ABSTRACT
OLDGA AGUSTA DEZARINO. Study of Drying on Parboiled Rice Processing.
Supervised by ROKHANI HASBULLAH
Parboiled rice is rice that is produced through the 5 stages of the process of
cleaning, soaking, steaming, drying and milling. Parboiled process is intended to
preserve the grain because the grain has been parboiled can not germinate and also
to avoid loss and damage to rice, both in terms of nutritional value and yield of
rice. This research aims to study the influence of the thickness of the pile on the
quality of parboiled rice Ciherang varieties using a thickness of 1, 3, and 5 cm
against the physical quality and proximate. Pile thickness affect the drying rate
where the thicker the pile the slower rate of drying. Pile thickness of 1 cm is the
best based on the quality of its physical parameters and the third treatment was
able to maintain the quality and increase the nutritional content based on
proximate analysis
Keywords: parboiled rice, drying, hot rotary oven
KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES
PENGOLAHAN BERAS PRATANAK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Disetujui oleh
Dr Ir Rokhani Hasbullah, M Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M Eng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Orang tua dan keluarga yang telah mendukung secara moril maupun
materil.
2. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi selaku dosen pembimbing akademik, Dr Ir
Lilik Pujantoro E Nugroho dan Ir Mad Yamin, MS selaku dosen penguji
atas bimbingan dan arahannya.
3. Pak Ahmad, Pak Darma, Mas Firman yang telah membantu mengajari
pengoperasian alat.
4. Teman-teman sebimbingan (Aulia, Deny, Ryan, Rizky) atas kerja
samanya.
5. Adhika, Dhanny, Buddy, Johan, Rosma, Fika, Elgy, Putri, Alul, Budi dan
Dimas yang telah membantu dalam pengambilan dan pengolahan data.
6. Seluruh teman-teman TMB 47 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
7. Teman-teman seperjuangan Fateta.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan
skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi lebih tersempurnanya
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacanya. Terima kasih.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72 – 82% bagian
yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut pecah beras kulit atau brown rice),
dan 18 – 28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1-2 % perikarp, 4–
6% aleuron dan testa, 2–3% lemma (sekam kelopak), dan 89–94% endosperm.
Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian penyusun pada struktur gabah.
Sifat Fisikokimia
Sifat-sifat fisikokimiawi beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa
nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul
setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan
mutu beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan
berkorelasi negatif dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap. Beras
yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering,
sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang
lengket dan lunak (Juliano 2004). Molekul amilosa cenderung membentuk
struktur heliks yang dapat memerangkap molekul lain seperti asam lemak dan
monogliserida.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu
kandungan amilosa rendah (< 20%), menengah (20-25%) dan tinggi (> 26%).
Beras di Indonesia pada umumnya termasuk ke dalam golongan menengah.
Antara tekstur nasi dan kadar amilosa terdapat hubungan yang nyata. Beras
dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk,
enak dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang msih
bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam. Sedangkan beras yang
beramilosa tinggi , nasinya keras (pera) dan berderai (Juliano 1976). Pada Tabel 1
berikut ini dapat dilihat terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak.
Tabel 1 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan
Jenis Beras Air Energi Protein Lemak Karbohidrat
(%) (kkal) (%) (%) (%)
Pecah kulit 13 335 7.4 1.9 76.2
Setengah giling 12 353 7.6 1.1 78.3
Giling 13 360 6.8 0.7 78.9
Parboiled 12 364 6.8 0.6 80.1
Sumber : Damardjati (1981) dalam Akhyar (2009)
Struktur granula pati dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian
yang kristalin dan bagian amorf. Struktur kristalin merupakan susunan yang
teratur dan kompak yang tersusun dari amilosa dan bagian rantai lurus pada
4
amilopektin. Bagian amorf lebih mudah menyerap air dan lebih mudah diserang
oleh enzim.
Jika suspensi pati dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi
peristiwa gelatinisasi. Proses ini meliputi pemutusan ikatan hidrogen dan
pengembangan granula pati. Gelatinisasi merupakan tahap awal perubahan-
perubahan sifat fisik pati. Beras yang mengandung pati dengan suhu gelatinisasi
tinggi memerlukan pemasakan atau penanakan yang lama (Juliano 1994).
Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan
amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano,
1994).
Mutu beras
Secara umum, mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu mutu
giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, dan mutu berdasar ketampakan dan
kemurnian biji. Dalam usaha pemuliaan padi, penentu mutu beras dikelompokkan
menjadi rendemen giling, kenampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat-sifat
tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Endang Y. Purwani 1991). Berikut ini
beberapa ciri yang sering menjadi dasar pengolompokan beras:
a. Asal daerah, seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu, dan
beras Banyuwangi.
b. Jenis atau varietas padi, misalnya beras Rojolele, beras bulu, dan beras
IR.
c. Cara processing, dikenal beras tumbuk dan beras giling.
d. Tingkat penyosohan, misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan
1/1 dan beras slip II dengan derajat penyosohan ¾.
e. Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang
berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah misalnya di Jawa Tengah
dikenal beras TP, SP, dan BO; di Jawa Barat dikenal beras TA, BGA,
dan TC.
Mutu beras di pasaran umumnya berkaitan langsung dengan harganya.
Setidaknya, harga merupakan patokan yang dapat dipergunakan sebagai pedoman
bagi penjual dan pembeli. Dalam kaitan ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah
memantapkan ciri-ciri untuk menetapkan mutu beras yang akan dibeli oleh badan
tersebut.
Tabel 2 menyajikan persyaratan mutu beras giling yang ditetapkan oleh
Bulog. Persyaratan-persyaratan tersebut secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan
kualitatif ditentukan secara subyektif yang meliputi bau, suhu, hama penyakit, dan
bahan kimia. Persyaratan tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan, tetapi
dinyatakan dengan membandingkan dengan contoh.
5
Perendaman
Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam
ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-
sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses
gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air.
Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air
bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung
kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu
perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu
6
lingkungan (20-30 ºC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah
dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas
bersuhu sekitar 60-65 ºC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam
perendaman (Wimberly 1983).
Pengukusan
Menurut Bhattacharya (2004) tujuan mengukus padi adalah untuk
menggelatinisasi pati. Jika gandum telah terhidrasi secara memadai dan merata,
dengan mengukus hanya 2 menit pada tekanan atmosfer sudah cukup untuk
gelatinisasi. Namun, masukan panas memiliki pengaruh pada kualitas
penggilingan. Kemampuan gabah pratanak untuk menahan kondisi buruk
pengeringan tanpa menimbulkan keretakan meningkat dengan meningkatnya
perlakuan panas. Yang mengeringkan padi setelah proses pratanak dalam
pengering cross-flow, diperlukan pengukusan dengan menggunakan tekanan
tinggi untuk mendapatkan hasil yang baik dari beras kepala. Ini mungkin salah
satu alasan mengapa semua proses teknologi tinggi dari Amerika Serikat dan
Eropa secara tradisional menggunakan pengukusan di bawah tekanan tinggi.
Steaming ditujukan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga
tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses
gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari proses pratanak
sehingga memberikan hasil yang jernih. Jika gelatinisasi tidak sempurna maka
akan terlihat bagian yang putih pada bagian yang tengah butir (Garibaldi 1974).
Menurut Wimberly (1983) pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk
pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-
1 0 C. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan
pada tangki yang besar kapasitas 6 ton dapat memakan waktu selama 20-30 menit.
Pengeringan
Tahapan berikutnya adalah proses pengeringan dimana dalam proses
pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses
pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih
tinggi (bisa mencapai 100 ºC), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai
45%), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat
pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Burhanudin 1981).
Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air GKG
(Gabah Kering Giling) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun
menggunakan alat pengering yang telah ada.
Laju pengeringan adalah banyaknya kadar air yang diuapkan (satuan berat)
per satuan tertentu. Faktor-faktor yan mempengaruhi laju pengeringan adalah 1)
bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan 2) sifat termofisik bahan
seperti panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas
termal, 3) komposisi bahan kimia bahan, misalnya kadar air awal bahan, dan 4)
keadaan di luar bahan, seperti suhu, kelembaban dan laju aliran udara. Proses
pengeringan dapat dibedakan atas dua periode utama, yaitu periode dengan laju
pengeringan tetap dan periode dan laju pengeringan menurun. Kedua periode ini
dibatasi oleh kadar air kritis. Air yang diuapkan dalam pengeringan terdiri atas air
bebas dan air terikat. Laju pengeringan tetap bila konsentrasi air bebas pada
7
permukaan bahan cukup besar. Penguapan ini dapat disamakan dengan laju
penguapan pada permukaan air bebas.
Menurut Afni (2014) Pengeringan gabah pratanak harus dilakukan dengan
segera untuk menghindarkan pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi.
Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan gabah pratanak.
Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap gabah pratanak akan
mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung, serta akan mengakibatkan
butir gabah menjadi berwarna lebih gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara
terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur
dan kapang, walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang
tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisma tersebut
Penggilingan
Teori Pengeringan
permukaan bahan cukup besar. Penguapan ini dapat disamakan dengan laju
penguapan pada permukaan air bebas.
Menurut Carl dan Hall dua periode utama pengeringan adalah periode laju
konstan dan periode laju menurun. Pada periode laju konstan pengeringan
berlangsung dari permukaan butir atau hijauan dan mirip dengan penguapan air
dari permukaan air bebas. Tingkat di mana uap air menguap ditentukan terutama
oleh lingkungan dan dipengaruhi hanya sejumlah kecil oleh bahan dari mana
kelembaban sedang menguap. Titik menandai akhir periode laju konstan terjadi
ketika laju difusi air dalam produk menurun di bawah ini yang diperlukan untuk
mengisi kelembaban di permukaan. Sebagian besar pengeringan pasir, dicuci
benih, dan biji-bijian dicuci berlangsung dalam periode laju konstan. Periode laju
pengeringan konstan pendek durasinya untuk tanaman pertanian. Besarnya
pengeringan tingkat selama periode ini tergantung pada: area yang terkena,
perbedaan kelembaban antara aliran udara dan permukaan basah, koefisien
perpindahan massa, dan kecepatan pengeringan udara.
Periode laju pengeringan menurun dimulai setelah periode konstan. Kadar
air kritis terjadi antara tingkat konstan dan periode laju pengeringan menurun.
Kadar air kritis adalah kadar air minimum dari bahan yang akan mempertahankan
laju aliran air bebas ke permukaan bahan di bawah kondisi pengeringan. Dalam
biji-bijian dan makanan ternak kadar air awal biasanya kurang dari kadar air kritis
sehingga semua pengeringan terjadi pada periode laju pengeringan menurun. Oleh
karena itu periode laju pengeringan menurun adalah periode yang paling penting
dari sudut pandang pengeringan. Bahkan ketika periode laju konstan yang berlaku
pada awal pengeringan sering diabaikan oleh para peneliti karena durasi pendek
dan sejumlah kecil uap air yang akan dihapus sebelum memasuki periode laju
pengeringan menurun (Simmonds et al. 1953)
Periode laju pengeringan menurun dikendalikan sebagian besar oleh produk
dan melibatkan pergerakan kelembaban dalam material ke permukaan dengan
difusi cair dan penghapusan kelembaban dari permukaan. Laju pengeringan
menurun sering dapat dibagi dalam dua tahap: tak jenuh pengeringan permukaan
dan pengeringan di mana laju difusi air dalam produk ini lambat dan merupakan
faktor pengendali. Interval ini kadang-kadang disebut pertama jatuh periode
tingkat dan periode laju jatuh kedua, masing-masing.
Menurut Sukarmanto (1996), perhitungan laju pengeringan membutuhkan
data hasil pengukuran kadar air awal, kadar air akhir, dan selang waktu di
antaranya.
Menurut Isman (2014) Hot air rotary oven merupakan alat pengering
dengan sistem mekanis yang memiliki pengaturan suhu sampai 300˚C. Alat ini
memiliki 16-32 tray yang dapat berputar. Alat ini menggunakan listrik 3 fase
dengan daya 3.5 kW. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar gas yang
disalurkan ke burner untuk diubah menjadi energi panas yang kemudian
disebarkan secara merata ke dalam ruang pengering. Hot air rotary oven memiliki
dua saluran masukan udara yang terletak disebelah kiri ruang pengering dan satu
saluran udara keluar yang terletak di sebelah kanan ruang pengering. Gambar hot
air rotary oven tersaji pada Gambar 2
METODE
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah yang didapat
dari petani sekitar bogor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tangki plat eser, drum perendaman, neraca analitik, hot rotary oven, Erlenmeyer,
labu ukur, termometer, cawan, timbangan, termokopel, Kett moisture tester,
hybrid recorder dan alat-alat bantu lainnya yang digunakan ketika penelititan.
10
Prosedur Penelitian
Pembersihan
Perendaman Kontrol
T air 60 ±5 ºC, t = 4 jam
Ka ± 30%
Pengukusan
T = 90-100 ºC, t= 30 menit
n n n 0C
Ka 11-14%
Penggilingan
Pengukuran:
Perubahan massa
dan kadar air
Beras Pratanak
Metode Analisis
Rendemen
Rendemen merupakan persentase produk yang didapatkan dari
perbandingan berat akhir produk dengan berat awal produk. Rendemen biasa
dinyatakan dalam satuan persen (%).
Rendemen = Berat akhir produk * 100 %
Berat awal produk
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan perlakuan ketebalan tumpukan pengeringan (4 taraf) yaitu 1, 3, 5
cm dan kontrol dengan ulangan sebanyak 3 kali. Rumus rancangan percobaan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dengan
i = T1, T2, T3 dan J1 (perlakuan)
j = 1,2 dan 3 (ulangan)
= hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke-i =
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Analisis data
Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh
perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari hasil perhitungan dengan menggunakan
SAS. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan dengan uji Duncan
apabila :
a. Jika P-v l ≥ % m k t d k n f k n / t d k b p n
b. Jika P-value < 5% maka signifikan / berpengaruh
14
Laju Pengeringan
Secara umum pengeringan akan terjadi dalam dua periode, yaitu periode
laju pengeringan konstan (constant rate period dehydration) dan periode laju
pengeringan menurun (falling rate period dehydration). Selama periode laju
pengeringan konstan, laju pelepasan uap air (moisture) dari produk dibatasi oleh
laju penguapan air dari permukaan atau di bawah permukaan produk. Laju
pengeringan konstan ini akan terus berlangsung selama migrasi uap air ke
permukaan bahan (dimana terjadi evaporasi) lebih cepat dibanding penguapan
yang terjadi di permukaan tersebut (Heldman dan Singh 1981). Kecepatan aliran
udara bagian dalam oven rata-rata yang digunakan pada penelitian ini sama pada
setiap ketebalan tumpukan, yaitu 2.0 m/detik. Grafik penurunan kadar air terhadap
tiap-tiap ketebalan tumpukan tersaji pada Gambar 5 dimana pada Gambar 6
menunjukkan hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu sehingga semakin
tinggi nilai laju pengeringannya maka penurunan kadar airnya akan semakin
curam.
Gambar 6 Hubungan antara laju dan waktu pengeringan gabah pada proses
pengolahan beras pratanak
Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan
panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrisi lainnya dalam endosperma.
Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B dan mineral (terutama Na, K, Ca,
Mg) yang lebih tinggi dibandingkan beras giling biasa. Kandungan minyak dan
protein sedikit lebih rendah, sehingga beras lebih tahan lama untuk disimpan.
17
Menurut aturan SNI 01-6128 : 2008, beras adalah hasil utama yang
diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.)
yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan
lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Beras pratanak hasil penelitian ini telah
memenuhi persyaratan umum sesuai dengan standar SNI 01-6128 : 2008.
Pengamatan yang dilakukan secara visual dan penciuman menerangkan bahwa
beras pratanak ini a) bebas hama dan penyakit. b) bebas bau apek, asam, atau bau
asing lainnya. c) bebas dari campuran dedak dan bekatul. d) bebas dari bahan
kimia yang membahayakan konsumen.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Shafwati RA. 2012. Pengaruh lama pengukusan dan cara penanakan beras
pratanak terhadap mutu nasi pratanak [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sukarmanto. 1996. Uji penampilan sistem efek rumah kaca untuk pengeringan
Alkali Treated Cottonii (ATC) chips dari rumput laut [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wimberly JE. 1983. Paddy Rice Post Harvest Industry in Developing Countries.
[internet]. [diunduh 2014 Oktober 1]. Tersedia pada:
http://books.google.com/books/paddy+rice+post+harvest.pdf
22
Kebutuhan Gabah
Ketebalan hamparan 5 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 5 cm = 16800 gram
= 16.8 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 16.8 kg * 3
= 50.4 kg
Ketebalan hamparan 3 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 3 cm = 10080 gram
= 10.08 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 10.08 kg * 3
= 30.24 kg
Ketebalan hamparan 1 cm
Massa (g) = 0.7 g/cm3 * 80 cm * 60 cm * 1 cm = 3360 gram
= 3.36 kg
Massa untuk 1 wadah dengan 3 kali pengulangan = 3.36 kg * 3
= 10.08 kg
Kebutuhan Biaya
= Kebutuhan Gabah Total * Harga Gabah
= 90.72 kg * Rp5000/kg
= Rp 453600,00
23
RIWAYAT HIDUP