SKRIPSI
Oleh:
NABILA TAHIYYAH
NIM 702018035
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
Sebagai syarat
Melaksanakan penelitian
Menyetujui
Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-NYA, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tentang
“Bagaimana Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Acne
Vulgaris pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked).
Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa
mendatang. Dalam hal penyelesaian penelitian, peneliti banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Dekan dan staff Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
4. dr. Noviyanti, M. Biomed selaku pembimbing I.
5. dr. Otchi Putri Wijaya selaku pembimbing II.
6. Teman-teman yang sudah banyak membantu saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung peneliti dan semoga
penelitian ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
alasan ini obesitas bisa dikaitkan dengan derajat keparahan acne (Deliana et
al., 2019).
Patogenesis yang diduga berpengaruh pada timbulnya acne vulgaris
salah satunya yaitu peningkatan produksi sebum yang di bawah kontrol
hormon androgen. Produksi hormon androgen berhubungan dengan
peningkatan kadar insulin-like growth factor-1 yang berkorelasi positif
dengan IMT. Penelitian yang dilakukan Deliana menyatakan bahwa IMT
dengan kategori overweight/obesitas berisiko untuk menderita acne
vulgaris 1,438 kali lebih besar daripada IMT underweight/normal (Deliana
et al., 2019). Namun penelitian yang dilakukan oleh Raditra & Sari
menunjukkan bahwa tidak hubungan antara IMT dengan kejadian acne
vulgaris (Raditra & Sari, 2019).
Berdasarkan hal diatas, bahwa acne vulgaris memiliki prevalensi
yang tinggi pada umur remaja dan memiliki kecenderungan peningkatan
risiko acne vulgaris pada individu dengan IMT yang lebih tinggi, oleh
sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Acne Vulgaris pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang”.
Deliana et Hubungan Indeks Massa Cross Pada penelitian ini Lokasi, waktu,
al., 2019 Tubuh Dengan Akne Sectional sebanyak 90 responden populasi dan
Vulgaris Pada Siswa- didapatkan mayoritas sampel
Siswi SMA Negeri 7 subjek penelitian penelitian
Medan perempuan dan mayoritas berbeda
memiliki IMT normal
dengan 52,2%. Pada
penelitian ini siswa dengan
IMT kategori obesitas
memiliki risiko acne
vulgaris 1,438 kali lebih
besar dibandingkan siswa
dengan IMT kategori tidak
obesitas (Deliana et al.,
2019).
Dewinda Indeks Massa Tubuh dan Cross Pada penelitian ini Lokasi, waktu,
et al., Kejadian Jerawat pada Sectional sebanyak 82 responden populasi dan
2020 Siswa Muhammadiyah 1 didapatkan mayoritas sampel
Pontianak subjek penelitian laki-laki penelitian
dan mayoritas memiliki berbeda
IMT kategori normal
dengan 67.1%. Kejadian
acne vulgaris meningkat
2,807 kali seiring dengan
IMT yang meningkat
(Dewinda et al., 2020).
Raditra & The correlation between Cross Pada penelitian ini Lokasi, waktu,
Sari, 2019 body mass index and Sectional sebanyak 180 responden populasi dan
acne vulgaris didapatkan mayoritas sampel
subjek penelitian penelitian
perempuan dan mayoritas berbeda
subjek memiliki IMT
normal dengan 63,9%.
Disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara IMT
dengan kejadian acne
vulgaris (Raditra & Sari,
2019)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.2 Epidemiologi
The Global Burden of Disease Project memperkirakan prevalensi acne
vulgaris mencapai 9,4%, dan merupakan peringkat ke-8 dalam hal penyakit
paling umum di seluruh dunia (Deliana et al., 2019). Perempuan ras Afrika,
Amerika, dan Hispanik memiliki prevalensi AV tinggi, yaitu 37% dan 32%,
sedangkan perempuan ras Asia 30%, kaukasia 24%, dan india 23%. Pada ras
Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi
inflamasi dan 10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, acne
komedonal lebih sering dibandingkan acne inflamasi, yaitu 14% acne
komedonal, 10% acne inflamasi (Putra et al., 2020)
Di Indonesia angka kejadian acne vulgaris berkisar 85% dan terjadi pada
usia 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada laki-laki, dengan lesi
perdominan adalah komedo dan papul. Acne vulgaris umumnya lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita pada rentang usia 15-44
tahun yaitu 34% pada laki-laki dan 27% pada wanita (Fithriyana, 2019).
2.1.1.3 Etiologi
Etiologi acne vulgaris masih belum diketahui. Beberapa etiologi yang
diduga terlibat berupa faktor intrinsik, yaitu genetik, ras, hormonal dan faktor
ekstrinsik berupa stress, iklim/suhu/kelembaban, dan kosmetik (Sitohang &
Sjarif, 2019).
a) Genetik
Acne kemungkinan besar merupakan penyakit genetik dimana pada
penderita terdapat peningkatan respon unit pilosebaseus terhadap kadar
normal androgen dalam darah. Menurut sebuah penelitian, adanya gen
tertentu (CYP17-34C/C) dalam sel tubuh manusia, meningkatkan terjadinya
AV (Afriyanti, 2015).
b) Faktor Hormonal
Pada umumnya AV muncul ketika adrenarche yaitu masa pubertas saat
terjadi lonjakan produksi hormon adrenal yang pada akhirnya akan
menstimulasi perkembangan kelenjar sebasea dan produksi sebum. Peran
androgen dalam patogenesis AV dewasa masih diperdebatkan. Pemicu AV
dewasa bukan hanya produksi sistemik namun juga produksi lokal hormon
androgen (Teresa, 2020).
c) Makanan (diet)
Terdapat makanan tertentu yang memperberat AV. Makanan tersebut
antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan, kacang, susu, keju, dan
sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan manis, coklat, dll),
alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium (garam). Lemak dalam
makanan dapat mempertinggi kadar komposisi sebum (Afriyanti, 2015).
d) Faktor Kosmetik
Kosmetika dapat menyebabkan AV jika mengandung bahan-bahan
komedogenik. Bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum,
minyak atsiri dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol,
bahan pewarna (D&C) biasanya terdapat pada krim-krim wajah. Untuk jenis
bedak yang sering menyebabkan akne adalah bedak padat (compact powder)
(Afriyanti, 2015).
f) Jenis Kelamin
Umumnya, acne pada perempuan lebih awal daripada laki-laki, karena
masa pubertas perempuan umumnya lebih cepat dari pada laki- laki. Acne
vulgaris secara umum dimulai pada usia 12-15 tahun, dengan puncak tingkat
keparahan pada 17-21 tahun, serta terbanyak pada remaja usia 15-18 tahun
(Gomarjoyo et al., 2019). Menurut puncak keparahan acne vulgaris terjadi
lebih dini pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, faktor pencetus
timbulnya acne vulgaris pada perempuan adalah faktor hormonal dan
kosmetik. Biasanya kosmetik dapat menyebabkan timbulnya komedo tertutup
dengan beberapa lesi papulopustul, sedangkan faktor hormonal berhubungan
dengan periode menstruasi karena terjadi peningkatan hormon yang
mendadak mengakibatkan aktivitas kelenjar sebasea meningkat, sehingga
terjadi acne vulgaris (Arya et al., 2019).
g) Obesitas
Acne vulgaris memiliki beberapa faktor risiko, salah satunya obesitas
yaitu akumulasi lemak yang berlebih. Obesitas yaitu akumulasi lemak
abnormal yang dapat diukur dengan indeks massa tubuh. Hasil penelitian
sebelumnya, diketahui berat badan berlebih hingga obesitas memiliki korelasi
positif dengan kadar insulin. Hiperinsulinemia akan meningkatkan IGF-1
(Insulin Growth Factor-1) yang menyebabkan terjadinya acne vulgaris
melalui peningkatan proses keratinisasi pada folikel pilosebasea dan
stimulasi produksi hormon androgen sehingga produksi sebum berlebih.
Selain itu, peningkatan insulin dan IGF-1 dapat menghambat hati untuk
mensintesis Sex Hormone Binding Protein (SHBG) sehingga kadar hormon
androgen terhadap jaringan akan meningkat drastic (Gomarjoyo et al., 2019).
h) Faktor pekerjaan
Penderita AV juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan pabrik
dimana mereka selalu terpajan bahan- bahan kimia seperti oli dan debu-debu
logam. Acne ini biasa disebut “Occupational Acne” (Afriyanti, 2015).
2.1.1.4 Patogenesis
Terdapat empat patogenesis paling berpengaruh pada timbulnya AV, yaitu:
a) Produksi sebum yang meningkat
Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinu dan disekresikan ke
permukaan kulit melalui pori-pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur
secara hormonal. Kelenjar sebasea menjadi aktif saat pubertas karena adanya
peningkatan hormon androgen, khususnya hormon testosteron, yang memicu
produksi sebum. Hormon androgen menyebabkan peningkatan ukuran
kelenjar sebasea, menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi proliferasi
keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum.
Ketidakseimbangan antara produksi dan kapasitas sekresi sebum akan
menyebabkan penyumbatan sebum pada folikel rambut (Afriyanti, 2015).
Hormon androgen berperan pada perubahan sel-sel sebosit demikian pula
sel-sel keratinosit folikular sehingga menyebabkan terjadinya mikrokomedo
dan komedo yang akan berkembang menjadi lesi inflamasi. Sel-sel sebosit dan
keratinosit folikel pilosebasea memiliki mekanisme selular yang digunakan
untuk mencerna hormon androgen, yaitu enzim-enzim 5-α-reduktase (tipe 1),
3β dan 7β hidroksisteroid dehidrogenase yang terdapat pada sel sebosit basal
yang belum diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit berdiferensiasi kemudian
terjadi ruptur dengan melepaskan sebum ke dalam duktus pilosebasea. Proses
diferensiasi sel-sel sebosit tersebut dipicu oleh hormon androgen yang akan
berikatan engan reseptornya pada inti sel sebosit (Sitohang & Sjarif, 2019).
d) Proses Inflamasi
Propionibacterium acnes mempunyai faktor kemotaktik yang menarik
leukosit polimorfonuklear kedalam lumen komedo. Jika leukosit
polimorfonuklear memfagosit P. acnes dan mengeluarkan enzim hidrolisis,
maka akan menimbulkan kerusakan dinding folikuler dan menyebabkan
ruptur sehingga isi folikel (lipid dan komponen keratin) masuk dalam dermis
sehingga mengakibatkan terjadinya proses inflamasi (Afriyanti, 2015). Faktor
kemotaktik dan ezim lipase yang dihasilkan P. acnes akan mengubah
trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi jalur
klasik dan alternatif komplemen (Sitohang & Sjarif, 2019).
2.1.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi AV menggunakan referensi metode yang berbeda-beda.
Untuk di Indonesia, menggunakan klasifikasi penentuan derajat acne yang
diadopsi dari 2nd Round Table Meeting (South East Asia), Regional
Consensus on Acne Management di Vietnam tahun 2003 yang tersaji pada
tabel dibawah (Sibero, Sirajudin, et al., 2019):
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Keparahan Acne menurut 2nd Round Table Meeting
Derajat Lesi
Ringan Komedo < 20, atau
lesi inflamasi < 15, atau
total lesi < 30
Sedang Komedo 20-100, atau
lesi inflamasi 15-50, atau total lesi 30-
125
Berat Kista > 5 atau komedo > 100, atau
lesi inflamasi > 50, atau
total lesi > 125
Sumber: (2nd Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne Management,
2003).
2.1.1.7 Diagnosis
Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi
pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka maupun komedo tertutup.
Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne vulgaris.
Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah-
daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar lemak. Pemeriksaan
b) Acne rosasea
Adalah peradangan kronis kulit, terutama wajah dengan predileksi
dihidung dan pipi. Gambaran klinis akne rosasea berupa eritema, papul,
pustul, nodul, kista, talengiektasi dan tanpa komedo (Afriyanti, 2015).
c) Dermatitis perioral
Dermatitis yang terjadi pada daerah sekitar mulut sekitar mulut dengan
gambaran klinis yang lebih monomorf (Afriyanti, 2015).
d) Moluskulum kontagiosum
Merupakan penyakit virus, bila lesinya di daerah seborea menyerupai
komedo tertutup (Afriyanti, 2015).
e) Folikulitis
Peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh Staphylococcus sp.
Gejala klinisnya rasa gatal dan rasa gatal di daerah rambut berupa makula
eritem disertai papul atau pustul yang ditembus oleh rambut (Afriyanti,
2015).
2.1.1.9 Tatalaksana
Tatalaksana acne vulgaris secara garis besar terdiri dari tatalaksana
medikamentosa, non medikamentosa dan tindakan.
a) Tatalaksana medikamentosa:
- Berdasarkan derajat keparahan AV
- Diikuti dengan terapi pemeliharaan atau pencegahan (Sitohang &
Sjarif, 2019).
Second line:
Antibiotik topikal + retinoid topikal alternatif, azelaic
acid, sodium sulfacetami, asam salisilat
Derajat Sedang Antibiotik Oral, retinoid topikal, dan benzoil Peroksida.
Terapi topikal adalah pilihan lini pertama untuk jerawat ringan hingga
sedang dan pengobatan pembantu tambahan untuk jerawat sedang hingga
berat yang sedang dirawat secara sistemik. Retinoid topikal dapat digunakan
sebagai pilihan lini pertama untuk jerawat ringan dan pilihan kombinasional
untuk jerawat sedang, serta pilihan lini pertama dalam pemeliharaan jerawat.
Biasanya retinoid generasi pertama (retinol, tretinoin (asam retinoat, Retin-
A), isotretinoin) dan retinoid generasi ketiga (adapalene dan tazarotene)
b) Tatalaksana non-medikamentosa:
Mencuci wajah minimal 2 kali sehari, perawatan kulit wajah, memilih
kosmetik yang nonkomedogenik, dan menghindari pemencetan lesi secara
non-higienis (Sitohang & Sjarif, 2019).
c) Tindakan:
Kortikosteroid intralesi (KIL), ekstraksi komedo, laser (misalnya laser V-
beam), electrosurgery, krioterapi, terapi ultraviolet, blue light (405-420 nm),
red light (660 nm), chemical peeling dan lain-lain (Sitohang & Sjarif, 2019).
2.1.1.10 Komplikasi
Ada dua komplikasi dari acne vulgaris, yaitu:
a) Pembentukan skar
Secara umum, terdapat empat tipe skar yang dapat timbul akibat akne
vulgaris: ice-pick, rolling, boxcar, dan skar hipertrofi (Zaenglein et al.,
2018).
Keterangan gambar:
A: ice pick scar B: Skar atrofi C: Skar hipertrofi
2.1.1.11 Prognosis
Acne vulgaris umumnya membaik bersamaan dengan meningkatnya
umur pasien meninggalkan masa remaja, namun terdapat kasus dimana acne
vulgaris bertahan hingga masa dewasa seseorang. Umumnya pasien tidak
mengalami konsekuensi jangka panjang dari acne vulgaris, namun lesi berat
dapat meninggalkan skar pada daerah yang terserang (Rao, 2016).
mengukur kadar lemak tubuh secara langsung, menurut hasil penelitian, IMT
berkorelasi dengan hasil pengukuran lemak tubuh dengan cara pengukuran
ketebalan kulit, impedansi bioelektrik, densitometri (pengukuran berat badan
dalam air), dan Dual Energy X- Ray Absorptiometry (DXA) (CDC, 2016).
Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO, menentukan IMT
dilakukan dengan cara sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan
timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam
rumus untuk mendapatkan besar IMT. Berikut adalah rumus untuk
mendapatkan besar IMT (WHO, 2017):
IMT Interpretasi
<18,5 Underweight
18,5-24,9 Berat badan normal
25-29,9 Kelebihan berat badan
(Overweight)
30-34,9 Obesitas kelas 1
35-39,9 Obesitas kelas 2
>40 Obesitas kelas 3
Interpretasi IMT
Kurus Kekurangan berat <17,0
badan tingkat berat
Kekurangan berat 17,0-18,4
badan tingkat ringan
Normal Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat 25,1-27,0
badan tingkat ringan
Kelebihan berat >27,0
badan tingkat berat
Sumber: (Depkes RI, 2011).
androgen pada sebosit, keratinosit dan sel papila dermal. Ketiga sel ini
distimulasi oleh androgen dan memiliki kemampuan untuk mengubah
testosteron menjadi bentuknya yang lebih poten yaitu 5α-dihidrotestosteron.
Sehingga dalam mengendalikan homeostasis androgen pada kulit, testosteron
dimetabolisme menjadi metabolit yang kurang aktif oleh tiga enzim yaitu
enzim 17β-dehidrogenase mengubah testosteron menjadi androstenidion,
enzim 5α-reduktase mengubah androstenidion menjadi 5α-androstenidion
dan enzim 3α-hidroksisteroid dehidrogenase mengubah 5α-androstenidion
menjadi androsteron kembali. Perbedaan aktivitas enzim antar individual
dapat mempengaruhi kadar androgen pada sebosit dan keratinosit, sehingga
menyebabkan ketiadaan hubungan acne vulgaris dengan keadaan
hiperandrogen yang digambarkan melalui indeks massa tubuh (Gomarjoyo et
al., 2019).
Pada penelitian yang dilakukan Deliana didapatkan terdapat hubungan
antara IMT dan AV dimana siswa yang memiliki kategori IMT obesitas
memiliki resiko mengalami AV 1,438 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang mempunyai IMT kategori tidak obesitas. Dalam hal ini obesitas
berpengaruh pada hiperandrogenisme melalui peningkatan IGF-1 yang
mengakibatkan hiperkeratinisasi folikuler dan meransang kelenjar sebasea
untuk mensekresikan produksi sebum (Deliana et al., 2019).
Pada penelitian yang dilakukan Dewinda didapatkan hubungan korelasi
positif yang bermakna antara IMT dan kejadian AV. Kejadian AV meningkat
2.807 kali seiring dengan peningkatan IMT pada siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 1 Pontianak. Orang dengan obesitas memiliki jaringan
lemak yang lebih banyak yang merupakan sumber produksi androgen. Pada
orang yang mengalami obesitas terjadi hiperandrogenisme perifer yang dapat
menyebabkan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea dan produksi sebum
yang merupakan faktor yang menyebabkan perkembangan AV. Insulin,
androgen, growth hormone, dan insulin-like growth factors meningkat pada
pasien obesitas dan mengaktifkan kelenjar sebasea yang mempengaruhi acne
vulgaris (Dewinda et al., 2020)
Keterangan:
2.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis null (Ho):
Tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian acne
vulgaris pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Hipotesis effort/alternatif (H1):
Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian acne
vulgaris pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
BAB III
METODE PENELITIAN
1+Ne2
Keterangan:
n: Jumlah Sampel
N: Jumlah Populasi
e: Tingkat kesalahan dalam memilih anggota sampel yang ditolelir sebesar
5% sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan sebanyak 5 %. Jadi:
n= N
1+Ne2
n= 440
1 + 440(0,05)2
n= 440
1 + 1,1
n= 440
2,1
Alat Skala
No Variabel Definisi Ukur Cara Ukur Ukur Hasil Ukur
a. Analisis Univariat
Pada penelitian kali ini analisis univariat bertujuan untuk memperoleh
informasi secara umum mengenai karakteristik responden dan variabel
penelitian.
b. Analisis Bivariat
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji chi square
dengan alternatif Kolmogorov smirnov test (Irfannuddin, 2019). Analisa
data menggunakan bantuan komputer program Statistical Program for
Social Science (SPSS) versi 26.
Sampel
Pengisian kuesioner
Pengumpulan data
Pengolahan dan Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Acne Vulgaris
Prevalensi acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembahasan Univariat
A. Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 222
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang didapatkan prevalensi indeks massa tubuh terbanyak
yaitu dalam kategori normal sebanyak 128 (57,7%) responden.
Hasil yang sama dilaporkan oleh Kristiani et al (2017) dilakukan
pada siswa Frater Don Bosco Manado dari 69 responden penelitian
sebanyak 50 (72,5%) indeks massa tubuhnya dalam kategori
normal. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al (2017) pada
B. Acne Vulgaris
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 222
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang didapatkan prevalensi acne vulgaris berdasarkan jenis
kelamin terbanyak perempuan 174 (78,4%) responden. Penelitian
yang dilakukan oleh Fitriani et al (2017) pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Unisba melaporkan hasil yang sama dari total 50
responden penelitian didapatkan sebanyak 35 (70%) responden
perempuan yang mengalami acne vulgaris. Arya et al (2019)
melaporkan hasil yang sama yaitu dari total 66 responden penelitian
didapatkan sebanyak 47 (71,2%) perempuan yang mengalami acne
vulgaris.
Faktor pencetus timbulnya acne vulgaris pada perempuan
adalah faktor hormonal dan kosmetik (Ayudianti P, 2014), hal ini
dikarenakan perempuan lebih memperhatikan penampilannya selain
itu menurut puncak keparahan acne vulgaris terjadi lebih dini pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga lebih
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang :
1. Prevalensi indeks massa tubuh terbanyak yaitu 128 (57,7%) responden
dalam kategori normal
2. Prevalensi acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu
perempuan 174 (78,4%) responden
3. Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian acne
vulgaris pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang dengan nilai p-value (0,04)
5.2. Saran
1. Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan untuk mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah agar menjaga pola
makannya sehingga tidak menyebabkan kenaikan berat badan yang akan
berpengaruh terhadap kejadian acne vulgaris khususnya mahasiswa yang
memiliki risiko tinggi menderita acne vulgaris dengan IMT kategori
overweight dan obesitas untuk mengurangi berat badannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arya, I. G., Wibawa, E., Winaya, K. K., Sakit, R., Indera, U., Desain, B., Kulit,
P., Sakit, R., Provinsi, I., & Dilakukan, B. (2019). Karakteristik Penderita
Acne Vulgaris Di Rumah Sakit Umum (RSU) Indera Denpasar Periode
2014-2015. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Pendidikan Sanglah lebih la. 8(11), 1–4. Accesed 5 September 2021,
Available at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/54962.
Baptiste, C.G., Battista, M.C., Trottier, A., Patrice, J. (2010). Insulin And
Hyperandrogenism In Women With Polycystic Ovary Syndrome. J Steroid
Biochem Mol Biol, vol. 122. Accessed 14 September 2021, Available at:
http://www.sciencedirect.com.
Brown, R.G., Burns, T. 2015. Akne, Erupsi Akneiformis, dan Rosasea. Dalam
Lecture Note Dermatology. Jakarta : Erlangga;2005.h.55-58
Centers for Disease Control and Preventions (CDC). 2016. About Child & Teen
BMI. United States: Centers for Disease Control and Preventions (CDC).
Deliana, R., Amalia, R., Jusuf, N. K., Wvmhbsjt, B., Tjtxb, Q., Fhfsj, T., Metode,
F., Bobmjujl, P., Tuvej, E., Nfupef, E., Cfsjtjlp, P., Wvmhbsjt, B., Mfcji, L.,
Ebsjqbeb, C., Efohbo, T., Ujebl, L., Efohbo, T., Wvmhbsjt, B., Tjtxb, Q., &
Fhfsj, T. (2019). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Akne Vulgaris pada
Siswa-Siswi SMA Negeri 7 Medan. JOGMBNBTJ The Global Burden of
Disease Project. 46(4), 253–255. Accesed 4 September 2021, Available at:
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/489.
Dewinda, S. S., Rialita, A., & Mahyarudin, M. (2020). Indeks Massa Tubuh dan
Kejadian Jerawat pada Siswa-Siswi SMA Muhammadiyah 1 Pontianak.
Jurnal Kesehatan Manarang, 6(2), 124. Accesed 6 September 2021,
Available at: https://doi.org/10.33490/jkm.v6i2.227.
Finucane, M.F., Sharp, S.J., Hatunic, M., Sleigh, A., Rolfe, E.D., Sayer, A.A.
(2014). Liver Fat Accumulation Is Associated With Reduced Hepatic Insulin
Extraction And Beta Cell Dysfunction In Healthy Older Individuals.
Diabetology & Metabolic Syndrome, vol. 6, no. 43. Accessed 13 September
20121. Available at: https://dmsjournal.biomedcentral.com.
Fitriani, A. N., Achmad, S., & Hikmawati, D. (2017). Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan Derajat Keparahan Akne Vulgaris Mahasiswa FK Unisba.
Seminar Penelitian Sivitas Akdemika Unisba, 2, 632–639. Accesed 5
September 2021, Available at:
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/view/8317.
Gomarjoyo, F., Kartini, A., & Nuryanto, M. K. (2019). Hubungan Jenis Kelamin,
Indeks Massa Tubuh Dan Perawatan Wajah Dengan Derajat Keparahan
Acne Vulgaris. Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam, 7(1), 31–40. Accesed
15 September, Available at: https://doi.org/10.36998/jkmm.v7i1.39.
Kristiani et al. 2017. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Angka Kejadian Acne
Vulgaris pada Siswa-siswi di SMA Frater Don Bosco Manado. Jurnal e-
Clinic (eCI). Vol 5 No 2, Juli-Desember 2017
Moradi Tuchayi, S., Makrantonaki, E., Ganceviciene, R., Dessinioti, C., Feldman,
S. R., & Zouboulis, C. C. (2015). Acne vulgaris. Nature Reviews. Disease
Primers,15029. Accesed 17 September 2021, Available at:
https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.29.
Mulyani, I., Dieny, F. F., Rahadiyanti, A., Fitranti, D. Y., Tsani, A. F. A., &
Murbawani, E. A. (2020). Efek motivational interviewing dan kelas edukasi
gizi berbasis instagram terhadap perubahan pengetahuan healthy weight
loss dan kualitas diet mahasiswi obesitas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
17(2), 53. https://doi.org/10.22146/ijcn.53042
Putra, M. R. S., Riezky, A. K., Martafari, C. A., Baro, K., Besar, K. A., Baro, K.,
Raditra, G. H. Z., & Sari, M. (2019). The Correlation Between Body Mass Index
And Acne Vulgaris. Sumatera Medical Journal (SUMEJ), 02(01), 1–6.
Accesed 14 Semptember 2021, Available at:
https://doi.org/10.32734/sumej.v3i1.3557.
Rotstein, A. (2010). Polycystic Ovarian Syndrome. J Obs Gyn Can, vol. 32, no. 5
pp. 423-425, 426-428. Accessed 14 September 2021, Available at:
http://www.sciencedirect.com.
Siahaan, T. D., Lestari, T. B., & Supardi, S. (2020). Hubungan Antara Kejadian
Acne Vulgaris Dengan Harga Diri Remaja. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 15–
21. Accesed 16 September 2021, Available at: http://e-journal.sari-
mutiara.ac.id/index.php/NERS/article/view/986.
Sibero, H. T., Sirajudin, A., & Anggraini, D. (2019). Prevalensi dan Gambaran
Epidemiologi Akne Vulgaris di Provinsi Lampung The Prevalence and
Svendsen P.F., Madsbad, S., Nilas, L., Paulsen, S.K., Pedersen, S.B. (2009).
Expression Of 11β-Hydroxysteroid Dehydrogenase 1 And 2 In Subcutaneous
Adipose Tissue Of Lean And Obese Women With And Without Polycystic
Ovary Syndrome. Int J Obes, vol. 33, no. 11 pp. 1249-1256. Accessed 11
September 2021, Available at: https://www.nature.com .
Trang, L. T., Trung, N. N., Chu, D. T., & Hanh, N. T. H. (2019). Percentage body
fat is as a good indicator for determining adolescents who are overweight or
obese: A cross-sectional study in Vietnam. Osong Public Heal Res . Osong
Public Health and Research Perspectives, 10(2), 108–114.
World Health Organization (WHO), 2017. Body mass index. Geneva: World
Health Organization (WHO). Available from http://www.euro.who.int
Zaenglein, A.L., Graber, E.M., Thiboutot, D.M., Strauss, J.S. (2018). Acne
Vulgaris And Acneiform Eruption in Fitzpatrick, T.B., Eisen, A.Z., Wolff,
Lampiran 3. Kuesioner
Hasil ukur
- Mengalami acne vulgaris
- Tidak mengalami acne vulgaris
PEMERIKSAAN IMT
Berat Badan:
Tinggi Badan:
IMT: