Anda di halaman 1dari 59

RANCANG BANGUN ANGKONG BERMESIN SEBAGAI

SARANA PENGANGKUTAN PADA PROSES


PENGUMPULAN BUAH KELAPA SAWIT

SANDY NUGRAHA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun
Angkong Bermesin Sebagai Sarana Pengangkutan Pada Proses Pengumpulan
Buah Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Sandy Nugraha
NIM F14090058
ABSTRAK
SANDY NUGRAHA. Rancang Bangun Angkong Bermesin sebagai Sarana
Pengangkutan pada Proses Pengumpulan Buah Kelapa Sawit. Dibimbing oleh
DESRIAL.

Kegiatan pemanenan merupakan salah satu kegiatan penting dalam proses


produksi minyak kelapa sawit. Kegiatan pemanenan terdiri dari pemotongan
Tandan Buah Segar (TBS) dari tandannya, pengumpulan, dan pengangkutan.
Kegiatan pengangkutan pada proses pengumpulan TBS masih menggunakan alat
bantu sederhana, yaitu berupa gerobak sorong atau angkong yang didorong oleh
manusia. Kegiatan pengumpulan TBS ini merupakan salah satu pekerjaan yang
berat dan membutuhkan tenaga manusia yang besar. Topik utama dari penelitian
ini adalah untuk mengurangi beban tenaga manusia pada saat mendorong angkong
dengan penambahan engine sebagai sumber tenaga putar. Kriteria desain untuk
angkong bermesin adalah memiliki kecepatan maju maksimum setara dengan
kemampuan jalan manusia yaitu 5 km/jam. Kegiatan perancangan desain
dilakukan dengan bantuan software CAD. Penambahan engine diharapkan akan
meningkatkan kapasitas angkut dari angkong tersebut. Hasil desain angkong
bermesin adalah menggunakan engine 2 tak dengan kapasitas 0.78 KW yang
digunakan dari engine mesin potong rumput. Bagian fungsional yang mendukung
fungsi utama adalah rangka, bak, dudukan engine, engine 2 tak, gearbox, gear
eksentrik, sprocket chain, roda penggerak, tangki bahan bakar, tuas pemutar
throttle, dan grip handel pegangan. Hasil analisis dan perhitungan maka
ditentukan mengunakan rangka, roda, dan bak dari angkong bermerk Artco,
engine 2 tak berkapasitas 0.78 KW, menggunakan gearbox reduksi tipe 40 dengan
rasio 1:20, menggunakan rantai rol ukuran 40, sprocket 14T dan 45T. Dari hasil
desain maka ditentukan kecepatan maju angkong yaitu 5 km/jam.

Kata kunci: angkong, gerobak sorong, pengangkutan buah kelapa sawit,


pengumpulan buah kelapa sawit, rancang bangun angkong bermesin

ABSTRACT
SANDY NUGRAHA. Wheelbarrow with Engine Design Used in the
Transportation of Oil Palm Fruits Collection Process. Supervised by DESRIAL.

Harvesting activity are one of the important activities in the palm oil
production process. Harvesting activity consist of cutting fresh fruit bunches
(FFB) from their stems, collection, and transport. Transportation activities in the
process of collecting FFB still using simple tools, it’s wheelbarrow driven by
humans. Collection FFB activity is one tough job and requires large manpower.
The main topic of this research is to decrase human power load when pushing
wheelbarrow with the addition of engine as a power source. Design criteria for
wheelbarrow engined is to has a maximum forward speed equivalent to ability of
human beings, which is 5 KPH. Design using CAD software. Adding engine is
expected to increase the wheelbarrow transport capacity. The results of
wheelbarrow with engine design is using 2-stroke engine with a capacity of 0.78
iii

KW used from mowers engine. Functional part of the main functions are
supporting frame, tub, engine cradle, 2 stroke engine, gearbox, eccentric gear,
chain and sprocket, wheel, fuel tank, throttlecontrol, and handle grip. From the
analysis and calculation is determined using the frame, wheels and tubs of
wheelbarrow Artco branded, 2-stroke engine with a capacity of 0.78 KW, using a
gearbox reduction ratio 1:20 type 40, roller chain size 40, sprocket 14T and 45T.
The results from this research are design wheelbarrow with engine that have
forward speed 5 KPH.

Keywords: oil palm fruits collection process, transportation of oil palm fruits,
wheelbarrow, wheelbarrows with engine design
RANCANG BANGUN ANGKONG BERMESIN SEBAGAI
SARANA PENGANGKUTAN PADA PROSES
PENGUMPULAN BUAH KELAPA SAWIT

SANDY NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
v

Judul Skripsi : Rancang Bangun Angkong Bermesin sebagai Sarana Pengangkutan


pada Proses Pengumpulan Buah Kelapa Sawit
Nama : Sandy Nugraha
NIM : F14090058

Disetujui oleh :

Dr Ir Desrial. M Eng
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial. M Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 ini ialah
rancang bangun, dengan judul Rancang Bangun Angkong Bermesin sebagai
Sarana Pengangkutan pada Proses Pengumpulan Buah Kelapa Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Desrial, M.Eng selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran, masukan dan bimbingannya
selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Prof.Dr. Tineke Mandang dan Prof.Dr. Kudang B. Seminar
selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi, Ir
Sukanda, M.Si (ayah), Dra Euis Lilia R (ibu), dan Anisa Suci, S.Farm, Apt
(kakak) yang telah memberikan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan
Tugas Akhir ini, Firda Amalia, S.Gz yang telah memberikan bantuan, semangat,
dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir, teknisi di bagian
keteknikan Kehutanan Bogor (Pak Yayan, Pak Markus, Kiki) atas bantuan,
kerjasama, dan bimbingan selama kegiatan pembuatan Angkong bermesin ini, Pak
Wana, Pak Parma, Pak Darma, Mas Firman serta teknisi lainnya yang telah
membantu selama menyelesaikan tugas akhir, teman-teman satu pembimbing
(Hafiyyan Naufal dan Muhammad Hasan Asy’ari), Rusnadi yang telah membantu,
serta teman-teman seperjuangan TEP 46 (ORION) yang telah memberikan cerita
dan kebersamaan sebagai satu keluarga selama penulis menyelesaikan studi di
IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Sandy Nugraha
DAFTAR ISI
PRAKATA vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kelapa Sawit 3
Pemanenan Kelapa Sawit 3
Pengangkutan TBS 4
Angkong 5
Motor Bensin (Engine) 6
Penyalur Daya (Transmisi) 7
ANALISIS RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 7
Kriteria Peracangan 7
Rancangan Fungsional 8
Rancangan Struktural 9
METODE 22
Waktu dan Tempat Penelitian 22
Bahan 22
Alat 23
Proses Pembuatan Angkong Bermesin 24
Metode Pengujian 26
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Prototipe Angkong Bermesin 27
Proses Pabrikasi Angkong Bermesin 28
Uji Fungsional 34
Uji Kinerja 37
SIMPULAN DAN SARAN 40
Simpulan 40
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
Lampiran 42
ix

DAFTAR TABEL

1. Uraian fungsi bagian-bagian angkong bermesin. 8


2. Koefisien tahan gelinding roda angkong dilahan sawit 15
3. Spesifikasi Engine mesin potong rumput tipe gendong 18
4. Perbandingan rasio 18
5. Metode pengujian komponen angkong bermesin 26
6. Hasil pengujian putaran pada sistem transmisi percobaan pertama 35
7. Hasil pengujian putaran pada sistem transmisi percobaan kedua 35
8. Kecepatan maju angkong bermesin dan angkong tidak bermesin 38
9. Kapasitas pengangkutan angkong bermesin dan tidak bermesin 39

DAFTAR GAMBAR

1. Tandan buah segar (TBS) 3


2. Kegiatan panen 4
3. Kegiatan pengangkutan TBS menggunakan angkong 5
4. Angkong yang digunakan untuk mengangkut TBS 5
5. Engine 2 tak mesin potong rumput tipe gendong 6
6. Sketsa rangka utama 9
7. Sketsa pipa rangka 10
8. Data simulasi penentuan center of grafity statis 12
9. Sketsa letak centre of grafity statis 12
10. Data simulasi penentuan center of grafity dinamis 13
11. Sketsa letak centre of grafity dinamis 13
12. Roda angkong 14
13. Analisis torsi pada roda penggerak 17
14. Sketsa plat dudukan engine 19
15. Dudukan engine hasil rancangan 20
16. Bagian bak yang terkena beban paling besar (bagian diarsir) 20
17. Sketsa bagian angkong yang terkena beban terbesar 21
18. Analoge tachometer 23
19. Diagram alir tahapan-tahapan dalam perancangan angkong bermesin 24
20. Diagram alir tahap pabrikasi angkong bermesin 25
21. Perbandingan angkong yang ada dipasaran (a) dan angkong bermesin
hasil rancangan 27
22. Bagian-bagian angkong bermesin 27
23. (a) Proses pembubutan dan (b) sprocket motor 45T 28
24. (a) Dudukan pengencang (b) Dudukan sprocket 28
25. Bagian-bagian pada roda penggerak : 29
26. Proses perubahan pada rangka; 30
27. Poros as transmisi; 31
28. Snap ring 31
29. Bagian komponen gigi eksentrik 31
30. Bagian-bagian gigi eksentrik : 32
31. Proses pembuatan gigi eksentrik 33
32. Dudukan engine : 34
33. Kegiatan pengujian putaran dengan analoge tachometer 35
34. Kegiatan pengujian kinerja 37
35. Grafik perbandingan kecepatan maju angkong 38
36. Grafik perbandingan kapasitas pengangkutan angkong 39

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel data antropometri posisi berdiri operator pemanen sawit di


Indonesia 43
2. Tabel kekuatan, kekerasan dan kekuatan lentur bahan 44
3. Gambar teknik angkong bermesin 45
4. Riwayat hidup 49
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas


perkebunan unggulan dan utama di Indonesia. Tanaman yang produk utamanya
terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (KPO) ini memiliki nilai
ekonomis yang tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar
dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya (Pahan 2008). Minyak
kelapa sawit (MKS) merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan.
Sementara itu, minyak makan merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan
pokok bangsa Indonesia. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia
oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1948. Tanaman sawit mulai
diusahakan dan dibudidayakan pada tahun 1911, sejak saat itu perkebunan kelapa
sawit di Indonesia mulai berkembang (Pahan 2008).
Indonesia menempati posisi kedua di dunia. Indonesia adalah negara dengan
luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18% dari areal kelapa
sawit dunia. Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004
2008 tercatat sebesar 75.54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40.26% dari
total produksi kelapa sawit dunia (Pahan 2008).
Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada budidaya tanaman
kelapa sawit karena kegiatan panen faktor penting dalam menentukan produksi.
Untuk memperoleh hasil produksi (CPO) dengan kualitas yang baik serta dengan
rendemen minyak yang tinggi, pemanenan dilakukan berdasarkan kriteria panen.
Proses pemanenan diawali dengan pemotongan pelepah daun yang menyangga
buah, kemudian dilakukan pemotongan tandan buah dekat pangkal, brondolan
yang jatuh dikumpulkan dalam karung dan tandan buah segar (TBS) selanjutnya
di angkut menuju tempat pengumpulan hasil (TPH) untuk selanjutnya ditimbang
dan diangkut menuju pabrik pengolahan kelapa sawit untuk seterusnya diolah
menjadi minyak sawit.
Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) dari piringan pohon ke Tempat
Pengumpulan Hasil (TPH) masih dilakukan dengan bantuan alat berupa gerobak
sorong (wheelbarrow) atau sering disebut juga angkong. Angkong ini mampu
mengangkat 4 6 TBS dalam satu kali angkut tergantung dari kekuatan dan
kemampuan penggunanya, yang dijalankan dengan cara didorong menuju pasar
pikul. Untuk meningkatkan kinerja dari alat tersebut dan mengurangi daya
manusia yang digunakan maka angkong ini harus rancang ulang dengan
penambahan mesin sebagai sumber tenaganya. Peran mekanisasi pada perkebunan
yaitu mengefisienkan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan bantuan alat atau
mesin. Dengan adanya mekanisasi maka akan mengurangi tenaga manusia yang
dikeluarkan, mengurangi kerusakan produk, menurunkan ongkos produksi,
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Penelitian ini difokuskan pada kegiatan rancang bangun angkong bermesin
sebagai sarana pengangkutan pada proses pengumpulan buah kelapa sawit.
Rancang bangun dilakukan dengan penambahan engine, sistem transmisi daya dan
sistem kendali mesin. Berdasarkan hasil rancang bangun ini diharapkan adanya
peningkatan kinerja pada angkong.
2

Perumusan Masalah

Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses


produksi minyak kelapa sawit. Kegiatan pemanenan terdiri dari pemotongan,
pengumpulan, dan pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS). Kegiatan
pengumpulan TBS masih dilakukan dengan bantuan alat sederhana berupa
gerobak sorong atau angkong yang didorong oleh pemanen. Penggunaan angkong
tersebut membutuhkan tenaga manusia yang besar. Untuk mengurangi tenaga
manusia yang digunakan untuk mendorong angkong tersebut maka perlu didesain
angkong dengan penambahan engine. Kecepatan maju angkong yang didesain
yaitu 5 km/jam sesuai dengan kecepatan jalan maksimum manusia. Penambahan
sumber tenaga dari engine akan mengurangi tenaga yang dikeluarkan oleh
manusia.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun angkong bermesin


sebagai sarana pengangkutan pada proses pengumpulan buah kelapa sawit. Uji
kinerja angkong bermesin dimaksudkan untuk mengetahui kinerja dari mesin yang
dirancang.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari rancang bangun angkong bermesin ini ialah mengurangi


beban kerja pada saat proses pengumpulan TBS, meningkatkan kapasitas angkut,
memudahkan proses pengangkutan TBS pada saat kegiatan pengumpulan hasil,
dan mempercepat kegiatan pengangkutan TBS.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan Palmae tropis yang


berasal dari Afrika. Tanaman sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan pada
tahun 1911, sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang (Pahan 2008). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas
perkebunan unggulan dan utama di Indonesia yang produk utamanya terdiri dari
minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (KPO) yang memiliki nilai ekonomis
tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar dibandingkan
dengan komoditas perkebunan lainnya (Pahan 2008). Buah kelapa sawit dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tandan buah segar (TBS)


Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia,
yaitu sebesar 34,18% dari areal kelapa sawit dunia. Pencapaian produksi rata-rata
kelapa sa it ndonesia tahun 2008 tercatat sebesar 75.54 juta ton tandan
buah segar (TBS) atau 40.26% dari total produksi kelapa sawit dunia (Pahan
2008).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada daerah tropis dengan kondisi suhu udara
sedang sampai panas dengan kelembaban udara 80% dengan curah hujan rata-rata
2500 mm/tahun. Temperatur yang cocok berkisar 22oC 33oC dengan lama
penyinaran 5 7 jam/hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah
sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, namun secara ekonomis
tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah ketinggian 1 500 m dpl (di atas
permukaan laut). Kelapa sawit optimum berada di daerah yang memiliki
kecepatan angin 5 6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Pahan 2008).

Pemanenan Kelapa Sawit

Kegiatan panen merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh kepada


kualitas hasil minyak. Alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi
kerusakan buah selama pengangkutan (Pahan 2008). Menurut Pramudji et al.
(2004) panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena
langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan
minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS).
4

Berkaitan dengan hal tersebut, Lubis (1992) menyatakan bahwa


keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang
dipergunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang
dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya
seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan dan
lain-lain.
Kegiatan pemanenan terdiri dari kegiatan pemotongan pelepah penyangga,
pemotongan tangkai buah, pembuangan pelepah yang dipotong, pengumpulan
brondolan dan TBS, serta pengangkutan brondol dan TBS ke tempat
pengumpulan hasil (THP). Kegiatan panen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kegiatan panen

Pengangkutan TBS

Pengangkutan TBS memiliki tujuan mengirim TBS dan brondolan ke


pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga
jadwal pengiriman TBS dan buah secara tepat, sehingga pabrik kelapa sawit dapat
bekerja secara optimal (Chairunisa 2008). Menurut Pramudji et al. (2004) prinsip
dasar dari pengangkutan adalah melakukan evakuasi TBS dari lapangan ke PKS
secepat-cepatnya (maksimal 24 jam), sesegar-segarnya dan sebersih-bersihnya.
Transport buah merupakan mata rantai dari tiga faktor yaitu panen, pengolahan
dan pengangkutan. Ketiga faktor ini merupakan faktor terpenting dan saling
mempengaruhi. Pengelolaan transport buah memiliki enam sasaran yang harus
dicapai. Keenam sasaran tersebut yaitu meningkatkan kualitas TBS,
meningkatkan produktivitas kendaraan, menjaga agar asam lemak bebas (A )
produksi harian 3 %, kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan
TBS dilapang serta cost (Rp/kg TBS) transport yang minimal (Pramudji et al.
2004).
Kegiatan pengangkutan TBS dari areal kebun ke TPH masih dilakukan
dengan bantuan alat berupa gerobak sorong (wheelbarrow) atau sering disebut
juga angkong yang dijalankan pada pasar pikul dengan cara didorong oleh
penggunanya. Alat ini mampu mengangkat 4 6 TBS tergantung dari kekuatan dan
kemampuan penggunanya. Kegiatan pengangkutan dengan menggunakan
angkong dapat dilihat pada Gambar 3.
5

Gambar 3 Kegiatan pengangkutan TBS menggunakan angkong


Kendala dari alat ini yaitu membutuhkan tenaga manusia yang besar untuk
dapat mengangkut TBS yang lebih banyak, sehingga untuk meningkatkan kinerja
kerja dari alat tersebut dan mengurangi beban manusia yang digunakan maka
angkong harus dilakukan perancang ulang dengan penambahan mesin sebagai
sumber tenaganya.

Angkong

Angkong merupakan alat angkut material curah pada area tambang,


perkebunan, dan lainnya. Jika ditinjau dari definisinya wheelbarrow adalah alat
angkut yang didorong dan dibimbing oleh satu orang menggunakan dua pegangan
ke belakang yang memiliki satu buah roda di bagian depan (Monasari 2006).
Istilah "gerobak" terbuat dari dua kata: "roda" dan "barrow". "Barrow" adalah
derivasi dari Inggris Kuno "bearwe" yang merupakan perangkat yang digunakan
untuk membawa beban (Monasari 2006).
Gerobak sorong atau wheelbarrow ini dirancang untuk mendistribusikan
berat beban antara roda dan operator sehingga memungkinkan beban yang
diterima oleh operator berkurang. Kapasitas khas adalah sekitar 170 liter (6 kaki
kubik) (Monasari 2006). Angkong yang biasanya digunakan pada perkebunan
kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Angkong yang digunakan untuk mengangkut TBS


Gerobak roda dua lebih stabil di tanah yang datar, sedangkan satu roda
hampir universal memiliki kemampuan manuver yang lebih baik dalam ruang
kecil, pada papan atau ketika tanah miring yang akan mempengaruhi kesimbangan.
6

Penggunaan satu roda juga memungkinkan kontrol yang lebih besar pada proses
unloading atau bongkar muat.
Elemen pekerjaan pada penggunaan angkong terdiri dari loading,
pengangkutan dan unloading. Loading merupakan proses pengangkatan muatan
ke dalam bak hingga akhirnya dapat dipindahkan. Pengangkutan merupakan
pemindahan beban menuju tempat tertentu. Unloading merupakan proses
pembongkaran muatan/beban yang dilakukan dengan pengangkatan angkong
beserta muatannya ke arah depan sehingga muatan tersebut dapat dikeluarkan
(Monasari 2006).
Motor Bensin (Engine)

Mesin atau motor bakar (engine) adalah alat yang mengubah tenaga panas
menjadi tenaga penggerak. Tenaga panas yang dihasilkan di luar mesin, disebut
motor pembakar luar (external combustion engine) dan tenaga panas yang
dihasilkan didalam mesin disebut motor pembakar dalam (internal combustion
engine). Motor pembakaran dalam dibedakan berdasarkan pada proses kerjanya
yaitu motor 4 tak dan motor 2 tak. Berdasarkan penyalaan bahan bakarnya
dibedakan menjadi motor bensin dan motor diesel (Siregar 2009). Menurut
Siregar (2009), motor bensin menghasilkan tenaga dari pembakaran bahan bakar
di dalam silinder, dimana dengan pembakaran bahan bakar ini akan timbul panas
yang sekaligus akan mempengaruhi gas yang ada di dalam silinder untuk
mengembang. Gas tersebut dibatasi oleh dinding silinder dan kepala silinder maka
walaupun ingin mengembang tetap tidak ada ruangan, akibatnya tekanan di dalam
silinder akan naik. Tekanan inilah yang dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga
yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak. Gambar motor
bensin 2 tak dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Engine 2 tak mesin potong rumput tipe gendong


7

Penyalur Daya (Transmisi)

Sistem transmisi adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan
kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda untuk
diteruskan ke penggerak akhir. Konversi ini mengubah kecepatan putar yang
tinggi menjadi lebih rendah tetapi lebih bertenaga, atau sebaliknya. Menurut
Nawawi (2001), transmisi daya adalah suatu mekanisme pemindahan atau
penyaluran daya dari sumbernya ke bagian yang membutuhkannya.
Prinsip kerja sistem transmisi daya dengan menggunakan pasangan gigi
dan rantai yang dipasang pada poros motor penggerak dihubungkan dengan gear
terpasang pada poros peralatan yang akan digerakkan dengan menggunakan rantai.
Disamping menyalurkan daya dari satu poros ke poros yang lain, kegunaan lain
dari sistem transmisi ini adalah dapat mengubah kecepatan putaran poros (Rpm)
atau jumlah putaran suatu poros per menitnya, sehingga dengan cara mengatur
atau mengubah jumlah mata pada gear maka transmisi daya dapat diubah pula
sesuai dengan kebutuhan. Trasmisi ini diterapkan untuk
mengurangi/meningkatkan kecepatan putaran diantara poros pada motor
penggerak dengan bagian roda penggerak agar sesuai dengan kebutuhan.

ANALISIS RANCANGAN DAN KONSTRUKSI

Kriteria Peracangan

Angkong bermesin yang dibuat merupakan desain baru dengan


penambahan sumber tenaga yang bersumber dari engine. Untuk itu diperlukan
beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam perancangan angkong bermesin ini.
Kriteria-kriteria tersebut meliputi:
1. Dapat dioperasikan dengan mudah dengan pelatihan yang sederhan/minimal.
2. Dapat mengurangi tenaga manusia yang digunakan pada saat kegiatan
pengangkutan TBS
3. Beban yang dirasakan operator lebih ringan
4. Dapat meningkatkan kapasitas angkut dari angkong tersebut
5. Kecepatan maju dapat diatur oleh operator
6. Memiliki kecepatan maju sesuai dengan kemampuan berjalan manusia
7. Dapat dengan mudah dibongkar dan dirakit kembali, sehingga memudahkan
distribusi penjualan angkong
8. Dapat digunakan pada lahan yang datar maupun miring

Pada proses pembuatan desain angkong bermesin terdapat pembatas agar


desain sesuai dengan kriteria. Faktor pembatas tersebut yaitu :
1. Kecepatan jalan manusia
2. Antropometri manusia
3. Desain angkong yang berada dipasaran
8

Rancangan Fungsional

Berdasarkan kriteria rancangan yang telah ditentukan, desain angkong yang


akan dirancang memiliki bagian yang terdiri dari rangka, roda penggerak, engine,
gearbox, gigi eksentrik, sprocket and chain, pengatur throttle engine, handel
pegangan, bak angkong, dan tangki bahan bakar. Hasil yang diharapkan dari
rancangan ini adalah angkong dapat berjalan maju sesuai dengan kecepatan
berjalan manusia dengan sumber tenaga maju berasal dari engine sehingga tenaga
yang digunakan oleh operator pada saat pengangkutan TBS akan berkurang.
Penggunaan angkong bermesin ini diharapkan akan meningkatkan kapasitas dan
kinerja angkong tersebut. Setiap komponen meliliki fungsi masing-masing yang
akan diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Uraian fungsi bagian-bagian angkong bermesin.

No. Bagian Komponen Fungsi


Memberikan bentuk dari suatu alat atau mesin dan
1 Rangka
sebagai tempat terpasangnya bagian/komponen.
Penyalur tenaga putar serta penahan beban total
2 Roda penggerak
yang diterima oleh alat/mesin
Sumber tenaga utama sebagai tenaga putar untuk
3 Engine
berjalan maju
4 Gearbox Mereduksi putaran sesuai dengan kebutuhan
Pemutus sistem transmisi agar dapat dalam keadaan
5 Gigi eksentrik
netral
Menyalurkan daya putar
6 Sproket and chain
Pengatur throttle Mengatur besarnya putaran engine sehingga dapat
7
engine mengatur kecepatan maju alat/mesin
Melindungi telapak tangan operator pada saat
8 Handel pegangan
memegang bagian kemudi
9 Bak Tempat meletakkan muatan yang akan dipindahkan
10 Tangki bahan bakar Tempat menyimpan bahan bakar
9

Rancangan Struktural

1. Rangka
Rangka merupakan salah satu bagian utama dalam angkong bermesin
yang berfungsi sebagai wadah penempatan engine, sistem transmisi serta
sekaligus sebagai penyangga roda penggerak, bak, dan pembentuk dasar dari
angkong tersebut. Bentuk serta dimensi rangka ini harus sesuai dengan
karakteristik tubuh manusia, khususnya karakteristik tubuh manusia
Indonesia sehingga operator yang menggunakannya tidak akan mengalami
cedera. Bentuk dan dimensi angkong yang berada di pasaran sudah dianggap
baik sehingga bentuk dan dimensi angkong yang dirancang mengacu pada
angkong yang ada dipasaran dengan merk “Artco”.
Bahan utama yang digunakan untuk rangka adalah pipa besi silinder
yang memiliki diameter luar 30 mm. Rancangan rangka yang dibuat dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Sketsa rangka utama


Keterangan :
Fa = Gaya untuk mengangkat angkong bermesin
F1 = Gaya yang timbul dari penyangga engine belakang
F2 = Gaya yang timbul karena adanya muatan pada bak dan penyangga
belakanng dudukan engine
F3 = Gaya yang timbul karena adanya roda penggerak

Dengan asumsi beban maksimum yang disangga oleh rangka tersebut


adalah total beban (130 kg) yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Bak angkong + isi TBS = 100 kg
Rangka = 15 kg
Engine + transmisi = 15 kg
10

Sketsa penampang tampak samping dari pipa yang digunakan untuk


rangkadapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sketsa pipa rangka

Geometri bahan rangka berbentuk lingkaran, sehingga inersia bahan


yang digunakan dihitung berdasarkan rumus inersia lingkaran, yaitu :

I = 1/64 π D4

Dengan memasukan persamaan tersebut dan c sebesar ½ D kedalam


persamaan, maka persamaan tersebut menjadi :

σa =

σa =

dengan menggunakan persamaan diatas maka σa = 28 kg/mm2.


Tegangan geser yang diizinkan τa (kg/mm2) dihitung atas dasar batas
kelelahan punter yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang
besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik τb (kg/mm2). Jadi batas kelelahan
adalah 18% dari kekuatab tarik sehingga faktor keamanan diambil sebesar
1/0.18 = 5.6 maka faktor kemamanan statik adalah 6, sehingga σa yang
digunakan sebesar 28/6 = 4.6 kg/mm2. Diameter bagian dalam maksimum
yang diperoleh sebesar :
4.6 = 10.2 (65 x 30) / (303 – Dd3)
19890 = 124200 – 4.6 Dd3
3
4.6 Dd = 104310
Dd3 = 22676
Dd = 28.3 mm

Berdasarkan hasil perhitungan, maka tebal plat pipa minimum yang


digunakan sebesar 30 mm 28.3 mm = 1.7 mm. Berdasarkan perhitungan
diatas maka pipa untuk rangka yang dipergunakan adalah tebal 2 mm.
11

Pada bagian rangka dapat dilakukan analisis penggunaan bahannya


sebagai berikut :
Beban yang mengenai rangka dengan asumsi beban maksimum yang
disangga oleh rangka tersebut adalah total beban sebesar 130 kg.
Bahan yang digunakan S45C, σa = 30 kg/mm2
 Ditinjau dari tegangan geser :
Tegangan geser yang diizinkan τa (kg/mm2) dihitung atas dasar batas
kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik
yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik τb (kg/mm2). Jadi batas
kelelahan adalah 18% dari kekuatan tarik sehingga faktor keamanan
diambil sebesar 1/0.18 = 5.6 maka faktor kemamanan adalah 6,
Faktor keamanan = 6, σijin = = 5 kg/mm2
τ geser ijin bahan, τ g = 0.8 x σijin (Sularso 2002)
= 0.8 x 5
= 4 kg/mm2
= 40 N/mm2
Luas penampang (A) = (d12 – d22)
= (302 – 262)
= 175.8 mm2
τ = < τ geser ijin
=
= 7.25 N/mm2 < σa

 Ditinjau dari tegangan bengkok

σ= : dimana M = MR2
M rangka = 130 kg x 225 mm = 29250 kgmm
𝐼 rangka = (d14 – d24)
= (304 – 264)
= 17320.24 𝑚𝑚4
𝜎 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 =

=
= 25 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 < 𝜎𝑏

Dari analisis tersebut maka bahan yang aman digunakan untuk


membuat rangka angkong bermesin adalah pipa besi silinder dengan diameter
luar 30 mm dan diameter dalam 26 mm dengan bahan S45C.
Rangka keseluruhan didesain dengan menganalisis faktor center of
gravity serta kesetimbangan momen dari keseluruhan angkong bermesin agar
mendekati titik fulkrum (poros as roda penggerak).Analisi center of gravity
dilakukan pada angkong bermesin dengan menggunakan data yang berasal
dari software CAD “SolidWorks Premium 2012” mengenai data posisi titik
berat dari beban pada rangka angkong. Analisis ini dilakukan pada dua
12

keadaan dimana keadaan 1 merupakan keadaan angkong bermesin tidak


digunakan (statis) dan keadaan 2 dimana angkong bermesin sedang
digunakan (dinamis).
Pada analisis keadaan statis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah dengan adanya penambahan komponen engine dan sistem transmisi
akan mempengaruhi keseimbangan angkong bermesin pada saat keadaan
diam. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Data simulasi penentuan center of grafity statis


Posisi titik pusat massa dari beban berada pada x = 281 mm dari
sumbus as roda penyangga. Jarak handel pegangan ke dasar tanah yaitu 580
mm. Gambar ilustrasi keadaan statis dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Sketsa letak centre of grafity statis

Dari data tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut :


x+y=z
862 + 534 = 1396
Perbandingan : = 0.6 = 0.4
Fa’ = x Fb = 765.2 N
Fb’ = x Fb = 306.1 N
13

Untuk mengetahui jarak dari titik pusat massa terhadap penyangga rangka,
Kesetimbangan gaya sebagai berikut :
Fa’ x ra’ = Fb’ x rb’
ra’ =
ra’ =
ra’ = 112.4 mm
Berdasarkan analisis tersebut, karena jarak dari titik pusat ke titik a (ra’)
masih berada diantara titik pusat dan penyangga belakang, maka pada
keadaan diam (statis) angkong bermesin ini akan stabil.
Pada analisis keadaan dinamis posisi angkong berada pada keadaan
dimana sedang digunakan. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 10.

Gambar 10 Data simulasi penentuan center of grafity dinamis


Posisi titik pusat massa dari beban berada pada x = 294 mm dari sumbu
as roda penyangga. Jarak handel pegangan ke bagian dasar tanah yaitu
sebesar 680 mm yang digunakan berdasarkan data antropometri posisi berdiri
operator pada tinggi kepalan tangan (Lampiran 1). Gambar ilustrasi keadaan
dinamis dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Sketsa letak centre of grafity dinamis


14

Mengacu pada kesetimbangan momen, maka dapat dihitung daya yang


dibutuhkan untuk mengangkat angkong (Fa) sebagai berikut :
Fb x rb = Fa x ra
1275.3 N x 294 mm = Fa x 1133 mm
Fa = 330.9 N
= 33.7 kg
Struktur rangka dirancang dengan memperhitungkan prinsip
kesetimbangan momen sehingga menghasilkan gaya angkat sebesar 330.9 N
(33.7 kg) yang harus dikeluarkan oleh operator untuk mengangkat angkong
bermesin dengan muatan TBS (100 kg) dan berat total angkong bermesin (30
kg) sehingga operator hanya menerima beban sebesar 25.9% dari beban total.
Kerja (W) yang dilakukan oleh operator untuk mengoprasikan angkong
bermesin sejauh 100 m yaitu sebesar 33.09 KJ yang dapat dihitung seebagai
berikut :
Fa = 330.9 N S = 100 m
Maka kerja dapat dihitung sebagai berikut :
W = 330.9 N x 100 m
= 33090 J
= 33.09 KJ

2. Roda penggerak
Roda penggerak merupakan penyalur tenaga putar terakhir dari sistem
transmisi. Roda penggerak ini harus dapat menahan beban seluruh angkong
beserta dengan beban angkut dari angkong tersebut Roda penggerak ini terdiri
dari ban karet, ban dalam, velg dari bahan plat, dan dudukan sprocket dari besi
pejal yang dibentuk. Roda ini menggunakan ban karet yang diisi dengan angin.
Roda penggerak ini juga merupakan tempat melekatnya sprocket besar dari
transmisi sprocket and chain. Diameter keseluruhan karet ban yaitu 380 mm.
Gambar roda penggerak dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Roda angkong


Kecepatan maju dari angkong bermesin ini bergantung dari kecepatan
putar dari roda penggerak. Acuan kecepatan maju angkong bermesin adalah
kecepatan jalan manusia normal yaitu 5 km/jam. Kecepatan angkong
bermesin ini diasumsikan yaitu 4 km/jam atau setara dengan 1.1 m/s. Slip
yang terjadi pada roda angkong diasumsikan 20% sehingga kecepatan maju
angkong bermesin yaitu 1.38 m/s. Dari kriteria desain tersebut maka dapat
dihitung kecepatan putar roda penggerak sebagai berikut :
15

Kecepatan maju = 1.38 m/s = 83.3 m/menit


Diameter roda (D) = 380 mm = 0.38 m
Dari diameter roda tersebut dapat diketahui keliling roda, yaitu :
Keliling roda = πd
= π x 0.38 m
= 1.2 m

Diasumsikan satu putaran roda sama dengan satu keliling roda


penggerak dan Rpm roda yang diharapkan sebesar 83.3 m/menit. Sehingga
dapat dihitung kecepatan putar roda penggerak sebagai berikut :
Rpm roda (n2) =
=
= 69. 1 rpm ≈ 7 rpm

Dari hasil perhitungan tersebut maka kecepatan putar maksimal roda


penggerak agar sesuai dengan kriteria desain yaitu 70 rpm.

3. Engine
Engine merupakan sumber tenaga utama pada angkong bermesin.
Engine menghasilkan tenaga putar yang nantinya akan direduksi hingga
memiliki kecepatan putar yang sesuai kemudian akan diteruskan hingga ke
roda penggerak. Tenaga putar dari engine ini menjadi sumber tenaga maju
utama dari angkong sehingga tenaga yang dikeluarkan oleh operator akan
berkurang. Engine yang digunakan harus memiliki daya yang cukup untuk
menggerakan roda angkong dengan berat angkong beserta beban bahan yang
akan diangkut oleh angkong tersebut.
Analisis beban dan tenaga ini sangat diperlukan untuk menentukan jenis
dan kebutuhan daya engine yang akan digunakan. Elemen yang
mempengaruhi diantaranya berat angkong, berat beban angkut, kecepatan
maju, dan tahanan gelinding. Tahan gelinding dipengaruhi oleh koefisien
rolling resistence (Crr) yang mempengaruhi kegiatan mobilitas angkong
dilahan sawit. Crr pada tanah yang sedikit berpasir akan lebih besar bila
dibandingkan dengan pada tanah keras tidak berpasir (Rusnadi 2013). Data
nilai koefisien tahanan gelinding dapat dilihat pada tabel .
Tabel 2 Koefisien tahan gelinding roda angkong dilahan sawit

Kondisi Lahan Sawit Crr


Tanah Sedikit Berpasir 0.172
Tanah Keras (Tidak Berpasir) 0.159
Sumber : Rusnadi 2013

Daya yang dibutuhkan sebagai sumber tenaga maju angkong bermesin


ini yaitu putaran engine. Besarnya daya engine yang dibutuhkan dipengaruhi
oleh besarnya nilai koefisien tahan gelinding roda pada lahan sawit, beban
angkong bermesin beserta muatan, dan kecepatan jalan operator. Beban tahan
muncul ketika alat/mesin dioperasikan untuk melakukan kerja. Tahanan yang
16

muncul ketika pengoperasian yaitu tahan gelinding, tahanan kelandaian, dan


beban total.
Pada analisis ini ditentukan Crr pada tanah sedikit berpasir yaiitu
sebesar 0.172 (Rusnadi 2013). Berat total angkong bermesin berserta dengan
muatan yaitu 130 kg. Dari data tersebut maka dapat menentukan tahan
gelinding, tahanan kelandaian, dan beban total angkong bermesin.
 Tahan gelinding
Tahan gelinding merupakan tenaga tarik yang diperlukan untuk
menggerakan tiap ton berat kendaraan termasuk beban muatan yang
diangkut. Besar dari tahanan gelinding ini bergantung keadaan permukaan
tanah dan berat alat.
Tahan Gelinding (RR) = Crr x W (kg)
= 0.172 x 130 kg
= 22.4 kg
 Tahanan kelandaian
Tahanan kelandaian ini muncul disaat angkong bermesin melalui suatu
tanjakan, maka diperlukan tenaga traksi tambahan yang sebanding dengan
besarnya kelandaian dari tanjakan tersebut, demikian pula jika menurun
akan terjadi pengurangan tenaga traksi, hal ini terjadi karena adanya
pengaruh gaya gravitasi bumi. Pada lahan kelapa sawit, kelandaian yang
ada berkisar dari 1 15%, sehingga diasumsikan bahwa kelandaian yaitu
14%.
Tahanan kelandaian = W (kg) x %kelandaian
= 130 x 0.14
= 18.2 kg
 Beban total
Beban total adalah jumlah beban yang harus diatasi oleh alat pada
suatu kondisi pekerjaan tertentu.
Kondisi menanjak = Tahanan kelandaian + Tahanan gelinding
Kondisi datar = Tahanan gelinding
Kondisi menurun = Tahanan gelinding – Tahanan kelandaian

Dari ketiga kondisi yang mungkin ada di lahan, maka perhitungan


beban total angkong bermesin ini mengacu pada kondisi menanjak karena
baban yang terjadi pada kondisi menanjak paling besar.
Beban total (W) = Tahanan kelandaian + tahanan gelinding
= 18.2 kg + 22.4 kg
= 40.6 kg

Acuan kecepatan maju angkong bermesin adalah kecepatan jalan


manusia normal yaitu 5 km/jam. Kecepatan angkong bermesin ini
diasumsikan yaitu 4 km/jam atau setara dengan 1.1 m/s. Slip yang terjadi
pada roda angkong diasumsikan 20% sehingga kecepatan maju angkong
bermesin yaitu 1.38 m/s. penentuan kebutuhan daya dapat dihitung sebagai
berikut :
17

Power (KW) = Torque (Nm) x 2 π x rotational speed (RPM) / 60000

Keterangan : 60000 dapat diartikan adalah 1 menit = 60 detik, dan untuk


mendapatkan kw = 1000 watt.

Untuk menghitung torsi dapat digunakan rumus :


T=Fxb
Dimana : T = Torsi benda berputar (N.m)
F = adalah gaya sentrifugal dari benda yang berputar (N)
b = adalah jarak benda ke pusat rotasi (m)

Perhitungan besarnya torsi dilakukan dengan cara menganalisis roda


angkong, hal ini karena roda angkong merupakan sumber putaran yang
mengakibatkan angkong berjalan maju. Gambar analisis gaya pada roda
angkong dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Analisis torsi pada roda penggerak


Dari analisis tersebut, maka besarnya torsi dapat dihitung sebagai berikut :
T =Fxb
= (40.6 x 9.81) x 0.19
= 75.7 Nm
Setelah mendapatkan nilai torsi maka dapat dihitung kebutuhan daya sebagai
berikut :
Daya (P) =
=
= 0.55 KW

Daya yang dibutuhkan untuk menjalankan angkong bermesin ini yaitu


sebesar 0.55 KW. Untuk memenuhi kebutuhan power tersebut maka
ditentukan bahwa menggunakan engine mesin potong rumput 2 tak tipe
gendong. Spesifikasi engine yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 :
18

Tabel 3 Spesifikasi Engine mesin potong rumput tipe gendong

Kategori Spesifikasi
Merk FIRMAN
Type FGB 338
2 Cycle, Single Cylinder, Forced Air-
Engine Type
cooled, Gasoline Engine
Displacement 30.5 cc
Max. Output 0.81 KW / 6000 RPM
Ignition System IC Ignition ( Solid State)
Ignition Plug BM - 7A or CJ6
Fuel Mixture Gasoline 25 Litres ; 2-T Oil 1 Litres
Fuel Tank Capacity 1.2
Flexible Drive Shaft, Pinion & Gear,
Drive System Rotation Direction of Cutter, counter -
Clock Wise
Dimension ( L x W x H) 345 x 280 x 401 mm
Weight ( Complete with
Shaft) 9.4 kg

4. Gearbox
Putaran yang dihasilkan dari engine sangat besar, sehingga perlu
dilakukan pereduksian jumlah putaran. Gerbox berfungsi untuk mereduksi
tenaga putar dari engine sehingga sesuai dengan kriteria desain. Pemilihan
gearbox ini berdasarkan perhitungan putaran dari engine dan putaran yang
dibutuhkan untuk disalurkan menuju roda penggerak.
Engine yang digunakan memiliki rpm maksimal yaitu 6000 rpm, namun
untuk faktor keamanan maka putaran engine dianggap hanya 75% yaitu 4500
Rpm. Penentuan perbandingan reduksi ditentukan berdasaarkan kebutuhan
putaran roda pengggerak dan perbandingan sprocket besar dan kecil untuk
meneruskan daya.
Gearbox yang ada dipasaran memiliki perbandingan yang sangat banyak.
Pemilihan perbandingan rasio yaitu diantara 1:10, 1:20, dan 1:30, sehingga
dilakukan perhitungan dengan hasil ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan rasio

Putaran Gearbox Perbandingan sprocket besar


Rasio
(rpm) dan sprocket kecil
1:10 450 6.4
1:20 225 3.2
1:30 150 2.1

Dari tabel diatas maka dipilih gearbox dengan rasio 1:20 agar
perbandingan jumlah gigi sprocket besar dan sprocket kecil lebih besar
sehingga dapat menarik beban berat.
19

5. Sproket and chain


Sprocket and chain digunakan untuk menyalurkan daya menuju ke roda
penggerak. Transmisi ini dipilih karena memiliki kelebihan dapat
menyalurkan daya besar dan tanpa slip. Sistem penyalur transmisi ini
merupakan yang paling sesuai dengan kriteria desain.
Penentuan sprocket besar dan kecil bergantung dari perbandingan
putaran antara gearbox dan putaran roda penggerak. Sprocket kecil ditentukan
menggunakan 14 mata. Sprocket besar dapat dihitung dari perbandingan
jumlah putaran roda penggerak dan gearbox, sebagai berikut :
Sprocket kecil (z1) = 14 T
Sprocket besar (z2) = z1 x
= 14 x
= 45 T

6. Gigi eksentrik
Gigi eksentrik berfungsi sebagai perseneleng dari sistem transmisi pada
angkong bermesin. Dengan adanya gigi eksentrik maka system transmisi
angkong bermesin dapat netral sehingga masih dapat berjalan maju dengan
dorongan operator. Gigi eksentrik ini juga berfungsi sebagai pembalik arah
putaran yang keluar dari gearbox agar angkong berjalan maju. Pada gigi
eksentrik tidak ada penurunan jumlah putaran karena jumlah 2 gigi eksentrik
yang digunakan sama yaitu 37 gigi.

7. Dudukan engine
Dudukan engine ini akan menerima gaya beban dari engine, gearbox
dan gigi eksentrik. Berat total dari ketiganya yaitu 20 kg. Sketsa plat dudukan
engine dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Sketsa plat dudukan engine


Dudukan engine ini memiliki panjang 460 mm dan lebar 275 mm, maka tebal
dari plat besi yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai berikut.
Dipilih bahan S45C dengan σa = 30 kg/mm2
Lebar plat (b) = 275 mm
M = 20 x 230 = 4600 kg.mm
I = bh3
= (275)(h)3
= 23 h3mm4
20

σ bak =

30 =

h =√
h = 1.8 mm

Berdasrkan hasil perhitungan, maka untuk dudukan engine digunakan


bahan S45C dengan ketebalan 3 mm. Pada bagian tengah dudukan engine
ditambahkan plat dengan tebal 8 mm dengan lebar 100 mm dengan tujuan
agar tempat dudukan engine, gearbox, dan gigi eksentrik lebih kuat melekat.
Pengencang antara dudukan dengan engine, gearbox, dan gigi eksentrik
menggunakan baut dan mur. Gambar dudukan engine hasil desain dapat
dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Dudukan engine hasil rancangan


8. Bak Angkong
Bentuk serta dimensi bak angkong yang dibuat mengikuti bentuk serta
dimensi bak angkong yang berada dipasaran. Bak angkong ini akan menerima
gaya beban dari TBS yang akan diangkut. TBS yang akan diangkut nantinya
memiliki berat 100 kg. Bak angkong terbuat dari plat besi yang dibentuk
cekung.
Beban yang diterima pada bak ini terdistribusi pada bagian dasar dan
dinding bak, Berat beban TBS yang diangkut disangga oleh bagian dasar dan
bagian dinding bak, sehingga diasumsikan bahwa dasar bak menerima beban
1/2 dari beban total sedangkan dinding bak menerima beban 1/2 dari total TBS
yang dimuat. Bagian bak yang terkena beban dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Bagian bak yang terkena beban paling besar (bagian diarsir)
21

Dinding bak terbabagi menjadi empat bagian, yaitu bagian samping


kanan dan kiri, bagian depan, dan bagian belakang. Sehingga bagian dinding
menerima 1/8 dari beban total. Penentuan ketebalan plat yang digunakan
untuk membuat bak menggunakan asumsi bagian yang terbesar terkena beban
yaitu pada bagian dasar bak Sketsa plat bagian dasar bak dapat dilihat pada
Gambar 17.

Gambar 17 Sketsa bagian angkong yang terkena beban terbesar


Dengan demikian beban yang diterima bagian bawah bak sebesar 50 kg
(beban yang diterima sebesar 1/2 dari berat total muatan), bagian bawah bak
berbentuk persegi panjang dengan panjang 330 mm dan lebar 480 mm, maka
tebal dari plat besi yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai berikut.
Dipilih bahan S45C dengan σa = 30 kg/mm2
Lebar plat (b) = 480 mm

M = 50 x 90 = 8250 kg.mm

I = bh3
= (480)(h)3
= 40 h3mm4

σ bak =

30 =

h =√
h = 1.85 mm

Berdasarkan hasil perhitungan, maka pada bagian bak digunakan plat


berbahan S45C dengan ketebalan 2 mm
22

METODE

Kegiatan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap desain,
tahap pabrikasi dan tahap pengujian. Tahapan desain merupakan tahapan
pembuatan rancangan desain sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software “SolidWorks
Premium 2012”. Tahapan pabrikasi merupakan kegiatan pembuatan rancangan
sesuai dengan rancangan desain yang telah dibuat. Tahapan ini dilakukan di
bengkel konstruksi rancang bangun. Tahapan pengujian dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui apakah hasil sudah sesuai dengan kriteria rancangan. Kegiatan
pengujian dilakukan pada fungsional dan kinerja hasil yang telah dibuat.

Waktu dan Tempat Penelitian

Tahapan desain yang mencakup kegiatan studi pustaka, pembuatan konsep


desain, dan pembuatan gambar kerja dilakukan pada bulan Maret April 2013.
Tahapan pabrikasi yaitu kegiatan pembuatan alat dilakukan dari bulan Mei Juni
2013. Tahapan pengujian alat dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2013
Proses pembuatan alat dilaksanakan di Bengkel Bagian Keteknikan dan
Pemanenan Hasil Hutan, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan, Gunung Batu, Bogor. Kegiatan pengujian dilakukan di Laboraterium
Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan angkong bermesin sebisa mungkin


mudah diperoleh di pasaran serta dengan harga yang terjangkau. Bahan yang
digunakan pada proses pabrikasi angkong bermesin terdiri dari :
 Mesin potong rumput tipe  Ring plat ukuran M8
gendong Firman FGB 338  Ring plat ukuran M10
 Angkong merk Artco  Ring per ukuran M8
 Gearbox NMRU 040 (rasio 1:20)  Ring per ukuran M10
 Sprocket 45T 40  Ring per ukuran M12
 Sprocket 14T 40  Snap ring ukuran 18 mm
 Chain tipe 40-1 NCK  Snap ring ukuran 20 mm
 Handel pengatur trottle  Snap ring ukuran 30 mm
 Besi as diameter 20 mm  Cat besi warna merah dan hitam
 Besi as diameter 30 mm  Ampelas kasar dan halus
 Besi pejal diameter 100 mm  Dempul besi (Isamu)
 Besi pejal diameter 110 mm  Bearing 6203
 Besi plat tebal 4 mm  Bearing 6004-zz FBJ
 Besi plat tebal 8 mm  Gear strating S.195/1110 TW
 Baut ukuran M8  Kawat las
 Baut ukuran M10
 Baut ukuran M12
23

Alat
Alat yang digunakan untuk menunjang kegiatan pabrikasi angkong
bermesin adalah:
Alat bantu proses pabrikasi, terdiri dari :
 Unit las listrik  Kunci pas 12 mm
 Mesin bubut  Kikir
 Mesin milling  Obeng
 Gerinda  End mill ukuran 0.5 mm
 Mesin bor duduk  End mill ukuran 0.6 mm
 Gergaji  Mata bor ukuran 7 mm
 Jangka sorong  Mata bor ukuran 8 mm
 Penggaris  Mata bor ukuran 10mm
 Busur derajat  Mata tap m8,125
 Kunci pas 8 mm  Mata gerinda potong
 Kunci pas 10 mm  Mata gerinda poles

Instrument dan alat bantu pada proses pengujian, terdiri dari :


 Stop watch,  Alat tulis
 Kamera digital,  Waterpas
 Analoge tachometer (Gambar18)  Kapur
 Meteran
 Penggaris

Gambar 18 Analoge tachometer


24

Proses Pembuatan Angkong Bermesin

Proses pembuatan angkong bermesin dibagi menjadi beberapa tahapan.


Secara umum tahapan-tahapan dalam perancangan angkong bermesin dapat
dilihat pada Gambar 20.

Mulai

Tipe engine,
Kegiatan pengakutan Identifikasi permasalahan kapasitas, daya,
TBS, yang timbul dan Target penyaluran daya,
Penggunaan angkong yang akan dicapai dimensi

Tahap 1
Penetuan parameter
rancangan, rancangan
fungsional dan struktrural
angkong bermesin
Tidak Layak

Analisis
Layak
Teknik

Gambar Teknik

Tahap 2

Pembuatan

Tahap 3

Uji Fungsional dan


Kinerja

Tahap 4

Selesai

Gambar 19 Diagram alir tahapan-tahapan dalam perancangan angkong bermesin


25

Dari diagram alir pada Gambar 19, dapat dilihat bahawa pada penelitian ini
dapat dibagi menjadi 4 tahap. Tahap 1 dan 2 merupakan tahapan desain yang telah
dijelaskan secara rinci pada bab sebelumnya. Pada tahap 3 yaitu tahapan pabrikasi
terdapat tahapan yang lebih spesifik. Diagram alir yang lebih spesifik dalam tahap
pabrikasi diperlihatkan dalam Gambar 20. Tahap 4 yaitu tahap pengujian
fungsional dan kinerja dari angkong bermesin.

Gambar Kerja

Pembuatan dudukan sprocket pada roda penggerak

Penyesuaian rangka

Pembuatan poros as transmisi

Pembuatan gigi eksentrik (perseneling)

Penyesuaian dan perakitan sistem transmisi

Pembuatan dudukan engine

Pembuatan dudukan tangki bahan bakar

Pembuatan pengatur thrtottle engine pada handel

Perakitan angkong bermesin

Pengujian fungsional dan kinerja

Gambar 20 Diagram alir tahap pabrikasi angkong bermesin


26

Metode Pengujian

Perancangan angkong bermesin perlu adanya pengujian agar desain


prototipe yang dihasilkan sesuai dengan kriteria desain. Angkong bermesin ini
akan dilakukan pengujian desain rancangan, fungsional, dan kinerja. Penjelasan
metode yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Metode pengujian komponen angkong bermesin

Pengujian Metode
Pengujian dilakukan pada gambar desain seluruh
komponen angkong bermesin yang dibuat dengan
Desain rancangan menggunakan software “Solidwoks 2012”apakah
telah sesuai dengan kriteria desain.

Pengujian dilakukan dengan menguji apakah


komponen angkong bermesin sudah layak dan
sesuai dengan kriteria desain. Pengujian terdiri dari
Fungsional uji putaran (rpm) pada komponen sistem transmisi
(engine, gearbox, gigi eksentrik, sprocket and
chain).

Pengujian dilakukan dengan pengukuran kecepatan


maju dengan beban 100 kg pada lahan yang datar
Kinerja
(0), miring (4.34%, 8.66% , 12.08%), lahan piringan
pohon sawit (zig-zag), dan lahan kemiringan ekstrim
27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prototipe Angkong Bermesin

Angkong bermesin yang dirancang bertujuan untuk mengurangi beban kerja


pada saat mendorong. Angkong ini dirancang dengan penambahan sumber tenaga
dari engine. Bentuk angkong bermesin ini sama dengan angkong yang berada
dipasaran, namun terdapat penambahan beberapa komponen untuk menunjang
penambhan engine. Perbandingan antara angkong biasa dengan angkong bermesin
hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 21.

(a) (b)
Gambar 21 Perbandingan angkong yang ada dipasaran (a) dan angkong bermesin
hasil rancangan
Pada Gambar 21 terlihat bahwa bentuk dari angkong bermesin tidak ada
perbedaan dengan angkong yang ada dipasaran, namun pada angkong bermesin
terdapat bagian-bagian yang ditambahkan untuk menunjang penambahan engine.
Penambahan bagian pada rangka yaitu untuk dudukan engine yang berada pada
bagian bawah bak. Prototipe angkong bermesin yang telah dibuat dapat berfungsi
dengan baik pada setiap komponennya dan sesuai dengan gambar kerja yang
dibuat. Bagian-bagian komponen prototipe angkong bermesin yang telah dibuat
dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Bagian-bagian angkong bermesin


Bagian bagian angkong bermesin yang tertera pada Gambar 22 meliputi
Rangka angkong yang ditunjukan oleh nomor 1, roda penggerak (nomor 2),
engine (nomor 3), Gearbox (nomor 4), Gigi eksentrik (nomor 5), Sproket and
Chain (nomor 6), Pengatur throttle engine (nomor 7), Handel pegangan (nomor
8), Bak (nomor 9), dan Tangki bahan bakar (nomor 10).
28

Proses Pabrikasi Angkong Bermesin

Prototipe angkong bermesin dapat dibuat apabila gambar teknik telah selesai.
Pembuatan gambar teknik ini menggunakan bantuan software CAD ”SolidWorks
2012”. Gambar teknik angkong bermesin dapat dilihat secara lengkap pada
Lampiran 3. Tahap pertama dimulai dengan pembuatan dudukan sprocket pada
roda penggerak. Roda penggerak ini terdiri dari karet ban dan velg yang terbuat
dari plat besi 2 mm. Dudukan sprocket ini akan ditempelkan pada velg roda
penggerak. Pembuatan dudukan sprocket pada velg roda angkong menggunakan
bahan besi pejal berbentuk silinder dengan diameter 110 mm dan 100 mm dengan
ketebalan 50 mm yang dibentuk dengan cara dibubut. Gambar proses pembuatan
dapat dilihat pada Gambar 23.

(a) (b)
Gambar 23 (a) Proses pembubutan dan (b) sprocket motor 45T
Proses pembubutan disesuaikan dengan bentuk sprocket yang digunakan.
Sprocket yang digunakan adalah sprocket motor Yamaha berukuran 45T. Bahan
yang telah dibubut sesuai dengan ukuran kemudian dibuat lubang baut sprocket
sesuai dengan lubang yang telah ada. Dibuatkan juga lubang baut pengencang
pada velg. Proses pembuatan lubang baut ini dilakukan dengan mata tap. Proses
tap diawali dengan mengebor menggunakan mata bor 7 mm kemudian lubang
tersebut ditap dengan mata tap berukuran m8 1.25. Kedua dudukan tersebut akan
ditambahkan bearing untuk poros as. Gambar dudukan yang dibuat dapat dilihat
pada Gambar 24.

(a) (b)
Gambar 24 (a) Dudukan pengencang (b) Dudukan sprocket
Proses selanjutnya adalah pembuatan lubang penguat dudukan sprocket
pada velg sesuai dengan ukuran lubang drat yang ada pada kedua dudukan
tersebut. Pembuatan lubang pada velg dengan mata bor ukuran 8 mm. Kemudian
29

kedua dudukan tersebut ditempelkan pada bagian kanan dan kiri velg dan
dikencangkan dengan baut L ukuran 8 mm sepanjang 100 mm sebanyak empat
buah dari dudukan sprocket menembus velg hingga pada lubang pada dudukan
kedua yang telah dibuatkan drat dalam m8 1.25. Baut L tersebut kemudian
dikencangkan hingga kedua dudukan tersebut tidak ada celah dan tidak goyang.
Kemudian kedua dudukan tersebut dicat merah agar sama dengan velg roda
penggerak. Roda penggerak ini memiliki as roda berdiameter 18 mm yang
disangkutkan pada penyangga as roda penggerak. Agar roda penggerak berada di
tengah maka ditambahkan bos as roda sebelah kanan dan kirinya menggunakan
pipa silinder berdiameter 19 mm. Bagian-bagian pada roda penggerak dapat
dilihat pada Gambar 26.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 25 Bagian-bagian pada roda penggerak :
(a) Dudukan sprocket, (b) dudukan pengencang pada velg, (c) Bos as roda,dan
(d) As roda dan penyangga
Tahap yang kedua yaitu pembuatan rangka. Rangka ini menggunakan besi
silinder dengan diameter 30 mm dengan ketebalan 2 mm yang dibentuk dengan
cara ditekuk (banding). Rangka yang dibuat mengikuti rangka angkong yang ada
dipasaran. Perubahan pada rangka hanya pada bagian penyangga roda penggerak
yang awalnya memliki celah untuk roda hanya 100 mm diperbesar karena pada
bagian roda penggerak terjadi penambahan bagian.
Celah pada rangka penyangga roda dirubah menjadi 200 mm agar roda
penggerak baru dapat masuk diantara celah penyangga tersebut. Perubahan bentuk
ini dengan cara memotong rangka yang menuju dudukan roda kemudian dibentuk
kembali rangka tersebut dengan proses pengelasam. Proses pengelasan dilakukan
dengan penambahan bos diameter 28 mm yang dimasukkan diantara sambungan
dengan tujuan agar hasil sambungan lebih kuat dan tidak patah karena menahan
beban yang berat. Hasil pengelasan kemudia dihaluskan dengan gerinda halus
30

agar bekas sambungan tidak terlihat. Hasil dari sambungan dapat dilihat pada
Gambar 27. Untuk finishing akan dilakukan pendempulan dengan Isamu dan
pengecatan kembali dengan warna merah agar sesuai dengan warna sebelumnya.
Proses perubahan rangka angkong dapat dilihat pada Gambar 26.

(a) (b)

` (c) (d)
Gambar 26 Proses perubahan pada rangka;
(a) Proses pengelasan, (b) Proses penghalusan dengan gerinda, (c) Proses
pendempulan, dan (d) Proses pengecatan

Tahap yang ketiga yaitu pembuatan poros as transmisi untuk menyalurkan


putaran dari engine. Poros as transmisi yaitu poros as untuk menyalurkan putaran
dari engine menuju transmisi dan poros as untuk menyelurkan putaran dari
reduksi. Lubang poros as pada sumber engine berbentuk segiempat dengan
panjang sisinya 7 mm sedangkan lubang untuk sumber putaran pada gearbox
memliki diameter 14 mm. Proses pembentukan ujung poros as yang menyambung
pada engine dengan cara digerinda dan dibentuk menjadi persegi. Pada lubang
sumber putaran pada gearbox terdapat lubang naf berukuran 5 mm. Poros as
tersebuat kemudian dibuat lubang untuk naf dengan lebar 5 mm dengan
kedalaman 3 mm. Kemudian dibuatkan naf berukuran 5x5 mm. Proses pembuatan
lubang naf menggunakan mesin milling dengan mata mill berukuran 5 mm.
kemudian pembuatan poros as dari hasil reduksi yang memiliki diameter 18 mm
yang kemudian sekaligus sebagai poros as gigi untuk gigi eksentrik. Pada poros as
ini juga dibuatkan lubang untuk naf berukuran 6 mm dengan kedalam 3 mm
karena pada lubang hasil reduksi pada gearbox sudah terdapat lubang naf 6 mm.
Hasil poros as yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 27.
31

(a) (b)
Gambar 27 Poros as transmisi;
(a) hasil reduksi dan (b) engine ke lubang sumber reduksi

Untuk memperkuat as pada lubang gearbox maka menggunakan snap ring


berukuran 20 mm pada bagian ujung untuk sprocket kecil dan snap ring ukuran 18
mm pada ujung lainnya. Snap ring yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28 Snap ring


Tahap keempat yaitu pembuatan gigi eksentrik. Gigi eksentrik ini berfungsi
sebagai perseneling agar transmisi dapat berada dalam keadaan netral sehingga
dapat dioperasikan pada saat engine mati. Prinsip dasar dari perseneling ini yaitu
penggeseran titik pusat poros as agar gear pada poros as tidak bersentuhan dengan
gear yang ada pada gearbox. Komponen gigi eksentrik ini terdiri dari satu buah
gear starting, dua buah bearing, tuas perseneling, pengunci perseneling, badan
eksentrik, dan poros as gigi eksentrik. Gambar komponen gigi eksentrik dapat
dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29 Bagian komponen gigi eksentrik


32

Pembuatan gigi eksentrik dilakukan dengan proses pembubutan serta


pengelasan kemudian dilakukan pendempulan dan pengecatan untuk finishing.
Proses pembuatan badan eksentrik menggunakan besi pejal silinder dengan
diameter 65 mm dengan ketebalan 36 mm. Kemudian bagian atas dan bawah
diperkecil dengan proses pembubutan menjadi diameter 58 mm dengan ketebalan
12 mm. Selanjutnya akan dibuat lubang untuk poros as serta bearing pada bagian
atas dan bawah. Pembuatan lubang ini digeser 8 mm dari titik pusatnya sehingga
pusat lingkaran untuk lubang poros as dan bearing tidak berada di center. Lubang
untuk poros as memiliki diameter 25 mm dan lubang untuk bearing memiliki
diameter 42 mm dengan kedalaman 10 mm. Selanjutnya pembuatan bagian
samping dari eksentrik dengan bahan besi pejal dengan diameter luar 85 mm dan
diameter dalam 57.5 mm dengan ketebalan 15 mm. Kemudian pembuatan poros
as untuk eksentrik memiliki panjang total 160 mm dengan tiga perubahan
diameter. Diameter yang pertama yaitu 20 mm dengan panjang 90 mm, kedua
diameter 32 mm dengan panjang 30 mm, dan ketiga diameter 30 mm dengan
panjang 40 mm. Pada bagian pertama dan ketiga dibuatkan lubang naff untuk
sprocket kecil dan gear. Bagian-bagaian gigi eksentrik dapat dilihat pada Gambar
30.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 30 Bagian-bagian gigi eksentrik :


(a) Bagian badan eksentrik, (b) Letak bearing dan lubang poros as, (c)
Bagian samping eksentrik, dan (d) Poros as eksentrik

Proses selanjutnya yaitu pembuatan bagian bawah gigi eksentrik dengan


menggunakan besi plat 8 mm berbentuk persegi ukuran 100 mm x 100 mm.
Badan gigi eksentrik kemudian dimasukkan pada bagian samping lalu
ditempelkan pada bagian bawah eksentrik. Setelah seluruh bagian telah dibuat,
dilakukan pembuatan gigi eksentrik dengan pengelasan. Kemudian dibuatkan tuas
33

untuk memutar badan eksentrik dan kunci pasak agar tuas tidak bergerak. Hasil
lasan akan dihaluskan dengan menggunakan gerinda poles hingga bekas
pengelasan tidak terlihat. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna, dilakukan
pendempulan dengan Isamu pada seluruh bagian gigi eksentrik agar terlihat rata.
Untuk finishing maka dilakukan pengecatan dengan pemberian warna hitam.
Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 31.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 31 Proses pembuatan gigi eksentrik


(a) Proses pengelasan, (b) Proses penghalusan bekas lasan, (c) Proses
pendempulan, dan (d) Hasil proses pengecatan

Tahap kelima yaitu penyesuaian dan perakitan sistem transmisi. Pada tahap
ini dilakukan perakitan sistem transmisi yang terdiri dari engine, gearbox, dan
gigi eksentrik. Hal ini dilakukan agar transmisi putaran dari engine sumber
putaran dapat tersalurkan dengan sempurna dan tidak ada gangguan. Tahap ini
juga bertujuan sebagai acuan untuk pembuatan dudukan engine dan transmisi
pada rangka angkong.
Tahap keenam yaitu pembuatan dudukan engine dan transmisi pada rangka
yang sudah ada. Dudukan ini diletakkan diantara kaki penyangga angkong yang
sudah ada kemudian dibaut pada kedua kaki penyangga. Dudukan ini dibuat
menggunakan plat besi dengan tebal 4 mm yang diperkuat dengan plat besi
dengan tebal 8 mm dengan lebar 100 mm pada bagian tengahnya. Penambahan
plat 8 mm ini bertujuan agar dudukan dan lubang baut pengikat untuk engine,
gearbox, dan gigi eksentrik lebih kokoh. Proses selanjutnya adalah pembuatan
lubang yang sesuai untuk meletakan engine, gearbox, dan gigi eksentrik.
Ketiganya diperkuat dengan menggunakan baut dan mur 10 mm sebanyak
masing-masing 4 buah. Pada pemasangan mur dan baut ini ditambahkan ring plat
serta ring per agar tidak mudah longgar karena adanya getaran dari engine.
34

Pembuatan dudukan ini dilakukan dengan pengelasan. Kemudian akan dilakukan


penghalusan bekas pengelasan dengan gerinda halus. Untuk finishing dilakukan
pendempulan dan pengecatan dengan warna hitam. Dudukan engine dan transmisi
dapat dilihat pada Gambar 32.

(a) (b)

Gambar 32 Dudukan engine :


(a) Proses pendempulan dan (b) Setelah proses pengecetan

Tahap ketujuh yaitu pembuatan dudukan tangki bahan bakar. Tangki bahan
bakar yang digunakan merupakan tangki bahan bakar dari mesin potong rumput
gendong. Tangki ini berbahan plastik yang memiliki penyangga. Penyangga ini
ditempel dengan proses pengelasan pada bagian penahan dekat dengan handel.
Tahap kedelapan yaitu pembuatan pengatur throttle engine pada handel.
Pengatur ini menggunakan part dari pengatur throttle engine yang digunakan pada
sepeda motor. Cara penggunaanya yaitu diputar seperti penggunaan sepeda motor.
Tahap kesembilan dan terakhir yaitu perakitan angkong bermesin. Semua
komponen yang telah dilakukan finishing dan pengecatan maka dirakit menjadi
angkong bermesin yang utuh. Untuk menyatukan seluruh komponen digunakan
baut dan mur ukuran 12 mm yang ditambahkan ring per agar mengurangi getaran
dari engine.

Uji Fungsional

Pengujiaan fungsional dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh


komponen angkong bermesin sudah berfungsi dengan semestinya. Pengujian
fungsional dilakukan pada system transmisi (engine, gearbox, gigi eksentrik, dan
sprocket and chain), pengatur throttle engine, dan roda penggerak.
Pada pengujian komponen gigi eksentrik dilihat apakah komponen ini
berfungsi untuk menetralkan atau memutus putaran engine dari gearbox ke roda
penggerak. Pada pengujian fungsional pengatur throttle engine dilakukan
pengujian apakah komponen tersebut telah dapat mengatur throttle engine
sehingga kecepatan putaran roda penggerak dapat diatur oleh operator.
Pada pengujian fungsional engine dan sistem transmisi dilakukan
pengujian jumlah putaran pada bagian roda penggerak. Proses pengujian ini
dilakukan dengan alat pengukur putaran yaitu Analoge Tachometer. Dalam
pengujian ini setidaknya dilakukan oleh dua orang. Pengujian putaran ini tidak
dapat dilakukan untuk mengukur putaran pada engine karena engine yang
35

digunakan tidak ada celah putaran yang dapat dilihat putarannya antar engine
dengan gearbox. Sebelum dilakukan pengujian putaran ini engine angkong
bermesin terlebih dahulu dipanaskan dengan cara dinyalakan dan dibiarkan pada
rpm rendah selama beberapa menit. Pengujian putaran ini dilakukan dengan empat
putaran engine yang berbeda yang diatur dari pengatur throttle engine dari rpm
rendah tapi roda penggerak sudah berputar, rpm engine sedang, rpm engine
menengah, hingga rpm engine maksimal. Pengujian putaran ini dilakukan dua
kali pengulangan. Kegiatan pengujian putaran dapat dilihat pada Gambar 33.
Kegiatan pengujian putaran ini dilakukan pada keadaan diam dan tanpa beban.
Gambar 33 Kegiatan pengujian putaran dengan analoge tachometer

Dari hasil kegiatan pengukuran putaran maka didapatkan data sebagai


berikut :
Tabel 6 Hasil pengujian putaran pada sistem transmisi percobaan pertama

Putaran (rpm)
Kecepatan Maju
Keadaan Gigi
Engine Gearbox Roda (km/jam)
Eksentrik
1 900 45 45 14 1.01
2 3440 172 172 54 3.85
3 4920 246 246 77 5.51
4 5240 262 262 82 5.87

Tabel 7 Hasil pengujian putaran pada sistem transmisi percobaan kedua

Putaran (rpm)
Kecepatan Maju
Keadaan Gigi
Engine Gearbox Roda (km/jam)
Eksentrik
1 1720 86 86 27 1.93
2 3720 186 186 58 4.17
3 4960 248 248 78 5.56
4 5640 282 282 88 6.32
36

Pada tabel hasil pengujian putaran dilakukan dua kali percobaan. Pada
percobaan pertama keadaan 1 pengatur throttle engine diputar hingga roda
penggerak mulai berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 14 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 45 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 900 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 1.01 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 54 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 172 rpm, dan pada
engine dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 3440 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 3.85 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar lebih kencang, kemudian dilakukan pengukuran putaran
pada roda sebesar 77 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 246 rpm, dan
pada engine dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 4920 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 5.51 km/jam. Keadaan 4 pengatur throttle engine diputar hingga
rpm engine maksimal, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda sebesar
82 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 262 rpm, dan pada engine
diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka diketahui
putaran engine sebesar 5240 rpm sehingga kecepatan maju roda penggerak adalah
5.87 km/jam.
Pada percobaan pertama keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak mulai berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada
roda sebesar 27 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 86 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 1720 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 1.93 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 58 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 186 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 3720 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 4.17 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar lebih kencang, kemudian dilakukan pengukuran putaran
pada roda sebesar 78 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 248 rpm, dan
pada engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 4960 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 5.56 km/jam. Keadaan 4 pengatur throttle engine diputar hingga
rpm engine maksimal, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda sebesar
88 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 282 rpm, dan pada engine
dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka diketahui
putaran engine sebesar 5640 rpm sehingga kecepatan maju roda penggerak adalah
6.32 km/jam.
Kecepatan maju yang terhitung dari kegiatan uji fungsional sangat besar, hal
tersebut dikarenakan roda penggerak berputar tanpa beban serta engine dicoba
hingga keadaan rpm maksimal.
37

Uji Kinerja

Pengujian kinerja dilakukan untuk mengetahui perbedaan performa antara


angkong biasa dan angkong bermesin. Parameter yang dibandingkan yaitu
kecepatan maju dalam km/jam serta kapasitas angkut dalam kg/jam. Pada kegiatan
pengujian ini hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan pengujian diantaranya
persiapan lokasi pengujian, jarak tempuh, berat beban yang dibawa, dan operator.
Kegiatan pengujian kinerja dilakukan di Laboratorium Lapang Siswadhi
Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kegiatan pengujian ini dilakukan pada kondisi lingkungan dan kondisi
operator yang sama agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi faktor lingkungan
dan kondisi operator. Berat beban yang diangkut pada pengujian yaitu 100 kg
yang dilakukan oleh tiga operator dengan masing-masing operator melakukan
lima kali pengulangan. Kegiatan pengujian dilakukan pada enam lokasi yang
mewakili keadaan lokasi perkebunan sawit. Lokasi tersebut berupa lahan lurus,
lahan zigzag di piringan sawit, dan lahan dengan kemiringan (4.34%, 8.66% ,
12.08%). Gambar kegiatan pengujian dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Kegiatan pengujian kinerja


Pengujian dilakukan pada 3 orang operator yang dilakukan pada 5 keadaan
lahan yang berbeda. Pada lahan yang pertama dilakukan pada lahan datar
(kemiringan lahan 0%) dengan jarak 25 m, lahan yang kedua dilakukan pada
lahan menanjak (kemiringan lahan 4.34%) dengan jarak 25 m, lahan yang ketiga
dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 8.66%) dengan jarak 25 m,
lahan yang keempat dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 12.08%)
dengan jarak 25 m, dan lahan yang kelima dilakukan pada lahan datar
bergelombang (bervariatif zig-zag) dengan jarak 55 m.
Pengujian dilakukan sebanyak lima kali pengulangan setiap operator.
Setiap operator melakukan lima kali pengulangan pada keadaan angkong tidak
menggunakan engine dan lima kali pada keadaan angkong menggunakan engine.
Dari pengulangan tersebut didapat satu data rata-rata setiap operator pada masing-
masing keadaan lahan. Dari data rata-rata masing-masing operator kemudian
didapatakan data rata-rata dari setiap keadaan lahan berupa data kecepatan dan
kapasitas pengangkutan angkong tidak bermesin dan angkong bermesin.
38

Data kecepatan maju dari hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kecepatan maju angkong bermesin dan angkong tidak bermesin

Kecepatan (km/jam)
Kemiringan
Bermesin Tidak Bermesin
0% 6.45 5.38
4.34% 5.78 4.63
8.66% 5.51 4.38
12.08% 5.09 3.90
Bervariatif 5.03 3.77

Dari tabel tersebut disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada
Gambar 35.

Grafik Perbandingan Kecepatan Maju


8,00
Bermesin
Kecepatan (km/jam)

6,00 Tidak Bermesin

4,00

2,00

0,00

Kemiringan

Gambar 35 Grafik perbandingan kecepatan maju angkong


Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa pada angkong tidak
bermesin kecepatan maju sangat berpengaruh pada kemiringan lahan. Pada lahan
yang memiliki kemiringan yang tinggi maka kecepatan angkong tidak bermesin
akan menurun, hal tersebut dikarenakan tenaga yang dikeluarkan oleh operator
semakin besar yang mengakibatkan operator semakin lelah. Pada angkong
bermesin kecepatan maju angkong tidak terlalu dipengaruhi oleh kemiringan
lahan. Hal tersebut dikarenakan tenaga yang dikeluarkan oleh operator tidak
sebanyak angkong tidak bermesin. Penambahan engine pada angkong bermesin
mengurangi tenaga yang dikeluarkan oleh operator serta kecepatan maju yang
dihasilkan akan lebih stabil.
Pada lahan datar (kemiringan lahan 0%) kecepatam maju angkong tidak
bermesin sebesar 5.38 km/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 6.45 km/jam.
Pada lahan yang kedua dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 4.34%)
kecepatan maju angkong tidak bermesin sebesar 4.63 km/jam sedangkan angkong
39

bermesin sebesar 5.78 km/jam. Pada lahan yang ketiga dilakukan pada lahan
menanjak (kemiringan lahan 8.66%) kecepatan maju angkong tidak bermesin
sebesar 4.38 km/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 5.51 km/jam. Pada
lahan yang keempat dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 12.08%)
kecepatan maju angkong tidak bermesin sebesar 3.9 km/jam sedangkan angkong
bermesin sebesar 5.09 km/jam. Pada lahan yang kelima dilakukan pada lahan
datar bergelombang (bervariatif zig-zag) kecepatan maju angkong tidak bermesin
sebesar 3.77 km/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 5.03 km/jam.
Kecepatan maju tersebut mempengaruhi kapasitas angkut dari angkong.
Data hasil pengujian kapasitas angkut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kapasitas pengangkutan angkong bermesin dan tidak bermesin

Kapasitas pengangkutan (kg/jam)


Kemiringan
Bermesin Tidak Bermesin
0% 0,11 0,09
4.34% 0,11 0,09
8.66% 0,10 0,08
12.08% 0,09 0,07
Bervariatif 0,09 0,07
Dari tabel tersebut disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada
Gambar 36.

Grafik Kapasitas Pengangkutan


Kapasitas pengangkutan (kg/jam)

0,12
0,10
Bermesin
0,08
Tidak Bermesin
0,06
0,04
0,02
0,00

Kemiringan

.
Gambar 36 Grafik perbandingan kapasitas pengangkutan angkong

Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa pada angkong tidak
bermesin kapasitas pengangkutan lebih rendah dibandingkan dengan angkong
bermesin, hal tersebut disebabkan karena kapasitas pengangkutan dipengaruhi
oleh kecepatan maju dari angkong dan keadaan kemiringan lahan.
40

Pada lahan datar (kemiringan lahan 0%) kapasitas pengangkutan angkong


tidak bermesin sebesar 0.09 kg/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 0.11
kg/jam. Pada lahan yang kedua dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan
4.34%) kapasitas pengangkutan angkong tidak bermesin sebesar 0.09 kg/jam
sedangkan angkong bermesin sebesar 0.11 kg/jam. Pada lahan yang ketiga
dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 8.66%) kapasitas
pengangkutan angkong tidak bermesin sebesar 0.08 kg/jam sedangkan angkong
bermesin sebesar 0.1 kg/jam. Pada lahan yang keempat dilakukan pada lahan
menanjak (kemiringan lahan 12.08%) kapasitas pengangkutan angkong tidak
bermesin sebesar 0.07 kg/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 0.09 kg/jam.
Pada lahan yang kelima dilakukan pada lahan datar bergelombang (bervariatif zig-
zag) kapasitas pengangkutan angkong tidak bermesin sebesar 0.07 kg/jam
sedangkan angkong bermesin sebesar 0.9 kg/jam.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Angkong dengan beban 130 kg (berat muatan + berat angkong bermesin)


memerlukan daya sebesar 0.55 KW untuk dapat bergerak maju sehingga pada
angkong bermesin sebagai sumber tenaga maju menggunakan engine 2 tak
dari mesin potong rumput tipe gendong yang memiliki max. output sebesar
0.81 KW / 6000 RPM.
2. Putaran engine yang digunakan hanya 75% (4500 rpm) dari maksimal
kemampuan engine untuk faktor keamanan dan keawetan engine sehingga
untuk mendapatkan kecepatan 5 km/jam (asumsi kecepatan jalan manusia 4
km/jam dengan slip roda 20%) digunakan gearbox (rasio 1:20) untuk
mereduksi dan sprocket and chain (rantai rol tipe 40, sprocket kecil 14 mata
dan sprocket besar 45 mata) untuk menyalurkan daya ke roda penggerak.
3. Penambahan komponen gigi eksentrik (tidak ada penurunan jumlah putaran)
yang berfungsi sebagai pemutus sistem transmisi serta pembalik putaran yang
keluar dari gearbox agar angkong bermesin berjalan maju.
4. Operator yang menggunakan angkong bermesin ini hanya menerima beban
sebesar 25.9% dari beban total.

Saran

Perlu dikembangkan lagi mengenai desain bentuk rangka utama agar titik
pusat massa dari angkong bermesin ini berada lebih dekat dengan poros as roda
penggerak sehingga beban angkat yang diterima oleh operator akan lebih ringan.
Perlu dikembangkan lagi proses pengujian yang lebih lanjut perbandingan tenaga
yang dikeluarkan oleh operator selama mengoperasikan angkong tidak bermesin
dan angkong bermesin sehingga perbedaan keuntungan penggunaan angkong
bermesin akan lebih terlihat. Perlu dikembangkan lagi mengenai segi ergonomika
pada prototipe yang telah dibuat agar tidak menimbulkan cidera pada pengguna
angkong bermesin.
41

DAFTAR PUSTAKA

Arisandy IR. 2013. Studi Antropometri dan Gerak Kerja Pemanen Kelapa Sawit
serta Aplikasinya untuk Penyempurnaan Desain Alat Panen (Egrek dan Dodos)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chairunisa Cindy. 2008. Pengelolaan Tenaga Kerja Panen dan Sistem
Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Kebun Mustika PT.Sajang Heulang Minamas Plantation Kalimantan Selatan.
[Skripsi]. Bogor. Agronomi IPB.
Dadin. 2002. Pengelolaan Pemanenan Kelapa Sawit (Elueis Guineensis Jacq.) Di
Kebun Bangun Bandar PT. Socfindo Medan, Sumatera Utara. [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Pertanian IPB.
Fauzi Yan. 2012. Kelapa sawit (Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah,
Analisi Usaha dan Pemasaran). Jakarta: Penebar Sawdaya.
Fitrianov. 2003. Uji Kondensasi Gas Buang pada Motor Bensin dan Diesel.
[Skripsi]. Bogor. Teknik Pertanian IPB.
Monasari Mia. 2006. Analisis Karakteristik Wheelbarrow Berdasarkan Kriteria
Konsumsi Energi dan Resiko Cedera. [Skripsi]. Padang. Jurusan Teknik
Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas
Motor bensin. 2012. [internet]. [diacu 2012 Desember 4]. Tersedia dari:
http://www.radjateknik.com/v1/pi/sfe120-engine-bensin-multi-fungsi.
Nawawi Gunawan. 2001. Daya dan Transmisi Alat dan Mesin Pertanian.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Pahan Iyung. 2008. Panduan Lengkap Kelapa sawit (Manajemen Agribisnis dari
Hulu hingga Hilir). Jakarta: Penebar Sawdaya. 236 hal.
Pramudji MD, Ginanjar, M. Ahmad, C. Basuki, H.Setyobudi, M.Fadzil, dan T.
Haryadi. 2004. Minamas Plantation (Plantation Operation) Standard
Operating Procedure Manual Agronomic Practices–Oil Palm. Member of
Kumpulan Guthrie Berhad. Minamas. Jakarta. 467 hal.
Rachmat Aditya. 2006. Rancang Bangun Tempat Duduk dan Sistem Kendali
Bulldozer Mini Tipe Trek. [Skripsi]. Bogor. Teknik Pertanian IPB
Rusnadi. 2013. Desain Konseptual Mesin Penangkap dan Pengangkut Tandan
Buah Sawit di Dalam Kebun. [Skripsi]. Bogor. Teknik Mesin dan Biosistem
IPB.
Wheelbarrow. 2012. [internet]. [diacu 2012 Desember 4]. Tersedia dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Wheelbarrow.
Siregar Fatah Maulana. 2009. Kajian Teoritis Performasi Mesin Non-stationer
(mobile) Berteknoligi VVT-i dan Non VVT-I. [Skripsi]. Medan. Fakultas
Teknik USU.
Sularso Suga K. 1987. Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin. Jakarta
(ID): PT Pradnya Paramita.
Lampiran
43

Lampiran 1 Tabel data antropometri posisi berdiri operator pemanen sawit di


Indonesia

Percentile Percentile Percentile


No Pengukuran
5 50 95
(Posisi Berdiri) dalam cm
1 Berat badan 46.00 55.00 71.00
2 Tinggi badan 149.40 160.00 170.00
3 Tinggi mata 137.40 149.10 160.00
4 Tinggi bahu 123.00 133.50 141.20
5 Tinggi siku tangan 91.20 99.50 109.00
6 Tinggi pinggang 83.50 93.50 103.50
7 Tinggi pinggul 77.60 86.00 95.00
8 Tinggi gengaman tangan 60.00 68.10 76.00
9 Tinggi ujung tangan 51.50 57.90 63.00
10 Jangkauan tangan keatas terbuka 187.80 202.00 217.80
Jangkauan tangan keatas
11 178.00 192.00 208.00
menggenggam
12 Jangkauan tangan kedepan terbuka 66.50 77.00 85.00
Jangkauan tangan kedepan
13 57.70 66.00 73.50
menggenggam
14 Jengkal 2 tangan kesamping terbuka 152.50 167.30 178.00
15 jengkal 2 tangan kesamping tertutup 135.50 147.00 157.90
16 Jengkal 2 siku 73.00 84.60 93.00
17 Panjang telapak kaki 22.00 24.40 26.50
18 Lebar telapak kaki 9.30 10.50 11.50
Sumber : Arisandy 2013

Pecentile 5 merupakan data antropometri yang kurang dari atau sama


dengan 5% dari jumlah populasi yang ada. Pecentile 50 merupakan data
antropometri yang kurang dari atau sama dengan 50% dari jumlah populasi yang
ada. Pecentile 95 merupakan data antropometri yang kurang dari atau sama
dengan 95% dari jumlah populasi yang ada.
44

Lampiran 2 Tabel kekuatan, kekerasan dan kekuatan lentur bahan

Kekuatan Kekuatan
Lambang Kekerasan
Kelompok bahan tarik σb lentur σa
bahan (Brinell)(HB)
(kg/mm2) (kg/mm2)
Besi cor FC 15 15 140-160 7
FC 20 20 160-180 9
FC 25 25 180-240 11
FC 30 30 140 13
Baja Cor SC 42 42 160 12
SC 46 46 190 19
SC 49 49 123-183 20
Baja karbon S25C 45 137-197 21
S30C 48 149-207 -
S35C 52 179-255 26
S40C 62 167-229 -
S45C 58 30
400 (dicelup
Baju panduan
dingin dalam
dengan S15CK 50 30
minyak)
pengerasan kulit
SNC 21 80 600 (dicelup 35-40
SNC 22 100 dingin dalam air) 40-55
Baju khrom nikel SNC 1 75 212-225 35-40
SNC 2 85 248-302 40-60
SNC 3 95 269-321 40-60
Perunggu 18 85 5
Logam delta 35-60 0 10-20
Perunggu fosfor
19-30 80-100 5-7
(coran)
Perunggu nikel
64-90 180-260 20-30
(coran)
Sumber: Sularso & Sugi (1994)
45

Lampiran 3 Gambar teknik angkong bermesin


49

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 20 Desember 1990
dari pasangan Ir. Sukanda, M.Si dan Dra. Euis Lilia Rosliani. Penulis adalah putra
kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti
perkuliahan penulis pernah aktif pada beberapa kegiatan organisasi seperti
anggota Softball Baseball IPB (ORYZA), serta pengurus Engineering Design
Club (EDC TMB-IPB). Bulan Juni – Agustus 2012 penulis melakukan Praktik
Lapangan di PT Kintap Jaya Wattindo, Perkebunan Kintap Banjarmasin
Kalimantan Selatan dengan judul Peran Mekanisasi Pertanian pada Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Kintap Jaya Wattindo, Kalimantan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai