Anda di halaman 1dari 45

PERUBAHAN SIFAT FISIKOKIMIA SELAMA PENGOLAHAN

BAWANG PUTIH TUNGGAL MENJADI BAWANG HITAM


MENGGUNAKAN RICE COOKER

MAULANA MILADULHAQ

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Sifat
Fisikokimia Selama Pengolahan Bawang Putih Tunggal Menjadi Bawang Hitam
Menggunakan Rice Cooker adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2018

Maulana Miladulhaq
NIM F34140037
ABSTRAK
MAULANA MILADULHAQ. Perubahan Sifat Fisikokimia Selama Pengolahan
Bawang Putih Tunggal Menjadi Bawang Hitam Menggunakan Rice Cooker.
Dibimbing oleh ILLAH SAILAH.

Saat ini masih belum diketahui lama pengolahan bawang putih tunggal
menjadi bawang hitam dengan metode yang sederhana dan karakteristik yang
mendekati bawang hitam komersial. Penelitian dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu pra penelitian, karakterisasi bahan baku, proses pembuatan bawang
hitam, dan karakterisasi bawang hitam. Karakterisasi fisik dan kimia bawang
hitam selama proses pemanasan meliputi pengujian kadar air, warna, gula
pereduksi (metode DNS), senyawa volatil (metode VRS), dan kandungan asam
amino. Hasil karakterisasi bawang hitam menunjukkan penurunan kadar air
sebesar 0,92% setiap 3 hari. Hasil pengukuran tingkat kecerahan (L*) pada hari
ke-3 hingga ke-18 mengalami penurunan dari 72,59% menjadi 37,07%.
Kandungan gula pereduksi mengalami peningkatan selama proses pemanasan
sampai hari ke-15 (29,17%). Sedangkan senyawa volatil mengalami penurunan
dari 43,27 μeq/g menjadi 6,99 μeq/g pada hari ke-18. Lama pemanasan yang baik
adalah 15 hari dan secara umum kandungan asam amino bawang putih sama
dengan bawang hitam.

Kata kunci: bawang putih tunggal, bawang hitam, karakteristik bawang hitam

ABSTRACT
MAULANA MILADULHAQ. The Physicochemical Properties Changing during
Single Cloves Garlic Processing into Black Garlic Using Rice Cooker. Supervised
by ILLAH SAILAH.

Optimum duration of black garlic processing by using simple apparatus is


still unclear until now. This research has been done through several stages
including pre research, characterization of raw materials, producing black garlic,
and observation on the physical and chemical content of black garlic.
Characterization of physical and chemical content during processing consist of
water content, color, reducing sugar, volatile compound and amino acid content.
The results of black garlic characterization showed a decrease in moisture content
by 0.92% every 3rd days. The result of measurement of brightness level (L*) on
the 3rd to 18th day decreased from 72.59% to 37.07%. The reducing sugar content
increased during the heating process until day 15th (29.17%). While the volatile
compound decreased from 43.27 μeq/g to 6.99 μeq/g on the 18th day. The best
duration of processing is 15 days, and generally, amino acid content remains the
same between fresh garlic and black garlic.

Keywords: single cloves garlic, black garlic, characteristics of black garlic


PERUBAHAN SIFAT FISIKOKIMIA SELAMA PENGOLAHAN
BAWANG PUTIH TUNGGAL MENJADI BAWANG HITAM
MENGGUNAKAN RICE COOKER

MAULANA MILADULHAQ

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi: Perubahan Sifat Fisikokimia Selama Pengolahan Bawang Putih
Tunggal Menjadi Bawang Hitam Menggunakan Rice Cooker
Nama : Maulana Miladulhaq
NIM : F34140037

Disetujui oleh

Dr Ir Illah Sailah, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr-Ing Ir Suprihatin


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Perubahan Sifat
Fisikokimia Selama Pengolahan Bawang Putih Tunggal Menjadi Bawang Hitam
Menggunakan Rice Cooker berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Illah Sailah, MS selaku
dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahan yang diberikan sehingga
karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Seluruh dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
memberikan ilmu dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis dan seluruh Staf
Unit Pelayanan Terpadu Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
membantu dalam administrasi penulis selama perkuliahan.
2. Orang tua penulis, Bapak Dadang Uci dan Ibu Aam Aminah, serta kakak
penulis, Requistiawati, dan adik-adik penulis, Sarah Nabyla, Rayhan
Arbaulhaq serta Syahla Agita Ramdhani, atas segala doa, kasih sayang,
dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
3. Teman dekat penulis, Annisa Malik, yang selalu mendukung dan menemani
penulis selama masa perkuliahan di IPB.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya
ilmiah ini, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Agustus 2018

Maulana Miladulhaq
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Bahan 3
Alat 3
Prosedur 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pra Penelitian 5
Karakteristik Bahan Baku 7
Karakteristik Bawang Hitam 8
Karakteristik Lanjutan Bawang 15
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL

1 Hasil karakterisasi fisik bawang putih tunggal 7


2 Hasil karakterisasi kimia bawang putih tunggal 8
3 Derajat warna bawang putih tunggal selama proses pemanasan 10
4 Perubahan kadar air bawang putih tunggal selama pemanasan 11
5 Perubahan kadar gula pereduksi bawang putih tunggal selama pemanasan 12
6 Perubahan kadar VRS bawang putih tunggal selama pemanasan 14
7 Perbandingan karakteristik bawang 15
8 Perbandingan kandungan asam amino bawang 17

DAFTAR GAMBAR

1 Prosedur pembuatan bawang hitam 4


2 Diagram warna CIE L*a*b* 8
3 Diagram warna CIE L*a*b* bawang putih tunggal selama proses
pemanasan 9
4 Perubahan warna bawang putih tunggal selama proses pemanasan: (a)
tampak luar (b) tampak dalam 10
5 Perubahan kadar air bawang putih tunggal selama proses pemanasan 11
6 Perubahan kadar gula pereduksi bawang putih tunggal selama proses
pemanasan 12
7 Perubahan kadar VRS bawang putih tunggal selama proses pemanasan 13
8 Kerak hitam pada dasar rice cooker 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kerangka pemikiran penelitian 21


2 Metode analisa 21
3 Prosedur karakterisasi lanjutan bawang 23
4 Hasil uji preferensi 24
5 Kurva standar DNS 28
6 Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan 28
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat dunia pada saat ini lebih cenderung untuk hidup dengan konsep
kembali ke alam (back to nature). Hal ini memberikan dampak pada pola
konsumsi obat di masyarakat. Sebagian besar masyarakat lebih memilih
menggunakan obat-obatan herbal yang terbuat dari bahan alami. Banyak yang
menganggap bahwa obat-obatan herbal tidak menimbulkan efek samping yang
negatif bagi kesehatan. Kepercayaan masyarakat terhadap obat-obatan herbal
menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, sehingga banyak produsen obat herbal
yang bermunculan. Kemendagri (2014) menyatakan bahwa nilai ekspor obat
herbal Indonesia pada tahun 2013 mencapai US$ 23,44 juta dan nilai impor obat
herbal Indonesia pada tahun 2013 menurun tiga kali lipat dibanding tahun 2012.
Salah satu bahan alami yang memiliki banyak manfaat adalah bawang putih.
Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan spesies dari genus bawang yang
telah digunakan secara luas baik sebagai bumbu kuliner dan ramuan obat-obatan.
Bawang putih bisa meningkatkan nafsu makan dan membantu pencernaan.
Menurut Zhang et al. (2016), komponen utama pada bawang putih adalah
senyawa organosulfur dan enzim bioaktif. Salah satunya adalah senyawa allisin
yang terkenal dengan sifat farmakologisnya, termasuk anti bakteri,
antihiperlipidemia, aktivitas antitumor dan immuno-regulatory.
Menurut Untari (2010), bawang putih tunggal merupakan bawang putih
yang hanya memiliki satu siung. Bawang putih biasa yang tumbuh di lingkungan
yang tidak sesuai menyebabkan bawang putih tunggal tidak berkembang dengan
baik dan hanya memiliki satu suing. Bawang putih tunggal memiliki kandungan
senyawa 5-6 kali lebih tinggi dibandingkan bawang putih biasa sehingga bawang
putih tunggal lebih sering digunakan sebagai obat herbal. Kemper (2000)
menyatakan bahwa bawang putih tunggal memiliki rasa yang lebih pedas
dibandingkan bawang putih biasa. Bawang putih tunggal juga memiliki aroma
khas yang berasal dari zat aktif utama, alliin. Aroma khas tersebut muncul ketika
senyawa alliin bereaksi dengan enzim alinase dan minyak atsiri yang dihasilkan
dari umbi bawang putih. Bawang putih tunggal banyak dimanfaatkan dalam
bidang kesehatan yaitu sebagai bahan obat hipertensi, diabetes mellitus, stroke,
dan asma (Suriana 2011).
Bawang putih memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, namun konsumsi
bawang putih mentah terbatas. Hal tersebut disebabkan karena bawang putih
mentah memiliki aroma dan rasa yang menyengat karena mengandung senyawa
organosulfur, sehingga membuat beberapa orang tidak nyaman. Dalam beberapa
tahun terakhir, terdapat berbagai metode pengolahan bawang putih mentah, seperti
fermentasi dan pemanasan dalam waktu yang lama untuk menghilangkan bau
yang menyengat, memberikan cita rasa manis, dan meningkatkan efek
menguntungkan (Li et al. 2014).
Bawang hitam adalah produk olahan bawang putih, yang diperoleh dengan
menjaga bawang putih segar pada suhu tinggi serta kelembaban terkontrol selama
60-90 hari tanpa bahan tambahan lain (Bae et al. 2012). Melalui proses
pengolahan, kandungan S-alil-L-sistein dalam bawang hitam mencapai lima kali
lebih tinggi dari pada bawang putih mentah (Wang et al. 2010). Aktivitas
2

superoksida dismutase (SOD), scavenging activity melawan hidrogen peroksida,


dan kandungan antioksidan dari bawang hitam masing-masing meningkat 13 kali
lipat, lebih dari 10 kali lipat, dan 7 kali lipat dibandingkan dengan bawang putih
biasa (Sato et al. 2006). Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa
bawang hitam memiliki beberapa manfaat kesehatan. Bawang hitam menunjukkan
sifat antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan bawang putih mentah
(Jang et al. 2008).
Saat ini sudah banyak masyarakat yang mengolah bawang putih tunggal
menjadi bawang hitam menggunakan rice cooker, namun belum terdapat
penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik bawang hitam yang dihasilkan. Pada
penelitian ini dilakukan karakterisasi bawang hitam yang diproses menggunakan
rice cooker.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perubahan karakteristik


fisik dan kimia bawang putih tunggal yang dipanaskan menggunakan rice cooker.
Kemudian mengetahui waktu optimal proses pemanasan bawang putih tunggal.
Penelitian ini juga bertujuan membandingkan bawang hitam hasil pemanasan
menggunakan rice cooker dengan bawang hitam komersial.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengujian sifat fisik dan kimia bawang
putih tunggal, pembuatan bawang hitam, pengujian sifat fisik dan kimia bawang
hitam, pengujian sifat fisik dan kimia bawang hitam komersial, serta
membandingkan antara bawang hitam hasil penelitian dengan bawang hitam
komersial sehingga diperoleh informasi mengenai lama proses pengolahan
bawang putih tunggal yang memiliki kemiripan kandungan dengan bawang hitam
komersial. Dalam rangka memudahkan pemahaman dan pembahasan, istilah
bawang putih tunggal segar akan disebut sebagai bawang putih tunggal, bawang
hitam hasil penelitian disebut sebagai bawang hitam, sedangkan bawang hitam
yang sudah ada dipasaran akan disebut bawang hitam komersial.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2018.


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Laboratorium Terpadu,
Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, dan Laboratorium
Instrumen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3

Bahan

Bahan yang digunakan disediakan untuk setiap tahap. Tahap pemanasan


terdiri dari bawang putih tunggal, aluminium foil, kertas tisu, dan air. Bahan yang
digunakan pada tahap pengujian terdiri atas bawang hitam, bawang hitam
komersial, asam borat (H3BO3), asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida (NaOH),
tembaga (II) sulfat (CuSO4), sodium sulfat (Na2SO4), natrium tiosulfat (Na2S2O3),
kalium iododa (KI), kalium permanganate (KMnO4), indikator kanji, indikator
mansel, reagen DNS, dan akuades.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah rice cooker (Myako MCM-508 SBC),


termometer, hygrometer, jangka sorong, neraca analitik, cawan aluminium, oven,
cawan porselen, tanur, desikator, labu kjeldahl, kompor listrik, erlenmeyer,
destilator, gelas ukur, pipet tetes, pipet volumetrik, mikropipet, buret, gelas piala,
labu ukur, sudip, tabung ulir, mortar, spektrofotometer HACH, tabung VRS, statif,
pompa akuarium, dan colorimeter Hunter.

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu pra penelitian, penelitian tahap I,
tahap II, dan tahap III. Pra penelitian bertujuan untuk menganalisis permasalahan
yang ada di masyarakat serta menentukan metode penelitian yang yang tepat.
Penelitian tahap I dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal bahan baku.
Penelitian tahap II merupakan proses pembuatan bawang hitam. Penelitian tahap
III dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut karakteristik bawang yang dihasilkan.

Pra Penelitian
Uji preferensi
Uji preferensi adalah pemilihan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap
produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi menunjukkan kesukaan
konsumen dari berbagai produk pilihan yang ada (Wijayanti 2011). Teknik
pelaksanaan dari uji menggunakan metode survei terhadap konsumen yang pernah
mengonsumsi bawang putih segar maupun olahan (bawang hitam). Survei
dilakukan secara online dengan menggunakan google form.

Penentuan metode
Pada pra penelitian juga dilakukan penentuan perlakuan yang akan
dilakukan untuk menghasilkan bawang hitam. Tahap ini diawali dengan
menimbang bawang putih tunggal sebanyak 500 gram. Kemudian dilakukan
pemanasan dengan menggunakan rice cooker (warm mode) yang memiliki suhu
sekitar 60-70oC selama 21 hari. Sampel yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan bawang hitam komersial.
4

Penelitian Tahap I
Karakterisasi awal bahan baku
Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui kandungan awal bahan baku.
Karakteristik awal bahan baku meliputi pengujian fisik dan kimia. Pengujian fisik
terdiri atas pengujian ukuran dan warna. Pengujian kimia meliputi kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar gula pereduksi, dan kadar senyawa
volatil. Prosedur karakteristik awal bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian Tahap II
Proses pembuatan bawang hitam
Proses pembuatan bawang hitam diawali dengan menimbang bawang putih
tunggal seberat 100 gram sebanyak 10 bagian. Kemudian, setiap bagian bawang
putih tunggal dibungkus menggunakan kertas tisu dan aluminium foil, lalu
dimasukkan ke dalam rice cooker (warm mode) pada suhu ±60-70oC dan Rh ±60-
80% selama 18 hari. Kemudian dilakukan analisa bawang hitam setiap tiga hari.
Analisa yang dilakukan meliputi pengujian warna, penentuan kadar air, kadar gula
pereduksi, dan kadar senyawa volatil. Analisa serupa juga dilakukan terhadap
bawang hitam komersial sebagai pembanding. Kemudian hasil analisa bawang
hitam dibandingkan dengan bawang hitam komersial untuk menentukan waktu
proses terbaik. Penentuan waktu proses terbaik didasarkan pada kemiripan
karakteristik bawang hitam dengan bawang hitam komersial. Prosedur analisa
dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur pembuatan bawang hitam dapat dilihat
pada Gambar 1.

Bawang Putih
Tunggal

Penimbangan

Pembungkusan
dengan tisu dan
aluminium foil

Pemanasan dengan
rice cooker (warm
mode)

Bawang Hitam

Gambar 1 Prosedur pembuatan bawang hitam

Penelitian Tahap III


Karakterisasi lanjutan bawang
5

Tahap akhir penelitian ini adalah pengujian karakterisasi lanjutan bawang.


Karakterisasi lanjutan dilakukan pada bawang putih tunggal, bawang hitam hasil
penelitian, dan bawang hitam komersial. Parameter yang digunakan pada
karakterisasi lanjutan ini antara lain pengujian kadar asam amino, kandungan
nitrogen, dan total fenol. Prosedur karakterisasi lanjutan bawang dapat dilihat
pada Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Penelitian

Uji Preferensi
a. Karakteristik Responden
Jumlah responden yang bersedia mengisi formulir ini sebanyak 53 orang.
Namun, 13 orang tidak masuk kriteria karena tidak pernah mengonsumsi bawang
putih segar ataupun olahan (bawang hitam). Sehingga, responden yang dianalisis
pada uji ini berjumlah 40 orang yang telah memenuhi kriteria dan syarat dari
purpossive sampling.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jumlah responden yang bersedia mengisi formulir sebanyak 53, dengan
responden laki-laki berjumlah 24 orang dan responden perempuan berjumlah 29
orang. Responden yang tidak pernah mengonsumsi bawang putih segar maupun
olahan (bawang hitam) sebagai obat berjumlah 11 orang yang terdiri dari 6 orang
responden laki-laki dan 7 orang responden perempuan. Sehingga, jumlah
responden yang terkumpul sebanyak 18 orang laki-laki dan 22 orang perempuan.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Hasil uji preferensi menunjukkan bahwa responden paling banyak adalah
pada rentang usia >40 tahun yaitu sebanyak 32 orang. Sedangkan jumlah
responden pada rentang usia <25 dan 25-40 tahun masing-masing sebanyak 5 dan
3 orang.

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit


Riwayat penyakit pada kuisioner dibagi menjadi 5 kategori, yaitu diabetes,
kolesterol, hipertensi, asam urat, dan lainnya. Responden yang memiliki riwayat
penyakit diabetes berjumlah 4 orang. Responden yang memiliki riwayat penyakit
kolesterol berjumlah 8 orang. Responden yang memiliki riwayat penyakit
hipertensi berjumlah 9 orang. Responden yang memiliki riwayat penyakit asam
urat berjumlah 9 orang. Sedangkan responden yang memiliki riwayat penyakit
lainnya berjumlah 10 orang.

e. Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen terhadap suatu produk merupakan pilihan suka atau
tidak suka oleh seseorang terhadap produk yang dikonsumsinya. Pilihan tersebut
berbeda antara satu responden dengan responden lainnya. Hasil uji preferensi
6

menunjukkan bahwa semua responden meyakini bahwa bawang putih dapat


digunakan sebagai obat. Responden yang menyatakan tidak suka mengonsumsi
bawang putih segar sebagai obat sebanyak 52,5%. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan responden tidak menyukai bawang putih segar sebagai obat, yaitu
karena aromanya sangat menyengat, rasanya tidak enak, dan belum pernah
mengonsumsi bawang putih segar. Sedangkan, responden yang menyatakan suka
mengonsumsi bawang hitam sebagai obat sebanyak 90%. Dari 40 orang
responden, hanya 4 orang responden yang menyatakan tidak suka mengonsumsi
bawang hitam sebagai obat. Faktor yang menyebabkan responden tidak suka
mengonsumsi bawang hitam sebagai obat adalah karena belum pernah mencoba
bawang hitam. Hasil ini menunjukkan bahwa bawang hitam lebih diminati
daripada bawang putih segar. Meskipun masyarakat telah mengetahui bahwa
bawang putih dapat dijadikan sebagai obat, namun masih banyak masyarakat yang
tidak menyukai bawang putih segar sebagai obat karena aroma yang sangat kuat
dan rasa yang tidak enak. Hasil uji preferesi tersaji pada Lampiran 3.

Penentuan Metode
Penelitian diawali dengan melakukan serangkaian uji coba untuk
menentukan metode pengolahan bawang putih tunggal yang tepat. Proses uji coba
pertama dilakukan dengan membungkus bawang putih tunggal menggunakan
kertas tisu dan langsung dimasukkan ke dalam rice cooker dengan suhu 70±2oC.
Kemudian dipanaskan selama 21 hari dan diambil sampel setiap 3 hari. Hasil uji
coba menunjukkan bahwa warna bawang putih tunggal berubah menjadi lebih
gelap selama proses pemanasan. Namun terjadi perubahan tekstur yang tidak
diharapkan. Pada tiga hari pertama, tekstur bawang hitam menjadi lebih lunak
dibandingkan bawang putih tuggal segar. Namun, terjadi peningkatan kekerasan
bawang hitam seiring berjalannya proses pemanasan. Pada hari ke-9 dan
seterusnya, tekstur bawang hitam menjadi sangat keras.
Tekstur bawang hitam yang berubah menjadi sangat keras diduga
disebabkan karena tidak dilakukan pengontrolan Rh (dalam kondisi ini Rh rendah)
yang menyebabkan laju pengurangan kadar air yang tinggi sehingga kadar air di
dalam bawang sangat rendah dan menyebabkan bawang menjadi sangat keras.
Oleh sebab itu, pada uji coba selanjutnya dilakukan pengontrolan Rh. Peningkatan
Rh dilakukan dengan penambahan air ke dalam rice cooker serta penambahan
aluminium foil pada lapisan pembungkus paling luar. Penambahan air bertujuan
untuk menjaga Rh dalam rice cooker sehingga laju penguapan air pada bahan
tidak terlalu tinggi. Penambahan air dilakukan bersamaan dengan pengambilan
sampel, yaitu setiap 3 hari. Sedangkan penambahan alumunium foil sebagai
lapisan pembungkus bertujuan agar pemanasan lebih merata sehingga diperoleh
keseragaman bawang hitam yang dihasilkan.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa pada tiga hari pertama, tekstur bawang
hitam menjadi lebih lunak dibandingkan bawang putih tuggal segar dan terus
mengalami penurunan tingkat kekerasan hingga hari ke-21. Pada hari ke-21,
penampakan bawang putih tunggal sudah sangat hitam dan bentuknya sudah
sangat berbeda dari bawang hitam acuan sehingga diputuskan bahwa pemanasan
dilakukan selama 18 hari.
7

Karakteristik Bahan Baku

Karakterisasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui


ciri spesifik yang dimiliki oleh suatu obyek penelitian. Karakterisasi bahan baku
meliputi karakterisasi fisik dan kimia. Karakterisasi fisik meliputi ukuran dan
warna. Paramater ukuran bawang putih tunggal adalah bobot, diameter, dan
tinggi. Sedangkan parameter pada uji warna adalah nilai L*, a*, dan b*.
Karakterisasi kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
karbohidrat, kadar gula pereduksi, dan kadar senyawa volatil.
Bawang putih tunggal yang digunakan memiliki bobot rata-rata 2,45gram
dengan rentang bobot antara 1,85-3,59gram. Diameter bawang putih tunggal yang
digunakan berkisar antara 1,31-1,89cm dengan rata-rata 1,64cm. Sedangkan,
tinggi bawang putih tunggal yang digunakan berkisar antara 1,49-2,79cm dengan
rata-rata 2,01cm.
Hasil uji warna menunjukkan nilai kecerahan (L*) yang cukup tinggi, yaitu
sebesar 72,59. Nilai a* pada bahan baku sebesar 12,65. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa bahan baku memiliki derajat warna merah yang rendah.
Sedangkan nilai b* sebesar 13,96 yang menunjukkan bahwa bahan baku memiliki
derajat warna biru yang rendah pula. Karakterisasi fisik bawang putih tunggal
secara keseluruhan tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil karakterisasi fisik bawang putih tunggal

Parameter Uji Satuan Hasil


Bobot gram 2,45±0,54
Diameter cm 1,64±0,19
Tinggi cm 2,01±0,44
Warna L* 71,59
a* 12,65
b* 13,96

Kandungan senyawa volatil yang terdapat dalam bawang putih tunggal


cukup tinggi, yaitu sebesar 43,27μeq/g. Senyawa volatil yang terdapat pada
bawang putih tunggal didominasi oleh senyawa organosulfur. Martinez (2007)
menyatakan bahwa senyawa organosulfur sangat bermanfaat dalam pengobatan.
Menurut Amigase (2006), senyawa organosulfur yang paling banyak terdapat
dalam bawang putih adalah alliin. Senyawa alliin bertanggung jawab pada bau
dan rasa bawang putih. Senyawa alliin merupakan asam amino yang mengandung
sulfur yang digunakan sebagai prekursor allisin. Allisin merupakan senyawa
sulfur yang volatil dan kurang stabil akibat adanya pengaruh air panas, oksigen
udara, dan lingkungan basa serta mudah sekali terdekomposisi menjadi senyawa
sulfur yang lain seperti dialil sulfida (Ikhtiarsyah et al. 2014). Dialil sulfida dapat
mencegah perkembangan penyakit kardiovaskular dengan membantu detoksifikasi
sel (Omar et al. 2007). Karakterisasi kimia bawang putih tunggal secara
keseluruhan tersaji pada Tabel 2.
8

Tabel 2 Hasil karakterisasi kimia bawang putih tunggal

Parameter Uji Satuan Hasil


Kadar air % b/b 58,84
Kadar abu % b/b 1,05
Kadar protein % b/b 6,22
Kadar gula total % b/b 37,51
Kadar gula pereduksi % b/b 0
Kadar senyawa volatil μeq/g 43,27

Karakteristik Bawang Hitam

Karakterisasi yang dilakukan terhadap bawang hitam meliputi uji warna,


kadar air, kadar gula pereduksi, dan kandungan senyawa volatil. Bawang hitam
yang diproses akan diuji setiap 3 hari, lalu dibandingkan dengan bawang hitam
komersial hingga karakteristiknya mendekati bawang hitam komersial.

Perubahan Fisik
Bawang putih tunggal yang dipanaskan dengan menggunakan rice cooker
mengalami perubahan fisik berupa perubahan tekstur dan warna. Bawang putih
tunggal segar memiliki teskstur yang lebih keras dibandingkan bawang hitam.
Selama proses pemanasan, tekstur bawang putih tunggal menjadi lebih lunak. Hal
ini disebabkan karena pemanasan dengan suhu dan Rh tinggi menyebabkan
tekstur bawang putih tunggal menjadi lebih lunak. Bawang hitam memiliki tekstur
yang sama dengan bawang hitam acuan.

Gambar 2 Diagram warna CIE L*a*b*


Warna bawang putih tunggal juga mengalami perubahan selama proses
pemanasan. Warna merupakan suatu sifat bahan yang berasal dari penyebaran
spektrum sinar. Pengujian warna dilakukan secara objektif menggunakan alat
9

Colorimeter Hunter. Menurut Indiarto et al. (2012), sistem notasi warna


Colorimeter Hunter dicirikan dengan tiga parameter L*, a*, dan b* (CIE L*a*b).
Nilai L* antara 0-100 dari warna hitam hingga putih. Makin tinggi nilai L* maka
makin tinggi derajat keputihannya. Nilai a* dan b* antara nilai positif dan negatif.
Untuk a* menunjukan derajat hijau (a*-) hingga merah (a*+), sedangkan b*
menunjukan derajat kuning (b*+) hingga biru (b*-). Gambar 2 menunjukkan
diagram warna CIE L*a*b* yang digunakan untuk mengekspresikan warna objek
menggunakan beberapa jenis notasi angka.

Gambar 3 Diagram warna CIE L*a*b* bawang putih tunggal selama proses
pemanasan

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama proses pemanasan maka


warna bawang menjadi semakin gelap. Hal tersebut disebabkan karena penurunan
nilai L*, a*, dan b*. Nilai L*, a*, dan b* secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Nilai L* yang semakin rendah menunjukkan bahwa bawang putih tunggal
memiliki warna yang semakin gelap. Nilai a*+ dan b*+ yang semakin mendekati
nol menunjukkan bahwa tingkat warna merah dan kuning semakin berkurang
selama proses pemanasan bawang putih tunggal. Berkurangnya komponen warna
terang seperti merah dan kuning menunjukkan bahwa warna bawang menjadi
semakin hitam. Perubahan warna pada bawang putih tunggal disebabkan karena
terjadi reaksi Maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi utama antara gula
pereduksi dengan komponen amino yang meningkat kecepatannya seiring dengan
meningkatnya suhu dan menurunnya kadar air (Mottram 1991). Reaksi maillard
menimbulkan warna kecoklatan pada bawang. Semakin lama proses pemanasan,
maka warna coklat akibat reaksi maillard akan semakin pekat sehingga bawang
terkesan berwarna hitam. Perubahan warna bawang putih tunggal selama proses
pemanasan dapat dilihat pada Gambar 4.
10

Tabel 3 Derajat warna bawang putih tunggal selama proses pemanasan


Sampel L* a* b*
Acuan 40,45 2,99 0,96
H0 72,59 12,65 13,96
H3 47,76 8,17 13,07
H6 43,68 6,95 8,65
H9 41,79 5,16 6,86
H12 40,22 3,98 3,91
H15 38,79 3,87 1,39
H18 37,07 3,44 1,24

(a)

(b)
Gambar 4 Perubahan warna bawang putih tunggal selama proses pemanasan: (a)
tampak luar (b) tampak dalam

Perubahan Kimia
a. Kadar Air
Menurut Aditya et al. (2016), air merupakan komponen penting dalam
bahan pangan, karena dapat mempengaruhi penampilan, kesegaran, tekstur serta
cita rasa pangan. Uji kadar air bertujuan untuk menunjukkan banyaknya air yang
terkandung di dalam bahan. Kadar air bawang putih tunggal selama proses
pemanasan dapat dilihat pada Gambar 5.
11

Gambar 5 Perubahan kadar air bawang putih tunggal selama proses pemanasan
Gambar 5 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar air bawang selama
proses pemanasan menggunakan rice cooker. Kadar air bawang pu tih tunggal
pada hari ke-0 sebesar 58,84%. Kadar air bawang putih tunggal setelah
pemanasan selama 18 hari mengalami penurunan sampai pada angka kadar air
52,90%. Rata-rata penurunan kadar air bawang putih tunggal per tiga hari sebesar
0,92%. Pemanasan bawang putih tunggal dihentikan setelah 18 hari. Hal ini
karena kadar air pada hari ke-18 berada dibawah kadar air bawang hitam acuan
yang bernilai 53,08%. Data perubahan kadar air selama proses pemanasan dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Perubahan kadar air bawang putih tunggal selama pemanasan
Sampel Satuan Kadar Air
H0 % (b/b) 58.84
H3 % (b/b) 58.31
H6 % (b/b) 58.27
H9 % (b/b) 57.49
H12 % (b/b) 54.87
H15 % (b/b) 53.60
H18 % (b/b) 52.90

b. Kadar Gula Pereduksi


Menurut Sastrohamidjojo (2005), gula pereduksi adalah semua gula yang
memiliki kemampuan untuk mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid atau
keton bebas. Metode penentuan komposisi gula reduksi dalam sampel yang
mengandung karbohidrat yang digunakan adalah menggunakan pereaksi asam
dinitro salisilat (DNS) atau 3,5-dinitrosalicylic acid. Reaksi dengan DNS yang
terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi
gugus karboksil. Sementara itu DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk
3-amino dan 5-nitrosalicylic acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila
terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna
kuning akan berubah warna menjadi jingga kemerahan.
12

Gambar 6 Perubahan kadar gula pereduksi bawang putih tunggal selama proses
pemanasan

Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar gula pereduksi


bawang selama proses pemanasan menggunakan rice cooker. Bawang putih
tunggal pada hari ke-0 tidak mengandung gula pereduksi. Setelah dilakukan
proses pemanasan terjadi peningkatan kadar gula pereduksi pada bawang putih
tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula pereduksi bawang putih
tunggal selama proses pemanasan mengalami peningkatan sampai hari ke-15 dan
mengalami penuruanan pada hari ke-18.
Menurut Zhang et al. (2014), terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kandungan gula pereduksi pada proses pembuatan bawang hitam. Di satu sisi,
reaksi hidrolisis polisakarida menjadi gula pereduksi akan menyebabkan kadar
gula pereduksi meningkat. Sedangkan di sisi lain, terjadi reaksi Maillard yang
menyebabkan penurunan kadar gula pereduksi. Peningkatan kadar gula pereduksi
sampai hari ke-15 disebabkan karena reaksi hidrolisis polisakarida berlangsung
lebih cepat dibandingkan reaksi Maillard. Setelah 15 hari, jumlah polisakarida
yang direaksikan semakin berkurang sehingga menyebabkan laju reaksi hidrolisis
lebih lambat dibandingkan reaksi Maillard. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
penurunan kadar gula pereduksi pada hari ke-18.
Tabel 5 Perubahan kadar gula pereduksi bawang putih tunggal selama pemanasan
Kadar Gula
Sampel Satuan
Pereduksi
H0 % (b/b) 0.00
H3 % (b/b) 2.49
H6 % (b/b) 19.89
H9 % (b/b) 23.55
H12 % (b/b) 24.77
H15 % (b/b) 29.17
H18 % (b/b) 25.83
13

Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar gula pereduksi bawang hitam pada hari
ke-15 telah mendekati bawang hitam komersial. Hal ini dapat ditunjukkan dari
data kadar gula pereduksi bawang hitam pada hari ke-15 yang mencapai 29,17%.
Sedangkan bawang hitam komersial memiliki kadar gula pereduksi sebesar
30,87%.

c. Uji Senyawa Volatil


Mutia et al. (2014) menyatakan bahwa Volatile Reducing Substance (VRS)
merupakan zat-zat yang mudah menguap dalam suatu bahan atau produk dan
memberikan aroma yang khas pada famili bawang-bawangan. Semakin tinggi
kadar VRS pada suatu bahan menunjukkan aroma yang semakin tajam. Pengujian
kadar VRS bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kandungan senyawa-
senyawa volatil pada bahan (Sudibyo et al. 2010).

Gambar 7 Perubahan kadar VRS bawang putih tunggal selama proses pemanasan
Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar VRS bawang putih
tunggal selama proses pemanasan menggunakan rice cooker. Astuti (2009)
menyatakan bahwa pengeringan yang lama memacu penguapan senyawa volatil
sehingga kadarnya pada bahan kering menjadi rendah. Selain itu, kadar VRS
mudah menguap pada suhu tinggi dan sensitif terhadap panas sehingga semakin
lama proses pemanasan, kadar VRS bahan akan berkurang.
Kadar VRS bawang putih tunggal pada hari ke-0 sebesar 43,27 μeq/g. Kadar
VRS bawang putih tunggal setelah pemanasan mengalami penurunan. Kadar VRS
pada 3 hari pertama sebesar 37,61 μeq/g terus menurun hingga menjadi 6,99 μeq/g
pada hari ke-18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar VRS bawang pada
hari ke-9 telah lebih rendah dengan produk acuan yang memiliki kadar VRS
sebesar 20,87 μeq/g. Penurunan kadar VRS dapat dilihat pada Tabel 6.
14

Tabel 6 Perubahan kadar VRS bawang putih tunggal selama pemanasan


Kadar Gula
Sampel Satuan
Pereduksi
H0 μeq/g 43,27
H3 μeq/g 37,61
H6 μeq/g 27,73
H9 μeq/g 15,33
H12 μeq/g 11,17
H15 μeq/g 9,77
H18 μeq/g 6,99

d. Penentuan Waktu Proses Terbaik


Hasil karakterisasi bawang hitam kemudian dianalisa dengan ANOVA
(α=0,05) dan uji lanjut Duncan. Hasil ANOVA (α=0,05) menunjukkan bahwa
lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap tingkat kecerahan warna, kadar air,
kadar gula pereduksi, dan kadar VRS bawang hitam yang dihasilkan. Hasil uji
lanjut Duncan (α=0,05) menunjukkan bahwa tingkat kecerahan warna bawang
hitam tidak berbeda nyata dengan bawang hitam komersial pada hari ke-6 hingga
12. Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-6 hingga 12, warna bawang hitam
sesuai dengan bawang hitam komersial.
Hasil uji lanjut Duncan (α=0,05) menunjukkan bahwa kadar air bawang
hitam tidak berbeda nyata dengan bawang hitam komersial pada hari ke-15 dan 18.
Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-15 dan 18 kadar air bawang hitam sesuai
dengan bawang hitam komersial. Sedangkan kadar gula pereduksi bawang hitam
berbeda nyata dengan bawang hitam komersial pada hari ke-0 hingga 18. Hal ini
menunjukkan bahwa pada hari ke-0 hingga 18, kadar gula pereduksi bawang
hitam tidak sesuai dengan bawang hitam komersial. Nilai kadar gula pereduksi
yang paling mendekati bawang hitam komersial yaitu pada hari ke-15.
Hasil uji lanjut Duncan (α=0,05) menunjukkan bahwa kadar VRS bawang
hitam pada hari ke-0 hingga 18 berbeda nyata dengan bawang hitam komersial.
Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-0 hingga 18, kadar VRS bawang hitam
tidak sesuai dengan bawang hitam komersial. Pada hari ke-0 hingga ke-6, kadar
VRS bawang hitam masih lebih tinggi dibandingkan bawang komersial.
Sedangkan pada hari ke-9 hingga 18, kadar VRS bawang hitam lebih rendah
dibandingkan bawang hitam komersial. Pada uji VRS dipilih bawang hitam pada
hari ke-9 hingga 18 karena semakin rendah kadar VRS, aroma yang dihasilkan
bawang hitam semakin berkurang.
Waktu proses pembuatan bawang hitam menggunakan rice cooker terbaik
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap parameter tingkat kecerahan warna,
kadar air, kadar gula pereduksi, dan kadar VRS adalah pada hari ke-15. Meskipun
memiliki tingkat kecerahan warna yang berbeda dibandingkan bawang hitam
komersial, namun kadar air dan kadar gula pereduksi bawang hitam pada hari ke-
15 mendekati bawang hitam komersial. Selain itu, bawang hitam pada hari ke-15
juga memiliki kadar VRS yang rendah.
15

Karakteristik Lanjutan Bawang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang hitam yang diproses


menggunakan rice cooker memiliki karakteristik yang mendekati bawang hitam
komersial pada hari ke-15. Perbandingan karakteristik bawang putih tunggal,
bawang hitam komersial, dan bawang hitam pada hari ke-15 disajikan dalam
Tabel 7.
Tabel 7 Perbandingan karakteristik bawang
Bawang hitam
Bawang Bawang hitam
Parameter Uji Satuan pada hari ke-15
putih tunggal komersial
(Rice Cooker)
Warna 67,69 40,45 30,62
Kadar air % (b/b) 60,27 53,08 53,60
Kadar gula % (b/b) 0 30,87 28,74
pereduksi
Kadar VRS μeq/g 43,27 20,87 9,77
Kadar nitrogen % (b/b) 0,94 0,53 0,62
Total fenol % (b/b) 0,99 0,38 0,69
Asam amino % (b/b) 3,46 2,50 2,38

Tabel 7 menunjukkan karakteristik bawang putih tunggal, bawang hitam


komersial, dan bawang hitam yang diolah menggunakan rice cooker. Hasil uji
warna menunjukkan bahwa derajat keputihan bawang hitam yang diproses
menggunakan rice cooker lebih hitam dibansingkan bawang hitam komersial.
Kadar air pada bawang hitam yang diolah dengan menggunakan rice cooker
memiliki nilai yang sama dengan bawang hitam komersial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih tunggal segar tidak
mengandung gula pereduksi, sedangkan bawang hitam mengandung gula
pereduksi yang cukup tinggi. Bawang hitam yang diolah dengan menggunakan
rice cooker memiliki kandungan gula pereduksi sedikit lebih rendah dibandingkan
bawang hitam komersial. Tingginya kadar gula pereduksi menyebabkan bawang
hitam memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan bawang putih tunggal segar.
Bawang putih tunggal memiliki kandungan senyawa volatil tertinggi, yaitu
sebesar 43,27 μeq/g. Sedangkan bawang hitam yang diolah menggunakan rice
cooker memiliki kadar senyawa volatil terendah, yaitu sebesar 9,77 μeq/g pada hari
ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa bawang hitam yang diolah dengan
menggunakan rice cooker tidak memiliki aroma yang menyengat.
Li et al. (2014), menyatakan bahwa nitrogen dan asam amino merupakan
bahan yang penting pada reaksi Maillard dan kandungannya berpengaruh
langsung terhadap kualitas bawang hitam. Hasil uji kadar nitrogen menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kadar nitrogen bawang hitam dibandingkan bawang
putih tunggal. Hasil ini telah sesuai dengan penelitian Li et al. (2014) yang
menyatakan bahwa kadar nitrogen berkurang selama proses pemanasan. Kadar
nitrogen pada bawang hitam lebih kecil dibandingkan bawang putih segar.
Kandungan nitrogen bawang hitam hasil pemanasan menggunakan rice cooker
lebih tinggi dibandingkan bawang hitam komersial. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas bawang hitam yang dopanaskan dengan menggunakan rice cooker lebih
baik dibandingkan bawang hitam komersial.
16

Li et al. (2014) menyatakan bahwa senyawa fenolik menunjukkan sifat


antibakteri, antitumor, dan antioksidan yang berperan penting dalam bawang
hitam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan total fenol bawang putih
tunggal lebih tinggi dibandingkan bawang hitam maupun bawang hitam komersial.
Namun kandungan total fenol bawang hitam masih lebih tinggi dibandingkan
bawang hitam komersial. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al.
(2014) yang menyatakan bahwa kandungan total fenol bawang hitam meningkat
dibandingkan bawang putih segar. Penurunan total fenol diduga disebabkan
karena larutnya fenol dalam air pada saat penambahan air. Selama proses
pemanasan dilakukan penambahan air untuk menjaga Rh supaya tetap konstan
pada kisaran 60-80%. Lund (1977) menyatakan bahwa selama proses pemanasan
dinding sel dan membran plasma cepat mengalami kerusakan. Dengan demikian,
penambahan air saat proses pemanasan menyebabkan air masuk ke dalam dinding
sel dan vakuola yang kemudian melarutkan senyawa fenol ke dasar rice cooker.
Hal ini didukung dengan adanya kerak berwarna hitam pada dasar rice cooker
yang ditunjukkan pada gambar 8.

Gambar 8 Kerak hitam pada dasar rice cooker

Uji Kandungan Asam Amino


Winarono (2004) menyatakan bahwa asam amino merupakan substansi
dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh untuk keperluan
metabolism. Asam amino ditemukan pada semua makanan yang mengandung
protein. Kurniawati dan Istiningrum (2018) menyatakan bahwa terdapat lebih dari
300 jenis asam amino yang ada di alam, namun hanya 20 jenis asam amino yang
menyusun protein. Manusia dan hewan tingkat tinggi hanya bisa mensintesis 10
dari 20 jenis asam amino tersebut sehingga membutuhkan tambahan nutrisi yang
mengandung asam amino dari sumber makanannya. Jenis asam amino penyusun
protein yaitu glisin, alanin, prolin, valin, leusin, isoleusin, metionin, fenilalanin,
tirosin, triptofan, serin, treonin, sistein, aspargin, glutamin, lisin, histidin, arginin,
asam aspartat, dan asam glutamat. Hasil uji kandungan asam amino menunjukkan
bahwa bawang putih tunggal mengandung 15 dari 20 jenis asam amino penyusun
17

protein. Terdapat 5 jenis asam amino yang tidak terdapat dalam bawang hitam,
yaitu prolin, triptofan, sistein, aspargin, dan glutamin. Perbandingan kandungan
asam amino pada bawang putih tunggal tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan kandungan asam amino bawang
Bawang putih Bawang Hitam Bawang
Asam Amino Satuan
tunggal Komersial Hitam
Apartic acid % (b/b) 0,35 0,30 0,30
Glutamic Acid % (b/b) 0,55 0,58 0,46
Serine % (b/b) 0,14 0,14 0,12
Histidine % (b/b) 0,10 0,07 0,06
Glycine % (b/b) 0,13 0,11 0,10
Threonine % (b/b) 0,10 0,08 0,07
Arginine % (b/b) 1,11 0,31 0,39
Alanine % (b/b) 0,14 0,13 0,12
Tyrosine % (b/b) 0,15 0,12 0,11
Methionine % (b/b) 0,03 0,05 0,04
Valine % (b/b) 0,16 0,15 0,16
Phenylalanine % (b/b) 0,13 0,12 0,10
I-leucine % (b/b) 0,12 0,12 0,12
Leucine % (b/b) 0,17 0,17 0,17
Lysine % (b/b) 0,08 0,04 0,06
Total % (b/b) 3,46 2,50 2,38

Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar asam amino bawang


putih tunggal setelah diproses menjadi bawang hitam. Hal ini disebabkan karena
terjadi reaksi Maillard selama proses pemanasan bawang. Mottram (1991)
menyatakan bahwa peningkatan suhu dan penurunan kadar air menyebabkan gula
pereduksi berikatan komponen amino pada bahan, sehingga kandungan asam
amino bawang menurun.
Berdasarkan Tabel 8, asam amino yang dominan pada bawang putih tunggal
adalah arginin dengan kadar tertinggi sebesar 1,11%. Rasullah et al. (2013)
mengungkapkan bahwa arginin merupakan jenis asam amino semi esensial yang
dapat dibentuk oleh tubuh dalam jumlah terbatas, sehingga masih perlu
penambahan dari luar. Arginin dapat diperoleh dengan mengonsumsi makanan
yang bersumber dari hewan, seperti daging, telur, dan susu. Kandungan arginin
pada bawang hitam berkurang menjadi 0,39% setelah dilakukan proses
pemanasan. Hal ini disebabkan karena arginin ikut bereaksi dengan gula pereduksi
saat terjadi reaksi Maillard sehingga kandungannya berkurang.
Asam amino yang tidak mengalami perubahan selama proses pengolahan
yaitu leusin dan I-leusin. Kandungan leusin dan I-leusin masing-masing sebesar
0,17 dan 0,12 % (b/b). Doi et al. (2005) menyatakan bahwa isoleusin dan leusin
mampu merangsang penyerapan glukosa dalam sel-sel otot sehingga dapat
menurunkan kandungan gula dalam darah. Hal ini menunjukkan bahwa bawang
putih tunggal segar maupun olahan (bawang hitam) memiliki kemampuan untuk
menurunkan gula darah yang sama. Namun bawang hitam memiliki aroma dan
rasa yang lebih baik daripada bawang putih tunggal segar.
18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bawang putih tunggal yang dipanaskan dengan menggunakan rice cooker


mengalami perubahan fisik berupa perubahan tekstur menjadi lebih lunak dan
warna menjadi hitam. Selama proses pemanasan juga terjadi perubahan kimia,
yaitu perubahan kadar air, kadar gula pereduksi, dan kadar VRS. Bawang putih
tunggal mengalami penurunan kadar air dan kadar VRS masing-masing sebesar
0,92% dan 6,05 μeq/g per tiga hari selama 18 hari. Sedangkan kadar gula
pereduksi mengalami peningkatan mencapai 29,17% pada hari ke-15 dan kembali
berkurang pada hari ke-18.
Waktu optimal proses pemanasan bawang putih tunggal menjadi bawang
hitam menggunakan rice cooker agar sesuai dengan produk acuan adalah 15 hari.
Bawang hitam hasil pemanasan menggunakan rice cooker selama 15 hari telah
memiliki nilai kadar air, kadar gula pereduksi, kadar VRS, dan derajat warna yang
mendekati bawang hitam komersial.

Saran

Penelitian ini belum membahas mengenai kandungan S-Alil-L-Sistein,


aktivitas superoksida dismutase (SOD), aktivitas antioksidan, dan scavenging
activity melawan hidrogen peroksida pada bawang hitam yang diolah
menggunakan rice cooker. Selain itu, pengemasan dan umur simpan produk
bawang hitam yang dihasilkan juga belum dibahas, sehinggga diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[Kemendagri] Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Warta Ekspor:


Obat Herbal Tradisional. Jakarta (ID): Kemendagri
Aditya HP, Herpandi, Lestari S. 2016. Karakteristik fisik, kimia dan sensoris abon
ikan dari berbagai ikan ekonomis rendah. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan.
5(1):61-72
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NI, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan:
Petunjuk Laboratorium. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB
Astuti SM. 2009. Teknik pengaturan suhu dan waktu pengeringan beku bawang
daun (Allium fistulosum L.). Buletin Teknik Pertanian. 14(1):17-22
Bae SE, Cho SY, Won YD, Lee SH, Park HJ. 2012. A comparative study of the
different analytical methods for analysis of S-allyl cysteine in black garlic by
HPLC. LWT-Food Science and Technology. 46:532-535
Doi M, Yamaoka I, Nakayama M, Mochizuki S, Sugahara K, Yoshizawa F. 2005.
Isoleucine, a blood glucose-lowering amino acid, increase glucose uptake in rat
skeletal muscle in the absence of increases in AMP-activated protein kinase
activity. J. Nutr. 135(9):2103-2108
Faber L, Ferro M. 1956. Volatile reducing substance and volatile. J. Food
Technology. 10:303-304
19

Ikhtiarsyah YG, Armandaria I, Supriati MD, Sulistyorini E. 2014. Bawang Putih


(Allium sativum L.) [internet]. [diunduh 2018 Jul 25]. Tersedia pada:
https://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=441
Indiarto R, Nurhadi B, Subroto E. 2012. Kajian karakteristik tekstur (texture profil
analysis) dan organoleptik daging ayam asap berbasis teknologi asap cair
tempurung kelapa. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 5:106-116
Jang EK, Seo JH, Lee SP. 2008. Physiological activity and antioxidative effects of
aged black garlic (Allium sativum L.) extract. Korean Society of Food Science
and Technology. 40:443-448
Kemper JK. 2000. Garlic. Massachusetts (US): Longwood Herbal Task Force.
Kurniawati P, Istiningrum RB. 2018. Modul Biokimia Jilid 1. Yogyakarta (ID):
Universitas Islam Indonesia
Lestari S. 2013. Profil pertumbuhan dan analisis kandungan karbohidrat, protein,
dan lipid mikroalga hijau-biru pada medium af-6 dengan penambahan substrat
limbah ampas sagu [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia
Lund, D.B. 1977. Effect of Heating Processing on Nutrients. Westport (US): The
AVI Publishing Company
Li N, Lu X, Pei H, Qiao X. 2014. Effect of freezing pretreatment on the
processing time and quality of black garlic. Journal of Food Process
Engineering. 38:329-335
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press
Mutia AK, Purwanto YA, Pujantoro L. 2014. Perubahan kualitas bawang merah
(Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan suhu
yang berbeda. Jurnal Pascapanen. 11 (2):108-115
Omar SH, Hasan A, Hunjul N, Ali J, Aqil M. 2007. Historical, chemical and
cardiovascular perspectives on garlic: A review. Phcog Rev [Internet].
[Diunduh 2018 Jul 25]; 1 (1): 80-87 Available from: http://www.phcogrev.com
/article.asp?issn=0973 - 7847;year=2007;volume=1;issue=1;spage=80;epage=8
7;aulast=Omar;type=0
Purba M. 2014. Pembentukan flavor daging unggas oleh proses pemanasan dan
oksidasi lipida. WARTAZOA. 24:109-118
Ranganna S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vagatable Products. New
Delhi (IN): Tata Mc Graw-Hill Publishing Company
Rasullah FFF, T Nurhidayati, Nurmalasari. 2013. Respon pertumbuhan tunas
kultur meristem apikal tanaman tebu (Saccharum officinarum) varietas nxi 1-3
secara in viro pada media ms dengan penambahan arginin dan glutamin. Sains
Dan Seni Pomits. 2:2337-3520
Sastrohamidjojo H. 2005. Kimia Organik, Sterokimia, Lemak, dan
Protein. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press
Sato E, Kohno M, Hamano H. 2006. Increased anti-oxidative potency of garlic by
spontaneous short-term fermentation. Plant Foods for Human Nutrition.
61:157-160
Sudibyo A, Hutajulu TF, Setyadjit. 2010. Pendugaan masa simpan produk kopi
instan menggunakan studi penyimpanan yang di akselerasi dengan model
kinetika Arrhenius. Warta IHP. 27(1): 12-24
Suriana N. 2011. Bawang Bawa Untung Budi Daya Bawang Merah dan Bawang
Putih. Yogyakarta (ID): Cahaya Alam Pustaka
20

Untari I. 2010. Bawang putih sebagai obat paling mujarab bagi kesehatan.
GASTER. 7(1):547-554
Wang D, Feng Y, Liu J, Yan J, Wang M, Sasaki J. 2010. Black garlic (Allium
sativum) extracts enhance the immune system. Medicinal and Aromatic Plant
Science and Biotechnology. 4:37-40
Wijayanti M. 2011. Analisis preferensi konsumen dalam membeli daging sapi di
pasar tradisonal kabupaten karanganyar [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas
Sebelas Maret
Zhang X, Li N, Lu X, Liu P, Qiao X. 2016. Effects of temperature on the quality
of black garlic. J Sci Food Agric. 96:2366-2372
21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kerangka pemikiran penelitian

Bawang Putih Bawang Hitam


Tunggal Komersial

Penimbangan

Pembungkusan Pengujian sifat


dengan tisu dan fisik dan kimia
aluminium foil

Pemanasan dengan
rice cooker (warm
mode)

Bawang hitam

Penyandingan sifat Penentuan


fisik dan kimia perlakuan
terbaik

Lampiran 2 Metode analisa

1. Kadar Air (Ranganna 1977)


Sebanyak satu gram contoh dikeringkan di dalam oven pada suhu 100OC
selama 4 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai
diperoleh bobot yang tetap.

Dimana a = Bobot awal


b = Bobot akhir

2. Kadar Abu (Ranganna 1977)


Cawan porselin dikeringkan di dalam tanur pada suhu 600˚C kemudian
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebagai wadah. Satu gram contoh
ditimbang di dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Pengabuan
dilakukan dalam tanur pada suhu 600˚C selama 3 – 4 jam. Abu yang telah
diperoleh didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot
konstan.

Dimana a = Bobot awal sampel


b = Bobot abu
22

3. Kadar Protein (Ranganna 1977)


Sampel sebanyak 0,2 gram ditambahkan katalis selen dan ditambahkan 5
ml H2SO4 pekat. Sampel tersebut didekstruksi selama satu jam yaitu sampai
larutan berwarna jernih. Setelah didekstruksi, sampel didiamkan terlebih dahulu
sampai uapnya hilang, kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 30 ml
NaOH 30%. Sampel selanjutnya didestilasi dan penampungnya adalah
Erlenmeyer yang berisi 15 ml asam borat 4%. Pada tahap ini asam borat akan
berubah warna dari merah menjadi hijau. Destilasi dihentikan setelah penampung
berubah volumenya menjadi 45-50 ml (tiga kali lipatnya). Larutan hasil
tampungan dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai berubah warna dari hijau menjadi
merah.

4. Kadar Gula Total (Phenol-Sulphuric acid method) (Lestari 2013)


a. Pembuatan kurva baku standar glukosa
Membuat larutan standar konsentrasi 100 ppm dengan cara menimbang
glukosa sebanyak 0,01 gram/100 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
dan ditambahkan dengan aquades sampai 100 mL. Dihomogenkan dengan cara
dikocok perlahan. Mencampur larutan standar dengan aquades hingga masing-
masing konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 5% fenol dimasukkan ke dalam
larutan yang telah dibuat dan ditambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat ke dalam
masing-masing tabung dengan konsentrasi larutan berbeda. dikocok kemudian
didiamkan selama sepuluh menit pada suhu kamar. Langkah terakhir adalah
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.
Kemudian dicari nilai regresinya. Nilai gula total didapat dari persamaan :

Dimana: Y = Nilai absorbansi


a dan b = Nilai pada persamaan regresi larutan standar
x = Kadar gula yang dicari (ppm)

b. Pengukuran kandungan karbohidrat sampel


Sebanyak 0.01 gram sampel ditimbang dan dimasukkan kedallam labu
ukur 100 mL. kemudian ditambahkan akuades hingga tanda tera dan dikocok
hingga homogen. Kemudian sampel diambil sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 0,5 mL fenol dan 2,5 mL asam sulfat. Dikocok agar homogen
kemudian didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang. Blanko menggunakan 0,5
mL aquades ditambah fenol dan asam sulfat dengan jumlah yang sama pada
sampel. Kandungan gula total sampel diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 490 nm.

5. Kadar Gula Pereduksi (Apriyanto et al. 1989)


a. Pereaksi DNS
Larutkan 10,6 gram asam 3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 gram NaOH ke
dalam 1416 ml air. Kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut 306 gram
NaK-tartarat, 7,6 gram fenol (cairkan pada suhu 50oC) dan 8,3 gram Na-
23

metabisulfit. Campurkan bahan hingga merata. Titrasi 3 ml pereaksi DNS dengan


HCL 0,1 N dan indikator fenolftalein. Apabila larutan titran kurang dari 5 ml,
maka ditambahkan 2 gram NaOH setiap kekurangan 0,1 ml HCl 0,1 N.

b. Pengukuran gula pereduksi


Setiap sampel diambil sebanyak 1 gram dan diencerkan sebanyak 100 ml.
Hasil pengenceran sampel diambil sebanyak 1 ml dan dimasikkan ke dalam
tabung reaksi. Lalu sampel tersebut ditambahkan 3 ml pereaksi DNS dan
dipanaskan dalam air mendidih tepat 5 menit pada suhu 100oC. Kemudian
didinginkan dengan air mengalir dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 540 nm.

6. Kadar VRS (Volatile Reducing Substance) (Faber dan Ferro 1956)


Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam alat VRS dan ditambahkan
10 ml akuades. Kemudian sebanyak 10 ml KMnO4 0,02 N dimasukkan ke dalam
gelas reaksi pada alat VRS dan dilakukan aerasi dengan pompa vakum selama 40
menit. Setelah aerasi dilakukan, KMnO4 dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N sambil dibilas. Lalu ditambahkan 3 ml KI 20% dan
indikator kanji 1%. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,02N sampai warna biru
hilang. Rumus yang digunakan yaitu:

Keterangan: VRS : Volatile Reducing Substance (μeq/g)


bl : Jumlah larutan Na2S2O3 titrasi blanko (ml)
c : Jumlah larutan Na2S2O3 titrasi sampel (ml)
b : Berat sampel (gram)
N : Normalitas larutan Na2S2O3

Lampiran 3 Prosedur karakterisasi lanjutan bawang

1. Uji Asam Amino dan Nitrogen


Sebanyak 5 g sampel bawang hitam dipotong, digiling dan dipindahkan ke
labu volumetrik 100 mL dengan air suling. Larutan diekstraksi dengan
menggunakan ultrasound selama 30 menit, dibiarkan sesaat, lalu disaring.
Sebanyak 20 mL filtrat dilarutkan dalam 60 mL air suling, dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Elektroda dari pH meter dimasukkan ke dalam campuran, yang
diaduk menggunakan pengaduk magnet. Kemudian larutan tersebut dititrasi
dengan 0,05 mol L-1 NaOH hingga pH 8,2. Jumlah larutan NaOH yang
dikonsumsi dicatat. Kemudian 10 mL formaldehida ditambahkan ke dalam
campuran. Larutan NaOH (0,05 mol L-1) digunakan untuk mentitrasi campuran
hingga pH 9.2. Jumlah larutan NaOH yang dikonsumsi dicatat. Kemudian
dilakukan perlakuan yang sama dengan menggunakan 80 mL air suling sebagai
blanko. Jumlah larutan NaOH yang dikonsumsi digunakan untuk menghitung
kandungan asam amino nitrogen dan kandungan total asam (Zhang et. al. 2015).

2. Uji Total Fenol


Penentuan total fenol dapat dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu.
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah reaksi oksidasi dan reduksi kolorimetrik
untuk mengukur semua senyawa fenolik dalam sampel uji. Kurva standar asam
24

galat dibuat dengan variasi konsentrasi 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; 2,0; dan 2,4 mg/L dan
diukur absorbansinya pada 765 nm. Prosedur pengukuran sampel dilakukan
dengan cara memasukkan 0,4 mL sampel dan 0,4 mL reagen Folin-Ciocalteu ke
dalam labu takar 10 mL. Campuran kemudian dikocok selama lima menit. Setelah
itu tambahkan 4 mL Na2CO3 7 %, tepatkan dengan akuades sampai volume 10
mL. Larutan diinkubasi selama 40 menit pada suhu 23oC dan dibaca
absorbansinya pada λ=765 nm menggunakan spektrofotometer (Hammerschmidt
dan Prett 1978). Kadar total fenol diperoleh menggunakan rumus berikut:

Keterangan: C = konsentrasi ekivalen dari grafik (nilai x)


V = volume yang diukur pada spektronik
fp = faktor pengenceran
fk = faktor konversi

Lampiran 4 Hasil uji preferensi


25
26
27
28

Lampiran 5 Kurva standar DNS

100 125 150 175 200

Lampiran 6 Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan

Hasil ANOVA warna bawang hitam


Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 1841.585 7 263.084 92.639 .000
Within Groups 22.719 8 2.840
Total 1864.304 15
Keterangan: Sig. < 0.05, berbeda nyata pada α = 0.05

Hasil uji lanjut Duncan terhadap warna bawang hitam


Subset for alpha = 0.05
Waktu N
1 2 3 4 5
Hari ke-18 2 37.0650
Hari ke-15 2 38.7900 38.7900
Hari ke-12 2 40.2150 40.2150 40.2150
Produk Acuan 2 40.9250 40.9250 40.9250
Hari ke-9 2 41.7900 41.7900
Hari ke-6 2 43.6750
Hari ke-3 2 47.7600
Hari ke-0 2 72.5875
Sig. .064 .133 .090 1.000 1.000
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan tidak berbeda nyata
pada α = 0.05
29

Hasil ANOVA kadar air bawang hitam


Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups .013 7 .002 91.283 .000
Within Groups .000 16 .000
Total .013 23
Keterangan: Sig. < 0.05, berbeda nyata pada α = 0.05

Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar air bawang hitam


Subset for alpha = 0.05
Waktu N
1 2 3 4
Produk Acuan 3 .53084
Hari ke-18 3 .53329
Hari ke-15 3 .53605
Hari ke-12 3 .54874
Hari ke-9 3 .57493
Hari ke-6 3 .58269 .58269
Hari ke-3 3 .58307 .58307
Hari ke-0 3 .58838
Sig. .199 1.000 .051 .161
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan tidak berbeda nyata
pada α = 0.05

Hasil ANOVA kadar gula pereduksi bawang hitam


Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups .246 7 .035 1106.885 .000
Within Groups .000 8 .000
Total .246 15
Keterangan: Sig. < 0.05, berbeda nyata pada α = 0.05

Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar gula pereduksi bawang hitam
Subset for alpha = 0.05
Waktu N
1 2 3 4 5 6
Hari ke-0 2 .0000
Hari ke-6 2 .1750
Hari ke-9 2 .2610
Hari ke-12 2 .2895
Hari ke-3 2 .2935
Hari ke-18 2 .2945
Hari ke-15 2 .3830
Produk Acuan 2 .4330
30

Sig. 1.000 1.000 1.000 .419 1.000 1.000


Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan tidak berbeda nyata
pada α = 0.05

Hasil ANOVA kadar VRS bawang hitam


Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 2532.289 7 361.756 135.453 .000
Within Groups 21.366 8 2.671
Total 2553.654 15
Keterangan: Sig. < 0.05, berbeda nyata pada α = 0.05

Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar VRS bawang hitam


Subset for alpha = 0.05
Waktu N
1 2 3 4 5 6 7
Hari ke-18 2 6.9850
Hari ke-15 2 9.7700 9.7700
Hari ke-12 2 11.1650
Hari ke-9 2 15.3300
Produk Acuan 2 20.8700
Hari ke-6 2 27.7300
Hari ke-3 2 37.6150
Hari ke-0 2 43.2750
Sig. .127 .418 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan tidak berbeda nyata
pada α = 0.05
31

RIWAYAT HIDUP

Maulana Miladulhaq (penulis) dilahirkan di Seputih


Mataram, Lampung tengah pada tanggal 27 Juli 1996. Penulis
merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak Dadang Uci dan Ibu Aam Aminah. Penulis memulai
pendidikan di SDS 01 Gula Putih Mataram pada 2002,
kemudian melanjutkan ke SMP Sugar Group pada 2008.
Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMA Sugar
Group dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama
penulis mendaftarkan diri ke Institut Pertanian Bogor melalui
jalur SNMPTN pada program studi Teknologi Industri Pertanian, penulis juga
menjadi penerima beasiswa BidikMisi IPB.
Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai koordinator departemen
Teknologi Industri Pertanian di Paguyuban BidikMisi. Penulis juga juga pernah
menjadi asisten praktikum Penerapan Komputer serta pengajar les privat pada
beberapa lembaga bimbingan belajar antara lain Mitra PPKU dan Konsultan
Pendidikan Adi Indonesia. Selain itu penulis juga pernah mengikuti program Bina
Cinta Lingkungan dan IPB Goes to Field di Kecamatan Ngablak, Kabupaten
Magelang serta aktif pada Komunitas Peduli Autis Bogor dan Gerakan Cinta
Anak Tani. Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Perubahan Sifat
Fisikokimia Selama Pengolahan Bawang Putih Tunggal Menjadi Bawang Hitam
Menggunakan Rice Cooker” dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Illah Sailah, MS
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian pada
departemen Teknologi Insutri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai