Anda di halaman 1dari 41

KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES

PENGOLAHAN BERAS PRATANAK

OLDGA AGUSTA DEZARINO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian pengeringan


gabah pada proses pengolahan beras pratanak adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2014

Oldga Agusta Dezarino


NIM F14100136
ABSTRAK
OLDGA AGUSTA DEZARINO. Kajian Pengeringan Gabah pada Pross
Pengolahan Beras Pratanak. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH.

Beras pratanak merupakan beras yang dihasilkan melalui 5 tahap proses


yaitu pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan dan penggilingan.
Proses pratanak dimaksudkan untuk mengawetkan gabah karena gabah yang telah
diproses pratanak tidak dapat berkecambah selain itu juga untuk menghindari
kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen
beras. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ketebalan tumpukan
terhadap mutu fisik dan proksimat beras pratanak varietas ciherang dengan
menggunakan ketebalan 1, 3, dan 5 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketebalan tumpukan berpengaruh terhadap laju pengeringan dimana semakin tebal
tumpukannya makin lambat laju pengeringannya. Ketebalan tumpukan 1 cm
merupakan yang terbaik berdasarkan parameter mutu fisiknya dan ketiga
perlakuan mampu mempertahankan mutu dan menaikkan kandungan gizinya
berdasarkan analisis proksimat

Kata kunci: beras pratanak, pengeringan, hot rotary oven

ABSTRACT
OLDGA AGUSTA DEZARINO. Study of Drying on Parboiled Rice Processing.
Supervised by ROKHANI HASBULLAH

Parboiled rice is rice that is produced through the 5 stages of the process of
cleaning, soaking, steaming, drying and milling. Parboiled process is intended to
preserve the grain because the grain has been parboiled can not germinate and also
to avoid loss and damage to rice, both in terms of nutritional value and yield of
rice. This research aims to study the influence of the thickness of the pile on the
quality of parboiled rice Ciherang varieties using a thickness of 1, 3, and 5 cm
against the physical quality and proximate. Pile thickness affect the drying rate
where the thicker the pile the slower rate of drying. Pile thickness of 1 cm is the
best based on the quality of its physical parameters and the third treatment was
able to maintain the quality and increase the nutritional content based on
proximate analysis
Keywords: parboiled rice, drying, hot rotary oven
KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES
PENGOLAHAN BERAS PRATANAK

OLDGA AGUSTA DEZARINO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Kajian Pengeringan Gabah pada Proses Pengolahan Beras Pratanak
Nama : Oldga Agusta Dezarino
NIM : F14100136

Disetujui oleh

Dr Ir Rokhani Hasbullah, M Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Orang tua dan keluarga yang telah mendukung secara moril maupun
materil.
2. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi selaku dosen pembimbing akademik, Dr Ir
Lilik Pujantoro E Nugroho dan Ir Mad Yamin, MS selaku dosen penguji
atas bimbingan dan arahannya.
3. Pak Ahmad, Pak Darma, Mas Firman yang telah membantu mengajari
pengoperasian alat.
4. Teman-teman sebimbingan (Aulia, Deny, Ryan, Rizky) atas kerja
samanya.
5. Adhika, Dhanny, Buddy, Johan, Rosma, Fika, Elgy, Putri, Alul, Budi dan
Dimas yang telah membantu dalam pengambilan dan pengolahan data.
6. Seluruh teman-teman TMB 47 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
7. Teman-teman seperjuangan Fateta.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan
skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi lebih tersempurnanya
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacanya. Terima kasih.

Bogor, Nopember 2014

Oldga Agusta Dezarino


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Gabah dan Beras 2
Pengolahan Beras Pratanak 5
Teori Pengeringan 7
Hot Air Rotary Oven 9
METODE 9
Waktu dan Tempat Penelitian 9
Bahan dan Alat Penelitian 9
Prosedur Penelitian 10
Metode Analisis 12
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Laju Pengeringan 14
Pengaruh ketebalan tumpukan terhadap mutu proksimat beras 16
pratanak
Pengaruh ketebalan tumpukan terhadap mutu fisik beras pratanak 18
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL

1 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan 3


2 Persyaratan mutu beras menurut Bulog 5
3 Laju Pengeringan rata-rata gabah 15
4 Hasil analisa uji lanjut Duncan terhadap analisis Proksimat 17
5 Hasil analisa uji lanjut Duncan terhadap mutu fisik 19

DAFTAR GAMBAR

1 Potongan longitudinal gabah 2


2 Hot Air Rotary Oven 9
3 Diagram alir metode penelitian pengeringan gabah pada proses 11
j,g.pengolahan beras pratanak
4 Peletakkan gabah pratanak pada oven 14
5 Penurunan kadar air gabah terhadap waktu pengeringan gabah 14
6 Hubungan antara laju dan waktu pengeringan gabah pada proses 15
h.pengolahan beras pratanak
7 Pemisahan beras berdasarkan mutu fisik 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penghitungan berat gabah yang dibutuhkan berdasarkan bulk 22


density dan kapasitas wadah
2 Penurunan susut massa pada pengeringan beras pratanak 23
3 Data rendemen giling 24
4 Data penurunan kadar air (%bk) masing-masing ketebalan 25
tumpukan
5 Data uji mutu fisik 26
6 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir utuh 27
7 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kepala 27
8 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir patah 27
9 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir menir 28
10 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir mengapur 28
11 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir rusak 28
12 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir asing 28
13 Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar air 29
14 Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar abu 29
15 Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar protein 30
16 Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar lemak 30
17 Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar karbohidrat 30
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk


Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai
komoditas pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan
preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas
1990-1999, tingkat partisipasi konsumsi beras di setiap provinsi maupun tingkatan
pendapatan mencapai sekitar 97-100%. Ini artinya hanya sekitar 3% rumah tangga
yang tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok terutama pangan pokok
tunggal. Tingkat partisipasi konsumsi beras yang lebih kecil 90% hanya
ditemukan di pedesaan Papua. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata
di kota tahun 1999 adalah 96 kg per kapita/tahun dan di desa adalah 111.8 kg per
kapita/tahun (Haryadi 2006).
Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi
manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,
Myanmar, Kamboja, Cina, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand,
dan Vietnam, beras merupakan makanan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori
harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari
50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (FAO
2001).
Konsumsi beras di Indonesia merupakan konsumsi tertinggi dibandingkan
dengan bahan pangan lain, ini dikarenakan beras yang nantinya diolah menjadi
nasi merupakan makanan pokok. Pengolahan beras pratanak merupakan
pengolahan beras yang diberi perlakuan sebelum digiling, perlakuan yang diberi
berupa perendaman, pengukusan, dan pengeringan kembali. Mengolah beras
dengan memberi perlakuan pratanak dapat memberi keuntungan seperti
mengurangi gabah yang rusak ketika penggilingan, mengawetkan gabah, dan
sangat baik dikonsumsi untuk penderita diabetes melitus karena perlakuan
pratanak pada gabah sebelum digiling ternyata menurunkan nilai IG dari beras.

Perumusan Masalah

Pengolahan beras pratanak merupakan cara yang tepat untuk menaikkan


rendemen giling dan menurunkan nilai IG dari beras. Karena dalam pengolahan
beras pratanak terdapat 3 proses utama yaitu perendaman, pengukusan, dan
pengeringan. Umumnya pengeringan yang digunakan menggunakan pengering
tipe rak, akan tetapi penyebaran panas yang diterima oleh gabah tidaklah merata
sehingga akan berpengaruh pada mutu beras yang dihasilkan. Pada penelitian ini,
akan digunakan pengering tipe hot rotary oven. Pada tipe pengering jenis ini,
proses pengeringan pada gabah diharapkan lebih merata karena alat ini bekerja
dengan sistem berputar sehingga panas yang diterima gabah merata dan akan
menghasilkan mutu beras yang lebih baik.
2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Mengkaji pengaruh proses pratanak terhadap mutu fisik dan kimia beras
pratanak
2. Mengkaji pengaruh ketebalan tumpukan pengeringan gabah pratanak
terhadap mutu fisik dan kimia beras

TINJAUAN PUSTAKA

Gabah dan Beras

Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72 – 82% bagian
yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut pecah beras kulit atau brown rice),
dan 18 – 28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1-2 % perikarp, 4–
6% aleuron dan testa, 2–3% lemma (sekam kelopak), dan 89–94% endosperm.
Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian penyusun pada struktur gabah.

Gambar 1 Potongan longitudinal gabah


Sekam terdiri dari dua bentuk daun, yaitu sekam kelopak, sekam mahkota
(palea, lemma steril, rokila, dan bulu) sekam kelopak membungkus biji pada
bagian dorsal, sedang sekam mahkota membungkus bagian ventral. Sekam
kelopak dan sekam mahkota bertemu berhimpitan memanjang dengan kaitan yang
tidak rapat sehingga keduanya dapat dipisahkan dengan mudah. Bentuk kariopsis
biji tua bertepatan dengan bentuk bagian dalam sekam. Bagian luar sekam
tersusun atas elemen-elemen persegi panjang bergerigi.
Sekam tersusun terutama dari jaringan serat-serat selulosa dan mengandung
banyak silika. Silike terutama terdapat pada bagian luar kerak bergigi dalam
bentuk serabut-serabut yang sangat keras sebagai kutikula yang tebal dan rambut
permukaan. Bagian dalam sekam juga beralur dan berserat, tersusun atas serabut
hipodermal memanjang. Kandungan silika pada bagian tengah sekam rendah.
3

Lapisan pembungkus kariopsis yang mengelilingi beras terdiri atas beberapa


macam lapisan sel, yaitu perikarp, pembungkus biji, dan lapisan nuselus. Pada
proses penyosohan, lapisan pembungkus kariopsis bersama-sama dengan lapisan
aleuron, yaitu lapisan sel di bawah lapisan nuselus, menjadi dedak.
Menurut Afni (2012) beras adalah bulir padi yang sudah dipisahkan dari
sekam melalui tahap pengupasan dan penyosohan. Pengupasan gabah dengan alat
pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras pecah kulit yang berwarna
kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea,
lemma steril, dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas beberapa bagian yaitu
pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyosohan terhadap
beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling atau yang lazim disebut
beras.

Sifat Fisikokimia
Sifat-sifat fisikokimiawi beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa
nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul
setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan
mutu beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan
berkorelasi negatif dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap. Beras
yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering,
sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang
lengket dan lunak (Juliano 2004). Molekul amilosa cenderung membentuk
struktur heliks yang dapat memerangkap molekul lain seperti asam lemak dan
monogliserida.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu
kandungan amilosa rendah (< 20%), menengah (20-25%) dan tinggi (> 26%).
Beras di Indonesia pada umumnya termasuk ke dalam golongan menengah.
Antara tekstur nasi dan kadar amilosa terdapat hubungan yang nyata. Beras
dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk,
enak dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang msih
bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam. Sedangkan beras yang
beramilosa tinggi , nasinya keras (pera) dan berderai (Juliano 1976). Pada Tabel 1
berikut ini dapat dilihat terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak.

Tabel 1 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan
Jenis Beras Air Energi Protein Lemak Karbohidrat
(%) (kkal) (%) (%) (%)
Pecah kulit 13 335 7.4 1.9 76.2
Setengah giling 12 353 7.6 1.1 78.3
Giling 13 360 6.8 0.7 78.9
Parboiled 12 364 6.8 0.6 80.1
Sumber : Damardjati (1981) dalam Akhyar (2009)

Struktur granula pati dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian
yang kristalin dan bagian amorf. Struktur kristalin merupakan susunan yang
teratur dan kompak yang tersusun dari amilosa dan bagian rantai lurus pada
4

amilopektin. Bagian amorf lebih mudah menyerap air dan lebih mudah diserang
oleh enzim.
Jika suspensi pati dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi
peristiwa gelatinisasi. Proses ini meliputi pemutusan ikatan hidrogen dan
pengembangan granula pati. Gelatinisasi merupakan tahap awal perubahan-
perubahan sifat fisik pati. Beras yang mengandung pati dengan suhu gelatinisasi
tinggi memerlukan pemasakan atau penanakan yang lama (Juliano 1994).
Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan
amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano,
1994).

Mutu beras
Secara umum, mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu mutu
giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, dan mutu berdasar ketampakan dan
kemurnian biji. Dalam usaha pemuliaan padi, penentu mutu beras dikelompokkan
menjadi rendemen giling, kenampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat-sifat
tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Endang Y. Purwani 1991). Berikut ini
beberapa ciri yang sering menjadi dasar pengolompokan beras:
a. Asal daerah, seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu, dan
beras Banyuwangi.
b. Jenis atau varietas padi, misalnya beras Rojolele, beras bulu, dan beras
IR.
c. Cara processing, dikenal beras tumbuk dan beras giling.
d. Tingkat penyosohan, misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan
1/1 dan beras slip II dengan derajat penyosohan ¾.
e. Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang
berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah misalnya di Jawa Tengah
dikenal beras TP, SP, dan BO; di Jawa Barat dikenal beras TA, BGA,
dan TC.
Mutu beras di pasaran umumnya berkaitan langsung dengan harganya.
Setidaknya, harga merupakan patokan yang dapat dipergunakan sebagai pedoman
bagi penjual dan pembeli. Dalam kaitan ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah
memantapkan ciri-ciri untuk menetapkan mutu beras yang akan dibeli oleh badan
tersebut.
Tabel 2 menyajikan persyaratan mutu beras giling yang ditetapkan oleh
Bulog. Persyaratan-persyaratan tersebut secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan
kualitatif ditentukan secara subyektif yang meliputi bau, suhu, hama penyakit, dan
bahan kimia. Persyaratan tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan, tetapi
dinyatakan dengan membandingkan dengan contoh.
5

Tabel 2 Persyaratan mutu beras menurut Bulog


Komponen Mutu
IA IB IC II
Derajat sosoh (min.) 90% 90% 90% 75%
Kadar air (maks) 14% 14% 14% 14%
Butiran patah 25% 35% 40% 35%
Menir (maks) 2%
Butir kapur (maks) 3%
Butir merah (maks) 3%
Butir kuning/rusak 3%
(maks)
Benda asing per kg 10 butir atau 0.5 g
(maks)
Dedak dan katul Bersih
Hama dan penyakit Bersih
Bau apek Tidak ada
Sumber: Damardjati dan Endang Y. Purwani (1991)
Ciri-ciri umum yang mempengaruhi mutu tanak ialah perkembangan
volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan, nasi parboiling, lama
waktu penanakan, dan sifat viskositas pati. Namun demikian, pada penetapan ciri
mutu tanak dan prosesing, digunakan sifat-sifat fisik dan kimia yang dapat diukur
secara obyektif dengan cepat, mudah, dan murah. Sifat beras yang digunakan
sebagai ciri penentu mutu tanak dan prosesing ialah kadar amilosa, uji alkali untuk
menduga suhu gelatinisasi, kemampuan pengikatan air pada suhu 70ºC, stabilitas
pengalengan nasi parboiling, dan sifat amilografi.

Pengolahan Beras Pratanak

Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan dari proses pratanak


(parboiled). Pembuatan beras pratanak merupakan proses yang unik, karena tahap
pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah. Cara pembuatan
beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya melalui tiga tahapan
proses, yaitu perendaman (steeping), pengukusan (steaming), dan pengeringan
(drying). Gabah direndam dalam air pada suhu dan lama waktu tertentu hingga
diperoleh kadar air 30%, kemudian dikukus lalu dikeringkan sampai kadar air
aman disimpan (± 12%). Gabah pratanak kemudian disimpan atau langsung
digiling menjadi beras pratanak.

Perendaman
Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam
ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-
sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses
gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air.
Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air
bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung
kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu
perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu
6

lingkungan (20-30 ºC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah
dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas
bersuhu sekitar 60-65 ºC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam
perendaman (Wimberly 1983).

Pengukusan
Menurut Bhattacharya (2004) tujuan mengukus padi adalah untuk
menggelatinisasi pati. Jika gandum telah terhidrasi secara memadai dan merata,
dengan mengukus hanya 2 menit pada tekanan atmosfer sudah cukup untuk
gelatinisasi. Namun, masukan panas memiliki pengaruh pada kualitas
penggilingan. Kemampuan gabah pratanak untuk menahan kondisi buruk
pengeringan tanpa menimbulkan keretakan meningkat dengan meningkatnya
perlakuan panas. Yang mengeringkan padi setelah proses pratanak dalam
pengering cross-flow, diperlukan pengukusan dengan menggunakan tekanan
tinggi untuk mendapatkan hasil yang baik dari beras kepala. Ini mungkin salah
satu alasan mengapa semua proses teknologi tinggi dari Amerika Serikat dan
Eropa secara tradisional menggunakan pengukusan di bawah tekanan tinggi.
Steaming ditujukan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga
tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses
gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari proses pratanak
sehingga memberikan hasil yang jernih. Jika gelatinisasi tidak sempurna maka
akan terlihat bagian yang putih pada bagian yang tengah butir (Garibaldi 1974).
Menurut Wimberly (1983) pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk
pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-
1 0 C. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan
pada tangki yang besar kapasitas 6 ton dapat memakan waktu selama 20-30 menit.

Pengeringan
Tahapan berikutnya adalah proses pengeringan dimana dalam proses
pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses
pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih
tinggi (bisa mencapai 100 ºC), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai
45%), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat
pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Burhanudin 1981).
Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air GKG
(Gabah Kering Giling) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun
menggunakan alat pengering yang telah ada.
Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air yang diuapkan (satuan berat)
per satuan tertentu. Faktor-faktor yan mempengaruhi laju pengeringan adalah 1)
bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan 2) sifat termofisik bahan
seperti panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas
termal, 3) komposisi bahan kimia bahan, misalnya kadar air awal bahan, dan 4)
keadaan di luar bahan, seperti suhu, kelembaban dan laju aliran udara. Proses
pengeringan dapat dibedakan atas dua periode utama, yaitu periode dengan laju
pengeringan tetap dan periode dan laju pengeringan menurun. Kedua periode ini
dibatasi oleh kadar air kritis. Air yang diuapkan dalam pengeringan terdiri atas air
bebas dan air terikat. Laju pengeringan tetap bila konsentrasi air bebas pada
7

permukaan bahan cukup besar. Penguapan ini dapat disamakan dengan laju
penguapan pada permukaan air bebas.
Menurut Afni (2014) Pengeringan gabah pratanak harus dilakukan dengan
segera untuk menghindarkan pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi.
Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan gabah pratanak.
Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap gabah pratanak akan
mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung, serta akan mengakibatkan
butir gabah menjadi berwarna lebih gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara
terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur
dan kapang, walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang
tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisma tersebut

Penggilingan

Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan


(milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali
dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran
hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses
pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal
gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika
butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan kulit
dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna coklat
kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan untuk
mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai maka hasil
akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan pangan dan
dikonsumsi.

Teori Pengeringan

Menurut Heldman dan Singh (1981), pengeringan pada umumnya adalah


menghilangkan sebagian kandungan air dalam produk dengan menggunakan
panas pada suhu di bawah titik didih. Mekanisme pengeringan dapat dipengaruhi
oleh karakteristik produk, kontak antara udara panas dan permukaan produk, dan
karakteristik pindah panas dan pindah massa dari luar produk ke bagian dalam
produk atau sebaliknya. Laju pengeringan, pada awalnya, akan tergantung pada
laju perpindahan panas dan massa dari permukaan produk ke udara sekitarnya.
Saat produk mencapai kadar air kritis di mana kadar air bebas telah diuapkan,
maka tingkat pengeringan akan ditentukan oleh laju pergerakan air dari dalam ke
permukaan produk, dan jarak panas tersebut melewati bagian dalam bahan.
Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air yang diuapkan (satuan berat)
per satuan tertentu. Faktor-faktor yan mempengaruhi laju pengeringan adalah 1)
bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan 2) sifat termofisik bahan
seperti panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas
termal, 3) komposisi bahan kimia bahan, misalnya kadar air awal bahan, dan 4)
keadaan di luar bahan, seperti suhu, kelembaban dan laju aliran udara. Proses
pengeringan dapat dibedakan atas dua periode utama, yaitu periode dengan laju
pengeringan tetap dan periode dan laju pengeringan menurun. Kedua periode ini
dibatasi oleh kadar air kritis. Air yang diuapkan dalam pengeringan terdiri atas air
bebas dan air terikat. Laju pengeringan tetap bila konsentrasi air bebas pada
8

permukaan bahan cukup besar. Penguapan ini dapat disamakan dengan laju
penguapan pada permukaan air bebas.
Menurut Carl dan Hall dua periode utama pengeringan adalah periode laju
konstan dan periode laju menurun. Pada periode laju konstan pengeringan
berlangsung dari permukaan butir atau hijauan dan mirip dengan penguapan air
dari permukaan air bebas. Tingkat di mana uap air menguap ditentukan terutama
oleh lingkungan dan dipengaruhi hanya sejumlah kecil oleh bahan dari mana
kelembaban sedang menguap. Titik menandai akhir periode laju konstan terjadi
ketika laju difusi air dalam produk menurun di bawah ini yang diperlukan untuk
mengisi kelembaban di permukaan. Sebagian besar pengeringan pasir, dicuci
benih, dan biji-bijian dicuci berlangsung dalam periode laju konstan. Periode laju
pengeringan konstan pendek durasinya untuk tanaman pertanian. Besarnya
pengeringan tingkat selama periode ini tergantung pada: area yang terkena,
perbedaan kelembaban antara aliran udara dan permukaan basah, koefisien
perpindahan massa, dan kecepatan pengeringan udara.
Periode laju pengeringan menurun dimulai setelah periode konstan. Kadar
air kritis terjadi antara tingkat konstan dan periode laju pengeringan menurun.
Kadar air kritis adalah kadar air minimum dari bahan yang akan mempertahankan
laju aliran air bebas ke permukaan bahan di bawah kondisi pengeringan. Dalam
biji-bijian dan makanan ternak kadar air awal biasanya kurang dari kadar air kritis
sehingga semua pengeringan terjadi pada periode laju pengeringan menurun. Oleh
karena itu periode laju pengeringan menurun adalah periode yang paling penting
dari sudut pandang pengeringan. Bahkan ketika periode laju konstan yang berlaku
pada awal pengeringan sering diabaikan oleh para peneliti karena durasi pendek
dan sejumlah kecil uap air yang akan dihapus sebelum memasuki periode laju
pengeringan menurun (Simmonds et al. 1953)
Periode laju pengeringan menurun dikendalikan sebagian besar oleh produk
dan melibatkan pergerakan kelembaban dalam material ke permukaan dengan
difusi cair dan penghapusan kelembaban dari permukaan. Laju pengeringan
menurun sering dapat dibagi dalam dua tahap: tak jenuh pengeringan permukaan
dan pengeringan di mana laju difusi air dalam produk ini lambat dan merupakan
faktor pengendali. Interval ini kadang-kadang disebut pertama jatuh periode
tingkat dan periode laju jatuh kedua, masing-masing.
Menurut Sukarmanto (1996), perhitungan laju pengeringan membutuhkan
data hasil pengukuran kadar air awal, kadar air akhir, dan selang waktu di
antaranya.

dM/dt = laju pengeringan (%bk/jam)


KA0 = kadar air basis kering awal (%bk)
KAa = kadar air basis kering akhir (%bk)
Δt = lama pengeringan (jam)
9

Hot Air Rotary Oven

Menurut Isman (2014) Hot air rotary oven merupakan alat pengering
dengan sistem mekanis yang memiliki pengaturan suhu sampai 300˚C. Alat ini
memiliki 16-32 tray yang dapat berputar. Alat ini menggunakan listrik 3 fase
dengan daya 3.5 kW. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar gas yang
disalurkan ke burner untuk diubah menjadi energi panas yang kemudian
disebarkan secara merata ke dalam ruang pengering. Hot air rotary oven memiliki
dua saluran masukan udara yang terletak disebelah kiri ruang pengering dan satu
saluran udara keluar yang terletak di sebelah kanan ruang pengering. Gambar hot
air rotary oven tersaji pada Gambar 2

Gambar 2 Hot air rotary oven

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Siswadhi Soepardjo,


Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, selama empat bulan mulai bulan Februari sampai Mei 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah yang didapat
dari petani sekitar bogor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tangki plat eser, drum perendaman, neraca analitik, hot rotary oven, Erlenmeyer,
labu ukur, termometer, cawan, timbangan, termokopel, Kett moisture tester,
hybrid recorder dan alat-alat bantu lainnya yang digunakan ketika penelititan.
10

Prosedur Penelitian

Terdapat 5 proses dalam pembuatan beras pratanak yaitu pembersihan,


perendaman, pengukusan, pengeringan dan penggilingan. Pembersihan bertujuan
untuk memisahkan gabah hampa dan benda-benda asing. Proses perendaman
bertujuan untuk menaikkan kadar air gabah hingga siap untuk memulai proses
gelatinisasi. Perendaman gabah pada penelitian menggunakan air dengan suhu
sekitar 60 ºC selama 2 hingga 4 jam perendaman hingga kadar air mencapai 30%.
Bagian pengukusan menggunakan alat pengukus yang terdapat pada laboratorium
dengan menggunakan suhu sekitar 90-100 ºC selama 30 menit. Tujuan dari proses
pengukusan agar gabah mengalami proses gelatinisasi dan sekamnya agar sedikit
terbuka. Setelah proses ini selesai, gabah yang telah dikukus akan dikeringkan
dengan menggunakan hot rotary oven. Tujuan dari pengeringan ini agar gabah
yang telah dikukus untuk menghindari tumbuhnya jamur dan terjadinya
fermentasi. Pada proses pengeringan ini dibuat rak yang dapat menampung gabah
dengan ketebalan tumpukan 1-5 cm. Dalam metode penelitian akan diberikan
perlakuan dalam pengolahan beras pratanak, yaitu pada ketebalan tumpukan
pengeringan menggunakan hot rotary oven dengan dilakukan 3 kali ulangan..
Perlakuan yang diterapkan pada proses pengeringan ini adalah perlakuan pada
ketebalan tumpukan yang digunakan, ketebalan yang digunakan pada proses
pengeringan ini sebesar 1, 3, 5 cm dengan menggunakan alat pengering hot rotary
oven dan 3 cm dengan cara penjemuran di bawah matahari hingga gabah memiliki
kadar air sebesar 12-14 %. Diagram prosedur penelitian alir terdapat pada Gambar
3.
11

Gabah kering giling

Pembersihan

Perendaman Kontrol
T air 60 ±5 ºC, t = 4 jam
Ka ± 30%

Pengukusan
T = 90-100 ºC, t= 30 menit

n n n 0C

Ketebalan = 1 cm Ketebalan = 3 cm Ketebalan = 5 cm

Ka 11-14%
Penggilingan
Pengukuran:
Perubahan massa
dan kadar air
Beras Pratanak

Pengamatan mutu beras :


 Mutu fisik (beras utuh, kepala, patah, menir, mengapur,
rusak, merah, asing dan butir gabah)
 Mutu kimia (kadar air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat)

Gambar 3 Diagram alir metode penelitian pengeringan gabah pada proses


pengolahan beras pratanak
12

Metode Analisis

Rendemen
Rendemen merupakan persentase produk yang didapatkan dari
perbandingan berat akhir produk dengan berat awal produk. Rendemen biasa
dinyatakan dalam satuan persen (%).
Rendemen = Berat akhir produk * 100 %
Berat awal produk

Kadar protein, metode mikro Kjeldahl (AOAC 1995)


Beras pratanak yang dihasilkan ditepungkan terlebih dahulu menggunakan
blender (dengan ukuran kira-kira mesh 60) sebelum dilakukan analisa kadar
protein. Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml
H2SO4 pekat, setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai warna cairan
berwarna hijau jernih, dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling
dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna cokelat kehitaman, kemudian didistilasi.
Hasil destruksi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 dan
indikator, lalu dititrasi dengan HCL 0.02 N, larutan blangko dianalisis seperti
sampel. Dengan T adalah titrasi dari HCL dan B adalah berat sampel, maka kadar
protein dihitung berdasarkan rumus:

Kadar air, metode oven (AOAC 1995)


Beras pratanak yang dihasilkan ditepungkan terlebih dahulu menggunakan
blender (dengan ukuran kira-kira mesh 60) sebelum dilakukan analisa kadar air.
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang
sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram) dan dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105-110 ºC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai
berat konstan (c gram). Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu, metode pengabuan kering (AOAC 1995)


Beras pratanak yang dihasilkan ditepungkan terlebih dahulu menggunakan
blender (dengan ukuran kira-kira mesh 60) sebelum dilakukan analisa kadar abu.
Ditimbang sampel sebanyakk 20 gram (a gram), dimasukan ke dalam cawan
porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya (b gram), kemudian
diabukan dalam tanur pengabuan pada suhu 450-550 ºC
13

Kadar lemak, metode soxhlet (AOAC 1995)


Beras pratanak yang dihasilkan ditepungkan terlebih dahulu menggunakan
blender (dengan ukuran kira-kira mesh 60) sebelum dilakukan analisa kadar
lemak. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-
110 ºC. Didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak
5 gram dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi
(soxhlet) yang berisi pelarut heksana.
Reflux dilakukan selama 5 jam, kemudian pelarut yang ada di dalam labu
lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC hingga beratnya konstan, didinginkan
dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan perlakuan ketebalan tumpukan pengeringan (4 taraf) yaitu 1, 3, 5
cm dan kontrol dengan ulangan sebanyak 3 kali. Rumus rancangan percobaan
yang digunakan adalah sebagai berikut :

Dengan
i = T1, T2, T3 dan J1 (perlakuan)
j = 1,2 dan 3 (ulangan)
= hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke-i =
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Analisis data
Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh
perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari hasil perhitungan dengan menggunakan
SAS. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan dengan uji Duncan
apabila :
a. Jika P-v l ≥ % m k t d k n f k n / t d k b p n
b. Jika P-value < 5% maka signifikan / berpengaruh
14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan dari proses pratanak


(parboiled). Pembuatan beras pratanak merupakan proses yang unik, karena tahap
pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah. Cara pembuatan
beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya melalui tiga tahapan
proses, yaitu perendaman (steeping), pengukusan (steaming), dan pengeringan
(drying). Gabah direndam dalam air pada suhu dan lama waktu tertentu hingga
diperoleh kadar air 30%, kemudian dikukus lalu dikeringkan sampai kadar air
aman disimpan (± 12%). Pada umumnya pengeringan gabah yang telah melalui
proses pratanak menggunakan panas dari sinar matahari, dalam penelitian ini
menggunakan hot air rotary oven seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Gabah
pratanak kemudian disimpan atau langsung digiling menjadi beras pratanak.

Gambar 4 Peletakkan gabah pratanak pada oven

Laju Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu tahap proses penting dalam pembuatan


beras pratanak, karena dalam proses pengeringan bertujuan untuk menurunkan
kadar air gabah yang cukup tinggi setelah melalui proses perendaman dan
pengukusan serta berpengaruh besar terhadap rendemen giling dari gabah yang
telah diberi proses pratanak. Ketika proses pengeringan berlangsung dilakukan
pengukuran bobot sampel pada tiap-tiap perlakuan ketebalan tumpukan setiap 1
jam sekali. Tujuan pengukuran bobot sampel tersebut untuk mendapatkan laju
penurunan kadar air selama tiap jam pada masing-masing perlakuan.
15

Gambar 5 Penurunan kadar air gabah terhadap waktu pengeringan gabah

Secara umum pengeringan akan terjadi dalam dua periode, yaitu periode
laju pengeringan konstan (constant rate period dehydration) dan periode laju
pengeringan menurun (falling rate period dehydration). Selama periode laju
pengeringan konstan, laju pelepasan uap air (moisture) dari produk dibatasi oleh
laju penguapan air dari permukaan atau di bawah permukaan produk. Laju
pengeringan konstan ini akan terus berlangsung selama migrasi uap air ke
permukaan bahan (dimana terjadi evaporasi) lebih cepat dibanding penguapan
yang terjadi di permukaan tersebut (Heldman dan Singh 1981). Kecepatan aliran
udara bagian dalam oven rata-rata yang digunakan pada penelitian ini sama pada
setiap ketebalan tumpukan, yaitu 2.0 m/detik. Grafik penurunan kadar air terhadap
tiap-tiap ketebalan tumpukan tersaji pada Gambar 5 dimana pada Gambar 6
menunjukkan hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu sehingga semakin
tinggi nilai laju pengeringannya maka penurunan kadar airnya akan semakin
curam.

Tabel 3 Laju pengeringan rata-rata gabah


Laju Pengeringan Rata-rata
Perlakuan
(%bk/jam)

Ketebalan tumpukan 1 cm 1.60


Ketebalan tumpukan 3 cm 1.33
Ketebalan tumpukan 5 cm 1.00
16

Gambar 6 Hubungan antara laju dan waktu pengeringan gabah pada proses
pengolahan beras pratanak

Berdasarkan Tabel 3 diatas nilai laju pengeringan pada tiap-tiap ketebalan


untuk 1, 3 dan 5 cm sebesar 1.60, 1.33 dan 1.00. nilai yang didapatkan pada tiap-
tiap perlakuan menunjukkan bahwa ketebalan tumpukan mempengaruhi laju
pengeringan dimana semakin tebal tumpukan semakin lama laju pengeringannya.
Hal ini dapat terjadi karena ketebalan tumpukan yang makin tinggi membuat
panas yang diberikan hot rotary oven lebih sulit menguapkan air yang ada pada
bahan dikarenakan panas lebih susah masuk ke dalam bagian bahan yang lebih
dalam. Nilai laju pengeringan yang cenderung konstan dan berpengaruh terhadap
tiap-tiap ketebalan bisa terjadi karena hot rotary oven yang digunakan tidak
terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar karena kondisi pada dalam mesin
pengering cukup kedap sehingga mampu menghasilkan suhu pengeringan yang
cukup konstan di dalamnya. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dimana laju
pengeringan terhadap waktu bisa dikatakan memiliki tingkat fluktuasi yang tidak
terlalu tinggi dikarenakan kurangnya gangguan dari faktor eksternal pada oven.

Pengaruh ketebalan tumpukan terhadap mutu kimia beras pratanak

Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan
panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrisi lainnya dalam endosperma.
Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B dan mineral (terutama Na, K, Ca,
Mg) yang lebih tinggi dibandingkan beras giling biasa. Kandungan minyak dan
protein sedikit lebih rendah, sehingga beras lebih tahan lama untuk disimpan.
17

Tabel 4 Hasil analisa uji lanjut Duncan terhadap analisis Proksimat


Komponen gizi Perlakuan (ketebalan tumpukan)
1 cm 3 cm 5 cm Kontrol
Kadar abu 0.72±0.02ab 0.66±0.01b 0.76±0.03a 0.69±0.02b
(%bk)
Kadar lemak 0.57±0.06b 0.51±0.06c 0.5±0.08c 0.98±0.23a
(%bk)
Kadar protein 8.73±0.18a 8.35±0.04a 8.69±0.28a 8.54±0.86a
(%bk)
Kadar 78.43±0.15ab 79.01±0.14a 78.56±0.39a 77.86±1.35b
karbohidrat
(%bk)
Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada taraf 0.05

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk


mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat
pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat
memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama
pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.
Kadar abu yang diperoleh pada ketebalan tumpukan 1 dan 5 cm memiliki
niai lebih tinggi dibandingkan kontrol berbeda dari ketebalan tumpukan yang
memiliki nilai lebih rendah daripada kontrol. Dengan uji lanjut Duncan diperoleh
adanya perbedaan nyata antara ketebalan tumpukan 5 cm dengan kontrol. Kadar
lemak beras pratanak pada ketiga ketebalan tumpukan mempunyai nilai yang
lebih rendah dibandingkan kontrol dan dengan uji lanjut Duncan menunjukan
bahwa ketebalan tumpukan berpengaruh nyata terhadap kontrol.
Pada beras, protein merupakan penyusun kedua setelah pati. Kadar protein
pada beras umumnya ditentukan oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya padi
seperti unsur nitrogen dalam tanah. Protein pada beras biasa atau beras giling yang
dijadikan kontrol memiliki kadar protein sebesar 8.54%. Setelah dilakukan proses
pratanak, kadar protein dalam beras secara statistik menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan. Proses pratanak yang diharapkan dapat meningkatkan
kandungan gizi beras belum bisa meningkatkan kadar protein beras. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh tidak meratanya panas yang dterima gabah saat
pengukusan sehingga gelatinisasi total tidak terjadi. Namun demikian, proses
pratanak yang telah dicobakan tidak merusak atau menurunkan kadar protein
beras pratanak.
Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan by difference. Kadar karbohidrat
pada masing-perlakuan memiliki nilai lebih tinggi daripada kontrol dimana
persentase karbohidrat terbesar yaitu 79.01% terdapat pada perlakuan ketebalan
tumpukan 3 cm. Kelebihan dari proses pengolahan beras dengan menggunakan
metode pratanak adalah peningkatan kandungan gizi pada komposisi
proksimatnya, selain pada kandungan gizinya pengolahan beras pratanak dapat
menurunkan indeks glikemik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Widowati et al. (2009), proses pratanak mampu menurunkan indeks glikemik
beras dari 54.43-97.29 menjadi 44.22-76.32 karena terjadi peningkatan kadar
amilosa dan serat pangan. Difusi dan peleketan komponen penyusun bekatul dan
18

sebagian sekam berpengaruh nyata meningkatkan kandungan serat pangan,


terutama serat pangan tidak larut.

Pengaruh ketebalan tumpukan terhadap mutu fisik beras pratanak

Menurut aturan SNI 01-6128 : 2008, beras adalah hasil utama yang
diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.)
yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan
lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Beras pratanak hasil penelitian ini telah
memenuhi persyaratan umum sesuai dengan standar SNI 01-6128 : 2008.
Pengamatan yang dilakukan secara visual dan penciuman menerangkan bahwa
beras pratanak ini a) bebas hama dan penyakit. b) bebas bau apek, asam, atau bau
asing lainnya. c) bebas dari campuran dedak dan bekatul. d) bebas dari bahan
kimia yang membahayakan konsumen.

Gambar 7 pemisahan beras berdasarkan mutu fisik

Menurut Widowati proses pratanak dapat meningkatkan rendemen giling 2-


7%. Dalam proses pratanak terjadi pengerasan lapisan aleuron yang mengurangi
kadar sedikitnya bekatul dan nutrisi yang hilang, sehingga derajat sosohnya
menurun. Persentase beras kepala meningkat. Sebaliknya, presentasi beras patah
dan menir menurun. Hasil proses pemisahan beras berdasarkan mutu fisik dapat
dilihat pada Gambar 7
19

Tabel 5 Hasil analisa uji Duncan terhadap mutu fisik


Komponen Perlakuan (ketebalan tumpukan)
mutu 1 cm 3 cm 5 cm Kontrol
Butir utuh (%) 54.44±2.84a 43.85±2.79b 49.43±5.58ab 42.16±0.82b
a a
Butir kepala 10.57±3.52 8.51±2.44 8.63±0.41a 14.60±1.72a
(%)
Butir patah (%) 19.37±3.08a 25.96±0.67a 19.73±2.99ab 25.11±0.09ab
Butir menir (%) 10.35±2.27a 14.98±3.64a 13.13±1.61a 12.53±0.73a
a a
Butir mengapur 1.77±0.78 1.71±0.95 1.93±0.45a 1.97±0.01a
(%)
Butir rusak (%) 2.83±0.66a 1.96±1.83a 2.69±2.75a 1.26±0.24a
Butir merah (%) 0 0 0 0
Benda asing 0.52±0.09a 0.44±0.33a 0.99±0.55a 0.13±0.01a
(%)
Butir gabah (%) 0 0 0 0
Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
Duncan pada taraf 0.05

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 5 membuktikan bahwa


ketebalan tumpukan berpengaruh terhadap persentase butir utuh beras pratanak.
Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan ketebalan 3 dan 5 cm
tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol dan ketebalan tumpukan 1 cm.
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian kali ini juga meningkatkan persentase
butir utuh tetapi tidak mengurangi persentase dari butir menir. Berdasarkan
analisis sidik ragam pada Tabel 5 dapat dibuktikan bahwa pada komponen mutu
butir kepala, butir patah, butir menir, butir mengapur, butir rusak dan benda asing
tidak berbeda nyata pada tiap-tiap perlakuan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ketebalan tumpukan 1 cm ditinjau dari mutu fisik, mempunyai butir utuh


54.44 %, butir kepala 10.57%, butir patah 19.37%, butir menir 10.35%, butir
rusak 2.83%, dan butir mengapur 1.77%. Ketebalan tumpukan 3 cm ditinjau dari
mutu fisik, mempunyai butir utuh 43.85%, butir kepala 8.51%, butir patah
25.96%, butir menir 14.98%, butir rusak 1.96%, dan butir mengapur 1.71%.
Ketebalan tumpukan 5 cm ditinjau dari mutu fisik, mempunyai butir utuh 49.43
%, butir kepala 8.63%, butir patah 19.73%, butir menir 13.13%, butir rusak
2.69%, dan butir mengapur 1.97%. Berdasarkan analisis sidik ragam hanya butir
utuh pada ketebalan tumpukan 1 cm yang berpengaruh nyata terhadap kontrol.
Ditinjau dari mutu kimianya ketebalan tumpukan 1 cm memiliki kadar abu
sebesar 0.72%bk, kadar lemak 0.57%bk, kadar protein 8.73% dan kadar
karbohidrat 78.43%bk. Ketebalan tumpukan 3 cm memiliki kadar abu sebesar
0.66%bk, kadar lemak 0.51%bk, kadar protein 8.35%bk dan kadar karbohidrat
79.01%bk. Ketebalan tumpukan 5 cm memiliki kadar abu sebesar 0.76%bk, kadar
lemak 0.98%bk, kadar protein 8.69%bk dan kadar karbohidrat 78.56%bk.
20

Berdasarkan nilai-nilai tersebut, pengolahan beras pratanak mampu


mempertahankan bahkan meningkatkan nilai gizi beras pratanak dibandingkan
kontrol.
Dari ketiga perlakuan yang dicobakan yaitu ketebalan tumpukan 1,3 dan 5
cm perbedaan yang ditemukan pada mutu fisik hanya pada persentase butir utuh
pada ketebalan 1 dan 3 cm, sedangkan komponen mutu lainnya tidak berbeda
nyata. Pada mutu kimia ditemukan perbedaan pada kadar abu antara ketebalan 3
dan 5 cm . kadar lemak pada ketebalan 1 cm juga berbeda nyata terhadap 3 dan 5
cm. Melalui perbandingan ini maka ketebalan tumpukan yang dipilih adalah 5 cm
dengan mempertimbangkan efisiensi bahan bakar pengeringan karena energi yang
digunakan lebih kecil dibandingkan dengan pengeringan ketebalan 1 dan 3 cm.

Saran

Perlu dikaji pengaruh laju aliran udara, efisiensi penggunaan energi


pengeringan dan pengaruh beban pengeringan pada alat pengeringan dengan
obyek yang berbeda-beda pada hot air rotary oven.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Washington DC (US): AOAC Inc.


Bhattacharya KR. 1979. Gelatinization temperature of rice strach and its
determination. Di dalam: Proceedings of The Workshop on Chemical
Aspect of Rice Grain Quality. Los Banos (IN): IRRI. Pp 232-247.
Burhanudin A. 1981. Mempelajari pengaruh proses pratanak (parboiling) padi
terhadap rendemen dan sifat-sifat fisik beras yang dihasilkan dari dua
varietas padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Carl W, Hall PE. 1980. Drying and Storage of Agriculturan Crops. Westport,
Connecticut (US): AVI Publishing Company.
Damardjati DS, Purwani EY. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Bogor
(ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembang Tanaman Pangan.
Garibaldi F. 1974. Parboiled Rice. Houston DF, editor. Minnesota (US):
American Assoc Cereal Chemist Inc.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Heldman DR, Singh. 1981. Food Process Engineering. Westport (US): AVI Publ.
Isman Z. 2014. Kajian pengeringan manisan mangga (Mangifera Indica L.)
menggunakan hot air rotary oven [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Juliano BO. 1972. The Rice Caryopsis and Its Composition. Houston DF, editor.
Minnesota (US): American Assosiation of Chemists Inc.
Juliano BO. 1994. Criteria and Test for Rice Grain Quality. Juliano BO, editor.
Minnesota (US): American Assosiation of Cereal Chemists.
Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
21

Shafwati RA. 2012. Pengaruh lama pengukusan dan cara penanakan beras
pratanak terhadap mutu nasi pratanak [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sukarmanto. 1996. Uji penampilan sistem efek rumah kaca untuk pengeringan
Alkali Treated Cottonii (ATC) chips dari rumput laut [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wimberly JE. 1983. Paddy Rice Post Harvest Industry in Developing Countries.
[internet]. [diunduh 2014 Oktober 1]. Tersedia pada:
http://books.google.com/books/paddy+rice+post+harvest.pdf
22

Lampiran 1 Penghitungan berat gabah yang dibutuhkan berdasarkan bulk density


dan kapasitas wadah

Diketahui: Bulk density gabah = 0.7 g/cm3


Volume wadah = 80 cm * 60 cm * Ketebalan hamparan
Harga gabah = Rp5000/kg

Kebutuhan Gabah

Ketebalan hamparan 5 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 5 cm = 16800 gram
= 16.8 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 16.8 kg * 3
= 50.4 kg

Ketebalan hamparan 3 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 3 cm = 10080 gram
= 10.08 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 10.08 kg * 3
= 30.24 kg

Ketebalan hamparan 1 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 1 cm = 3360 gram
= 3.36 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 3.36 kg * 3
= 10.08 kg

Kebutuhan Gabah Total


= Kebutuhan gabah dengan ketebalan hamparan 5 cm +
kebutuhan gabah dengan ketebalan hamparan 3 cm + kebutuhan
gabah dengan ketebalan hamparan 1 cm
= 50.4kg + 30.24 kg + 10.08 kg
= 90.72 kg

Kebutuhan Biaya
= Kebutuhan Gabah Total * Harga Gabah
= 90.72 kg * Rp5000/kg
= Rp 453600,00
23

Lampiran 2 Penurunan susut massa pada pengeringan beras pratanak

Berat gabah (g)


Ketebalan tumpukan 1 cm Ketebalan tumpukan 3 cm Ketebalan tumpukan 5 cm
Jam
Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 356 378 360 747 692 680 1255 1314 1212
2 353 376 357 747 687 676 1236 1302 1193
3 352 374 357 744 687 677 1226 1291 1180
4 348 365 351 739 685 670 1214 1279 1167
5 342 362 345 732 675 663 1201 1265 1151
6 336 356 338 725 668 657 1188 1251 1136
7 330 350 332 716 662 649 1178 1242 1123
8 323 342 326 706 654 642 1168 1229 1113
9 317 337 319 696 643 632 1156 1217 1099
10 307 324 307 680 629 616 1144 1205 1087
11 302 319 303 672 623 608 1132 1191 1072
12 298 315 299 661 612 598 1121 1180 1062
13 295 312 296 653 605 589 1111 1171 1053
14 292 309 294 643 595 579 1102 1158 1043
15 290 305 290 632 584 565 1094 1148 1033
16 289 304 289 626 579 561 1084 1138 1023
17 624 575 557 1077 1128 1015
18 621 574 556 1069 1121 1007
19 1061 1114 990
20 1053 1103 990
24

Lampiran 3 Data rendemen giling

Berat gabah (kg)


Perlakuan Rendemen (%)
Sebelum Sesudah
Ketebalan 1 cm
Ulangan 1 1.9 1.27 0.66
Ulangan 2 1.9 1.23 0.64
Ulangan 3 1.9 1.4 0.73
Ketebalan 3 cm
Ulangan 1 4.1 2.98 0.72
Ulangan 2 4.1 2.79 0.68
Ulangan 3 4.1 2.84 0.69
Ketebalan 5 cm
Ulangan 1 6.1 4.23 0.69
Ulangan 2 6.1 4.45 0.72
Ulangan 3 6.1 4.39 0.71
25

Lampiran 4 Data penurunan kadar air (%bk) masing-masing ketebalan tumpukan

waktu Kadar air gabah (%bk)


(jam) Ketebalan 1 cm Ketebalan 3 cm Ketebalan 5 cm
1 35.37 31.49 31.65
2 34.46 30.96 30.05
3 34.12 30.86 28.96
4 31.98 30.06 27.78
5 30.27 28.70 26.41
6 28.11 27.57 25.07
7 26.07 26.27 24.04
8 23.69 24.86 23.00
9 21.64 23.10 21.78
10 17.68 20.49 20.64
11 16.09 19.24 19.33
12 14.73 17.43 18.31
13 13.71 16.07 17.42
14 12.81 14.36 16.41
15 11.68 12.31 15.51
16 11.34 12.22 14.56
17 11.95 13.77
18 11.57 13.03
19 11.99
20 11.41
26

Lampiran 5 Data uji mutu fisik

Parameter mutu fisik Perlakuan ketebalan tumpukan


Kontrol 1 cm 3 cm 5 cm
Butir utuh (%) 42.16 54.44 43.85 49.29
Butir kepala (%) 14.6 10.57 8.52 8.63
Butir patah (%) 25.11 19.38 25.97 19.74
Butir menir (%) 12.53 10.35 14.98 13.14
Butir mengapur (%) 1.97 1.77 1.72 1.94
Butir rusak (%) 1.26 2.84 1.96 2.69
Butir merah (%) 0 0 0 0
Butir asing (%) 0.13 0.52 0.45 1
Butir gabah (%) 0 0 0 0
27

Lampiran 6 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir utuh

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 212.68 70.89 4.52 0.0554
Tumpukan
Galat 6 94.17 15.69
Total 9 306.85

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 42.16 3 b
2 1 cm 54.42 3 a
3 3 cm 43.85 3 b
4 5 cm 49.29 3 ab

Lampiran 7 analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kepala

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 33.87 11.29 1.82 0.2429
Tumpukan
Galat 6 37.10 6.18
Total 9 70.97

Lampiran 8 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir patah

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 92.88 30.96 4.90 0.0471
Tumpukan
Galat 6 37.91 6.32
Total 9 130.79

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 25.11 3 ab
2 1 cm 25.97 3 b
3 3 cm 19.74 3 a
4 5 cm 19.38 3 ab
28

Lampiran 9 Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir menir

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 32.67 10.69 1.55 0.2956
Tumpukan
Galat 6 42.10 7.01
Total 9 74.77

Lampiran 10 analisis sidik ragam dan uji lanjut butir mengapur

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.11 0.03 0.06 0.9796
Tumpukan
Galat 6 2.48 0.58
Total 9 3.59

Lampiran 11 analisis sidik ragam dan uji lanjut butir rusak

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 2.69 0.89 0.24 0.8676
Tumpukan
Galat 6 22.79 3.79
Total 9 25.48

lampiran 12 analisis sidik ragam dan uji lanjut butir asing

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.78 0.26 1.82 0.2435
Tumpukan
Galat 6 0.85 0.14
Total 9 1.63
29

Lampiran 13 analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar air

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.26 0.08 5.46 0.0377
Tumpukan
Galat 6 0.09 0.01
Total 9 0.35

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 11.92 3 a
2 1 cm 11.34 3 b
3 3 cm 11.47 3 b
4 5 cm 11.41 3 b

Lampiran 14 analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar abu

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.01 0.005 8.65 0.0134
Tumpukan
Galat 6 0.03 0.0006
Total 9 0.04

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 0.69 3 b
2 1 cm 0.71 3 ab
3 3 cm 0.65 3 b
4 5 cm 0.75 3 ab
30

Lampiran 15 analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar protein

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.24 0.08 14.75 0.0026
Tumpukan
Galat 6 0.03 0.05
Total 9 0.27

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 0.98 3 a
2 1 cm 0.76 3 b
3 3 cm 0.50 3 c
4 5 cm 0.56 3 c

Lampiran 16 analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar lemak

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 0.26 0.06 2.32 0.1752
Tumpukan
Galat 6 0.22 0.28
Total 9 0.48

Lampiran 17 analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar karbohidrat

Analisis sidik ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Peluang
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Ketebalan 3 1.14 0.38 5.62 0.0355
Tumpukan
Galat 6 0.40 0.06
Total 9 1.54

Taraf nyata : 0.05 Derajat Bebas : 6


Nomor Perlakuan Rataan N Beda nyata
1 Kontrol 77.86 3 b
2 1 cm 78.43 3 ab
3 3 cm 79.01 3 a
4 5 cm 78.56 3 a
31

RIWAYAT HIDUP

Oldga Agusta Dezarino, lahir di Jakarta pada 11 Agustus


1992, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayah
Sukiran dan ibu Sriyati. Penulis bersekolah di SDS Kartika
XI-2 pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan
sekolah menengah pertama di SMPN 49 hingga tahun 2007.
Penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 113. Dan pada
tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SNMPTN pada mayor Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti
perkuliahan, penulis aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan seperti Sylva-league,
Reds Cup, Fateta Art Contest, Sapa Himateta, dan Olimpiade Mahasiswa IPB.
Penulis juga berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa IPB
d n n p d k t d d n nt k KM K C pt d n n j d l “ mb t n p n
Partikel Berbahan Dasar Bio-Degradable”. d t n 2013 p n l
melaksanakan praktik lapangan selama 40 hari di PT Perkebunan Nusantara VIII
S n mb d n n j d l “Aspek Teknik pada Pengolahan Teh di PT Perkebunan
N nt VIII k b n S n mb ”.

Anda mungkin juga menyukai