Anda di halaman 1dari 24

MK.

Teknologi Pengolahan Hasil Perairan Hari/Tanggal: Kamis/23 Februari 2023


Praktikum ke-5

LAPORAN PRAKTIKUM TPHP


HEAT PROCESSING USING STEAM OR HOT WATER
PEMBUATAN BAKSO IKAN

Disusun oleh:
As Syifa Ameilia Putri
C3401201059
Kelompok 6

Asisten:
Andini Nabila Putri (C34190044)
Rezhelena Moesriffah (C34190019)

TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR
BOGOR
ISI
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii


DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
II METODOLOGI 2
2.1 Waktu dan Tempat 2
2.2 Alat dan Bahan 2
2.3 Prosedur Kerja 2
2.4 Metode Analisis 3
III HASIL DAN PEMBAHASAN 4
IV SIMPULAN DAN SARAN 10
4.1 Simpulan 10
4.2 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
DAFTAR TABEL

1 Persyaratan mutu dan keamanan bakso ikan 5


2 Hasil analisis uji multiple comparison bakso ikan patin 5
3 Hasil uji sensori bakso ikan patin kelompok 6 6
4 Hasil analisis uji hedonik bakso ikan patin berdasarkan lama
penyimpanan 7
5 Hasil analisis uji lipat bakso ikan patin berdasarkan lama penyimpanan 8

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan bakso ikan patin 2


2 Hasil pembuatan bakso ikan patin 4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi kegiatan 13
2 Daftar pembagian tugas 14
3 Perhitungan bahan 14
4 Hasil SPSS uji multiple comparison 15
5 Hasil SPSS uji kruskal-wallis hedonik 18
6 Hasil SPSS uji lipat 20
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perairan di Indonesia memiliki luas yang mendominasi dibandingkan
dengan daratan yang ada. Luasnya perairan ini membuat sumber daya hasil perairan
atau perikanan menjadi sektor yang paling sering dimanfaatkan. Pengolahan produk
hasil perairan menjadi salah satu penunjang dalam meningkatnya ekonomi di
Indonesia. Salah satu sektor yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah
pengelolaan sumber daya perikanan (Riyanto dan Mardiansjah 2018). Industri
pengolahan hasil perairan ini mampu mencapai pasar yang sangat luas. Target pasar
yang tinggi tersebut dapat terus dicapai dan ditingkatkan apabila produk pangan
yang didistribusikan lebih variatif dengan adanya diversifikasi terhadap produk
yang dihasilkan.
Diversifikasi produk hasil perairan adalah penambahan inovasi baru
terhadap produk hasil perairan yang sudah ada agar lebih variatif dan biasanya juga
memberikan nilai gizi yang lebih tinggi. Industri pengolahan hasil perikanan
melalui diversifikasi produk olahan dapat meningkatkan manfaat dan nilai tambah,
menekan kerusakan dan kehilangan penyedia lapangan kerja, serta meningkatkan
pendapatan ekonomi masyarakat (Wodi dan Cahyono 2022). Keamanan produk
hasil diversifikasi tentunya harus selalu terjamin dan diperhatikan agar menghindari
adanya kontaminasi atau bahaya terhadap produk. Jika keamanan pada produk
terjamin, maka ketertarikan konsumen terhadap produk akan meningkat.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghindari adanya bahaya
adalah pengolahan dengan metode processing by removal of heat dan heat
processing using steam or oils (pengolahan suhu tinggi). Pengolahan pangan
dengan suhu tinggi yaitu pengolahan yang dilakukan dengan pemanasan di atas
suhu ruangan, misal menggoreng, mengukus dan presto (Utami et al. 2019). Salah
satu produk pengolahan hasil perairan yang menggunakan metode pengolahan
dengan suhu tinggi adalah bakso ikan. Bakso ikan menjadi salah satu produk yang
tergolong melalui proses pengolahan suhu tinggi karena diolah dengan proses
perebusan. Diversifikasi bakso dengan menggunakan bahan baku ikan patin
memiliki manfaat untuk menambah nilai gizi dan protein pada produknya.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk membuat bakso ikan patin segar, mengamati
pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap quantity assessment, serta
karakteristik secara uji hedonik dan uji lipat.
2

II METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 23 Februari 2023 hingga
tanggal 09 Maret 2023 pada pukul 13.00 hingga selesai, praktikum dilaksanakan di
Laboratorium Diversifikasi Hasil Perairan. Materi yang disampaikan pada
praktikum kali ini membahas tentang “Pengolahan Bakso Fillet Ikan Patin”.

2.2 Alat dan Bahan


Pada praktikum pembuatan bakso fillet ikan patin terdapat alat yang harus
dipersiapkan yaitu, pisau, timbangan, talenan, food processor, mesin penggiling
(grinder), panci, kompor, sendok, piring, dan baskom. Selanjutnya bahan yang
digunakan pada praktikum pembuatan bakso fillet ikan patin antara lain, daging
fillet ikan patin 170 gram, tepung tapioka 13,6 gram, bawang putih 6,8 gram, lada
halus 1,7 gram, garam 4,42 gram, gula pasir 3,4 gram, bawang merah goreng,
kuning telur, dan air es jika diperlukan.

2.3 Prosedur Kerja


Pada praktikum kali ini bakso ikan patin diperoleh dengan melakukan
beberapa langkah dalam proses pembuatannya. Ikan patin utuh disediakan dan
difillet sesuai dengan kebutuhan. Fillet ikan patin ditimbang dan didapatkan hasil
penimbangan sebesar 170 gram. Daging fillet ikan patin kemudian digiling hingga
teksturnya halus. Bahan-bahan tambahan lainnya seperti garam, tepung, bawang
putih, gula dan lada halus ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan dengan
perbandingan berat daging ikan yang digunakan. Bahan yang sudah ditimbang
kemudian dicampurkan dengan daging ikan patin halus menggunakan food
processor hingga tercampur secara merata. Hasil adonan dipindahkan ke wadah dan
dilakukan pembentukan bakso ikan. Bakso ikan yang sudah dibentuk dimasukkan
ke dalam air hangat untuk perendaman selama 5 menit. Kemudian, bakso ikan
dimasak dengan perebusan hingga matang. Bakso ikan patin yang sudah makan
diketahui karakteristiknya melalui uji hedonik dan uji lipat. Proses pembuatan
bakso ikan patin dapat dilihat pada gambar 1.

Fillet Ikan Patin

Pemfilletan ikan patin

Penggilingan ikan patin


3

Penimbangan bahan tambahan

Pencampuran daging giling dan bahan tambahan


dengan food processor

Pembentukan dan perendaman adonan dalam air


panas selama 5 menit

Perebusan bakso ikan patin

Uji lipat, uji hedonic,


dan penyimpanan Bakso ikan patin
bakso ikan selama 0
hari, 7 hari, 14 hari,
28 hari, 35 hari, dan
42 hari.

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan

2.4 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada praktikum ini adalah uji hedonik
atau sensori dan uji lipat terhadap bakso ikan yang dihasilkan. Evaluasi atau uji
sensori merupakan ilmu yang digunakan untuk menghasilkan, mengukur,
menganalisis, dan mengartikan respon terhadap produk yang dirasakan oleh indera
penglihatan, penciuman, rasa, dan pendengaran (Maretta 2019). Uji sensori yang
dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap kenampakan, aroma, tekstur, dan
rasa pada bakso ikan patin. Sedangkan, uji lipat merupakan pengujian dengan cara
melipat sampel menjadi setengah lingkaran, seperempat dan seterusnya hingga
batas tertentu (Rahussidi et al. 2016). Uji lipat adalah pengujian untuk menentukan
tingkat elastisitas produk yang diuji.
4

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Bakso dan Persyaratan Mutu


Bakso merupakan produk makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
karena sifatnya yang praktis, mudah untuk diolah, dan dapat disajikan dalam waktu
yang cepat (Sugiatma dan Poetra 2016). Salah satu produk diversifikasi adalah
bakso ikan. Penggunaan daging ikan menjadi pilihan alternatif untuk digunakan
karena harganya relative lebih murah jika dibandingkan dengan daging sapi atau
ayam (Indraswari et al. 2022). Bakso ikan patin memiliki fungsi untuk menambah
nilai gizi dan nutrisi dalam produk bakso. Ikan patin dinilai merupakan ikan
berdaging putih yang kaya akan nilai gizi dengan protein. Nilai rata-rata kadar
protein pada bakso ikan patin dibuktikan pada penelitian oleh Sinaga et al. (2017),
yaitu berkisar antara 3,98% hingga 7,13%. Tingginya protein ini tentunya
menjadikan kualitas produk bakso yang dihasilkan meningkat. Bakso ikan yang
dihasilkan dengan bahan baku ikan patin memiliki warna putih seperti daging ikan
patinnya. Ikan berdaging putih memiliki sifat pembentukan gel yang lebih baik
dibandingkan dengan ikan berdaging merah (Anggara et al. 2016).
Hasil kenampakan dari hasil produk bakso ikan patin yang telah diolah
dengan beberapa campuran bahan-bahan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bakso ikan patin

Penentuan kualitas suatu produk pangan harus mengacu kepada standar


yang telah diterapkan. Tujuannya adalah untuk memastikan mutu dan keamanan
produk dapat terpantau dengan baik dan layak untuk dikonsumsi. Standar produk
bakso ikan diatur dalam SNI 7266:2014 yang membahas tentang bakso ikan.
5

Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan bakso ikan


Parameter uji Satuan Persyaratan
a Sensori Min 7 (skor 1-9)
b Kimia
- Kadar air % Maks 65
- Kadar abu % Maks 2,0
- Kadar protein % Min 7
- Histamin* mg/kg Maks 100
c Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maks 1,0 x 105
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella per 25 g Negatid
- Staphylococcus aureus koloni/g Maks 1,0 x 102
- Vibrio cholera** per 25 g Negatif
- Vibrio parahemolyticus** per 25 g Negatif
d Cemaran logam**
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,3
- Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0
e Cemaran fisik**
- Filth 0
CATATAN
 Untuk bahan baku yang berasal dari jenis scombroidae
** Bila diperlukan

3.2 Uji Multiple Comparison Test Bakso Ikan Patin


Uji multiple comparison atau biasa dikenal dengan uji perbandingan jamak
merupakan salah satu tes statistik yang digunakan untuk membandingkan kelompok
atau perlakuan dengan mengikuti efek signifikan yang dilaporkan dalam salah satu
dari banyaknya jenis model linear (Midway et al. 2020). Penerapan uji
perbandingan jamak sudah sering digunakan dalam rata-rata kondisi eksperimental.
Metode analitik yang paling umum digunakan untuk penentuan tersebut adalah
ANOVA (Lee S dan Lee DK 2018). Dalam pengujian perbandingan dan pengaruh
terhadap lama penyimpanan terhadap bakso ikan patin, dilakukan uji perbandingan
jamak atau multiple comparison test. Hasil pengujian perbandingan jamak dapat
dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis uji multiple comparison bakso ikan patin


Lama waktu penyimpanan (Hari ke-)
Parameter
7 14 28 35 42
Warna 0,50 ± 2,07a 0,83 ± 1,47a -0,33 ± 1,51a -0,83 ± 1,47a 0,50 ± 1,87a
Aroma -0,33 ± 1,75a 0,00 ± 1,67a -0,83 ± 1,60a -1,17 ± 1,94a -0,83 ± 2,04a
Rasa 1,00 ± 2,76b -0,83 ± 1,60a -2,17 ± 0,75b -1,17 ± 1,60b 0,33 ± 1,63b
6

Pengaruh perlakuan lama waktu penyimpanan menunjukkan perbedaan


yang nyata pada parameter rasa. Lama waktu penyimpanan yang menunjukkan
perbedaan yang nyata terlihat pada perlakuan hari ke 7, hari ke 28, hari ke 35 dan
hari ke 42. Namun, pada hari ke-14 tidak ada perbedaan nyata yang terlihat pada
parameter rasa. Parameter warna dan aroma tidak menunjukkan adanya perbedaan
nyata mulai dari hari ke-7 hingga hari ke-42. Perbedaan nyata dan adanya pengaruh
dari perlakuan yang dilakukan dapat terbukti apabila nilai signifikan pada pengujian
menggunakan ANOVA <0,05 atau kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa
parameter warna dan aroma dengan perlakuan hari ke-7 hingga hari ke-14 tidak
berpengaruh satu sama lain dan tidak adanya perbedaan yang nyata.

3.3 Uji Sensori dan Uji Lipat


Pengujian lain untuk menentukan kualitas dan mutu bakso ikan adalah
dengan melakukan pengujian terhadap bakso ikan yang dihasilkan. Kedua uji yang
dilakukan adalah uji sensori dan uji lipat. Hasil dari pengujian sensori dan lipat yang
dilakukan oleh panelis dari perwakilan kelompok dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji sensori bakso ikan patin kelompok 6


Uji sensori
Parameter
Kenampakan Warna Aroma Rasa Tekstur
3 3,5 4 4 2,5

Kenampakan bakso ikan yang baik menurut SNI 7266:2014 berbentuk


bulat, bersih, mengkilap, dan seragam (Minantyo et al. 2017). Bakso ikan patin
yang diperoleh pada praktikum kali ini tidak memiliki bentuk yang seragam satu
sama lain dan tidak berbentuk bulat sempurna. Warna daging bakso ikan patin
seharusnya berwarna putih dengan tingkat elastisitas yang tinggi (Ibrahim 2015).
Bakso ikan yang dihasilkan memiliki warna yang masih keabu-abuan dan tidak
terlalu putih. Aroma mendapatkan nilai yang cukup tinggi dan biasanya aroma
mengindikasikan bahwa bakso ikan yang dihasilkan cukup lezat. Teori ini
dibuktikan dengan nilai rasa yang diperoleh adalah cukup tinggi.
Bakso ikan biasanya dikomersialkan dalam bentuk frozen food yang berarti
bakso ikan dapat mempertahankan kualitasnya dalam jangka waktu panjang.
Namun, penyimpanan bakso ikan dalam suhu rendah tidak menghindari terjadinya
perubahan mutu dan kualitas apabila disimpan dalam waktu yang terlalu lama.
Pengujian sensori dapat menjadi salah satu cara untuk mengukur perubahan yang
terjadi selama lama penyimpanan. Pengujian hasil sensori dengan perlakuan
penyimpanan berbeda dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil dari uji sensori
terhadap lama penyimpanan bakso ikan patin dapat dilihat pada tabel 4.
7

Tabel 4. Hasil analisis uji hedonik bakso ikan patin berdasarkan lama penyimpanan
Lama waktu penyimpanan (Hari ke-)
Parameter
0 7 14 28 35 42
3,67 ± 2,67 ± 3,50 ± 2,83 ± 2,67 ± 3,17 ±
Kenampakan a a a a a
0,52 1,21 1,05 0,98 0,52 0,98a
3,67 ± 3,33 ± 4,17 ± 2,83 ± 2,50 ± 3,50 ±
Warna b b b b b
0,52 0,82 0,75 0,98 0,55 1,05b
4,00 ± 2,50 ± 3,17 ± 3,17 ± 2,00 ± 3,00 ±
Aroma b b b b b
0,00 0,55 1,17 1,47 0,63 1,10b
3,50 ± 3,67 ± 2,17 ± 1,83 ± 2,17 ± 2,83 ±
Rasa b b b b b
0,55 1,75 0,98 0,75 0,98 1,17b
4,00 ± 3,17 ± 3,17 ± 3,17 ± 2,33 ± 4,00 ±
Tekstur a a a a a
0,00 1,33 1,17 0,75 1,03 0,63a

Kenampakan pada hasil analisis uji hedonik tidak menunjukkan adanya


pengaruh dan perbedaan yang nyata mulai dari hari ke-7 hingga hari ke-42. Nilai
kenampakan paling besar terdapat pada hari ke-0 dan hari ke-14. Perubahan
kenampakan seiring dengan lamanya penyimpanan dapat disebabkan karena
adanya uap air dan udara yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk tumbuh
sehingga bakso menjadi berlendir (Muliady et al. 2016). Namun, pada hari ke-42
penilaian terhadap kenampakan menghasilkan nilai yang cukup besar. Hal ini
disebabkan karena uji sensori bersifat objektif sesuai dengan selera masing-masing
panelis. Parameter warna menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan
mulai dari penyimpanan pada hari ke-0 hingga hari ke-42. Warna pada produk
bakso merupakan hal yang penting karena yang dilihat oleh konsumen pertama kali
adalah bentuk dan warnanya. Terlebih bakso ikan 16 memiliki ciri khas warna yang
cerah atau terang (Putra 2019). Parameter warna menunjukkan hasil nilai yang
maksimal pada perlakuan penyimpanan hari ke-14.
Perbedaan nyata terdapat pada setiap perlakuan perbedaan lama penyimpanan
parameter aroma. Nilai aroma maksimal dalam uji sensori terdapat pada perlakuan
hari ke-0 dengan nilai rata-rata 4,00. Aroma dapat timbul karena adanya senyawa
volatil yang terdapat dalam bahan pangan dan dapat menguap karena adanya proses
pemanasan (Muliady et al. 2016). Menurut Muliady et al. (2016), perubahan aroma
tidak menyebabkan bakso menjadi tengik namun meningkatkan aroma ikan dan
amis pada bakso karena terjadinya dekomposisi protein pada ikan. Perlakuan
perbedaan lama penyimpanan pada parameter rasa menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata antar sesama perlakuan, sedangkan pada parameter tekstur tidak adanya
perbedaan yang nyata. Nilai rata-rata rasa dan tekstur yang mencapai angka
maksimal masing-masing adalah pada perlakuan hari ke-0 dan hari ke-42. Rasa
pada bakso merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan (Firahmi et al. 2015).
8

3.4 Uji Lipat Bakso Ikan Patin


Uji lipat dilakukan dengan meletakkan potongan bakso ikan diantara ibu jari
dan telunjuk dan dipatahkan untuk melihat elastisitasnya. Lamanya waktu
penyimpanan bakso ikan patin berpengaruh terhadap tingkat elastisitas dari bakso
yang dihasilkan. Oleh karena itu, uji lipat menjadi salah satu cara untuk memastikan
perbedaan yang ada dari tingkat elastisitas terhadap lamanya penyimpanan yang
dilakukan. Hasil dari uji lipat terhadap perbedaan lama penyimpanan bakso ikan
patin dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis uji lipat bakso ikan patin berdasarkan lama penyimpanan
Lama waktu penyimpanan (Hari ke-)
Parameter
0 7 14 28 35 42
3,50 ± 4,00 ± 1,50 ± 2,17 ± 2,17 ± 4,33 ±
Uji Lipat
0,84a 1,26a 0,55a 1,17a 0,75a 0,82a

Hasil analisis uji lipat bakso ikan patin menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan yang nyata antar perlakuan yang diterapkan. Nilai rata-rata maksimal
dari hasil analisis uji lipat terdapat pada perlakuan penyimpanan hari ke-42. Uji
lipat berkaitan erat dengan tingkat elastisitas bakso ikan yang dihasilkan.
Kekenyalan dan elastisitas bakso dipengaruhi oleh daya mengikat air yang tinggi.
Daya mengikat air dapat didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk
mempertahankan kandungan airnya selama mengalami perlakuan dari luar seperti
pemotongan, pemanasan, penggilingan dan pengolahan (Firahmi et al. 2015).
Menurut Muliady et al. pada tahun 2016, tingkat kadar air bakso meningkat seiring
bertambahnya waktu penyimpanan karena adanya proses denaturasi protein, reaksi
enzimatis dan aktivitas mikroorganisme yang dapat membebaskan air selama
penyimpanan suhu rendah.

3.5 Banding Literatur


Keseluruhan hasil bakso ikan patin yang didapatkan merupakan hasil dari
adanya pencampuran beberapa bahan lain yang memiliki perannya masing-masing.
Komponen-komponen lain ini mampu berperan sebagai penambah rasa, pembuat
tekstur, dan mengatur reaksi yang akan terjadi pada produk yang diproses dan
dihasilkan. Ikan patin yang merupakan bahan baku memegang peran penting dalam
pembuatan bakso ikan. Ikan patin memiliki karakterisitik daging yang lembut dan
berwarna putih, tidak mengandung bau amis yang menyengat, dan menyumbang
nutrisi paling tinggi untuk meningkatkan preferensi konsumen (Rathod et al. 2018).
Bakso ikan patin dapat diklaim memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan
bakso daging sapi atau ayam karena hal tersebut. Tepung tapioka ditambahkan
dalam adonan bakso ikan sebagai zat pengisi, pengikat air, dan memberikan
konsistensi gel pada produk (Minantyo et al. 2017). Tingginya protein juga
diperoleh karena adanya penambahan telur dalam adonan bakso ikan. Namun,
9

kuning telur bersifat sebagai pelembut adonan sehingga adonan yang dihasilkan
mendapatkan tekstur yang lebih lembut (Minantyo et al. 2017).
Penambahan bahan lainnya seperti garam, gula, lada, bawang putih, dan
bawang merah goreng adalah untuk menambah cita rasa pada bakso ikan yang akan
dihasilkan. Gula selain sebagai penambah rasa dan mengurangi cita rasa asin yang
berlebihan, juga berperan sebagai pengawet alami bagi produk makanan karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Maisyaroh et al. 2018). Sedangkan,
garam selain memberikan cita rasa juga memiliki peran yang lebih penting.
Kekuatan gel dari bakso meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi garam
yang ditambahkan ke dalam adonan bakso (Nur et al. 2020). Garam juga memiliki
peran penting dalam mengikat air karena sifatnya yang kuat sebagai pengikat air.
10

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Kualitas dari bakso ikan yang diperoleh dapat diukur dengan melakukan uji
sensori dan uji lipat yang dilakukan. Uji sensori untuk mengukur kualitas
kenampakan hingga rasa dari produk, sedangkan uji lipat adalah untuk menentukan
elastisitas dari produk bakso ikan patin yang dihasilkan. Uji multiple comparasion
dapat dilakukan untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan yang
diterapkan. Lama waktu penyimpanan berpengaruh terhadap bakso ikan yang
dihasilkan.

4.2 Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan dapat menentukan umur simpan terbaik
dari bakso ikan serta menghitung lamanya waktu yang dibutuhkan untuk merebus
bakso ikan agar tekstur yang dihasilkan lebih baik. Selain itu, apabila diperlukan
perlakuan penyimpanan, sebaiknya pembuatan laporan hanya dilakukan setelah uji
terhadap perlakuan selesai.
11

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI 7266:2014. Persyaratan Mutu dan
Keamanan Bakso Ikan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Anggara G, Nopianti R, Herpandi H. 2016. Effect of temperature and immersion
time in cold water on the quality of catfish (Pangasius pangasius) meatball.
Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 5(2):134–145.
Firahmi N, Dharmawati S, Aldrin M. 2015. Sifat fisik dan organoleptik bakso yang
dibuat dari daging sapi dengan lama pelayuan berbeda. Sains dan Teknologi.
1(1): 39-45.
Ibrahim HM. 2015. Chemical composition, minerals content, amino acids
biovailability and sensory and properties of meat and fish balls containing
fish fish protein isolate. International Journal of Current Microbialogy and
Applied Sciences. 4(4): 917-933.
Indraswari S, Kurniasari R, Fikri AM. 2022. Karakteristik organoleptik dan
kandungan gizi bakso ikan kembung dengan substitusi tepung daun kelor.
Jurnal Gizi dan Kesehatan. 6(1): 94-104.
doi.org/10.22487/ghidza.v6i1.504.
Lee S, Lee DK. 2018. What is the proper way to apply the multiple comparison
test?. Korean Journal of Anesthesiology. 71(5): 353-360. doi:
10.4097/kja.d.18.00242.
Maisyaroh U, Kurniawati N, Iskandar, Pratama RI. 2018. Pengaruh penggunaan
jenis gula dan konsentrasi yang berbeda terhadap tingkat kesukaan dendeng
ikan nila. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 138-146.
Maretta DT. 2019. Hedonic test method for measuring instant pindang seasoning
powder preferences. Journal of Science and Applicative Technology. 3(1):
34-36. doi: 10.35472/jsat.v3i1.195.
Midway S, Robertson M, Flinn S, Kaller M. 2020. Comparing multiple
comparisons: practical guidance for choosing the best multiple comparisons
test. PeerJ. 8(10387): 1-26. doi: 10.7717/peerj.10387.
Minantyo H, Hariohoedojo A, Winarno PS. 2017. Organoleptic testing of fish
meatball fortified with various colored vegetables. Di dalam: AIP
Conference Proceedings, editor. Engineering International Conference;
2016 Mar 10; Surabaya, Indonesia. AIP Publishing: 1-5.
12

Muliady F, Hamzah F, Yusmarini. 2016. Bakso berbasis jamur tiram putih dan ikan
patin pada kondisi kemasan vakum, non vakum serta suhu dingin dan suhu
beku selama penyimpanan. Jom FAPERTA. 3(2): 1-15.
Nur A, Ali HM, Salengke. 2020. The physico-chemical properties of beef meatballs
processed by addition of different salt concentration using the ohmic heating
method. Journal Anim. Science. 2(2): 91-97.
Putra AS. 2019. Analisis sifat fisika, kima dan organoleptik bakso ikan lele (Clarias
batrachus) dengan penambahan kappa karagenan sebagai sumber serat
pangan. [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.
Rahussidi MA, Sumardianto, Wijayanti I. 2016. Pengaruh perbandingan
konsentrasi tepung tapioka (Manihot uttilissima) dan tepung kentang
(Solanum tuberosum) terhadap kualitas bakso ikan lele (Clarias batrachus).
Jurnal Pengolahan dan Biotek Hasil Perairan. 5(3): 17-24.
Rathod NB, Pagarkar AU, Pujari KH, Shigare PE, Satam SB, Phadke GG, Gaikwad
BV. 2018. Status of valuable components from pangasius: a review.
International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 7(4):
2106-2120. doi.org/10.20546/ijcmas.2018.704.241.
Riyanto S, Mardiansjah FH. 2018. Pengembangan industri pengolahan perikanan
dalam pengembangan ekonomi lokal. Jurnal Litbang. 14(2): 107-118.
Sinaga DD, Herpandi, Nopianti R. 2017. Karakterisitik bakso ikan patin (Pangasius
pangasius) dengan penambahan karagenan, isolat protein kedelai, dan
sodium tripolyphospat. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 6(1): 1-13.
Sugiatmi, Poetra IA. 2017. Knowledge and practice of the use of borax in meatballs
seller at the campus a University of Muhammadiyah Jakarta. Di dalam:
Cahyadi, Khamid IR, editor. The 2nd International Multidisciplinary
Conference 2016; 2016 Nov 15; Jakarta, Indonesia.
Utami DP, Rochima E, Iskandar, Pratama RI. 2019. Perubahan karakteristik ikan
nilem pada berbagai pengolahan suhu tinggi. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 10(1): 39-45.
Wodi SI, Cahyono. 2022. Penerapan diversifikasi produk hasil perikanan sebagai
upaya meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Kampung Birahi
Kecamatan Tabukan Selatan. Jurnal Ilmiah Tatengkorang. 6(1): 1-6.
13

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum


14

Lampiran 2. Pembagian tugas praktikum

No. Proses yang dilakukan Pembagian tugas

1. Pemfilletan ikan Danu Fadli, Siti Setya

2. Pelumatan daging ikan Nayyira, Mona

Penimbangan berat ikan dan


3. Balqis, Nopa
bahan lain

4. Pencampuran bahan Dianty, Mahhada

Pencetakan dan perebusan


5. Raihan, Risco
bakso ikan

6. Uji sensori As Syifa, Marshanda

7. Uji lipat Aneta, Mutiara

8. Dokumentasi Mona

Lampiran 3. Perhitungan komposisi bahan yang digunakan pada daging


ikan per 170 gram
𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫 𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫
• Berat bahan yang dibutuhkan :
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫

𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝟒𝟎 𝐠𝐫
• Tepung : = 13,6 gr
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫

𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝟏𝟑 𝐠𝐫
• Garam : = 4,42 gr
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫

𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝟓 𝐠𝐫
• Lada bubuk : = 1,7 gr
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫

𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝟏𝟎 𝐠𝐫
• Gula : = 3,4 gr
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫

𝟏𝟕𝟎 𝒈𝒓 𝐱 𝟐𝟎 𝐠𝐫
• Bawang putih : = 6,8 gr
𝟓𝟎𝟎 𝐠𝐫
15

Lampiran 3. Hasil SPSS Uji Multiple Comparison


16
17
18

Lampiran 4. Hasil SPSS Uji Kruskal-Wallis Hedonik


19
20

Lampiran 5. Hasil SPSS Uji Lipat

Anda mungkin juga menyukai