Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KETERAMPILAN KLINIK KEPERAWATAN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


“SISTEM PERKEMIHAN”

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1. Dacep Rizal Ahmad Fauzi
2. Fazar Ramdani
3. Putu Laksana
4. Wildan Senja Ramadhan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan segala kasih
sayangnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Sistem Perkemihan ini, yang berjudul “Mketerampilan Klinik Keperawatan
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan”. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada kekasih Allah Nabi Besar Muhammad SAW, tak lupa kepada
keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umat yang selalu setia kepada ajarannya
yang dibawa hingga akhir zaman.
Akhir kata, penulis ucapkan semoga bimbingan dan dukungan yang telah
diberikan dijadikan amal shaleh di sisi Allah SWT. Tak ada gading yang tak
retak, begitupun dengan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan baik dalam isi maupun metode penulisan.
Untuk itu saran yang konstruktif demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua pembaca dan khususnya bagi penulis.

Tasikmalaya, April 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Prosedur Pemasangan Kateter Pria dan Wanita .............. 2
1. Definisi ..................................................................... 2
2. Tujuan ....................................................................... 2
3. Jenis-jenis kateter ...................................................... 2
4. Ukuran kateter .......................................................... 3
5. Prosedur .................................................................... 3
6. Pelaksanaan ............................................................... 3
B. Prosedur Tetap Pemasangan Kondom Kateter ............... 6
1. Definisi kondom-kateter ........................................... 6
2. Tujuan ....................................................................... 6
3. Persiapan ................................................................... 6
4. Prosedur .................................................................... 7
C. Prosedur Pemasangan Infus ............................................ 8
1. Pengertian ................................................................. 8
2. Tujuan pemasangan infus ......................................... 8
3. Indikasi pemasangan infus ........................................ 9
4. Kontraindikasi ........................................................... 9
5. Persiapan Alat ........................................................... 9
6. Prosedur Pelaksanaan ............................................... 10
D. Irigasi Kandung Kemih ................................................... 11
1. Pengertian ................................................................. 11
2. Tujuan ....................................................................... 12

ii
3. Respon Klien Yang Membutuhkan Tindakan
Segera ....................................................................... 12
4. Teknik Melakukan Irigasi Kandung Kemih ............. 13
E. Bladder Training ............................................................. 18
1. Pengertian Bladder Training ..................................... 18
2. Fisiologi Eliminasi Urine .......................................... 18
3. Faktor Yang Mempengaruhi Urinasi ........................ 18
4. Tujuan Blader Training ............................................. 19
5. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatiakn Dalam
Bladder Training ....................................................... 20
6. Indikasi ..................................................................... 21
7. Hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum di
lakukan tindakan bladder training. .......................... 22
8. Persiapan Alat ........................................................... 22
9. Prosedur Pelaksanaan ............................................... 22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 26
B. Saran .................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melakukan Asuhan Keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi
seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai
rumah sakit berbeda-beda. berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar
merupakan salah satu aspek yang Seorang perawat Profesional di dorong
untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin,
memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik
yang dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang
diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan
brand kita sebagai perawat profesional. Pemberian Asuhan keperawatan
pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita
menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah
diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya di
indonesia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa bisa memahami dan mengetahui bagaimana tata cara
“pemasangan Kateter pada pria dan wanita, Protap kondom Kateter,
pemasangan infus, irigasi kandung kemih, dan bladder training pada Klien.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu memahami tentang pemasangan kateter pada
pria dan wanita.
b. Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang protap kondom kateter.
c. Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang prosedur pemasangan infus.
d. Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang irigasi kandung kemih
e. Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang bladder training  

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Prosedur Pemasangan Kateter Pria dan Wanita


1. Definisi   
a. Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan
b. Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven
silk dan silikon
c. Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk
menampung air seni yang berubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh
sepasang ureter dari sepasang ginjal
d. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui
urethra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau
urine.
2. Tujuan
a. Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
b. Untuk pengumpulan spesimen urine
c. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
d. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama
pembedahan
3. Jenis-jenis kateter
a. Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak
fleksibel
b. Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau pemakaian
dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu).
c. Kateter silicon murni atau teflon :  untuk menggunakan dalam jangka
waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur  pada meathur uretra
d. Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu, bahannya
lembut tidak panas dan nyaman bagi uretra.
e. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada
pengosongan kandung kemih pada ibu yang melahirkan.

2
4. Ukuran kateter
a. Anak : 8- 10 french (Fr)
b. Wanita : 14-16 Fr
c. Laki-laki : 16-18 Fr
5. Prosedur
SARANA DAN PERSIAPAN
a. Alat
b. Tromol steril berisi
c. Gass steril
d. Deppers steril
6. Pelaksanaan
a. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi
terlentang sedang wanita dengan posisi dorsal recumbent atau posisi
Sim 
b. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik 
c. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya 
d. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita 
e. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan
bethadine 
f. Melakukan desinfeksi sebagai berikut : Pada penderita laki-laki : Penis
dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh
untuk meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar kateter
mudah dimasukkan. desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans
penis dan memutar sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan
dengan alkohol. Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis
sedang tangan kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril. 
Pada penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora,
desinfeksi dimulai dari atas (clitoris), meatus lalu kearah bawah
menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali . deppers terakhir ditinggalkan
diantara labia minora dekat clitoris untuk mempertahankan
penampakan meatus urethra. 

3
g. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm
untuk penderita laki-laki dan 4 cm untuk penderita wanita. Khusus
pada penderita laki-laki gunakan jelly dalam jumlah yang agak banyak
agar kateter mudah masuk karena urethra berbelit-belit 
h. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita
diminta untuk menarik nafas dalam. Untuk penderita laki-laki : Tangan
kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh penderita sambil
membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang kateter
dan memasukkannya secara pelan-pelan dan hati-hati bersamaan
penderita menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika
ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada
tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di bawah pangkal
kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar
sedalam 5 – 7,5 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

Untuk penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora


sedang tangan kanan memasukkan kateter pelan-pelan dengan disertai
penderita menarik nafas dalam . kaji kelancaran pemasukan kateter, jik
ada hambatan kateterisasi dihentikan. Menaruh nierbecken di bawah

4
pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine
keluar sedalam 18 – 23 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

i. Mengambil spesimen urine kalau perlu


j. Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume
yang tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai
k. Memfiksasi kateter :
Pada penderita laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen
Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal
paha
l. Menempatkan urinebag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah
dari kandung kemih
m. Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status penderita yang
meliputi :
• Hari tanggal dan jam pemasangan kateter
• Tipe dan ukuran kateter yang digunakan
• Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan
• Nama terang dan tanda tangan pemasang

5
B. Prosedur Tetap Pemasangan Kondom Kateter
1. Definisi kondom-kateter

Alat drainase urine eksternal yang mudah digunakan dan aman


untuk mengalirkan urine pada klien.
Kondom kateter adalah alat drainase urine eksternal yang mudah
untuk digunakan dan aman untuk mengalirkan urine pada klien
pria.kondom kateter ini lunak,berupa selaput karet yang lembut yang
disarungkan ke penis,dan cocok untuk klien inkontinensia atau koma yang
masih mampunyai kemampuan mengosongkan kandung kemih spontan
dan komplit.kateter ini mungkin tersedia dalam jenis indwelling (foley)
karena drinase dipertahankan dengan sedikit risiko terhadap infeksi.
2. Tujuan
a. Mengumpulkan urine dan mengontrol urine inkontinen
b. Klien dapat melakukan aktifitas fisik tanpa harus merasa malu karena
adanya kebocoran urine (ngompol)
c. Mencegah iritasi pada kulit akibat urine inkontinen
3. Persiapan
a. Persiapan klien
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.

6
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta
tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
7) Privasi klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian
serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan
dilakukan)
b. Persiapan alat
1) Selaput kondom kateter
2) Strip elastic
3) Kantung penampung urine dengan selang drainase
4) Baskom dengan air hangat dan sabun
5) Handuk dan waslap
6) Selimut mandi
7) Sarung tangan
8) Gunting
4. Prosedur
a. Cuci tangan
b. Tutup pintu atau tirai samping tempat tidur           
c. Jelaskan prosedur pada klien
d. Gunakan sarung tangan
e. Bantu klien pada posisi terlentang. Letakkan selimut diatas bagian
tubuh bagian atas dan tutup ekstremitas bawahnya dengan selimut
mandi sehingga hanya genitalia yang terpajan
f. Bersihkan genitalia dengan sabun dan air, keringkan secara
menyeluruh
g. Siapkan drainase kantong urine dengan menggantungkannya ke rangka
tempat tidur.
h. Dengan tangan non dominan genggam penis klien dengan kuat
sepanjang batangnya. Dengan tangan dominan, pegang kantung

7
kondom pada ujung penis dan dengan perlahan pasangkan pada ujung
penis
i. Sisakan 2,5 sampai 5 cm ruang antara glands penis dan ujung kondom
j. Lilitkan batang penis dengan perekat elastic.
k. Hubungkan selang drainase pada ujung kondom kateter
l. Posisikan klien pada posisi yang aman
m. Pasien dirapihkan kembali
n. Alat dirapihkan kembali
o. Mencuci tangan
p. Melaksanakan dokumentasi :
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada
lembar catatan klien.
2) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.

C. Prosedur Pemasangan Infus


1. Pengertian
Pemasangan Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam
tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
2. Tujuan pemasangan infus
 Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang menganung air,
elektrolit, vitamin, protein lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral
 Memperbaiki keseimbangan asam basa
 Memperbaiki volume komponen-komponen darah
 Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
 Memonitor tekan Vena Central (CVP)
 Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan di istirahatkan.

8
3. Indikasi pemasangan infus
 Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam Intra Vena
 Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat
(seperti furosemid, digoxin)
 Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-
menerus melalui Intra vena
 Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit
 Pasien yang mendapatkan tranfusi darah
 Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya
pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus
intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat)
 Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang
jalur infus.
 Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi
kebutuhan dengan injeksi intramuskuler.
4. Kontraindikasi
 Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan
infus.
 Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
 Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
5. Persiapan Alat
a. Sarung Tangan (Handscoon) 1 pasang
b. Selang Infuse (infus set)
c. Cairan Parenteral sesuai kebutuhan

9
d. Abocath (sesuai ukuran)
e. Kapas Alcohol
f. Torniquet
g. Perlak dan Pengalas
h. Bengkok 1 buah
i. Plester / Hypafix
j. Kasa Steril
k. Bethadine
l. Gunting

6. Prosedur Pelaksanaan
a. Tahap Pra Interaksi
o  Verifikasi data sebelumnya (bila ada)
o Mencuci Tangan
o Tempatkan alat dekat pasien
b. Tahap Interaksi
o Berikan Salam
o Jelaskan tujuan dan prosedur
o Tanyakan kesiapan pasien
c. Tahap Kerja
o Lakukan desinfeksi tutup botol cairan
o Tutup saluran pada selang infus
o  Tusuk saluran infus
o Gantungkan botol cairan pada standar infus

10
o Isi tabung reservoir infus
o Alirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang
o Atur posisi pasien
o Pasang perlak dengan pengalasnya
o Pilih vena yang akan di insersi
o Pasang Torniquet 5 cm dari area yang akan di insersi
o Pakai Handscoon
o Bersihkan kulit dengan kapas alcohol (melingkar dari dalam keluar
atau menggosok searah)
o Pegang abocath dan tusuk vena
o Pastikan abocath masuk ke intravena (tarik mandrin kira - kira 0,5
cm)
o Sambungkan dengan selang infus
o Lepaskan Torniquet
o Alirkan cairan infus
o Lakukan fiksasi
o Desinfeksi area tusukan dan tutup dengan kasa steril yang telah
ditetes bethadine
o Atur tetesan cairan infus sesuai program
d. Tahap Terminasi
o Lakukan evaluasi tindakan
o Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
o Pamitan pada pasien
o Bereskan alat
o Cuci tangan
o Catat / dokumentasikan kegiatan

D. Irigasi Kandung Kemih


1. Pengertian

11
Irigasi kandung kemih melalui kateter adalah pencucian kateter
urine untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan
larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau
sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi
kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya. Ada
dua metode untuk irigasi kateter, yaitu :
a. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan
seringnya irigasi kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril.
Sistem ini paling sering digunakan pada kalien yang menjalani bedah
genitourinaria dan yang kateternya berisiko mengalami penyumbatan
oleh fragmen lendir dan bekuan darah.
b. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi
kandung kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk
terjadinya infeksi. Namun, demikian kateter ini diperlukan saat kateter
kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (misalnya : setelah
pembedahan prostat).
Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien
yang mengalami infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari
antiseptik atau antibiotik untuk membersihkan kandung kemih atau
mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan teknik asepsis
steril (Potter & Perry, 2005). Dengan demikian Irigasi kandung kemih
adalah proses pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang telah di
programkan oleh dokter.
2. Tujuan
a. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
b. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya
penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
c. Untuk membersihkan kandung kemih
d. Untuk mengobati infeksi lokal
3. Respon Klien Yang Membutuhkan Tindakan Segera
Respon :

12
a. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan
terlalu dingin.
b. Ada darah atau bekuan darah dalam selang irigasi.
Tindakan :
a. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih
b. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah
mempertahankan patensi kateter, sel darah mempunyai potensi
menyumbat kateter).
4. Teknik Melakukan Irigasi Kandung Kemih
a. Perlengkapan
1) Sarung tangan bersih
2) Kateter retensi yang sudah terpasang
3) Selang dan kantong drainase (jika belum terpasang)
4) Klem selang drainase
5) Kapas antiseptic
6) Wadah steril
7) Larutan irigasi steril yang dihangatkan atau memiliki suhu rungan
b. Pelaksanaan
1) Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan.
2) Cuci tangan
3) Berikan privasi klien
4) Pasang sarung tangan bersih
5) Kosongkan, ukur dan catat jumlah serta tampilan urine yang ada
di dalam kantong urine. Buang urine dan sarung tangan.
Pengosongan kantong drainase memungkinkan pengukuran
haluaran urine yang lebih akurat setelah irigasi dilakukan atau
selesai. Pengkajian karakter urine memberikan data dasar untuk
perbandingan selanjutnya.
6) Persiapkan perlengkapan.
7) Cuci tangan

13
8) Hubungkan selang infus irigasi dengan larutan irigasi dan bilas
selang dengan larutan, jaga agar ujungnya tetap steril. Membilas
selang akan mengeluarkan udara sehingga mencegah udara masuk
ke dalam kandung kemih.
9) Pasang sarung tangan bersih dan bersihkan port irigasi dengan
kapas antiseptic
10) Hubungkan selang irigasi ke port cairan pada kateter tiga cabang
11) Hubungkan kantong dan selang drainese ke port drainase urine
jika belum dihubungkan
12) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
13) Langkukan irigasi kandung kemih
14) Untuk irigasi kontinu, buka klem aliran pada selang drainase
urine (jika ada). Hal ini memungkinkan larutan irigasi mengalir
keluar dari kandung kemih secara kontinu.
15) Buka klem pengatur pada selang irigasi dan atur kecepatan aliran
sesuai dengan program dokter atau atur kecepatan aliran sebanyak
40-60 tetes per menit jika kecepatan aliran tidak ditentukan.
16) Kaji jumlah, warna dan kejernihan drainase, jumlah drainase
harus sama dengan jumlah cairan irigasi yang masuk ke kandung
kemih ditambah dengan perkiraan haluaran urine.
17) Untuk irigasi intermiten, tentukan apakah larutan perlu tetap di
kandung kemih selama waktu tertentu
18) Apabila larutan tetap berada di dalam kandung kemih (irigasi atau
pemasukan cairan ke kandung kemih), tutup klem aliran ke selang
drainase urine. Menutup kliem aliran memungkinkan larutan tetap
di dalam kandung kemih dan bersentuhan dengan dinding
kandung kemih.
19) Apabila larutan sedang dimasukkan untuk mengirigasi kateter,
buka klem aliran pada selang drainase urine larutan irigasi akan
mengalir melalui selang dan port drainase urin, mengeluarkan
mukosa atau bekuan darah.

14
20) Buka klem aliran pada selang irigasi agar sejumlah larutan yang
telah diprogramkan masuk ke dalam kandung kemih. Klem
selang.
21) Setelah larutan dipertahankan selama waktu yang telah
ditetapkan, buka klem aliran pada selang drainase dan biarkan
kandung kemih kosong.
22) Kaji jumlah warna dan kejernihan drainase. Jumlah drainase
seharusnya sama dengan jumlah cairan irigasi yang masuk ke
kandung kemih ditambah dengan perkiraan haluaran urin.
23) Kaji klien dan haluaran urine.
24) Kaji kenyamanan klien
25) Kosongkan kantong drainase dan ukur isinya.
c. Rasional langkah pelaksanaan :
1) Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urine tidak
berfungsi
2) Mengurangi transmisi mikroorganisme
3) Mencegah kehilangan larutan irigasi
4) Menghilangkan udara silang
5) Kateter tiga saluran atau konektor-Y memberikan cara untuk
larutan irigasi masuk ke kandung kemih. Sistem harus tetap steril.
6) Meyakinkan bahwa urine dan larutan irigasi akan mengalir dari
kandung kemih
7) Cairan mengisi melalui kateter ke dalam kandung kemih, sistem
pembilas. Cairan mengalir ke luar setelah irigasi selesai.
8) Meyakinkan kontinuitas, meskipun irigasi sistem kateter.
Mencegah akumulasi larutan di kandung kemih yang dapat
menyebabkan distensi kandung kemih dan kemungkinan cedera
9) Mengurangi penyebaran mikroorganisme

15
Skala Kekuatan Otot
Skala Ciri – ciri
0 Paralisis total
1 Tidak ada gerakan, teraba atau terlihat adanya kontraksi
otot
2 Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi (hanya bergeser)
3 Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan /
melawan tahanan pemeriksa
4 Bisa bergerak melawan tahan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 Dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal

Pelaksanaan :
1. Persiapan alat :
2. Sarung tangan
3. Penggaris
4. Alat tulis
5. Lembar dokumentasi
6. Persiapan perawat :
7. Memperkenalkan diri
8. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
9. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
10. Persiapan lingkungan :
11. Ciptakan lingkungan yang nyaman
12. Menjaga privasi klien

16
13. Minta klien untuk berdiri (jika mampu), amati struktur rangka dan
perhatikan adanya kelainan dan deformitas
14. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan
persendian ekstremitas
15. Minta klien merentangkan kedua lengan ke depan, amati adanya tremor,
ukuran otot (atropi, hipertrofi) serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan >
1 cm dianggap bermakna)
16. Palasi otot unutuk memeriksa apakah ada kelainan otot
17. Sternokleidomastoideus : klien menengok ke salah satu sisi dengan
melawan tahanan tangan pemeriksa
18. Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan
bahu melawan tahanan tangan pemeriksa
19. Deltoideus : minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan
tangan pemeriksa kea rah bawah
20. Otot panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi,
minta klien mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah
21. Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai
ekstensi, letakkan kedua tangan pada permukaan lateral masing – masing
lutut klien, minta klien meregangkan kedua tungkai, melawan tahanan
pemeriksa
22. Aduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi,
letakkan tangan diantara kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua
tungkai melawan tahanan pemeriksa.
23. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
24. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba
menekuknya, pemeriksa menahan lengan agar tetap ekstensi
25. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba
merentangkannya melawan usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien
tetap fleksi
26. Otot pergelangan tangan dan jari – jari : minta klien meregangkan kelima
jari dan melawan usaha pemeriksa untuk mengumpulkan kelima jari

17
27. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari
tengah pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien
28. Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien
meluruskan tungkai melawan tahanan pemeriksa
29. Kuadrisep : posisikan klien telentang, lutut setengah ekstensi, klien
menahan usaha pemeriksa untuk memfleksikan lutut
30. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk
memfleksikan kakinya
31. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area
yang mengalami edema atau nyeri tekan, bengkak, krepitasi dan nodul
32. Rapikan alat dank lien
33. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

E. BLADDER TRAINING
1. Pengertian Bladder Training
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan
pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran urin. Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari
dan secara fisik mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut
meliputi penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan
umpan balik positif. Fungsi kandung kemih sementara mungkin terganggu
setelah suatu periode kateterisasi. (Potter & perry. 2005)
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara
terapi nonfarmakologis. (Potter & perry. 2005)
2. Fisiologi Eliminasi Urine
Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk
membentuk urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih.
Kandung kemih menyimpan urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua

18
organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil di
keluarkan dengan baik. (Potter & perry. 2005)
3. Faktor Yang Mempengaruhi Urinasi
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta
kemampuan klienuntuk berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut
dan kembali puli/reversible (mis, infeksi saluran kemih) sementara
perubahan yang lain dapat bersifat kronis dan tidak dapat kembali
pulih/irreversible ( mis, terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara
progresif dan lambat). Proses penyakit yang utama mempengaruhi fungsi
ginjal ( meyebabkan perubahan volume atau kualitas urine). Pada awalnya
secara umum di kategorikan sebagai parenalis, renalis, atau pascarenalis.
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan
aliran darah yang bersirkulasi dan melalui ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan perfusi jaringan ginjal. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan tersebut terjadi du luar sistem perkemihan.
Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya
kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebnih jarang terjadi,
anuria ( ketidakmampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis
diakibatkan faktor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada
glomerulus atau tubulus renalis sehingga menggangu fungsi normal
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis
tersebut.
Perubahan pasca renalis terjadi adanya obstruksi pada sistem
pengumpul urine di seyiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang
berada dalam ginjal) ke meatus uretra. Urine di bentuk oleh sistem
perkemihan tetapi tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang normal.
Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di
pertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan
eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan
dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsu, dan

19
kognitif sehingga menyebabkan inkontinensia urine, retensi dan infeksi.
(Potter & perry. 2005)
4. Tujuan Blader Training
Tujuan dari bladder training antara lain :
a. untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks
vesioko uretral.
b. mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
c. dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan
efektif.
d. dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu
5. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatiakn Dalam Bladder Training
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien. Apabila klien
menderita ISK yang mendasari gangguan pola berkemih, ISK tersebut
harus diobati pada waktu yang sama. Info ini memungkinkan perawat
merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu 2 minggu
atau lebih untuk dipelajari.
Tindakan berikut dapat membantu pasien yang menderita inkontinensia
untuk memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan merupakan bagian
dari perawatan rehabilitatif serta restorasi.
a. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul
b. Memulai jadwal berkemih pada setiap 2 jam sepanjang siang dan sore
hari, sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari
c. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih. ( misalnya, air
mengalir dan menepuk paha bagian dalam).
d. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengososngan
kndung kemih secara total ( misalnya, membaca dan menarik nafas
dalam )

20
e. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih ( hanya jika
masalah klien melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga
dapat mengakibatkan retensi )
f. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
g. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
h. Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan
untuk meningkatkan diuresis (seperti teh dan kopi( dini pada pagi hari.
i. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
j. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan
mengurangi rasa malu klien (bukan popok).
(Potter & perry. 2005)
6. Indikasi
Latihan ini diperuntukkan bagi :
a. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
b. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
c. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan
kehilangan tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di
lepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak
dapat mengeliminasi urinnya.
d. Klien dengan inkontinensia urin
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung
kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keonginan. Jika
inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya
hanya sementara . namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan
neurologi yang serius, kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Inkontinensia ini memiliki beberapa tipe inkontinensia, anatara
lain urge inkontinensia yang merupakan terjadi bila pasien
merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu
menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet, overlow

21
inkontinence merupakan hal yang di tandai oleh eliminasi urin yang
sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus menerus dari kandung
kemih. dan inkontinensia fungsional yang merupakan inkontinensia
dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor
lain seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi.

e. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurogenik.


Merupakan gangguan kandung kemih yang terjadi akibat lesi
pada sistem saraf. Keadaan ini disebabkan oleh cedera atau tumor
medula spinalis. Ada dua tipe kandung kemih neurogenik, yaitu
kandung kemih spastik atau hipertonik akibat statis urin dan
kateterisasi yang di lakukan kemudian. Keadaan ini di tandai oleh
pengeluaran urin bersifat otomatik, reflektoris atau tidak terkontrol
dari kandung kemih dengan pengosongan yang tidak tuntas tipe yang
kedua yaitu kandung kemih flasid di sertai gangguan daya
sensibilitas untuk merasakan kandung kemih yang penuh sehingga
terjadi pengisian yang berlebihan serta distensi kandung kemih.
(Brunner & suddarth, dkk. 2001)
7. Hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum di lakukan tindakan
bladder training.
a. Periksa kandung kemih. bagaimana keadaannya, keras atau tidak
Kandungan urinnya bagaimana
b. Sudah ada atau belum rasa ingin mengeluarkan urin yang di alami
pasien
8. Persiapan Alat
a. Jam
b. Air minum dalam tempatnya
c. Obat deuritik jika diperlukan, dan gunting klem.
9. Prosedur Pelaksanaan
a. Untuk pasien yang terpasang kateter

22
1) Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul
8.00 hingga 20.00 untuk menghindari distensi yang berlebihan,
tidak boleh ada cairan yang di minum (kecuali untuk membasahi
bibir) sesudah pukul 22.00.
2) Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di
jepit dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan
kandung kemih.
3) Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor
berkontraksi.
4) Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan
pasien mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung
kemih, melakukan perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani
dengan jari tangan untuk memicu kandung kemih.
5) Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di
lakukan untuk menentukan jumlah urin sisa.
6) Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi
di ukur.
7) Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah
terjadi distensi kanding kemih.
8) Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai
setiap tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti
perspirasi, kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9) Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di
laksanakan lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa.
Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume urin sisa
mencapai tingkatan yang aksep-tabel.
b. Untuk pasien yang tidak terpasang kateter
1) Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur,
setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4
jam sekali pada malam hari.

23
2) Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih
3) Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat
jika rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4) Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang
waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5) 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah
ditentukan, mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik
latihan dasar panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama
berkemih kemudian memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar
anus.
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan
kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan
sampai hitungan ke empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama
tiga bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang
dimodifikasi (lutut ditekuk) kepada klien.
e. Evaluasi

24
1). Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau
3-4
jam sekali.
2). Klien merasa senang dengan prosedur.
6) Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau
terdapat gangguan :
a) Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode
rangsangan dari eksternal misalnya dengan suara aliran air
dan menepuk paha bagian dalam
b) Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan
membaca dan menarik napas dalam.
c) Mengindari minuman yang mengandung cafein
d) Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan
untuk meningkatkan deuritik
7) Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,
memberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam
melaksanakan program bladder training.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

            Dari hasil pembuatan makalah ini maka, kami dapat menyimpulkan
bahwa Seorang perawat Profesional di dorong untuk dapat memberikan
Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar
dengan memperhatikan aspek legal etik yang dapat menentukan kualitas
“asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional.
Pemberian Asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga
lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan
keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan
kompetensi perawat khususnya di indonesia.

B. Saran

Kami mengharapkan pada teman-teman yang nantinya akan menjadi


seorang perawan layaknya harus melayanin masyarakat dengan baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

 Aziz, Alimul,dkk.2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC


 Aziz, Alimul Hidayat dan Uliyah Musrifatul.2008. Keterampilan Dasar
Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika
 B.B Purnomo. 2003. Dasar – Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
 Brunner & suddarth, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Volume 2.Jakarta:EGC
 Gardjito Widjoseno, 1994, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Bedah RSUD, Urologi, Surabaya.
 Kusyati Eni.2006. Ketrampilan Dasar dan Prosedur Laboratorium: EGC
 Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses
dan praktik volume 2.Jakarta : EGC
 Senoputra Adrian (21:36), Prosedur Protap Keperawatan.
 Uliya, Musrifatul,dkk. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik : Salemba Medika

27

Anda mungkin juga menyukai