Anda di halaman 1dari 34

29

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI


PERIKANAN TUNA

RINJANI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pemanfaatan
Limbah Industri Perikanan Tuna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2017

Rinjani
NIM C44130010
5

ABSTRAK

RINJANI. Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan Tuna. Dibimbing oleh


YOPI NOVITA dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Limbah merupakan sisa dari usaha kegiatan pengolahan yang dilakukan oleh
manusia. Limbah tersebut apabila dibiarkan atau tidak dikelola dengan baik, maka
akan berdampak buruk terhadap lingkungannya. Salah satu kegiatan yang
berpotensi menghasilkan limbah adalah kegiatan perikanan. Penelitian ini
dilakukan untuk menentukan rasio setiap jenis limbah ikan tuna per ekor dan
mengidentifikasi potensi pemanfaatan limbah dari kegiatan limbah industri
perikanan tuna. Penelitian dilakukan terhadap kegiatan pengolahan industri tuna di
PT AWIndo dan kegiatan di tempat penampungan limbah industri. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode survei untuk memperoleh data sumber
limbah, jenis limbah, dan volume limbah dari kegiatan pengolahan industri tuna.
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui tahapan dari kegiatan yang
berpotensi menghasilkan limbah. Obyek penelitian ini adalah semua jenis limbah
padat yang dihasilkan dari sisa pengolahan tuna. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa persentase rasio jenis limbah terbanyak yang dihasilkan dari
proses pengolahan industri perikanan tuna di PT AWIndo adalah bagian kepala
sebesar 19.19% dengan berat rata-rata kepala 9.02 kg. Limbah tuna memiliki
potensi besar, hal ini terbukti dari kandungan kimia meliputi abu sebesar 1 441.77
ton, lemak sebesar 3 889.47 ton, dan protein sebesar 4 074.95 ton dalam satu tahun
produksi. Dengan kandungan kimia yang dimiliki oleh limbah tuna, dapat diketahui
bahwa limbah tuna bisa dimanfaatkan sebagai produk olahan baik pangan (seperti
tepung ikan berkalsium, gelatin, dan suplemen minyak ikan) atau non pangan
(seperti pakan ternak, pupuk, dan biodiesel) yang memiliki nilai tambah ekonomis
tinggi.

Kata kunci: limbah, perikanan tuna, potensi, PT AWIndo


ABSTRACT

RINJANI. Potency of Tuna Waste Industry Utilization. Supervised by YOPI


NOVITA and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Waste is a residu of business processing that was being done by the human. If the
waste unproperly managed, it will give a negative impact to the environment. One
of the activities that produced waste is fisheries activities include fishing and
processing. The objectives of the research are to determine the ratio of tuna fishery
waste and to identify the tuna waste industry utilization. The research was
conducted on tuna industry processing activity in PT AWIndo and the activities in
waste industry shelter. Survey method was conducted to collect waste source data,
waste type, and the volume of tuna waste industry. The interview was done to know
the stages of activity that could produce waste. Research objects were all type of
the solid waste produced by tuna processing. This research showed that the biggest
waste percentage ratio of tuna waste industry in PT AWIndo was in the head of a
tuna 19.19% with the average head weight were 9.02 kg. Tuna waste has a big
potency, it contained 1 441.77 tons of ash, 3 889.47 tons of fat, and 4 074.95 tons
of protein in a year of production. Based on the chemical content of tuna waste, it
showed that tuna could utilize as a food (high calcium fish flour, gelatin, and fish
oil supplement) or non-food (animal feed, fertilizer, and biodiesel) that has a high
added economic value.

Keyword: potency, PT AWIndo, tuna fishery, waste


7

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI


PERIKANAN TUNA

RINJANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Potensi
Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan Tuna” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Dr Yopi Novita, SPi MSi dan Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi selaku
pembimbing yang telah banyak membantu membimbing dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Dr Mochammad Riyanto, SPi MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah
memberikan koreksi dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr Ir Muhammad Fedi Alfiadi Sondita, MSc selaku dosen penguji sidang
skripsi yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penulisan skripsi
ini.
4. Bapak (Suminto) dan Ibu (Ranti) atas do’a, masukan, serta dukungannya.
5. Bapak Lie Kwan Sing selaku quality countrol (QC) PT AWIndo yang telah
banyak membantu dalam penelitian saya sampai selesai.
6. Pihak PPS Nizam Zachman khususnya bagian TU UPT Ibu Trusti, kakak-
kakak pegawai UPT (Kak Rusdi, Kak Pebri, Kak Dita, dkk) serta Bapak
Satpam Irfandi dan Ibu kantin yang telah banyak membantu dalam penelitian
saya.
7. Bapak AKBP (Pur) Suprapto beserta keluarganya atas do’a, masukan,
dukungan selama penelitian saya.
8. Atqiya Nur Assyfa yang telah memberikan dukungan dan masukan dalam
penelitian saya.
9. Fani Karina Astrini, SPt yang telah banyak membantu dan masukan dalam
penelitian saya.
10. Dwi Darmawan yang telah membantu dan masukan dalam penelitian saya.
11. Pak Zulfa Emazir, Amd dan Ibu Fina banyak membantu dan masukan dalam
penelitian saya.
12. Romdon, Yogi, Ela, Widya, Tijar, Mune, Sati, Yudi, Ridwan, Dwi, Intan, Rozi,
Helen, Nure, Rika, Ahsana, Firman, Beni, Icha serta keluarga besar PSP 50
yang selalu menemani dan banyak memberikan banyak dukungan serta doa
kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2017

Rinjani
13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat 3
Jenis dan Pengumpulan Data 3
Pengolahan Data 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Produksi Tuna 6
Limbah Industri Perikanan Tuna dan Penanganannya 9
Kandungan Limbah Tuna 13
Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan Tuna 14
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini 3
2 Jenis dan pengumpulan data 3
3 Komposisi (%) limbah per 1 (satu) ekor ikan 11
4 Komposisi (%) jenis limbah per 1 (satu) ekor ikan (berat rata-rata 47 kg) 12
5 Komposisi limbah yang dihasilkan per kelompok berat tuna 12
6 Komposisi kandungan limbah tuna 13
7 Komposisi potensi jumlah limbah dari 551 ton tuna yang diproduksi oleh
PT AWIndo per tahun 14

DAFTAR GAMBAR
1 Produksi perikanan tuna tahun 2010-2014 di PPS Nizam Zachman 7
2 Proses pengolahan tuna 8
3 Bentuk limbah yang dihasilkan industri pengolahan perikanan tuna 10
4 Penanganan limbah di tempat pengepul limbah PPS Nizam Zachman
Jakarta 11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel pengambilan sampel (komposisi jumlah limbah per ekor ikan) 21
2 Tabel kadar abu (pengabuan kering) hasil uji proksimat 22
3 Tabel kadar lemak metode soxlet hasil uji proksimat 23
4 Tabel kadar protein metode kjedhal 23
5 Tabel dokumentasi hasil uji proksimat Laboratorium PAU, ITP 24
29

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limbah merupakan sisa dari usaha kegiatan pengolahan yang dilakukan oleh
manusia (UU No. 32 tahun 2009). Limbah tersebut apabila dibiarkan atau tidak
dikelola dengan baik, maka akan berdampak buruk terhadap lingkungannya. Salah
satu kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah adalah kegiatan perikanan.
Beberapa kegiatan perikanan yang berpotensi menghasilkan limbah adalah kegiatan
penangkapan ikan dan pengolahan ikan. Limbah dari kegiatan perikanan tidak
hanya mencemari daratan tetapi juga laut dan udara. Salah satu limbah dari kegiatan
perikanan, adalah limbah yang berasal dari industri perikanan tuna. Tuna
merupakan jenis ikan pelagis besar yang menyisakan limbah padat dalam jumlah
yang cukup besar, sebagai contoh perikanan tuna di Ambon. Tuna yang ditangkap,
langsung dipotong di atas kapal menjadi loin dan limbahnya yang terdiri dari
insang, isi perut, kepala, dan tulang langsung dibuang ke laut. Lain pula halnya
dengan penanganan ikan tuna di Bali dan Jakarta, tuna yang ditangkap hanya
dikeluarkan insang dan isi perut. Selanjutnya insang dan isi perut dibuang ke laut.
Untuk tuna yang sampai ke darat dalam keadaan utuh (tanpa insang dan isi perut),
kemudian diolah kembali untuk menghasilkan berbagai macam produk yang
diinginkan. Produk yang dimaksud adalah tuna loin, tuna saku, tuna slice, tuna
steak, dan tuna chunk (Jati 2014).
Proses lanjutan tersebut menghasilkan limbah berupa bagian dalam perut
(toro atau belly), daging hitam, kepala, tulang, dan kulit. Data UPT PPS Nizam
Zachman menunjukkan dari tahun 2010-2014 produksi perikanan tuna di Indonesia
mencapai 150 970.43 ton per tahun. Meningkatnya produksi perikanan tuna,
tentunya akan menambah perkembangan industri dalam bidang pengolahan ikan.
Semakin tingginya angka produksi dan jumlah penangkapan yang meningkat tiap
tahunnya, maka akan berdampak pada peningkatan limbah yang dihasilkan oleh
industri perikanan. Menurut Prasertsan et al. (1988) menyatakan bahwa industri
pengolahan tuna menghasilkan limbah dalam jumlah besar, dimana sebanyak 25-
30% merupakan limbah cair yang terdiri atas darah, konsentrat, dan minyak ikan
tuna, serta sebesar 30-35% merupakan limbah padat yang terdiri atas kepala, kulit,
dan jeroan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa limbah padat diperkirakan
menjadi penyumbang terbesar dari keseluruhan limbah industri perikanan
khususnya tuna.
Pemanfaatan limbah ikan hingga saat ini telah dimanfaatkan untuk bahan
pakan dan biodiesel (Srinivasa et al. 2008, Mastori 2010). Apabila limbah tuna
memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biodiesel),
maka kapal tuna dapat dirancang sebagai kapal tuna yang ramah lingkungan,
sehingga tidak hanya bergantung pada bahan bakar solar. Selain itu, sebagai bahan
baku pakan ternak, maka penanganan limbah yang baik dapat meningkatkan mutu
pakan yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah yang baik dan tepat diharapkan mampu
meminimalisir keberadaan limbah perikanan.
2

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Menentukan rasio setiap jenis limbah ikan tuna per ekor.
2. Mengidentifikasi potensi pemanfaatan limbah dari kegiatan industri perikanan
tuna.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:


1. Memanfaatkan potensi yang terdapat pada limbah perikanan, guna untuk
mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat adanya limbah sisa
pengolahan industri perikanan.
2. Menjadi bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang bertujuan mengetahui rasio setiap jenis limbah tuna serta
mengidentifikasi potensi pemanfaatan limbah dari kegiatan industri perikanan tuna
dilakukan menggunakan tiga tahap. Pada tahap pertama penelitian dilakukan di
lapang dengan menjadikan PT AWIndo sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode survei untuk memperoleh data sumber
limbah, jenis limbah, dan volume limbah dari kegiatan pengolahan industri tuna.
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui tahapan dari kegiatan yang
berpotensi menghasilkan limbah. Target penelitian ini adalah kegiatan pengolahan
industri tuna di PT AWIndo dan kegiatan di tempat penampungan limbah. Obyek
penelitian ini adalah semua jenis limbah padat yang dihasilkan dari sisa pengolahan
tuna. Pada tahap kedua dilakukan uji proksimat untuk mengetahui kandungan dari
limbah tuna yang diperoleh. Contoh limbah tuna yang diuji adalah limbah padat
yaitu kepala, tulang, kulit, bagian dalam perut (toro atau belly), dan daging hitam.
Tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang zat-zat kimia yang
terkandung dari tiap limbah padat yang telah diuji. Tahap ketiga kajian dilakukan
secara survei untuk mengetahui proses kegiatan pengolahan tuna yang berpotensi
menghasilkan limbah dan untuk menentukan rekomendasi pemanfaatan limbah
berdasarkan hasil kajian kandungan zat pada limbah (tahap kedua).

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2017.


Lokasi penelitian bertempat di Industri Perikanan Tuna Muara Baru PT AWIndo
dan Laboratorium PAU Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB. Pemilihan Industri Perikanan Tuna Muara Baru sebagai lokasi penelitian
karena merupakan salah satu lokasi industri pengolahan ikan modern di Teluk
Jakarta, yang banyak memproduksi produk olahan dari ikan tuna. Dimana dari
produk-produk olahan tersebut berpotensi menghasilkan limbah. Laboratorium
PAU Ilmu dan Teknologi Pangan digunakan untuk melakukan uji kandungan
proksimat pada limbah tuna.
3

Alat

Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini


No Jenis Alat Kegunaan
1 Alat tulis Mencatat hasil penelitian
2 Timbangan Mengetahui secara pasti berat dari limbah yang dihasilkan
digital oleh ikan tuna dalam satuan kilogram
3 Kamera Dokumentasi dari keseluruhan kegiatan pengambilan data
penelitian
4 Cool box Sarana pengangkutan sampel limbah tuna

Jenis dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang diperoleh dengan cara identifikasi, wawancara, dan diskusi. Data
primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dan diolah sendiri oleh
peneliti langsung dari responden. Data sekunder merupakan data penunjang yang
berasal dari instansi terkait yaitu, dari pihak UPT PPS Nizam Zachman, data
tersebut adalah data produksi ikan tuna dalam kurun waktu lima tahun terakhir
pada 2010-2014 di PPS Nizam Zachman dan studi pustaka berupa informasi yang
berkaitan dengan materi penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan pemilihan sampel yang
didasarkan untuk memenuhi tujuan penelitian, yang digunakan untuk mengetahui
berat pada masing-masing limbah dari ikan tuna utuh atau whole. Sampel ikan tuna
utuh yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 10 ekor ikan tuna yang
mempunyai berat berbeda pada masing-masing ikan. Limbah ikan tuna yang
diperhitungkan adalah semua ikan tuna dari produk frozen dan fresh yang ditangani
di atas kapal dengan membuang isi perut dan insang (kecuali bagian toro dan belly).
Untuk limbah yang diperhitungkan adalah tuna dalam bentuk frozen dan fresh yang
diolah lebih lanjut menjadi produk tuna loin, tuna sashimi, tuna saku, tuna slice,
tuna steak, dan tuna chunk. Jenis data yang dikumpulkan beserta metode
pengumpulan datanya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan pengumpulan data


No Tujuan penelitian Data yang diperlukan Jenis data Cara pengambilan data
1 Menentukan rasio  Berat per ekor ikan Primer Data produksi tuna
setiap jenis tuna pada PT AWIndo
limbah ikan tuna  Jenis limbah dan Primer Data internal dari
per ekor berat tiap jenis perusahaan, yaitu PT
limbah pada setiap AWIndo
ekor ikan
 Jumlah total limbah Primer Data volume dan nilai
tuna produksi ikan tuna
pada PT AWIndo
 Jenis limbah yang Primer Wawancara dan
dihasilkan setiap observasi
produk
4

Lanjutan Tabel 2 Jenis dan pengumpulan data


No Tujuan penelitian Data yang diperlukan Jenis data Cara pengambilan data
2 Mengidentifikasi  Uji kandungan per Primer Observasi (analisis
potensi jenis limbah tuna proksimat
pemanfaatan  Potensi Primer Wawancara
limbah dari pemanfaatan
aktivitas industri limbah perikanan Sekunder Literature
perikanan tuna tuna
 Jumlah total Sekunder Data internal dari
produksi tuna di PT perusahaan, yaitu, PT
AWIndo AWIndo

Pengolahan Data

1. Menghitung rasio limbah tuna untuk berbagai jenis produk


Perhitungan rasio limbah tuna dilakukan untuk setiap jenis limbah yang
diambil dari setiap sampel. Perhitungan juga dilakukan terhadap berat rata-rata jenis
limbah yang didapat dari setiap sampel. Pengolahan data dilakukan untuk
mengetahui bahwa bagian tuna manakah yang banyak menyumbangkan limbah di
industri pengolahan tuna. Rasio berat limbah tiap jenis limbah tuna dan berat rata-
rata jenis limbah didapat dengan perhitungan melalui rumus sebagai berikut:

Wiimbah
Ri= Wikan
x 100%............................................................................................. (1)
dengan :
R : Rasio per jenis limbah per ikan (%);
i (1,2,3,...,i) : Jenis limbah;
𝑊𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑘𝑒−𝑖 : Berat per jenis limbah ke-i (kg); dan
𝑊𝑖𝑘𝑎𝑛 : Berat satu ekor tuna utuh tanpa insang dan isi perut (kg).

Wlimbah ikan dari 1 ekor ikan


Total rasio limbah per 1 ekor ikan tuna(R t) = Wikan
................... (2)

2. Identifikasi potensi pemanfaatan limbah dari aktivitas industri perikanan tuna


Untuk mengetahui potensi yang terdapat di limbah tuna, maka dilakukan uji
kandungan terhadap setiap jenis limbah tuna. Uji kandungan limbah ikan tuna
dilakukan dengan analisis proksimat yang mengacu pada metode uji AOAC (2005)
meliputi kadar kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Setelah mengetahui
kandungan dari setiap jenis limbah tuna yang diuji, maka dapat diketahui bahwa
potensi apakah yang bisa dimanfaatkan dari kandungan limbah tuna tersebut.
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi
komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya yaitu analisis kadar abu, kadar
lemak, dan kadar protein.

2.1 Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)


Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105
ºC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Masing-masing sampel limbah ditimbang
dengan berat kurang lebih 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan
dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke
5

dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 ºC selama 1 jam, kemudian ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

C-A
Persentase kadar abu= B
x 100%................................................................... (3)
dengan:
A = Berat cawan porselen kosong (gram);
B = Berat cawan yang berisi sampel (gram); dan
C = Berat cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan (gram).

2.2 Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)


Sampel masing-masing limbah dengan berat kurang lebih 2 gram dimasukkan
ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas
lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel
yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat
tetapnya dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan
ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-
heksana). Proses ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan pelarut heksana
sebanyak 150 ml. Campuran heksana dan lemak didestilasi hingga lemak terpisah
dari pelarutnya. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam
oven pada suhu 150 ºC selama 60 menit dan dimasukkan dalam desikator selama
30 menit lalu ditimbang hingga beratnya.
Persentase kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

C-A
Persentase kadar lemak= B
x 100%............................................................................ (4)
dengan:
A = Berat labu lemak dengan lemak hasil ekstraksi (gram);
B = Berat sampel awal (gram); dan
C = Berat labu lemak kosong (gram).

2.3 Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)


Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari yaitu destruksi,
destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro
kjeldahl. Sampel limbah yang terdiri dari jeroan, kulit, tulang, kepala, dan daging
hitam ditimbang dengan masing-masing berat kurang lebih 0.1 gram. Kemudian
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0.25 gram selenium
dan 2 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 ºC selama kurang lebih 1
jam sampai larutan jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu
kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan
proses destilasi dengan suhu destilator 100 ºC. Hasil destilasi ditampung dalam labu
erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 5 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes
indikator bromchresol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah
volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi
dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai terjadi perubahan warna
merah muda. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
6

ml HCl x N HCl x 14.007 x 6.25


Persentase protein = berat sampel
x 100%........................................... (5)
dengan:
*) Faktor konversi = 6.25

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif
komparatif serta disajikan dalam bentuk tabel. Analisis dilakukan terhadap:
1. Rasio untuk setiap jenis limbah ikan tuna per ekor, dimana analisis dilakukan
untuk mengetahui bagian jenis limbah dari ikan tuna manakah yang
menyumbang persentase terbanyak dari proses pengolahan industri perikanan
tuna di PT AWIndo.
2. Potensi pemanfaatan limbah dari aktivitas industri perikanan tuna. Keseluruhan
data potensi limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan tuna di PT
AWIndo disajikan dalam bentuk tabel menggunakan analisis deskriptif,
kemudian dibandingan antara kandungan kimia pada masing limbah tuna untuk
mengetahui potensi yang dimiliki dari masing-masing limbah tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Produksi Tuna

PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia


yang memiliki Tuna Landing Center (TLC) sebagai tempat pendaratan khusus ikan
tuna. Tuna sebagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi perlu ditangani
dengan baik agar mutunya tetap terjaga. Menurut Ningsih (2013) menyebutkan
bahwa penanganan ikan tuna segar di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam
Zachman Jakarta dibagi menjadi dua tahap, yaitu penanganan di atas kapal dan
penanganan di pelabuhan. Proses penanganan ikan tuna segar baik di atas kapal
maupun di PPS Nizam Zachman Jakarta sudah sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan BSN (2006) SNI 01-2729.3-2006, rangkaian kegiatan penanganan
dilakukan untuk mendapatkan produk yang baik dan mempunyai jaminan mutu.
Ikan tuna didaratkan dalam bentuk ikan utuh yang sudah disiangi isi perut dan
insangnya. Proses penanganan ikan tuna di pelabuhan dilakukan dan dikontrol oleh
perusahaan tempat pendaratan tuna atau TLC. Fasilitas TLC merupakan bentuk
usaha PPS Nizam Zachman dalam menghasilkan produk ikan tuna yang berkualitas
tinggi. Produksi tuna di PPS Nizam Zachman pada tahun 2010-2014 mengalami
peningkatan (Gambar 1).
Meningkatnya volume produksi perikanan tuna di PPS Nizam Zachman yang
cukup besar memicu berkembangnya industri pengolahan perikanan tuna.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh PPS Nizam Zachman terdapat 40 perusahaan
industri pengolahan perikanan. Salah satu perusahaan yang bergerak khusus
dibidang pengolahan produk perikanan tuna adalah PT AWIndo. Bahan baku tuna
yang dipasok oleh PT AWIndo berasal dari beberapa transit yang ada di PPS Nizam
Zachman Jakarta. Menurut Maulida (2014) transit menyediakan jasa bongkar ikan.
Terdapat enam transit sheed yang khusus melayani bongkar ikan tuna di PPS
Nizam Zacman Jakarta, yaitu transit 2, transit 9, transit 16, transit 17, transit 21, dan
7

transit 26. PT AWIndo sendiri mempunyai transit langganan yaitu transit 16. Bahan
baku tersebut didapat dengan membelinya dari pemilik kapal.

45000
40000
35000
30000
Produksi

25000
20000
15000
10000
5000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber : UPT PPSNZ (2014)

Gambar 1 Produksi perikanan tuna tahun 2010-2014 di PPS Nizam Zachman

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu quality control (QC) pada
saat di transit sheed, pemilik ikan dan pegawai dari PT AWIndo melakukan sortasi
dan grading. Proses sortasi dilakukan secara organoleptik (penampakan, kulit,
mata, tekstur, dan kekenyalan daging, serta warna daging). Proses sortasi dilakukan
oleh pekerja yang telah mengerti dan memahami kualitas ikan tuna yang memenuhi
kualitas ekspor. Ikan tuna yang telah ditangkap dibagi menjadi grade tertentu.
Karyawan yang bertugas untuk menentukan grade ikan tuna sebelum dibeli disebut
dengan checker. Checker menentukan grade ikan tuna dengan menggunakan alat
yang disebut coring tube. Caranya dengan menusukkan coring tube ke sampel
daging bagian ekor dan belakang sirip ventral. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi
kerusakan pada ikan tuna dan menghindari kesalahan penentuan grade. Ikan tuna
grade A umumnya adalah ikan tuna yang memiliki kualitas yang paling baik. Ikan
tuna grade A ini biasanya langsung diekspor ke negara Jepang melalui transit
sheed. Sedangkan ikan tuna yang mempunyai grade B, C, dan D biasanya masuk
ke perusahaan untuk diolah agar menambah nilai kualitasnya. Ikan tuna yang
dipasok oleh PT AWIndo biasanya mempunyai grade B, C, dan D. Jenis ikan tuna
yang sering dipasok yaitu ikan tuna jenis yellowfin (Thunnus albacares), albacore
(Thunnus alalunga), dan bigeye (Thunnus obesus).
Proses pengolahan tuna sebagaimana produk pada Gambar 2 merupakan hasil
olahan dari PT AWIndo, dimana secara umum produk tuna loin yang dihasilkan
oleh perusahaan terbagi atas 2 macam produk yaitu tuna loin sashimi (fresh loin
sashimi) dan tuna loin beku CO (frozen loin CO). Produk tuna loin beku CO adalah
produk yang telah disuntikkan gas CO (Carbon Monoxida). Menurut Jati (2014)
penyuntikan gas CO ke dalam loin bertujuan untuk memecah sel hemoglobin di
dalam daging tuna sehingga warna merah segar dari sel haemoglobin tersebut
menyebar rata pada loin. Berbeda dengan loin beku natural, loin beku CO memiliki
8

penampakan warna merah yang lebih cerah dan menyala sehingga lebih menarik
secara visual.

Ikan tuna

Tuna loin

Tuna loin beku CO Tuna loin sashimi

Tuna saku Tuna slice Tuna steak Tuna chunk

Limbah

Tulang Daging merah Kulit Kepala Isi perut

Gambar 2 Proses pengolahan tuna

Ada tidaknya penambahan gas CO pada produk olahan tuna tergantung


perusahaan dan permintaan buyer. Produk tuna loin beku CO masih memiliki
beberapa turunan bentuk produk lain, di antaranya yaitu saku, slice, steak, chunk,
cube, dan groundmeat. Produk tuna saku adalah tuna yang diiris menjadi bentuk
persegi panjang dengan panjang sekitar 15 cm, lebar sekitar 8 cm, dan tinggi sekitar
2 cm. Tuna steak merupakan produk ikan tuna beku berbentuk persegi agak
membulat yang biasanya diperuntukkan membuat steak tuna. Tuna chunk adalah
9

tuna loin yang dibentuk menjadi gelondongan kecil, biasanya merupakan daging
bagian belakang mendekati ekor ikan. Produk tuna chunk banyak digunakan
sebagai bahan untuk bahan baku tuna kaleng. Sedangkan tuna cube adalah tuna loin
yang dipotong menjadi bentuk kubus-kubus kecil. Dari produk-produk olahan di
atas biasanya terdapat sisa produk yang kemudian diolah menjadi groundmeat atau
daging giling.
Pola pengolahan tuna yang dilakukan di PT AWIndo hampir sama dengan
yang diterapkan di beberapa perusahaan pengolahan tuna di Indonesia (Jati 2014),
dimana ikan tuna tersebut dimanfatkan untuk diolah menjadi produk setengah jadi,
yaitu tuna loin. Setelah itu, produk tuna loin masih mengalami pengolahan lain
menjadi tuna loin sashimi (fresh atau segar) dan tuna loin CO (frozen atau beku).

Limbah Industri Perikanan Tuna dan Penanganannya

Limbah industri perikanan dapat didefinisikan sebagai apa saja yang tersisa
dan terbuang dari suatu kegiatan penangkapan, penanganan, dan pengolahan hasil
perikanan yang nantinya dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah dari
limbah perikanan itu sendiri (Rieuwpassa dan Salampessy 1997). Limbah penyebab
pencemaran industri merupakan sisa hasil pengolahan perikanan atau usaha
kegiatan manusia yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai ekonomi serta
mencemari lingkungan atau menimbulkan dampak negatif. Berdasarkan sifat
fisiknya limbah industri perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah
cair dan limbah padat. Sedangkan berdasarkan senyawanya limbah terbagi lagi
menjadi dua yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Menurut Irawan (2015)
limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan, biasanya berasal dari makhluk
hidup, sedangkan limbah anorganik adalah limbah yang sulit atau bahkan tidak
dapat diuraikan karena biasanya bukan berasal dari makhluk hidup.
Seluruh bagian ikan tuna dimanfaatkan sebagai produk utama kecuali untuk
kepala, sirip, ekor, dan organ viseral yang dianggap sebagai produk sampingan.
Produk sampingan diklasifikasikan sebagai produk yang dapat dikonsumsi dan
tidak dapat dikonsumsi. Produk sampingan yang tidak dapat dikonsumsi, terdiri
dari 3-5% dari total berat ikan tuna, meliputi insang, operkulum (penutup insang),
dan organ visceral. Sedangkan produk sampingan yang dapat dikonsumsi
menghasilkan 22-25% meliputi kepala, daging hitam, dan kulit (Gamarro et al.
2013). Pada Gambar 3 disajikan tampilan contoh limbah padat yang dihasilkan oleh
industri perikanan tuna PT AWIndo.
Pada penelitian ini limbah yang diamati adalah limbah yang berasal kegiatan
pengolahan industri perikanan tuna. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
jenis limbah yang teridentifikasi dihasilkan dari kegiatan pengolahan industri
perikanan tuna, mulai dari proses pembersihan sisa isi perut dan bagian insang
yang masih ada, pencucian ikan dari kotoran dan darah yang masih menempel di
tubuh ikan, pemotongan kepala atau penyiangan, hingga pada proses pembuatan
loin serta produk turunan dari loin tersebut. Dari hasil pengolahan industri
perikanan tuna di PT AWIndo dapat diketahui bahwa limbah yang dihasilkan
berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang teridentifikasi dari sisa
hasil pengolahan tuna di PT AWIndo adalah daging hitam, kulit, bagian dalam perut
(terdapat toro atau belly, sejenis lemak pada ikan), ekor, kepala, dan tulang. Adapun
limbah cair merupakan sisa hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Dalam
10

KEP-51/MENLH/10/1995 menyebutkan bahwa limbah cair berupa air dan buangan


yang tercampur maupun terlarut dalam air. Limbah cair yang teridentifikasi dari
sisa hasil pengolahan tuna di PT AWIndo adalah cairan-cairan yang terbuang dari
proses penyiangan dan pencucian ikan yang mengandung darah.

Gambar 3 Bentuk limbah yang dihasilkan industri pengolahan perikanan tuna

Proses penanganan limbah di PT AWIndo, untuk limbah padat langsung


dijual kepada pengepul atau supplier yang telah menjadi langganan. Pengepul atau
supplier tersebut masih berada di lingkungan kompleks PPS Nizam Zachman. Dari
hasil wawancara dengan quality control (QC) PT AWIndo, limbah sisa pengolahan
produk tuna dikumpulkan sesuai dengan jenis limbahnya, kemudian dimasukkan ke
dalam plastik dan siap untuk dijual kepada pihak pengepul limbah. Harga jual
limbah dari perusahaan ke pengepul tidak sama untuk setiap jenis bagian limbah
tuna, dimana bagian kepala memiliki harga jual paling mahal yaitu Rp8 000 per kg.
Semenatara untuk daging hitam dijual dengan harga Rp4 000 per kg, kulit Rp1 000
per kg, bagian dalam perut (toro atau belly) Rp1 000 per kg, dan tulang Rp800 per
kg. Sementara untuk penanganan limbah cair yang dihasilkan oleh PT AWIndo
diolah dan dikelola di UPL (Unit Pengolahan Limbah) yang disediakan oleh Perum.
Kondisi di bawah merupakan tempat pengepul limbah padat yang ada di
kawasan PPS Nizam Zachman Jakarta. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa
limbah padat tersebut dibeli oleh pengepul dari sisa hasil industri pengolahan tuna
di sekitar kompleks PPS Nizam Zachman dalam bentuk beku. Ketika perusahaan
melakukan proses pemotongan hingga pada memproduksi produk olahan tuna,
limbah sisa pengolahan tersebut langsung diangkut oleh pengepul. Cara
penyimpanan limbah dilakukan secara terbuka tanpa ada perlakuan khusus.
Sebagian besar pengepul limbah di kawasan PPS Nizam Zachman tidak melakukan
kegiatan pengolahan limbah. Proses penanganannya mayoritas hanya dilakukan
11

dengan cara penjemuran limbah di bawah sinar matahari, selain itu juga dilakukan
pembuangan sisa-sisa daging yang menempel pada bagian limbah seperti kepala,
kulit, dan tulang. Limbah tersebut didistribusikan dalam keadaan kering dan basah.
Setelah benar-benar kering, limbah siap didistribusikan kembali kepada pengolah
limbah untuk diolah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Berikut kondisi tempat pengepulan limbah dari sisa hasil pengolahan produk tuna
beku loin, disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Penanganan limbah di tempat pengepul limbah PPS Nizam


Zachman Jakarta

Pada Tabel 3 disajikan komposisi (%) limbah yang dihasilkan dari setiap ekor
tuna. Adapun pada Tabel 4 disajikan komposisi (%) tiap jenis limbah pada setiap 1
(satu) ekor tuna. Secara rinci, data limbah disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 3 Komposisi (%) limbah per 1 (satu) ekor ikan


Berat limbah Komposisi berat limbah
Sampel tuna Berat tuna (kg)
total (kg) ikan (%)
1 47 23.9 50.85
2 66 33.1 50.15
3 50 25.1 50.20
4 41 20.3 49.51
5 46 23.2 50.43
6 22 11.1 50.46
7 26 13.1 50.39
8 58 29 50.00
9 60 29.5 49.17
10 55 27.4 49.81
Rata-rata 47 23.57 50.1
12

Berdasarkan komposisi (%) limbah yang disajikan pada Tabel 3, terlihat


bahwa dari kesepuluh sampel ikan tuna yang digunakan memiliki berat berbeda
pada setiap ikannya. Sehingga hal ini akan mempengaruhi berat limbah total dan
komposisi (%) berat limbah ikan yang dihasilkan per ekor ikan. Dimana
keseluruhan dari kesepuluh ikan tuna tersebut menghasilkan berat limbah total dan
komposisi (%) berat limbah ikan rata-rata sebesar 23.57 kg dan 50.1%. Ikan tuna
yang diolah menjadi produk olahan pada industri pengolahan di PT AWIndo rata-
rata mempunyai berat 47 kg per ekor.

Tabel 4 Komposisi (%) jenis limbah per 1 (satu) ekor ikan (berat rata-rata 47 kg)
Rata-rata rasio per jenis limbah
Nomor Limbah Berat rata rata (kg)
per ekor tuna (%)
1 Daging hitam 6.24 13.27
2 Kulit 2.08 4.42
3 Toro atau belly 2.58 5.48
4 Ekor 1.16 2.46
5 Kepala 9.02 19.19
6 Tulang 2.48 5.27
Total 23.57 50.1

Berdasarkan produksi limbah yang disajikan pada Tabel 4, terlihat bahwa


industri pengolahan ikan diketahui selalu menghasilkan limbah dalam jumlah yang
besar. Hal ini terbukti bahwa limbah tersebut memiliki proporsi 50.1% dari total
bahan baku ikan tuna fresh ataupun frozen. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Sultanbawa dan Aksnes (2006) menyatakan bahwa dari industri pengolahan tuna
loin sebanyak 50-55% limbah terbuang dari bahan baku. Pada Tabel 4 terlihat
bahwa limbah tertinggi dihasilkan dari bagian kepala ikan tuna sebesar 19.19%
dengan berat rata-rata 9.02 kg diikuti oleh daging hitam sebesar 13.27% dengan
berat 6.24 kg, toro atau belly (bagian dalam perut dari ikan tuna) sebesar 5.48%
dengan berat 2.58 kg, tulang sebesar 5.27% dengan berat 2.48 kg, kulit sebesar
4.42% dengan berat 2.08 kg. Sementara untuk persentase rasio jenis limbah terkecil
terdapat pada bagian ekor sebesar 2.46% dengan berat 1.16 kg. Berdasarkan riset
yang dilakukan oleh Gamarro et al. (2013) menunjukkan bahwa dari kegiatan
industri pengolahan perikanan tuna menghasilkan produk sampingan yaitu, di
antaranya daging hitam 10-13%, kepala 17-19%, isi perut (jeroan, toro atau belly)
7.05%, tulang 6%, dan kulit 5-7% dari total berat badan ikan tuna yang diproduksi.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Gamarro et al. (2013) terlihat bahwa
limbah produksi yang dihasilkan tuna hampir sama untuk disetiap perusahaan
pengolahan ikan tuna. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil kajian Jati (2014) bahwa
pengolahan tuna di beberapa perusahaan relatif sama. Pada Tabel 5 disajikan
komposisi limbah yang dihasilkan per kelompok berat.

Tabel 5 Komposisi limbah yang dihasilkan per kelompok berat tuna


Kelas (kg) Berat limbah rata-rata (kg) % Limbah
22˂tuna≤33 12.1 50.4
33 ˂tuna ≤44 20.3 49.5
44 ˂tuna ≤55 24.9 50.3
55 ˂tuna ≤66 45.8 49.8
13

Berdasarkan komposisi limbah yang dihasilkan per kelompok berat, terlihat


bahwa ikan tuna yang memiliki rataan kelas mulai dari 22˂tuna≤33 kg
menghasilkan persentase limbah terbanyak yaitu sebesar 50.4% dengan berat rata-
rata limbahnya mencapai 12.1 kg. Sementara untuk ikan tuna yang memiliki rataan
kelas dari 33˂tuna≤44 kg menghasilkan persentase limbah terkecil yaitu sebesar
49.5% dengan berat rata-rata limbahnya mencapai 20.3 kg. Besarnya jumlah limbah
padat perikanan tergantung pada jenis ikan dan metode preparasinya. Metode
preparasi pada pengolahan produk tuna loin berasal dari tuna segar atau beku yang
mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin),
pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit,
perapihan dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18 ºC (BSN
2006). Oleh karena itu dibutuhkan ketelitian dan kerapihan ketika proses
pemotongan tuna, agar limbah yang dihasilkan tidak terlalu banyak.

Kandungan Limbah Tuna

Komposisi kandungan kimia yang terdapat pada limbah tuna baik di bagian
dalam perut (toro atau belly), kulit, tulang, kepala, dan daging hitam dapat diketahui
dengan uji proksimat. Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan abu,
lemak, dan protein. Sampel limbah tuna yang digunakan untuk uji proksimat
diperoleh dari pengepul limbah di kawasan PPS Nizam Zachman berdasarkan
potongan sampel bagian ikan tuna. Pada Tabel 6 disajikan kandungan komposisi
kimia yang terkandung dalam setiap jenis limbah tuna.

Tabel 6 Komposisi kandungan limbah tuna


Bagian Limbah Tuna (%)
Kandungan
Jeroan Kulit Tulang Kepala Daging hitam
Abu 1.70 1.00 27.02 4.48 1.46
Lemak 1.72 4.22 7.21 20.61 18.41
Protein 13.12 25.82 13.77 11.19 20.03
Sumber: Uji laboratorium PAU Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Berdasarkan hasil uji proksimat menunjukkan bahwa kandungan kadar abu
tertinggi terdapat pada limbah tulang dengan nilai 27.02%, kemudian diikuti kepala
dengan 4.48%, jeroan 1.70%, daging hitam 1.46%, dan kulit 1.00%. Kandungan
kadar abu yang tinggi dalam limbah tulang tuna disebabkan karena komponen
utama penyusun tulang adalah mineral. Menurut Toppe et al. (2007) salah satu
mineral yang dimiliki oleh tulang ikan tuna didominasi oleh kalsium dengan nilai
135-233 gram/kg. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada bagian kepala dan
daging hitam, yaitu dengan 20.61% dan 18.41%, kemudian diikuti tulang dengan
7.21%, kulit 4.22%, dan jeroan 1.72%. Hal ini karena ikan tuna merupakan ikan
migrasi, sehingga membutuhkan lemak untuk penyimpanan energi (Sanchez-
Zapata et al. 2011). Serta kandungan protein tertinggi terdapat pada bagian kulit,
yaitu dengan nilai 25.82%, kemudian diikuti daging hitam dengan 20.03%, tulang
13.77%, jeroan 13.12%, dan kepala 11.19%. Lombu et al. (2015) menyatakan
bahwa gelatin merupakan salah satu jenis protein yang banyak ditemukan terdapat
pada kulit. Besarnya protein pada kulit ikan menunjukkan potensi pengolahan
14

menjadi produk gelatin. Secara rinci, hasil perhitungan kadar abu, lemak, dan
protein dapat dilihat pada Lampiran 2-4.
Berdasarkan data yang diperoleh Tabel 4, diketahui bahwa dari 1 (satu) ekor
tuna menghasilkan limbah padat sebanyak rata-rata 50.1% dari berat 1 (satu) ekor
tuna. Setelah dilakukan uji proksimat dapat diketahui bahwa dalam limbah padat
tersebut mempunyai kandungan kimia berupa abu sebesar 0.71 kg, lemak sebesar
3.60 kg, dan protein sebesar 3.79 kg. Jika melihat kandungan kimia yang dimiliki
oleh limbah, sangat disayangkan apabila limbah ikan tuna tidak dimanfaatkan
sehingga hanya berakhir di tempat sampah dan mencemari lingkungan.

Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan Tuna

Ikan tuna pada umumnya dimanfaatkan untuk produksi pengalengan dan


pembekuan, baik utuh maupun dalam bentuk loin beku. Produk ikan tuna beku
sebagian besar hanya memanfaatkan daging ikannya saja, sedangkan bagian lain
berupa kepala, sirip, dan tulang belum dimanfaatkan secara optimal. Pada
pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa limbah tuna terdiri dari bagian
dalam perut (toro atau belly), kulit, tulang, kepala, dan daging hitam. Kemudian
limbah tersebut memiliki kandungan kimia yang terdiri dari kadar abu, protein, dan
lemak. Dengan demikian dapat dilihat potensi limbah yang dihasilkan oleh PT
AWIndo per tahun yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi potensi jumlah limbah dari 551 ton tuna yang diproduksi
oleh PT AWIndo per tahun
Jumlah Kandungan (ton)
Jenis limbah
limbah (ton) Abu Lemak Protein
Daging hitam 73.15 106.80 1 346.69 1 465.19
Kulit 24.38 24.38 102.88 629.49
Jeroan 30.24 51.41 52.01 396.75
Kepala 105.74 473.71 2 178.30 1 183.23
Tulang 29.07 785.47 209.59 400.29
Total 262.58 1 441.77 3 889.47 4 074.95
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 7, terlihat bahwa dalam 1 (satu)
tahun produksi, sebuah perusahaan pengolahan ikan tuna memproduksi rata-rata
551 ton ikan tuna (atau sekitar ± 11 723 ekor tuna) menghasilkan limbah protein
sebanyak 4 074.95 ton, lemak 3 889.47 ton, dan abu 1 441.77 ton. Jika dilihat dari
total keseluruhan jumlah produksi limbah di PT AWIndo, maka dapat diketahui
bahwa kegiatan pengolahan ikan khususnya pada industri perikanan tuna diduga
menjadi salah satu penghasil limbah terbesar di kawasan industri pengolahan ikan.
Hal ini diperkuat dengan total limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan
perikanan tuna, yaitu PT AWIndo sebesar 262.58 ton per tahun dengan persentase
rasio rata-rata limbahnya sebesar 47.66% dari total nilai produksi ikan tuna tiap
tahunnya.
Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul besar yang
terdiri dari, asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Selain berfungsi sebagai zat pembakar dalam tubuh, protein memiliki fungsi lain
15

sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Kandungan protein yang
cukup tinggi pada limbah tuna berpotensi untuk diolah menjadi tepung ikan
(Siswati et al. 2010). Tepung ikan dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan
ternak seperti unggas, babi, dan makanan ikan. Tepung ikan mengandung protein,
mineral, dan vitamin B. Protein ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat
pada tumbuhan. Kandungan gizi yang tinggi pada tepung ikan dapat meningkatkan
produksi dan nilai gizi telur, daging pada ternak, dan ikan. Hal ini juga diperkuat
oleh pernyataan Srinivasa Gopal et al. (2008) yang menjelaskan bahwa limbah dari
industri pengolahan tuna terutama kepala, tulang, dan daging hitam bisa
dimanfaatkan untuk menjadi pakan ikan, pakan ternak, unggas, dan atau hewan
peliharaan. Dalam penelitian yang dilakukan Mastori (2010) menyebutkan bahwa
proses pengolahan tepung ikan sangat sederhana (PT Maya Food Industri
Pekalongan) yaitu dengan merebus limbah ikan menggunakan air mendidih,
kemudian pengepresan hasilnya dipanaskan dengan uap, dan penggilingan untuk
mengecilkan ukuran sebagai tepung ikan. Kandungan protein terbanyak terdapat di
kulit yaitu sebesar 25.82% dan daging hitam yaitu sebesar 20.03% dari setiap 1
(satu) ekor ikan tuna Tabel 6. Walaupun kandungan protein pada kulit cukup tinggi,
tetapi protein tersebut adalah jenis protein jaringan ikat yang cukup tebal dimana
mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al. 1977). Sehingga akan lebih
cocok jika pemanfaatan limbah kulit tuna untuk diolah menjadi kolagen atau
gelatin. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Dzaky (2017)
dengan judul Ekstraksi dan Sifat-Sifat Gelatin Kulit Ikan Tuna Sirip Kuning
(Thunnus albacares) menyebutkan bahwa kulit tuna secara histologis mengandung
banyak protein kolagen. Tingginya kandungan protein kolagen menunjukkan
bahwa kulit tuna berpotensi untuk dijadikan alternatif bahan baku pembuatan
gelatin. Pada pembahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa limbah daging hitam
berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi pakan ikan. Menurut Hendriawan (2002)
menyatakan bahwa daging hitam pada ikan tuna tidak disukai karena menimbulkan
rasa pahit dan memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan daging
putih. Kadar lemak yang tinggi menyebabkan daging hitam lebih mudah
teroksidasi, cepat mengalami proses penurunan mutu dan berbau tengik. Sehingga
biasanya pihak industri pengolahan tuna langsung menjualnya kepada pengepul
limbah. Jika dilihat dari nilai gizinya, Rospiati (2006) dalam penelitian yang
berjudul Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus
sp) menyebutkan bahwa limbah daging merah masih bisa dikonsumsi dan memiliki
potensi untuk dimanfaatkan menjadi produk olahan yang memerlukan penanganan
dan pengolahan agar rasa pahit dapat dikurangi serta menghambat proses
ketengikan. Adapun proses penanganan daging hitam ini yaitu dengan proses
bleaching (pemucatan) dan pengolahannya dengan pembuatan nugget ikan dengan
penyimpanan beku. Potensi lain yang bisa dikembangkan dari limbah daging hitam
adalah dengan mengolahnya menjadi kecap ikan (Moniharapon dan Pattipeilohy
2016). Pengolahan kecap ikan merupakan solusi pemecahan dalam rangka
diversifikasi produk olahan hasil perikanan. Kecap ikan di Indonesia sudah lama
dikenal dan digunakan sebagai penyedap (Suprapti 2012). Kecap ikan mempunyai
prospek yang baik bagi industri rumah tangga untuk meningkatkan nilai tambah
dari limbah tuna loin.
Lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu
senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
16

pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3),


benzene dan hidrokarbon lainnya. Lemak dapat larut dalam pelarut tersebut karena
mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Herlina 2002). Fungsi
utama yang dimiliki oleh lemak adalah sebagai penghasil energi, sebagai
pembangun atau pembentuk susunan tubuh, dan sebagai pelarut vitamin tertentu
(A, D, E, dan K) sehingga bisa dipergunakan oleh tubuh. Berdasarkan sifatnya,
lemak terbagi menjadi lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak
yang disusun oleh asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai
karbonnya (asam lemak tidak jenuh atau Saturated Fatty Acid). Sedangkan lemak
tak jenuh adalah lemak yang disusun oleh asam lemak memiliki ikatan rangkap
(Unsaturated Fatty Acid). Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut
kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk air. Lemak
hewani ada yang berbentuk padat yang biasanya berasal dari lemak hewan darat
seperti lemak susu, lemak sapi, dan lemak babi. Lemak hewan laut seperti minyak
ikan paus, minyak ikan cod, dan minyak ikan herring berbentuk cair dan disebut
minyak (Winarno 1997). Lemak dari laut bersifat Polyunsaturated, yaitu jenis
lemak penghasil asam lemak omega 3. Bila dibandingkan dengan minyak nabati
dan minyak hewani, minyak ikan mengandung asam lemak esensial atau asam tak
jenuh dalam jumlah besar. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada limbah tuna
berpotensi untuk diolah menjadi minyak ikan (Handayani 2010). Selain bisa
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pakan ikan seperti pada penjelasan
sebelumnya, kepala ikan memiliki kandungan lemak terbanyak yaitu sebesar
20.61%. Penelitian yang dilakukan oleh Ferdosh et al. (2016) menunjukkan bahwa
dari 100 gram kepala ikan tuna sebanyak 35.65 ± 0.52 gram minyak ikan dapat
diekstraksi. Minyak ikan yang diekstraksi dari kepala tuna tersebut mengandung
asam lemak tidak jenuh sebanyak 43.59% dari total minyak yang terekstraksi.
Tingginya asam lemak tidak jenuh pada minyak dari limbah kepala tuna berpotensi
untuk dimanfaatkan menjadi suplemen, bahan tambahan untuk pangan fungsional,
dan biodiesel (Harris WN 2004, Kaur N et al. 2012, Mastori 2010). Minyak ikan
dapat mengalami dekomposisi menjadi asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA)
yang tidak bisa dikonsumsi manusia (tidak bisa dicerna oleh tubuh) (Mastori 2010).
Oleh karena itu, minyak ikan harus disimpan secara baik dan memerlukan
perlakuan khusus agar dapat dimanfaatkan secara aman. Untuk menjadi suplemen,
minyak ikan yang didapat dari proses ekstraksi perlu melalui proses pemurnian
meliputi proses degumming, netralisasi, dan bleaching (Abdillah 2008). Proses
pemurnian dilakukan agar minyak tersebut sesuai dengan standar keamanan
pangan, sehingga bisa dikonsumsi oleh manusia. Mengkonsumsi suplemen dari
bahan baku minyak ikan diduga mampu mengatasi penyakit seperti Alzheimer,
menurunkan risiko serangan jantung, dan jantung koroner (Harris WN 2004).
Untuk pemanfaatan menjadi biodiesel, ekstrak kasar dari minyak ikan harus diolah
melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak menggunakan katalis asam atau
basa (Mastori 2010).
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis
proksimat yang bertujuan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu produk atau bahan
pangan terutama mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral
yang terkandung dalam bahan tersebut (Faridah et al. 2014). Abu dan mineral
17

berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Mineral utama di dalam tulang
adalah kalsium dan fosfor, sedangkan mineral lain dalam jumlah kecil adalah
natrium, magnesium, dan fluor (Winarno 1997). Kandungan abu total terbanyak
terdapat di tulang yaitu sebesar 27.02% dari setiap satu ekor ikan tuna Tabel 6.
Tulang merupakan salah satu bentuk limbah yang dihasilkan dari industri
pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak dalam tubuh ikan.
Dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang
dibutuhkan manusia, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor,
dan karbonat (Helve 1989 diacu dalam Lestari 2001). Dengan demikian limbah
tulang ikan mempunyai potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
tepung tulang ikan yang kaya kalsium. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nabil (2005) dengan judul Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna
(Thunnus sp) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein,
menyebutkan bahwa tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan
perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan.
Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium merupakan salah satu
alternatif dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium sekaligus
mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah
industri pengolahan tuna.
Selama ini dalam kegiatan penangkapan ikan terutama untuk ikan-ikan
berukuran besar seperti tuna, dimana setelah ikan dinaikkan ke atas kapal, terjadi
proses pemotongan dan pembuangan ekor, insang, dan isi perut. Insang, isi perut,
dan ekor merupakan limbah yang tidak dimanfaatkan dan sebagian besar dari
nelayan membuangnya ke laut. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan
oleh Jati (2014) bahwa sebagian besar nelayan di wilayah Maluku langsung
melakukan proses penanganan hasil tangkapan di atas kapal yaitu dengan
mengolahnya menjadi tuna loin. Hasil tuna loin dari satu ekor biasanya berkisar
antara 50-55% dari total bahan baku ikan tergantung dari kerapihan dan ketelitian
masing-masing nelayan. Penanganan tersebut menghasilkan limbah yaitu kepala,
sebagian tulang, kulit, daging hitam, dan ekor yang nantinya nelayan buang ke laut.
Sangat disayangkan apabila limbah tersebut tidak dimanfaatkan dan langsung
dibuang begitu saja ke laut. Padahal di dalam limbah mengandung kadar abu,
protein, dan lemak yang cukup besar. Dimana dari kandungan tersebut berpotensi
untuk diolah menjadi produk baik pangan (tepung ikan berkalsium, gelatin, dan
suplemen minyak ikan) maupun non pangan (pakan ternak, pupuk, dan biodiesel).
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa limbah kepala ikan tuna
memiliki kandungan lemak yang cukup besar, sehingga berpotensi untuk diolah
menjadi biodiesel. Biodiesel ini nantinya dapat diaplikasi menjadi bahan bakar yang
ramah lingkungan sebagai mesin penggerak kapal (Mulyatno 2010). Bahan baku
biodiesel yang bersumber dari bahan pangan seperti minyak tumbuhan kelapa
sawit, jarak pagar, dan minyak hewani seperti lemak sapi akan mendorong
terjadinya kompetisi penggunaan. Sehingga pemanfaatan limbah kepala ikan untuk
menjadi bahan bakar biodiesel merupakan langkah yang tepat, karena tidak terjadi
kompetisi penggunaan. Hal ini dikarenakan limbah ikan merupakan produk non
pangan yang terus menerus dihasilkan. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian
tentang potensi pemanfaatan limbah tuna diharapkan memberikan manfaat atau
value added untuk mendorong terciptanya kawasan energi nelayan yang berbasis
pada bahan baku sumberdaya laut lokal.
18

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

1. Teridentifikasi bahwa persentase rasio jenis limbah dari setiap ekor ikan tuna
yang dihasilkan melalui proses pengolahan industri perikanan tuna di PT
AWIndo adalah bagian kepala sebesar 19.19% dengan berat rata-rata kepala
9.02 kg, daging hitam sebesar 13.27% dengan berat rata-rata 6.24 kg, toro atau
belly sebesar 5.48% dengan berat rata-rata 2.58 kg, tulang sebesar 5.27%
dengan berat rata-rata 2.48 kg, kulit sebesar 4,42% dengan berat rata-rata 2.08
kg, dan ekor sebesar 2.46% dengan berat rata-rata 1.16 kg. Dimana bagian
limbah kepala menyumbang persentase rasio terbanyak sebesar 19.19% dengan
berat rata-rata kepala 9.02 kg.
2. Teridentifikasi limbah tuna memiliki potensi besar, hal ini terbukti dari
kandungan kimia yang meliputi abu sebesar 1 441.77 ton, lemak sebesar 3
889.47 ton, dan protein sebesar 4 074.95 ton dalam satu tahun produksi.
Dengan kandungan kimia yang dimiliki oleh limbah tuna, dapat diketahui
bahwa limbah tuna bisa dimanfaatkan sebagai produk olahan baik pangan
(seperti tepung ikan berkalsium, gelatin, dan suplemen minyak ikan) atau non
pangan (seperti pakan ternak, pupuk, dan biodiesel) yang memiliki nilai
tambah ekonomis tinggi.

Saran

Untuk kepentingan kajian selanjutnya tentang potensi dari limbah sisa


pengolahan industri tuna, perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kandungan
kimia limbah tuna untuk mengembangkan potensinya dalam hal kebutuhan pangan
maupun non pangan. Serta perlu dikembangkan pemanfaatan limbah skala industri
untuk produk pangan seperti tepung tulang ikan berkalsium, gelatin, dan suplemen
berbahan minyak ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdilah MH. 2008. Permurnian minyak dari limbah pengolahan ikan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist.Arlington,
Virginia, USA: Published by The Association of Analytical Chemist, Inc
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia nomor SNI
01-2693.1-2006. Jakarta : Badan Standardisasai Nasional
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Ikan Segar Bagian 3: Penanganan dan
Pengolahan SNI 01-2729.3-2006. Jakarta: Badan Standardisasai Nasional
Dzaky RA. 2017. Ekstraksi dan sifat-sifat gelatin kulit ikan tuna sirip kuning
(Thunnus albacares) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Faridah DN, Herawati D, Kusumaningrum HD, Lioe HN, Wulandari NW, Nurjanah
S, Indrasti D. 2014. Penuntun praktikum analisis pangan. Departemen Ilmu
19

dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian


Bogor
Ferdosh S, Sarker ZI, Rahman NNN, Akanda JH, Ghafoor K, dan Kadir MO. 2016.
Simultaneous extraction and fractionation of fish oil from tuna by-product
using supercritical carbon dioxide (SC-CO2). J Aquatic Food Product
Technol. 25(2):230-239
Gamarro EG, Orawattanamateekul W, Sentina J, dan Gopal TKS. 2013. By
Products of Tuna Processing. Rome (IT): Globefish Research Programme
Handayani SP. 2010. Pembuatan biodisel dari minyak ikan dengan radiasi
gelombang makro [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret
Harris WS. 2004. Fish oil supplementation:Evidence for health benefits. Cleveland
Clinic J Med. 71(3):208-221
Hendriawan B. 2002. Kemampuan pembentukan gel surimi daging merah ikan tuna
(Thunnus sp) dengan perlakuan frekuensi pencucian [skripsi]. Bogor. (ID):
Institut Pertanian Bogor
Herlina N. 2002. Lemak dan minyak. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatra Utara
Irawan F. 2015. Kontribusi kapal perikanan yang berbasis di PPN Palabuhan Ratu
terhadap polusi laut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Jati AK. 2014. Sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Perairan Maluku
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Kaur N, Chugh K, dan Gupta AK. 2014. Essential fatty acids as functional
componentsof foods a review. J Food Sci and Technol. 51(10):2289-2303
KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri.
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1997. Ichtiology 2nd ed John
Wiley and Sons. New York (AS)
Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung
tulang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Lombu FV, Agustin AT, Pandey EV. 2015. Pemberian konsentrasi asam asetat pada
mutu gelatin kulit ikan tuna. J Media Teknologi Hasil Perairan. 3(2):25-28
Mastori. 2010. Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan
katalis abu ampas tebu [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada
Maulida JF. 2014. Deskrispsi rantai pasok ikan tuna (Studi kasus PT AWIndo di
PPS Nizam Zachman Jakarta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Moniharapon T, Pattipeilohy F. 2016 . Pemanfaatan daging merah dari limbah tuna
loin dalam pengolahan kecap ikan. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura
Mulayatno IP. 2010. Kajian teknis kinerja sistem penggerak kapal dengan
menggunakan bahan bakar alternatif pada kapal KM. Laboar.
eprints.undip.ac.id [Internet]. [diunduh 2017 September 17]. Tersedia pada:
http://eprints.undip.ac.id/5509/1/8Jurnal_MUZNI_Imampujo_oke.pdf
Nabil M. 2005. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp) sebagai sumber
kalsium dengan metode hidrolisis protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Ningsih N. 2013. Penentuan titik-titik pengendalian kritis penanganan ikan tuna di
pelabuhan perikanan samudera nizam zachman Jakarta [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
20

Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup
[PPSNZ Jakarta] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Laporan
Tahunan Produksi Perikanan Tuna 2014. Jakarta
Prasertsan P, Wuttijumnong P, Sophanodora P, Choorit W. 1988. Seafood
processing industries within Songkhla-Hat Yai region: the survey of basic
data emphasis on wastes. Songklanakarin J Sci and Technol. 10:447-451
Rieuwpassa F, Salampessy J. 1997. Pemanfaatan limbah industri perikanan.
Universitas Pattimura. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Rospiati E. 2006. Evaluasi mutu dan nilai gizi nugget daging merah ikan tuna
(Thunnus sp) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sanchez-Zapata E, Amensour M, Oliver R, Fuentes-Zaragoza, Navarro C,
Fernandez-Lopez, Sendra E, Sayas E, Perez-Alvarez JA. 2011. Quality 22
characteristics of dark muscle from yellowfin tuna (Thunnus albacares) to its
potential application in the food industry. Food and Nutrition Sci. 1:22-30
Siswati ND, Zain A, Muhammad. 2010. Animal feed making from tuna fish waste
with fermentation process. Departement of Chemical Engineering, FTI UPN.
J Teknik Kimia. 4(2):309
Srinivasa Gopal TK, Ravishankar CN, Bindu J & Ashok Kumar K. 2008.
Processing and product development from tuna, In Joseph J, Boopendranath
MR, Sankar TV, Jeeva JC, Kumar R, eds. Harvest and Post-harvest
Technology fortuna, pp 105–127. Cochin, Society of Fisheries Technologists
(India)
Sultanbawa Y, Aksnes A. 2006. Tuna process waste an unexploited resource.
INFOFISH International. 3:37-40
Suprapti. 2012. Teknologi pengolahan pangan produk-produk olahan ikan kecap.
Jakarta (ID): Penerbit Kanisius
Toppe J, Albrektsen S, Hope B, Aksnes A. 2007. Chemical composition, mineral
content and amino acid and lipid profi les in bones from various fish species.
J. Comparative Biochem and Physiol Part B. 146:395-401
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia
21

LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel pengambilan sampel (komposisi jumlah limbah per ekor ikan)
Presentase berat limbah Berat Ikan
No Jenis Limbah Berat limbah (kg)
per ekor ikan (%) Tuna (kg)
1 Daging hitam 6.1 12.98
2 Kulit 2.1 4.46
3 Toro/belly 2.6 5.53
47
4 Ekor 1.5 3.19
5 Kepala 9.1 19.36
6 Tulang 2.5 5.32
Sub total 23.9 50.85
1 Daging hitam 8.5 12.88
2 Kulit 2.8 4.24
3 Toro/belly 3.6 5.45
66
4 Ekor 1.6 2.42
5 Kepala 13.2 20.00
6 Tulang 3.4 5.15
Sub total 33.1 50.15
1 Daging hitam 6.5 13.00
2 Kulit 2.2 4.40
3 Toro/belly 2.9 5.80
50
4 Ekor 1.2 2.40
5 Kepala 9.7 19.40
6 Tulang 2.6 5.15
Sub total 25.1 50.20
1 Daging hitam 5.4 13.17
2 Kulit 1.8 4.39
3 Toro/belly 2.2 5.37
41
4 Ekor 1.0 2.44
5 Kepala 7.7 18.78
6 Tulang 2.2 5.37
Sub total 20.3 49.51
1 Daging hitam 6.4 13.91
2 Kulit 2.0 4.35
3 Toro/belly 2.5 5.43
46
4 Ekor 1.1 2.39
5 Kepala 8.8 19.13
6 Tulang 2.4 5.22
Sub total 23.2 50.43
1 Daging hitam 3.1 14.09
2 Kulit 1.0 4.55
3 Toro/belly 1.2 5.45
22
4 Ekor 0.5 2.27
5 Kepala 4.1 18.64
6 Tulang 1.2 5.45
Sub total 11.1 50.46
1 Daging hitam 3.6 13.85
2 Kulit 1.1 4.23
3 Toro/belly 1.4 5.38
26
4 Ekor 0.6 2.31
5 Kepala 5.1 19.62
6 Tulang 1.3 5.00
Sub total 13.1 50.39
22

Lanjutan Lampiran 2 Tabel pengambilan sampel (komposisi jumlah limbah per


ekor ikan)
Berat limbah Presentase berat limbah Berat Ikan
No Jenis Limbah
(kg) per ekor ikan (%) Tuna (kg)
1 Daging hitam 7.7 13.28
2 Kulit 2.6 4.48
3 Toro/belly 3.3 5.69
58
4 Ekor 1.4 2.41
5 Kepala 10.9 18.79
6 Tulang 3.1 5.34
Sub total 29.0 50.00
1 Daging hitam 7.9 13.17
2 Kulit 2.7 4.50
3 Toro/belly 3.0 5.00
60
4 Ekor 1.4 2.33
5 Kepala 11.3 18.83
6 Tulang 3.2 5.33
Sub total 29.5 49.17
1 Daging hitam 7.2 14.46
2 Kulit 2.5 5.00
3 Toro/belly 3.1 6.21 55
4 Ekor 1.3 2.69
5 Kepala 10.3 20.60
6 Tulang 2.9 5.80
Sub total 27.4 49.81
Rata-rata 23.57 50.1 47

Lampiran 3 Tabel kadar abu (pengabuan kering) hasil uji proksimat


Berat cawan Berat Berat cawan
Berat kadar % Kadar Rata-
No Kode porselen sampel porselen dan
abu (gram) abu rata (%)
(gram) (gram) abu (gram)
1 Je 1 23.6715 2.0645 23.7038 0.0156 1.5645 1.70
2 Je 2 22.8756 2.0541 22.9134 0.0184 1.8402
3 Ku 1 21.1749 2.0461 21.1888 0.0068 0.6793 1.00
4 Ku 2 19.0900 2.0365 19.1167 0.0131 1.3111
5 Tu 1 20.2755 2.0233 20.9391 0.3280 32.7979 27.02
6 Tu 2 14.8205 2.0647 15.2592 0.2125 21.2476
7 Ke 1 21.8102 2.0167 21.9418 0.0653 6.5255 4.48
8 Ke 2 22.7165 2.0621 22.7666 0.0243 2.4296
9 De 1 18.3003 2.0386 18.3298 0.0145 1.4471 1.46
10 De 2 20.1355 2.0404 20.1655 0.0147 1.4703

Contoh perhitungan persentase kadar abu


1. Sampel jeroan (toro atau belly) 1
C-A
Persentase kadar abu= x 100%
B
23.703-23.6715
= x 100%
2.0645

=1.5645
23

dengan:
A = Berat cawan porselen kosong (gram);
B = Berat berisi sampel (gram); dan
C = Berat cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan (gram).

Lampiran 4 Tabel kadar lemak metode soxlet hasil uji proksimat


Berat Berat labu Berat kadar
Berat labu % Kadar Rata-
No Kode sampel dan lemak lemak
(gram) lemak rata (%)
(gram) (gram) (gram)
1 Je 1 122.4261 2.0662 122.4611 0.0169 1.6939 1.72
2 Je 2 116.7863 2.0445 116.822 0.0175 1.7461
3 Ku 1 111.0855 2.0941 111.1635 0.0372 3.7248 4.22
4 Ku 2 118.6610 2.0731 118.7586 0.0471 4.7079
5 Tu 1 106.0345 2.0224 106.2218 0.0926 9.2613 7.21
6 Tu 2 107.3173 2.0209 107.4216 0.0516 5.1611
7 Ke 1 110.1224 5.0336 111.1589 0.2059 20.5916 20.61
8 Ke 2 112.9293 5.029 113.9663 0.2062 20.6204
9 De 1 108.5985 5.0096 109.5199 0.1839 18.3927 17.96
10 De 2 110.0500 5.0036 110.9267 0.1752 17.5214

Contoh perhitungan persentase lemak


1. Sampel jeroan (toro atau belly) 1
C-A
Persentase kadar lemak= x 100%
B
122.4611-122.4261
= x 100%
2.0662

=1.6939
dengan:
A = Berat labu lemak dengan lemak hasil ekstraksi (gram);
B = Berat sampel awal (gram); dan
C = Berat labu lemak kosong (gram).

Lampiran 5 Tabel kadar protein metode kjedhal


Berat sampel ml titrasi HCl Berat kadar % Kadar Rata-rata
No. Kode
(gram) 0.0239 N protein (gram) protein (%)

1 Je 1 0.1397 8.8 0.1318 13.1798 13.12


2 Je 2 0.1314 8.2 0.1306 13.0569
3 Ku 1 0.1126 13.5 0.2509 25.0852 25.82
4 Ku 2 0.1001 12.7 0.2655 26.5456
5 Tu 1 0.1286 8.5 0.1383 13.8293 13.77
6 Tu 2 0.1267 8.3 0.1371 13.7064
7 Ke 1 0.1141 6.1 0.1119 11.1858 11.19
8 Ke 2 0.1196 6.4 0.1120 11.1962
9 De 1 0.1101 10.7 0.2033 20.3338 20.03
10 De 2 0.1092 10.3 0.1974 19.7350
24

Contoh perhitungan persentase protein


1. Sampel jeroan (toro atau belly) 1
ml HCl x N HCl x 14.007 x 6.25
Persentase protein = x 100%
berat sampel
8.8 ml x 0.0239 x 14.007 X 6.25
= x 100%
0.1397 x 1000

=13.1798
dengan:
*) Faktor konversi = 6.25

Lampiran 6 Tabel dokumentasi hasil uji proksimat Laboratorium PAU, ITP


25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada 24 Desember 1994 dari
pasangan Bapak Suminto dan Ibu Ranti. Penulis merupakan
putri pertama dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan
pendidikan dasar SD Negeri Kras 01 Kabupaten Kediri pada
tahun 2007, kemudian menyelesaikan pendidikan SMPN 1
Ngadiluwih Kabupaten Kediri pada tahun 2010, dan lulus dari
SMAN 5 Kediri di tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan
keperguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor pada tahun
2013 melalui jalur SNMPTN dan menempuh pendidikan di
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP),
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Selama menjalani program studi di
IPB penulis aktif mengikuti organisasi seperti Himpunan Profesi Mahasiswa PSP
(Himafarin) sebagai Bendahara divisi Bisnis dan Kemitraan (Bismit) pada periode
2015-2016. Selain itu penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan yaitu anggota divisi
humas dan konsumsi One Day Fishing 2015-2016. Divisi LO pada Musyawarah
Nasional Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap (Himpatindo) 2016.

Anda mungkin juga menyukai