Anda di halaman 1dari 91

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES

FERMENTASI BAKTERI ENDOFIT Bacillus subtilis


UAAC 21622 MENGGUNAKAN AIR TEBU, AMPAS
TEBU DAN MOLASE SEBAGAI SUMBER KARBON
DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA

SKRIPSI SARJANA FARMASI

Oleh:

NESLY ARISTI
No. BP 1411012063

Prof. Dr. H. Akmal Djamaan, MS, Apt


Prof. Dr. H. Harrizul Rivai, MS

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nesly Aristi

No. Bp : 1411012063

Judul Skripsi : Penetuan Kondisi Optimum Proses Fermentasi Bakteri Endofit

Bacillus subtilis UAAC 21622 Menggunakan Air Tebu, Ampas

Tebu dan Molase sebagai Sumber Karbon dan Uji Aktivitas

Antibakterinya

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya sendiri, terhindar dari unsur

plagiarisme, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah benar adanya.

2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut kepada Fakultas Farmasi

Universitas Andalas untuk dapat dimanfaatkan dalam kepentingan akademis.

Padang, Juli 2018

Nesly Aristi
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Penetuan Kondisi

Optimum Proses Fermentasi Bakteri Endofit Bacillus subtilis UAAC 21622

Menggunakan Air Tebu, Ampas Tebu dan Molase sebagai Sumber Karbon

dan Uji Aktivitas Antibakterinya”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan program pendidikan Strata Satu pada Fakultas Farmasi

Universitas Andalas Padang.

Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dorongan do’a dan semangat

yang diberikan kepada penulis. Skripsi ini merupakan persembahan penulis untuk

semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian baik secara moril

maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Akmal Djamaan, MS, Apt selaku pembimbing I dan Bapak

Prof. Dr. H. Harrizul Rivai, MS selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu, memberikan petunjuk, saran, nasehat serta bimbingan

selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Fithriani Armin, S.Si, M.Si, Apt selaku penasehat akademik yang telah

meluangkan waktu, memberi nasehat, ilmu dan bimbingan selama masa

perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.


v
3. Kedua orang tua, adik dan keluarga yang sangat dicintai yang senantiasa

mendoakan, memberikan kasih sayang, dan selalu memberikan semangat serta

dukungan kepada penulis secara moril maupun materil hingga skripsi ini dapat

selesai.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Andalas yang

selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi

penulis, serta karyawan-karyawati dan analis laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Andalas yang turut membantu kelancaran selama penelitian dan

penulisan skripsi ini.

5. Syalalaers (Rice, Winda, Atika, Ani, Lili, Faradilla, Afifah, Anggun, Dianda),

Riva dan Puji teman senasib seperjuangan, teman-teman kos tercinta (Yopa,

Fadilla, Ranny, Kak Uty, Winda), Anes kembaranku, Keluarga Lab-Biotek

UNAND, Keluarga Besar Mahasiswa Farmasi Universitas Andalas (KBMF)

khususnya Farmasi 2014 (INCENDIO) yang telah memberikan dukungan,

motivasi dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan

saran sangat diharapkan untuk membantu dalam kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat untuk kita semua dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan

yang akan datang.

Padang, Juli 2018

Penulis

vi
PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES FERMENTASI BAKTERI
ENDOFIT Bacillus subtilis UAAC 21622 MENGGUNAKAN AIR TEBU,
AMPAS TEBU DAN MOLASE SEBAGAI SUMBER KARBON DAN UJI
AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA

ABSTRAK

Bakteri endofit memiliki peranan penting bagi kehidupan yang mampu


menghasilkan senyawa bioaktif salah satunya sebagai antibakteri. Telah dilakukan
isolasi bakteri endofit dari tumbuhan Citrus aurantifolia dan diperoleh 4 isolat
bakteri salah satunya Bacillus subtilis UAAC 21622. Untuk mendapatkan senyawa
bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri ini, maka perlu dilakukan proses
fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kondisi optimum proses
fermentasi bakteri endofit Bacillus subtilis UAAC 21622 yang memberikan
aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri uji yang patogen terhadap manusia. Air
tebu, ampas tebu dan molase dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi pada proses
fermentasi karena dapat berperan sebagai sumber karbon yang memiliki kandungan
sukrosa yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi optimum
pada proses fermentasi yaitu pada jam ke-42 dengan menggunakan molase sebagai
sumber karbon yang memberikan aktivitas antibakteri dengan diameter hambat
tertinggi pada bakteri uji Escherichia coli sebesar 12 mm, konsentrasi molase
optimum pada proses fermentasi yaitu pada konsentrasi 20% yang memberikan
aktivitas antibakteri dengan diameter hambat tertinggi pada bakteri uji
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutan sebesar 14 mm, pH optimum pada
proses fermentasi yaitu pada pH 7 yang memberikan aktivitas antibakteri dengan
diameter hambat tertinggi pada bakteri uji Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutan sebesar 15 mm, dan suhu optimum pada proses fermentasi
yaitu pada suhu 36°C yang memberikan aktivitas antibakteri dengan diameter
hambat tertinggi pada bakteri uji Streptococcus mutan sebesar 17 mm.
Kata kunci: bakteri endofit, Bacillus subtilis UAAC 21622, antibakteri, fermentasi

vii
DETERMINATION OF OPTIMUM CONDITION OF FERMENTATION
PROCESS ENDOPHYTIC BACTERIA Bacillus subtilis UAAC 21622 USING
SUGARCANE JUICE, BAGASSE AND MOLASSES AS CARBON
SOURCE AND ANTIMICROBIAL ACTIVITY TEST

ABSTRACT

Endophytic bacteria have an important role for life that is able to produce
bioactive components such as antibacterial. Endophytic bacteria had isolation from
Citrus aurantifolia and 4 bacterial isolates was obtained, one of them is Bacillus
subtilis UAAC 21622. Bioactive components of this endophytic bacteria can be
obtained through the fermentation process. The aim of this research was to
determine the optimum condition of fermentation process of Bacillus subtilis
UAAC 21622 which provides antibacterial activity againts pathogenic microbes.
Sugarcane juice, bagasse and molasses can be used as a nutrient in the fermentation
process because its has a high content of sucrose that can be used as carbon source.
The results showed that the incubation time of the optimum fermentation process
was at 42 hours using molasses as carbon source which gave antibacterial activity
with the inhibitory diameter of Escherichia coli is 12 mm, the optimum
concentration of molasses was at concentration 20% which gave antibacterial
activity with the inhibitory diameter of Staphylococcus aureus and Streptococcus
mutan is 14 mm, the optimum pH of the fermentation process is at pH 7 which gives
antibacterial activity with inhibitory diameter of Staphylococcus aureus and
Streptococcus mutan is 15 mm, and optimum temperature of the fermentation
process is at 36°C which gives antibacterial activity with an inhibitory diameter of
Streptococcus mutan is 17 mm.

Keywords: Endophytic bacteria, Bacillus subtilis UAAC 21622, antibacterial,


fermentation

viii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL i
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK ii
CIPTA
PENGESAHAN iii
PERTAHANAN SKRIPSI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xvi
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Tanaman Tebu 4
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Tebu 4
2.1.2 Kandungan Tanaman Tebu 5
2.2 Mikroba Endofit 6
2.2.1 Pengertian Mikroba Endofit 6
2.2.2 Peranan Mikroba Endofit 7
2.3 Bakteri 9
2.3.1 Pengertian 9
2.3.2 Penggolongan Bakteri 10
2.4 Bacillus subtilis UAAC 21622 13
2.5 Antibiotik 14
2.5.1 Pengertian 14
2.5.2 Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia 14

ix
2.5.3 Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Cara Kerja 16
2.6 Fermentasi 18
2.6.1 Pengertian 18
2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi 19
2.7 Pengujian Aktivitas Antibiotik 22
2.8 Mikroorganisme Uji 23
2.8.1 Pseudomonas aeruginosa 23
2.8.2 Escherichia coli 24
2.8.3 Streptococcus mutan 24
2.8.4 Staphylococcus aureus 24
III. PELAKSANAAN PENELITIAN 26
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 26
3.2 Alat dan Bahan 26
3.2.1 Alat 26
3.2.2 Bahan 26
3.3 Prosedur Penelitian 27
3.3.1 Sterilisasi Alat 27
3.3.2 Pembuatan Media Nutrient Agar 27
3.3.3 Peremajaan bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622 28
3.3.4 Pembuatan Suspensi Bakteri Bacillus subtilis 28
UAAC 21622
3.3.5 Penyiapan Medium Pertumbuhan Bakteri 28
3.3.6 Pemilihan Waktu Inkubasi dan Sumber Karbon 28
Optimum
3.3.7 Pemilihan Konsentrasi Sumber Karbon Optimum 29
3.3.8 Pemilihan pH Optimum 29
3.3.9 Pemilihan Suhu Optimum 30
3.3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri 30
3.3.11 Analisis Data 31

x
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1 Hasil 32
4.2 Pembahasan 34
4.2.1 Penetapan Waktu Inkubasi Optimum 36
4.2.2 Penetapan Konsentrasi Sumber Karbon Optimum 39
4.2.3 Penetapan pH Optimum 41
4.2.4 Penetapan Suhu Optimum 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 50

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Skema Kerja 50

2. Data Hasil Penelitian 51

3. Dokumentasi Hasil Penelitian 61

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kurva Hubungan Waktu Inkubasi dengan Biomassa 54
2. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi 55
pada Penetapan Konsentrasi Optimum menggunakan Air
Tebu
3. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi 56
pada Penetapan Konsentrasi Optimum menggunakan
Molase
4. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan pH pada 57
Penetapan pH Optimum menggunakan Air Tebu
5. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan pH pada 58
Penetapan pH Optimum menggunakan Molase
6. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Suhu pada 59
Penetapan Konsentrasi Optimum menggunakan Air
Tebu
7. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Suhu pada 60
Penetapan Suhu Optimum menggunakan Molase
8. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 61
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Air Tebu)
9. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 61
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Air Tebu)
10. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 62
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Air Tebu)
11. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 62
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Air Tebu)
12. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 63
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber

xiii
Karbon Ampas Tebu)
13. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 63
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Ampas Tebu)
14. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 64
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Ampas Tebu)
15. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 64
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Ampas Tebu)
16. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 65
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Molase)
17. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 65
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Molase)
18. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 66
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Molase)
19. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 66
(Penetapan Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber
Karbon Molase)
20. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 67
(Penetapan Konsentrasi Air Tebu)
21. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 68
(Penetapan Konsentrasi Molase)
22. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 68
(Penetapan Konsentrasi Molase)
23. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 69
(Penetapan Konsentrasi Molase)
24. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 69
(Penetapan Konsentrasi Molase)
25. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 70
(Penetapan pH Menggunakan Sumber Karbon Air Tebu

xiv
20%)
26. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 71
(Penetapan pH Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
27. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 71
(Penetapan pH Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
28. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 72
(Penetapan pH Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
29. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 72
(Penetapan pH Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
30. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 73
(Penetapan Suhu Menggunakan Sumber Karbon Air
Tebu 20%)
31. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa 74
(Penetapan Suhu Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
32. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus 74
(Penetapan Suhu Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
33. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan 75
(Penetapan Suhu Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)
34. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli 75
(Penetapan Suhu Menggunakan Sumber Karbon Molase
20%)

xv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Urutan 16S rRNA Bacillus subtilis UAAC 21622 13
2. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa 51
Bacillus subtilis UAAC 21622 pada Penentuan Waktu
Inkubasi Optimum Menggunakan Air Tebu sebagai Sumber
Karbon
3. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa 52
Bacillus subtilis UAAC 21622 pada Penentuan Waktu
Inkubasi Optimum Menggunakan Ampas Tebu sebagai
Sumber Karbon
4. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa 53
Bacillus subtilis UAAC 21622 pada Penentuan Waktu
Inkubasi Optimum Menggunakan Molase sebagai Sumber
Karbon
5. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 55
UAAC 21622 pada Penentuan Konsentrasi Optimum
Menggunakan Air Tebu sebagai Sumber Karbon
6. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 56
UAAC 21622 pada Penentuan Konsentrasi Optimum
Menggunakan Molase sebagai Sumber Karbon
7. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 57
UAAC 21622 pada Penentuan pH Optimum Menggunakan
Air Tebu 20%
8. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 58
UAAC 21622 pada Penentuan pH Optimum Menggunakan
Molase 20%
9. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 59
UAAC 21622 pada Penentuan Suhu Optimum Menggunakan
Air Tebu 20% dan pH 7
10. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis 60
UAAC 21622 pada Penentuan Suhu Optimum Menggunakan
Molase 20% dan pH 7

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai macam penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba banyak ditemukan

di negara-negara beriklim tropis termasuk Indonesia. Salah satu penyebab penyakit

infeksi adalah bakteri. Timbulnya berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri mendorong untuk terus dilakukannya penelitian yang mampu menghasilkan

senyawa bioaktif dari bahan alam yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyebab infeksi (Radji, 2010).

Salah satu sumber senyawa bioaktif adalah bakteri endofit. Bakteri endofit

dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang sangat potensial untuk

dikembangkan salah satunya sebagai antibakteri (Djamaan, 2014). Bakteri endofit

hidup di dalam jaringan vaskular tumbuhan tanpa menyebabkan efek negatif

terhadap tumbuhan tersebut (Schulz & Boyle, 2006). Penelitian terhadap pencarian

sumber senyawa bioaktif dari bakteri endofit telah banyak dilakukan, salah satunya

telah dilakukan oleh Zam et al (2016) yang mengisolasi bakteri endofit dari

tanaman Citrus aurantifolia dan diperoleh 4 isolat bakteri salah satunya yaitu

Bacillus subtilis UAAC 21622 yang berpotensi sebagai antibakteri.

Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang

panjang, soliter ataupun membentuk koloni bergandengan yang memanjang.

Secara alami sering ditemukan di tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang

terdekomposisi. Basitrasin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Bacillus

1
subtilis. Basitrasin membunuh sel targetnya dengan menyisip pada membran target

dan mengakibatkan fungsi membran sel menjadi tidak stabil sehingga

menyebabkan sel lisis (Brooks et al., 2005).

Untuk mendapatkan senyawa bioaktif dari bakteri endofit, maka perlu

dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi senyawa bioaktif yang dihasilkan

oleh bakteri endofit umumnya dilakukan dengan metode fermentasi cair. Untuk

meningkatkan aktivitas antibakteri, perlu dilakukannya penentuan kondisi

optimum pada proses fermentasi bakteri endofit tersebut. Hal ini didukung oleh

Brooks et al. (2005) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya waktu inkubasi, nutrisi, pH

dan suhu.

Waktu inkubasi adalah proses pemeliharaan kultur mikroba selama jangka

waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan bakteri. Setiap bakteri memiliki

waktu inkubasi tertentu untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Nutrisi juga

dibutuhkan untuk proses fermentasi bakteri endofit. Salah satu nutrisi yang

dibutuhkan yaitu sumber karbon. Sumber karbon berfungsi sebagai sumber energi

oleh bakteri endofit yang berasal dari gula-gula organik seperti sukrosa (Brooks et

al., 2005). Sukrosa banyak ditemukan di dalam tanaman di Indonesia salah satunya

yaitu pada tanaman tebu.

Tanaman tebu dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk media

pertumbuhan bakteri karena kandungan sukrosa yang tinggi didalam tebu tersebut,

selain itu pemanfaatan tebu ini dapat dilakukan karena ketersediaannya yang tinggi

2
dan harganya yang murah. Kandungan sukrosa yang terdapat didalam air tebu

adalah 11-16% (Loto et al., 2012). Selain itu, molase dan ampas tebu yang juga

berasal dari tanaman tebu juga mengandung sukrosa. Molase mengandung sukrosa

yang cukup tinggi yaitu 55% (Yusma, 1999). Sementara itu, ampas tebu

mengandung sukrosa sekitar 3,3% (Lavarack et al., 2002). Karena kandungan

sukrosa yang terdapat dalam tanaman tebu ini, maka tebu dapat dimanfaatkan

sebagai media fermentasi bakteri.

Faktor lain yang mempengaruhi proses fermentasi bakteri yaitu pH. Pada

umumnya bakteri bekerja optimum pada rentang pH 6-8, tetapi beberapa jenis

bakteri dapat hidup pada pH yang lebih rendah ataupun pada pH yang lebih tinggi

(Willey et al., 2008). Suhu juga dapat mempengaruhi proses fermentasi bakteri.

Bakteri endofit merupakan bakteri mesofilik yang dapat tumbuh optimal pada suhu

20-45°C (Hogg, 2005). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai penentuan kondisi optimum proses fermentasi bakteri endofit

Bacillus subtilis UAAC 21622 dengan menggunakan sumber karbon air tebu,

ampas tebu dan molase dan uji aktivitas antibakterinya untuk dapat melawan

bakteri patogen.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu


Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman semusim yang

mempunyai sifat tersendiri karena dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu adalah

komoditas perkebunan penting di Indonesia. Perkebunan tebu berkaitan erat

dengan industri gula dan produk derivate tebu (hilir). Kondisi hulu perkebunan tebu

merupakan hal penting dalam mewujudkan tujuan swasembada gula nasional.

Tanaman tebu biasanya tumbuh baik pada daerah yang beriklim panas dengan

kelembaban untuk pertumbuhan adalah > 70%. Suhu udara berkisar antara

28-34°C. Tanah yang baik bagi pertumbuhan tebu adalah tanah subur dan cukup air

tetapi tidak tergenang. Fase pertumbuhan tanaman tebu jatuh pada umur 3 sampai 8

bulan dan fase pemasakan pada umur 9 sampai 12 bulan yang ditandai dengan tebu

mengeras dan berubah warna menjadi kuning pucat. Pengolahan tanah untuk

penanaman tebu di lahan kering pada umumnya dilakukan pada musim kemarau

sampai akhir musim hujan, sedangkan penanaman dilakukan di awal musim

kemarau sampai menjelang musim hujan (Fitriani et al., 2013).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Tebu

Klasifikasi tanaman tebu adalah sebagai berikut (Steenis, 2006):

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta


4
Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Graminae atau Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum Linn.

2.1.2 Kandungan Tanaman Tebu

a. Air Tebu

Air tebu mengandung air sebanyak 70-75%, sukrosa 11-16%, gula reduksi

0,4-2% (Loto et al, 2012). Air tebu juga mengandung senyawa organik

seperti asam laktat, asam suksinat, dan asam glukonat sebanyak 0,5-1%,

senyawa anorganik seperti Fe2O3, Al2O3, MgO, CaO, K2O, SO3, dan H2SO4

sebanyak 0,2-0,6% (Legaz et al, 2008).

b. Molase

Molase atau tetes tebu merupakan hasil samping industri gula. Molase

mengandung senyawa nitrogen, unsur mikro, dan kandungan gula yang

cukup tinggi terutama kandungan sukrosa 55% (Yusma, 1999). Selain itu,

molase juga mengandung glukosa 4-9%, dan fruktosa 5-12% (Hidayat et al.,

2006).

5
c. Ampas Tebu

Ampas tebu adalah suatu residu atau limbah dari proses penggilingan

tanaman tebu (Saccharum officinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan

niranya pada industri pembuatan gula, limbah berserat yang biasa disebut

sebagai ampas tebu (bagasse). Bagasse mengandung air 48-52%, gula

rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri

dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air

(Lavarack et al., 2002).

2.2 Mikroba Endofit

2.2.1 Pengertian Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup didalam jaringan vaskular

tumbuhan tanpa menyebabkan efek negatif terhadap tumbuhan tersebut (Schulz &

Boyle, 2006). Mekanisme invasi mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman dapat

dilakukan dengan beberapa cara, antara lain masuk melalui stomata, lentisel,

trachoma yang rusak, titik tumbuh akar lateral, radikula yang sedang tumbuh,

jaringan akar meristematik yang tidak terdiferensiasi dan melalui enzimatik

degradasi ikatan polisakarisa dinding sel. Jalan alternatif lainnya diduga mikroba

masuk melalui penyerapan unsur hara tanaman secara pasif akibat transpirasi

tanaman (Sturz & Nowak, 2000).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder

sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat

diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang


6
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang

tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih

mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel & Daisy, 2003).

2.2.2 Peranan Mikroba Endofit

a. Mikroba endofit sebagai antibiotika dan antijamur

Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit

Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat

Tripterigeum wilfordii dan berkhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap

manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton spp. (Strobel et al., 1999).

Phomopsichalasin merupakan antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella

enterica, Staphylococcos aureus dan juga dapat menghambat pertumbuhan

jamur Candida tropicalis (Horn et al., 1995).

b. Mikroba endofit sebagai antivirus

Jamur endofit Cytonaema sp dapat menghasilkan metabolit cytonic acid A

dan B, struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berkhasiat sebagai

antivirus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan dapat

menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia (Guo et al., 2000).

c. Mikroba endofit sebagai antikanker

Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat sebagai antikanker

yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel

merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman Taxus. Saat

7
ini beberapa jenis endofit lainnya telah dapat diisolasi dari berbagai jenis

Taxus dan didapatkan berbagai senyawa yang berkhasiat sebagai antitumor

(Strobel et al., 2002).

d. Mikroba endofit sebagai antimalaria

Colletotrichum sp merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Artemisia

annua yang menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai

antimalaria (Lu et al., 2000). Disamping itu beberapa mikroba endofit yang

diisolasi dari tanaman Cinchona spp, juga mampu menghasilkan alkaloid

cinchona yang dapat dikembangkan sebagai sumber bahan baku obat

antimalaria (Simanjuntak et al,. 2002).

e. Mikroba endofit sebagai antioksidan

Pestacin dan isopestacin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan

oleh endofit Pestalotiopsis microspora. Endofit ini berhasil diisolasi dari

tanaman Terminalia morobensis yang tumbuh di Papua New Guinea. Baik

pestacin ataupun isopestacin berkhasiat sebagai antioksidan, dimana aktivitas

ini diduga karena struktur molekulnya mirip dengan flavonoid (Strobel et al.,

2002).

f. Mikroba endofit sebagai antidiabetes

Endofit Pseudomassaria sp yang diisolasi dari hutan lindung, menghasilkan

metabolit sekunder yang bekerja seperti insulin. Senyawa ini sangat

menjanjikan karena tidak sebagaimana insulin, senyawa ini tidak rusak jika

8
diberikan peroral. Dalam uji praklinik terhadap binatang coba membuktikan

bahwa aktivitasnya sangat baik dalam menurunkan glukosa darah tikus yang

diabetes. Hasil tersebut diperkirakan dapat menjadi awal dari era terapi baru

untuk mengatasi diabetes dimasa mendatang (Zhang et al., 1999).

g. Mikroba endofit sebagai imunosupresif

Obat-obat imunosupresif merupakan obat yang digunakan untuk pasien

yang akan dilakukan tindakan transplantasi organ. Selain itu imunosupresif

juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit autoimun seperti reumatoid

artritis dan insulin dependent diabetes. Senyawa subglutinol A dan B yang

dihasilkan oleh endofit Fusarium subglutinans yang diisolasi dari tanaman

Tripterygium wilfordii, merupakan senyawa imunosupresif yang sangat poten

(Lee et al., 1995).

2.3 Bakteri

2.3.1 Pengertian

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik yaitu tidak

memiliki selubung inti. Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi

genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi pada nukleus dan tidak mempunyai

membran inti. DNA pada bakteri berbentuk sirkuler panjang yang disebut nukleoid.

DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson. Bakteri juga

memiliki DNA kromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil

dan sirkuler (Brooks et al., 2005).


9
Nama bakteri berasal dari kata bahasa yunani “bakterion” yang berarti

tongkat atau batang. Bakteri rata-rata memiliki panjang hingga 10 mikron dan lebar

0,5-1 mikron. Bakteri umumnya hidup secara saprofit (hidup dari bahan organk

yang mati) yang terdapat di air dan tanah. Bakteri berperan penting menguraikan

molekul organik kompleks dari hewan dan tumbuhan yang telah mati menjadi

molekul-molekul organik sederhana. Molekul ini mengalami daur ulang selama

proses metabolisme oleh organisme hidup (Gould & Brooker, 2003).

2.3.2 Penggolongan Bakteri

2.3.2.1 Kelompok Utama Bakteri

Menurut Brooks, et al (2005), terdapat dua kelompok berbeda dari

organisme prokariota, diantaranya adalah:

a. Eubakteria Gram Negatif yang Memiliki Dinding Sel

Bakteri jenis ini memiliki selubung sel yang kompleks (tipe gram negatif) yang

terdiri dari membran luar, membran dalam dan lapisan peptidoglikan tipis (yang

memiliki asam muramik dan terdapat hampir pada semua organisme, hanya

beberapa mikroorganisme saja yang telah kehilangan bagian dari selubung sel ini)

dan membran sitoplasma merupakan kelompok yang sangat heterogen. Sel

berbentuk bulat, lonjong, batang lurus atau lengkung, heliks, dan filamen.

Perkembangbiakan dengan cara pembelahan ganda, tetapi beberapa kelompok

berkembangbiak dengan cara tunas.

10
b. Eubakteria Gram Positif yang Memiliki Dinding Sel

Bakteri ini memiliki profil dinding sel tipe gram positif, sel-sel umumnya

diwarnai dengan pewarnaan gram positif. Sel berbentuk sferis, batang atau

filamen bercabang maupun tidak bercabang. Reproduksi umumnya dengan

pembelahan biner. Beberapa bakteri pada kategori ini memproduksi spora sebagai

bentuk dormannya (endospora).

c. Eubakteria Tanpa Dinding Sel

Mikroorganisme yang tidak memiliki dinding sel sering disebut mikoplasma dan

tidak dapat mensintesis prekusor peptidoglikan. Mikoplasma diselubungi dengan

sebuah unit membran, yaitu membran plasma. Reproduksi dengan tunas,

fragmentasi atau pembelahan biner, tunggal ataupun kombinasi. Kebanyakan

spesies ini membutuhkan medium kompleks untuk pertumbuhan dan menyebar

dalam bentuk koloni pada medium padat.

d. Archaebakteria

Organisme prokariota ini merupakan penghuni yang mendominasi daerah

teristerial ekstrim dan lingkungan akuatik (kadar garam tinggi, temperatur tinggi,

anaerobik), beberapa organisme bersimbiosis pada saluran pencernaan binatang.

Archaebakteria terdiri dari aerobik, anaerobik, aerobik fakultatif yang merupakan

khemolitotrof, heterotrof, atau heterotrof fakultatif. Perkembangbiakan dengan

cara pembelahan biner, tunas, penggabungan, fragmentasi, atau dengan mekanisme

lain yang belum diketahui.


11
2.3.2.2 Berdasarkan Pewarnaan Gram

Bakteri dapat digolongkan berdasarkan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram

berguna untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri. Pewarnaan Gram

ditemukan oleh H.C.J. Gram, seorang histologis berkebangsaan Denmark pada

tahun 1884 (Jawetz et al., 2005).

a. Bakteri Gram Negatif

Golongan ini memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (5-10 nm) dengan

komposisi utama lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida. Lipoprotein

merupakan komponen yang mendominasi dinding sel gram negatif dan berfungsi

menjaga stabilitas membran luar dan tempat perlekatan pada lapisan peptidoglikan

(Jawetz et al., 2005). Bakteri gram negatif merupakan bakteri yang tidak mampu

mempertahankan warna kristal violet pada dinding selnya saat perwarnaan gram

dilakukan, pewarnaan gram sangat penting untuk mengetahui klasifikasi bakteri

dan mengetahui identifikasinya (Radji, 2010).

b. Bakteri Gram Positif

Golongan bakteri ini memiliki peptidoglikan setebal 20-80 nm dengan

komposisi terbesar teikhoat, asam teikhuroni, dan berbagai macam polisakarida.

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet

sewaktu proses pewarnaan gram sehingga akan berwarna ungu di bawah

mikroskop, perbedaan keduanya didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel

12
yang berbeda dan dapat dinyatakan oleh prosedur pewarnaan gram yang

merupakan prosedur penting dalam klasifikasi bakteri (Jawetz et al., 2005).

2.4 Bacillus subtilis UAAC 21622

Bacillus subtilis UAAC 21622 merupakan mikroba endofit yang diisolasi dari

daun tumbuhan Citrus aurantifolia. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif dan

mempunyai spora, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob, dapat bergerak

dengan flagella yang peritrika. Mikroorganisme ini sering sebagai indikator

terhadap kontaminasi karena ketahananya dalam mempertahankan diri dengan

terbungkus oleh spora tadi (Zam et al, 2016).

Adapun urutan 16S rRNA dari mikroba endofit Bacillus subtilis UAAC

21622 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. urutan 16S rRNA Bacillus subtilis UAAC 21622 (Zam et al., 2016)

13
2.5 Antibiotika

2.5.1 Pengertian

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat

menghambat dan membunuh mikroba jenis lainnya. Antibiotik sebagai obat yang

digunakan untuk membunuh mikroba penyebab infeksi pada manusia harus

memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah

bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik terhadap

penggunanya (Gunawan, 2007).

2.5.2 Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Struktur Kimia

Penggolongan antibiotika berdasarkan struktur kimia menurut Mandal et al

(2004) terbagi menjadi:

a. Golongan beta laktam

Beta laktam mengikat dan menonaktifkan ikatan penisilin dan protein

(PBP) yang terlibat pada proses transpeptidasi untuk sintesis dinding sel bakteri.

Kelompok antibiotik beta-laktam yakni penisilin, sefalosporin, monobaktam

dan karbapenem. Beta-laktam yang paling aktif terhadap P. aeruginosa adalah

piperasillin dan tikarsilin (penisilin), seftazidime (sefalosporin generasi ketiga),

sefepime (sefalosporin generasi keempat), aztreonam (monobaktam), imipenem,

meropenem dan doripenem (karbapenem).

14
b. Golongan aminoglikosida

Aminoglikosida terikat pada subunit 30S ribosom, sehingga menghambat

sintesis protein bakteri. Obat utama yaitu gentamisin, tobramisin, amikasin,

dan netilmisin. Mempunyai spektrum gram negatif yang sangat baik, termasuk

terhadap P. Aeroginosa. Berguna bila terdapat infeksi bermakna terhadap

kuinolon dan beta laktam. Sinergis dengan penisilin dalam melawan

enterokokus dan streptokokus, dan dengan ampisilin dalam melawan listeria.

Tidak memiliki aktivitas anaerobik.

c. Golongan kuinolon

Kuinolon bekerja dengan menghambat replikasi DNA dengan

mempengaruhi enzim yang terlibat dalam proses coiling. Obat utama yaitu

siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, dan levofloksasin. Spektrum gram

negatif sangat baik sedangkan aktivitas gram positif terbatas. Kuinolon

generasi baru (misalnya moksifloksasin) mempunyai aktivitas terhadap gram

positif yang lebih baik.

d. Golongan makrolida

Terikat pada subunit 50S ribosom, sehingga menghambat sintesis protein.

Obat utama yaitu eritromisin, azitromisin, dan klaritomisin. Memiliki aktivitas

yang baik terhadap gram positif dan sedikit aktivitas terhadap bakteri anaerob

dan enterokokus.

15
e. Golongan tetrasiklin

Mencegah ikatan tRNA ke ribosom sehingga menghambat sintesis protein.

Obat utama yaitu tetrasiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan doksisiklin.

f. Lain-Lain

a. Sulfonamida dan trimetoprim: menghambat sintesis asam folat dari asam

para-aminobenzoat. Contoh sulfametoksazol dengan trimetoprim,

sulfadoksin dengan pirimetamin.

b. Gilkopeptida: menghambat sintesis dinding sel peptidoglikan. Contoh

vankomisin

c. Kloramfenikol: mencegah ikatan tRNA ke ribosom sehingga menghambat

sintesis protein, spektrum luas termasuk bakteri anaerob

d. Rifampisin: menghambat sintesis DNA. Termasuk obat lini pertama untuk

tuberkolosis. Spektrum gram positif sangat baik tetapi aktivitas gram

negatif terbatas

e. Nitroimidazol: Menghambat replikasi DNA. Contoh metronidazol,

tinidazol

f. Linkosamida: terikat pada subunit 50S ribosom sehingga menghambat

sintesis protein. Contoh klindamisin dan linkomisin.

2.5.3 Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Cara Kerja

Klasifikasi antibiotik berdasarkan cara kerjanya menurut Shaikh et al. (2014)

terbagi menjadi:
16
1. Mengganggu sintesis dinding sel

Antibiotik beta laktam seperti penisilin dan sefalosporin menghambat

enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan lapisan peptidoglikan.

2. Menghambat sintesis protein

Tetrasiklin mengganggu sintesis protein dengan mengikat sub unit 30S

dari ribosom, sehingga melemahkan interaksi ribosom tRNA. Makrolida

mengikat ribosom sub unit 50S dan menghambat pemanjangan rantai

polipeptida yang baru. Kloramfenikol berikatan dengan ribosom sub unit

50S memblokir reaksi peptidil transferase. Aminoglikosida menghambat

inisiasi sintesis protein dan mengikat ribosom sub unit 30S.

3. Mengganggu sintesis asam nukleat

Rifampisin mengganggu dengan cara pengaturan DNA oleh RNA

polimerase. Kuinolon menghambat sintesis DNA dengan gangguan tipe II

topoisomerase, DNA girase dan tipe IV topoisomerase selama siklus

replikasi menyebabkan untai ganda berhenti.

4. Menghambat jalur metabolisme

Sulfonamid (misalnya sulfametoksazol) dan trimetoprim memblokir

setiap langkah penting dalam sintesis folat yang merupakan kofaktor

dalam biosintesis nukleotida dan memblok pembentukan DNA dan RNA.

5. Mengganggu membran sel

Mengganggu membran sitoplasma bakteri gram positif, atau membran

dalam bakteri Gram negatif. Polimiksin berefek penghambatan dengan

17
meningkatkan permeabilitas membran bakteri yang menyebabkan

kebocoran pada bakteri.

2.6 Fermentasi

2.6.1 Pengertian

Fermentasi berasal dari bahasa Latin fermentum. Fermentasi dapat

didefinisikan sebagai proses yang mengakibatkan terjadinya perubahan kimia

substrat organik sebagai hasil kerja enzim mikroba, baik secara aerobik maupun

anaerobik. Produk yang dihasilkan dari fermentasi oleh mikroba dapat berbentuk

makanan, bahan kimia industri dan farmasi. Produk bahan kimia industri dapat

berbentuk senayawa bioaktif seperti antibakteri. Proses produksi senyawa bioaktif

tersebut dapat dilakukan melalui beberapa metode fermentasi antara lain fermentasi

padat, fermentasi semi padat dan fermentasi cair. Proses fermentasi senyawa

bioaktif oleh bakteri umumnya dilakukan menggunakan metode fermentasi cair

(Chojnacka, 2010).

Pembentukan ATP pada fermentasi tidak berpasangan dengan perpindahan

elektron-elektron. Fermentasi ditandai oleh fosforilasi substrat, suatu proses

enzimatik dimana ikatan pirofosfat diberikan langsung ke ADP oleh intermediate

metabolik bergugus P. Intermediate bergugus P dibentuk dari penyusunan kembali

secara metabolik dari substrat yang fermentabel seperti glukosa, laktosa atau

arginin. Karena dari substrat fermentabel, komposisi bahan produk fermentasi

harus identik dengan substrat tersebut (Brooks et al, 2005).

18
2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi

1. Nutrisi

a. Sumber Karbon

Tumbuh-tumbuhan dan beberapa bakteri mampu menggunakan energi

fotosintesik untuk mereduksi karbondioksida pada penggunaan air.

Organisme ini termasuk kelompok autotrof, makhluk hidup yang tidak

membutuhkan nutrien organik untuk pertumbuhannya. Khemolitotrof

termasuk kelompok autotrof, organisme yang menggunakan substrat

anorganik seperti hidrogen atau tiosulfat sebagai reduktan dan

karbonsioksida sebagai sumber karbon. Karbondioksida dibutuhkan pada

sejumlah reaksi biosintesis. Banyak organisme respiratif menghasilkan

lebih banyak karbondioksida untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi

organisme lain membutuhkan sumber karbondioksida pada medium

pertumbuhannya. Contoh dari sumber karbon yaitu glukosa, fruktosa,

sukrosa, laktosa, maltosa, pati (Brooks et al., 2005)

b. Sumber Nitrogen

Nitrogen adalah salah satu unsur yang dibutuhkan oleh semua jasad

hidup untuk sintesis protein asam nukleat dan senyawa-senyawa lain yang

mengandung nitrogen. Selama adanya pertumbuhan, mikroorganisme

membebaskan enzim proteolitik yang dapat merombak senyawa-senyawa

protein menjadi asam amino. Sejumlah nitrogen sangat dibutuhkan dalam

19
pertumbuhan, karena nitrogen tersebut terkandung didalam protein dan

asam nukleat. Dalam hal memperoleh nitrogen setiap organisme

berbeda-beda, diantaranya yaitu dengan menggunakan gas nitrogen dari

udara dan ada juga yang menggunakan sumber nitrogen anorganik seperti

gara-garam amonium, tetapi ada juga dengan menggunakan sumber

nitrogen organik seperti glutamik dan asparagin. Contoh dari sumber

nitrogen yaitu pepton, beef ekstrak, tripton, yeast ekstrak, kedelai, urea,

NH4Cl, NaNO3 (Ekenstierna, 2008).

c. Sumber Belerang

Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang

membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai

samping sisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak

dapat digunakan oleh tumbuhan dan hewan (Brooks et al., 2005).

d. Sumber Phospor

Fosfat dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah

koenzim seperti NAD, NADP, dan flavin. Fosfat selalu diasimilasi sebagai

fosfat anorganik bebas (Brooks et al., 2005).

2. Kadar Air

Semua sel membutuhkan air termasuk mikroorganisme. Air merupakan

komponen utama dalam kehidupan bakteri karena 70-80% dari berat

20
protoplasma terdiri dari air. Air bertindak sebagai media transformasi makanan

dan hasil metabolisme sel, serta diperlukan juga pada proses enzimatis (Pelczar

dan Chan, 2006).

3. pH

Pada umumnya bakteri bekerja optimum pada rentang pH 6-8, tetapi

beberapa jenis mikroba dapat hidup pada pH yang lebih rendah yang dikenal

dengan istilah acidhophiles ataupun pada pH yang lebih tinggi yng dikenal

dengan istilah alkalophiles. Secara umum, kelompok mikroba yang berbeda

memiliki pH karakteristik. Kebanyak bakteri adalah neutrofil. Meskipun

bakteri sering tumbuh dari kisaran pH yang luas dan jauh dari optimum (Willey

et al., 2008).

4. Suhu

Sebagian besar pertumbuhan bakteri mencapai optimal pada suhu sekitar

20-45°C yang disebut bakteri mesofilik. Lain halnya dengan bakteri termofilik

yang membutuhkan suhu yang tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri

termofilik akan mampu tumbuh dalam rentang suhu 40-80°C, dengan

pertumbuhan optimal pada kisaran suhu 50-65°C (Stuart, 2005).

5. Tekanan Osmotik

Pada umumnya bakteri dapat hidup pada daerah dengan kandungan garam

yang encer. Tekanan osmotik tergantung pada bahan terlarut, dimana bakteri

21
pada umumnya dapat tumbuh pada rentang tekanan osmotik yang cukup besar

karena adanya enzim permease sehingga konsentrasi garam dalam sel dapat

diatur. Akan tetapi bila konsentrasi ini cukup tinggi, maka air akan keluar dari

sel sehingga pertumbuhan bakteri akan terhenti (Pelczar dan Chan, 2006).

2.7 Pengujian Aktivitas Antibiotik

Penggolongan metode pengujian antibiotik menurut Choma dan Grzelak

(2010) diantaranya adalah:

a. Metode Difusi

Metode ini sering digunakan untuk uji antimikroba yang rentan terhadap

senyawa murni, baik senyawa polar maupun non polar. Metode ini menggunakan

kertas filter cakram (diameter 6 mm) yang berisi senyawa uji yang ditempatkan

pada permukaan yang sebelumya telah diinokulasi dengan mikroba uji. Agen

antimikroba akan berdifusi kedalam agar dan akan menghambat pertumbuhan dari

mikroba uji. Cawan petri sebelumnya diinkubasi lalu zona hambatan diukur.

b. Metode Dilusi

Metode dilusi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan metode

pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan medium cair

yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metode ini adalah sampel

diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu masing-masing

konsentrasi ditambah suspensi bakteri kedalam media. Setelah diinkubasi, diamati

22
ada atau tidaknya bakteri dengan melihat kekeruhan dari masing-masing

konsentrasi sampel dibandingkan dengan kontrol, konsentrasi sampel terendah

yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya

kekeruhan, disebut juga dengan konsentrasi hambat minimum (KHM).

c. Metode Bioautografi

Metode bioautografi hampir sama dengan metode difusi. Perbedaannya

terletak pada senyawa uji berdifusi ke medium agar dari kromatografi yang

mengandung adsorben atau kertas. Pada bioautografi, plat kromatografi lapis tipis

atau kertas diletakkan pada permukaan agar yang telah diinokulasi dengan mikroba

uji beberapa menit atau beberapa jam agar berdifusi. Kemudian plat dikeluarkan

dan lapisan agar diinkubasi, lalu zona hambat diukur.

2.8 Mikroorganisme Uji

2.8.1 Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif, motil, dan

aerobik. Bakteri ini bersifat invasif dan toksigenik yang mengakibatkan infeksi

pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan patogen

nosokomial yang penting. Pseudomonas aeruginosa tumbuh baik pada suhu

37-42°C, beberapa galur Pseudomonas aeruginosa menghasilkan pigmen fluoresen

pioverdin yang memberi warna kehijauan pada agar. Bakteri ini menjadi patogenik

hanya jika berada pada tempat dengan daya tahan yang tidak normal, misalnya di

23
selaput lendir dan kulit yang rusak akibat kerusakan lingkungan (Brooks et al.,

2005).

2.8.2 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Bakteri

ini merupakan flora normal yang terdapat dalam usus. Bakteri ini menjadi patogen

ketika mencapai jaringan diluar intestinal normal atau tempat flora normal yang

kurang umum. Kebanyakan tempat yang sering mengalami infeksi klinis adalah

pada saluran kemih, sistem billiary dan tempat lain dalam rongga perut (Brooks et

al., 2005).

2.8.3 Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat,

spesies fakultatif anaerob yang mempunyai karakteristik dapat membentuk

pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Bakteri ini biasanya ditemukan

pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif

menyebabkan karies untuk email gigi (Brooks et al., 2005).

2.8.4 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang biasanya

berbentuk seperti anggur. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe

media dan dengan aktif melakukan metabolisme. Bakteri ini biasanya membentuk

koloni abu-abu hingga kuning emas. Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga

24
berasal dari kontaminasi langsung dari luka. Bakteri ini dapat menyebabkan

berbagai macam penyakit seperti inflamasi pada kulit, infeksi pernapasan, mastitis,

sepsis, dan sindroma syok toksik (Brooks et al., 2005).

25
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 di Laboratorium Biota

Sumatera Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi (Pyrex®),

cawan Petri (Pyrex®), beaker glass (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), Erlenmeyer

(Pyrex®), batang pengaduk, pipet mikro (Thermo Scientific), jarum ose, lampu

spiritus, timbangan digital (Dragon®), pinset, pipet tetes, spatel, inkubator

(Gallenkamp®), autoklaf (All American®), laminar air flow (Innotech®), vortex

(Etech®), hot plate (Cima rec®), oven (Memert®), tabung appendorf, Magnetic

stirer hotplate, pH meter, Rotary shaker incubator (Bigger Digital), lemari es

(National), kamera digital dan alat-alat kecil lainnya.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri endofit Bacillus

subtilis UAAC 21622, Nutrient Agar (Merck®), air tebu, molase, ampas tebu,

Amonium Klorida (Merck®), kalium dihidrogen fosfat (Merck®), Magnesium

Sulfat (Merck®), NaCl fisiologis, Mc. Farland, alkohol 70%, spiritus, aquadest,

26
kertas cakram, Natrium hidroksida (Merck®), Asam klorida (Merck®), bakteri uji

(Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Escherichia coli ATCC 25922,

Streptococcus mutan ATCC 25175, Staphylococcus aureus ATCC 25923) yang

didapatkan dari Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang akan disterilkan terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeringkan,

cawan petri dibungkus dengan kertas perkamen. Alat-alat gelas (tabung reaksi,

gelas ukur, erlenmeyer) ditutup mulutnya dengan kapas steril yang dibalut dengan

kain kasa steril lalu dibungkus dengan kertas perkamen, kemudian disterilkan

didalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit. Pinset dan jarum ose

disterilkan dengan cara flambier. Laminar air flow (LAF) disterilkan dengan

menyalakan lampu UV selama 5 menit. Lemari aseptis dibersihkan dari debu lalu

disemprot dengan alkohol 70%, dan dibiarkan selama 15 menit (Brooks et al.,

2005).

3.3.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)(Merck®)

Ditimbang 20 gram NA dilarutkan ke dalam 1 liter aquades, kemudian

dipanaskan hingga homogen. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC dengan

tekanan 15 lbs selama 15 menit.

27
3.3.3 Peremajaan bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622

Isolat bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622 diinokulasikan sebanyak 1 ose

pada Nutrien Agar dengan cara digoreskan secara aseptik, kemudian diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 370C (Widyana et al., 2014).

3.3.4 Pembuatan Suspensi Bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622

Sebanyak 1-2 ose koloni bakteri diinokulasi kemudian disuspensikan ke

dalam 10 mL larutan NaCl 0,9% dalam tabung reaksi steril kemudian divortex.

Kekeruhan suspensi bakteri dibandingkan dengan standar Mc. Farland . Larutan

standar Mc. Farland dibuat dengan cara sebanyak 99,5 mL larutan H2SO4 0,36 N

dicampurkan dengan larutan BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0,5 mL di dalam

erlenmeyer, kemudian dikocok sampai terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini

dipakai sebagai standar kekeruhan suspensi bakteri (Paju et al., 2013).

3.3.5 Penyiapan Medium Pertumbuhan Bakteri

Medium pertumbuhan bakteri terdiri dari tebu (air tebu, ampas tebu, molase);

NH4Cl 0,6%; KH2PO4 0,1%; dan MgSO4 0,01%. Selanjutnya media disterilkan

dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C tekanan 15 lbs selama 15 menit

(Todorova et al., 2015).

3.3.6 Pemilihan Waktu Inkubasi dan Sumber Karbon Optimum terhadap


Pengujian Aktivitas Antibakteri dari Isolat Bakteri Bacillus subtilis
UAAC 21622
Pemilihan waktu inkubasi dan sumber karbon dilakukan dengan cara

membuat inokulum sebanyak 5% (v/v) dengan jumlah sel bakteri sebanyak 1,5x108
28
(dibandingkan terlebih dahulu dengan larutan Mc. Farland 0,5) dan diinokulasikan

ke dalam medium fermentasi bakteri dengan konsentrasi air tebu, ampas tebu dan

molase masing-masing 10% dan diinkubasi selama 72 jam dengan agitasi 120 rpm

dan pH 6 sebagai pH awal. Setiap interval 6 jam dilakukan pengambilan sampel

untuk pengujian aktivitas antibakteri serta penentuan biomassa untuk kurva

pertumbuhan bakteri.

Penentuan biomassa dilakukan dengan cara sebanyak 95 mL sampel

disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit sehingga terpisah antara

lapisan bening supernatan dengan endapan biomassa. Sel biomassa lalu

dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C hingga didapatkan berat kering

biomassa.

3.3.7 Pemilihan Konsentrasi Sumber Karbon Optimum terhadap Pengujian


Aktivitas Antibakteri dari Isolat Bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
Disiapkan medium fermentasi bakteri dengan variasi konsentrasi sumber

karbon terpilih sebesar 10%, 20% dan 30%. Pengkulturan dilakukan dalam rotary

shaker incubator pada putaran 120 rpm dan pH 6 sebagai pH awal. Kemudian

dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.

3.3.8 Pemilihan pH Optimum terhadap Pengujian Aktivitas Antibakteri dari


Isolat Bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
Disiapkan medium fermentasi bakteri dengan variasi pH yang berbeda yakni

6; 6,5; 7; 7,5; 8. Pembuatan medium fermentasi bakteri dengan pH berbeda

dilakukan dengan penambahan NaOH atau HCl. Pengkulturan dilakukan dalam

29
rotary shaker incubator pada putaran 120 rpm. Kemudian dilakukan pengujian

aktivitas antibakteri.

3.3.9 Pemilihan Suhu Optimum terhadap Pengujian Aktivitas Antibakteri


dari Isolat Bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
Disiapkan medium fermentasi bakteri dengan variasi suhu yang berbeda

yakni 25, 28, 36 dan 45°C. Pengkulturan dilakukan dalam rotary shaker incubator

pada putaran 120 rpm. Kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.

3.3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri

a. Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Pseudomonas aeruginosa,

Escherichia coli, Streptococcus mutan dan Staphylococcus aureus. Sebanyak 1 ose

bakteri diinokulasikan pada media agar miring NA dalam tabung reaksi dengan

cara digoreskan secara aseptik, kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu

370C (Widyana et al., 2014).

b. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Pembuatan suspensi bakteri uji dibuat dengan cara menggoreskan 1-2 ose koloni

bakteri kemudian disuspensikan kedalam 10 mL larutan NaCl 0,9% dalam tabung

reaksi steril kemudian divortex. Kekeruhan suspensi bakteri dibandingkan dengan

standar Mc. Farland (Paju et al., 2013).

c. Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar. Alat dan

bahan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada suhu 121°C pada

30
tekanan 15 lbs selama 15 menit. Selanjutnya medium NA dimasukkan ke dalam

cawan Petri. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan

Petri menggunakan mikropipet. Selanjutnya sebanyak 10 µL larutan uji dipipet ke

kertas cakram steril, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Kemudian

diamati pertumbuhan mikroba dan diukur diameter hambatnya. Sebagai kontrol

negatif digunakan pelarut air suling dan sebagai kontrol positif digunakan

kloramfenikol 3 mg/ml (Chen et al., 2008).

3.3.11 Analisis Data

Data yang didapatkan dari penelitian disajikan dengan grafik dan tabel,

selanjutnya data yang didapatkan dianalisa secara deskriptif.

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Waktu optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622

yang memberikan aktivitas antibakteri adalah pada jam ke-42 dan sumber

karbon optimum yaitu molase, dengan diameter hambat yang dihasilkan

untuk melawan bakteri P. aeruginosa sebesar 9 mm; S. aureus sebesar 11

mm; S. mutan sebesar 10 mm; E. coli sebesar 12 mm dengan nilai

biomassa sebesar 0,036 g (Lampiran 2, Tabel 4). Sedangkan pada sumber

karbon air tebu memberikan daya hambat yang lebih kecil yaitu pada jam

ke-36 dengan diameter hambat yang dihasilkan untuk melawan bakteri P.

aeruginosa sebesar 8 mm; S. aureus sebesar 8 mm; S. mutan sebesar 7

mm; E. coli sebesar 7 mm dengan nilai biomassa sebesar 0,078 g

(Lampiran 2, Tabel 2). Dan pada sumber karbon ampas tebu tidak

memberikan daya hambat sama sekali (Lampiran 2, Tabel 3).

2. Konsentrasi molase optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis

UAAC 21622 yang memberikan aktivitas antibakteri adalah 20%, dengan

diameter hambat yang dihasilkan untuk melawan bakteri P. aeruginosa

sebesar 13 mm; S. aureus sebesar 14 mm; S. mutan sebesar 14 mm; E.

coli sebesar 13 mm (Lampiran 2, Tabel 6). Sedangkan pada sumber

karbon air tebu, memberikan daya hambat yang lebih kecil, dengan

32
diameter hambat yang dihasilkan untuk melawan bakteri P. aeruginosa

sebesar 9 mm dan S. mutan sebesar 7 mm (Lampiran 2, Tabel 5).

3. pH optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622

menggunakan sumber karbon molase yang memberikan aktivitas

antibakteri adalah pada pH 7. Dengan diameter hambat yang dihasilkan

untuk melawan bakteri P. aeruginosa sebesar 16 mm; S. aureus sebesar 17

mm; S. mutan sebesar 15 mm; E. coli sebesar 16 mm (Lampiran 2, Tabel

8). Sedangkan pada sumber karbon air tebu memberikan daya hambat

yang lebih kecil, dengan diameter hambat yang dihasilkan untuk melawan

bakteri P. aeruginosa sebesar 10 mm dan S. mutan sebesar 7 mm

(Lampiran 2, Tabel 7).

4. Suhu optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622

menggunakan sumber karbon molase yang memberikan aktivitas

antibakteri adalah pada suhu 36°C. Dengan diameter hambat yang

dihasilkan untuk melawan bakteri P. aeruginosa sebesar 16 mm; S. aureus

sebesar 16 mm; S. mutan sebesar 14 mm; E. coli sebesar 17 mm (Lampiran

2, Tabel 10). Sedangkan pada sumber karbon air tebu memberikan daya

hambat yang lebih kecil, dengan diameter hambat yang dihasilkan untuk

melawan bakteri P. aeruginosa sebesar 11 mm dan S. mutan sebesar 8 mm

(Lampiran 2, Tabel 9).

33
4.2 Pembahasan

Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan isolasi bakteri endofit dari

tumbuhan Citrus aurantifolia. Bakteri endofit ini diisolasi oleh Zam et al. (2016)

dan diperoleh 4 isolat bakteri salah satunya yaitu Bacillus subtilis UAAC 21622.

Bakteri endofit ini memiliki aktivitas sebagai antibakteri karena senyawa bioaktif

yang dihasilkan oleh bakteri endofit memiliki potensi yang tinggi untuk melawan

bakteri patogen yang menyebabkan penyakit (Djamaan et al., 2014).

Untuk mendapatkan senyawa bioaktif dari bakteri endofit Bacillus subtilis

UAAC 21622 untuk melawan bakteri patogen ini, maka diperlukan proses

fermentasi. Proses fermentasi ini dipengaruhi oleh medium pertumbuhan yang

menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi

untuk pertumbuhan yang diperlukan untuk membentuk sel dan biosintesa

produk-produk metabolit (Brooks et al, 2005). Untuk mendapatkan kondisi yang

optimal, maka perlu dilakukan penetapan waktu inkubasi, jenis sumber karbon,

konsentrasi sumber karbon, pH dan suhu optimum dalam proses fermentasi

tersebut. Setelah didapatkan kondisi optimum proses fermentasi, kemudian

dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap mikroba patogen.

Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri adalah metode

difusi agar, metode ini dipilih karena pengerjaannya sederhana, pengukuran hasil

yang didapat juga cukup mudah dengan cara mengukur diameter (mm) daerah

bening di sekeliling cakram yang merupakan daerah hambatan pertumbuhan

bakteri. Zona bening dihasilkan karena adanya aktivitas antibakteri dari senyawa

34
yang terdapat pada cakram, senyawa tersebut akan berdifusi ke media yang telah

diinokulasikan bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga

terbentuknya zona bening disekitar cakram (Choma & Grzelak, 2010).

Kontrol positif yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri yaitu

kloramfenikol. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan yaitu air suling.

Kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif karena kloramfenikol termasuk

antibiotik spektrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif maupun bakteri Gram negatif (Katzung et al., 2004). Kontrol positif ini

digunakan untuk mengetahui mikroorganisme patogen yang diuji dapat dihambat

pertumbuhannya dengan membentuk zona bening atau diameter hambat .dan juga

digunakan untuk membandingkan diameter hambat yang terbentuk. Sebaliknya, air

suling digunakan sebagai kontrol negatif karena pelarut yang digunakan untuk

media pertumbuhan bakteri adalah air suling. Selain itu air suling juga tidak

memberikan daya hambat terhadap pertumbuhan mikroba. Kontrol negatif

berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pelarut terhadap

pertumbuhan bakteri sehingga dapat diketahui bahwa yang mempunyai aktivitas

antibakteri adalah zat uji bukan pelarut (Nuria et al., 2009).

Bakteri uji yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri ini adalah P.

aeruginosa, S. aureus, S. mutan dan E. coli. P. aeruginosa merupakan bakteri

Gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih, kuku, mata,

kulit, dan infeksi nosokomial serta pneumonia (Tekur, 2007). S. aureus merupakan

bakteri Gram positif yang dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti

35
inflamasi pada kulit, infeksi pernapasan, mastitis, sepsis dan sindroma syok toksik

(Bhatia & Zahoor, 2007; Montville & Matthews, 2008). S. mutan merupakan

bakteri Gram positif yang sering ditemukan di dalam rongga mulut manusia dan

merupakan penyebab siginifikan terhadap karies gigi (Kim et al., 2008). Dan E. coli

merupakan bakteri Gram negatif dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan

dan infeksi saluran kemih (Tekur, 2007). Keempat bakteri ini digunakan karena

mewakili kelompok bakteri Gram positif dan Gram negatif. Selain itu, keempat

bakteri ini sering menyebabkan infeksi pada manusia dan memiliki kasus resistensi

yang tinggi.

Konsentrasi bakteri uji yang digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri

ditentukan dengan membandingkan suspensi bakteri uji dengan kekeruhan 0,5 Mc

Farland. Pembanding 0,5 Mc Farland digunakan untuk menentukan

kekeruhan/turbiditas dari suspensi bakteri. Kekeruhan 0,5 Mc Farland setara

dengan densitas sel 1,5x108 cfu/mL. Tujuan membandingkan suspensi bakteri uji

dengan kekeruhan Mc Farland 0,5 adalah agar disetiap pengerjaan jumlah sel

bakteri yang digunakan selalu sama.

4.2.1 Penetapan Waktu Inkubasi Optimum

a. Air Tebu

Pada penetapan waktu inkubasi proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 menggunakan sumber karbon air tebu, menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri pada jam ke-30, 36, 42 dan 48, sedangkan pada jam ke-6, 12, 18,

24, 54, 60, 66 dan 72 tidak memberikan diameter hambat terhadap aktivitas
36
antibakteri. Bakteri uji P. aeruginosa dapat dihambat pertumbuhannya pada

jam ke-30 dengan diameter sebesar 7 mm, pada jam ke-36 sebesar 8 mm,

pada jam ke-42 sebesar 7 mm dan pada jam ke-48 sebesar 7 mm (Lampiran

3, Gambar 1). Bakteri uji S. aureus dapat dihambat prtumbuhannya pada jam

ke-36 dengan diameter sebesar 7 mm dan pada jam ke-48 dengan diameter

sebesar 7 mm (Lampiran 3, Gambar 2). Bakteri uji S. mutan dapat dihambat

pertumbuhannya pada jam ke-36 dengan diameter sebesar 7 mm dan pada

jam ke-42 dengan diameter 7 mm (Lampiran 3, Gambar 3). Dan bakteri uji E.

coli dapat dihambat pertumbuhannya pada jam ke-36 dengan diameter

sebesar 7 mm dan pada jam ke-48 sebesar 7 mm (Lampiran 3, Gambar 4).

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa aktivitas antibakteri yang baik

ditunjukkan pada jam ke-36 dalam menghambat bakteri uji P. aeruginosa

dengan diameter sebesar 8 mm dan biomassa sebesar 0,036 g (Lampiran 3,

Tabel 2, Gambar 28).

b. Ampas Tebu

Pada penetapan waktu inkubasi proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 menggunakan sumber karbon ampas tebu, menunjukkan tidak adanya

aktivitas antibakteri baik pada waktu inkubasi jam ke-6, 12, 18, 24, 30, 36,

42, 48, 54, 60, 66 maupun 72 (Lampiran 2, Tabel 3). Sehingga ampas tebu

tidak bisa digunakan sebagai sumber karbon pada media fermentasi bakteri

endofit Bacillus subtilis UAAC 21622.

37
c. Molase

Pada penetapan waktu inkubasi proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 menggunakan sumber karbon molase, menunjukkan adanya diameter

hambat terhadap aktivitas antibakteri pada jam ke-18, 24, 30, 36, 42 dan 48,

sedangkan pada jam ke-6, 12, 54, 60, 66 dan 72 tidak menunjukkan diameter

hambat terhadap aktivitas antibakteri. Bakteri uji P. aeruginosa dapat

dihambat pertumbuhannya pada jam ke-18 dengan diameter sebesar 8 mm,

pada jam ke-24 sebesar 7 mm, pada jam ke-30 sebesar 9 mm, pada jam ke-36

sebesar 8 mm, pada jam ke-42 sebesar 9 mm dan pada jam ke-48 sebesar 7

mm (Lampiran 3, Gambar 9). Bakteri uji S. aureus dapat dihambat

pertumbuhannya pada jam ke-24 dengan diameter sebesar 8 mm, pada jam

ke-36 sebesar 10 mm, pada jam ke-42 sebesar 11 mm, pada jam ke-48 sebesar

8 mm (Lampiran 3, Gambar 10). Bakteri uji S. mutan dapat dihambat

pertumbuhannya pada jam ke-18 dengan diameter sebesar 8 mm, pada jam

ke-24 sebesar 8 mm, pada jam ke-30 sebesar 8 mm dan pada jam ke-42

sebesar 10 mm (Lampiran 3, Gambar 11). Bakteri uji E. coli dapat dihambat

pertumbuhannya pada jam ke-18 dengan diameter sebesar 7 mm, pada jam

ke-24 sebesar 7 mm, pada jam ke-36 sebesar 10 mm, pada jam ke-42 sebesar

12 mm dan pada jam ke-48 sebesar 8 mm (Lampiran 3, Gambar 12). Dari

data tersebut menunjukkan bahwa jam ke-42 memberikan diameter hambat

yang lebih besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dengan

biomassa sebesar 0,078 g (Lampiran 3, Gambar 28, Tabel 7).

38
4.2.2 Penetapan Konsentrasi Sumber Karbon

a. Air tebu

Pada penetapan konsentrasi air tebu pada proses fermentasi Bacillus

subtilis UAAC 21622, menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada

konsentrasi 20%, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji P.

aeruginosa dengan diameter sebesar 9 mm (Lampiran 3, Gambar 13) dan

bakteri uji S. mutan sebesar 7 mm. Sedangkan pada konsentrasi 10% dan 30%

tidak menghasilkan daya hambat terhadap bakteri uji.

b. Molase

Pada penetapan konsentrasi molase pada proses fermentasi Bacillus

subtilis UAAC 21622, menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada semua

konsentrasi. Bakteri uji P. aeruginosa dapat dihambat pertumbuhannya pada

konsentrasi 10% dengan diameter sebesar 12 mm, pada konsentrasi 20%

sebesar 13 mm dan pada konsentrasi 30% sebesar 10 mm (Lampiran 3,

Gambar 14). Bakteri uji S. aureus dapat dihambat pertumbuhannya pada

konsentrasi 10% dengan diameter sebesar 12 mm, pada konsentrasi 20%

sebesar 14 mm dan pada konsentrasi 30% sebesar 11 mm (Lampiran 3,

Gambar 15). Bakteri uji S. mutan dapat dihambat pertumbuhannya pada

konsentrasi 10% dengan diameter sebesar 12 mm, pada konsentrasi 20%

dengan diameter sebesar 14 mm dan pada konsentrasi 30% dengan diameter

sebesar 11 mm (Lampiran 3, Gambar 16). Bakteri uji E. coli dapat dihambat

pertumbuhannya pada konsentrasi 10% dengan diameter sebesar 12 mm,


39
pada konsentrasi 20% sebesar 13 mm, pada konsentrasi 30% sebesar 10 mm

(Lampiran 3, Gambar 17). Dari ketiga data tersebut menunjukkan bahwa

konsentrasi 20% memberikan daya hambat yang lebih besar dalam

menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Dari pengujian aktivitas antibakteri tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan

sumber karbon pada bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622 optimum terdapat pada

konsentrasi molase 20%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi molase 20%

tidak kurang maupun tidak melebihi kebutuhan sumber karbon pada pertumbuhan

bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622 ini. Sedangkan konsentrasi molase 10%

kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis UAAC

21622 ini belum optimal. Lain halnya pada konsentrasi molase 30% yang

mengalami penurunan daya hambat pada pengujian aktivitas antibakteri, hal ini

disebabkan karena sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis

UAAC 21622 ini melebihi kebutuhan sumber karbon yang seharusnya didapatkan

sehingga tekanan osmotik di dalam dan di luar sel bakteri tidak seimbang yang

dapat menyebabkan plasmolisis pada sel bakteri dan menyebabkan pertumbuhan

bakteri ini tidak optimal sehingga dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut (Brooks, et al., 2005).

4.2.3 Penetapan pH Optimum

a. Air Tebu

40
Pada penetapan pH optimum proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 menggunakan sumber karbon air tebu, menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri pada pH 7, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji P.

aerugiosa dengan diameter sebesar 10 mm (Lampiran 3, Gambar 18) dan

bakteri uji S. mutan sebesar 7 mm. Sedangkan pada pH 6; 6,5; 7,5; 8 tidak

menghasilkan daya hambat terhadap bakteri uji.

b. Molase

Pada penetapan pH optimum proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 dengan sumber karbon molase, menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri pada semua variasi pH. Bakteri uji P. aeruginosa dapat dihambat

pertumbuhannya pada pH 6 dengan diameter sebesar 11 mm, pada pH 6,5

sebesar 12 mm, pada pH 7 sebesar 12 mm dan pada pH 7,5 sebesar 12 mm

(Lampiran 3, Gambar 19). Bakteri uji S. aureus dapat dihambat

pertumbuhannya pada pH 6 dengan diameter sebesar 12 mm, pada pH 6,5

sebesar 13 mm, pada pH 7 sebesar 15 mm, pada pH 7,5 sebesar 13 mm dan

pada pH 8 sebesar 10 mm (Lampiran 3, Gambar 20). Bakteri uji S. mutan

dapat dihambat pertumbuhannya pada pH 6 dengan diameter sebesar 12 mm,

pada pH 6,5 sebesar 13 mm, pada pH 7 sebesar 15 mm, pada pH 7,5 sebesar

13 mm dan pada pH 8 sebesar 10 mm (Lampiran 3, Gambar 21). Bakteri uji

E. coli dapat dihambat pertumbuhannya pada pH 6 dengan diameter sebesar

13 mm, pada pH 6,5 sebesar 11 mm, pada pH 7 sebesar 14 mm dan pada pH

7,5 sebesar 12 mm (Lampiran 3, Gambar 22). Dari data tersebut,

41
menunjukkan bahwa pH 7 memberikan diameter hambat yang lebih besar

dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Enzim mempunyai pH tertentu untuk dapat bekerja secara efektif, dimana pH

optimal enzim pada bakteri untuk dapat bekerja secara efektif umumnya yaitu pada

pH 7 (Chojnacka, 2010). Dari pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa

aktivitas antibakteri optimal yaitu pada pH 7, hal ini disebabkan karena enzim

bekerja secara optimal pada pH 7 sehingga kemampuan enzim untuk mengkatalis

reaksi optimal sehingga metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri juga

optimal. Lain halnya dengan pH 6; 6,5; 7,5; dan 8 yang menunjukkan aktivitas

antibakteri yang kurang baik, hal ini disebabkan karena enzim dapat terdenaturasi

jika pH terlalu asam atau terlalu basa bagi bakteri sehingga kemampuan enzim

dalam mengkatalis tidak optimal dan produk yang dihasilkan juga tidak optimal.

4.2.4 Penetapan Suhu Optimum

a. Air Tebu

Pada penetapan suhu optimum proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 menggunakan sumber karbon air tebu, menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri pada suhu 36°C yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji

P.aerugiosa dengan diameter sebesar 10 mm (Lampiran 3, Gambar 23) dan

bakteri uji S. mutan sebesar 8 mm. Sedangkan pada suhu 25, 28 dan 45°C

tidak menghasilkan daya hambat terhadap bakteri uji.

b. Molase
42
Pada penetapan suhu optimum proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC

21622 dengan sumber karbon molase, menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri pada semua variasi suhu. Bakteri uji P. aeruginosa dapat

dihambat pertumbuhannya pada suhu 28°C dengan diameter hambat sebesar

13 mm, pada suhu 36°C sebesar 15 mm dan pada suhu 45°C sebesar 10 mm

(Lampiran 3, Gambar 24). Bakteri uji S. aureus dapat dihambat

pertumbuhannya pada suhu 25°C dengan diameter hambat sebesar 11 mm,

pada suhu 28°C sebesar 11 mm dan pada suhu 36°C sebesar 15 mm

(Lampiran 3, Gambar 25). Bakteri uji S. mutan dapat dihambat

pertumbuhannya pada suhu 28°C dengan diameter hambat sebesar 14 mm,

pada suhu 36°C sebesar 17 mm dan pada suhu 45°C sebesar 13 mm

(Lampiran 3, Gambar 26). Bakteri uji E. coli dapat dihambat

pertumbuhannya pada suhu 25°C dengan diameter hambat sebesar 11 mm,

pada suhu 28°C sebesar 11 mm dan pada suhu 36°C sebesar 12 mm

(Lampiran 3, Gambar 27). Dari data tersebut, menunjukkan bahwa suhu 36°C

memberikan diameter hambat yang lebih besar dalam menghambat

pertumbuhan bakteri uji.

Setiap enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan aktivitasnya

akan berkurang jika berada pada kondisi di bawah atau di atas titik tersebut.

Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimal yang mendekati suhu tubuh yaitu

berkisar antara 35-37°C (Chojnacka, 2010). pada suhu tinggi enzim dapat rusak dan

pada suhu rendah enzim menjadi tidak aktif. Dari data menunjukkan bahwa suhu

43
optimal pada pengujian aktivitas antibakteri yaitu pada suhu 36°C hal ini

disebabkan karena aktivitas enzim bekerja secara optimal sehingga kemampuan

enzim untuk mengkatalis optimal sehingga produk yang dihasilkan juga optimal.

Pada suhu 25°C dan 28°C menunjukkan aktivitas antibakteri kurang optimal, hal

ini disebabkan karena enzim tidak aktif yang menyebabkan kemampuan enzim

dalam mengkatalis juga tidak aktif sehingga reaksi kimia untuk memproduksi

produk berjalan lambat. Pada suhu 45°C menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri

kurang optimal, hal ini disebabkan karena enzim mengalami kerusakan atau

mengalami denaturasi yang menyebabkan kemampuan enzim untuk mengkatalis

tidak optimal.

44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Waktu optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622

yang memberikan aktivitas antibakteri adalah pada jam ke-42 dan sumber

karbon optimum yaitu molase.

2. Konsentrasi molase optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis

UAAC 21622 yang memberikan aktivitas antibakteri adalah 20%.

3. pH optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622 yang

memberikan aktivitas antibakteri adalah pada pH 7.

4. Suhu optimum pada proses fermentasi Bacillus subtilis UAAC 21622

yang memberikan aktivitas antibakteri adalah pada suhu 36°C.

5.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah diharapkan agar penelitian ini dapat

dilanjutkan pada tahapan karakterisasi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh

bakteri endofit Bacillus subtilis UAAC 21622 serta optimasi lainnya seperti efek

nitrogen dan trace element.

45
DAFTAR PUSTAKA

Bhatia A, Zahoor S. Staphylococcus aureus Enterotoxins: A Review. Journal


Clinical and Diagnostic Research. 2007: 2; 188-197.
Borsari RRJ, Celligoi MAPC, Buzato JB, Silva. Influence of Carbon Source and the
Fermentation Process on Levan Production by Zymomonas Mobilis Analyzed by
the Surface Response Method. Ciênc. Tecnol. Aliment. 2006: 26(3); 604-609.
Brooks GF, Janet SB, Stephen AM. Mikrobiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh
Dripa Sjabana. Jakarta: Salemba Medika; 2005.
Chen IN, Chang CC, Ng CY, Wang YY, Shyu TR. Antioxidant and Antimicrobial
Activity of Zingiberaceae Plants in Taiwan. J. Plant Foods Hum.Ntr. 2008: 63;
15-20.
Chojnacka K. Fermentation Products. Chem Eng Chem Process. 2010; 5.
Choma IM, Grzelak EM. Bioautography Detection in Thin-Layer Chromatography.
Journal of Chromatography. 2010; 12(18): 2684-2691.
Djamaan A, Asia, Wahyuni R. Isolasi Mikroba Endofit dari Kulit Batang, Daun,
dan Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pengkulturan serta Uji
Aktivitas Antimikrobanya. Jurnal Farmasi Hiega. 2014; 6(1): 90-97.
Ekenstierna L. Mikrobiologi. Jakarta: Student Literatur; 2008.
Fitriani, Sutari, Irawati L. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Curahan
Kerja dan Konsumsi Petani Tebu Rakyat di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Esai.
2013; 7(1): 10
Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku FKUI; 2007.
Gould D, Brooker C. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Penerjemah: M. Ester.
Jakarta: EGC; 2003.
Guo BJ, Dai SN, Huang Y, Leong C, Ong W, Carte BK. Cytonic acid A and B,
Novel Tridepside Inhibitor of hCMV Protease from the Endophytic Fungus
Cytonaena sp. J.Nat.Prod. 2000; 63: 602-604.
Hidayat N, Padaga MC, Suhartini S. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Penerbit
Andi; 2006.
Hogg S. Essential Microbiology. England: John Wiley & Sons Inc; 2005.

46
Horn WS, Simmonds MSJ, Schartz RE, Blaney WM. Phomopsichalasin, a Novel
Antimicrobial Agent from an Endophytic Phomopsis sp. Tetrahedron. 1995; 14:
3969-3978.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi XIII. Diterjemahkan oleh Bagian
Farrmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba
Medika; 2004.
Kim JE, Kim HE, Kwang JK, Lee HJ, Kwon HK, Kim BI. Antibacterial
Characteristic of Curcuma xanthorrhiza Extract on Streptococcus mutans. J.
Microbiology. 2008: 46(2); 228-232.
Lavarack BP, Griffin GJ, Rodman D. The Acid Hydrolysis of Sugarcane Bagasse
Hemicellulose to Produce Xylose, Arabinose, Glucose and Other Products.
Biomass Bioenerg. 2002; 23: 367-380.
Lee J, Lobkovsky E, Pliam NB, Strobel GA, Clardy J. Subglutinols A and B:
Immunosuppressive Compounds from the Endophytic Fungus Fusarium
subglutinans. J.Org.Chemistry. 1995; 60: 7076- 7077.
Legaz, Maria E. Binding of soluble glycoproteins from sugarcane juice to cells of
Acetobacter diazotrophicus. J Internatl Microbial. 2000; 3: 177-182
Loto CA, Olofinjana A, Popoola API. Effect of Saccharum officinarum Juice
Extract Additive on the Electrosition of Zinc on Mild Steel in Acid Chloride
Solution. International Journal Electrochem Science. 2012; 7: 9795-9811.
Lu H, Zou WX, Meng JC, Hu J, Tan RX. New Bioactive Metabolites Produced by
Colletotrichum sp. an Endophytic Fungus in Artemisia annua. Plant Science. 2000;
151: 76-73.
Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical Micobiology 24th Edition. New York:
McGraw Hill Medical; 2005.
Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Infection Diseases 6th
Edition. Oxford: Blackwell Publishing; 2004.
Moat GA, Foster JW, Spector MP. Microbial Physiology 4th Edition. New York:
John Wiley & Sons Ltd; 2002.
Montville TJ, Matthews KR. Food microbiology: An introduction. Washington
D.C:ASM Press; 2008.
Nuria MC, Arfin F, Sumantri. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak
Pagar terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli
ATCC 25922 dan Salmonella thypi ATCC 1408. Mediagro. 2009; 5(2).

47
Paju N, Paulina VYY, Novel K. Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang
Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi; 2013. 2(1):
51-61.
Pelczar MJ, Chan ECS. Dasar-Dasar Mikrobiolgi I. Penerjemah: HS Ratna. Jakarta:
Penerbit UI Press; 2006.
Purwanto UMS, Pasaribu FH, Bintang M. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman
Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Potensinya sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri.
Curr Biochem. 2014; 1(1): 51-57.
Radji M. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
Sari WLP, Putra DP, Handayani D. Senyawa Antibiotik Dari Bacillus Sp1 yang
Bersimbiosis pada Spon Laut Haliclona Fascigera. Jurnal Sains Farmasi. 2017;
3(2): 134-140.
Schulz B, Boyle C. What are Endophytes: In Microbial Root Endophytes. Berlin:
Springer-Verlag; 2006.
Shaikh S, Jamale F, Shazi S, Syed MDR, Mohammad AK. Antibiotic Resistance
and Extended Spectrum Beta-Lactamases: Types, Epidemiology and Treatment.
Saudi Journal of Biological Sciences. 2014; 22: 90–101.
Simanjuntak P, Parwati T, Bustanussalam, Prana TK, Wibowo S, Shibuya H.
Isolasi dan Kultivasi Mikroba Endofit Penghasil Senyawa Alkaloid Kinkona dari
Chinchona sp. Journal Mikrobiology Indonesia. 2002; 7(2): 27-30.
Steenis CGJ. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Diterjemahkan oleh Moeso
Sarjowinoto. Jakarta: Prodni Paramita; 2006.
Strobel GA, Miller RV, Miller C, Condron M, Teplow DB, Hess WM.
Cryptocandin, a Potent Antimycotic from Endophytic Fungus
Cryptosporiopsisquercina. Microbiology. 1999; 145: 1919-1926.
Strobel GA, Ford E, Woapong J, Harper JK, Arif AM, Grant DM, Fung PCW, Chan
K. Isopestacin, an Isobenzopuranone from Pestalotiopsis microspora, Possessing
Antifungal and Antioxidant Activities. Pytochemistry. 2002; 60(2): 179-183.
Strobel GA, Daisy B. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural
Products. Microbiology and Molecular Biology Review. 2003; 67(4):491-502.
Sturz AV, Nowak J. Endophytic Communities of Rhizobacteria and the Strategies
Required to Create Yield Enhancing Associations with Crops. Applied Soil
Ecology. 2000; 15(2): 183– 190.

48
Sundararaj TS, Anthoniraj S, Kannan N, Muthuharuppan SM. Microbiology.
Chennai: Tamil Nadu Textbook Corporation; 2004.
Syakir ME, Karmawati N, Bermawie B, Prastowo D, Soetopo DS, Effendi E,
Hadipoentyanti, Siswanto R, Sri H, Yusron M. Inovasi Teknologi Perkebunan
Indonesia. 2011.
Tekur U. Pharmacology-Antimicrobial Agents: Antibacterial Drugs. New Delhi:
Departement of Pharmacology Maulana Azad Medical College; 2007.
Todorova S, Stanchev V, Kozhuharova L. Optimization of Complex Culture
Medium for Increase of Bacillus subtilis TS01 Antimicrobial Activity Againts
Phytopathogens. Asian Journal of Microbiology and Enviromental Science. 2015:
17(3); 549-555.
Widyana W, Siti K, Irwan L. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lumut Octoblepharum
albidium Hedw terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Epidermidis dan
Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Protobiont. 2014; 3(2) : 166 -170.
Willey JM, Sherwood LM, Woolverton CJ. Microbial Interaction. In: Prescott’s
Microbiology 7th Edition. New York: The McGrawth-Hill Companies; 2008.
Yusma. Pemanfaatan Limbah Molase dalam Pembuatan Etanol Secara Fermentasi.
Media Litbang Kesehatan. 1999; 9(3): 3-7.
Zam SI, Syamsuardi, Agustien A, Jannah M, Aldi Y, Djamaan A. Isolation,
Characterization of Endophytic Bacteria from Citrus aurantifolia Swingle Leaves
and Testing of Antifungal Activity towards Fusarium oxysporum. Journal Der
Pharmachia Lettre. 2016; 8(11): 83-89.
Zhang B, Salituro G, Szalkowski D, Li Z, Zhang Y, Royo I, Vilella D, Dez M,
Pelaes F, Ruby C, Kendall RL, Mao X, Griffin P, Calaycay J, Jzierath JR, Heck JV,
Smith RG, Moller DE. Discovery of Small Molecule Insulin Mimetic with
Antidiabetic Activity in Mice. Science. 1999; 284 (5416): 974-981.
Zulkifli L, Jekti DSD, Mahrus, Lestari N, Rasmi DAC. Isolasi Bakteri Endofit Dari
Sea Grass Yang Tumbuh Di Kawasan Pantai Pulau Lombok Dan Potensinya
Sebagai Sumber Antimikroba Terhadap Bakteri Patogen. Jurnal Biologi Tropis.
2016; 16(2): 80-93.

49
Lampiran 1. Skema Kerja

Peremajaan bakteri Bacillus subtilis UAAC 21622

Pembuatan Suspensi Bakteri Bacillus subtilis UAAC


21622

Penyiapan media pertumbuhan bakteri Bacillus


subtilis UAAC 21622

Pemilihan waktu
Pemilihan sumber Pemilihan waktu:
inkubasi dan
karbon: air tebu, tiap 6 jam selama
sumber karbon
ampas tebu, 72 jam
optimum
molase

Pemilihan
Pemilihan konsentrasi
konsentrasi sumber sumber karbon:
karbon optimum 10%, 20%,30%

Pemilihan pH: 6; Pemilihan pH


6,5; 7; 7,5; 8 optimum

Pemilihan suhu Pemilihan suhu:


optimum 25,28,36,45 °C

Analisis data

50
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian

Tabel 2. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa Bacillus subtilis
UAAC 21622 pada Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Menggunakan
Air Tebu sebagai Sumber Karbon

Diameter Hambat (mm)


t Biomassa
P.
S. aureus S. mutans E. coli (g)
(jam) aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
6 6 6 6 6 0,004

12 6 6 6 6 0,004

18 6 6 6 6 0,018

24 6 6 6 6 0,022

30 7 6 6 6 0,029

36 8 7 7 7 0,036

42 7 6 7 6 0,024

48 7 7 6 7 0,02

54 6 6 6 6 0,014

60 6 6 6 6 0,012

66 6 6 6 6 0,01

72 6 6 6 6 0,01

K+ 32 31 35 30 -

K- - - - - -

51
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 3. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa Bacillus subtilis
UAAC 21622 pada Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Menggunakan
Ampas Tebu sebagai Sumber Karbon

Diameter Hambat (mm)


t Biomassa
P.
S. aureus S. mutans E. coli (g)
(jam) aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
6 6 6 6 6 0,002

12 6 6 6 6 0,004

18 6 6 6 6 0,006

24 6 6 6 6 0,008

30 6 6 6 6 0,008

36 6 6 6 6 0,01

42 6 6 6 6 0,012

48 6 6 6 6 0,01

54 6 6 6 6 0,009

60 6 6 6 6 0,01

66 6 6 6 6 0,007

72 6 6 6 6 0,008

K+ 31 35 45 31 -

K- - - - - -

52
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 4. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri dan Biomassa Bacillus subtilis
UAAC 21622 pada Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Menggunakan
Molase sebagai Sumber Karbon

Diameter Hambat (mm)


t Biomassa
P.
S. aureus S. mutans E. coli (g)
(jam) aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
6 6 6 6 6 0,02

12 6 6 6 6 0,044

18 8 6 8 7 0,048

24 7 8 8 7 0,056

30 9 6 8 6 0,062

36 8 10 8 10 0,062

42 9 11 10 12 0,078

48 7 8 6 8 0,066

54 6 6 6 6 0,054

60 6 6 6 6 0,044

66 6 6 6 6 0,02

72 6 6 6 6 0,02

K+ 31 32 31 29 -

K- - - - - -

53
Lampiran 2. Lanjutan

0,09
0,08
0,07
0,06
Biomassa

0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
t (jam)

Air Tebu Ampas Tebu Molase

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bacillus subtilis UAAC 21622

54
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 5. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan Konsentrasi Optimum Menggunakan Air Tebu sebagai
Sumber Karbon

Diameter Hambat (mm)


Konsentrasi P.
S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
10% 6 6 6 6

20% 9 6 7 6

30% 6 6 6 6

K(+) 31 32 32 32

K(-) - - - -

10
9
8
Diameter Hambat

7
6 PA
5
SA
4
3 SM
2 EC
1
0
10% 20% 30%
Konsentrasi

Gambar 2. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan Konsentrasi Optimum Menggunakan Air Tebu

55
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 6. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan Konsentrasi Optimum Menggunakan Molase sebagai
Sumber Karbon

Diameter Hambat (mm)


Konsentrasi P.
S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
10% 12 12 12 12

20% 13 14 14 13

30% 10 11 11 10

K(+) 30 33 32 32

K(-) 6 6 6 6

16

14

12
Diameter Hambat

10
PA
8
SA
6 SM
4 EC

0
10% 20% 30%
Konsentrasi

Gambar 3. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan Konsentrasi Optimum Menggunakan Molase

56
Lampiran 2. Lanjutan
Tabel 7. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan pH Optimum Menggunakan Air Tebu 20%

Diameter Hambat (mm)


P.
pH S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
6 6 6 6 6
6,5 6 6 6 6
7 10 6 7 6
7,5 6 6 6 6
8 6 6 6 6
K (+) 30 31 30 31
K (-) - - - -

12

10
Diameter Hambat

8
PA
6
SA

4 SM
EC
2

0
6 6,5 7 7,5 8
pH

Gambar 4. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan pH Optimum Menggunakan Air Tebu

57
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 8. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan pH Optimum Menggunakan Molase 20%

Diameter Hambat (mm)


pH P.
S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
6 11 12 12 13
6,5 12 13 13 11
7 12 15 15 14
7,5 12 13 13 12
8 6 10 10 6
K (+) 30 31 29 34
K (-) - - - -

16

14

12
Diameter Hambat

10
PA
8
SA
6 SM
4 EC

0
6 6,5 7 7,5 8
pH

Gambar 5. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan pH Optimum Menggunakan Molase

58
Lampiran 2. Lanjutan
Tabel 9. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan Suhu Optimum Menggunakan Air Tebu 20% dan pH 7

Diameter Hambat (mm)


Suhu (°C) P.
S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
25 6 6 6 6

28 6 6 6 6

36 11 6 8 6

45 6 6 6 6

K (+) 31 32 30 30

K (-) - - - -

12

10
Diameter Hambat

8
PA
6
SA

4 SM
EC
2

0
25 28 36 45
Suhu

Gambar 6. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan Suhu Optimum Menggunakan Air Tebu

59
Lampiran 2. Lanjutan

Tabel 10. Hasil Skrining Uji Aktivitas Antibakteri Bacillus subtilis UAAC 21622
pada Penentuan Suhu Optimum Menggunakan Molase 20% dan pH 7

Diameter Hambat (mm)


Suhu (°C) P.
S. aureus S. mutans E. coli
aeruginosa
ATCC ATCC ATCC
ATCC
25923 25175 25922
27853
25 6 11 6 11

28 13 11 14 11

36 15 15 17 12

45 10 6 13 6

K (+) 32 32 30 32

K (-) - - - -

18
16
14
Diameter Hambat

12
10 PA
8 SA

6 SM

4 EC

2
0
25 28 36 45
Suhu

Gambar 7. Kurva Hubungan Diameter Hambat dengan Konsentrasi pada


Penentuan Suhu Optimum Menggunakan Molase
60
Lampiran 3. Dokumentasi Hasil Penelitian

Gambar 8. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu)

Gambar 9. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48

61
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 10. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu)

Gambar 11. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48

62
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 13. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Ampas Tebu)

Gambar 14. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Ampas Tebu)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48

63
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 15. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Ampas Tebu)

Gambar 16. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Ampas Tebu)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48
64
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 17. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Waktu Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Molase)

Gambar 18. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Molase)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48
65
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 19. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Molase)

Gambar 20. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan Waktu


Inkubasi Menggunaan Sumber Karbon Molase)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Jam ke-30
- B = Jam ke-36
- C = Jam ke-42
- D = Jam ke-48

66
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 21. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Konsentrasi Air Tebu)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Konsentrasi air tebu 10%
- B = Konsentrasi air tebu 20%
- C = Konsentrasi air tebu 30%

67
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 22. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Konsentrasi Molase)

Gambar 23. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan


Konsentrasi Molase)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Konsentrasi molase 10%
- B = Konsentrasi molase 20%
- C = Konsentrasi molase 30%

68
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 24. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan


Konsentrasi Molase)

Gambar 25. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan


Konsentrasi Molase)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Konsentrasi molase 10%
- B = Konsentrasi molase 20%
- C = Konsentrasi molase 30%
69
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 26. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


pH Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu 20%)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = pH 6
- B = pH 6,5
- C = pH 7
- D = pH 7,5
- E = pH 8

70
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 27. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


pH Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Gambar 28. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan pH


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = pH 6
- B = pH 6,5
- C = pH 7
- D = pH 7,5
- E = pH 8

71
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 29. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan pH


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Gambar 30. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan pH


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = pH 6
- B = pH 6,5
- C = pH 7
- D = pH 7,5
- E = pH 8
72
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 31. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Suhu Menggunaan Sumber Karbon Air Tebu 20%)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Suhu 20°C
- B = Suhu 28°C
- C = Suhu 36°C
- D = Suhu 45°C

73
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 32. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap P. aeruginosa (Penetapan


Suhu Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Gambar 33. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus (Penetapan Suhu


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)
Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Suhu 20°C
- B = Suhu 28°C
- C = Suhu 36°C
- D = Suhu 45°C

74
Lampiran 3. Lanjutan

Gambar 34. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap S. mutan (Penetapan Suhu


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Gambar 35. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap E. coli (Penetapan Suhu


Menggunakan Sumber Karbon Molase 20%)

Keterangan:
- (-) = Kontrol negatif (air suling)
- (+) = Kontrol positif (kloramfenikol 3 mg/ml)
- A = Suhu 20°C
- B = Suhu 28°C
- C = Suhu 36°C
- D = Suhu 45°C

75

Anda mungkin juga menyukai