Edible coating merupakan salah satu teknik yang dapat dikembangkan dan
diaplikasikan pada suatu produk, seperti dodol talas untuk menjaga mutu dan
memperpanjang umur simpannya. Penambahan antimikroba kayu manis pada
edible coating diharapkan mampu menghambat aktivitas mikroba pada dodol talas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi optimal
antimikroba dari bubuk atau minyak kayu manis serta mengetahui
karakteristiknya. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi
edible coating terhadap karakteristik dodol talas selama penyimpanan.
Konsentrasi kayu manis terpilih yakni minyak kayu manis 0,6 % dengan indeks
penghambat sebesar 24,11 mm. Edible coating antimikroba memiliki pH 6,5 dan
viskositas 3.480 cP. Berdasarkan hasil pengujian selama 19 hari penyimpanan,
diketahui bahwa laju peningkatan kadar air, kadar FFA, dan total mikroba terkecil
adalah dodol talas edible coating antimikroba dengan kemasan plastik. Hasil
pengamatan diketahui bahwa penggunaan edible coating antimikroba kayu manis
cukup efektif dalam meningkatkan umur simpan dodol talas. Apabila dilihat dari
parameter kadar air umur simpan dodol talas yaitu 13 hari, sedangkan berdasarkan
parameter kadar FFA mampu mencapai 23 hari.
Kata kunci: antimikroba, dodol talas, edible coating, kayu manis, penyimpanan
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
Pembuatan Edible Coating Antimikroba Kayu Manis untuk Dodol Talas.
Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr Indah Yualiasih, STP, MSi selaku dosen pembimbing atas segala
bantuan, arahan, dan kesabaran dalam membimbing penulis
2. Bapak Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Bapak Dr Ir Muslich,
MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis
3. Kedua Orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan
motivasi yang diberikan
4. Ibu Ega, Ibu Dyah, Ibu Sri, Ibu Rini, Pak Edi, Pak Gun, dan Pak Sugi selaku
laboran yang telah banyak memberi saran pada penelitian ini.
5. Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan bantuan
dana kepada penulis.
6. Rayza Pranadipa, atas segala dukungan dan semangat yang diberikan
7. Elok, Tiwi, Lupita, Suci, Alin, Ismanda, dan Novkur selaku teman satu
bimbingan, atas segala bantuan selama penelitian
8. Keluarga besar TIN 47dan teman-teman lain, atas dorongan semangat,
motivasi, dan doanya.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODOLOGI 2
Bahan dan Alat 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Metode Penelitian 2
Rancangan Percobaan 7
Pengolahan Data Hasil Uji 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Pembuatan dan Karakteristik Dodol Talas 8
Edible Coating Antimikroba 9
Aplikasi Edible Coating pada Dodol Talas 15
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
RIWAYAT HIDUP 38
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan karakteristik dodol talas 8
2 Karakteristik edible coating antimikroba 11
3 Efektivitas penghambat edible coating terhadap Aspergillus niger 12
4 Karakteristik edible coating tanpa dan dengan antimikroba 14
5 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar air 17
6 Pendugaan umur simpan dodol talas berdasarkan kadar FFA 20
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan dodol talas (Irsyad 2011) 3
2 Diagram alir proses pembuatan edible coating antimikroba (Budiman
2011) 4
3 Diagram alir persiapan kultur uji kapang Aspergillus niger 5
4 Diagram alir uji efektivitas edible coating terhadap penghambatan
Aspergillus niger 6
5 Diagram alir proses aplikasi edible coating pada dodol talas 7
6 (a) Edible coating tanpa antimikroba; (b) Edible coating antimikroba 15
7 Grafik laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan 16
8 Grafik laju perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) dodol talas
selama penyimpanan 19
9 Grafik laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan 21
10 (a) Dodol talas yang ditumbuhi kapang; (b) Dodol talas edible coating
AM di hari terakhir penyimpanan 23
11 Hubungan interaksi laju perubahan kadar air, kadar FFA dan total
mikroba dodol talas selama penyimpanan 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis 29
2 Analisis kadar air dodol talas selama penyimpanan 32
3 Analisis kadar FFA dodol talas selama penyimpanan 34
4 Analisis total mikroba dodol talas selama penyimpanan 36
32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dodol talas merupakan makanan khas Bogor yang kerap kali dijadikan
sebagai produk oleh-oleh kota Bogor. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan dodol talas adalah talas bogor jenis bentul yang produksinya melimpah
di Bogor. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan dodol
talas bogor, diantaranya adalah umur simpan dari produk dodol yang relatif
singkat, yakni hanya mampu bertahan sekitar tujuh hingga sepuluh hari.
Kerusakan utama dari dodol talas ini adalah mudahnya ditumbuhi kapang apabila
telah mencapai waktu satu minggu serta bau tengik yang disebabkan tingginya
kandungan lemak pada dodol.
Edible coating merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga kualitas dari suatu makanan. Edible coating yang diaplikasikan pada
produk makanan mampu menghambat perpindahan uap air, mencegah kehilangan
aroma, mencegah perpindahan lemak, meningatkan karakteristik fisik, dan sebagai
pembawa zat aditif. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari bahan-bahan alami
sehingga aman digunakan ataupun dikonsumsi. Edible coating memberikan
alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak bagi pencemaran lingkungan
karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui.
Edible coating dapat terbuat dari beberapa jenis bahan, salah satunya adalah
coating berbasis pati. Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan edible coating karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan
memberikan karakteristik fisik yang baik. Selain itu, film dari pati mempunyai
permeabilitas oksigen rendah, tidak berwarna, tidak berasa, dan transparan (Lin
dan Zhao 2007). Salah satu jenis pati yang dapat diaplikasikan untuk membuat
edible coating adalah pati singkong atau tapioka. Tapioka mudah diaplikasikan
sebagai bahan dasar edible coating karena ketersediaan bahan baku yang
melimpah. Edible coating dari tapioka juga memiliki kelebihan diantaranya sifat
kohesi yang sangat baik serta laju transmisi gas dan uap air yang rendah (Kroctha
et al. 1994).
Penambahan antimikroba pada edible coating bertujuan untuk menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba sehingga dapat meningkatkan umur simpan
produk. Kayu manis merupakan salah satu rempah yang memiliki sifat
antimikroba alami. Kayu manis juga memiliki rasa dan aroma yang cocok untuk
diaplikasikan pada produk pangan. Penggunaan pengawet alami dapat lebih
diterima oleh konsumen karena bersifat aman apabila dikonsumsi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula kayu manis untuk
edible coating antimikroba yang dapat diaplikasikan terhadap dodol talas serta
mengetahui karakteristik edible coating antimikroba. Tujuan lainnya untuk
mengetahui pengaruh aplikasi edible coating tersebut terhadap karakteristik dodol
talas selama penyimpanan.
2
METODOLOGI
Bahan yang digunakan antara lain bahan baku utama berupa dodol talas,
tapioka, bubuk kayu manis, dan minyak kayu manis. Bahan lainnya yang
digunakan adalah gliserol, asam stearat, carboxymethyl cellulose (CMC), akuades,
indikator pp, NaCl, NaOH, H2SO4, alkohol 70 %, alkohol 95 %, dan heksan.
Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi meliputi media tumbuh
mikroba, yaitu potato dextrose agar (PDA), plate count agar (PCA), dan nutrient
broth (NB), kultur kapang Aspergillus niger.
Peralatan yang digunakan adalah inkubator, buret, oven, water bath,
penangas, lemari pendingin, magnetic stirrer, gelas piala, gelas ukur, sudip,
cawan petri, gegep, tabung reaksi, tip pipet, ose, jangka sorong, otoklaf, pH meter,
viskometer, termometer, dan gelas arloji. Alat yang digunakan untuk analisis
proksimat antara lain cawan alumunium, cawan porselen, desikator, labu kjehdahl,
seperangkat soxhlet, erlenmeyer, dan kertas saring.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari hingga bulan Juni 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor (Laboratorium DIT 1 dan 2,
Laboratorium Biondustri, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium
Pengemasan, dan Laboratorium Instrumentasi).
Metode Penelitian
Garam
Garam 18
18 gram
gram Santan
Santan 1,5
1,5 L
L Mentega
Mentega 58,8
58,8 gram
gram
Tepung
Tepung talas
talas // hancuran
hancuran
talas
talas segar
segar 11 kg
kg
Pencampuran
Pencampuran
Pencampuran
Pencampuran Pemanasan
Pemanasan selama
selama 15
15 menit
menit
Tepung
Tepung ketan
ketan 99,2
99,2 gram
gram
Pengadukan
Pengadukan secara
secara kontinyu
kontinyu hingga
hingga
matang
matang
Gula
Gula merah
merah 500
500 gram
gram
Penuangan
Penuangan ke
ke nampan
nampan
Gula
Gula putih
putih 500
500 gram
gram
Pemisahan
Pemisahan bintil-bintil
bintil-bintil talas
talas dari
dari
adonan
adonan
Pendinginan
Pendinginan selama
selama 24
24
jam
jam
Dodol
Dodol talas
talas
Indeks penghambatan = Di – Do
Kultur
Kultur murni
murni kapang
kapang
Inokulasi
Inokulasi ke
ke dalam
dalam 10
10 ml
ml Nutrient
Nutrient Broth
Broth
o
Inkubasi
Inkubasi pada
pada suhu 37 oC
suhu 37 C selama
selama 24
24 jam
jam
Kultur
Kultur uji
uji
Media PDA
Dodol
Dodol talas
talas dengan
dengan masing-masing
masing-masing
bobot
bobot 15
15 gram
gram
Pelapisan
Pelapisan dengan
dengan edible
edible Pelapisan
Pelapisan dengan
dengan edible
edible
Tanpa
Tanpa edible
edible coating
coating coating tanpa antimikroba
coating tanpa antimikroba coating antimikroba
coating antimikroba
Dikemas
Dikemas dengan
dengan plastik
plastik PP
PP Tanpa
Tanpa kemasan
kemasan plastik
plastik
Penyimpanan
Penyimpanan pada
pada suhu
suhu ruang
ruang
selama 19 hari
selama 19 hari
Analisis
Analisis ::
-- Kadar
Kadar Air
Air
-- Kadar
Kadar asam
asam lemak
lemak bebas
bebas (FFA)
(FFA)
-- Total mikroba
Total mikroba
Gambar 5 Diagram alir proses aplikasi edible coating pada dodol talas
Rancangan Percobaan
Data hasil uji yang dihasilkan dilakukan pengolahan dengan mencari nilai
slope dari setiap pengulangan pada setiap perlakuan. Nilai slope yang didapatkan
selanjutnya dijadikan sebagai laju perubahan hasil analisis. Nilai laju perubahan
kembali diolah dengan metode analisis ragam pada taraf α = 5 % untuk
mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan. Hasil yang menunjukkan
perbedaan nyata diolah kembali dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui
perbedaan yang signifikan atau tidak. Grafik dibuat dengan merata-ratakan setiap
ulangan laju perubahan, sehingga dihasilkan nilai laju perubahan pada setiap
perlakuan.
Dodol memiliki tekstur plastis dan padat dengan kandungan kadar air 10 –
40 %, aw 0,65 – 0,90 (Koswara 2012). Dodol talas adalah pengembangan dari
makanan tradisional dodol yang umumnya terbuat dari beras ketan, santan kelapa,
dan gula. Dodol talas yang digunakan pada penelitian ini adalah dodol talas yang
diproduksi oleh penulis, sehingga kondisi proses pembuatan dodol talas dapat
lebih terkontrol. Dodol talas terbuat dari tepung talas atau talas segar yang
dihancurkan sebagai bahan baku utama. Adapun bahan lainnya yaitu santan,
garam, mentega, tepung ketan, gula merah, dan gula putih. Setiap komponen
bahan yang digunakan memiliki fungsinya masing-masing. Tepung ketan
berfungsi sebagai pembentuk tekstur dodol. Gula merah berfungsi memberikan
rasa manis dan membantu pembentukan tekstur dodol menjadi lebih liat. Santan
kelapa mampu memberikan rasa gurih dan sebagai sumber lemak sama halnya
dengan mentega. Prinsip pembuatan dodol adalah dengan melakukan
pencampuran bahan sesuai dengan urutannya, memasaknya hingga mengental,
dan secara organoleptik dianggap matang. Indikator kematangan dodol adalah
apabila adonan tidak terasa lengket lagi di tangan. Dodol talas yang telah matang
selanjutnya dilakukan uji karakterisasi, untuk mengatahui kondisi awal produk.
Adapun hasil uji dapat dilihat pada Tabel 1.
mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan
komponen lainnya dan mencegah sinersis. CMC juga dapat menjaga tekstur alami
produk dan mengurangi penyerapan O2 (Nisperos-Carriedo 1994). Penggunaan
CMC pada larutan edible coating tapioka mampu memberikan emulsi yang baik
antara fase air dan minyak pada larutan. Semakin banyak jumlah CMC yang
ditambahakan, maka semakin tinggi viskositasnya dan semakin stabil larutan
edible coating yang dihasilkan. Namun demikian, penambahan CMC yang
berlebihan menjadikan lapisan coating yang tipis sulit terbentuk dan proses
pengeringan yang lebih lama.
Gliserol digunakan sebagai plasticizer sehingga mampu menghasilkan film
yang lebih fleksibel dan halus. Plasticizer ditambahkan pada pembuatan edible
coating untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas, dan ketahanan
film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Donhowe dan Fennema 1994).
Penambahan gliserol pada edible coating juga dapat meningkatkan permeabilitas
film terhadap gas, uap air, serta gas terlarut. Penggunaan gliserol yang berlebihan
selain itu akan menjadikan lapisan film terlalu elastis dan sulit terbentuk atau
mengeras.
Penggunaan asam stearat dilakukan untuk mengurangi transmisi uap air. Hal
tersebut disebabkan karena asam stearat memiliki gugus hidrofobik. Asam stearat
mampu merubah sifat larutan coating yang hidrofilik menjadi hidrofobik,
sehingga mampu meningkatkan ketahanannya terhadap uap air. Asam stearat
memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (C18), semakin panjang rantai
hidrokarbon maka semakin meningkat sifat hidrofobik asam lemak.
Pembuatan edible coating dilakukan pada suhu 70 oC. Suhu tersebut
merupakan suhu tapioka mengalami proses gelatinisasi saat dipanaskan. Pada
prosesnya, setiap bahan dimasukkan secara bergantian dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer sehingga dihasilkan larutan edible coating yang
homogen. Pelapisan dilakukan dengan menggunakan metode celup, sehingga
dodol talas dapat dilapisi secara sempurna. Edible coating yang terbentuk
memberikan lapisan film yang transparan dan tipis, sehingga tidak mempengaruhi
penampakan visual dodol talas.
Edible coating antimikroba (AM) merupakan edible coating tapioka yang
diberi tambahan senyawa antimikroba kayu manis. Pada proses pembuatannya,
penambahan kayu manis dilakukan setelah terbentuk larutan edible coating yang
telah didinginkan hingga suhu 40 oC. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
menguapnya senyawa volatil yang terdapat di dalam kayu manis. Antimikroba
kayu manis yang digunakan yakni bentuk bubuk dan minyak. Bubuk kayu manis
yang ditambahkan adalah sebanyak 6, 8, dan 10 %, sedangkan konsentrasi minyak
kayu manis yang digunakan yakni 0,2; 0,4; dan 0,6 %.
Penambahan bubuk kayu manis dan minyak kayu manis sebagai senyawa
antimikroba memberikan karakteristik yang berbeda dan mempengaruhi aroma
serta warna terhadap larutan edible coating. Namun demikian, pada setiap
konsentrasi tidak terjadi perbedaan yang signifikan khususnya pada aroma larutan
coating. Pengaruh warna dan aroma edible coating antimikroba dapat dilihat pada
Tabel 2.
11
Minyak kayu
+++ Putih
manis 0,2 %
Minyak kayu
++++ Putih
manis 0,4 %
Minyak kayu
+++++ Putih kekuningan
manis 0,6 %
manis 0,2; 0,4; 0,6 %) untuk mengetahui konsentrasi optimal kinerja kayu manis
dalam menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus niger. Efektivitas edible
coating antimikroba dapat dilihat pada Tabel 3.
0 mm 0 mm
6,92 mm 0 mm
8,81 mm 2,96 mm
13,12 mm 3,89 mm
11,94 mm 4,35 mm
13,15 mm 4,90 mm
24,11 mm 7,98 mm
edible coating dengan AM sebesar 3.480 cP. Nilai viskositas yang semakin tinggi
mengindikasikan kestabilan larutan yang lebih baik. Bertambahnya viskositas
setelah ditambahkan minyak kayu manis disebabkan karena viskositas minyak
kayu manis yang tinggi. Penambahan minyak pada suatu larutan dapat
meningkatkan viskositasnya.
Pengamatan terhadap edible coating juga dilakukan secara visual terhadap
warna dan aroma. Perbedaan edible coating tanpaAM dan edible coating AM
dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 6 (a) Edible coating tanpa antimikroba; (b) Edible coating antimikroba
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu dari sebuah produk
atau makanan. Kandungan kadar air akan menentukan daya simpan produk
pangan dan tingkat kerusakannya. Menurut Winarno (1997), kadar air sangat
berpengaruh dalam menentukan umur simpan dari produk pangan, karena akan
mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan), sifat-sifat fisiko kimia,
perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non-enzimatis), kerusakan
16
mikrobiologis, dan perubahan enzimatis. Kadar air yang terkandung dalam produk
pangan mudah mengalami perubahan, baik itu peningkatan ataupun penurunan
kadar air selama penyimpanan. Begitu pula dengan produk pangan dodol talas
yang mengalami perubahan laju kadar air selama penyimpanan. Laju perubahan
kadar air dodol talas dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
1.6
1.4
Laju perubahan kadar air
1.2
1.0
(%/hari)
Gambar 7 Grafik laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan
Dodol talas tanpa edible coating dan tanpa menggunakan kemasan plastik
(A1B2) memiliki umur simpan terendah, yakni hanya mampu bertahan 5 hari.
Tingginya laju perubahan kadar air menyebabkan umur simpan produk semakin
rendah. Umur simpan terendah kedua adalah dodol talas edible coating tanpa
antimikroba tanpa kemasan plastik (A2B2) yakni selama 6 hari. Dodol talas tanpa
edible coating dengan kemasan plastik (A1B1) dan dodol talas edible coating AM
tanpa kemasan plastik (A3B2) memiliki umur simpan yang sama yakni selama 10
hari. Dodol talas dengan perlakuan edible coating dengan kemasan plastik (A2B1)
mampu meningkatkan umur simpan dodol talas menjadi 12 hari, sedangkan umur
simpan tertinggi adalah dodol talas edible coating AM dengan kemasan plastik
(A3B1) yaitu selama 13 hari.
18
Peningkatan umur simpan dodol talas tidak terjadi secara signifikan apabila
dilihat dari parameter kadar air. Hal tersebut disebabkan karena masih tingginya
kadar air produk saat awal proses penyimpanan. Sifat edible coating tapioka yang
memiliki permeabilitas uap air cukup tinggi juga dapat menjadi penyebab dodol
talas dengan edible coating memiliki umur simpan yang tidak berbeda signifikan.
Penggunaan antimikroba kayu manis tidak terlalu berpengaruh tehadap umur
simpan produk berdasarkan kadar airnya. Minyak kayu manis yang ditambahkan
hanya mampu meningkatkan sifat hidrofobik edible coating, namun tidak dapat
mencegah terjadinya transmisi uap air pada produk, sehingga antara produk edible
coating tanpa AM dan produk edible coating AM memiliki umur simpan yang
hampir sama. Namun demikian, umur simpan dodol talas berdasarkan parameter
kadar air tetap mengalami peningkatan pada setiap perlakuan.
hidrolisis komponen trigliserida pada lemak dalam dodol talas. Proses ini
mengakibatkan perubahan rasa dan aroma pada dodol talas. Hasil uji FFA dodol
talas dapat dilihat pada Lampiran 3.
0.08
Laju perubahan kadar FFA
0.07
0.06
0.05
(%/hari)
Gambar 8 Grafik laju perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) dodol talas
selama penyimpanan
Perlakuan dodol talas dengan edible coating memberikan hasil yang berbeda
nyata pada taraf α = 5 %. Hasil uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa dodol
talas dengan edible coating tanpa AM tidak memiliki perbedaan nyata yang
signifikan dengan perlakuan tanpa edible coating ataupun edible coating AM.
Namun demikian, dodol talas tanpa edible coating dan dengan edible coating AM
memiliki perbedaan yang signifikan. Apabila dilihat pada grafik, perlakuan edible
coating berpengaruh nyata terhadap laju peningkatan kadar FFA pada dodol talas.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa laju perubahan kadar FFA terkecil adalah
dodol talas dengan perlakuan edible coating AM dengan slope rata-rata 0,0193.
Dilanjutkan dengan dodol talas dengan edible coating tanpa AM yang memiliki
laju perubahan kadar FFA terkecil kedua, diikuti dengan dodol talas tanpa edible
coating, dengan masing-masing slope sebesar 0,03475 dan 0,0491.
Peningkatan kadar FFA sangat berkaitan erat dengan kandungan kadar air
pada produk. Dilihat dari laju kadar air dodol talas dengan perlakuan penggunaan
edible coating, juga dihasilkan laju peningkatan yang sesuai yakni perlakuan
edible coating AM dari yang terkecil hingga perlakuan tanpa edible coating yang
terbesar. Sifat edible coating yang dilapisi pada produk juga berperan sebagai
membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 (Krochta
et al. 1994). Menurut Santoso et al. (2004), coating dapat memperlambat
terjadinya hidrolisis dan proses sinersis, selain itu dapat menghambat penetrasi
gas oksigen karena matriks coating mempunyai ikatan yang kuat, rapat, dan
kompak yang menyebabkan permeabilitas gas rendah. Menurut Mathlouthi (1994),
pati dapat menurunkan sifat permeabilitas terhadap uap air dan gas pada edible
coating maupun edible film.
Perlakuan kemasan pada dodol talas juga memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap laju peningkatan FFA pada taraf α = 5 %, dan berdasarkan
uji lanjut Duncan kedua perlakuan memberikan perbedaan yang signifikan. Pada
grafik terlihat bahwa dodol talas yang dikemas dengan menggunakan plastik
20
Produk dengan umur simpan terkecil adalah dodol talas tanpa edible coating
tanpa kemasan plastik (A1B2) yaitu selama 6 hari. Umur simpan terkecil
selanjutnya yaitu dodol talas edible coating tanpa AM tanpa kemasan plastik
(A2B2) yaitu selama 9 hari. Dodol talas dengan perlakuan tanpa edible coating
dan edible coating tanpa AM dengan menggunakan kemasan plastik (A1B1 dan
A2B1) memiliki umur simpan yang lebih tinggi, yaitu 14 dan 16 hari. Dodol talas
edible coating AM memiliki perbedaan umur simpan yang cukup signifikan yakni
19 hari untuk dodol talas tanpa kemasan (A3B2) dan 23 hari untuk dodol dengan
kemasan plastik (A3B1).
Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa penggunaan plastik sangat
berpengaruh dan mampu meningkatkan umur simpan dari dodol talas. Umur
simpan dodol talas apabila dilihat dari parameter kadar FFA menunjukkan
21
30000
25000
(koloni/g.hari)
20000
0
Plastik PP Tanpa plastik PP
Perlakuan kemasan
Gambar 9 Grafik laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan
Hasil uji TPC membuktikan bahwa total mikroba yang tumbuh pada dodol
talas terus mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal tersebut juga terlihat
pada grafik laju perubahan total mikroba yang memiliki slope positif. Namun
demikian, berdasarkan uji keragaman pada taraf α = 5 % (Lampiran 4) pengaruh
yang terjadi pada setiap perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Baik itu
22
antar perlakuan edible coating (tanpa edible coating, edible coating tanpa AM,
dan edible coating AM), antar perlakuan kemasan (dengan kemasan plastik PP
dan tanpa kemasan), ataupun interaksi antara kedua perlakuan (edible coating dan
kemasan). Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan karena
pencemaran mikroba tetap terjadi pada setiap perlakuan dan tidak dapat dicegah
sepenuhnya. Mikroba yang tumbuh pada pemukaan dodol talas ini diakibatkan
oleh adanya kontaminasi yang terjadi saat proses produksi, pengemasan, ataupun
penyimpanan. Kondisi penyimpanan pada suhu ruang juga menjadi kondisi
optimal mikroba untuk tumbuh, sehingga penghambatan pertumbuhan mikroba
tidak optimal.
Grafik pada Gambar 9 terlihat bahwa perbedaan laju pertumbuhan mikroba
tetap terjadi walaupun perbedaan laju pertumbuhan pada setiap perlakuan tidak
berbeda nyata. Pada perlakuan edible coating, terlihat bahwa dodol talas dengan
edible coating AM memiliki laju pertumbuhan mikroba yang paling rendah,
dengan slope rata-rata 3.936,2667. Urutan kedua laju pencemaran terkecil adalah
dodol talas tanpa edible coating dengan slope 14.153,7334 dan laju perubahan
terbesar yaitu dodol talas edible coating tanpa AM dengan slope 16.680,75. Hasil
pengujian total mikroba telah membuktikan bahwa edible coating antimikroba
kayu manis yang diaplikasikan pada dodol talas mampu menghambat atau
mengurangi pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Selain mampu
menghasilkan zona penghambat pada uji difusi sumur, konsentrasi minyak kayu
manis 0,6 % yang ditambahkan ke dalam larutan coating juga efektif dalam
menghambat pertumbuhan kapang di dodol talas. Proses penghambatan aktivitas
kapang terjadi karena telah aktifnya senyawa antimikroba yang terdapat dalam
kayu manis seperti senyawa sinnamaldehid yang telah bekerja dalam melakukan
denaturasi protein sel dan merusak membran sel mikroba.
Dodol talas dengan perlakuan tanpa edible coating dan edible coating tanpa
AM memiliki tingkat cemaran mikroba yang cukup tinggi selama penyimpanan.
Hal tersebut disebabkan karena kedua produk tersebut tidak memiliki senyawa
antimikroba, sehingga pencemaran mikroba terjadi dan mikroba khususnya
kapang tumbuh dengan pesat. Namun, dodol talas dengan perlakuan tanpa edible
coating memiliki laju pertumbuhan rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dodol
talas dengan edible coating tanpa AM. Hal tersebut diduga karena kandungan air
pada lapisan edible coating menjadikan kadar air produk menjadi lebih banyak
dibandingkan dengan produk tanpa edible coating. Tingkat pencemaran yang
lebih tinggi juga dapat disebabkan oleh kontaminasi saat proses pencelupan
produk pada larutan coating. Hal ini mampu membuat mikroba dapat tumbuh
dengan cepat. Berdasarkan hasil uji difusi sumur telah membuktikan bahwa edible
coating tanpa AM tidak mampu menghambat pertumbuhan kapang A. niger.
Perlakuan penggunaan kemasan juga mempengaruhi tingkat laju
pencemaran mikroba pada dodol talas. Perbedaan tersebut terlihat jelas dari grafik
pada Gambar 9. Laju peningkatan mikroba pada produk yang dikemas dengan
plastik memiliki laju yang lebih rendah dengan slope rata-rata 5.614,7778,
sedangkan produk tanpa dikemas memiliki nilai slope rata-rata 17.565,7222.
Penggunaan plastik sangat mempengaruhi tingkat pencemaran mikroba. Plastik
mampu melindungi produk dari kontaminasi mikroba yang berasal dari
lingkungan tempat penyimpanan. Berbeda halnya dengan produk dodol talas yang
tidak dikemas, tingkat pencemaran menjadi lebih tinggi terutama pada dodol yang
23
(a) (b)
Gambar 10 (a) Dodol talas yang ditumbuhi kapang; (b) Dodol talas edible
coating AM di hari terakhir penyimpanan
24
Pengaruh Interaksi Parameter Kadar Air, Kadar FFA, dan Total Mikroba
Peningkatan kadar FFA dan total mikroba berkaitan erat dengan
peningkatan kadar air. Kandungan kadar air pada suatu produk dapat menentukan
tingkat kerusakannya. Kadar air dalam produk berpengaruh pada peningkatan
kadar asam lemak bebas (FFA) dan juga total mikroba. Hal tersebut dikarenakan
kadar FFA pada dodol talas dipengaruhi oleh proses hidrolisis lemak pada dodol
akibat adanya uap air di dalamnya. Kurashige (1993) mengatakan bahwa
pengaruh air terhadap laju reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat
menyebabkan proses hidrolisis minyak. Oleh karena itu, peningkatan laju FFA
dodol talas selama penyimpanan terjadi seiring dengan peningkatan laju kadar air.
Begitu pula dengan total mikroba atau tingkat pencemaran produk, semakin tinggi
kadar air pada suatu produk, maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
pencemaran. Hal tersebut disebabkan oleh mikroba yang dapat mudah tumbuh
pada aw tinggi. Semakin tinggi kandungan air yang terdapat pada produk pangan,
maka semakin tinggi pula nilai a w produk. Berdasarkan hasil penelitian Irsyad
(2011), mikroba akan tumbuh pada dodol talas saat nilai a w telah mencapai
0,80.Interaksi laju perubahan antar parameter kadar air, kadar FFA, dan total
mikroba dapat dilihat pada Gambar 11.
0.08 30000
0.06
20000
0.05
kadar FFA
0.04 15000
0.03 Total
10000 mikroba
0.02
5000
0.01
0.00 0
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Laju kadar air (%/hari)
Gambar 11 Hubungan interaksi laju perubahan kadar air, kadar FFA dan total
mikroba dodol talas selama penyimpanan
Pada Gambar 11 terlihat bahwa interaksi antara laju perubahan kadar air
dengan kadar FFA dan total mikroba menunjukkan slope yang positif. Hal
tersebut berarti bahwa semakin besar laju perubahan kadar air maka akan semakin
besar pula laju perubahan kadar FFA dan total mikroba pada produk. Interaksi
antara laju perubahan kadar air dan laju perubahan kadar FFA pada grafik terlihat
bahwa laju perubahan FFA meningkat seiring dengan laju perubahan kadar air.
Pada laju kadar air terendah, laju perubahan kadar FFA juga menunjukkan nilai
terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sedikitnya perubahan kadar air pada
produk, yang mampu menekan perubahan kadar FFA produk yang menyebabkan
bau dan rasa tengik.Begitu pula halnya dengan laju perubahan total mikroba, laju
25
kadar air terendah menunjukkan laju perubahan total mikroba terendah. Hal
tersebut disebabkan oleh sedikitnya laju transmisiuap air yang dapat
meminimalisasi terjadinya sinersis pada lapisan produk, sehingga peningkatan
nilai aw produk dapat ditekan. Nilai a w yang rendah mampu menghambat
pertumbuhan dari mikroba yang menyebabkan laju perubahannya semakin kecil.
Hal yang sama juga terjadi pada laju perubahan kadar air dengan nilai terkecil
kedua, yang menunjukkan peningkatan kadar FFA dan total mikroba.
Pada grafik terlihat bahwa terjadi penurunan laju kadar FFA dan juga total
mikroba pada laju kadar air terendah ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perubahan kadar FFA dan total mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air.
Perubahan laju FFA juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti proses oksidasi,
kerusakan oleh anzim, dan juga aktivitas mikroba (Ketaren 2008). Berdasarkan
grafik terlihat bahwa laju perubahan mikroba menurun pada laju kadar air ini, hal
tersebut dapat mempengaruhi kadar FFA pada produk. Lebih rendahnya laju
perubahan total mikroba dibandingkan laju perubahan kadar air yang lebih besar
dapat disebabkan oleh tingkat pencemaran yang lebih rendah. Laju perubahan
kadar air yang besar memungkinkan terjadinya sinersis yang dapat meningkatkan
nilai aw, akan tetapi tingkat pencemaran mikroba tidak hanya disebabkan oleh
nilai aw yang tinggi. Senyawa antimikroba yang terkandung pada produk dapat
menyebabkan tingkat pencemaran yang lebih rendah, hal ini karena laju
perubahan kadar air ini merupakan laju perubahan kadar air produk dengan
perlakuan edible coating AM. Produk ini tidak dilapisi oleh kemasan plastik yang
menyebabkan transmisi uap air lebih tinggi, namun karena adanya senyawa
antimikroba yang digunakan menyebabkan laju pencemaran lebih rendah.
Kadar FFA yang rendah pada laju perubahan kadar air terkecil ketiga,
disebabkan karena rendahnya pula tingkat pencemaran mikroba yang terjadi.
Menurut Ketaren (2008), kontaminasi mikroba mampu menghasilkan enzim yang
memproduksi asam lemak bebas. Mikroba jenis kapang yang sering tumbuh di
dodol seperti Aspergillus ataupun Penicillium mampu menghidrolisis lemak
dalam keadaan aerobik. Mikroba yang mencemari produk mampu menghasilkan
enzim yang yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak,
sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak.
Laju perubahan FFA dan total mikroba kembali meningkat pada laju
perubahan kadar air terkecil keempat. Begitu pula pada laju perubahan kadar air
berikutnya. Laju kadar air mengalami perubahan yang cukup besar, yang
menyebabkan laju perubahan FFA dan total mikroba juga terjadi secara signifikan.
Laju perubahan kadar FFA juga meningkat pada laju perubahan kadar air terbesar.
Namun, terlihat bahwa laju perubahan total mikroba memiliki nilai yang sangat
tinggi, dan kembali memiliki nilai yang lebih kecil pada laju perubahan kadar air
tertinggi. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan lapisan edible pada produk
yang dapat meningkatkan pencemaran mikroba, terutama pada bagian permukaan.
Edible coating yang digunakan terbuat dari pati dan karbohidrat yang merupakan
nutrien utama bagi mikroba yang menyebabkan mikroba tumbuh dengan pesat.
Akan tetapi lapisan edible yang digunakan mampu menurunkan laju permeabilitas
kadar air. Pada laju kadar air tertinggi dimiliki oleh produk yang tidak
menggunakan edible coating, sehingga mikroba yang tumbuh hanya memiliki
nutrisi yang berasal dari produk dodol tanpa tambahan nutrisi dari coating yang
digunakan, namun memiliki sifat permeabilitas yang tinggi.
26
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Kadar Air
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya diisi sebanyak 5 g sampel lalu ditimbang (a) kemudian dimasukkan ke
dalam oven suhu 105 oC selama 1 – 2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang
telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi
pemanasan sampel sampai bobot konstan (b).
(a-b)
Kadar air (%) = 1 %
a
( - )
Kadar lemak (%) = 1 %
Keterangan:
a = bobot sampel sesudah ekstraksi (g)
b = bobot sampel sebelum ekstraksi (g)
c = bobot sampel (g)
( -a)
Kadar abu (%) = 1 %
b
(a-b)
Kadar serat kasar (%) = 1 %
c
Keterangan:
a = bobot residu serat dalam kertas saring (g)
b = bobot kertas saring kering (g)
c = bobot bahan awal (g)
Keterangan :
a = jumlah KOH untuk titrasi
n = normalitas larutan KOH
b = bobot molekul asam lemak dominan
g = bobot contoh (g)
31
A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428 9,7149 11,2620 15,1428
2 14,8704 13,9917 16,1827 14,2502 14,8442 15,3261 11,8425 17,1240 18,6081 10,5158 15,1320 16,8885 11,3733 13,7676 16,7881 15,8391 17,8004 15,2856
5 17,2819 19,4226 16,5198 19,5999 19,6638 17,4501 13,6806 18,2618 18,8661 14,5967 15,1671 20,1690 15,1083 17,4551 15,8263 17,5585 20,3422 18,6538
7 21,6210 23,0869 25,1960 21,5522 24,3048 23,8466 18,5316 25,9322 22,7601 18,4376 20,6852 26,2941 21,2353 24,2199 24,3613 20,6449 23,8909 24,1508
9 25,2372 26,2660 25,0995 21,1320 23,4950 - 21,0585 22,2810 23,4424 20,0538 20,6927 - 22,6597 25,1330 26,4507 21,0223 23,9241 24,6045
12 22,5750 23,1970 23,6548 - - - 19,7460 19,8170 21,8705 - - - 21,8431 23,5612 24,4469 19,6781 20,4850 21,8590
14 16,3747 23,0756 23,3945 - - - 17,3276 - - - - - 22,2130 23,0217 30,4257 13,6952 17,0195 20,4313
16 21,6289 20,3173 - - - - 15,7987 - - - - - 18,2277 20,3083 18,0493 15,7721 15,0740 16,6752
19 - - - - - - - - - - - - 20,2520 19,6705 20,8720 13,5420 15,8774 18,0438
b. Hasil analisis laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan
32
33
c. Analisis ragam laju perubahan kadar air dodol talas selama penyimpanan
Perlakuan Kadar air SNI Kadar air awal Laju perubahan Umur simpan
(% bb) (% bb) (% bb/hari) (hari)
A1B1 20,00 12,0399 0,8019 10
A1B2 20,00 12,0399 1,4560 5
A2B1 20,00 12,0399 0,6625 12
A2B2 20,00 12,0399 1,4000 6
A3B1 20,00 12,0399 0,6289 13
A3B2 20,00 12,0399 0,7569 10
34
A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013 0,1031 0,0838 0,1013
2 0,2987 0,1316 0,1330 0,1355 0,0947 0,0396 0,2119 0,2062 0,1091 0,8359 0,2078 0,2931 0,2383 0,1885 0,2245 0,2686 0,1193 0,1809
5 0,2968 0,2598 0,1821 0,4896 0,1530 0,1835 0,3862 0,2442 0,3569 0,1594 0,2062 0,2930 0,2386 0,4641 0,1838 0,2346 0,3334 0,1917
7 0,4410 0,3512 0,4208 0,2842 0,3115 0,3446 0,3692 0,5333 0,5496 0,3230 0,5278 0,4114 0,4573 0,3510 0,3687 0,3691 0,4164 0,3011
9 0,3252 0,4568 0,2763 0,2491 0,3369 - 0,3126 0,3497 0,3428 0,2850 0,2846 - 0,2396 0,2781 0,2453 0,2176 0,3230 0,2864
12 0,2193 0,4165 0,2792 - - - 0,3986 0,2555 0,4432 - - - 0,3672 0,3170 0,1983 0,5012 0,4782 0,4515
14 0,3609 0,3625 0,4941 - - - 0,3988 - - - - - 0,3231 0,3895 0,3770 0,4414 0,4979 0,4351
16 0,4451 0,6491 - - - - 0,6478 - - - - - 0,6195 0,3559 0,3089 0,5415 0,3967 0,4661
19 - - - - - - - - - - - - 0,4723 0,2995 0,2661 0,4381 0,2688 0,3049
b. Hasil analisis laju perubahan kadar FFA dodol talas selama penyimpanan
34
35
c. Analisis ragam laju perubahan kadar FFA dodol talas selama penyimpanan
A1 A2 A3
Hari
ke- B1 B2 B1 B2 B1 B2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 2,00 x 103 2,00 x 103 2,00 x 103 0 8,00 x 103 0 3,00 x 103 1,00 x 103 3,00 x 103 0 3,00 x 103 2,50 x 104 0 0 0 1,10 x 104 4,00 x 103 0
5 4 4 4 4 3 3 5 4 3 5 4 3 4 5 4
5 1,60 x 10 0 5,60 x 10 2,40 x 10 7,20 x 10 1,30 x 10 5,00 x 10 2,00 x 10 4,04 x 10 2,20 x 10 2,00 x 10 3,01 x 10 3,40 x 10 4,00 x 10 6,10 x 10 1,48 x 10 1,60 x 10 5,20 x 104
7 6,70 x 104 2,60 x 104 7,10 x 104 5,10 x 104 2,40 x 104 3,50 x 104 8,00 x 104 9,70 x 104 2,28 x 105 6,40 x 104 1,55 x 105 6,80 x 104 1,89 x 105 1,70 x 104 1,15 x 105 1,30 x 104 1,00 x 104 2,90 x 104
9 2,93 x 105 4,60 x 104 6,50 x 104 3,72 x 105 3,30 x 104 - 5,40 x 104 6,30 x 104 9,40 x 104 2,84 x 105 6,60 x 104 - 9,60 x 104 2,20 x 104 2,79 x 105 3,00 x 105 1,08 x 105 2,08 x 105
3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
12 8,00 x 10 1,40 x 10 1,30 x 10 - - - 8,00 x 10 8,70 x 10 4,20 x 10 - - - 6,70 x 10 7,40 x 10 7,60 x 10 2,10 x 10 3,30 x 10 4,90 x 104
14 3,10 x 104 4,70 x 104 1,70 x 104 - - - 2,50 x 104 - - - - - 2,70 x 104 9,00 x 103 5,30 x 104 1,08 x 105 6,30 x 104 4,20 x 104
16 3,40 x 104 6,70 x 104 - - - - 8,50 x 104 - - - - - 5,00 x 103 1,20 x 104 1,38 x 105 1,20 x 104 1,50 x 104 1,00 x 104
19 - - - - - - - - - - - - 1,80 x 104 2,50 x 104 4,20 x 104 3,00 x 104 1,28 x 105 3,20 x 104
b. Hasil analisis laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan
36
37
c. Analisis ragam laju perubahan total mikroba dodol talas selama penyimpanan
RIWAYAT HIDUP