Anda di halaman 1dari 48

PEMBUATAN EDIBLE COATING ANTIMIKROBA

KAYU MANIS UNTUK DODOL TALAS

FERISKA DEWITA SARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Edible


Coating Antimikroba Kayu Manis untuk Dodol Talas adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Feriska Dewita Sari


NIM F34100074
ABSTRAK
FERISKA DEWITA SARI. Pembuatan Edible Coating Antimikroba Kayu Manis
untuk Dodol Talas. Dibimbing oleh INDAH YULIASIH

Edible coating merupakan salah satu teknik yang dapat dikembangkan dan
diaplikasikan pada suatu produk, seperti dodol talas untuk menjaga mutu dan
memperpanjang umur simpannya. Penambahan antimikroba kayu manis pada
edible coating diharapkan mampu menghambat aktivitas mikroba pada dodol talas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi optimal
antimikroba dari bubuk atau minyak kayu manis serta mengetahui
karakteristiknya. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi
edible coating terhadap karakteristik dodol talas selama penyimpanan.
Konsentrasi kayu manis terpilih yakni minyak kayu manis 0,6 % dengan indeks
penghambat sebesar 24,11 mm. Edible coating antimikroba memiliki pH 6,5 dan
viskositas 3.480 cP. Berdasarkan hasil pengujian selama 19 hari penyimpanan,
diketahui bahwa laju peningkatan kadar air, kadar FFA, dan total mikroba terkecil
adalah dodol talas edible coating antimikroba dengan kemasan plastik. Hasil
pengamatan diketahui bahwa penggunaan edible coating antimikroba kayu manis
cukup efektif dalam meningkatkan umur simpan dodol talas. Apabila dilihat dari
parameter kadar air umur simpan dodol talas yaitu 13 hari, sedangkan berdasarkan
parameter kadar FFA mampu mencapai 23 hari.

Kata kunci: antimikroba, dodol talas, edible coating, kayu manis, penyimpanan

ABSTRACT

FERISKA DEWITA SARI. Production of Cinnamon Antimicrobial Edible


Coating for Dodol Talas. Supervised by INDAH YULIASIH

Edible coating is one of technique that can be developed and applied on


dodol talas to keep the quality and extend the shelf. The addition of cinnamon
antimicrobial to edible coating is expected to inhibit microbial activity on
products. The aims of this research are to obtain an optimal concentration of
antimicrobial from cinnamon powder or oil, to know edible coating’s
characteristics, and to determine the effect of edible coating on dodol talas
characteristics during storage. The optimum concentration which slected was
cinnamon oil of 0,6% with inhibition index of 24,11 mm. Antimicrobial edible
coating has a pH of 6,5 and viscosity of 3.480 cP. Based on the test result during
the 19 days of storage, the smallest rate of increase in water content, FFA, and
total microbial was the product with antimicrobial edible coating with plastic
packaging. Based on the observations, showed that use of antimicrobial edible
coating was able to increase the shelf life of products up to 13 days from water
content parameter, and from FFA parameter was able to increase shelf life up to
23 days.

Keywords: antimicrobial, cinnamon, dodol talas, edible coating, storage


PEMBUATAN EDIBLE COATING ANTIMIKROBA
KAYU MANIS UNTUK DODOL TALAS

FERISKA DEWITA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi :Pembuatan Edible Coating Antimikroba Kayu Manis untuk Dodol
Talas
Nama : Feriska Dewita Sari
NIM : F34100074

Disetujui oleh

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi


Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
Pembuatan Edible Coating Antimikroba Kayu Manis untuk Dodol Talas.
Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr Indah Yualiasih, STP, MSi selaku dosen pembimbing atas segala
bantuan, arahan, dan kesabaran dalam membimbing penulis
2. Bapak Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Bapak Dr Ir Muslich,
MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis
3. Kedua Orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan
motivasi yang diberikan
4. Ibu Ega, Ibu Dyah, Ibu Sri, Ibu Rini, Pak Edi, Pak Gun, dan Pak Sugi selaku
laboran yang telah banyak memberi saran pada penelitian ini.
5. Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan bantuan
dana kepada penulis.
6. Rayza Pranadipa, atas segala dukungan dan semangat yang diberikan
7. Elok, Tiwi, Lupita, Suci, Alin, Ismanda, dan Novkur selaku teman satu
bimbingan, atas segala bantuan selama penelitian
8. Keluarga besar TIN 47dan teman-teman lain, atas dorongan semangat,
motivasi, dan doanya.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang


membutuhkannya.

Bogor, September 2014

Feriska Dewita Sari


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODOLOGI 2
Bahan dan Alat 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Metode Penelitian 2
Rancangan Percobaan 7
Pengolahan Data Hasil Uji 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Pembuatan dan Karakteristik Dodol Talas 8
Edible Coating Antimikroba 9
Aplikasi Edible Coating pada Dodol Talas 15
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
RIWAYAT HIDUP 38
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan karakteristik dodol talas 8
2 Karakteristik edible coating antimikroba 11
3 Efektivitas penghambat edible coating terhadap Aspergillus niger 12
4 Karakteristik edible coating tanpa dan dengan antimikroba 14
5 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar air 17
6 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar FFA 20

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan dodol talas (Irsyad 2011) 3
2 Diagram alir proses pembuatan edible coating antimikroba (Budiman
2011) 4
3 Diagram alir persiapan kultur uji kapang Aspergillus niger 5
4 Diagram alir uji efektivitas edible coating terhadap penghambatan
Aspergillus niger 6
5 Diagram alir proses aplikasi edible coating pada dodol talas 7
6 (a) Edible coating tanpa antimikroba; (b) Edible coating antimikroba 15
7 Grafik laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan 16
8 Grafik laju perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) dodol talas
selama penyimpanan 19
9 Grafik laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan 21
10 (a) Dodol talas yang ditumbuhi kapang; (b) Dodol talas edible coating
AM di hari terakhir penyimpanan 23
11 Hubungan interaksi laju perubahan kadar air, kadar FFA dan total
mikroba dodol talas selama penyimpanan 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis 29
2 Analisis kadar air dodol talas selama penyimpanan 32
3 Analisis kadar FFA dodol talas selama penyimpanan 34
4 Analisis total mikroba dodol talas selama penyimpanan 36
32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dodol talas merupakan makanan khas Bogor yang kerap kali dijadikan
sebagai produk oleh-oleh kota Bogor. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan dodol talas adalah talas bogor jenis bentul yang produksinya melimpah
di Bogor. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan dodol
talas bogor, diantaranya adalah umur simpan dari produk dodol yang relatif
singkat, yakni hanya mampu bertahan sekitar tujuh hingga sepuluh hari.
Kerusakan utama dari dodol talas ini adalah mudahnya ditumbuhi kapang apabila
telah mencapai waktu satu minggu serta bau tengik yang disebabkan tingginya
kandungan lemak pada dodol.
Edible coating merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga kualitas dari suatu makanan. Edible coating yang diaplikasikan pada
produk makanan mampu menghambat perpindahan uap air, mencegah kehilangan
aroma, mencegah perpindahan lemak, meningatkan karakteristik fisik, dan sebagai
pembawa zat aditif. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari bahan-bahan alami
sehingga aman digunakan ataupun dikonsumsi. Edible coating memberikan
alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak bagi pencemaran lingkungan
karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui.
Edible coating dapat terbuat dari beberapa jenis bahan, salah satunya adalah
coating berbasis pati. Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan edible coating karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan
memberikan karakteristik fisik yang baik. Selain itu, film dari pati mempunyai
permeabilitas oksigen rendah, tidak berwarna, tidak berasa, dan transparan (Lin
dan Zhao 2007). Salah satu jenis pati yang dapat diaplikasikan untuk membuat
edible coating adalah pati singkong atau tapioka. Tapioka mudah diaplikasikan
sebagai bahan dasar edible coating karena ketersediaan bahan baku yang
melimpah. Edible coating dari tapioka juga memiliki kelebihan diantaranya sifat
kohesi yang sangat baik serta laju transmisi gas dan uap air yang rendah (Kroctha
et al. 1994).
Penambahan antimikroba pada edible coating bertujuan untuk menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba sehingga dapat meningkatkan umur simpan
produk. Kayu manis merupakan salah satu rempah yang memiliki sifat
antimikroba alami. Kayu manis juga memiliki rasa dan aroma yang cocok untuk
diaplikasikan pada produk pangan. Penggunaan pengawet alami dapat lebih
diterima oleh konsumen karena bersifat aman apabila dikonsumsi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula kayu manis untuk
edible coating antimikroba yang dapat diaplikasikan terhadap dodol talas serta
mengetahui karakteristik edible coating antimikroba. Tujuan lainnya untuk
mengetahui pengaruh aplikasi edible coating tersebut terhadap karakteristik dodol
talas selama penyimpanan.
2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan edible coating dari tapioka


dengan penambahan kayu manis sebagai senyawa antimikroba. Aplikasi edible
coating dengan antimikroba kayu manis terhadap dodol talas.

METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain bahan baku utama berupa dodol talas,
tapioka, bubuk kayu manis, dan minyak kayu manis. Bahan lainnya yang
digunakan adalah gliserol, asam stearat, carboxymethyl cellulose (CMC), akuades,
indikator pp, NaCl, NaOH, H2SO4, alkohol 70 %, alkohol 95 %, dan heksan.
Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi meliputi media tumbuh
mikroba, yaitu potato dextrose agar (PDA), plate count agar (PCA), dan nutrient
broth (NB), kultur kapang Aspergillus niger.
Peralatan yang digunakan adalah inkubator, buret, oven, water bath,
penangas, lemari pendingin, magnetic stirrer, gelas piala, gelas ukur, sudip,
cawan petri, gegep, tabung reaksi, tip pipet, ose, jangka sorong, otoklaf, pH meter,
viskometer, termometer, dan gelas arloji. Alat yang digunakan untuk analisis
proksimat antara lain cawan alumunium, cawan porselen, desikator, labu kjehdahl,
seperangkat soxhlet, erlenmeyer, dan kertas saring.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari hingga bulan Juni 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor (Laboratorium DIT 1 dan 2,
Laboratorium Biondustri, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium
Pengemasan, dan Laboratorium Instrumentasi).

Metode Penelitian

Pembuatan dan Karakterisasi Dodol Talas


Dodol talas yang digunakan adalah dodol yang berasal dari olahan pribadi
atau bukan merupakan dodol talas komersial. Dodol talas kemudian dibentuk
memanjang, dengan masing-masing berat tiap potongnya adalah 15 gram.
Pembuatan dan formulasi dodol talas mengacu pada penelitian Irsyad (2011).
Metode pembuatan dodol talas dapat dilihat pada Gambar 1.
3

Garam
Garam 18
18 gram
gram Santan
Santan 1,5
1,5 L
L Mentega
Mentega 58,8
58,8 gram
gram

Tepung
Tepung talas
talas // hancuran
hancuran
talas
talas segar
segar 11 kg
kg
Pencampuran
Pencampuran

Pencampuran
Pencampuran Pemanasan
Pemanasan selama
selama 15
15 menit
menit

Tepung
Tepung ketan
ketan 99,2
99,2 gram
gram
Pengadukan
Pengadukan secara
secara kontinyu
kontinyu hingga
hingga
matang
matang
Gula
Gula merah
merah 500
500 gram
gram

Penuangan
Penuangan ke
ke nampan
nampan
Gula
Gula putih
putih 500
500 gram
gram

Pemisahan
Pemisahan bintil-bintil
bintil-bintil talas
talas dari
dari
adonan
adonan

Pendinginan
Pendinginan selama
selama 24
24
jam
jam

Dodol
Dodol talas
talas

Gambar 1 Diagram alir pembuatan dodol talas (Irsyad 2011)


Setelah dilakukan pembuatan dodol talas, selanjutnya dilakukan
karakterisasi dodol talas. Uji karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis
proksimat seperti kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan asam lemak
bebas (FFA). Prosedur uji proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pembuatan dan Uji Efektivitas Edible Coating Antimikroba


Pembuatan edible coating dengan berbagai konsentrasi kayu manis sebagai
antimikroba dilakukan untuk menentukan konsentrasi terbaik menggunakan
metode difusi sumur.
1. Pembuatan edible coating antimikroba
Pembuatan dan formulasi edible coating tapioka mengacu pada penelitian
Budiman (2011). Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan edible
coating adalah tapioka, akuades, CMC, gliserol, dan asam stearat. Pembuatan
edible coating dilakukan menggunakan sudip, hot plate dan magnetic stirrer
untuk proses homogenisasi. Pertama-tama akuades dicampurkan dengan tapioka
3 % (b/v) dan dipanaskan dengan menggunakan hot plate sampai suhu 70 oC
hingga terjadi gelatinisasi. Kemudian CMC 0,4 % (b/v) dilarutkan sedikit demi
sedikit ke dalam larutan tapioka sambil diaduk selama 3 menit sampai homogen.
4

Setelah campuran tapioka dan CMC homogen, gliserol 5 % (v/v) ditambahkan


untuk meningkatkan elastisitas lapisan. Setelah semua larut, ditambahkan asam
stearat 0,5 % (b/v) dengan tetap diaduk sampai homogen. Proses selanjutnya yaitu
pendinginan edible coating pada suhu kamar. Setelah suhu larutan edible coating
mencapai 40 oC, antimikroba kayu manis ditambahkan sesuai konsentrasi dan
jenisnya, yaitu bubuk kayu manis 6, 8, 10 % (b/v) dan minyak kayu manis 0,2;
0,4; 0,6 % (v/v).

Tapioka 3% (b/v) Pencampuran Akuades

Pemanasan dan pengadukan


70 ooC, 6 menit

CMC Pemanasan dan pengadukan


0,4% (b/v) 70 ooC, 3 menit

Gliserol Pemanasan dan pengadukan


5 % (v/v) 70 ooC, 3 menit

Asam stearat Pemanasan dan pengadukan


0,5% (b/v) 70 ooC, 7 menit

Pendinginan hingga suhu 40 ooC

Perlakuan konsentrasi dan jenis


antimikroba kayu manis
Pengadukan hingga homogen
- Bubuk kayu manis 6, 8, 10 % (b/v)
- Minyak kayu manis 0,2; 0,4; 0,6 % (v/v)

Larutan Edible Coating


Antimikroba Kayu manis

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan edible coating antimikroba (Budiman


2011)
Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan edible coating tanpa antimikroba
kayu manis, untuk mengetahui keefektifan larutan edible coating dalam
menghambat pertumbuhan kapang. Larutan edible coating yang dibuat dilakukan
uji karakteristik seperti pH, viskositas, dan penampakkan visual yang meliputi
aroma dan warna. Prosedur uji pH dan viskositas dapat dilihat pada Lampiran 1.
5

Pengujian efektivitas edible coating antimikroba dengan metode difusi sumur


Pengujian efektivitas edible coating antimikroba diawali dengan membuat
kultur uji kapang. Kultur Aspergillus niger sebanyak satu ose spora diinokulasi
dari agar miring potato dextrose agar (PDA) ke dalam 10 ml medium cair
nutrient broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 37 oC. Diagram alir persiapan kultur uji dapat dilihat pada Gambar 3.
Uji efektivitas edible coating antimikroba dengan metode difusi sumur
dapat dilihat pada Gambar 4. Media yang digunakan dalam uji efektivitas adalah
potato dextrose agar (PDA). PDA sebanyak 7,8 g dilarutkan dalam 200 ml
akuades, dan disterilisasi di dalam otoklaf selama 15 menit. Selanjutnya media
PDA dimasukkan ke dalam setiap cawan petri sebanyak 20 ± 0.1 ml dan dibiarkan
padat. Inokulum kapang A. niger sebanyak 0.1 ml disebarkan ke dalam media.
Pada bagian tengah media dibuat dua lubang berbentuk sumur dengan masing-
masing lubang berdiameter 7 mm dengan kedalaman dari atas permukaan hingga
dasar media, yaitu sekitar 5 mm. Larutan edible coating antimikroba yang telah
dibuat dengan berbagai konsentrasi antimikroba, serta edible coating tanpa
antimikroba dimasukkan pada setiap lubang sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan tip pipet yang telah disterilisasi. Cawan petri yang telah berisikan
kapang dan edible coating, selanjutnya dinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam.
Zona bening yang terbentuk disekitar lubang sumur diukur menggunakan jangka
sorong sebanyak empat kali di tempat berbeda dan hasilnya dirata-ratakan
kemudian dikurangi dengan diameter lubang. Zona bening yang terbentuk
disekitar sumur merupakan area kontak edible coating dengan permukaan agar uji.
Indeks penghambatan mikroba dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:

Indeks penghambatan = Di – Do

Keterangan: Di = diameter zona bening


Do = diameter awal

Kultur
Kultur murni
murni kapang
kapang

Inokulasi
Inokulasi ke
ke dalam
dalam 10
10 ml
ml Nutrient
Nutrient Broth
Broth

o
Inkubasi
Inkubasi pada
pada suhu 37 oC
suhu 37 C selama
selama 24
24 jam
jam

Kultur
Kultur uji
uji

Gambar 3 Diagram alir persiapan kultur uji kapang Aspergillus niger


6

Media PDA

Penebaran inokulum dengan metode Kultur Uji


sebar A. niger

Pembuatan dua buah lubang sumur

Pemasukan larutan edible coating tiap


konsentrasi ke dalam sumur

Inkubasi 48 jam dan 120 jam

Pengamatan zona bening

Pengukuran indeks penghambat

Gambar 4 Diagram alir uji efektivitas edible coating terhadap penghambatan


Aspergillus niger

Aplikasi Edible Coating pada Dodol Talas


Edible coating tapioka dengan kandungan antimikroba terbaik diaplikasikan
pada makanan tradisional dodol talas. Aplikasi edible coating dilakukan dengan
tiga perlakuan berbeda dan dua kondisi pengemasan yang berbeda. Perlakuan
yang diberikan diantaranya dodol talas tanpa edible coating, dodol talas dengan
edible coating tanpa antimikroba, dan dodol talas dengan edible coating
antimikroba, sedangkan kondisi pengemasan yaitu; dodol talas dengan kemasan
plastik PP dan dodol talas tanpa dikemas. Proses penyimpanan dilakukan selama
periode waktu tertentu. Secara berkala pengujian dilakukan terhadap karakteristik
produk selama umur simpannya. Pengujian yang dilakukan meliputi uji kadar air,
asam lemak bebas (FFA), dan total mikroba dengan metode TPC (Total Plate
Count). Pengujian dilakukan pada hari penyimpanan ke-1, 2, 5, 7, 9, 12, 14, 16,
dan 19. Diagram alir aplikasi edible coating pada dodol talas dapat dilihat pada
Gambar 5
7

Dodol
Dodol talas
talas dengan
dengan masing-masing
masing-masing
bobot
bobot 15
15 gram
gram

Pelapisan
Pelapisan dengan
dengan edible
edible Pelapisan
Pelapisan dengan
dengan edible
edible
Tanpa
Tanpa edible
edible coating
coating coating tanpa antimikroba
coating tanpa antimikroba coating antimikroba
coating antimikroba

Dikemas
Dikemas dengan
dengan plastik
plastik PP
PP Tanpa
Tanpa kemasan
kemasan plastik
plastik

Penyimpanan
Penyimpanan pada
pada suhu
suhu ruang
ruang
selama 19 hari
selama 19 hari

Analisis
Analisis ::
-- Kadar
Kadar Air
Air
-- Kadar
Kadar asam
asam lemak
lemak bebas
bebas (FFA)
(FFA)
-- Total mikroba
Total mikroba

Gambar 5 Diagram alir proses aplikasi edible coating pada dodol talas

Rancangan Percobaan

Penelitian terhadap aplikasi edible coating pada dodol talas dilakukan


dengan menggunakan analisis rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari
dua faktor yaitu faktor perlakuan terhadap dodol talas (A) dan faktor kemasan (B)
yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Perlakuan terhadap produk dilakuan
sebanyak tiga perlakuan yaitu dodol talas tanpa edible coating, dodol talas edible
coating tanpa antimikroba, dan dodol talas edible coating antimikroba. Faktor
kemasan juga dibedakan menjadi dua kondisi yaitu dengan kemasan plastik PP
dan tanpa kemasan. Model matematika yang digunakan yaitu:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ek(ij)
Keterangan: Yijk = Hasil pengamatan
µ = Nilai rata-rata umum
Ai = Pengaruh faktor perlakuan edible coating dodol talas pada
taraf ke-i,
i = 1,2,3,…,n
Bj = Pengaruh faktor perlakuan kemasan taraf ke-j,
j = 1,2,3,…,n
ABij = Pengaruh interaksi antar faktor perlakuan dodol talas pada
taraf ke-i dengan faktor perlakuan kemasan pada taraf ke-j
Ek(ij) = Galat percobaan
8

Pengolahan Data Hasil Uji

Data hasil uji yang dihasilkan dilakukan pengolahan dengan mencari nilai
slope dari setiap pengulangan pada setiap perlakuan. Nilai slope yang didapatkan
selanjutnya dijadikan sebagai laju perubahan hasil analisis. Nilai laju perubahan
kembali diolah dengan metode analisis ragam pada taraf α = 5 % untuk
mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan. Hasil yang menunjukkan
perbedaan nyata diolah kembali dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui
perbedaan yang signifikan atau tidak. Grafik dibuat dengan merata-ratakan setiap
ulangan laju perubahan, sehingga dihasilkan nilai laju perubahan pada setiap
perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan dan Karakteristik Dodol Talas

Dodol memiliki tekstur plastis dan padat dengan kandungan kadar air 10 –
40 %, aw 0,65 – 0,90 (Koswara 2012). Dodol talas adalah pengembangan dari
makanan tradisional dodol yang umumnya terbuat dari beras ketan, santan kelapa,
dan gula. Dodol talas yang digunakan pada penelitian ini adalah dodol talas yang
diproduksi oleh penulis, sehingga kondisi proses pembuatan dodol talas dapat
lebih terkontrol. Dodol talas terbuat dari tepung talas atau talas segar yang
dihancurkan sebagai bahan baku utama. Adapun bahan lainnya yaitu santan,
garam, mentega, tepung ketan, gula merah, dan gula putih. Setiap komponen
bahan yang digunakan memiliki fungsinya masing-masing. Tepung ketan
berfungsi sebagai pembentuk tekstur dodol. Gula merah berfungsi memberikan
rasa manis dan membantu pembentukan tekstur dodol menjadi lebih liat. Santan
kelapa mampu memberikan rasa gurih dan sebagai sumber lemak sama halnya
dengan mentega. Prinsip pembuatan dodol adalah dengan melakukan
pencampuran bahan sesuai dengan urutannya, memasaknya hingga mengental,
dan secara organoleptik dianggap matang. Indikator kematangan dodol adalah
apabila adonan tidak terasa lengket lagi di tangan. Dodol talas yang telah matang
selanjutnya dilakukan uji karakterisasi, untuk mengatahui kondisi awal produk.
Adapun hasil uji dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan karakteristik dodol talas

Parameter Hasil uji Standar*


Kadar air (% bb) 14,49 Maks. 20,00
Kadar abu (% bk) 0,35 Maks. 1,50
Kadar lemak (% bk) 4,90 -
Kadar protein (% bk) 2,30 -
Kadar serat kasar (% bk) 1,83 -
Kadar asam lemak bebas (% bk) 0,10 Maks. 0,5
Sumber: *SNI 2986:2013
9

Berdasarkan hasil pengujian, terlihat bahwa parameter dominan pada dodol


talas adalah kadar air dan kadar lemak. Kadar air menunjukkan banyaknya jumlah
air yang terkandung pada suatu bahan, dan dinyatakan dalam persen dari berat
bahan. Kandungan kadar air yang tinggi pada suatu bahan, dapat mempermudah
terjadinya pencemaran oleh mikroba. Menurut Fardiaz et al. (1987), keberadaan
air akan menentukan kerusakan produk karena dapat dimanfaatkan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Kadar air dodol talas sebesar 14,49 % bb,
yang menyebabkan dodol talas tergolong dalam produk pangan semi basah yang
memiliki umur simpan yang singkat.
Parameter lainnya yang menjadi dominan pada dodol talas adalah kadar
lemak. Kadar lemak dodol talas sebesar 4,90 % bk. Tingginya kandungan lemak
pada produk dapat mengindikasikan mudahnya terjadi kerusakan pada produk,
seperti ketengikan yang akan menimbulkan bau dan rasa tidak sedap. Kadar abu
produk dodol talas sebesar 0,35 % bk. Kadar abu menunjukkan kandungan
mineral dan logam pada suatu bahan. Unsur mineral merupakan unsur yang
diperlukan tubuh dalam jumlah yang kecil, yang diperlukan sebagai zat
pembangun dan pengatur (Gaman dan Sherrington 1992).
Kadar protein memiliki nilai yang cukup tinggi pada dodol talas, yaitu
sebesar 2,30 % bk. Kadar protein merupakan komponen penting yang dibutuhkan
tubuh sebagai penyusun utama sel-sel tubuh. Kadar serat kasar dari dodol talas
adalah sebesar 1,83 % bk. Kadar serat kasar merupakan bagian dari pangan yang
tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat dan tidak larut di dalam air.
Kadar asam lemak bebas pada suatu produk dapat mengindikasikan tingkat
kerusakan produk yang terjadi akibat proses hidrolisis. Zat asam lemak bebas
terbentuk akibat adanya kontak antara lemak yang terdapat pada produk dengan
uap air yang mengakibakan reaksi hidrolisis. Semakin tinggi kandungan asam
lemak bebas, maka semakin tinggi pula reaksi hidrolisis yang terjadi. Kandungan
asam lemak bebas dodol talas pada kondisi awal adalah sebesar 0,10 % bk. Nilai
tersebut sesuai dengan SNI yaitu maksimal 0,5 % bk.

Edible Coating Antimikroba

Pembuatan Edible Coating Antimikroba


Edible coating yang digunakan terbuat dari bahan dasar tapioka sebanyak
3 %, (b/v) dan bahan lainnya yaitu carboxymethyl cellulose (CMC), gliserol, dan
asam stearat; sedangkan untuk edible coating antimikroba, diberi tambahan bubuk
dan minyak kayu manis sebagai senyawa antimikroba. Edible coating tapioka
merupakan edible coating berbahan dasar polisakarida, yang memiliki
kemampuan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah
dehidrasi, oksidasi lemak, terjadinya browning pada permukan, serta mengurangi
laju respirasi dengan mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer
internal (Krochta et al. 1994). Edible coating berbahan dasar tapioka mampu
meningkatkan stabilitas selama penyimpan, menjaga rasa, teksur, dan warna
produk.
Setiap bahan yang digunakan memiliki fungsinya masing-masing.
Carboxymethyl cellulose (CMC) digunakan sebagai penstabil dan mampu
10

mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan
komponen lainnya dan mencegah sinersis. CMC juga dapat menjaga tekstur alami
produk dan mengurangi penyerapan O2 (Nisperos-Carriedo 1994). Penggunaan
CMC pada larutan edible coating tapioka mampu memberikan emulsi yang baik
antara fase air dan minyak pada larutan. Semakin banyak jumlah CMC yang
ditambahakan, maka semakin tinggi viskositasnya dan semakin stabil larutan
edible coating yang dihasilkan. Namun demikian, penambahan CMC yang
berlebihan menjadikan lapisan coating yang tipis sulit terbentuk dan proses
pengeringan yang lebih lama.
Gliserol digunakan sebagai plasticizer sehingga mampu menghasilkan film
yang lebih fleksibel dan halus. Plasticizer ditambahkan pada pembuatan edible
coating untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas, dan ketahanan
film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Donhowe dan Fennema 1994).
Penambahan gliserol pada edible coating juga dapat meningkatkan permeabilitas
film terhadap gas, uap air, serta gas terlarut. Penggunaan gliserol yang berlebihan
selain itu akan menjadikan lapisan film terlalu elastis dan sulit terbentuk atau
mengeras.
Penggunaan asam stearat dilakukan untuk mengurangi transmisi uap air. Hal
tersebut disebabkan karena asam stearat memiliki gugus hidrofobik. Asam stearat
mampu merubah sifat larutan coating yang hidrofilik menjadi hidrofobik,
sehingga mampu meningkatkan ketahanannya terhadap uap air. Asam stearat
memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (C18), semakin panjang rantai
hidrokarbon maka semakin meningkat sifat hidrofobik asam lemak.
Pembuatan edible coating dilakukan pada suhu 70 oC. Suhu tersebut
merupakan suhu tapioka mengalami proses gelatinisasi saat dipanaskan. Pada
prosesnya, setiap bahan dimasukkan secara bergantian dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer sehingga dihasilkan larutan edible coating yang
homogen. Pelapisan dilakukan dengan menggunakan metode celup, sehingga
dodol talas dapat dilapisi secara sempurna. Edible coating yang terbentuk
memberikan lapisan film yang transparan dan tipis, sehingga tidak mempengaruhi
penampakan visual dodol talas.
Edible coating antimikroba (AM) merupakan edible coating tapioka yang
diberi tambahan senyawa antimikroba kayu manis. Pada proses pembuatannya,
penambahan kayu manis dilakukan setelah terbentuk larutan edible coating yang
telah didinginkan hingga suhu 40 oC. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
menguapnya senyawa volatil yang terdapat di dalam kayu manis. Antimikroba
kayu manis yang digunakan yakni bentuk bubuk dan minyak. Bubuk kayu manis
yang ditambahkan adalah sebanyak 6, 8, dan 10 %, sedangkan konsentrasi minyak
kayu manis yang digunakan yakni 0,2; 0,4; dan 0,6 %.
Penambahan bubuk kayu manis dan minyak kayu manis sebagai senyawa
antimikroba memberikan karakteristik yang berbeda dan mempengaruhi aroma
serta warna terhadap larutan edible coating. Namun demikian, pada setiap
konsentrasi tidak terjadi perbedaan yang signifikan khususnya pada aroma larutan
coating. Pengaruh warna dan aroma edible coating antimikroba dapat dilihat pada
Tabel 2.
11

Tabel 2 Karakteristik edible coating antimikroba

Konsentrasi AM Gambar Aroma Warna

Bubuk kayu manis


+++ Coklat tua
6%

Bubuk kayu manis


++++ Coklat tua
8%

Bubuk kayu manis


+++++ Coklat tua
10 %

Minyak kayu
+++ Putih
manis 0,2 %

Minyak kayu
++++ Putih
manis 0,4 %

Minyak kayu
+++++ Putih kekuningan
manis 0,6 %

Senyawa antimikroba kayu manis yang ditambahkan mempengaruhi warna


dan aroma edible coating. Pada Tabel 2 terlihat bahwa penambahan bubuk kayu
manis pada edible coating menjadikan warna larutan coating menjadi coklat tua.
Secara visual penambahan bubuk kayu manis akan memberikan larutan coating
yang tidak halus karena bubuk kayu manis tidak dapat larut sempurna.
Penambahan bubuk kayu manis juga akan menjadikan kekentalan larutan coating
meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan penambahan minyak kayu manis tidak
mempengaruhi warna larutan coating secara signifikan. Larutan edible coating
tetap berwarna putih dengan tekstur yang halus karena minyak dapat larut dengan
baik. Aroma larutan edible coating AM yang dihasilkan, menunjukkan semakin
tinggi penambahan konsentrasi kayu manis aroma yang ditimbulkan semakin kuat.

Efektivitas Edible Coating Antimikroba dengan Metode Difusi Sumur


Pengujian efektivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur.
Mikroba yang digunakan adalah kapang Aspergillus niger. Penggunaan kapang
sebagai parameter cemaran dilakukan karena makanan berbasis pati atau
karbohodrat dan mengandung konsentrasi gula tinggi seperti dodol talas sangat
rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas kapang. Pengujian efektivitas
dilakukan terhadap edible coating tanpa antimikroba dan edible coating
antimikroba kayu manis (bubuk kayu manis 6, 8, dan 10 % serta minyak kayu
12

manis 0,2; 0,4; 0,6 %) untuk mengetahui konsentrasi optimal kinerja kayu manis
dalam menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus niger. Efektivitas edible
coating antimikroba dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Efektivitas penghambat edible coating terhadap Aspergillus niger


Inkubasi 2 hari Inkubasi 5 hari
Gambar Indeks penghambat Gambar Indeks penghambat

0 mm 0 mm

Tanpa kayu manis Tanpa kayu manis

6,92 mm 0 mm

Bubuk kayu manis 6 % Bubuk kayu manis 6 %

8,81 mm 2,96 mm

Bubuk kayu manis 8 % Bubuk kayu manis 8 %

13,12 mm 3,89 mm

Bubuk kayu manis 10 % Bubuk kayu manis 10 %

11,94 mm 4,35 mm

Minyak kayu manis 0,2 % Minyak kayu main 0,2 %

13,15 mm 4,90 mm

Minyak kayu manis 0,4 % Minyak kayu manis 0,4 %

24,11 mm 7,98 mm

Minyak kayu manis 0,6 % Minyak kayu manis 0,6 %


13

Indeks penghambat dapat diketahui dengan mengukur zona bening yang


terdapat di sekeliling sumur yang berisi sampel edible coating. Zona bening
merupakan daerah yang tidak ditumbuhi oleh kapang, sehingga apabila tidak
terdapat zona bening maka edible coating yang digunakan tidak efektif dalam
menghambat pertumbuhan kapang. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat
bahwa dalam dua hari inkubasi, seluruh konsentrasi antimikroba yang digunakan
mampu menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus niger. Hal tersebut
disebabkan antimikroba pada edible coating hanya terdapat pada kayu manis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bullerman (1974) kayu manis juga
bersifat antikapang dengan mengacaukan tahap-tahap pertumbuhan kapang atau
juga mematikan kapang. Salah satu jenis kapang yang diteliti adalah A. niger.
Penggunaan bubuk kayu manis dengan konsentrasi 6, 8, dan 10 % mengacu
pada penelitian Tertibeni (2012). Hasil pengujian terlihat bahwa dengan
konsentrasi demikian zona bening yang terbentuk adalah 6,92; 8,82; dan 13,12
mm. Penggunaan minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,2; 0,4; dan 0,6 %
mampu menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus niger lebih besar, yakni
indeks penghambat sebesar 11,94; 13,15; dan 24,11 mm. Kayu manis memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan kapang karena mengandung senyawa
atsiri seperti fenol, eugenol, dan sinnamaldehid yang dapat menyebabkan
denaturasi protein sel, merusak membran sel, dan mengurangi tekanan permukaan
sel (Rodriguez et al. 2008).
Waktu inkubasi pengujian dilanjutkan dalam jangka waktu lima hari untuk
melihat sejauh mana keefektifan edible coating kayu manis dalam menghambat
pertumbuhan A. niger. Pada hari kelima inkubasi terjadi penurunan indeks
penghambat yang cukup signifikan. Penurunan indeks penghambat disebabkan
karena mikroba yang tumbuh berada pada fase eksponensial, sehingga bertumbuh
dengan pesat. Menurut penelitian Kurnia (2010), kapang Aspergillus niger
memiliki fase eksponensial antara waktu inkubasi 24 – 120 jam. Pada fase
eksponensial kapang, konsentrasi antimikroba diduga tidak mengalami perubahan
bahkan cenderung menurun karena sifat volatil senyawa antimikorba, sehingga
tidak cukup efektif untuk mempertahankan zona penghambat. Edible coating
dengan bubuk kayu manis memiliki indeks penghambat sebesar 0; 2,96; dan 3,89
mm untuk konsentrasi 6, 8, dan 10 %, sedangkan edible coating AM minyak kayu
manis dengan konsentrasi 0,2; 0,4; dan 0,6 % memiliki indeks penghambat 4,35;
4,9; dan 7,98 mm.
Zona penghambat dari edible coating AM minyak kayu manis masih
memiliki zona penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan bubuk kayu
manis. Hal tersebut disebabkan karena senyawa sinnamaldehid dan senyawa fenol
yang lebih banyak terkandung dalam minyak kayu manis dibandingkan pada
bubuk kayu manis dengan konsentrasi seperti yang diujikan. Minyak kayu manis
yang terkandung pada kayu manis segar adalah sebanyak 3 %, sehingga
ekuivalensi bubuk kayu manis sebanyak 10 % adalah minyak kayu manis 0,3 %.
Oleh sebab itu, penggunaan minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,4 dan 0,6 %
memiliki indeks penghambat yang lebih besar dibandingkan penggunaan bubuk
kayu manis 10 %. Menurut Horsfall (1956) pengaruh sinnamaldehid C6H8-
CH=CH-COOH dan gugus dihidroksi turunan dari dibenzal aseton yang lebih
dipengaruhi oleh komponen fenol bersifat sebagai racun kapang.
14

Berdasarkan hasil pengujian difusi sumur, terlihat bahwa edible coating


dengan minyak kayu manis 0,6 % memiliki indeks penghambat tertinggi
dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Apabila dilihat dari karakteristik
larutan edible coating AM, penggunaan minyak kayu manis memberikan
penampakan visual yang lebih baik. Berdasarkan karakteristik fisik, warna dari
edible coating minyak kayu manis adalah putih sehingga tidak mempengaruhi
warna produk ketika diaplikasikan. Kekentalan edible coating juga tidak berbeda
secara signifikan dengan kekentalan edible coating tanpa antimikroba. Oleh
karena itu penggunaan minyak kayu manis secara visual menunjukkan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan edible coating bubuk kayu manis. Pemilihan
konsentrasi antimikroba yang akan digunakan tidak hanya berdasarkan efektivitas
kayu manis, tetapi karakteristik fisik edible coating, sehingga penggunaan edible
coating minyak kayu manis 0,6 % menjadi konsentrasi terpilih untuk
diaplikasikan pada dodol talas.

Karakteristik Edible Coating


Pengujian karakteristik pH dan viskositas dilakukan terhadap edible coating
yang akan diaplikasikan pada dodol talas, yakni edible coating AM minyak kayu
manis 0,6 %. Pengujian juga dilakukan terhadap edible coating tanpa AM untuk
membandingkan karakteristik antar keduanya. Adapun karakteristik dari edible
coating tapioka dengan dan tanpa antimikroba (AM) dapat dilihat pada Tabel4.

Tabel 4 Karakteristik edible coating tanpa dan dengan antimikroba

Edible coating tapioka


Karakteristik
Tanpa AM Dengan AM
pH 6,71 6,50
Viskositas (cP) 3.460 3.480

Derajat keasaman atau pH menunjukkan kandungan ion H+ dalam suatu


produk termasuk edible coating. Semakin banyak ion H+ yang terdapat di
dalamnya, maka nilai pH akan semakin rendah yang menunjukkan tingkat
keasaman yang semakin tinggi. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan
alat pH meter. Nilai pH larutan coating sebaiknya mendekati 7, sehingga tidak
akan mempengaruhi rasa (asam) dari produk. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa nilai pH edible coating AM lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH
edible coating tanpa AM. Nilai pH edible coating AM sebesar 6,50 sedangkan
edible coating tanpa AM sebesar 6,71. Menurunnya pH edible coating setelah
ditambahkan minyak kayu manis disebabkan karena minyak kayu manis yang
bersifat agak asam, yakni memiliki pH 5. Namun demikian pH yang dihasilkan
masih cenderung netral, sehingga tidak mempengaruhi rasa dari produk
Pengukuran viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan
larutan edible coating. Viskositas merupakan ketahanan terhadap aliran suatu
cairan atau rasio shear stress (tenaga yang diberikan) terhadap shear rate
(kecepatan). Viskositas suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu,
konsentrasi larutan, berat molekul, dan zat terlarut (Fardiaz 1989). Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield spindle LV
4, dari hasil pengukuran viskositas edible coating tanpa AM sebesar 3.460 cP dan
15

edible coating dengan AM sebesar 3.480 cP. Nilai viskositas yang semakin tinggi
mengindikasikan kestabilan larutan yang lebih baik. Bertambahnya viskositas
setelah ditambahkan minyak kayu manis disebabkan karena viskositas minyak
kayu manis yang tinggi. Penambahan minyak pada suatu larutan dapat
meningkatkan viskositasnya.
Pengamatan terhadap edible coating juga dilakukan secara visual terhadap
warna dan aroma. Perbedaan edible coating tanpaAM dan edible coating AM
dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)
Gambar 6 (a) Edible coating tanpa antimikroba; (b) Edible coating antimikroba

Berdasarkan hasil visual, terlihat bahwa perbedaan warna tidak terlihat


secara signifikan. Warna edible coating tanpa AM yaitu putih, sedangkan edible
coating AM berwarna sedikit kekuningan. Warna kuning tersebut merupakan
pengaruh dari minyak kayu manis yang berwarna kuning. Aroma antara kedua
edible coating, terasa jelas perbedaannya. Edible coating AM memiliki aroma
kayu manis yang kuat, sedangkan edible coating tanpa AM tidak berbau.

Aplikasi Edible Coating pada Dodol Talas

Edible coating yang memiliki konsentrasi antimikroba kayu manis terbaik


selanjutnya diaplikasikan ke dodol talas. Dodol talas yang telah dilapisi edible
coating disimpan selama 19 hari untuk mengetahui perubahan mutu yang terjadi.
Pengujian kadar air, kadar asam lemak bebas (FFA), dan total mikroba dengan
metode TPC (Total Plate Count) dilakukan selama penyimpanan. Pengujian
dilakukan pada setiap perlakuan. Adapun perlakuan yang diaplikasikan
diantaranya perlakuan edible coating (tanpa edible coating, edible coating tanpa
AM, dan edible coating AM) serta perlakuan kemasan (dengan kemasan plastik
PP dan tanpa kemasan).

Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu dari sebuah produk
atau makanan. Kandungan kadar air akan menentukan daya simpan produk
pangan dan tingkat kerusakannya. Menurut Winarno (1997), kadar air sangat
berpengaruh dalam menentukan umur simpan dari produk pangan, karena akan
mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan), sifat-sifat fisiko kimia,
perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non-enzimatis), kerusakan
16

mikrobiologis, dan perubahan enzimatis. Kadar air yang terkandung dalam produk
pangan mudah mengalami perubahan, baik itu peningkatan ataupun penurunan
kadar air selama penyimpanan. Begitu pula dengan produk pangan dodol talas
yang mengalami perubahan laju kadar air selama penyimpanan. Laju perubahan
kadar air dodol talas dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

1.6
1.4
Laju perubahan kadar air

1.2
1.0
(%/hari)

0.8 Tanpa edible coating


0.6 Edible coating tanpa AM
0.4 Edible coating AM
0.2
0.0
Plastik PP Tanpa plastik PP
Perlakuan Kemasan

Gambar 7 Grafik laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan

Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa dodol talas yang diujikan


mengalami peningkatan kadar air selama penyimpanannya pada setiap perlakuan.
Hal tersebut ditandai dengan slope yang positif pada grafik. Peningkatan laju
kadar air disebabkan oleh terikatnya uap air yang berasal dari lingkungan
penyimpanan ke dalam produk. Peningkatan kadar air pada dodol talas menjadi
salah satu faktor penentu keawetan produk.
Laju peningkatan kadar air antar perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Pada grafik terlihat bahwa laju perubahan kadar air terkecil dimiliki
oleh produk dodol talas dengan edible coating AM dengan laju perubahan rata-
rata 0,6929. Kecilnya laju perubahan kadar air pada perlakuan tersebut disebabkan
oleh karakteristik edible coating AM yang lebih stabil. Kestabilan yang tinggi
pada edible coating yang digunakan akan membuat lapisan coating yang
terbentuk menjadi lebih kompak dan padat, sehingga kemampuan sebagai barrier
terhadap uap air semakin meningkat.
Laju perubahan kadar air terkecil pada dodol talas selanjutnya adalah
dengan perlakuan edible coating tanpa AM, yakni dengan slope rata-rata 1,0315.
Seperti halnya edible coating AM, edible coating tanpa AM juga cukup efektif
sebagai barrier dalam menghambat transmisi uap air. Bahan dasar utama edible
coating yaitu tapioka mampu menjadikan struktur coating menjadi lebih kompak.
Layuk et al. (2002) mengatakan bahwa secara kuantitatif semakin banyak tapioka
yang ditambahkan akan menambah jumlah fraksi padatan untuk setiap satuan luas
yang sama sehingga kekompakkan coating akan bertambah. Penambahan asam
stearat juga dapat membuat sifat larutan menjadi hidrofobik, sehingga tidak
mudah dalam mengikat air. Penghalang uap air terjadi karena adanya ikatan antara
komponen penyusun coating yang membentuk suatu matriks. Nilai laju perubahan
kadar air terbesar dimiliki oleh perlakuan terakhir yaitu dodol talas tanpa edible
coating. Hal tersebut disebabkan karena dodol talas tidak memiliki barrier pada
17

permukaannya, sehingga transmisi uap air akan semakin mudah terjadi.


Banyaknya kandungan air yang terdapat pada dodol talas dapat mengindikasikan
perubahan mutu yang semakin menurun selama penyimpanan.
Apabila dilihat dari perlakuan penggunaan kemasan, kemasan yang
digunakan pada produk dodol talas berpengaruh terhadap laju transmisi uap air
sehingga dapat menekan peningkatan laju kadar air. Berdasarkan rata-rata slope,
penggunaan kemasan plastik PP mampu memberikan laju peningkatan kadar air
yang rendah dengan slope 0,6978. Perlakuan tanpa kemasan memiliki laju
perubahan yang lebih besar yaitu 1,2046. Penggunaan plastik PP sebagai kemasan
mampu menjadi barrier sehingga transmisi uap air tidak terjadi karena plastik PP
memiliki sifat permeabilitas uap air yang rendah.
Interaksi antara perlakuan edible coating (tanpa edible coating, edible
coating tanpa AM, dan edible coating AM) dengan kemasan (kemasan plastik dan
tanpa kemasan) memberikan hasil yang berbeda nyata jika dilihat pada grafik.
Demikian pula berdasarkan uji keragaman yang dilakukan pada taraf α = 5 %,
yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Perlakuan yang memberikan laju peningkatan
kadar air terkecil adalah dodol talas edible coating AM dengan kemasan plastik
yang memiliki slope 0,6289, sedangkan interaksi terburuk adalah dodol talas
tanpa edible coating dan tanpa kemasan yang memberikan perbedaan yang
signifikan dengan laju perubahan sebesar 1,4565.
Pendugaan umur simpan dapat diketahui dengan melihat perbandingan
antara selisih kadar air (kadar air SNI – kadar air awal) dengan nilai laju
perubahannyapada setiap perlakuan. Hasil analisis diketahui bahwa setiap
perlakuan memiliki umur simpan produk yang berbeda berdasarkan laju kadar air.
Pendugaan umur simpan dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar air

Perlakuan Umur simpan (hari)


A1B1 10
A1B2 5
A2B1 12
A2B2 6
A3B1 13
A3B2 10

Dodol talas tanpa edible coating dan tanpa menggunakan kemasan plastik
(A1B2) memiliki umur simpan terendah, yakni hanya mampu bertahan 5 hari.
Tingginya laju perubahan kadar air menyebabkan umur simpan produk semakin
rendah. Umur simpan terendah kedua adalah dodol talas edible coating tanpa
antimikroba tanpa kemasan plastik (A2B2) yakni selama 6 hari. Dodol talas tanpa
edible coating dengan kemasan plastik (A1B1) dan dodol talas edible coating AM
tanpa kemasan plastik (A3B2) memiliki umur simpan yang sama yakni selama 10
hari. Dodol talas dengan perlakuan edible coating dengan kemasan plastik (A2B1)
mampu meningkatkan umur simpan dodol talas menjadi 12 hari, sedangkan umur
simpan tertinggi adalah dodol talas edible coating AM dengan kemasan plastik
(A3B1) yaitu selama 13 hari.
18

Peningkatan umur simpan dodol talas tidak terjadi secara signifikan apabila
dilihat dari parameter kadar air. Hal tersebut disebabkan karena masih tingginya
kadar air produk saat awal proses penyimpanan. Sifat edible coating tapioka yang
memiliki permeabilitas uap air cukup tinggi juga dapat menjadi penyebab dodol
talas dengan edible coating memiliki umur simpan yang tidak berbeda signifikan.
Penggunaan antimikroba kayu manis tidak terlalu berpengaruh tehadap umur
simpan produk berdasarkan kadar airnya. Minyak kayu manis yang ditambahkan
hanya mampu meningkatkan sifat hidrofobik edible coating, namun tidak dapat
mencegah terjadinya transmisi uap air pada produk, sehingga antara produk edible
coating tanpa AM dan produk edible coating AM memiliki umur simpan yang
hampir sama. Namun demikian, umur simpan dodol talas berdasarkan parameter
kadar air tetap mengalami peningkatan pada setiap perlakuan.

Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)


Pengujian asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan
produk akibat proses hidrolisis yang terjadi. Uji kandungan asam lemak bebas
pada produk juga dapat dijadikan indikator terjadinya ketengikan pada produk
pangan. Asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) merupakan asam lemak
yang terpisah dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas yang
terbentuk karena adanya pemanasan, proses oksidasi, dan adanya kandungan air
pada bahan pangan. Menurut Ketaren (2008), ada beberapa faktor yang
mampengaruhi ketengikan diantaranya suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya
oksigen, dan adanya logam-logam yang sersifat sebagai katalisator pada proses
oksidasi.
Dodol talas adalah produk pangan dengan kadar lemak tinggi. Hal tersebut
yang menyebabkan kerusakan akibat ketengikan sangat mudah terjadi. Ketengikan
pada dodol talas ditandai dengan bau dan rasa tidak sedap atau tengik pada produk
pangan. Proses ketengikan pada produk pangan menandakan produk yang telah
mengalami kerusakan, semakin tinggi kadar FFA dalam produk maka semakin
tinggi pula proses hidrolisis yang terjadi. Akibat dari proses hidrolisis adalah
mampu menurunkan nilai gizi karena rusaknya asam lemak esensial dalam lemak
dan kerusakan vitamin. Menurut Gunawan dkk. (2003), asam lemak bebas atau
FFA menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh lemak yang
rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Pada reaksi hidrolisis,
terjadi pemutusan rantai panjang yang akan dihasilkan gliserida dan asam lemak
bebas dengan rantai pendek (C4 – C12) (Djatmiko dan Pandjiwidjaja 1984).
Ketengikan pada produk juga disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi yang
terjadi pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Oksidasi terjadi akibat
adanya interaksi antara lemak yang terdapat pada dodol talas dengan gas (oksigen)
yang akan membentuk senyawa peroksida dan hidroperoksida. Asam lemak pada
produk akan terurai yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid
dan keton serta asam-asam lemak bebas.Perubahan kadar asam lemak bebas
(FFA) dodol talas selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 memperlihatkan bahwa kadar FFA dodol talas dengan berbagai
perlakuan mengalami peningkatan selama penyimpanannya. Hal tersebut
ditunjukkan oleh slope positif pada grafik. Peningkatan kadar FFA pada produk
pangan menunjukkan tingkat kerusakan yang terus terjadi selama penyimpanan.
Peningkatan kadar asam lemak bebas disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi dan
19

hidrolisis komponen trigliserida pada lemak dalam dodol talas. Proses ini
mengakibatkan perubahan rasa dan aroma pada dodol talas. Hasil uji FFA dodol
talas dapat dilihat pada Lampiran 3.

0.08
Laju perubahan kadar FFA

0.07
0.06
0.05
(%/hari)

0.04 Tanpa edible coating


0.03 Edible coating tanpa AM
Edible coating AM
0.02
0.01
0.00
Plastik PP Tanpa plastik PP
Perlakuan kemasan

Gambar 8 Grafik laju perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) dodol talas
selama penyimpanan
Perlakuan dodol talas dengan edible coating memberikan hasil yang berbeda
nyata pada taraf α = 5 %. Hasil uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa dodol
talas dengan edible coating tanpa AM tidak memiliki perbedaan nyata yang
signifikan dengan perlakuan tanpa edible coating ataupun edible coating AM.
Namun demikian, dodol talas tanpa edible coating dan dengan edible coating AM
memiliki perbedaan yang signifikan. Apabila dilihat pada grafik, perlakuan edible
coating berpengaruh nyata terhadap laju peningkatan kadar FFA pada dodol talas.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa laju perubahan kadar FFA terkecil adalah
dodol talas dengan perlakuan edible coating AM dengan slope rata-rata 0,0193.
Dilanjutkan dengan dodol talas dengan edible coating tanpa AM yang memiliki
laju perubahan kadar FFA terkecil kedua, diikuti dengan dodol talas tanpa edible
coating, dengan masing-masing slope sebesar 0,03475 dan 0,0491.
Peningkatan kadar FFA sangat berkaitan erat dengan kandungan kadar air
pada produk. Dilihat dari laju kadar air dodol talas dengan perlakuan penggunaan
edible coating, juga dihasilkan laju peningkatan yang sesuai yakni perlakuan
edible coating AM dari yang terkecil hingga perlakuan tanpa edible coating yang
terbesar. Sifat edible coating yang dilapisi pada produk juga berperan sebagai
membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 (Krochta
et al. 1994). Menurut Santoso et al. (2004), coating dapat memperlambat
terjadinya hidrolisis dan proses sinersis, selain itu dapat menghambat penetrasi
gas oksigen karena matriks coating mempunyai ikatan yang kuat, rapat, dan
kompak yang menyebabkan permeabilitas gas rendah. Menurut Mathlouthi (1994),
pati dapat menurunkan sifat permeabilitas terhadap uap air dan gas pada edible
coating maupun edible film.
Perlakuan kemasan pada dodol talas juga memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap laju peningkatan FFA pada taraf α = 5 %, dan berdasarkan
uji lanjut Duncan kedua perlakuan memberikan perbedaan yang signifikan. Pada
grafik terlihat bahwa dodol talas yang dikemas dengan menggunakan plastik
20

memiliki laju terkecil dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 0,0239,


sedangkan dodol talas tanpa kemasan memiliki laju perubahan yang lebih besar
yaitu 0,0449. Penggunaan kemasan plastik mampu memperkecil laju peningkatan
kadar FFA dodol talas selama penyimpanan. Hal tersebut disebabkan oleh plasik
yang digunakan memiliki sifat barrier terhadap pertukaran gas dan juga uap air
pada produk, sehingga dapat menekan reaksi oksidasi dan hidrolisis yang mampu
menyebabkan terbentuknya senyawa asam lemak bebas (FFA).
Interaksi antara perlakuan edible coating dan kemasan juga tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata pada taraf α = 5 %. Hasil yang tidak berbeda
nyata pada interaksi antar perlakuan dapat disebabkan karena adanya
kemungkinan proses hidrolisis dan oksidasi telah terjadi saat proses pembuatan
produk. Menurut Ketaren (2008), proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar
dan selama proses pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi. Reaksi oksidasi
termasuk ke dalam reaksi autocatalytic yakni laju reaksi akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Hal tersebut disebabkan karena
adanya hasil oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi selanjutnya
yang dikenal dengan reaksi berantai (Schultz et al.1962). Dari interaksi antara
kedua perlakuan, dapat dilihat bahwa laju perubahan FFA terkecil dimiliki oleh
dodol talas edible coating AM dengan kemasan plastik, sedangkan yang terbesar
adalah dodol talas tanpa edible coating dan tanpa kemasan.
Kadar FFA pada produk dodol talas menjadi parameter yang penting apakah
dodol talas masih layak dikonsumsi atau tidak. Pendugaan umur simpan dapat
dilakukan dengan membandingkan selisih kadar FFA (kadar FFA SNI – kadar
FFA awal) dengan nilai laju perubahannya. Pendugaan umur simpan berdasarkan
kadar FFA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar FFA

Perlakuan Umur simpan (hari)


A1B1 14
A1B2 6
A2B1 16
A2B2 9
A3B1 23
A3B2 19

Produk dengan umur simpan terkecil adalah dodol talas tanpa edible coating
tanpa kemasan plastik (A1B2) yaitu selama 6 hari. Umur simpan terkecil
selanjutnya yaitu dodol talas edible coating tanpa AM tanpa kemasan plastik
(A2B2) yaitu selama 9 hari. Dodol talas dengan perlakuan tanpa edible coating
dan edible coating tanpa AM dengan menggunakan kemasan plastik (A1B1 dan
A2B1) memiliki umur simpan yang lebih tinggi, yaitu 14 dan 16 hari. Dodol talas
edible coating AM memiliki perbedaan umur simpan yang cukup signifikan yakni
19 hari untuk dodol talas tanpa kemasan (A3B2) dan 23 hari untuk dodol dengan
kemasan plastik (A3B1).
Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa penggunaan plastik sangat
berpengaruh dan mampu meningkatkan umur simpan dari dodol talas. Umur
simpan dodol talas apabila dilihat dari parameter kadar FFA menunjukkan
21

perbedaan signifikan antar perlakuan. Hal tersebut membuktikan bahwa setiap


perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh terhadap umur simpan dodol
talas. Pendugaan umur simpan yang cukup lama pada produk dapat disebabkan
oleh kecilnya nilai kadar FFA pada awal proses pembuatan produk, sehingga
reaksi autocatalytic saat proses oksidasi dan hidrolisis tidak meningkat jauh.
Sifat edible coating tapioka yang juga memiliki permeabilitas rendah terhadap gas
O2 mampu menghambat proses terjadinya oksidasi.

Kadar Total Mikroba


Total mikroba yang terkandung pada produk pangan akan mengalami
peningkatan selama penyimpanan. Begitu pula dengan mikroba yang terkandung
pada dodol talas yang diujikan. Meningkatnya mikroba yang terkandung pada
produk pangan dapat berasal dari lingkungan luar yang mencemari produk.
Aktivitas mikroba juga dipengaruhi oleh aw produk, semakin tinggi aw maka
semakin besar peluang mikroba untuk tumbuh. Nilai a w merupakan jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai a w juga
berkaitan erat dengan kandungan kadar air pada produk. Kandungan kadar air
yang terus mengalami peningkatan selama penyimpan akan menyebabkan sinersis
dari coating dan dapat meningkatkan nilai aw sehingga mikroba dapat tumbuh dan
berkembang biak. Menurut Santoso et al. (2004), adanya penetrasi gas oksigen
akan memacu berkembangnya mikroba aerobik untuk tumbuh. Kapang adalah
jenis mikroba yang diindikasikan dapat tumbuh di area pemukaan dodol.
Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada produk semi basah seperti dodol
dapat dijadikan sebagai nutrien yang dibutuhkan oleh kapang untuk tumbuh. Suhu
optimum pertumbuhan untuk sebagian besar kapang adalah 25 o-30 oC.
kebanyakan kapang adalah mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar.Laju
pertumbuhan total mikroba dapat dilihat pada Gambar 9.
Laju perubahan total mikroba

30000

25000
(koloni/g.hari)

20000

15000 tanpa edible coating


10000 edible coating tanpa AM
edible coating AM
5000

0
Plastik PP Tanpa plastik PP
Perlakuan kemasan

Gambar 9 Grafik laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan

Hasil uji TPC membuktikan bahwa total mikroba yang tumbuh pada dodol
talas terus mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal tersebut juga terlihat
pada grafik laju perubahan total mikroba yang memiliki slope positif. Namun
demikian, berdasarkan uji keragaman pada taraf α = 5 % (Lampiran 4) pengaruh
yang terjadi pada setiap perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Baik itu
22

antar perlakuan edible coating (tanpa edible coating, edible coating tanpa AM,
dan edible coating AM), antar perlakuan kemasan (dengan kemasan plastik PP
dan tanpa kemasan), ataupun interaksi antara kedua perlakuan (edible coating dan
kemasan). Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan karena
pencemaran mikroba tetap terjadi pada setiap perlakuan dan tidak dapat dicegah
sepenuhnya. Mikroba yang tumbuh pada pemukaan dodol talas ini diakibatkan
oleh adanya kontaminasi yang terjadi saat proses produksi, pengemasan, ataupun
penyimpanan. Kondisi penyimpanan pada suhu ruang juga menjadi kondisi
optimal mikroba untuk tumbuh, sehingga penghambatan pertumbuhan mikroba
tidak optimal.
Grafik pada Gambar 9 terlihat bahwa perbedaan laju pertumbuhan mikroba
tetap terjadi walaupun perbedaan laju pertumbuhan pada setiap perlakuan tidak
berbeda nyata. Pada perlakuan edible coating, terlihat bahwa dodol talas dengan
edible coating AM memiliki laju pertumbuhan mikroba yang paling rendah,
dengan slope rata-rata 3.936,2667. Urutan kedua laju pencemaran terkecil adalah
dodol talas tanpa edible coating dengan slope 14.153,7334 dan laju perubahan
terbesar yaitu dodol talas edible coating tanpa AM dengan slope 16.680,75. Hasil
pengujian total mikroba telah membuktikan bahwa edible coating antimikroba
kayu manis yang diaplikasikan pada dodol talas mampu menghambat atau
mengurangi pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Selain mampu
menghasilkan zona penghambat pada uji difusi sumur, konsentrasi minyak kayu
manis 0,6 % yang ditambahkan ke dalam larutan coating juga efektif dalam
menghambat pertumbuhan kapang di dodol talas. Proses penghambatan aktivitas
kapang terjadi karena telah aktifnya senyawa antimikroba yang terdapat dalam
kayu manis seperti senyawa sinnamaldehid yang telah bekerja dalam melakukan
denaturasi protein sel dan merusak membran sel mikroba.
Dodol talas dengan perlakuan tanpa edible coating dan edible coating tanpa
AM memiliki tingkat cemaran mikroba yang cukup tinggi selama penyimpanan.
Hal tersebut disebabkan karena kedua produk tersebut tidak memiliki senyawa
antimikroba, sehingga pencemaran mikroba terjadi dan mikroba khususnya
kapang tumbuh dengan pesat. Namun, dodol talas dengan perlakuan tanpa edible
coating memiliki laju pertumbuhan rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dodol
talas dengan edible coating tanpa AM. Hal tersebut diduga karena kandungan air
pada lapisan edible coating menjadikan kadar air produk menjadi lebih banyak
dibandingkan dengan produk tanpa edible coating. Tingkat pencemaran yang
lebih tinggi juga dapat disebabkan oleh kontaminasi saat proses pencelupan
produk pada larutan coating. Hal ini mampu membuat mikroba dapat tumbuh
dengan cepat. Berdasarkan hasil uji difusi sumur telah membuktikan bahwa edible
coating tanpa AM tidak mampu menghambat pertumbuhan kapang A. niger.
Perlakuan penggunaan kemasan juga mempengaruhi tingkat laju
pencemaran mikroba pada dodol talas. Perbedaan tersebut terlihat jelas dari grafik
pada Gambar 9. Laju peningkatan mikroba pada produk yang dikemas dengan
plastik memiliki laju yang lebih rendah dengan slope rata-rata 5.614,7778,
sedangkan produk tanpa dikemas memiliki nilai slope rata-rata 17.565,7222.
Penggunaan plastik sangat mempengaruhi tingkat pencemaran mikroba. Plastik
mampu melindungi produk dari kontaminasi mikroba yang berasal dari
lingkungan tempat penyimpanan. Berbeda halnya dengan produk dodol talas yang
tidak dikemas, tingkat pencemaran menjadi lebih tinggi terutama pada dodol yang
23

tidak memiliki antimikroba. Pertumbuhan kapang akan semakin cepat karena


adanya komponen air dan lemak di dalam dodol talas. Adanya air dan lemak
dimanfaatkan oleh kapang untuk mendukung pertumbuhannya, sehingga
metabolisme kapang serta aktivitas enzim menjadi lebih cepat reaksinya.
Pada grafik di Gambar 9, interaksi antar kedua perlakuan (edible coating
dan kemasan) yang memiliki laju perubahan total mikroba terbesar adalah dodol
talas dengan edible coating tanpa AM tanpa kemasan. Laju perubahan terkecil
adalah dodol talas dengan edible coating AM dengan kemasan. Hingga hari
terakhir penyimpanan, total mikroba dengan perlakuan terbaik memiliki cemaran
sebasar 1,8 x 104. Berdasarkan standar SNI (2986:2013), persyaratan terhadap
angka lempeng total maksimal adalah 1 x 104 koloni/g. Jumlah cemaran mikroba
pada dodol talas edible coating AM dengan kemasan walaupun memiliki tingkat
cemaran terkecil, namun tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Hal ini
disebabkan oleh penggunaan edible coating AM dan kemasan plastik mampu
menghambat pertumbuhan kapang yang terdapat di permukaan dodol talas, namun
tidak dapat menghentikan pertumbuhan mikroba.
Tumbuhnya kapang pada dodol talas muncul pada hari yang berbeda pada
setiap perlakuan. Adanya kapang ditandai dengan munculnya benang-benang
halus berwarna putih. Produk yang pertama kali ditumbuhi kapang adalah dodol
talas tanpa edible coating dan edible coating tanpa kemasan yang ditumbuhi
kapang pada hari ke-9 penyimpanan untuk ulangan ketiga dan hari ke-12 untuk
ulangan pertama dan kedua. Munculnya kapang dihari yang sama pada kedua
produk dengan perlakuan berbeda disebabkan karena laju pertumbuhan kapang
yang lebih pesat pada kedua perlakuan tersebut. Edible coating yang digunakan
tidak mampu menghambat pertumbuhan kapang yang mencemari produk,
sehingga kapang dengan leluasa berkembang biak.
Produk selanjutnya yang mengalami kerusakan adalah dodol talas tanpa
edible coating dan dengan edible coating tanpa AM yang dikemas dengan plastik.
Dodol talas yang menggunakan edible coating AM baik itu dikemas ataupun tidak,
mampu bertahan sampai hari terakhir penyimpanan. Penggunaan minyak kayu
manis pada edible coating mampu mempertahankan kondisi produk tetap stabil
dan tetap dalam kondisi yang baik tanpa ditumbuhi kapang di permukaan dodol
talas. Kondisi dodol talas selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)
Gambar 10 (a) Dodol talas yang ditumbuhi kapang; (b) Dodol talas edible
coating AM di hari terakhir penyimpanan
24

Pengaruh Interaksi Parameter Kadar Air, Kadar FFA, dan Total Mikroba
Peningkatan kadar FFA dan total mikroba berkaitan erat dengan
peningkatan kadar air. Kandungan kadar air pada suatu produk dapat menentukan
tingkat kerusakannya. Kadar air dalam produk berpengaruh pada peningkatan
kadar asam lemak bebas (FFA) dan juga total mikroba. Hal tersebut dikarenakan
kadar FFA pada dodol talas dipengaruhi oleh proses hidrolisis lemak pada dodol
akibat adanya uap air di dalamnya. Kurashige (1993) mengatakan bahwa
pengaruh air terhadap laju reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat
menyebabkan proses hidrolisis minyak. Oleh karena itu, peningkatan laju FFA
dodol talas selama penyimpanan terjadi seiring dengan peningkatan laju kadar air.
Begitu pula dengan total mikroba atau tingkat pencemaran produk, semakin tinggi
kadar air pada suatu produk, maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
pencemaran. Hal tersebut disebabkan oleh mikroba yang dapat mudah tumbuh
pada aw tinggi. Semakin tinggi kandungan air yang terdapat pada produk pangan,
maka semakin tinggi pula nilai a w produk. Berdasarkan hasil penelitian Irsyad
(2011), mikroba akan tumbuh pada dodol talas saat nilai a w telah mencapai
0,80.Interaksi laju perubahan antar parameter kadar air, kadar FFA, dan total
mikroba dapat dilihat pada Gambar 11.

0.08 30000

Laju total mikroba (koloni/g.hari)


0.07
25000
Laju kadar FFA (%/hari)

0.06
20000
0.05
kadar FFA
0.04 15000
0.03 Total
10000 mikroba
0.02
5000
0.01
0.00 0
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Laju kadar air (%/hari)

Gambar 11 Hubungan interaksi laju perubahan kadar air, kadar FFA dan total
mikroba dodol talas selama penyimpanan
Pada Gambar 11 terlihat bahwa interaksi antara laju perubahan kadar air
dengan kadar FFA dan total mikroba menunjukkan slope yang positif. Hal
tersebut berarti bahwa semakin besar laju perubahan kadar air maka akan semakin
besar pula laju perubahan kadar FFA dan total mikroba pada produk. Interaksi
antara laju perubahan kadar air dan laju perubahan kadar FFA pada grafik terlihat
bahwa laju perubahan FFA meningkat seiring dengan laju perubahan kadar air.
Pada laju kadar air terendah, laju perubahan kadar FFA juga menunjukkan nilai
terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sedikitnya perubahan kadar air pada
produk, yang mampu menekan perubahan kadar FFA produk yang menyebabkan
bau dan rasa tengik.Begitu pula halnya dengan laju perubahan total mikroba, laju
25

kadar air terendah menunjukkan laju perubahan total mikroba terendah. Hal
tersebut disebabkan oleh sedikitnya laju transmisiuap air yang dapat
meminimalisasi terjadinya sinersis pada lapisan produk, sehingga peningkatan
nilai aw produk dapat ditekan. Nilai a w yang rendah mampu menghambat
pertumbuhan dari mikroba yang menyebabkan laju perubahannya semakin kecil.
Hal yang sama juga terjadi pada laju perubahan kadar air dengan nilai terkecil
kedua, yang menunjukkan peningkatan kadar FFA dan total mikroba.
Pada grafik terlihat bahwa terjadi penurunan laju kadar FFA dan juga total
mikroba pada laju kadar air terendah ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perubahan kadar FFA dan total mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air.
Perubahan laju FFA juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti proses oksidasi,
kerusakan oleh anzim, dan juga aktivitas mikroba (Ketaren 2008). Berdasarkan
grafik terlihat bahwa laju perubahan mikroba menurun pada laju kadar air ini, hal
tersebut dapat mempengaruhi kadar FFA pada produk. Lebih rendahnya laju
perubahan total mikroba dibandingkan laju perubahan kadar air yang lebih besar
dapat disebabkan oleh tingkat pencemaran yang lebih rendah. Laju perubahan
kadar air yang besar memungkinkan terjadinya sinersis yang dapat meningkatkan
nilai aw, akan tetapi tingkat pencemaran mikroba tidak hanya disebabkan oleh
nilai aw yang tinggi. Senyawa antimikroba yang terkandung pada produk dapat
menyebabkan tingkat pencemaran yang lebih rendah, hal ini karena laju
perubahan kadar air ini merupakan laju perubahan kadar air produk dengan
perlakuan edible coating AM. Produk ini tidak dilapisi oleh kemasan plastik yang
menyebabkan transmisi uap air lebih tinggi, namun karena adanya senyawa
antimikroba yang digunakan menyebabkan laju pencemaran lebih rendah.
Kadar FFA yang rendah pada laju perubahan kadar air terkecil ketiga,
disebabkan karena rendahnya pula tingkat pencemaran mikroba yang terjadi.
Menurut Ketaren (2008), kontaminasi mikroba mampu menghasilkan enzim yang
memproduksi asam lemak bebas. Mikroba jenis kapang yang sering tumbuh di
dodol seperti Aspergillus ataupun Penicillium mampu menghidrolisis lemak
dalam keadaan aerobik. Mikroba yang mencemari produk mampu menghasilkan
enzim yang yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak,
sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak.
Laju perubahan FFA dan total mikroba kembali meningkat pada laju
perubahan kadar air terkecil keempat. Begitu pula pada laju perubahan kadar air
berikutnya. Laju kadar air mengalami perubahan yang cukup besar, yang
menyebabkan laju perubahan FFA dan total mikroba juga terjadi secara signifikan.
Laju perubahan kadar FFA juga meningkat pada laju perubahan kadar air terbesar.
Namun, terlihat bahwa laju perubahan total mikroba memiliki nilai yang sangat
tinggi, dan kembali memiliki nilai yang lebih kecil pada laju perubahan kadar air
tertinggi. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan lapisan edible pada produk
yang dapat meningkatkan pencemaran mikroba, terutama pada bagian permukaan.
Edible coating yang digunakan terbuat dari pati dan karbohidrat yang merupakan
nutrien utama bagi mikroba yang menyebabkan mikroba tumbuh dengan pesat.
Akan tetapi lapisan edible yang digunakan mampu menurunkan laju permeabilitas
kadar air. Pada laju kadar air tertinggi dimiliki oleh produk yang tidak
menggunakan edible coating, sehingga mikroba yang tumbuh hanya memiliki
nutrisi yang berasal dari produk dodol tanpa tambahan nutrisi dari coating yang
digunakan, namun memiliki sifat permeabilitas yang tinggi.
26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Edible coating dengan penambahan kayu manis sebagai senyawa


antimikroba (AM) mampu memberikan efek penghambat yang baik. Konsentrasi
antimikroba terpilih yang mampu memberikan zona penghambat tertinggi adalah
edible coating antimikroba minyak kayu manis 0,6 % yang memiliki indeks
penghambat 24,11 mm.Adapun karakteristik pH dan viskositas edible coating
tanpa antimikroba dan edible coating antimikroba tidak berbeda secara signifikan,
yakni 6,71 dan 3.460 cP serta 6,50 dan 3.480 cP.
Hasil pengujian selama umur simpan produk menunjukkan bahwa terjadi
penurunan mutu produk selama penyimpanan. Pada analisis kadar air terdapat
interaksi antar perlakuan (tanpa edible coating, edible coating tanpa AM, dan
edible coating AM) dengan penggunaan kemasan (kemasan plastik dan tanpa
kemasan plastik). Hal ini dibuktikan dengan analisis ragam α = 5% dengan hasil
berbeda nyata. Interaksi terbaik dimiliki oleh perlakuan edible coating AM
dengan kemasan plastik, yang memiliki kadar air terendah dengan slope 0,6289.
Analisis FFA yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah edible
coating AM dengan kemasan plastik dengan besaran laju perubahan 0,0178. Hasil
pengujian total plate count (TPC) terhadap produk, hingga pengujian hari terakhir
(hari ke-19), hanya terdapat produk dengan dua perlakuan yang masih memiliki
kondisi baik, yakni poduk dengan edible coating AM dengan kemasan plastik dan
tanpa kemasan plastik. Hal tersebut terbukti dari laju perubahan total mikroba
yang memiliki slope 2.940,3333 dan 4.932,2.
Pendugaan umur simpan dodol talas dengan perlakuan terbaik yaitu edible
coating AM dengan kemasan plastik, dianalisis berdasarkan parameter kadar air
dan kadar FFA. Berdasarkan parameter kadar air, umur simpan dodol talas hanya
mencapai 13 hari, sedangkan berdasarkan kadar FFA umur simpan dodol talas
mampu mencapai 23 hari.

Saran

Pada penelitian ini penggunaan minyak kayu manis dengan konsentrasi


0,6 % memiliki rasa dan aroma yang kurang disukai. Diharapkan pada penelitian
selanjutnya, dilakukan optimasi kembali penggunaan konsentrasi kayu manis
yang berbeda untuk menghasilkan aroma dan rasa terhadap produk yang lebih
baik, namun tetap memiliki zona penghambat kapang yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Analytical Communities. 1971. Official Methods of


Analyst of the Association of the Annalytical Chemists. Washington D.C. (US):
Association of Analytical Communities.
27

[AOAC] Association of Analytical Communities. 1971. Official Methods of


Analyst of the Association of the Annalytical Chemists. Washington D.C. (US):
Association of Analytical Communities.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Indonesia.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 2986-2013. Dodol Beras Ketan. Jakarta (ID):
Badan Standarisasi Nasional
Budiman. 2011. Aplikasi pati singkong sebagai bahan baku edible coating untuk
memperpanjang umur simpan pisang cavendish (Musa cavendishii.) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bullerman. 1974. Inhibition of growth and aflatoxin production by cinnamon and
clove oils: cinnamic aldehyde and eugenol. J. Food science. 46(4):1107.
Djatmiko B, Widjaja P. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak. Bogor (ID): IPB Pr.
Donhowe IG, Fennema. 1994. Edible film and coating: characteristics, formation,
definition and testing methods. Di dalam: Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos
MO, editor. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster
(US): Technomic Publ.
Fardiaz S, Ratih D, Slamet B. 1987. Bahan Tambahan Kimiawi. Bogor (ID): IPB
Pr.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID). Direktorat Jendral Pendidikan
antar Universitas IPB.
Gaman PM, Sherringtn KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi,
dan Mikrobiologi. Yogyakarta (ID): UGM-Press.
Gunawan M, Triatmo, Rahayu A. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai dengan Variasi
Menggoreng. Semarang (ID): UNDIP.
Horsfall JG. 1956. Principles of Fungicidal Action. Waltham, Mass (US):
Chronica Botanica Co.
Irsyad. 2011. Perbaikan proses untuk peningkatan umur simpan dodol talas
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ketaren. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI
Press.
Koswara S. 2012. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian Bagian 1: Pengolahan
Umbi Talas. Bogor (ID): SEAFAST IPB.
Krochta JM, Elizabeth AB, Myrna ONC. 1994. Edible Coating and Film to
Improve Food Quality. New York (US): Technomic Publishing Co.
Kurashige J, Matsuzaki N, Takashi H. 1993. Enzymatic modification of
canola/palm oil mixture effects on the fluidity of the mixture. Journal of
American Oil Chemistry Society. 70(9):849-852.
Kurnia D R D. 2010. Studi aktivitas enzim lipase dari Aspergillus niger sebagai
biokatalis pada proses gliserolisis untuk menghasilkan monosilgliserol [tesis].
Semarang (ID). Universitas Diponegoro
Layuk P, Marseno DW, Haryadi. 2002. Karakteristik komposit film edible pektin
daging buah pala (Myiristica fragrans Houtt) dan tapioka. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 8(2):178-183.
Lin D, Zhao Y. 2007. Innovations in the development and applications of edible
coatings for fresh and minimally processed fruit and vegetables [ulasan]. Food
Science and Food Safety. 6(3):60-75.doi:10.1111/j.1541-4337.2007.00018.x.
28

Mathlouthi. 1994. Food Packaging and Preservation. London (UK): Blackie


Academic and Professional.
Nisperos-Cariiedo MO. 1994. Edible Coatings and Films Based on
Polysaccharides. Lancaster (US): Technical Publ. Co.
Roddriguez A, Nerin C, Battle R. 2008. New cinnamon-based active paper
packaging against Rhizopus stolonifer food spoilage. Journal of Agricultural
and Food Chemistry. 56(15):6364.doi:10.1021/jf8006999q.
Santoso B, Saputra D, Pambayun R. 2004. Kajian teknologi edible coating dari
pati dan aplikasinya untuk pengemas primer lempok durian. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 15(3):239-244.
Schultz HW, Sinnhuber RO, Cain RF, Yu TC, Mary L, Palmateer RE,
Chandrasekharappa G. 1962. Development of Irradiation Sterilized, Shelf-
Stable Fish and Seafood Products. Corvallis (OR): US Army Quartermaster-
Corps. Progr. Rept.
Tertibeni. 2012. Aplikasi pelatis antimikroba dari kayu manis pada lempuk durian
[skripsi]. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
29

Kadar air 1(AOAC


Lampiran 1995)
Prosedur analisis

1. Kadar Air
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya diisi sebanyak 5 g sampel lalu ditimbang (a) kemudian dimasukkan ke
dalam oven suhu 105 oC selama 1 – 2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang
telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi
pemanasan sampel sampai bobot konstan (b).

(a-b)
Kadar air (%) = 1 %
a

2. Kadar lemak (AOAC 1971)


Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring yang dilapisi kapas
dan dimasukkan ke dalam soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya dan
direfluks selama 5 – 6 jam. Kemudian kertas saring yang berisi lemak hasil
ekstraksi tersebut dipanaskan pada oven dengan suhu 105 oC, setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.

( - )
Kadar lemak (%) = 1 %
Keterangan:
a = bobot sampel sesudah ekstraksi (g)
b = bobot sampel sebelum ekstraksi (g)
c = bobot sampel (g)

3. Kadar abu (AOAC 1971)


Sebanyak 2 g contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui
bobotnya (a), kemudian diarangkan dengan menggunakan pemanas bunsen hingga
tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselen berisi contoh (b) yang sudah
diarangkan kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 oC selama 2 jam
untuk mengubah arang menjadi abu (c). Cawan porselen berisi abu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang mencapai bobot tetap.

( -a)
Kadar abu (%) = 1 %
b

4. Kadar serat kasar (AOAC 1971)


Sebanyak 2 g contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan
ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Kemudian dihidrolisis dalam otoklaf selama
15 menit pada suhu 105 oC dan didinginkan serta ditambahkan NaOH 1,25 N
sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan hidrolisis kembali dalam otoklaf selama 15
menit. Contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml
H2SO4 0,325 N lalu dengan air panas dan terakhir menggunakan aseton/alkohol
25 ml. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 1
jam dan dilanjutkan sampai bobotnya tetap.
30

(a-b)
Kadar serat kasar (%) = 1 %
c
Keterangan:
a = bobot residu serat dalam kertas saring (g)
b = bobot kertas saring kering (g)
c = bobot bahan awal (g)

5. Kadar protein (AOAC 1995)


Sampel sebanyak 0,1 – 1 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
kjehdahl 30 ml. Tambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2 ± 0,1 ml
H2SO4 dan beberapa batu didih. Labu dididihkan selama 1 – 1.5 jam, hingga
cairan menjadi jernih. Labu didinginkan, kemudian dengan hati-hati ditambahkan
ke dalamnya sejumlah kecil air, dan didinginkan lagi. Isi labu dipindahkan ke
dalam alat destilasi, dan labu dibilas dengan air 5 – 6 kali dengan 1 – 2 ml air.
erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2
bagian metilen merah 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian 0,2 % metilen biru dalam
alkohol) diletakkan di bawah kondensor, dengan ujung tabung di bawah larutan
H3BO3. Kemudian ditambahkan 8 – 1 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan
destilasi sampai tertampung destilat sebanyak 15 ml dalam erlenmeyer. Tabung
kondensor dibilas dengan air, dan air bilasannya ditampung dalam erlenmeyer
yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml. Kemudian dititrasi
dengan HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.

(ml titran contoh -ml titran blanko)


Kadar protein (%) = 1 %
bobot bahan

6. Kekentalan/viskositas (SNI 01-2891-1992)


Pengukuran viskositas (kekentalan) dilakukan dengan menggunakan alat
viscometer Brookfield. Sampel sebanyak 600 ml dimasukkan ke dalam gelas piala,
kemudian spindle dicelupkan ke dalam sampel dengan kecepatan 30 rpm. Tombol
ON ditekan untuk melakukan pengukuran. Biarkan rotor berputar selama 1 menit.
Setelah 1 menit baca angka yang terbaca pada alat.

7. Kadar asam lemak bebas (FFA) (AOAC 1971)


Sebanyak 5 – 10 gram sampel ditimbang di dalam erlenmeyer 250 ml.
selanjutnya ditambahkan 25 ml alkohol netral 95 % dan dipanaskan sampai
mendidih. Kemudian ditambahkan 2 tetes indicator PP dan dititrasi dengan KOH
0,1 N sampai berwarna merah muda yang tidak hilang dalam beberapa detik.

Keterangan :
a = jumlah KOH untuk titrasi
n = normalitas larutan KOH
b = bobot molekul asam lemak dominan
g = bobot contoh (g)
31

8. Total mikroba metode TPC (Fardiaz 1987)


Prinsip metode TPC adalah sel kapang dalam sampel ditumbuhkan pada
medium agar dan diinkubasi selama 24 – 48 jam. Sel kapang (A. niger) akan
tumbuh membentuk koloni yang dapat dipelihara secara visual sehingga dapat
langsung dihitung.
Pertama-tama cawan petri, tabung reaksi, dan tip pipet disterilisasi pada
oven 180 oC. Contoh sebanyak 1 gram ditimbang dan dihancurkan, kemudian
secara aseptis contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan
pengencer 9 ml. Setelah dikocok, diambil dengan pipet steril 1 ml untuk
pengenceran berikutnya. Selanjutnya sebanyak 1 ml contoh yang telah diencerkan
sampai pada tingkat tertentu diambil dengan pipet steril secara aseptis, dan
dipindahkan ke dalam cawan petri.
Media PCA steril dengan suhu sekitar 45 oC dituang ke dalam cawan petri.
Setelah dingin diinkubasi selama 24 jam. Penetapan total mikroba berdasarkan
pada metode standard plate count. Setelah waktu inkubasi, koloni yang tumbuh
pada cawan petri dapat dihitung dengan jumlah koloni yang diterima 30 – 300
koloni/cawan. Nilai TPC dihitung dengan menggunakan rumus:
32

Lampiran 2 Analisis kadar air dodol talas selama penyimpanan


a. Data kadar air dodol talas selama penyimpanan (% bb)

A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428
2 14,8704 13,9917 16,1827 14,2502 14,8442 15,3261 11,8425 17,1240 18,6081 10,5158 15,1320 16,8885 11,3733 13,7676 16,7881 15,8391 17,8004 15,2856
5 17,2819 19,4226 16,5198 19,5999 19,6638 17,4501 13,6806 18,2618 18,8661 14,5967 15,1671 20,1690 15,1083 17,4551 15,8263 17,5585 20,3422 18,6538
7 21,6210 23,0869 25,1960 21,5522 24,3048 23,8466 18,5316 25,9322 22,7601 18,4376 20,6852 26,2941 21,2353 24,2199 24,3613 20,6449 23,8909 24,1508
9 25,2372 26,2660 25,0995 21,1320 23,4950 - 21,0585 22,2810 23,4424 20,0538 20,6927 - 22,6597 25,1330 26,4507 21,0223 23,9241 24,6045
12 22,5750 23,1970 23,6548 - - - 19,7460 19,8170 21,8705 - - - 21,8431 23,5612 24,4469 19,6781 20,4850 21,8590
14 16,3747 23,0756 23,3945 - - - 17,3276 - - - - - 22,2130 23,0217 30,4257 13,6952 17,0195 20,4313
16 21,6289 20,3173 - - - - 15,7987 - - - - - 18,2277 20,3083 18,0493 15,7721 15,0740 16,6752
19 - - - - - - - - - - - - 20,2520 19,6705 20,8720 13,5420 15,8774 18,0438

b. Hasil analisis laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan

Perlakuan Ulangan A1 A2 A3 Keterangan :


B1 1 0,8999 0,4721 0,5544 A1 = tanpa edible coating B1 = kemasan plastik PP
2 0,7590 0,7797 0,6727 A2 = edible coating tanpa AM B2 = tanpa kemasan
3 0,7468 0,7359 0,6596 A3 = edible coating AM
B2 1 1,4123 1,3694 0,8215
2 1,6010 1,0968 0,8036
3 1,3561 1,7349 0,6455

32
33

c. Analisis ragam laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan

Sumber keragaman db JK KT F hitung F tabel


A 2 0,5264 0,2632 7,3930* 3,8853
B 1 1,1557 1,1557 32,4646* 4,7472
AB 2 0,3386 0,1693 4,7553* 3,8853
Galat 12 0,4272 0,0356
Total 17 2,4478

Keterangan: * f hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α = 5 %

d. Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rataan Kelompok


A3B1 0,6289 A
A2B1 0,6626 A
A3B2 0,7569 A
A1B1 0,8019 A
A2B2 1,4004 B
A1B2 1,4565 B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan


yang tidak signifikan.

e. Pendugaan umur simpan dodol alas berdasarkan parameter kadar air

Perlakuan Kadar air SNI Kadar air awal Laju perubahan Umur simpan
(% bb) (% bb) (% bb/hari) (hari)
A1B1 20,00 12,0399 0,8019 10
A1B2 20,00 12,0399 1,4560 5
A2B1 20,00 12,0399 0,6625 12
A2B2 20,00 12,0399 1,4000 6
A3B1 20,00 12,0399 0,6289 13
A3B2 20,00 12,0399 0,7569 10
34

Lampiran 3 Analisis kadar FFA dodol talas selama penyimpanan

a. Data kadar FFA dodol talas selama penyimpanan (% bk)

A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013
2 0,2987 0,1316 0,1330 0,1355 0,0947 0,0396 0,2119 0,2062 0,1091 0,8359 0,2078 0,2931 0,2383 0,1885 0,2245 0,2686 0,1193 0,1809
5 0,2968 0,2598 0,1821 0,4896 0,1530 0,1835 0,3862 0,2442 0,3569 0,1594 0,2062 0,2930 0,2386 0,4641 0,1838 0,2346 0,3334 0,1917
7 0,4410 0,3512 0,4208 0,2842 0,3115 0,3446 0,3692 0,5333 0,5496 0,3230 0,5278 0,4114 0,4573 0,3510 0,3687 0,3691 0,4164 0,3011
9 0,3252 0,4568 0,2763 0,2491 0,3369 - 0,3126 0,3497 0,3428 0,2850 0,2846 - 0,2396 0,2781 0,2453 0,2176 0,3230 0,2864
12 0,2193 0,4165 0,2792 - - - 0,3986 0,2555 0,4432 - - - 0,3672 0,3170 0,1983 0,5012 0,4782 0,4515
14 0,3609 0,3625 0,4941 - - - 0,3988 - - - - - 0,3231 0,3895 0,3770 0,4414 0,4979 0,4351
16 0,4451 0,6491 - - - - 0,6478 - - - - - 0,6195 0,3559 0,3089 0,5415 0,3967 0,4661
19 - - - - - - - - - - - - 0,4723 0,2995 0,2661 0,4381 0,2688 0,3049

b. Hasil analisis laju perubahan kadar FFA dodol talas selama penyimpanan

Perlakuan Ulangan A1 A2 A3 Keterangan :


B1 1 0,0235 0,0185 0,0193 A1 = tanpa edible coating B1 = kemasan plastik PP
2 0,0298 0,0222 0,0187 A2 = edible coating tanpa AM B2 = tanpa kemasan
3 0,0341 0,0334 0,0153 A3 = edible coating AM
B2 1 0,1016 0,0337 0,0195
2 0,0345 0,0606 0,0237
3 0,0711 0,0401 0,0193

34
35

c. Analisis ragam laju perubahan kadar FFA dodol talas selama penyimpanan

Sumber keragaman db JK KT F hitung F tabel


A 2 0,0027 0,0013 5,6088* 3,8853
B 1 0,0020 0,0020 8,3787* 4,7472
AB 2 0,0010 0,0005 2,1492 3,8853
Galat 12 0,0029 0,0002
Total 17 0,0085

Keterangan: * f hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α = 5 %

d. Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rataan Kelompok


A3 0,0193 A
A2 0,0348 AB
A1 0,0491 B

Perlakuan Rataan Kelompok


B1 0,0239 A
B2 0,0449 B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan


yang tidak signifikan.

e. Pendugaan umur simpan dodol alas berdasarkan parameter kadar FFA

Perlakuan Kadar FFA Kadar FFA Laju perubahan Umur simpan


SNI (% bk) awal (% bk) (% bk/hari) (hari)
A1B1 0,5 0,0960 0,0291 14
A1B2 0,5 0,0960 0,0690 6
A2B1 0,5 0,0960 0,0247 16
A2B2 0,5 0,0960 0,0448 9
A3B1 0,5 0,0960 0,0178 23
A3B2 0,5 0,0960 0,0208 19
36

Lampiran 4 Analisis total mikroba dodol talas selama penyimpanan

a. Data total mikroba dodol talas selama penyimpanan (koloni/gram)

A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 2,00 x 103 2,00 x 103 2,00 x 103 0 8,00 x 103 0 3,00 x 103 1,00 x 103 3,00 x 103 0 3,00 x 103 2,50 x 104 0 0 0 1,10 x 104 4,00 x 103 0
5 4 4 4 4 3 3 5 4 3 5 4 3 4 5 4
5 1,60 x 10 0 5,60 x 10 2,40 x 10 7,20 x 10 1,30 x 10 5,00 x 10 2,00 x 10 4,04 x 10 2,20 x 10 2,00 x 10 3,01 x 10 3,40 x 10 4,00 x 10 6,10 x 10 1,48 x 10 1,60 x 10 5,20 x 104

7 6,70 x 104 2,60 x 104 7,10 x 104 5,10 x 104 2,40 x 104 3,50 x 104 8,00 x 104 9,70 x 104 2,28 x 105 6,40 x 104 1,55 x 105 6,80 x 104 1,89 x 105 1,70 x 104 1,15 x 105 1,30 x 104 1,00 x 104 2,90 x 104

9 2,93 x 105 4,60 x 104 6,50 x 104 3,72 x 105 3,30 x 104 - 5,40 x 104 6,30 x 104 9,40 x 104 2,84 x 105 6,60 x 104 - 9,60 x 104 2,20 x 104 2,79 x 105 3,00 x 105 1,08 x 105 2,08 x 105
3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
12 8,00 x 10 1,40 x 10 1,30 x 10 - - - 8,00 x 10 8,70 x 10 4,20 x 10 - - - 6,70 x 10 7,40 x 10 7,60 x 10 2,10 x 10 3,30 x 10 4,90 x 104

14 3,10 x 104 4,70 x 104 1,70 x 104 - - - 2,50 x 104 - - - - - 2,70 x 104 9,00 x 103 5,30 x 104 1,08 x 105 6,30 x 104 4,20 x 104

16 3,40 x 104 6,70 x 104 - - - - 8,50 x 104 - - - - - 5,00 x 103 1,20 x 104 1,38 x 105 1,20 x 104 1,50 x 104 1,00 x 104

19 - - - - - - - - - - - - 1,80 x 104 2,50 x 104 4,20 x 104 3,00 x 104 1,28 x 105 3,20 x 104

b. Hasil analisis laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan

Perlakuan Ulangan A1 A2 A3 Keterangan :


B1 1 11.159,0000 5.369,0000 2.047,0000 A1 = tanpa edible coating B1 = kemasan plastik PP
2 3.232,0000 9.113,6000 3.383,3000 A2 = edible coating tanpa AM B2 = tanpa kemasan
3 3.454,5000 9.383,9000 3.390,7000 A3 = edible coating AM
B2 1 55.945,0000 29.866,0000 7.169,0000
2 5.417,6000 22.022,0000 4.835,6000
3 5.714,3000 24.330,0000 2.792,0000

36
37

c. Analisis ragam laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan

Sumber keragaman db JK KT F hitung F tabel


A 2 546.408.587,5033 273.204.293,7517 1,8354 3,8853
B 1 642.712.829,0139 642.712.829,0139 4,3179 4,7472
AB 2 223.973.519,9144 111.986.759,9572 0,7524 3,8853
Galat 12 1.786.187.678,8533 148.848.973,2378
Total 17 3.199.282.615,2850

Keterangan: f hitung < f tabel = tidak berbeda nyata pada taraf α = 5 %


38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Februari 1992


dari pasangan Puji Yuwono dan Dahlia Rosmawarti. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara dengan kakak
bernama Ricko Lingga Prayuda. Penulis menempuh studi di
SD Negeri Cibuluh 1 Kota Bogor tahun 1998 – 2004, SMP
Negeri 1 Kota Bogor tahun 2004 – 2007, dan SMA Negeri 3
Bogor tahun 2007 – 2010. Penulis melanjutkan pendidikan
Strata 1 pada perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Selama di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka pada tahun 2014. Selain itu
penulis juga bergabung sebagai pengurus dalam himpunan profesi di Himpunan
Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staff Departemen Industri
pada tahun 2011 – 2013 dan sebagai staff bidang Riset dan Pengembangan
Departemen Technopreneur pada tahun 2012 – 2013. Penulis melaksanakan
Praktik Lapangan pada bulan Juni – Agustus 2013 di bagian Produksi dan
Penggudangan pada PT. Abbott Indonesia, Depok. Judul yang dikerjakan pada
praktik lapangan tersebut adalah “Penanganan Bahan dan Produk Farmasi serta
Proses Produksi PT. Abbott Indonesia”.

Anda mungkin juga menyukai