Anda di halaman 1dari 66

i

RANCANGAN SISTEM PEMANASAN DAN UJI KINERJA


PADA PENGERING GABAH TIPE BAK DENGAN
DAN TANPA TEMPERING

AHMAD RIZKY SYAFARUDIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Sistem
Pemanasan dan Uji Kinerja pada Pengering Gabah Tipe Bak dengan dan Tanpa
Tempering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018
Ahmad Rizky Syafarudin
NIM F14130035
iv
v

ABSTRAK
AHMAD RIZKY SYAFARUDIN. Rancangan Sistem Pemanasan dan Uji Kinerja
pada Pengering Gabah Tipe Bak dengan dan Tanpa Tempering. Dibimbing oleh
DYAH WULANDANI dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Proses pengeringan gabah umumnya masih dilakukan secara tradisional


dengan metode dijemur di bawah terik sinar matahari langsung yang terkendala
oleh cuaca. Oleh karena itu, dibutuhkan alat pengering gabah yang mudah dalam
pengoperasiannya. Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem pemanasan
pada bak pengering, melakukan uji performa, melakukan pemutuan, dan analisis
biaya pengeringan yang digunakan. Pengujian dilakukan menggunakan
pengeringan tempering dan tanpa tempering masing-masing sebanyak 100 kg
gabah. Uji mutu beras hasil pengeringan berupa persentase beras patah, beras
kepala, dan beras menir. Hasil pengeringan menunjukkan laju pengeringan
tempering sebesar 6.36% basis kering/jam dalam waktu 220 menit dan
pengeringan tanpa tempering 6.25% basis kering/jam dalam waktu 300 menit.
Konsumsi energi spesifik proses pengeringan tempering sebesar 3.82 MJ/kg uap
air dan 3.07 MJ/kg uap air untuk pengeringan tanpa tempering. Pengeringan
tempering memiliki efisiensi termal sebesar 39.94% dan efisiensi termal pada
pengeringan tanpa tempering adalah 86.21%. Efisiensi total pengeringan
tempering lebih kecil dengan nilai 70.13% dibandingkan dengan efisiensi total
pengeringan tanpa tempering yang sebesar 86.55%. Rata-rata beras patah dan
menir hasil pengeringan tempering masing-masing sebesar 13.09% dan 11.25%
dan hasil pengeringan tanpa tempering sebesar 19.54% dan 10.53%. Biaya
pengeringan yang disarankan yaitu sebesar Rp 278.7 kg gabah, yang terdiri dari
biaya listrik dan gas. Jadi, belum dapat dikatakan bahwa proses pengeringan mana
yang lebih baik dan harus dilakukan pengeringan dengan kapasitas penuh agar
dapat melihat hasil yang lebih akurat.

Kata kunci: biaya, efisiensi, gabah, pemutuan, pengeringan

ABSTRACT
AHMAD RIZKY SYAFARUDIN. Design of Heating System and Performance
Test on Paddy Rice Batch With and Without Tempering. Supervised by DYAH
WULANDANI and LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Generally, grain drying process is still use traditional method under direct
sunlight drying that is constrained by the weather. Therefore, an easy operated
grain dryer is needed. The purpose of this research is to design the dryer and
heating system, to conduct the performance test and the grading test, and to
analyze the drying cost. The test was carried out with tempering and without
tempering drying for each of 100 kg of grain. The quality test is used for dried
paddy rice percentage of head rice and broken rice. The drying results show a
drying rate of with tempering drying is 6.36% dry basic/hour within duration 220
minutes and with tempering 6.25% dry basic/hour within duration 300 minutes
respectively. The specific energy consumption of tempering drying process is 3.82
MJ / kg of water vapor and 3.07 MJ / kg of water vapor for without tempering
vi

drying. The tempering drying has a thermal efficiency 39.94% and without
tempering drying of 86.21%. The overall efficiency of tempering drying is lower
than without tempering overall drying efficiency with a value of 70.13% and
86.55%. The average broken rice and groats on tempering drying is 13.09% and
11.25% and without tempering drying is 19.54% and 10.53% respectively. The
recommended drying cost is Rp 279 kg of brown rice. So, this is can’t say wich
drying method is better, and needed to do full load drying process for more
accurate result.

Keywords: cost, drying, eficiensy, grading, grain


vii

RANCANGAN SISTEM PEMANASAN DAN UJI KINERJA


PADA PENGERING GABAH TIPE BAK DENGAN
DAN TANPA TEMPERING

AHMAD RIZKY SYAFARUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
viii
Judul Penelitian: Rancangan Sistem Pemanasan dan Uji Kinerja pada Pengering
Gabah Tipe Bak dengan dan Tanpa Tempering
Nama : Ahmad Rizky S yafarudin
NIM : Fl4130035

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus: 20 8
x
xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2017 sampai Maret
2018 ini ialah pengeringan produk pertanian, dengan judul Rancangan Sistem
Pemanasan dan Uji Kinerja pada Pengering Gabah Tipe Bak dengan dan Tanpa
Tempering.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orangtua penulis atas doa, kasih sayang, dukungan dana, dan
motivasi tiada henti.
2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing 1 yang telah
banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi, inspirasi serta dukungan dana
selama penelitian hingga penulisan skripsi ini.
3. Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi selaku dosen pembimbing 2 yang
telah banyak memberikan ilmu, arahan selama penelitian hingga penulisan
karya ilmiah ini dan dukungan dana dalam pembuatan bak pengering.
4. Teman-teman penulis yang telah menemani dan banyak membantu penulis
dalam segala hal (Farhan, Tio, Fajar, Fachmi, Endah, Khairunisa, Unas,
Yoga, Rifqi, Wijaya, dll).
5. Megation IPB 50 yang telah menjadi teman seperjuangan penulis selama
menempuh studi di IPB.
6. Teknisi Laboratorium Energi (Pak Harto dan Pak Angga) yang senantiasa
membantu penulis selama penelitian.
7. Teknisi Laboratorium Pasca Panen (Pak Sulyaden dan Pak Abbas) yang
senantiasa membantu penulis selama penelitian
8. Segala pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa yang penulis buat masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat memerlukan kritik serta saran yang
membangun dalam penyusunan skripsi dan peningkatan pengetahuan agar
menjadi lebih pesat kedepannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu energi khususnya di bidang konversi energi. Semoga karya
ilmiah ini mampu dijadikan acuan baik bagi penyusunan skripsi kelak serta dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kita semua. Aamiin

Bogor, Juli 2018

Ahmad Rizky Syafarudin


xii
xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv


DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Gabah 3
Proses Pengeringan 3
Alat Pengering Gabah 4
Konsep Pemutuan Gabah 7
METODOLOGI 8
Waktu dan Tempat 8
Alat dan Bahan 8
Prosedur Penelitian 9
Penentuan Kriteria Kebutuhan Pengeringan 10
Skema Pengambilan data 11
Prosedur Pengambilan Data 12
Parameter Kinerja 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Hasil Analisis Rancangan 15
Penurunan Kadar Air 18
Analisis Energi dan Efisiensi Penggunaan Energi 20
Pemutuan Beras dari Gabah Hasil Pengeringan 22
Analisis Harga Beras Hasil Pengeringan 24
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 52
xiv

DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi persyaratan mutu beras 8
2 Perbandingan parameter hasil desain dengan hasil pengujian 16
3 Laju pengeringan selama proses pengeringan 18
4 Parameter energi hasil pengujian tempering dan tanpa tempering 20
5 Pemutuan gabah hasil pengeringan tempering 23
6 Pemutuan gabah hasil pengeringan tanpa tempering 23
7 Komponen biaya pengeringan gabah dan penggilingan 24

DAFTAR GAMBAR
1 Alat pengering tipe bak jenis deep bed 5
2 Alat pengering tipe bak jenis timpukan tipis 5
3 Skema alat pengering tipe resirkulasi 6
4 Skema alat pengering tipe fluidized bed 7
5 Prosedur pelaksanaan penelitian 10
6 Skema pengambilan data 11
7 Sistem pemanasan pada bak pengering yang telah dibuat 15
8 Sistem pemanasan (a) saluran udara menuju plenum dan (b) tampak
dalam saluran udara dengan kompor semawar 16
9 Grafik penurunan kadar air pada pengeringan tempering 19
10 Grafik penurunan kadar air pada peneringan tanpa tempering 19
11 Kondisi beras hasil pemutuan (a) beras utuh, (b) beras patah, (c) beras
menir, dan (d) gabah 22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan dimensi ruang pengering 28
2 Penentuan suhu dan RH proses pengeringan 28
3 Penentuan laju aliran massa udara pengering 28
4 Perhitungan dugaan waktu pengeringan 29
5 Perhitungan kebutuhan energi pengeringan 29
6 Perhitungan dugaan pressure drop tumpukan 29
7 Penentuan daya kipas untuk mengerluarkan air penguapan 29
8 Perhitungan rancangan dengan kapasitas 100 kg 30
9 Gambar teknik hasil rancangan 32
10 Data pengukuran suhu pengujian tempering 35
11 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tempering 37
12 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik
dan kuat arus listrik pengujian tempering 39
13 Analisis parameter kinerja pengujian tempering 41
14 Data pengukuran suhu pengujian tanpa tempering 43
15 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tanpa tempering 45
16 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik
dan kuat arus listrik pengujian tanpa tempering 47
17 Analisis parameter kinerja pengujian tanpa tempering 49
18 Analisis biaya pengeringan 51
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses pengeringan gabah umumnya masih dilakukan secara tradisional


dengan metode dijemur di bawah terik sinar matahari langsung. Metode tersebut
merupakan cara yang mudah dan murah. Pengeringan gabah dengan cara dijemur
membutuhkan waktu dua sampai empat hari untuk menurunkan kadar air sampai
14% (IRRI 2013). Jika cuaca sedang terik penjemuran menjadi pilihan yang tepat,
tetapi pada musim hujan hal ini menjadi masalah, untuk mengatasi kelemahan
pada penjemuran adalah menggunakan alat pengering, selain kualitas yang
dihasilkan lebih baik, keberlangsungan pengeringan juga dapat dilakukan kapan
saja tanpa bergantung kepada faktor matahari dan cuaca.
Produk hasil pertanian umumnya tidak tahan jika disimpan lama. Oleh
karena itu, produk peertanian membutuhkan upaya penanganan untuk
meningkatkan daya tahannya. Pengeringan merupakan salah satu metode
pengawetan produk pertanian sehingga dapat disimpan lebih lama. Masalah yang
timbul pada penjemuran adalah sampainya sinar matahari ke permukaan bumi
tergantung pada keadaan cuaca, sehingga penjemuran tidak dapat dilakukan
setiap saat. Selain itu, untuk mengeringkan bahan pertanian dibutuhkan waktu
yang lama, memerlukan hamparan yang luas, serta hasil pengeringan dapat
terkontaminasi dari debu-debu, kerikil, kotoran, serangga, dan hewan pengganggu
lainnya. Masalah lain dalam penjemuran adalah besarnya persentase kehilangan
yaitu 3.57% (Ditjen PPHP 2008).
Masalah-masalah pada pengeringan tradisional harus diatasi untuk
memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, dibutuhkan mesin pengering
gabah untuk menggantikan proses pengeringan tradisional. Konsep utama mesin
pengering gabah adalah mengeluarkan air dari gabah dengan menggunakan udara
sebagai media pengeringan. Pengering gabah menggunakan pemanas agar udara
yang digunakan untuk mengeringkan dapat mengikat air pada gabah lebih banyak
dan lebih efisien. Salah satu sumber panas pada mesin pengering yang sering
digunakan adalah tungku bahan bakar fosil atau biomasa. Salah satu kekurangan
tungku adalah daya panas yang dikeluarkan berfluktuasi tergantung dari jumlah
bahan bakar yang diumpankan dan terbakar serta suplai udara. Selain itu,
pengeringan yang menggunakan tungku kurang praktis karena tungku harus selalu
diawasi dalam hal penambahan bahan bakar ataupun suhu pembakaran. Saat ini,
sudah banyak mesin pengering yang ada di pasaran dan sudah mulai banyak
digunakan oleh petani dan pengusaha penggilingan padi untuk mengeringkan
gabah. Mesin pengering di pasaran merupakan buatan pabrik dengan spesifikasi
yang sudah tetap. Mesin tersebut sudah menggunakan tungku sebagai sistem
pemanas, mulai dari tungku berbahan bakar fosil maupun biomassa.
Mesin pengering akan memberikan hasil Gabah Kering Giling (GKG)
yang berbeda-beda. Hasil pengeringan menggunakan mesin pengering tergantung
pada proses pengeringan yang dilakukan. Proses pengeringan yang dilakukan
terus-menerus dengan suhu yang tinggi akan lebih cepat membuat kadar air turun,
tetapi akan sangat mengonsumsi energi yang besar. Paparan panas tersebut juga
akan mempengaruhi mutu beras karena terjadi over drying pada gabah. Hal
2

tersebut membuat beras lebih mudah hancur saat digiling, oleh karena itu
konsumsi energi dan mutu hasil pengeringan dapat ditingkatkan dengan perlakuan
panas (tempering) saat proses pengeringan. Tempering dilakukan dengan
menghentikan beberapa saat proses pengeringan dan akan dilanjutkan kembali.
Saat proses dihentikan, kandungan air pada gabah akan bermigrasi menuju lapisan
luar tetapi tidak dapat keluar karena tidak terdapat udara panas untuk membantu
air keluar. Ketika proses pengeringan kembali dilanjutkan, faktor udara panas
membuat air keluar lebih cepat karena air yang sudah berada di lapisan terluar
gabah, hal tersebut membuat konsumsi energi untuk mengeluarkan air lebih
sedikit.
Penggunaan mesin pengering gabah harus melihat faktor biaya
pengeringan agar dapat mengestimasi biaya lain. Biaya pengeringan
menggunakan mesin pengering ditentukan berdasarkan penggunaan bahan bakar
dan konsumsi listrik yang. Biaya pengeringan berdasarkan analisis Abilowo
(2008) sebesar Rp 210.0/kg gabah. Biaya tersebut menggunakan bahan bakar
minyak tanah, terdapat penukar panas dan blower dengan kapasitas alat 1200 kg.

Perumusan Masalah

Pengeringan tradisional biasanya terkendala cuaca dan kehilangan hasil


pengeringan yang cukup besar. Mesin pengering yang sudah ada di pasaran masih
tergolong mahal karena memiliki kapasitas yang cukup besar. Oleh karena itu,
dibutuhkan alat pengering gabah yang mudah dalam pengoperasiannya, biaya
pengeringan yang tidak mahal, serta memiliki kapasitas yang tidak terlalu besar
agar dapat digunakan oleh petani dengan nilai panen yang kecil.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Melakukan modifikasi sistem pemanasan pada bak pengering untuk proses
pengeringan gabah.
2. Melakukan uji performa dengan parameter uji berupa konsumsi energi
spesifik dan efisensi total pada hasil rancangan bak pengering gabah pada
pengeringan tempering dan tanpa tempering.
3. Melakukan uji mutu beras hasil proses pengeringan.
4. Melakukan analisis biaya pengeringan yang digunakan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:


1. Terciptanya model mesin pengering gabah tipe bak.
2. Menghasilkan data berupa efisiensi pengeringan dan efisiensi termal.
3. Menghasilkan data berupa mutu beras.
4. Merekomendasikan biaya pengeringan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Gabah

Kualitas fisik gabah paling utama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian
gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang
biasanya dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat basah (wet basis).
Sedangkan, tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas
terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau
gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah, maka tingkat kemurnian gabah
makin menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak
bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak
tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu,
potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung,
dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah
yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan
mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang
baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah
persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.
Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%.
Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air
yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah Kering Panen
(GKP) memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum
digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan
sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut Gabah Kering
Simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar
13-15%.
Kegiatan pengeringan gabah pada saat pasca panen berpengaruh besar
pada mutu dan rendemen beras yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi mutu
gabah pada saat kegiatan pengeringan antara lain : lama penjemuran, media
penjemuran, dan lokasi penjemuran. Lama penjemuran berpengaruh pada kadar
air yang dikandung gabah, standar kadar air yang diharapkan sekitar 14%, apabila
kadar air di atas 14% maka gabah akan mudah berjamur dan tidak bisa disimpan
lama.

Proses Pengeringan

Pengeringan merupakan cara untuk mengawetkan makanan yang paling


tua, metode ini cukup sederhana yaitu dengan mengeluarkan air. Cara mengurangi
kandungan air pada bahan adalah dengan menggunakan udara dan bantuan panas.
Proses pengeringan umumnya hanya mengeluarkan air sampai batas mikro
organisme tidak dapat tumbuh sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat dari serangan jamur, enzim, dan aktivitas serangga (Henderson dan
Perry 1976).
Kandungan air pada bahan terdiri atas air bebas dan air terikat. Air bebas
adalah air yang terdapat di permukaan bahan dan air yang terikat adalah air yang
ada di dalam bahan. Kadar air bahan adalah kandungan air bebas dan terikat yang
4

ada pada bahan (Henderson dan Perry 1976). Pada proses pengeringan air yang
dikeluarkan pertama kali adalah air bebas kemudian air terikat. Air yang bebas
cenderung lebih mudah untuk dilepaskan dibanding air yang terikat sehingga laju
pengeringan akan berbeda tergantung dari kadar air bahan. Menurut Hall (1980)
proses pengeringan terdiri atas dua periode utama, yaitu periode pengeringan
dengan kecepatan tetap dan pengeringan dengan kecepatan menurun..
Pengeringan gabah dilakukan ketika gabah selesai dipanen dengan kadar
air 27% sampai 20%. Proses pengeringan gabah dihentikan ketika kadar air gabah
mencapai 14%. Menurut SNI dengan kadar air 14 % gabah dapat disimpan selama
enam bulan. Cara yang dipakai dalam mengeringkan gabah adalah dengan
mengalirkan udara yang bersuhu 40oC sampai 45oC kedalam tumpukan gabah.
Pemilihan suhu ini bergantung kepada kelembaban udara dan kadar air
kesetimbangan gabah. Pemberian suhu udara yang terlalu tinggi dapat membuat
laju pengeringan terlalu cepat dan membuat stress dalam bahan sehingga
mengakibatkan keretakan pada bahan.
Astuti (2007) menyatakan bahwa suhu pengeringan 95oC membuat 87.5%
gabah hancur saat digiling. Menurut Prasetyo (2008) suhu pengeringan 50oC
dengan Relative Humidity (RH) 26 % menghasilkan beras dengan Head Rice Yield
63.6% sedangkan suhu pengeringan 60oC dengan RH 17% menghasilkan Head
Rice Yield 67.7%. Hasil yang didapatkan oleh Ibrahim (2014) mengeringkan
gabah dari kadar air 22% sampai 12.85% dalam waktu 13 jam, pengeringan
dilakukan dalam range suhu 41oC sampai 42oC.
Suhu udara yang tinggi mampu mempercepat waktu pengeringan, tetapi
suhu udara yang tinggi menyebabkan transfer panas yang tinggi dalam sistem.
Makin tinggi suhu udara pengering maka RH akan semakin rendah dan kapasitas
penguapan makin tinggi. Ketika kapasitas udara untuk menampung uap air tinggi
maka akan makin banyak uap air yang dipindahkan dari bahan ke lingkungan.
Laju pengeringan akan makin tinggi dan waktu pengeringan akan makin cepat.
IRRI (2013) membedakan jenis pengering bak menjadi dua yaitu, heated
air drying dan low temperature drying. Pada pengeringan heated air drying udara
yang digunakan adalah udara yang telah dipanaskan sampai 43oC, ketebalan
tumpukan dibawah 40 cm dapat mengeringkan kadar air diatas 30% dalam waktu
enam sampai dua belas jam. Tipe low temperature drying suhu yang digunakan
adalah suhu udara lingkungan tebal tumpukan yang diijinkan adalah 2 m dapat
mengeringkan gabah dengan kadar air 28% dalam waktu harian sampai mingguan.

Alat Pengering Gabah

Prinsip kerja alat ini sangat sederhana yaitu udara panas dari ruang
pembakaran dihembuskan oleh fan atau kipas ke dalam ruang udara panas
dibawah lantai pemisah dan udara panas tersebut naik ke atas melalui lubang-
lubang udara menembus bahan yang akan dikeringkan dan akhirnya keluar di
bagian atas. Pembuatan alat pengering ini didasarkan agar proses pengeringan
dapat dilakukan kapan saja, tidak tergantung pada sinar matahari sehingga dapat
mempercepat waktu pengeringan serta kualitas yang baik.
Berikut ini adalah macam-macam dari alat pengering dapat golongkan
dalam beberapa cara, yaitu berdasarkan atas cara pemindahan panas dan
berdasarkan sifat-sifat fisis dan penanganan bahan basah. Alat pengering gabah
5

mekanis ini yang telah diciptakan oleh para teknisi untuk mengatasi permasalahan
dalam proses pengeringan hingga sekarang ini antara lain seperti : batch dryer,
continous drying, dan sebagainya.
1. Sistem Deep Bed
Pengeringan sistem deep bed (Gambar 1), tumpukan bahan cukup tebal dan
wadah pengeringan mempunyai dasar lantai yang mempunyai lubang-lubang atau
kawat anyaman sehingga udara panas dapat mengalir melalui bahan. Besar
kecilnya ukuran lubang wadah ditentukan berdasarkan bahan yang dikeringkan.
Pengeringan dilakukan dengan suhu yang rendah dan waktu yang lama agar
kerusakan pada bahan dapat dihindari.

Keterangan :
A. Kipas
B. Plenum chamber
C. Biji kering
D. Bidang pengeringan
E. Biji basah
F. Udara dan uap air keluar

sumber: Litbangtan (2011)


Gambar 1 Skema alat pengering tipe bak jenis deep bed

2. Sistem Tumpukan Dangkal


Mesin pengering sistem tumpukan (Gambar 2) prinsip kerjanya hampir sama
dengan deep bed. Pada pengeringan ini, pengeringan lebih luas dan ketebalan
bahan dikurangi. Pergerakan bidang pengeringan tidak begitu nyata karena
pengeringan ini berlangsung serentak dan merata di seluruh bagian bahan.
Keuntungan alat pengering jenis ini antara lain, mempercepat laju pengeringan,
kemungkinan terjadi over drying lebih kecil, tekanan udara pengering yang rendah
dapat melalui lapisan bahan yang dikeringkan.

sumber: Litbangtan (2011)

Gambar 2 Skema alat pengering tipe bak jenis tumpukan dangkal

3. Continous Drying Tipe Resikulasi


Salah satu teknologi lain mesin pengering gabah adalah mesin pengering tipe
sirkulasi (circulation dryer) pada Gambar 3. Mesin ini berfungsi mengeringkan
biji-bijian (padi, jagung dan kedelai) dengan cara mensirkulasikan atau
6

mengalirkan bahan yang dikeringkan melalui zona pengeringan secara kontinyu


sampai diperoleh kadar air yang diinginkan.
Mesin pengering tipe sirkulasi terdiri dari sembilan komponen utama yaitu
bak pengering, bagian ruang pengering (drying zone), bucket konveyor, kompor
pemanas, blower hisap, ulir (screw) pembawa aliran gabah, pengatur pengeluaran
gabah, sistem transmisi dan panel kontrol.

sumber: Litbangtan (2011)

Gambar 3 Skema alat pengering tipe resirkulasi

4. Continous Drying Tipe Fluidized Bed


Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) pada Gambar 4,
adalah proses pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan
kecepatan tertentu yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga
hamparan bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida (Kunii dan Levenspiel
1977).
Metode pengeringan fluidisasi digunakan untuk mempercepat proses
pengeringan dan mempertahankan mutu bahan kering. Pengeringan ini banyak
digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk partikel atau butiran, baik untuk
industri kimia, pangan, keramik, farmasi, pertanian, polimer dan limbah
(Mujumdar 2000). Proses pengeringan dipercepat dengan cara meningkatkan
kecepatan aliran udara panas sampai bahan terfluidisasi. Dalam kondisi ini terjadi
penghembusan bahan sehingga memperbesar luas kontak pengeringan,
peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi, dan peningkatan laju difusi
uap air.
Kecepatan minimum fluidisasi adalah tingkat kecepatan aliran udara terendah
dimana bahan yang dikeringkan masih dapat terfluidisasi dengan baik, sedangkan
kecepatan udara maksimum adalah tingkat kecepatan tertinggi dimana pada
tingkat kecepatan ini bahan terhembus ke luar ruang pengering.
7

sumber: Litbangtan (2011)

Gambar 4 Skema alat pengering tipe fluidized bed

Konsep Pemutuan Gabah

Pemahaman mengenai definisi mutu dari berbagai ahli sangat penting


untuk diketahui. Mutu hari ini dan besok tidak akan selalu sama karena adanya
perubahan dalam tuntutan. Terdapat beberapa pengetian konsep mutu di dalam
bidang pangan dan pasca panen:
1. Menurut Juran dan Blanton (1999), mutu adalah “Fitness for Use”artinya
cocok atau layak untuk digunakan..
2. Kreamer dan Twigg (1983) menyatakan “Quality as a composite of
product attribute” artinya mutu merupakan gabungan atribut produk yang
dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau).
Berdasarkan BSNI (1993), persyaratan mutu kualitatif gabah terdiri dari empat
karakter yaitu: (1) bebas hama dan penyakit, (2) bebas dari busuk, asam dan bau
lainnya, (3) bebas bahan kimia dan sisa pupuk, insektisida dan fungisida, dan (4)
gabah tidak boleh panas. Gabah dikatakan bebas dari hama dan penyakit apabila
secara visual tidak ditemui adanya hama serangga (termasuk di dalamnya bangkai
serangga atau hama dikatagorikan sebagai benda asing), ulat, dsb.
Kadar air maksimal yang dimiliki oleh gabah kering adalah antara 13-
14%, oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut Gabah Kering
Giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan
pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah akan mudah patah.
Kontrol mutu pada beras giling harus berpedoman pada standar mutu
kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan beras giling menurut persyaratan
khusus mutu dari SNI yaitu beras utuh atau patah yang diperoleh dari proses
penggilingan gabah hasil tanaman padi (Orizae sativa L) yang seluruh lapisan
sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan bekatul telah dipisahkan. Standar
mutu kualitatif beras meliputi bebas hama dan penyakit, bebas bau busuk, asam
dan bau lainnya, bebas dari bekatul dan bebas dari tanda-tanda adanya bahan
kimia yang membahayakan. Sedangkan persyaratan mutu kuantitatif berpedoman
pada standar mutu gabah berdasarkan Tabel 1.
8

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu beras

Kelas Mutu
Komponen Mutu Satuan Medium
Premium
1 2 3
Kadar air (maks) % 100 95 90 80
Beras kepala (min) % 14 14 14 15
Butir patah (maks) % 95 78 73 60
Beras menir (maks) % 5 20 25 30
Beras merah (maks) % 0 2 2 5
Butir menguning (maks) % 0 2 3 5
Butir kapur (maks) % 0 2 3 5
Benda asing (maks) % 0 0.02 0.05 0.2
Gabah (maks) % 0 1 2 3
Sumber : SNI 6128:2015 (BSN 2015)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya untuk uji kinerja bak


pengering gabah dan Laboratorium Pasca Panen Lab. Lapang Siswadhi Soeparjo
untuk pemutuan gabah pada bulan Desember 2017 sampai Maret 2018.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Termometer bola basah dan bola kering
Termometer bola basah dan bola kering digunakan untuk mengetahui suhu
dan kelembaban udara luar.
2. Anemometer hot wire
Anemometer hot wire digunakan untuk mengukur kecepatan udara serta suhu
udara yang keluar dari tumpukan gabah.
3. Blower
Blower digunakan untuk mengalirkan udara ke ruang pembakaran dan ruang
pencampur. Spesifikasi blower yang digunakan yaitu blower sentrifugal dengan
daya 440 Watt dan diameter lubang pengeluaran 20 cm.
4. Kompor semawar
Kompor semawar digunakan untuk memanaskan udara yang akan digunakan
untuk mengeringkan gabah.
5. Termokopel kabel tipe K
Termokpel kabel tipe K digunakan untuk mengukur suhu batu, dinding, ruang
pencampur, dan udara masuk ruang pembakaran.
6. Rekorder
Rekorder digunakan untuk membaca data suhu hasil pengukuran termokopel.
7. Multitester
9

Multitester digunakan untuk mengukur tegangan yang digunakan oleh blower


dan heater.
8. Tang Ampere
Tang Ampere digunakan untuk mengukur kuat arus yang digunakan oleh
blower dan heater.
9. Moisture tester tipe crown
Moisture tester tipe crown digunakan untuk mengukur kadar air gabah selama
proses pengeringan dan pada pemutuan gabah.
10. Husker
Husker digunakan untuk mengupas kulit gabah menjadi Beras Pecah Kulit
(BPK).
11. Polisher
Polisher digunakan untuk melakukan penyosohan BPK menjadi Beras Sosoh
(BS).
12. Ayakan menir diameter 1.7 mm
Ayakan digunakan untuk misahkan BS dari beras menir dan komponen
lainnya.
13. Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untuk mengimbang berat sample saat pemutuan
gabah.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Bak penampungan gabah. Bahan yang digunakan untuk membuat bak
penampungan gabah yaitu:
 Plat besi yang digunakan untuk membuat dinding luar dan rangka bak
 Kawat kasa baja digunakan untuk membuat bagian penadah gabah
2. Saluran udara dan tempat kompor semawar. Bahan yang digunakan untuk
membuat saluran udara dari blower ke plenum adalah alumunium.
3. Gabah sebagai beban pengering.
4. Gas Liquid Portoleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar kompor semawar
untuk memanaskan udara.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: Perumusan kebutuhan


pengeringan, analisi parameter desain, rancangan fungsional, rancangan
struktural, uji kinerja, pemutuan gabah dan pengolahan data. Alur penelitian dapat
dilihat pada Gambar 5.
10

Mulai

Perhitungan Kriteria Kebutuhan Pengeringan

Perancangan Fungsional Alat

Perancangan Struktural Alat

Pabrikasi Alat

Uji Fungsional

Tidak
Bekerja

Ya

Uji Kinerja

Pengolahan Data

Pemutuan Gabah

Selesai

Gambar 5 Prosedur pelaksanaan penelitian

Penentuan Kriteria Kebutuhan Pengeringan

Cara pengeringan yang dilakukan adalah dengan mengalirkan udara


lingkungan yang dipanaskan sampai mencapai suhu sebesar 40oC sampai 45oC ke
ruang pengering. Massa gabah yang digunakan sebesar 100 kg dengan kadar air
awal 24%bb dan kadar air akhir 14%bb. Analisis menggunakan gabah kapasitas
100 kg dan 500 kg. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung jumlah
air yang diuapkan, dengan persamaan (1).
11

100−M
m𝐚 = m𝐛 × 1 − 100−M 1 ………………………………………………………………………(1)
2
ma : massa air diuapkan (kg)
mb : massa bahan yang dikeringkan (kg)
M1 : kadar air awal bahan (%bb)
M2 : kadar air akhir bahan (%bb)
Setelah itu kebutuhan udara pengeringan akan dihitung menggunakan
rumus:
m
V = (H −H𝐚 )×ρ …………………………………………………………………………………………(2)
2 1
V : kebutuhan udara pengering (m3)
H2 : kelembaban mutlak pada suhu keluar tumpukan (kg air/kg udara)
H1 : kelembaban mutlak pada suhu udara pengeringan (kg air/kg udara)
ρ : massa jenis udara (kg/m3)
Untuk mempermudah analisis kelembaban mutlak keluar tumpukan
ditentukan dengan menggunakan asumsi terlebih dahulu, setelah suhu dan RH
terukur maka kelembaban mutlak dihitung berdasarkan hasil pengukuran. Setelah
itu, energi untuk memanaskan udara dihitung berdasarkan suhu udara luar, suhu
pengeringan dan laju aliran masa udara. Perhitungaan kebutuhan energi panas ini
dilakukan menggunakan persamaan:
Qg = m × cp × (Tr − To ) …………………………………………………………………………(4)
Qg : energi pemanasan udara pengeringan (Watt)
m : laju aliran massa udara pengering (kg/s)
cp : kapasitas panas spesifik udara (kJ/kg·K)
Tr : suhu pengeringan (oC)
To : suhu udara luar (oC)
Untuk menduga pressure drop yang terjadi pada tebal tumpukan tertentu,
digunakan persamaan dari Shedd (1953):
∆p×ln (1+b.u o )
Lg = ……………………………………………………………………………………(5)
a.u
o
Lg : tebal tumpukan gabah (m)
Δp : pressure drop tumpukan (Pa)
b,a : konstanta gabah (b = 13.2, a = 2.57 × 104 (Shedd 1953)
u0 : kecepatan aliran (m/s) Rasio pencampuran gas

Skema Pengambilan Data

h i j

1 2 4
e f g
a
b c d 3
Gambar 6 Skema pengambilan data
12

Keterangan :
Aliran udara lingkungan masuk blower
Aliran udara panas dari kompor semawar
Aliran udara lembab setelah melewati tumpukan gabah
1. Blower
2. Kompor semawar
3. Plenum
4. Ruang pengering
Pengukuran suhu dilakukan pada titik b, c, d, e, f, g, h, i, dan j sedangkan
RH diukur pada titik c, d, h, i, dan j. Pegukuran kecepatan aliran udara dilakukan
pada titik a, c, d, h, i, dan j. Pengukuran tekanan udara dilakukan pada titik c dan
d.

Prosedur Pengambilan Data

Penelitian kali ini dilakukan berupa uji kinerja pada alat hasil rancangan
menggunakan dua metode pengujian dan melakukan pemutuan beras hasil
pengeringan. Pengujian pertama dilakukan proses pengeringan tempering,
sementara pengujian kedua dilakukan proses pengeringaan tanpa tempering.
Proses pengeringan tempering dilakukan dengan menghentikan salah satu proses
pengeringan saat cuaca hujan deras dan malam hari, kemudian dilanjutkan lagi
beberapa waktu sampai kadar air yang diinginkan (14%bb) tercapai. Proses
pengujian tanpa tempeing dilakukan secara terus-menerus sampai kadar air yang
diinginkan (14%bb) tercapai tanpa menghentikan proses pengeringan apapun.

Pengujian Tempering
Pengambilan data dalam proses pengeringan tempering dilakukan dengan
mematikan blower dan sumber panas ketika cuaca sedang hujan deras dan saat
malam hari. Adapun tahap dalam proses pengeringan tempering dilakukan
sebanyak satu kali percobaan sebagai berikut:
1. Menyiapkan gabah dan meletakkannya pada bak pengering, massa gabah
yang digunakan akan dicatat sebanyak 100 kg dengan ketebalan gabah 10
cm.
2. Menyalakan kompor semawar dilanjutkan menyalakan blower.
3. Mengatur kecepatan udara pemanas dan udara lingkungan hingga suhu di
plenum berada di antara 40 oC sampai 45oC pada Gambar 4 nomer 1.
4. Mengukur setiap 10 menit sekali selama proses berlangsung, parameter
yang diukur adalah pressure drop, suhu ruang pencampuran, suhu udara
keluar tumpukan gabah, kecepatan udara, suhu serta RH udara luar, dan
tegangan serta kuat arus untuk blower. Titik pengukuran dapat dilihat pada
Gambar 4.
5. Lama proses tempering melihat kondisi lingkungan. Proses kali ini
berjalan selama 160 menit dan dihentikan selama 20 jam, kemudian
dilanjutkan kembali selama 60 menit.
6. Setelah pengukuran dilakukan, gabah diaduk menggunakan sekop agar
gabah tersikulasi setiap 30 menit sekali. Pengadukan hanya dilakukan
selama proses pemanasan gabah, tdak diaduk ketika proses istirahat.
13

7. Analisis data dilakukan untuk: menentukan waktu pengeringan,


pemanfaatan panas, konsumsi energi listrik, dan konsumsi energi spesifik.

Pengujian Tanpa Tempering


Proses pengeringan tanpa tempering dilakukan pengukuran sebanyak satu
kali percobaan yaitu dengan mengulang langkah 1 sampai langkah 4 pada
pengujian tempering. Pengujian tanpa tempering berbeda dengan pengujian
tempering tanpa menghentikan proses pengeringan. Langkah pengadukan dan
pengolahan data dilakukan sama seperti pengujian tempering dengan data yang
didapat dari masing-masing pengujian.

Pengukuran dan Perhitungan Pressure Drop


Cara untuk mengukur pressure drop adalah dengan menggunakan selang
yang dibentuk seperti huruf U kemudian diberi air. Salah satu ujung selang
dihubungkan ke plenum yang terletak pada ujung plenum dari arah datangnya
udara sementara ujung selang lain dibiarkan terbuka ke udara luar. Selisih
ketinggian permukaan air sebagai data yang diambil untuk mengukur pressure
drop. Hasil pengukuran dikonversi menjadi tekanan dengan menggunakan
persamaan berikut:
P = ρa × ∆h × g …………………………………………………………………………………..(6)
P : tekanan tumpukan (Pa)
ρa : massa jenis air (kg/m3)
Δh : perbedaan ketinggian permukaan air (m)
g : percepatan gravitasi (m/s2)

P
∆p = L ………………………………………………………………………….(7)
g
∆p = pressure drop (Pa/m)
Lg = tebal tumpukan (m)

Pemutuan Beras
Proses pemutuan gabah dilakukan setelah proses pengeringan. Proses
pemutuan gabah dimulai dengan melakukan penggilingan gabah menjadi Gabah
Pecah Kulit (GPK). Setelah GPK dihasilkan, penyosohan dilakukan sampai
menjadi Beras Sosoh (BS). Kemudian, hasil BS dialukakn pemutuan dengan
menghitung beras utuh, beras patah (broken), beras menir dan gabah yang
terbawa. Adapun pemutuan akan dilakukan mengikuti Pedoman Pelaksanaan
Pemantauan Harga Produsen Gabah dan Beras 2014 pada hal 24 (BPS 2013).
Tahap yang dilakukan adalah:
1. Menyiapkan gabah sebanyak 3 sampel masing-masing 500 gram dan ukur
kadar air awal sebelum dilakukan penggilingan.
2. Melakukan penggilingan masing-masing sampel menggunakan husker
dengan dua lintasan.
3. Ambil sampel sebanyak 200 gram masing-masing untuk dilakukan
penyosohan.
4. Lakukan penyosohan selama 1 menit menggunakan alat polisher.
5. Setelah penyosohan, BS diambil sampel untuk mengukur kadar air akhir.
6. Ambil sampel sebanyak 50 gram untuk dilakukan pemutuan.
14

7. Pisahkan beras menir dengan ayakan menir berdiameter 1.7 mm.


8. Setelah itu, pisahkan komponen beras utuh, beras patah/broken, dan gabah
menggunakan pinset atau tangan.
9. Timbang masing-masing beras utuh, beras patah, beras menir dan gabah,
kemudian hitung persentasenya.

Parameter Kinerja

Parameter suhu diukur di beberapa titik mulai dari udara masuk blower
sampai udara keluar tumpukan.
T1 = suhu udara masuk blower (oC), yang diukur di depan inlet blower
T2 = suhu udara di dalam plenum (oC), yang diukur di dalam plenum
T3 = suhu udara di atas tumpukan gabah (oC), yang diukur di atas tumpukan gabah
di bagian atas bak pengering
To = suhu udara lingkungn bola kering (oC), yang diukur di sekitar alat pengering
To’= suhu udara lingkungn bola basah (oC), yang diukur di sekitar alar pengering
Tg’= suhu permukaan gabah (oC), yang diukur pada tumpukan gabah selama
proses pengerinngan
Parameter Relative Hummidity (RH) dihitung menggunakan suhu udara
lingkungan bola kering dan suhu udara lingkungn bola basah yang kemudian RH
dicari dengan menggunakan psychometric chart. Cara lain adalah menggunakan
alat Anemometer hot wire yang langsung menunjukkan nilai RH.
Parameter pemanfaatan panas pada gabah dihitung dengan menggunakan
rumus:
Qp = mb × cp ′ × (Tg − Tg′ )…….........................................................................(8)
cp′ = 0.837 + 0.034(M ′ ) (Siebel(1892) dalam Heldman dan Singh 1981)…….(9)
Qp : energi pemanasan pada bahan (kJ)
mb : massa gabah (kg)
cp′ : kapasitas panas spesifik gabah pada kadar air M’ (kJ/kg·K)
Tg : suhu gabah awal (oC)
Tg’ : suhu pengeringan gabah (oC)
M’ : kadar air gabah pada waktu t (%)
Perhitungan parameter konsumsi energi listrik dilakukan dengan
mengukur tegangan (V) dan kuat arus (I) yang digunakan oleh blower, kemudian
dihitung daya yang terpakai menggunakan persamaan:
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 = V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × cos ∅ …………………………………………..(10)
Parameter Konsumsi Energi Termal Spesifik (KETS) gabah selama proses
pengeringan menggunakan rumus:
Q
KETS = mb …………………………………………………………………..…(11)
a
Qb (energi bahan bakar (kJ)) = N × mg
N = nilai kalor gas LPG (kJ/kg)
mg = massa gas LPG yang terpakai (kg)
ma = massa air yang diuapkan (kg)
Sementara, parameter Konsumsi Energi Spesifik (KES) gabah selama
proses pengeringan menggunakan rumus:
15

(P 𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ×t)+Q b
KES = …………………………………………………………..(12)
ma
t = waktu pengeringn (sekon)
Parameter efisiensi termal proses pengeringan menggunakan rumus:
Qg
ƞt = Q × 100……………………..……………………………………...........(13)
b
Qg : energi pemanasan udara pengeringan
Parameter efisiensi total proses pengeringan menggunakan rumus:
𝑒×h fg
ƞtotal = × 100……………………..……………………………………(14)
Qb

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Rancangan

Alat pengering yang dibuat tersusun dari empat bagian utama, yaitu: bak
pengering, blower dan katup, ruang pencampur udara (plenum), dan saluran
udara. Sumber utama energi pemanasan yang digunakan adalah gas LPG dengan
ukuran tabung 3 kg. Rangka utama bak pengering adalah besi siku dengan ukuran
2 cm x 2 cm dan tebal 2 mm. Dinding bak pengering merupakan plat besi dengan
tebal 2 mm, sementara bagian plenum merupakan alumunium dengan tebal 1 mm.
Lantai pengering menggunakan plat berlubang dengan diameter 1.5 mm. Saluran
udara berbentuk silinder berongga yang terbuat dari alumunium dengan tebal 1
mm. Gambar dari mesin pengering yang telah dibuat ada pada Gambar 7,
sementara sistem pemanasan dari kompor semawar yang telah dibuat dapat dilihat
pada Gambar 8.

kompor
semawar

ruang
pengerin
blower
g

plenum

Gambar 7 Sistem pemanasan pada bak pengering yang telah dibuat


16

Arah udara masuk


Arah udara panas
dari blower menuju plenum

Keran pengatur nyala


api

(a)

Lubang udara masuk


dari blower
Kompor semawar

(b)
Gambar 8 Sistem pemanasan (a) saluran udara menuju plenum dan (b) tampak
dalam saluran udara dengan kompor semawar
Parameter-parameter desain dihitung pada Lampiran 1 sampai Lampiran 6.
Parameter desain digunakan untuk kapasitas maksimum sebesar 500 kg gabah.
Sementara pada pengujian pengeringan, beban pengeringan hanya sebesar 100 kg.
Hal tersebut menjadikan terdapat beberapa parameter yang hasilnya akan berbeda.
Data keseluruhan hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai Lampiran
12 untuk pengujian tempering dan Lampiran 13 sampai Lampiran 17 untuk
pengujian tanpa tempering. Perbandingan parameter hasil desain dengan hasil
pengujian dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan parameter hasil desain dengan hasil pengujian

Desain Pengujian
Parameter
500 kg 100 kg Tempering Kontinyyu
Massa gabah (mb, kg) 500 100 100 100
Kadar air awal (M1, %bb) 24 24 28.2 30.83
Kadar air akhir (M2, %bb) 14 14 13.77 11.77
Air yang dikeluarkan (ma, kg) 58.14 11.63 16.73 21.76
Debit udara pengering (Q, m3/s) 0.325 0.065 0.048 0.042
Daya blower (Pblower, Watt) 447.2 221.06 201.2 209.25
Energi pemanasan udara (Qg, J) 321636 32163 24446.4 48708
Suhu lingkungan (oC) 30 30 28.24 25.71
Suhu plenum (oC) 55 55 60.39 66.91
Suhu tumpukan bahan (oC) 45 45 45.31 40.3
Pressure drop gabah (Δp, Pa/m) 488.8 146.66 142.7 78.48
Durasi pengeringan (menit) 460 343 160+60 300
17

Beban pengeringan maksimal bak pengering sebesar 500 kg dengan


ketebalan tumpukan 30cm, sementara beban pengeringan yang mampu didapat
hanya 100 kg gabah panen dengan ketebalan tumpukan 11 cm dan 12.5 cm. Maka,
dihitung kembali desain dengan kapasitas 100 kg gabahn. Gabah pada
pengeringan tempering merupakan varietas IR-36 dari daerah Situ Gede.
Sementara untuk varietas gabah untuk pengeringan tanpa tempering merupakan
varietas Ciherang, yang banyak ditemui di daerah Bogor. Menurut (Thahir 1986)
rasio kedua gabah sama dengan rasio panjang : lebar sebesar 3.1. Kedua gabah
dipanen pada pagi hari dan selesai pada siang hari.
Pengeringan tempering dilakukan pada sore hari setelah dipanen.
Pengeringan dilakukan sampai 160 menit dan dihentikan. Pengeringan dilanjutkan
pada sore hari setelahnya dengan waktu istirahat 20 jam sampai 220 menit secara
total. Sementara untuk pengeringan tanpa tempering dilakukan keesokan paginya
setelah gabah dipanen dengan total waktu 300 menit. Hal tersebut dilakukan
karena sepanjang sore sampai malam setelah panen cuaca terus hujan yang
berakibat pada rendahnya Relative Humudity (RH) yang akan menyebabkan
sulitnya terjadi penguapan air pada gabah.
Kadar air pada hasil desain seharusnya 24% pada awal dan 14% pada
akhir pengeringan. Tetapi, kadar air yang didapatkan pada gabah sebesar 28%
sampai 30%. Kadar air pada gabah untuk pengeringan tanpa tempering dapat
mencapai 30% dikarenakan pada malam RH sangat rendah karena hujan, yang
memungkinkan gabah menyerap air dari lingkungan. Kadar air akhir pengeringan
yang diharapkan sebesar 14%. Pengeringan tempering memiliki kadar air akhir
13.77% dan pengeringan tanpa tempering sebesar 11.77%. Hasil pengujian pada
kedua pengeringan tidak berbeda jauh dengan hasil desain. Bahkan, kadar air yang
diharapkan seharusnya dibawah 14% saat akhir pengeringan.
Uap air yang dikeluarkan harus dibantu dengan debit udara yang sesuai
agar uap air terbawa ke lingkungan dengan baik. Debit udara yang didesain untuk
100 kg sebesar 0.065 m3/s. Debit udara hasil pengujian sebesar 0.048 m3/s dan
0.042 m3/s. Debit udara yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya uap air yang
harus dikeluarkan. Debit udara saat pengujian lebih kecil dikarenakan pengaturan
debit udara agar sesuai dengan nyala api. Jika debit udara terlau besar, api akan
mati. Jadi, debit udara pada pengujian sudah disesuaikan agar api tetap menyala
dan debit udara tidak terlalu besar dan terlalu kecil.
Debit udara untuk pengeringan disupply oleh blower dengan spesifikasi
daya terpasang maksimum sebesar 370 Watt. Sementara selama percobaan
pengeringan tempering hanya mengeluarkan daya rata-rata sebesar 201.2 Watt
dan 209.25 Watt pada pegeringan tanpa tempering. Perbedaan daya tersebut
dikarenakan kondisi blower yang diset disesuaikan dengan kebutuhan
pengeringan yang terjadi dan tidak pada bukaan maksimum, sehingga daya yang
dikeluarkan tidak maksimum.
Energi yang dibutuhkan untuk memanaskan udara dari suhu lingkungan
30oC sampai 55oC pada plenum pada desain 100 kg sebesar 32.16 kJ. Sementara
suhu plenum yang tercapai pada percobaan pengeringan sebesar 60.39 oC dan
66.91oC. Suhu plenum yang didesain pada 55oC sulit tercapai, karena konfigurasi
bukaan pada blower dan katup kompor. Jika bukaan blower terlalu besar, maka
api akan mati. Sebaliknya jika api dari kompor telalu kecil dengan bukaan blower
terkecil, api tidak akan menyala. Energi yang terpakai untuk memanaskan udara
18

pada pengeringan tempering sebesar 24.4 kJ, sementara pada pengeringan tanpa
tempering sebesar 48.7 kJ. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada debit
udara yang lebih kecil saat percobaan.
Penurunan tekanan (pressure drop) pada analisis desain untuk beban 100
kg diharapkan sebesar 146.66 Pa/m (hitungan terlampir pada Lampiran 8).
Sementara yang terjadi saat percobaan, pressure drop hanya 142.7 pa/m dan 78.48
Pa/m. Hal ini mungkin terjadi karena ketebalan tumpukan yang berbeda. Faktor
yang menyebabkan kecilnya pressure drop adalah debit udara yang lebih kecil
dari hasil desain.

Penurunan Kadar Air

Penurunan massa air gabah pada pengeringan tempering sebesar 16.73 kg,
sementara pada pengeringan tanpa tempering sebesar 21.6 kg dari massa gabah
basah 100 kg. Hasil ini cukup berbeda karena lama proses pengeringan yang juga
jauh berbeda yaitu 220 menit dan 300 menit. Penurunan kadar air akan berbanding
lurus dengan durasi pengeringan. Perbedaan penurunan kadar air tersebut
dikarenakan perbedaan kadar air awal dan kadar air akhir. Kadar air awal untuk
pengeringan tempering adalah 28.2%, sementara untuk pengeringan tanpa
tempering adalah 30.83%. Kadar air akhir pada pengeringan tempering sebesar
13.77%, sementara pada pengeringan tanpa tempering sebesar 11.77%. Hal
tersebut yang sangat mempengaruhi nilai penurunan kadar air. Tetapi, jika dilihat
dari Tabel 3 untuk laju pengeringan, kedua pengeringan tidak jauh berbeda.

Tabel 3 Laju pengeringan selama proses pengeringan

Pengeringan
Tempering Tanpa
tempering
Kadar air awal (%bk) 39.28 44.58
Kadar air akhir (%bk) 15.96 13.34
Waktu pengeringan (menit) 220 300
Laju pengeringan (%bk/jam) 6.36 6.25

Penurunan laju pengeringan dibedakan menjadi laju pengeringan tetap dan


laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap akan berlangsung terus selama
migrasi air ke permukaan (ke tempat penguapan berlangsung) lebih besar dari
pada air yang menguap dari permukaan, kadar air akan sampai pada kadar air
kritis kemudian terjadi laju pengeringan menurun. Tetapi, pada pengeringan biji-
bijian biasanya kadar air awal sudah berada di bawah kadar air kritis sehingga
hanya periode laju pengeringan menurun yang dapat diamati. Perbedaan
penurunan kadar air pada pengeringan tempering dan pengeringan tanpa
tempering dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
19

30

Kadar Air (%) 25

20

15

10
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Waktu (menit)

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 9 Grafik penurunan kadar air pada pengeringan tempering

35

30
Kadar Air (%)

25

20

15

10
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Waktu (menit)

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 10 Grafik penurunan kadar air pada pengeringan tanpa tempering

Penurunan kadar air pada Gambar 9 dapat dilihat langsung terjadi laju
pengeringan menurun. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa kadar air awalnya sudah
berada dibawah kadar air kritisnya. Tetapi, pada Gambar 10 kadar air dimulai
dengan kadar air sekitar 31% dan mengalami kenaikan kadar air sampai 33%. Hal
tersebut terjadi karena gabah yang digunakan, sehari sebelum pengujian terpapar
percikan hujan dan embun di pagi harinya. Jadi, penurunan kadar air pada proses
pengeringan tanpa tempering dimulai dengan mengeringkan kadar air bebas dari
percikan hujan dan embun sebelum pengeringan. Perbandingan waktu yang
dibutuhkan jika dilihat dari kadar air yang sama yaitu 28% cukup besar.
Pengeringan tempering membutuhkan waktu 220 menit untuk mencapai kadar air
sekitar 14%. Sementara pengeringan tanpa tempering membutuhkan waktu hanya
150 menit jika dilihat dari kadar air sekitar 28% sampai pengeringan selesai. Hal
tersebut terjadi karena RH lingkungan rata-rata pada proses pengeringan tanpa
tempering saat kadar air 28% lebih rendah jika dibandingkan dengan RH
20

lingkungan rata-rata saat pengerigan tempering keseluruhan yaitu 88.17%


dibandingkan 94.35% (RH dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 15).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk selang kadar air yang sama, pengeringan
tanpa tempering membutuhkan waktu yang lebih pendek.

Analisis Energi dan Efisiensi Penggunaan Energi

Bahan bakar yang digunakan dalam proses pengeringan ini sebanyak 1.3
kg gas LPG pada seluruh pengeringan tempering dan 2.4 kg pada pengeringan
tanpa tempering. Udara yang dipanaskan mencapai suhu 60.39oC dan 66.91oC
dengan debit udara 0.048 m3/s dan 0.042 m3/s. Udara yang sudah dipanaskan,
digunakan untuk memanaskan gabah dengan suhu awal 34.33oC dan 28oC
menjadi gabah dengan suhu 43oC dan 43.33oC. Hasil analisis parameter energi
selama proses pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4, sementara analisis
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 17. Analisis pada
pengeringan tanpa tempering dihitung hanya pada saat kadar air mencapai 28%
sampai pengeringan selesai, jadi kondisi yang lain akan mengikuti pada range
kadar air tersebut.

Tabel 4 Parameter energi hasil pengujian tempering dan tanpa tempering

Parameter Pengujian
(KA awal = 28%
KA akhir = 13.77% dan 11.77% Tanpa
Tempering
Waktu pengeringan = 220 menit tempering
dan 150 mnit)
Energi bahan bakar (kJ) 61205.3 56497.2
Energi pemanasan udara (kJ) 24446.4 48708
Pemanfaatan panas pada gabah (kJ) 1131.44 1895.32
Konsumsi Energi Termal Spesifik
3658.42 2967.29
(kJ/kg uap air)
Konsumsi Energi Spesifik
3816.22 3065.25
(kJ/kg uap air)
Daya listrik (W) 239.52 249.11
Efisiensi termal (%) 39.94 86.21
Efisiensi total (%) 70.13 86.55

Energi bahan bakar terbesar adalah proses pengeringan tempering, karena


waktu pengeringan yang lebih lama dari pengeringan tanpa tempering. Massa
bahan bakar yang digunakan saat pengeringan tanpa tempering pada kadar air
28% sampai selesai hanya membutuhkan setengah dari total 2.4 kg yaitu menjadi
hanya 1.2 kg. Energi pemanasan udara berbanding terbalik dengan energi bahan
bakar yang digunakan. Energi pemanasan udara pada pengeringan tanpa
tempering terjadi karena suhu plenum yang lebih tinggi. Sementara pemanfaatan
panas gabah tergantung pada suhu awal dan suhu akhir gabah, dan saat
pengeringan tanpa tempering kenaikan suhu gabah lebih besar dibandingkan
dengan suhu gabah saat pengeringan tempering.
21

Konsumsi energi termal spesifik dari proses pengeringan tempering


sebesar 3.66 MJ/kg uap air dan 2.97 MJ/kg uap air untuk pengeringan tanpa
tempering. Sementara nilai konsumsi energi spesifik proses pengeringan
tempering sebesar 3.82 MJ/kg uap air dan pada proses pengeringan tanpa
tempering sebesar 3.07 MJ/kg uap air. Walaupun konsumsi energi spesifik tidak
berbeda jauh, tetapi konsumsi energi spesifik untuk pengeringan tanpa tempering
lebih kecil dari konsumsi energi spesifik pengeringan tempering. Konsumsi energi
spesifik yang lebih kecil terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan
dari kadar air 28% sampai selesai hanya 150 menit. Waktu yang lebih singkat
terjadi karena RH lingkungan rata-rata pada proses pengeringan tanpa tempering
lebih rendah jika dibandingkan dengan RH lingkungan rata-rata saat pengerigan
tempering keseluruhan yaitu 88.17% dibandingkan 94.35%. Pengering tipe Bed
Dryer memiliki konsumsi energi spesifik sebesar 3.47 MJ/kg air (Jittanit 2010),
jadi untuk bak pengering yang dihasilkan energi spesifiknya masih dalam kondisi
wajar.
Pengeringan tempering memiliki efisiensi termal sebesar 39.94% dan
efisiensi termal pada pengeringan tanpa tempering adalah 86.21%. Efisiensi kedua
proses pengeringan cukup jauh berbeda, yang berarti proses pengeringan tanpa
tempering lebih mampu merubah sebagian besar energi dari bahan bakar untuk
memanaskan udara. Kemungkinan kehilangan panas terjadi karena panas diserap
oleh dinding plenum, karena dinding plenum tidak dibuat terisolasi. Kehilangan
panas juga disebabkan terserapnya panas pada lantai pengering yang terbuat dari
plat besi juga.
Efisiensi total pengeringan tempering lebih kecil dengan nilai
70.13% dibandingkan dengan efisiensi total pengeringan tanpa tempering yang
hanya sebesar 86.55%. Nilai efisiensi total pengeringan tanpa tempering dapat
lebih besar karena konversi energy yang terjadi dari bahan bakar dapat diserap
lebih baik untuk mengeringkan gabah. Tetapi harus dilakukan pengujian lanjutan
dengan beban penuh agar data lebih akurat.

Pemutuan Beras dari Gabah Hasil Pengeringan

Gabah hasil pengeringan dengan kadar air dibawah 14% dapat disimpan
sampai 6 bulan. Penyimpanan gabah tergantung kebutuhan penggilingan. Petani
biasanya melakukan penggilingan setelah proses pengeringan selesai. Proses
penggilingan yang utama adalah melakukan pengupasan kulit gabah
menggunnakan mesin penggiling (hushker). Proses penggilingan dapat dilakukan
menjadi satu lintasan/sekali giling dan dua lintasan/dua kali giling pada tingkat
Penggilingan Padi Sedang (PPS) di berbagai daerah. Beras hasil penyosohan yang
telah dipisahkan dapat dilihat pada Gambar 8.
22

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 11 Kondisi beras hasil pemutuan (a) beras utuh, (b) beras patah, (c) beras
menir, dan (d) gabah
Pemisahan beras menir dilakukan menggunakan ayakan menir yang
berdiameter 1.7 mm untuk membuat pemisahan beras menir lebih cepat.
Pemisahan komponen beras utuh, beras patah dan gabah dilakukan secara manual
mengguanakan tangan dengan bantuan pulpen. Beras utuh, beras kepala, beras
patah dan beras menir dibedakan berdasarkan ukuran. Beras kepala adalah butir
beras sehat maupun beras cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama
dengan 75% bagian dari butir beras utuh (Soerjandoko 2010). Beras patah adalah
butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran sama dengan atau lebih
besar dari 25% dan lebih kecil dari 75%. Beras menir adalah butiran beras sehat
maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras
utuh (Listyawati 2007). Setelah pemisahan dilakukan, ditimbang komponen-
komponen tersebut terhadap sample untuk pemutuan. Hasil pemutuan terhadap
komponen-komponen tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5 dan Tabel 6.
23

Tabel 5 Pemutuan gabah hasil pengeringan tempering

Sampel Sampel Sampel Rata-


1 2 3 rata
Berat Awal (gram) 501.21 502.41 500.93 501.52
KA Awal (%) 14.3 14.5 14.1 14.30
Berat BPK (gram) 228.15 207.93 225.67 220.58
Berat awal penyosohan (gram) 200.27 200.27 200 200.18
Berat Beras Sosoh (gram) 177.88 156.67 175.18 169.91
Persentase Beras Menir (%) 15.52 10.78 7.46 11.25
Persentase Beras Patah (%) 18.76 9.08 11.44 13.09
Persentase Beras Kepala (%) 55.22 67.56 70 64.26
Persentase Gabah (%) 10.5 12.58 11.1 11.39
KA Akhir (%) 14.1 14 14 14.03

Tabel 6 Pemutuan gabah hasil pengeringan tanpa tempering

Sampel Sampel Sampel Rata-


1 2 3 rata
Berat Awal (gram) 501.98 502.2 502.66 502.28
KA Awal (%) 13.2 13 12.8 13.00
Berat BPK (gram) 270.79 283.87 281.19 278.62
Berat awal penyosohan (gram) 200.02 200 200.12 200.05
Berat Beras Sosoh (gram) 137.56 159.39 134.8 143.92
Persentase Beras Menir (%) 11.7 10.26 9.64 10.53
Persentase Beras Patah (%) 13.12 19.2 26.3 19.54
Persentase Beras Kepala (%) 67.62 54.78 59 60.47
Persentase Gabah (%) 7.56 15.76 5.06 9.46
KA Akhir (%) 13 13 12.9 12.97

Berdasarkan hasil pemutuan yang sudah dilakukan, dapat ditentukan


kualitas beras hasil pengeringan berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6. Rata-rata beras
kepala masing-masing sebesar 64.26% pada pengeringan tempering dan 60.47%
pada pengeringan tanpa tempering. Beras patah pada pengeringan tempering
sebesar 13.09% dan pengeringan tanpa tempering sebesar 19.54%. Berdasarkan
Tabel 1, kedua beras tersebut masuk dalam kualitas Medium 3 karena masih
dalam nilai beras kepala min harus 60%. Beras patah pada pengeringan tanpa
tempering lebih banyak dari pengeringan tempering karena kadar air yang optimal
untuk melakukan penggilingan adalah 13% sampai 14% (BSN 2015). Pada kadar
air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih
rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Kadar air gabah yang lebih tinggi
juga menyebabkan proses penggilingan berjalan lebih lama karena kulit sekam
dari gabah masih liat, akibatnya suhu beras akan meningkat dan akan
meningkatkan jumlah beras patah dan beras menir yang dihasilkan (Patiwiri
2006).
24

Analisis Biaya Pengeringan

Analisis biaya pengeringan penting dilakukan untuk menduga harga yang


seharusnya diberikan untuk dijual agar minimal tidak merugi. Pengeringan kali ini
menggunakan gabah yang dibeli di sekitar Bogor dengan harga kisaran Rp
5000,00. Sumber energi termal yang digunakan berupa gas LPG untuk
memanaskan udara lingkungan. Udara yang akan dipanaskan disupply
menggunakan blower yang mengkonsumsi listrik. Rincian komponen biaya dapat
dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Komponen biaya pengeringan gabah dan penggilingan

Komponen Biaya Harga (Rp) Harga per satuan


Gabah 5000 / kg 5000
Gas LPG 22000 / 3 kg 7333.33
Tarif Dasar Listrik (TDL) Maret 2018
1352 / kWh 1352
untuk 900 VA non subsidi

Perhitungan lengkap biaya pengeringan terdapat pada Lampiran 17. Biaya


yang dihitung hanya pada penggunaan energi bahan bakar dan listrik saat
pengeringan berlangsung dan biaya tersebut tidak termasuk biaya operator. Biaya
pengeringan menggunakan alat pengering ini sebesar Rp 278.7 kg gabah,
sementara biaya pengeringan berdasarkan analisis Abilowo (2008) sebesar Rp
210,0 /kg gabah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil analisis desain yang sudah dibuat untuk beban pengeringan


maksimum 500 kg gabah. Tetapi, kondisi yang memungkinkan hanya dilakukan
pada beban pengeringan 100 kg. Kondisi tersebut membuat banyak analisis desain
yang kurang sesuai saat dilakukan percobaan pengeringan. Konsumsi energi
termal spesifik dari proses pengeringan tempering sebesar 3.66 MJ/kg uap air dan
5.23 MJ/kg uap air untuk pengeringan tanpa tempering. Sementara nilai konsumsi
energi spesifik proses pengeringan tempering sebesar 3.82 MJ/kg uap air dan pada
proses pengeringan tanpa tempering sebesar 3.07 MJ/kg uap air. Pengeringan
tempering memiliki efisiensi termal sebesar 39.94% dan efisiensi termal pada
pengeringan tanpa tempering adalah 86.21%. Keseluruhan proses pengeringan
akan dilihat efisiensi totalnya. Efisiensi total pengeringan tempering lebih kecil
dengan nilai 70.13% dibandingkan dengan efisiensi total pengeringan tanpa
tempering yang sebesar 86.55%. Rata-rata beras kepala masing-masing sebesar
64.26% pada pengeringan tempering dan 60.47% pada pengeringan tanpa
tempering. Beras patah pada pengeringan tempering sebesar 13.09% dan
pengeringan tanpa tempering sebesar 19.54%. Biaya pengeringan yang disarankan
sebesar Rp 278.7 kg gabah. Jadi, belum dapat dikatakan bahwa proses
25

pengeringan mana yang lebih baik dan harus dilakukan pengeringan dengan
kapasitas penuh agar dapat melihat hasil yang lebih akurat.

Saran

Melihat efisiensi termal yang masih tergolong kecil, perlu adanya isolasi
terhadap dinding plenum bagian luar agar panas tidak banyak diserap dinding
plenum. Penambahan isolasi juga bertujuan agar panas untuk udara pengering
yang dihasilkan tidak banyak terbuang. Melakukan pengeringan lanjutan dengan
beban penuh untuk mengetahui hasil yang lebih akurat untuk dibandingkan
dengan hasil analisis desain.
26

DAFTAR PUSTAKA

Abilowo B. 2008. Analisis kelayakan usaha pengeringan gabah secara mekanis


[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asmuliani A. 2012. Pengaruh tebal tumpukan terhadap mutu benih padi Oriza
sativa hasil pengeringan dengan box bryer [skripsi]. Makasar (ID):
Universitas Hasanuddin.
Astuti R. 2007. Pengeringan padi dalam unggun bergerak dua tahap [skripsi].
Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Sekam Padi
sebagai Sumber Energi Alternatif Rumah Tangga Petani. Jakarta (ID):
BPPP.
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Inovasi Teknologi
Padi dan Palawija. Jakarta (ID): BPPP.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Harga
Produsen Gabah dan Beras 2014. Jakarta (ID): BPS.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. Beras SNI 6128:2015. Jakarta (ID):
BSN.
[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1993. Beras Giling. SNI No. 01-
6128-1993. Jakarta (ID): BSNI
Biksono D. 2016. Pengembangan sistem Heat Pump kompresi uap untuk
pengeringan gabah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Ditjen PPHP]. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pengembangan Hasil
Pertanian. 2008. Susut Pascapanen Padi Indonesia. Jakarta (ID):
Departemen Pertanian.
Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. Westpost Connecticut
(US): Avi Publishing Company Inc.
Heldman DR, Singh RP. 1981. Food Process Engineering. Ed ke-2. Westport
Connecticut (US): The AVI Publishing Co.Inc.
Henderson SM, Perry RL. 1976. Agricultural Process Engineering. Ed ke-3.
Westport Connecticut (US): The AVI Publishing Company Inc.
Ibrahim MN, Sarker MSH, Aziz NA, Punan MS. 2014. Drying Performance and
Overall Energy Requisite of Industrial Inclined Bed Paddy Drying In
Malaysia. J Engineering Science and Technology. 9: 398-409.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2013. Paddy Drying Version 2. Los
Banos (PH): IRRI.
Jittanit W, Srzednicki G, Driscoll R. 2010. Seed Drying In Fluidized and Spouted
Bed Dryers. J Drying Technology. 28(10): 1213-1219.
Juran JM, Blanton AB. 1999. Juran’s Quality Handbook. Ed ke-5. New York
(US): MacGraw-Hills.
Kramer A, Twigg BA. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food
Industri. Westport Connecticut (US): The AVI Published Inc Conn.
Kunii D dan Levenspiel O. 1977. Fluidization Engineering. Ed ke-1. New York
(US): Robert E/ Krieger Publishing Co.
Listyawati. 2007. Kajian susut pasca panen dan pengaruh kadar air gabah terhadap
mutu beras giling varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan
27

Telagasari, Kabupaten Karawang) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian


Bogor.
[Litbangtan] Badan Penilitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Perbaikan
Konfigurasi Mesin pada Penggilingan Padi Kecil untuk Meningkatkan
Rendemen Giling Padi [internet]. [diunduh 2018 Mei 01]: 373-378.
Tersedia pada:
http//ntb.litbang.deptan.go.id/ind/phocadownload/…/7_isi%20jilid%2011.
pdf.
Moran MJ dan Shapiro HN. 2006. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. Ed ke-5. Hoboken (US): John Wiley & Sons Inc.
Mujumdar. 2000. Handbook of Industrial Drying. Ed ke-2. New York (US):
Marcel Dekker.
Prasetyo T, Kamaruddin A, I Made KD, Armansyah HT, Nelwan LO. 2008.
Pengaruh Waktu Pengeringan dan Tempering terhadap Mutu Beras pada
Pengeringan Gabah Lapisan Tipis. J Ilmiah Semesta Teknika. 11: 29-37.
Yogyakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta(ID) : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Putra BP. 1990. Menentukan panas jenis dan konduktivitas panas gabah (Oryza
sativa L.), jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L.) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shedd CK. 1953. Resistance of grains and seeds to air flow. Agricultural
Engineering. 34(9):616–619.
Soerjandoko RNE. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bul Teknik Pertanian. Vol 15. No.2:
44-47.
Steele JL. 1974. Resistance of peanuts to airflow. Transactions of the ASAE.
17(3):573–577.
Thahir R. 1986. Analisis pengeringan gabah berdasarkan model silindris
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Treybal RE. 1981. Mass Transfer Operation. New York (US): McGraw Hill
Company.
Ulfa R. 2014. Rendemen giling dan mutu beras pada beberapa unit penggilingan
padi kecil keliling di Kabupaten Banyuwangi [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wahyudi W. 2006. Penelitian nilai kalor biomassa : perbandingan antara hasil
penngujian dengan hasil perhitungan. Junral Ilmiah Semesta Teknika. 9 :
208 – 220. Yogyakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yudisworo WD. 2013. Studi alternatif penggunaan BBG gas LPG untuk bahan
bakar mesin bensin konvensional [skripsi]. Cirebon (ID): Universitas 17
Agustus 1945.
Yusup IM. 2016. Desain pengering gabah berenergi sekam menggunakan batu
Basalt dan Andesit sebagai media penyimpan panas pensibel [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan dimensi ruang pengering

mb = 500 kg
ρb = 562.10 kg/m3 (SNI 0224- 1987/SPI-TAN/01/01/1993)
m
ρb = V b
b
500
562.10 = Vb
Vb = 0.89 m3 = 0.9 m3
Menurut Asmuliani (2012), tebal tumpukan yang optimal adalah 30 cm.
Dengan asumsi safety factor = 1.5 untuk sisa ruang pengering
Maka, t = 30 × 1.5 = 45cm = 0.45 m (akan dibuat t = 0.5 m) dan l = 1 m
Vb = p × l × t
0.9 = p × 1 × 0.45
p=2m
Tinggi plenum akan dibuat setinggi 30 cm (BPPP, 2012) dengan panjang dan
lebar mengikuti ruang pengering.

Lampiran 2 Penentuan suhu dan RH proses pengeringan

Menurut Ibrahim (2014) suhu yang optimal untuk mengeringkan gabah dari kadar
air 24% sampai 14% adalah 45oC.
Berdasarkan suhu pengeringan 45 oC, maka Relative Hummidity (RH) saat keluar
tumpukan adalah 80%, menggunakan persamaan Henderson (1976), maka kadar
air kesetimbangan (Me) adalah
1 − RH = exp⁡ [−cT(Me)n ] (konstanta untuk gabah, c=10.06x10-7, n=3.3)
ln(1 − RH) = −cT(Me)n
ln (1−RH )
Men = − cT
n ln (1−RH )
Me = − cT
3.3 ln (1−0.8)
Me = −
10.06×10 −7 ×318
Me = 13.24%bk = 11.69%bb

Lampiran 3 Penentuan laju aliran massa udara pengering

Menentukan nilai humidity ratio (H) menggunakan psychrometric chart


Tlingkungan = 27 oC RH = 60 % H1 = 0.016 kgair / kgudara v = 0.888 m3/kg
o
Tpengeringan = 45 C RH = 80 % H2 = 0.0225 kgair / kgudara
Jumlah uap air yang dikeluarkan
= 0.0225 − 0.016 = 0.0065kguap /kg udara kering
Dengan target gabah yang akan dikeringkan berbobot 500 kg, dengan kadar air
awal sebesar 24 % dan target kadar air setelah proses pengeringan sebesar 14%,
maka massa air yang diuapkan
mb = 500 kg
29

M1 = 24 %
M2 = 12 %
100−M
m𝐚 = m𝐛 × 1 − 100−M 1
2
100−24
m𝐚 = 500 × 1 − 100−14
m𝐚 = 58.14 kg air
58.14
Laju penguapan air dari gabah = 490×60 = 0.00198 kguap /s
Maka laju aliran massa udara pengering (mr) (ρ = 1.2 kg/m3)
0.00198
= 1.2 × 0.0065 = 0.366kgudara kering /s
Setara dengan debit (Q) = 0.366 × 0.888 = 0.325m3 /s

Lampiran 4 Perhitungan dugaan waktu pengeringan

T = 45oC dan Q = 0.325 m3 /s = 19.5 m3 /menit


LP = (14059.97 − 415.75Q + 4.175Q2 ) − (513 − 15.452Q + 0.1575Q2 )T +
(4.8 − 0.145Q + 0.0015Q2 )T 2
LP = 459.82 menit ≈ 460 menit = 7 jam 40 menit

Lampiran 5 Perhitungan kebutuhan energi pengeringan

Berat akhir gabah setelah dikeringkan dari kadar air 24%bb menjadi 14%bb
100−M
m′a = mb × 100−M 1
2
100−24
m′a = 500 × 100−14 = 441.86 kg
Energi untuk menguapkan air (Hfg = 3300 kJ/kg)
Qua = ma × Hfg = 58.14 × 3300 = 191862 kJ = 6.53 kW
Energi untuk memanaskan gabah (cp gabah = 2028 kJ/kgoC (Putra 1990))
Qp = 500 × 2028 × (45 − 30) = 15210000 kJ = 517.35 kW
Total energi pengeringan = 6.53 + 517.35 = 523.88 kW
Energi untuk menaikan suhu udara pengering dari 30oC menjadi 45oC (cp udara = 1
kJ/kgoC)
Qg = mr × cp udara × ∆T = 0.729 × 1 × (45 − 30) = 10.94 kW = 321636 kJ

Lampiran 6 Perhitungan dugaan pressure drop tumpukan

Lg = 30 cm = 0.3 m
b = 13.2, a = 2.57 × 104 (Shedd, 1953)
Dengan asumsi kecepatan udara mencapai tumpukan (u0) 0.65/(2X1) = 0.325 m/s
∆p×ln (1+b×u o )
Lg = a×u 2
o
∆p×ln (1+13.2×0.325)
0.3 = 2.57 × 10 4 ×0.325 2
∆p = 488.8 Pa/m

Lampiran 7 Penentuan daya kipas untuk mengerluarkan air penguapan

∆p = 488.8 Pa/m
30

Maka, tekanan pada atas tumpukan adalah = 488.8 × 0.3 = 146.6 Pa


Perhitungan kehilangan tekanan (head loss)
Head loss karena perubahan saluran (membesar), A1 = π x 0.12 m2, A2 = 1 x 0.3
m2 dimana berbentuk persegi, dengan debit udara yang mengalir = 0.325m3 /s
Q 0.325
V1 = A = 3.14×0.12 = 10.35 m/s
1
V 2 A
1
he = K 2×g K = (1 − A 1 )2 = 0.802
2
10.35 2
he = 0.802 2×9.81 = 4.38 m
Jadi, total penurunan tekanan yang terjadi adalah
∆P = ∆p + (γ × g × he )
∆P = 146.6 + 488.8 + (1.225 × 9.81 × 4.38) = 688.04 Pa
Maka, daya kipas yang dibutuhkan sebesar
0.325
P = 688.04 × 0.5 = 447.2 Watt

Lampiran 8 Perhitungan rancangan dengan kapasitas 100 kg

1. Penentuan laju aliran massa udara pengering


Menentukan nilai humidity ratio (H) menggunakan psychrometric chart
Tlingkungan = 27 oC RH = 60 % H1 = 0.016 kgair / kgudara v = 0.888 m3/kg
o
Tpengeringan = 45 C RH = 80 % H2 = 0.0225 kgair / kgudara
Jumlah uap air yang dikeluarkan
= 0.0225 − 0.016 = 0.0065kguap /kg udara kering
Dengan target gabah yang akan dikeringkan berbobot 100 kg, dengan kadar air
awal sebesar 24 % dan target kadar air setelah proses pengeringan sebesar 14%,
maka massa air yang diuapkan
mb = 100 kg
M1 = 24 %
M2 = 12 %
100−M
m𝐚 = m𝐛 × 1 − 100−M 1
2
100−24
m𝐚 = 100 × 1 − 100−14
m𝐚 = 11.63 kg air
11.63
Laju penguapan air dari gabah = 490×60 = 0.000395 kguap /s
Maka laju aliran massa udara pengering (mr) (ρ = 1.2 kg/m3)
0.000395
= 1.2 × 0.0065 = 0.0729kguda ra kering /s
Setara dengan debit (Q) = 0.0729 × 0.888 = 0.065m3 /s

2. Perhitungan dugaan waktu pengeringan

T = 45oC dan Q = 0.065 m3 /s = 3.9 m3 /menit


LP = (14059.97 − 415.75Q + 4.175Q2 ) − (513 − 15.452Q + 0.1575Q2 )T +
(4.8 − 0.145Q + 0.0015Q2 )T 2
LP = 342.14 menit ≈ 343 menit = 5 jam 43 menit
31

3. Perhitungan kebutuhan energi pengeringan

Berat akhir gabah setelah dikeringkan dari kadar air 24%bb menjadi 14%bb
100−M
m′a = mb × 100−M 1
2
100−24
m′a = 100 × 100−14 = 88.37 kg
Energi untuk menguapkan air (Hfg = 3300 kJ/kg)
Qua = mb × Hfg = 11.63 × 3300 = 38372.4 kJ = 1.31 kW
Energi untuk memanaskan gabah (cp gabah = 2028 kJ/kgoC (Putra 1990))
Qp = 100 × 2028 × (45 − 30) = 3042000 kJ = 103.47 kW
Total energi pengeringan = 1.31 + 103.47 = 104.78 kW
Energi untuk menaikan suhu udara pengering dari 30oC menjadi 45oC (cp udara = 1
kJ/kgoC)
Qg = mr × cp udara × ∆T = 0.0729 × 1 × (45 − 30) = 1.09 kW = 32163 kJ

4. Perhitungan dugaan pressure drop tumpukan


mb = 100 kg
ρb = 562.10 kg/m3 (SNI 0224- 1987/SPI-TAN/01/01/1993)
m
ρb = b
Vb
100
562.10 = 2×1×L
g
Lg = 0.089 m = 0.09 m
Lg = 0.09 m
b = 13.2, a = 2.57 × 104 (Shedd, 1953)
Dengan asumsi kecepatan udara mencapai tumpukan (u0) 0.65/(2X1) = 0.325 m/s
∆p×ln (1+b×u o )
Lg = a×u 2 o
∆p×ln (1+13.2×0.325)
0.09 = 2.57 × 10 4 ×0.325 2
∆p = 146.66 Pa/m

5. Penentuan daya kipas untuk mengerluarkan air penguapan


∆p = 146.66 Pa/m
Maka, tekanan pada atas tumpukan adalah = 146.66 × 0.09 = 13.2 Pa
Perhitungan kehilangan tekanan (head loss)
Head loss karena perubahan saluran (membesar), A1 = π x 0.12 m2, A2 = 1 x 0.3
m2 dimana berbentuk persegi, dengan debit udara yang mengalir = 0.065m3 /s
Q 0.065
V1 = A = 3.14×0.12 = 2.07 m/s
1
V 2 A
1
he = K 2×g K = (1 − A 1 )2 = 0.802
2
2.07 2
he = 0.802 2×9.81 = 0.18 m
Jadi, total penurunan tekanan yang terjadi adalah
∆P = ∆p + (γ × g × he )
∆P = 146.66 + 13.2 + (1.225 × 9.81 × 0.18) = 162 Pa
Maka, daya kipas yang dibutuhkan sebesar
0.065
P = 162 × 0.5 = 221.06 Watt
32

Lampiran 9 Gambar teknik hasil rancangan


33
34
35

Lampiran 10 Data pengukuran suhu pengujian tempering

Waktu T lingkungan (oC) T plenum (oC) T tumpukan bahan (oC) T atas tumpukan (oC)
(menit) BK BB 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 32 29 34 34 34 34 34 35 30.3 30.4 30.2
10 30 29 68 65 58 46 49 49 33.4 31.9 30.9
20 30 29 63 63 59 49 50 52 30.4 29.9 29.9
30 29.5 29 65 64 60 51 52 50 30 29.9 29.9
40 29 28 67 64 60 54 50 51 29.8 29.4 29.6
50 29 28 68 65 60 56 50 50 29.6 29.2 29.4
60 28 28 65 63 59 54 34 33 29 29.1 28.9
70 28.5 28.5 64 61 58 53 40 35 29.7 29.5 29.2
80 28.5 28.5 65 56 59 55 42 34 29.4 29.2 29.3
90 28 28 54 57 59 57 46 37 28.8 28.8 29
100 27 27 54 57 58 56 48 39 28.8 28.8 28.6
110 29 28 58 58 57 60 49 41 28.2 28.4 28.2
120 27 26.5 60 57 58 52 50 43 28.2 28.3 28.2
130 27 26 65 61 60 43 42 40 28.7 28.1 27.9
140 26 25 68 61 61 47 49 42 29.7 28.7 27.8
150 26 25 73 59 63 46 42 40 28.1 28.5 27.4
160 27 26 67 62 61 45 45 39 28.3 29.4 28.3
170 29 28 62 60 57 41 43 38 27.9 29.5 28.1
180 29 27.5 65 62 59 43 45 39 27.6 28.6 27.5
190 28 27 71 65 66 48 45 42 29.7 28.1 27.4
200 28 28 63 58 60 47 49 43 29.5 28.5 27.9
36

Lampiran 10 Data pengukuran suhu pengujian tempering (lanjutan)

Waktu T lingkungan (oC) T plenum (oC) T tumpukan bahan (oC) T atas tumpukan (oC)
(menit) BK BB 1 2 3 1 2 3 1 2 3
210 27 26 68 62 63 43 47 44 28.7 29.3 28.1
220 27 26.5 61 59 57 46 42 41 27.6 27.6 27.4
Rata Rata 28.24 27.46 62.96 59.70 58.52 48.96 45.35 41.61 29.19 29.09 28.66
37

Lampiran 11 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tempering

Waktu RH lingkungan RH plenum (%) RH atas tumpukan (%) Kadar air (%)
(menit) (%) RH 1 RH 2 RH 1 RH 2 RH 3 1 2 3
0 80.26 83 84.1 60 60.1 60.3 30 27.1 27.5
10 92.91 42.8 42.3 81.3 66.5 61.4 24.3 23.8 22.7
20 92.91 44.8 43.9 80.2 71.5 68.5 25.7 23.9 22.5
30 96.39 46 42.1 77.4 74.8 79.2 25.2 24.5 21.4
40 92.78 43.2 41.6 93.5 76.2 92.8 24.7 22.7 21.9
50 92.78 57.4 54.4 78 72.8 82.6 24.5 22.4 21.7
60 100 48.5 54 73.4 80.1 79.5 24.6 22.3 21.5
70 100 55 55.2 87.9 89.9 79.1 21.9 21.3 21.3
80 100 52.1 53.7 92 79.6 87.5 21.9 21.2 21.1
90 100 51.1 46.8 84.8 81.8 91.1 21.4 18.7 20.8
100 100 57.1 49.6 86 91.2 86.6 19.5 19.7 20.4
110 92.78 46.8 50.3 87.5 86.8 88.9 19.3 19.8 20.4
120 96.21 48.9 53.2 80.8 78.2 79.5 20.1 20.2 20
130 92.5 50.3 49.2 75.3 77.4 78.4 19.7 20.1 19.9
140 92.35 48.4 50.3 74.2 74.3 76.2 17.5 18.5 18.4
150 92.35 49.2 44.3 70.3 72 75.7 15.5 18.2 18.4
160 92.5 44.8 52.1 67.3 71.8 73.4 15.1 15.3 16.7
170 92.78 45.7 54.3 66.4 70.7 72.9 14.5 14.7 16.3
180 89.28 46.3 53.8 66.6 69.5 70.6 14.2 14.5 15.4
190 92.65 48.1 43.2 65.3 64.3 69.4 14.3 14.3 15.2
200 100 53.2 54.2 64.2 65.3 63.5 14.4 14.2 13.8
38

Lampiran 11 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tempering (lanjutan)

Waktu RH plenum (%) RH atas tumpukan (%) Kadar air (%)


RH lingkungan (%)
(menit) RH 1 RH 2 RH 1 RH 2 RH 3 1 2 3
210 92.5 49.4 46.5 65.9 63.4 64.8 14.3 13.8 13.8
220 96.21 47.3 46.3 64.3 64.8 63.9 14.2 13.6 13.5
Rata Rata 94.35 50.41 50.67 75.77 74.04 75.90
39

Lampiran 12 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik dan kuat arus listrik pengujian tempering

V udara (m/s) Tinggi Kuat


Waktu Voltase
in plenum plenum tumpukan tumpukan tumpukan manometer arus
(menit) (V)
blower 1 2 1 2 3 (cm) (A)
0 0.76 0.03 0.03 0.23 0.29 0.3 0 215.5 0.08
10 2.4 0.24 0.23 0.15 0.17 0.18 0.3 215.2 1.14
20 2.42 0.21 0.29 0.16 0.14 0.09 0.3 215.5 1.17
30 5.94 0.18 0.18 0.09 0.07 0.11 0.2 216.8 1.15
40 5.78 0.24 0.19 0.07 0.07 0.09 0.3 217.5 1.18
50 5.58 0.13 0.1 0.11 0.16 0.07 0.2 216.2 1.18
60 3.54 0.17 0.12 0.14 0.1 0.07 0.2 218.9 1.17
70 3.36 0.11 0.1 0.08 0.08 0.08 0.1 214.6 1.18
80 4.21 0.09 0.14 0.07 0.1 0.06 0.2 214.4 1.18
90 4.78 0.14 0.15 0.1 0.06 0.09 0.2 213.5 1.17
100 4.52 0.12 0.13 0.06 0.1 0.09 0.1 215.2 1.18
110 3.82 0.23 0.17 0.09 0.08 0.11 0.1 217.9 1.19
120 3.56 0.25 0.18 0.05 0.09 0.1 0.2 214.3 1.17
130 4.22 0.18 0.16 0.07 0.08 0.11 0.1 216 1.14
140 4.71 0.17 0.18 0.08 0.09 0.08 0.1 215.7 1.12
150 3.74 0.21 0.13 0.08 0.1 0.09 0.1 215.1 1.12
160 3.32 0.18 0.14 0.1 0.08 0.1 0.2 213.7 1.21
170 3.31 0.19 0.14 0.09 0.12 0.08 0.1 216.3 1.17
180 3.74 0.18 0.15 0.08 0.09 0.08 0.1 218.7 1.16
190 4.12 0.16 0.16 0.1 0.09 0.11 0.1 215.4 1.16
40

Lampiran 12 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik dan kuat arus listrik pengujian tempering (lanjutan)

V udara (m/s) Tinggi Kuat


Waktu Voltase
in plenum plenum tumpukan tumpukan tumpukan manometer arus
(menit) (V)
blower 1 2 1 2 3 (cm) (A)
200 3.98 0.13 0.16 0.07 0.13 0.07 0.2 215.8 1.16
210 4.33 0.15 0.15 0.07 0.1 0.08 0.2 214.6 1.12
220 4.67 0.17 0.18 0.08 0.08 0.1 0.1 216.2 1.13
Rata Rata 3.95 0.17 0.15 0.10 0.11 0.10 0.16 215.78 1.11
41

Lampiran 13 Analisis parameter kinerja pengujian tempering

1. Pressure drop tumpukan


P = ρa × ∆h × g = 1000 × 0.16 × 10−2 × 9.81 = 15.69 Pa
Dengan tebal tumpukan (Lg = 11 cm = 0.11 m)
P 15.69
∆p = L = 0.11 = 142.7 Pa/m
g

2. Energi pemanasan udara pengerigan


Laju aliran massa udara pengering (mr) (ρ = 1.2 kg/m3)
= 1.2 × (0.16 × 1 × 0.3) = 0.0576kgudara kering /s
Energi untuk menaikan suhu udara pengering dari 28.24oC menjadi 60.39oC (cp
o
udara = 1 kJ/kg C)
Qg = mr × cp udara × ∆T = 0.0576 × 1 × 60.39 − 28.24 = 1.852 kW
Energi yang digunakan untuk menaikan suhu udara pengering selama 220 menit
adalah
Qg = 1.852 × 220 × 60 = 24446.4 kJ

3. Pemanfaatan panas pada gabah


cp′ = 0.837 + 0.034 M ′ = 0.837 + 0.034(13.77) = 1.305
Qp = 100 × 1.305 × 43 − 34.33 = 1131.44 kJ
Qp : energi pemanasan pada bahan (kJ)
mb : massa gabah (kg)
cp : kapasitas panas spesifik gabah pada kadar air M’ (kJ/kg·K)
Tg : suhu gabah awal (oC)
Tg’ : suhu pengeringan gabah (oC)
M’ : kadar air gabah pada waktu t (%)

4. Konsumsi daya listrik


Daya blower sesuai spesifikasi (P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 370 Watt
Lampiran 13 Analisis parameter kinerja pengujian tempering (lanjutan)

Tegangan kerja (V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 220 Volt


Arus kerja (I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 2 A
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ = V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ × I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ × cos ∅
370 = 220 × 2 × cos ∅
cos ∅ = 0.84
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 = V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × cos ∅
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 = 215.78 × 1.11 × 0.84 = 201.2 Watt

5. Konsumsi bahan bakar pemanasan udara (LPG)


Qb = N × mg
N = 47081 kJ/kg (Yudisworo 2013)
Qb = 47081 × 1.3 = 61205.3 kJ
42

Lampiran 13 Analisis parameter kinerja pengujian tempering (lanjutan)

6. Parameter KETS gabah selama proses pengeringan


mb = 100 kg
M1 =28.2 %
M2 = 13.77 %
100−M
m𝐚 = m𝐛 × 1 − 100−M 1
2
100−28.2
m𝐚 = 100 × 1 − 100−13.77
m𝐚 = 16.73 kg uap air
Qb 61205 .3 kJ
KETS = = = 3658.42 kg uap air
ma 16.73

7. Parameter KES selama proses pengeringan


P ×t +Q b
KES = 𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟m
a
0.2×220×60 +61205 .3 kJ
KES = = 3816.22 kg uap air
16.73

8. Parameter efisiensi termal proses pengeringan (ηt)


Qg 24446 .4
ƞt = Q × 100% = × 100% = 39.94%
b 61205 .3

9. Parameter efisiensi total proses pengeringan (ηtotal)


m a ×h fg 16.73×2568 .18
ƞtotal = × 100% = × 100% = 70.13%
Qb 61205 .3
43

Lampiran 14 Data pengukuran suhu pengujian tanpa tempering

Waktu T lingkungan (oC) T plenum (oC) T tumpukan (bahan) (oC) T atas tumpukan (oC)
(menit) BK BB 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 24 23 27 27 26 27 28 29 24.3 24.4 24.5
10 24 23 67 45 60 34 35 31 28.6 27.2 26.8
20 24.5 23.5 69 45 62 37 37 36 29.9 28.4 27.7
30 24.5 23 72 47 64 37 37 36 30.6 28 28
40 24.5 23.5 74 50 67 38 37 36 32.7 29.8 28.6
50 25 24 76 55 69 38 37 36 33 30.7 29.7
60 25 24 78 61 71 38 37 36 33.9 31.7 30
70 25 24 79 65 72 38 37 36 34.6 32.9 31.4
80 25 24 72 65 69 37 37 36 34.1 31.5 30.5
90 25 24.5 72 68 69 37 37 36 35.3 31.8 31.7
100 25 24 70 66 67 37 36 35 33.9 31.2 29.5
110 25 24 71 67 69 37 36 35 33.7 31.3 30.3
120 25 24 69 67 67 36 36 35 32.2 30.4 30.9
130 25.5 24 68 70 66 37 36 35 32.7 30.3 29.4
140 25 24 66 68 65 37 35 36 35.2 32.3 30.7
150 25 24 65 68 64 39 35 40 31.3 29.3 28.9
160 25 24 65 67 63 42 35 43 32.1 29.1 30.5
170 25 24 64 65 62 45 35 47 33.2 31.4 29.8
180 25 24 70 73 66 46 36 47 33.4 31.4 30.2
190 25 24 68 69 65 48 36 48 34.1 33.2 31.2
200 26 24 63 64 61 49 36 49 35.4 31.2 30.2
44

Lampiran 14 Data pengukuran suhu pengujian tanpa tempering (lanjutan)

Waktu T lingkungan (oC) T plenum (oC) T tumpukan (bahan) (oC) T atas tumpukan (oC)
(menit) BK BB 1 2 3 1 2 3 1 2 3
210 25.5 24 37 35 36 48 34 47 32.3 32.8 31.7
220 26 24.5 85 87 77 49 37 48 36.2 35.4 32.5
230 26 24 85 88 80 53 39 54 34.2 34.2 31.4
240 27 25 86 89 81 56 41 57 33.9 32.6 32.3
250 27 24 87 90 81 58 42 59 35.4 33.1 31.1
260 27 25 68 68 68 62 45 50 36.3 32.2 32.7
270 28 25 68 71 66 38 36 63 32.7 31.3 31.9
280 28.5 25 69 72 67 37 38 35 34.9 32.4 32.8
290 29 25 69 72 67 38 38 53 36.5 33.2 30.7
300 30 25.5 77 82 74 39 37 54 34.8 31.8 33.4
Rata Rata 25.71 24.11 69.55 65.35 65.84 41.68 36.71 42.52 33.27 31.18 30.35
45

Lampiran 15 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tanpa tempering

Waktu RH lingkungan RH plenum (%) RH atas tumpukan (%) Kadar air (%)
(menit) (%) RH 1 RH 2 RH 1 RH 2 RH 3 1 2 3
0 92.03 90.6 90.9 88.9 88.1 88.4 32 31 29.5
10 92.03 93.8 70.9 90.9 83.2 91.3 33 33 32
20 92.11 81.8 66.3 83.6 77.3 91.8 34 33 32
30 88.28 75.3 68.1 98 89 96.1 31 33 33
40 92.11 55.1 48.8 91.5 90.2 84.1 30 33 32
50 92.19 46.9 43.7 88 76.5 87.5 30 33 32
60 92.19 42.2 44.4 90.4 90.8 90 28.7 33 32
70 92.19 41.2 36 70.8 74.7 84.6 29.6 32 33
80 92.19 44.8 42.5 90.5 84.3 86.5 28.5 32 33
90 96.06 43.6 40.7 82.9 88.3 93.2 29.8 30 31
100 92.19 47.5 42.9 86.8 91.7 84.6 28.8 32 31
110 92.19 42.1 42.7 72.3 72.3 87.9 27.7 33 28.2
120 92.19 49.1 43.6 73.3 83.9 97.5 29.7 30 30
130 88.52 48.4 46.2 80.9 80.6 89.6 29.6 31 28.7
140 92.19 44.7 36.3 83.6 83.3 90.6 29.1 29.8 27.2
150 92.19 56.3 48 84.9 93.9 97.7 28.4 27.4 28.7
160 92.19 53.4 45.5 85.1 90.2 91.6 27.2 27.5 28.4
170 92.19 56.5 39.8 75.6 90.7 82.8 28.8 27.4 29.3
180 92.19 44.9 45.1 74.9 82.8 80.5 26.6 27 29.1
190 92.19 49.5 43.2 75.3 80.3 83.4 22.2 24.1 25.9
200 85 55.3 44.1 76.5 82.5 82.1 21.4 24.9 24.3
46

Lampiran 15 Data pengukuran RH dan kadar air pengujian tanpa tempering (lanjutan)

Waktu RH lingkungan RH plenum (%) RH atas tumpukan (%) Kadar air (%)
(menit) (%) RH 1 RH 2 RH 1 RH 2 RH 3 1 2 3
210 88.52 47.1 41.2 81.4 78.4 84.3 22 23.6 24.2
220 88.64 46.9 44.7 74.2 77.9 79.6 19.3 22 22.9
230 85 42.4 43.6 75.1 72.1 77.1 18.9 17.3 22.7
240 85.3 45.8 45.1 71.3 74.5 74.2 15.7 18 17.3
250 78.36 44.2 46.2 69.3 73.9 75.3 14.2 18.4 18.1
260 85.3 49.7 47.2 70.3 68.7 72.9 14.2 17.7 14.8
270 78.78 47.5 44.7 67.4 70.4 72.7 14.8 15.8 14.3
280 75.71 44.3 41.3 66.1 69.5 69.7 15 15.9 14.3
290 72.76 46.6 43.6 64.2 68.7 65.8 14.7 14.6 14.3
300 70.2 45.1 43.1 62.1 63.2 64.2 12.3 11.2 11.8
Rata Rata 88.17 52.34 47.43 78.91 80.38 83.79
47

Lampiran 16 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik dan kuat arus listrik pengujian tanpa tempering

V udara (m/s) Tinggi Kuat


Waktu Voltase
in plenum plenum tumpukan tumpukan tumpukan manometer arus
(menit) (V)
blower 1 2 1 2 3 (cm) (A)
0 0.08 0.01 0.01 0.03 0.03 0.03 0 225 0.09
10 1.8 0.08 0.12 0.11 0.07 0.12 0.1 223.6 1.19
20 1.54 0.04 0.12 0.07 0.11 0.09 0.1 222.1 1.18
30 1.74 0.1 0.09 0.11 0.14 0.09 0.1 221.3 1.18
40 4.96 0.12 0.07 0.13 0.08 0.15 0.1 220.7 1.177
50 2.14 0.15 0.12 0.12 0.13 0.09 0.1 220 1.178
60 3.34 0.1 0.15 0.08 0.15 0.12 0.1 220.9 1.773
70 2.32 0.13 0.16 0.12 0.1 0.1 0.1 221.6 1.173
80 2.74 0.14 0.18 0.11 0.11 0.08 0.1 220.4 1.183
90 4.71 0.17 0.22 0.12 0.15 0.09 0.1 219.1 1.183
100 4.67 0.16 0.22 0.13 0.12 0.07 0.1 218 1.188
110 3.76 0.15 0.17 0.1 0.12 0.07 0.1 216.7 1.167
120 3.32 0.1 0.11 0.15 0.17 0.09 0.1 220.1 1.179
130 4.22 0.12 0.17 0.09 0.12 0.07 0.1 218.7 1.171
140 3.21 0.16 0.23 0.09 0.12 0.12 0.1 217.5 1.17
150 2.07 0.14 0.2 0.16 0.09 0.11 0.1 217.6 1.14
160 3.31 0.14 0.22 0.11 0.12 0.07 0.1 217.8 1.14
170 3.74 0.1 0.24 0.08 0.1 0.11 0.1 217.7 1.14
180 2.54 0.12 0.14 0.1 0.09 0.12 0.1 216.6 1.12
190 3.45 0.14 0.16 0.09 0.12 0.12 0.1 216.3 1.13
48

Lampiran 16 Data pengukuran kecepatan udara, tinggi manometer, tegangan listrik dan kuat arus listrik pengujian tanpa tempering
(lanjutan)

V udara (m/s) Tinggi Kuat


Waktu Voltase
in plenum plenum tumpukan tumpukan tumpukan manometer arus
(menit) (V)
blower 1 2 1 2 3 (cm) (A)
200 3.76 0.15 0.17 0.1 0.14 0.11 0.1 216.8 1.12
210 2.89 0.16 0.16 0.11 0.09 0.09 0.1 217.9 1.12
220 2.77 0.14 0.16 0.08 0.08 0.11 0.1 216.1 1.12
230 2.9 0.14 0.17 0.08 0.11 0.12 0.1 215.5 1.12
240 3.56 0.15 0.2 0.09 0.12 0.11 0.1 215.2 1.12
250 3.32 0.14 0.18 0.11 0.1 0.09 0.1 215.5 1.12
260 2.13 0.12 0.17 0.13 0.09 0.1 0.1 216.7 1.21
270 3.87 0.12 0.19 0.12 0.11 0.1 0.1 215.6 1.14
280 3.54 0.14 0.18 0.11 0.12 0.08 0.1 216.8 1.14
290 3.12 0.13 0.16 0.09 0.08 0.09 0.1 217.5 1.15
300 3.45 0.16 0.17 0.12 0.09 0.09 0.1 218.9 1.14
Rata
3.06 0.13 0.16 0.10 0.11 0.10 0.10 218.52 1.14
Rata
49

Lampiran 17 Analisis parameter kinerja pengujian tanpa tempering

1. Pressure drop tumpukan


P = ρa × ∆h × g = 1000 × 0.1 × 10−2 × 9.81 = 9.81 Pa
Dengan tebal tumpukan (Lg = 12.5 cm = 0.125 m)
P 9.81
∆p = L = 0.125 = 78.48 Pa/m
g

2. Energi pemanasan udara pengerigan


Laju aliran massa udara pengering (mr) (ρ = 1.2 kg/m3)
= 1.2 × (0.14 × 1 × 0.3) = 0.0504kgudara kering /s
Energi untuk menaikan suhu udara pengering dari 25.71oC menjadi 66.91oC (cp
o
udara = 1 kJ/kg C)
Qg = mr × cp udara × ∆T = 0.0504 × 1 × 66.91 − 25.71 = 2.076 kW
Energi yang digunakan untuk menaikan suhu udara pengering selama 300 menit
adalah
Qg = 2.076 × 220 × 60 = 48708 kJ

3. Pemanfaatan panas pada gabah


cp′ = 0.837 + 0.034 M ′ = 0.837 + 0.034(11.77) = 1.237
Qp = 100 × 1.237 × 43.33 − 28 = 1895.32 kJ = 1895.32 300 × 60 =
0.105kW = 1895.32 kJ
Qp : energi pemanasan pada bahan (kJ)
mb : massa gabah (kg)
cp : kapasitas panas spesifik gabah pada kadar air M’ (kJ/kg·K)
Tg : suhu gabah awal (oC)
Tg’ : suhu pengneringan gabah (oC)
M’ : kadar air gabah pada waktu t (%)

4. Konsumsi daya listrik


Daya blower sesuai spesifikasi (P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 370 Watt
Lampiran 17 Analisis parameter kinerja pengujian tanpa tempering (lanjutan)

Tegangan kerja (V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 220 Volt


Arus kerja (I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′)= 2 A
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ = V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ × I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 ′ × cos ∅
370 = 220 × 2 × cos ∅
cos ∅ = 0.84
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 = V𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × I𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 × cos ∅
P𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 = 218.52 × 1.14 × 0.84 = 209.25 Watt

5. Konsumsi bahan bakar pemanasan udara (LPG)


Qb = N × mg
N = 47081 kJ/kg (Yudisworo 2013)
Qb = 47081 × 1.2 = 56497.2 kJ
50

Lampiran 17 Analisis parameter kinerja pengujian tanpa tempering (lanjutan)

6. Parameter KETS gabah selama proses pengeringan


mb = 100 kg
M1 = 30.83 %
M2 = 28.17 %
100−M
m𝐚 = m𝐛 × 100−M 1
2
100−30.83
m𝐚 = 100 × 100−28.17
m𝐚 = 96.39 kg gabah

mb = 96.39 kg
M1 = 28.17 %
M2 = 11.77 %

100−M
m𝐚 = m𝐛 × 1 − 100−M 1
2
100−28.17
m𝐚 = 100 × 1 − 100−11.77
m𝐚 = 19.04 kg uap air air
Qb 56497 .2 kJ
KETS = = = 2967.29 kg uap air
ma 19.04

7. Parameter KES selama proses pengeringan


P ×t +Q b
KES = 𝑏𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟
ma
0.2×150×60 +56497 .2 kJ
KES = = 3065.25 kg uap air
19.04

8. Parameter efisiensi termal proses pengeringan (ηt)


Qg 48708
ƞt = Q × 100% = 56497 .2 × 100% = 86.21%
b

9. Parameter efisiensi total proses pengeringan (ηtotal)


m a ×h fg 19.04×2568 .18
ƞtotal = × 100% = × 100% = 86.55%
Qb 56497 .2
51

Lampiran 18 Analisis biaya pengeringan

Rata-rata kadar air awal = 29.565 %


Rata-rata kadar air akhir = 12.77 %
Berat air awal = 0.296 kg Berat padatan = 0.704 kg
Berat air akhir =
Wm
0.704+W
= 0.128
m
Wm = 0.09 + 0.128Wm = 0.103kg
Berat gabah setelah dikeringkan = 0.704 + 0.103 = 0.807 kg

Biaya pengeringan menggunakan gas LPG dan listrik untuk blower


Harga gas per kg = Rp 7333,33
Rata-rata konsumsi gas = 1.85 kg
7333 .33×1.85
Biaya gas per kg gabah = = Rp 135.67 kg gabah
100

Rata-rata penggunaan daya blower = 244.315 W


Rata-rata lama pengeringan = 4.33 jam
Energi listrik untuk blower = 244.315 × 4.33 = 1057.88 Wh = 1.058 kWh
1.058×1352
Biaya listrik untuk blower per kg gabah = = Rp 143.03 kg gabah
100

Jadi, besarnya biaya pengeringan


= Rp 135.67 kg gabah + Rp 143.03 kg gabah = Rp 278.7 kg gabah
52

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1995, merupakan anak


tunggal dari keluarga Sutaryo dan Herlina. Penulis memulai pendidikan formal di
SDN 25 Pagi Utan Kayu Selatan 6 tahun 2001 sampai 2007. Pada tahun yang
sama setelah lulus, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Jakarta dan lulus
pada tahun 2010. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 31 Jakarta dan
lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana di Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan.
Selama masa perkuliahan penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan yaitu
Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM) TPB) selama 1
tahun sebagai Ketua Komisi 2 pada periode 2013 – 2014. Tahun 2015 Penulis
mengikuti kegiatan kemahasiswaan di tingkat Fakultas Teknologi Pertanian
(Fateta) yaitu DPM Fateta sebagai anggota Komisi 1 pada periode 2015 – 2016.
Penulis juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa (MPM KM) sebagai anggota Badan Internal pada periode yang sama.
Bulan Juli sampai Agustus 2016, Penulis melaksanakan praktek lapangan dengan
topik “Pemanfaatan Limbah Biomassa Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi
Terbarukan di PTPN VIII Kebun Kertajaya, Banten“, selama 40 hari kerja.
Bulan Oktober 2016, penulis berkesempatan mengikuti Young
Engineering and Scientist Summit (YESS) bertempat di Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) selama 7 hari dan menjadi presenter paper
terpilih. Desember 2017, Penulis melaksanakan kegiatan penelitian (tugas akhir)
dengan judul “Rancang Bangun dan Uji Kinerja Pengering Gabah Tipe Bak”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik di Institut
Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Dr.
Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi.

Anda mungkin juga menyukai