Elma Choirun Nisa 202306050585
Vika Septiana 202306050589

PROGRAM STUDI S1 FARMASI ALIH JENJANG


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal
mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan kami semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar
lebih baik lagi dari sebelumnya. Tak lupa ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
Dosen Pembimbing atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah diberikan
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun
pedoman bagi pembaca.serta membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca.

Kediri, 23 Desember 2023

(Penyusun)

PAGE \* MERGEFORMAT 11
DAFTAR ISI

MAKALAH...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB 1............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1. Definisi Sediaan Patch..................................................................................3
2.2. Sifat Fisika Kimia.........................................................................................4
2.2.1. Keterlarutan...........................................................................................4
2.2.2. Difusi.......................................................................................................4
2.2.3. Kohesi dan adhesi..................................................................................4
2.2.4. Kelembaban...........................................................................................4
2.2.5. Ketebalan................................................................................................5
2.2.6. Stabilitas Kimia......................................................................................5
2.2.7. Disolusi dan Pelepasan Obat................................................................5
2.3. Rute Pemakaian............................................................................................5
2.4. Sifat Anatomi dan Fisiologi..........................................................................5
2.4.1. Anatomi..................................................................................................5
2.4.2. Fisiologi.......................................................................................................7
2.5. Efek Farmakodinamik....................................................................................10
2.6. Sifat Toksikologi..........................................................................................11
2.7. Keamanan Eksipien....................................................................................11

PAGE \* MERGEFORMAT 11
2.8. Pengaruh Eksipien......................................................................................11
BAB III.......................................................................................................................14
PENUTUP..................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan......................................................................................................14
3.2. Saran................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15

PAGE \* MERGEFORMAT 11
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nyeri merupakan respon sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
muncul sebagai akibat adanya kerusakan jaringan dalam tubuh seperti karena
panas berlebih, trauma fisik, dan peradangan (Kurniawan, 2017). Salah satu
contoh nyeri yang banyak terjadi di masyarakat yaitu Musculoskeletal disorders
dan Osteoarthritis (OA). Gangguan yang dialami pada 9.482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia umumnya berupa penyakit musculoskletal disorder
(16%) (Evadarianto dan Endang, 2017). Menurut World Health Oraganization
(WHO) (1997) menyebutkan bahwa 80% pasien OA akan mengalami
keterbatasan gerakan, dan 20% tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari.
Sehingga untuk mengobati nyeri tersebut dapat menggunakan obat-obatan.

Patch merupakan salah satu sediaan yang dapat menghantarkan dosis obat
secara terkendali melalui kulit dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan metode
formulasinya, patch dibagi menjadi dua yaitu membran controlled system dan
matrix controlled system. Pada penelitian ini digunakan matrix controlled system
karena mempunyai keuntungan yaitu dapat menghasilkan sediaan patch yang
tipis dan elegan, sehingga nyaman untuk digunakan, proses pembuatan yang
mudah, cepat, dan murah dibandingkan dengan membran controlled system
(Gungor et al., 2012).

Transdermal patch adalah salah satu bentuk sediaan farmasi baru untuk
mengantarkan obat ke aliran darah setelah dilekatkan ke kulit. Patch dimaksudkan
untuk mendistribusikan obat dengan cara yang diatur, dimodifikasi, dan dibatasi
waktu dengan kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya. Sistem transdermal
patch sangat efektif dan hemat biaya, dan memberikan alternatif yang baik untuk
pembuatan patch untuk molekul obat yang sangat manjur (Alkilani ct.al., 2023).

PAGE \* MERGEFORMAT 11
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut :

1. Apakah definisi sediaan patch?


2. Bagaimana sifat fisika kimia?
3. Bagaimana rute pemakaian?
4. Bagaimana sifat anatomi dan fisiologi?
5. Bagaimana efek farmakodinamik?
6. Bagaimana sifat toksikologi?
7. Bagaimana keamanan eksipien?
8. Bagaimana pengaruh eksipien?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan ditulisnya makalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi sediaan patch.


2. Untuk mengetahui sifat fisika kimia.
3. Untuk mengetahui rute pemakaian.
4. Untuk mengetahui sifat anatomi dan fisiologi.
5. Untuk mengetahui efek farmakodinamik.
6. Untuk mengetahui sifat toksikologi.
7. Untuk mengetahui keamanan eksipien.
8. Untuk mengetahui pengaruh eksipien.

PAGE \* MERGEFORMAT 11
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi Sediaan Patch
Sistem penghantaran obat transdermal adalah sistem penghantaran yang
mempertahankan efektivitas pelepasan obat dalam waktu yang lama, mengurangi
intensitas administrasi dan efek samping yang terkait dengan rute pemberian oral.
Obat transdermal adalah kategori obat yang sangat luas yang didefinisikan untuk
mengantarkan obat dengan mekanisme aksi lokal atau sistemik melalui formulasi
dosis tertentu (Khan S., and Sharman T., 2023). Sediaan transdermal memiliki
banyak manfaat dibandingkan penghantaran obat secara oral, termasuk
menghindari metabolisme jalur pertama melindunginya dari kerusakan,
melindungi obat sensitif dari lingkungan gastrointestinal yang keras,
memungkinkan pelepasan obat yang berkelanjutan, dan mempertahankan
konsentrasi plasma yang lebih seragam serta meningkatkan kemungkinan
penggunaan pasien secara konsisten, dan memungkinkan pemberian obat dengan
cara interval stabil yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan permeabilitas obat
melintasi subcutan, pendekatan pasif digunakan untuk memengaruhi interaksi
obat seperti peningkat permeasi, nanoemulsi, dan vesikel (Alkilani et.al., 2023).
Sistem penghantaran obat transdermal biasanya memberikan obat yang ditujukan
untuk orang lanjut usia (CHMP, 2014).

Transdermal patch adalah sediaan farmasi dengan berbagai ukuran


mengandung satu atau lebih bahan aktif yang dimaksudkan untuk ditempelkan
pada kulit dan mengakomodasi bahan tersebut untuk memasuki sirkulasi sistemik
setelah melewati sawar kulit. Transdermal patch memiliki beberapa keunggulan,
antara lain kemudahan dalam penghantaran obat, pengurangan rasa sakit, dan
mudah pengobatan jika terjadi toksisitas sistemik. Sebagai bentuk sediaan, patch
transdermal terdiri dari banyak sistem, yaitu sistem perekat (menggunakan sistem
matriks (menggunakan polimer perekat), sistem matriks (menggunakan polimer
sebagai matriks/wadah obat), sistem reservoir (menggunakan polimer sebagai

PAGE \* MERGEFORMAT 11
wadah obat dan mengontrol laju pelepasan obat), dan sistem reservoir mikro (Yati
and Pamungkas, 2018).

Prinsip dasar penghantaran obat transdermal patch bergantung pada


kemampuan obat melewati kulit ke dalam sirkulasi sistemik. Oleh karena itu, ada
obat terbatas yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk dapat melewati
kulit. Kriteria tersebut antara lain memiliki berat molekul rendah (kurang dari 600
g/mol), memiliki kemampuan melewati epidermis, diserap oleh pembuluh darah,
dan masuk ke dalam sirkulasi. Selain itu, obat aktif harus stabil secara kimia dan
fisik. Zat aktif harus memiliki dosis harian yang rendah untuk kenyamanan pasien
dan kecenderungan perekat. Kulit harus memetabolisme obat. Hanya ada
sejumlah kecil obat transdermal patch yang berhasil dengan sifat spesifik seperti
itu (Khan S., and Sharman T., 2023).

2.2. Sifat Fisika Kimia


Sediaan obat transdermal patch memiliki beberapa sifat fisika kimia yang
penting, antara lain:

2.2.1. Keterlarutan
Obat harus larut dalam matriks atau lapisan adhesif untuk memungkinkan
penyerapan melalui kulit.

2.2.2. Difusi
Molekul obat harus dapat berdifusi melalui lapisan kulit untuk mencapai
aliran darah.

2.2.3. Kohesi dan adhesi


Transdermal patch perlu memiliki sifat adhesi agar dapat menempel pada
kulit dan kohesi untuk menjaga integritas struktur patch.

2.2.4. Kelembaban
Kelembaban harus dijaga agar tidak merusak sediaan obat. Penggunaan
bahan impermeabel membantu melindungi patch dari kelembaban eksternal.

PAGE \* MERGEFORMAT 11
2.2.5. Ketebalan
Ketebalan patch mempengaruhi tingkat penyerapan dan kenyamanan
penggunaan.

2.2.6. Stabilitas Kimia


Komponen obat dalam patch harus stabil secara kimia selama masa
simpan.

2.2.7. Disolusi dan Pelepasan Obat


Kecepatan disolusi dan pelepasan obat dari patch harus dikendalikan
untuk mencapai dosis yang diinginkan (Rahim et al., 2016).

2.3. Rute Pemakaian


Rute transdermal merupakan cara alternatif untuk administrasi obat, jika
penggunaan oral tidak dimungkinkan. Transpor obat secara transdermal memberikan
keuntungan yang signifikan untuk administrasi agen terapeutik non-invasif, yaitu
menghindari first pass effect dan degradasi kimia dalam lingkungan saluran
pencernaan serta mudah diakses karena kulitmenyediakan area permukaan yang besar
(Kalia dkk., 2004). Dengan mengambil punggung atas sebagai lokasi referensi,
ketersediaan relatif rivastigmine dari lokasi anatomi lainnya adalah 100% untuk dada,
92% untuk lengan atas, 80% untuk perut, dan 71% untuk paha. Dari seluruh bagian
tubuh, rivastigmin terdeteksi dalam waktu kurang dari satu jam setelah penerapan
patch.dosis rendah dikaitkan dengan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
kapsul atau tempelan transdermal dengan dosis lebih tinggi, dengan kemanjuran
sebanding dengan keduanya. Banyaknya obat yang diminum tergantung pada
kekuatan obatnya. Selain itu, jumlah dosis yang Anda minum setiap hari, waktu yang
diperbolehkan antar dosis, dan lamanya Anda meminum obat bergantung pada
masalah medis yang menyebabkan Anda menggunakan obat tersebut.

2.4. Sifat Anatomi dan Fisiologi


2.4.1. Anatomi
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan

PAGE \* MERGEFORMAT 11
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara teru-menerus
(keratinisasi dan pelepasan selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan
suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba
dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi luar (Tranggono dan
Latifah, 2007).
Menurut Kalangi (2013), kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu:
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari
jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa oleh
karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada
lapisan dermis. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke
luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lusidum, dan stratum corneum. Berikut penjelasannya:
1. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel
yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada
dermis di bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar,
jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik.
2. Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Stratum
granulosum (lapis berbutir). Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel
gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut
granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata
merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.
3. Stratum granulosum

PAGE \* MERGEFORMAT 11
Lapisan ini terdiri dari 2-4 lapis sel yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin.
4. Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya,
dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organe pada sel-sel lapisan
ini.
5. Stratum corneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak
berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling
permukaan merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu
terkelupas.
b. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis,
batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
Berikut penjelasannya:
1. Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis
yang jumlahnya bervariasi antara 50–50/mm. Jumlahnya terbanyak
dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti
pada telapak kaki. 2. Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan
sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler.
Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di
antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta
folikel rambut.
c. Subkutan (Hypodermis)
Hypodermis atau lapisan lemak subkutan merupakan lapisan
kulit yang terletak paling dalam. Lapisan ini merupakan kumpulan dari
sel lemak yang berfungsi dalam penyimpanan energi, pengaturan
temperatur, dan pelindung mekanik tubuh (Lund, 1994).

PAGE \* MERGEFORMAT 11
2.4.2. Fisiologi
1. Pernapasan Kulit

Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2


dari kulit tergantung pada banyak faktor di luar maupun di dalam kulit, seperti
temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembapan udara, kecepatan
aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, dan lain-lain. Bahan-
bahan yang menstimulasi pernapasan kulit adalah ekstrak ragi, ekstrak
placenta, asam pathotenat, asam boraks, vitamin A & D, air mawar.
Sedangkan bahan-bahan yang menekan atau mengurangi pernapasan kulit
adalah bahan pengawet, bahan antiseptik, asam lemak, fluoride, asam
benzoate, asam salisilat, sulfur. Pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5
persen dari yang dilakukan oleh paruparu, dan kulit hanya membutuhkan 7
persen dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen
untuk dermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Mantel Asam Kulit

Tingkat keasaman (pH) berbeda antara yang ditemukan oleh


Marchionini dan oleh peneliti-peneliti lainnya, tetapi umumnya berkisar
antara 4,5–6,5. Jumlah lemak di permukaan kulit sebagian besar ditetapkan
secara genetik. Konsentrasi terbesar lemak permukaan kulit terdapat di kulit
kepala, dahi, wajah dan punggung. Sekresi lemak ke permukaan kulit
ditentukan secara genetik, tetapi juga tergantung pada iklim, musim dan sinar
(Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Sistem Pengaturan Air Kulit

Permeabilitas kulit terhadap air sangat terbatas. Barrier yang mengatur


keluarnya air dari kulit dan masuknya air ke dalam kulit tidak terletak
langsung di bawah permukaan kulit, tetapi ada di bawah lapisan stratum
corneum yang diberi nama barrier Rein. Untuk fungsi fisiologisnya, kulit
memerlukan lemak dan air, keduanya berhubungan secara erat. Lapisan lemak

PAGE \* MERGEFORMAT 11
di permukaan kulit dan bahanbahan dalam stratum corneum yang bersifat
higroskopis, dapat menyerap air, dan berada dalam hubungan yang
fungsional, disebut Natural Moisturizing Factor (NMF). Kemampuan stratum
corneum untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan
kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Permeabilitas dan Penetrasi Kuli

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit adalah kelembapan


kulit, keadaan kulit: apakah normal atau mengalami modifikasi, apakah kulit
gundul atau banyak rambutnya, usia, jenis kelamin dan kecepatan
metabolisme bahan di dalam kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Faktor-faktor yang berpengaruh pada bahan yang dikenakan kulit,


antara lain:

a. Besar kecilnya molekul bahan.

b. Daya larut bahan dalam lemak ataupun air.

c. Apakah berbasis lemak atau berbasis garam.

d. Tingkat keasaman (pH) dari bahan.

e. Kecepatan pemberian bahan pada kulit.

Bahan yang berbasis lemak lebih mudah mempenetrasi kulit dari pada
yang berbasis garam atau yang lainnya. Emulsi O/W lebih tinggi daya
penetrasinya dari pada emulsi W/O. Berbagai cara penetrasi yang mungkin ke
dalam kulit, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Lewat antara sel-sel stratum corneum.

b. Melalui dinding saluran folikel.

c. Melalui kelenjar keringat.

PAGE \* MERGEFORMAT 11
d. Melalui kelenjar sebasea.

e. Menembus sel-sel stratum corneum

2.5. Efek Farmakodinamik


Rute penghantaran obat secara transdermal merupakan alternatif untuk
beberapa obat. Transdermal patch merupakan bentuk sediaan yang
menghantarkan obat melewati kulit untuk menghasilkan efeksistemik dengan
kecepatan yang dapat dikontrol. Keuntungannya antara lain penggunaan yang
mudah,dapat mengurangi frekuensi pemberian obat, menjaga bioavailabilitas,
menghindari first pass effect dapat dimetabolisme secara cepat sehingga obat
yang mencapai sirkulasi sistemik menjadi jauh berkurang . Pada pembuatan
transdermal patch, polimer merupakan bahan yang paling penting dalam
pembuatan matriks patch sebab polimer yang digunakan akan menentukan
kecepatan pelepasan obat yang nantinya akan mempengaruhi keberhasilan terapi.
Transdermal patch merupakan pembawa obat yang memiliki lapisan perekat
yang menjamin obat dapat masuk ke peredaran darah dengan laju terkontrol
(Okyar et al., 2012). Sediaan patch memiliki keuntungan antara lain : tidak sakit,
mengurangi efek first pass metabolism, menghindari kontak langsung obat
dengan pembuluh mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat pada
system pencernaan, jumlah obat yang terlepas dapat dikendalikan dan obat dapat
dihantarkan dalam waktu yang lama (Patel et al., 2012). Lokasi peletakan patch
sangat mempengaruhi penyebaran obat ke dalam jaringan (Adachi et al., 2011).
Berdasarkan metode formulasinya, patch dibagi menjadi dua kelompok yaitu
membrane controlled system dan matrix controlled system (Okyar et al., 2012).
Jalur Transappendageal merupakan jalur terpendek yang dilalui obat untuk
dapat mencapai sirkulasi sitemik. Jalur ini juga menyediakan area yang cukup
luas untuk difusi obat. Kulit memiliki kelenjar keringat, kelenjar minyak, folikel
rambut dan pori-pori yang menjadi jalur masuknya obat. Sekresi kelenjar dan
jumlah sekresi mempengaruhi penetrasi obat. Namun jalur transappendageal

PAGE \* MERGEFORMAT 11
hanya terjadipada 0,1% dari permukaan kulit sehingga memiliki pengaruh yang
sedikit (Jhawat et al., 2013)
.Patch merupakan salah satu sediaan yang dapat menghantarkan dosis obat
secara terkendali melalui kulit dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan metode
formulasinya, patch dibagi menjadi dua yaitu membran controlled system
danmatrix controlled system.
Sediaan transdermal memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah dapat
menghindari first pass metabolism, obat dapat dihantarkan dalam waktu lama
serta obat tidak berinteraksi dengan cairan lambung dan usus ( Sharma et al,.
2013). Pada penggunaan transdermal pengobatan bias dapat di hentikan ketika
terjadi ketoksikkan ( Jhawat et al 2013). Kerugian transdermal antara lain dapat
menyebabkan iritasi jika dosis obat yang dibutuhkan besar,ketebalan barrier kulit
berbeda, serta tidak dapat menghantarkan obat dengan ukuran partikel yang besar
( Kadam 2014).

2.6. Sifat Toksikologi


Sifat Toksisitas patch transdermal bergantung pada obat/zat aktif yang
dipilih yang diberikan melalui penggunaan pemberian obat transdermal dan
apakah pasien mengikuti petunjuk pemberian dengan benar (Pastore, 2015).

2.7. Keamanan Eksipien


Patch transdermal adalah atribut yang penting atau merugikan keamanan
dan kemanjuran produk. Hal ini dapat mencakup: penghantaran obat, disolusi
obat, uji tempel, keseragaman kandungan, sisa pelarut, adhesi tempelan,
penghilangan tempelan dari pelapis, ketahanan geser perekat, aliran dingin
perekat, beban biologis, kristalisasi, sensitisasi kulit, dan stabilitas produk dalam
kemasan primer. CQA ini akan berbeda berdasarkan jenis patch yang
dikembangkan.

2.8. Pengaruh Eksipien


Pada pembuatan sediaan transdermal atau topikal diperlukan eksipien-
eksipien penunjang zat aktif agar dapat menembus membran kulit, dan dapat

PAGE \* MERGEFORMAT 11
menjadi penghantar untuk sistemik. Berikut zat eksipien yang sering digunakan
untuk pembuatan sediaan ini:

1. Asam Oleat

Asam oleat berfungsi sebagai enhancer yang dapat membuat


kandungan ketoprofen pada patch carbopol dapat melewati kulit secara
maksimal.

2. Asam Laurat
Asam laurat berfungsi sebagai enhancer yang bekerja dengan
meningkatkan permease metaproterenol dan anti estrogen yang sangat
lipofilik.Mekanisme kerja asam laurat adalah dengan cara berintraksi dan
memodifikasi bagian lipid dari stratum korneum.
3. DMF
DMF (Dimethylformamide) bekerja dengan cara meningkatkan
permease dari beberapa senyafa hidrofilik dan hidrofobik, terutama permeasi
pada beta bloker dan juga efedrin klorid.
4. DMSO
DMSO (Dimethyl sulfoxide) bekerja dengan cara meningkatkan
absorbsi senyawa-senyawa yang bersifat polar dengan cara meningkatkan
difusi dan partisi.
5. Etanol
Etanol merupakan enhancer, yang bekerja dengan cara mengganggu
susunan stratum korneum guna meningkatkan kemampuannya untuk
menembus lipid.
6. Mikroemulsi
Mikroemulsi digunakan karena dapat meningkatkan absorbsi obat
pada saat pemakaian topikal, mikroemulsi bekerja dengan cara meningkatkan
daya penetrasi pembawa oleh asam lemak pada fase minyak. Contohnya
adalah: asam oleat, tween 80 dan propilenglikol.

PAGE \* MERGEFORMAT 11
7. Peningkat Permeasi Kimia
Peningkat permease kimia biasa digunakan untuk meningkatkan
kecepatan difusi obat yang bekerja melalui stratum korneum dan epidermis.
Berrikut merupakan contoh-contoh dai peningkat permease kimia: Dimetil
formamide, dimetil sulfoksid, dimetilasetamid, asam lemak sederhana dan
alkohol, surfaktan lemah yang mengandung senyawa polar berukuran sedang
(azones).
8. Pirolidon
N-metil-2-pirrolidon dan 2-Pirrolidone dapat meningkatkan
bioavaibilitas dari pemakaian topikal steroid betamethasone 17-Benzoat.
9. Surfaktan
Berikut merupakan contoh-contoh dari surfaktan: tween dan sodium
lauryl sulphate. Surfaktan termasuk kedalam formulasi yang dapat membantu
untukmelarutkan zat aktif (yang bersifat lipofil atau hidrofil) serta membantu
penetrasi dengan cara melarutkan bagian lipid stratum korneum.
10. Urea
Urea biasa dikenal sebagai agen pembasah (hidrasi) yang digunakan
untuk membantu penetrasi pada kondisi kulit yang keratotik seperti pada
psoriasis, ichthyosis, dan lainnya. Peningkatan penetrasi ini dapat berkaitan
dengan peningkatan aktivitas keratolitik dari stratum korneum (Suwarlie et al.,
2017).

PAGE \* MERGEFORMAT 11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Patch dimaksudkan untuk mendistribusikan obat dengan cara yang diatur,
dimodifikasi, dan dibatasi waktu dengan kecepatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Sistem transdermal patch sangat efektif dan hemat biaya, dan
memberikan alternatif yang baik untuk pembuatan patch untuk molekul obat yang
sangat manjur. Jalur Transappendageal merupakan jalur terpendek yang dilalui obat
untuk dapat mencapai sirkulasi sitemik. Jalur ini juga menyediakan area yang cukup
luas untuk difusi obat. Patch transdermal adalah atribut yang penting atau merugikan
keamanan dan kemanjuran produk.

3.2. Saran
Makalah ini berisikan materi dari kajian pustaka yang bertujuan untuk
menambah wawasandan sebagai acuan dalam pembelajaran. Namun, makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan sebagai mana manusia yang tidak luput dari kesalahan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya

PAGE \* MERGEFORMAT 11
DAFTAR PUSTAKA

Adachi, C. (2011). A Sociolinguistics Investigation of Compliments and Compliment


Responses amongYoung Japanese. Tesis. University of Edinburgh. Edinburgh

Alkilani A.Z., Musleh B., Hamed R., Swellmeen L., and Basheer H.A.,
2023,Preparation and Characterization of Patch Loaded with Clarithromycin
Nanovesicles for Transdermal Drug Delivery, J. Funct. Biometer, Vol. 14,
No.2,https://doi.org/10.3390/jfb14020057

Committee for Medicinal Products for Human Use (CHMP), 2014,Guideline onthe
pharmacokinetic and clinical evaluation of modified release dosage forms, European
Medicines Agency Science Medicines Health.

Evadarianto, N. dan Endang, D. 2017. Postur Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal


Disorders Pada Pekerja Manual Handling bagian Rolling Mill. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6 (1).

Gungor, S., Erdal, M. E. dan Ozsoy, Y. 2012. Plasticizer in Transdermal Drug


Delivery System. Recent Advances in Plasticizer. Beyazit-Istanbul: Turki.

Jhawat, V.C., Saini, V., Kamboj, S., and Maggon, N. 2013. Transdermal Drug
Delivery Systems Approa.(20): 47–56.

Kadam, Yadav KN, Patel FA, Karjikar. 2013. Pharmacognostic, Phytochemical


Studies of Piper nigrumLinn. Fruit (Piperaceae). International Research Journal of
Pharmacy. (4) : 189-193.

Khan S., and Sharman T., 2023,Transdermal Medications, Treasure Island:StatPearls.

Kurniyawan, E.H. 2017. Terapi Komplementer Alternatif Akupresur Dalam


Menurunkan Tingkat Nyeri. Nurseline Journal. Vol. 1 (2).

PAGE \* MERGEFORMAT 11
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex,12th Edition, the Pharmaceutocal Press,
London.

Okyar, A., Ozsoy,Y., & Gungor, S. 2012. Novel Formulation Approaches for Dermal
and TransdermalDelivery of Non- Steroidal Anti-Inflammatory Drugs. A. Lemmey
(Editor). Rheumatoid Arthritis-Treatment. www.intechopen.com.

Pastore, K. ,. (2015). Patch transdermal: sejarah, perkembangan dan farmakologi. Br


J Farmakol, 172 (9):2179-209.

Rahim F, Deviarny C, Yenti R, Ramadani P. Formulasi sediaan patch transdermal


dari rimpang rumput teki (cyperus rotundus L.) untuk pengobatan nyeri sendi pada
tikus putih jantan. Scientia. 2016:6(1);1-6.

Suwalie, E.R., dan Mita, S.W. 2017. Terpen sebagai Peningkat Penetrasi pada
Sediaan Transdermal. Farmaka. Vol.15(3):102-110.

Tranggono, R.I.S. dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

WHO.1997. The World Health Report 1997: Conquering suffering, Enriching


Humanity. World Health Organization. Geneva: World Health Generation. P.55.

Yati K., and Pamungkas S.T., 2018, The Formulation of Carvedilol


TransdermalPatch With Resin Gum as Rate Control, Pharmaciana, Vol. 8, No. 1,
ISSN:2477 0256.

PAGE \* MERGEFORMAT 11

Anda mungkin juga menyukai