Anda di halaman 1dari 35

PENGOLAHAN TEPUNG IKAN GABUS (Channa striatus)

SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM PEMBUATAN KERUPUK

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti ujian


sarjana Teknologi Hasil Perikanan

OLEH

TAUFIK ALKHAMDAN
1121417040

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
2021
HALAMAN PENGESAHAN

PENGOLAHAN TEPUNG IKAN GABUS (Channa striatus)


SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM PEMBUATAN KERUPUK

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH
TAUFIK ALKHAMDAN
1121417040

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diuji

Pembimbing I Pembimbing I Pembimbing II Pembimbing II

Dr. Rahim HusainHusain


Dr. Rahim S.Pi, M.Si
S.Pi, M.Si Sutianto Pratama
Sutianto Suherman
Pratama SuhermanS.Pi,
S.Pi, M.si
M.Si NIP. 19711009 2005012001 NIP. 198708142019031011
NIP. 19711009 2005012001 NIP. 198708142019031011

Mengetahui
Mengetahui
Ketua Jurusan
Ketua Jurusan

Dr. Dr.
Rahim Husain
Rahim S.Pi,S.Pi,
Husain M.SiM.Si
NIP.NIP.
19711009 2005012001
19711009 2005012001

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya, sehungga penyusun dapat
menyelesaikan proposal penelitian dengan judul” Pengolahan Tepung Ikan
Gabus (Channa Striatus) Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan
Kerupuk. Proposal penelitian ini disusun dalam rangka untuk memenuhi salah
satu persyratan dalam mengikuti ujian sarjanan Teknologi Hasil Perikanan.
Penyusun menyadari bahwa tanpa ada dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, penyusun tidak mampu menyusun proposal penelitian ini
dengan baik. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan, doa, materi, dan modal
dalam penyususunan proposal penelitian.
2. Bapak Dr.Rahim Husain S.Pi, M.Si selaku ketua jurusan Teknologi
Hasil Perikanan
3. Teman-teman Teknologi Hasil Perikanan angkatan 2017 yang selalu
mendukung dan membantu dalam penyusunan penelitian.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyususnan proposal penelitian
masi jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran
dan pendapat dari semua pihak demi perbaikan selanjutnya. Harapan
penyusun semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi semua.

Gorontalo , Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................3
1.4 Manfaat penelitian................................................................................3
BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gabus (Channa striata)................................................................4
2.1.1 Defenisi Ikan Gabus (Channa striata).....................................4
2.1.2 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Gabus (Channa striata)........5
2.1.3 Kandungan Gizi Ikan Gabus (Channa striata)........................6
2.2 Kerupuk ................................................................................................6
2.2.1 Klasifikasi Kerupuk..................................................................8
2.2.2 Bahan-Bahan Penyusun Kerupuk.............................................9
2.2.3 Tahap Pengolahan Kerupuk....................................................11
2.2.4 Standar Mutu Kerupuk Ikan...................................................14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat...............................................................................15
3.2 Alat Dan Bahan ..................................................................................15
3.3 Prosedur pelaksanaan penelitian .......................................................16
3.3.1 Penelitian pendahuluan...........................................................16
1. Pembuatan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata)............16
2. Formula Kerupuk Ikan Gabus (Channa Striata)..............17
3.4 Prosedur pengujian ............................................................................20
3.5 Analisis sensori Hedonik (SNI 01-2346-2006).................................21
3.6 Analisis proksimat produk terpilih ....................................................21
3.7 Analisis data .......................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

iii
Daftar tabel
No Teks Hal
1. Syarat mutu kerupuk Ikan.......................................................................14
2. Formula kerupuk.....................................................................................18
3. Kriteria penilaian uji hedonik.................................................................21
4. Nilai kepentingan dari kerupuk...............................................................27

iv
DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal
1. Ikan gabus (channa striata).............................................................. 5
2. Kerupuk ........................................................................................... 8
3. Histogram nilai organoleptik hasil penelitian pendahuluan.............. 17
4. Diagram alur pembuatan tepung ikan............................................... 19
5. Alur proses pembuatan kerupuk ikan gabus .................................... 20

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya.

Wilayahnya adalah perairan yang kaya akan sumber daya ikan, Perikanan

merupakan sektor penting untuk mendapatkan devisa Pembangunan dan

peluang kerja di Indonesia. Tambahan, Ikan juga dipercaya memberi Protein

hewani untuk meningkatkan status gizi bangsa Indonesia. Di tahun 2007, total

output perikanan laut mencapai 57,05%. 30,19% dalam bentuk basah, 10,90%

dalam bentuk pengolahan tradisional Dan 1,86% dari pemrosesan modern dan

bentuk pemrosesan lainnya. Diekspor pada tahun 2005 Sebanyak 857.782 ton,

80% di antaranya merupakan produk olahan modern Produk olahan tradisional

hanya menyumbang 6%. Saat melihat Dilihat dari tingkat pemanfaatannya,

terutama untuk ikan non ekonomis yang terbatas dalam bentuk Pengolahan

tradisional dan konsumsi segar (Nurhayati et al, 2020)

Salah satu ikan potensial Indonesia adalah ikan gabus, kandungan

nutrisinya dan Albumin lebih tinggi dari ikan lainnya. Seperti yang dikatakan

Suprayitno (2003), Ikan gabus kaya akan albumin, protein penting.

Kandungan protein harian tubuh ikan ini sangat tinggi. Ikan gabus ini bisa

sebagai sumber penghasil albumin bagi Penderita hipoalbumin (albumin

rendah) dan sumber albumin pada pasien luka dan luka bakar. Bahkan di

daerah pedesaan, anak laki-laki selalu didorong setelah disunat Makan ikan ini

bisa menyembuhkan lebih cepat. Caranya adalah dengan mengukus ikan Atau

1
degas untuk mendapatkan filtrat, yaitu albumin rendah dan luka. Di dalam

tubuh manusia, albumin (bagian protein) disintesis oleh hati, sekitar 100-200

Mikrogram jaringan hati harian / gram. (Setiawan et al, 2013 ) Ikan gabus

merupakan ikan bernilai ekonomi penting, harganya 20.000 / kg, dan setiap

100 g mengandung 17,61% protein, 1,34% lemak, 45 mg vitamin A dan 0,04

mg vitamin B (Ansar 2010). Daging ikan gabus memiliki daging yang

berwarna putih kenyal dan tidak menimbulkan alergi, sehingga dapat

dijadikan kerupuk yang gurih / asin (Fajri, 1997). Berdasarkan potensi dan

kandungan gizi ikan gabus ini merupakan peluang untuk dimanfaatkan

sebagai bahan baku utama pembuatan kerupuk. Biasanya daging ikan gabus

hanya diolah menjadi sambal ikan, bakso ikan, nugget ikan namun jarang

yang mengolah menjadi tepung ikan sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk.

Kerupuk adalah makanan kering yang terbuat dari tepung yang

mengandung bahan pati yang cukup tinggi. Pengembangan kerupuk adalah

proses pemuaian uap air secara tiba-tiba dalam struktur adonan sehingga

diperoleh produk yang volumenya mengembang. (Zulfahmi dan Swastawati,

2014).

Hingga saat ini kerupuk yang ada dipasaran hanya berbahan dasar tepung

belum ada yang menggunakan bahan dasar tepung ikan gabus, dan sebagian

besar kerupuk yang ada sekarang hanya sebagai penambah lauk makan atau

cemilan saja. Karena ikan gabus memiliki kandungan albumin yang cukup

tinggi untuk dijadikan bahan dasar pembuatan kerupuk ikan diharapkan akan

meningkatkan gizi khususnya pada kerupuk yang dihasilkan. Berdasarkan

2
uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengolahan

Tepung Ikan Gabus (Channa Striatus) Sebagai Bahan Dasar Dalam Pembuatan

Kerupuk

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yakni bagaimana pengolahan tepung

ikan gabus (channa striatus) sebagai bahan tambahan dalam pembuatan

kerupuk?

1.3 Tujuan penelitian

1. Mengetahui pengolahan tepung ikan gabus (channa striatus)

2 Mengetahui pengaruh tepung ikan gabus (channa striatus) dalam

pembuatan kerupuk

1.4 Manfaat penelitian

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis maupun kalangan

wirausaha dalam pengolaan hasil perikanan khususnya produk krupuk

dengan bahan dasar tepung ikan gabus (channa striatus).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

tentang pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung ikan gabus

(channa striatus) baik dikalangan industri skala besar maupun skala rumah

tangga sebagai salah satu produk hasil perikanan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gabus (Channa striata)

2.1.1 Defenisi Ikan Gabus ( Channa striata)

Ikan gabus (Channa striata) adalah ikan air tawar yang biasa ditemuklan

di periaran sungai, danau, rawa bahkan bisa hidup di air dengan kandungan

oksigen rendah (Yulisman et al.,2012). Ikan gabus juga merupakan ikan yang

berharga baik dalam bentuk segar. bentuk asinan maupun bentuk kering,

keekonomiannya sangat tinggi (Muchlisin, 2013).

Menurut Muslim (2012) bahwa ikan gabus dapat hidup di air tawar, dan

perairan payau bahkan dalam kondisi perairan yang kering ikan ini dapat

bertahan hidup yaitu dengan mengubur dirinya dalam lumpur.

Ikan gabus (Channa striata) merupakan jenis ikan yang bernilai ekonomis.

Di Indonesia penyrbaran antara lain di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,

dan Papua. Spesies ini memiliki rasa yang khas, tekstur daging tebal dan putih

sehingga harganya cukup mahal baik dalam bentuk segar maupun kering (ikan

asin). Selain itu, memeiliki kandungan albumin yang diperlukan tubuh

manusia dalam mengatasi berbagai penyakit terutama yang disebabkan

berkurangnya jumlah protein darah. Ikan ini termasuk salah satu jenis ikan

karnivora air tawar dikarenakan sifatnya yang gemar memangsa ikan-ikan

kecil sebagai mangsanya.

4
Gambar 1. Ikan Gabus (Channa striata)

2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus dalam taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygil

Ordo : Perciformes

Familla : Channide

Genus : Channa

Specles : Channa Striata

(Bloch, 1793 dalam Weber & Beaufort, 1922)

Adapun Morfologi ikan gabus adalah dimana tubuh ikan gabus

umumnya berwarna cokelat sampai hitam pada bagian atas dan coklat

muda sampai keputih-putihan pada bagian perut. Kepala agak pipih dan

bentuknya seperti ular dengan sisik-sisik besar di atas kepala, oleh sebab

itu dijuluki sebagai “snake head”. Sisi atas tubuh ikan gabus dari kepala

hingga ke ekor berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi

bawah tubuh berwarna putih mulai dagu kebelakang. Sisi samping

bercoret tebal (striata, bercoret-coret) dan agak kabur, warna tersebut

5
seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Sirip punggu memanjang

dengan sirip ekor membulat di bagian ujungnya.

2.1.3 Kandungan Ikan Gabus

Ikan gabus memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap, protein,

lemak mineral. Kandungan gizi pada ikan gabus yaitu dalam 100 gram

mengandung air 13,61, abu 5,96, protein sebesar 76.9, lemak 1,70, karbohidrat

3,53 (%bk), Zn 3,09 mg dan Fe 4,43 mg. Salah satu jenis protein yang terpenting

yang terkandung yaitu albumin. Kandungan albumin yang terdapat pada daging

ikan gabus digunakan sebagai pengganti serum albumin yang biasanya digunakan

untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi (Shafri et al., 2012).

2.2 Kerupuk

Kerupuk merupakan makanan ringan yang populer dan salah satu makanan

khas di Indonesia yang digemari oleh masyarakat. Di beberapa negara, kerupuk

disebut dengan kropoek, keropok, kropek, banh phong tom, dan lainnya.

Makanan selingan yang bertekstur garing ini termasuk dalam makanan pelengkap

untuk berbagai jenis makanan utama. Kerupuk memeliki bentuk, ukuran, aroma,

rasa, ketebalan dan kerenyahanserta nialai gizi yang berbeda tergantung pada

jenis tambahan yang digunakan, tingkat kesukaan masyrakat terhadap bentuk

dan ketebalannya, serta proses pembuatannya (Mertaningtyas, 2012).

Beberapa daerah juga memiliki jenis kerupuk yang berbeda-beda sehingga

menjadi ciri khas di daerah tersebut. Kerupuk tergolong dalam jenis makanan

crackers. Sifatnya yang renyah, mudah disimpan dan tahan lama menjadikan

kerupuk dapat dinikmati dimanapun dan kapanpun.

6
Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering dan crispy berbentuk lempengan

tipis yang terbuat dari bahan yang mengandung pati cukup tinggi (Wiriano,

1984). Pengertian lain menyebutkan bahwa kerupuk merupakan jenis makanan

kecil yang mengalami pengembnagan volume membentuk produk yang porus

dan mempunyai densitas rendah selama proses penggorengan (Jamaluddin dkk.,

2011; Nurwachidah dkk., 2015).

Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan pada saat

pengolahanya. Pati atau starch memiliki dua komponen fraksi berdasarkan

tingkat kelarutannya yaitu amilopektin (tidak terlarut) dan amilos (terlarut).

Amilopektin yang merupakan fraksi tidak terlarut ini memiliki pengaruh besar

terhadap daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan amilop[ektin

dibandingkan kandungan amilosa suatu bahan kerupuk maka kecenderungan

kerupuk untuk mengembang semakin besar.

Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air

dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya

mengembang dan porus. Kontribusi pati sebagai bahan tambahan dalam

pembuatan kerupuk sangat menentukan mengembang atau tidaknya kerupuk

pada saat digoreng. Semakin kecil porsi penambahan pati dalam bahan

pembuatan kerupuk maka semakin rendah pula tingkat pengembangan kerupuk.

Mengembangnya kerupuk akan berdampak pada tingkat kerenyahan kerupuk.

Pada dasarnya kerupuk mentah diperoduksi dengan glatinasi pati adonan pada

tahap pemanasan dalam hal ini proses pengukusan, selanjutnya adonan dicetak

dan dikeringkan. Adonan kerupuk berasal dari campuran pati coontohnya tepung

7
tapioka, terigu, sagu, ubi, kedelai, dan talas dengan bahan baku lainnya untuk

menguatkan rasa dan aroma sehingga diproleh adonan yang homogeny (Hulopi,

2014). Bahan baku yang diberikan dalam pembuatan kerupuk adalah bahan baku

pilihan yang memiliki rasa dan aroma yang khas pada suatu jenis kerupuk seperti

udang, ikan tenggiri, bawang, singkong, melinjo, ampas susu kedelai, dan

lainnya.

Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel

pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekananan uap yang mendesak gel

pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga rongga udara

pada kerupuk yang telah digoreng. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya

tekstur dan kerenyahan dari suatu produk kerupuk (Setyawan dan Widaningrum,

2013).

Gambar 2. Kerupuk

2.2.1 Klasifikasi Kerupuk

a. Jenis kerupuk

Kerupuk memiliki ukuran, bentuk, rasa, aroma, kerenyahan, ketebalan,

dan nilai gizi yang beragam antara produk kerupuk satu dengan yang lainnya

(Hulopi, 2014).

8
Berdasarkan bentuknya dikenal dua macam kerupuk (yang terbuat dari

tapioka), yaitu kerupuk yang diiris (di Palembang disebut kerupuk kemplang)

dan kerupuk yang dicetak seperti mie lalu dibentuk berupa bulatan (kerupuk

mie). Dengan demikian proses pembuatannya pun berbeda. Secara garis besar

proses pembuatan kerupuk irisan (kemplang), meliputi pencampuran bahan

baku, pembuatan adonan, pembentukan (berupa silinder), pengukusan,

pendinginan, pengirisan, pengeringan, dan penggorengan (untuk produk

mentah cukup sampai proses pengeringan) (Koswara, 2009).

Sedangkan untuk membuat kerupuk mie, adonan yang terbentuk

kemudian dimasukan dalam suatu cetakan sambil dipres sehingga keluar

adonan yang bulat dan panjang seperti mie yang kemudian dibentuk menjadi

bulatan atau lingkaran. Selanjutnya dilakukan pengukusan dan pengeringan.

Selain kedua jenis bentuk di atas, ada pula kerupuk atom yang memiliki bentuk

bulat, persegi, atau memanjang lonjong, sebesar jari jari kelingking yang

terbuat dari ikan tenggiri (Koswara, 2009).

2.2.2 Bahan-Bahan Penyusun Kerupuk

a. Bahan Tambahan Pangan Kerupuk

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk meliputi bahan

baku utama dan tambahan pangan. Bahan baku utama kerupuk yaitu bahan

yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan

oleh bahan lainnya, sedangkan bahan tambahan pangan merupakan bahan

pelengkapan bahan baku utama dalam proses produksi. Bahan utama dalam

pembuatan kerupuk adalah bahan-bahan berpati. Pati pada bahan pangan

9
memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi. Pati yang digunakan

sebagai bahan baku dalam pembuatan kerupuk disebut sebagai puffable

material. Puffable meterial adalah bahan yang memegang peranan utama

dalam proses pemekaran produk. Bahan berpati misalnya tepung tapioka,

tepung sagu, tepung terigu, atau tepung beras (kadang-kadang nasi), akan

tetapi yang paling banyak digunakan untuk pembuatan kerupuk adalah tepung

tapioka yang berasal dari kitela pohon atau singkong. Sedangkan sebagai

bahan tambahan adalah bahan yang mampu meningkatkan cita rasa,

mengandung protein, lemak, penambah rasa manis, gurih seperti daring ikan

(untuk kerupuk ikan), hancuran udang (untuk kerupuk udang), buah-buahan

(untuk kerupuk buah), sayuran (untuk kerupuk sayur), penambahan garam,

vetsin (mono sedium glutamat atau MSG), penambahan telur, campuran

bumbu, dan biasanya dengan penambahan zat warna (Jamaluddin, 2018).

Fungsi telur dalam pembuatan kerupuk adalah untuk meningkatkan nilai

gizi, ras, dan bersifat sebagai emulsifier dan mengikat komponen-komponen

adonan. Kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka dengan campuran kining

telur tidak lebih dari 15% (persen total dari telur yang ditambahkan) telah

dapat meningkatkan rasa, kerenyahan, dan dan pengembangan volume.

Lechitin yang terkandung dalam telur akan membantu memeperlemas gluten

tepung terigu. Ini akan bersifat lebih halus, renyah, dan berwarna seragam

kekuning-kuningan. (Jamaluddin,2018)

Garam ditambahkan untuk menambaha cita rasa serta memperkuat ikatan-

ikatan struktur jaringan komponen adonan. Jumlah garam yang ditambahkan

10
adalah sebanyak 2-4 persen dari jumlah tepung fungsinya adalah sebagai

penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adona yang menentukan

kualitas produk. Selain itu, dalam membuat kerupuk kadang-kadang

ditambahkan gula yang bertujuan untuk memberikan asa manis, menambah

nilai gizi dan sebagai bahan pengikat kuat.

Penambahan lemak pada adonan kerupuk bertujuan untuk memperbaikai

struktur fisik kerupuk, memberikan rasa gurih, dan menambah nilai gizi.

Yang biasanya penambahan margarinnya adalah 3%. Kemudian bahan

tambahan pangan lainnya yang memiliki peran dalam meningkatkan cita rasa

yaitu penambahan bumbu atau penyedap makanan dalam adonan kerupuk.

Selain monosodium glutamate sebagai penyedap makanan penambahan

bumbu seperti bawang putih, merica, terasi, cabai, dan lainnya mampu

menciptakan cita rasa yang kuat dan biasanya diikutu dengan aroma yang

khas. Selain bahan tambahan terdapat pula bahan pengembang. Bahan

pengembang yang digunakan yakni soda kue atau natrium bikarbonat

(NaHCO3) (Jamaluddin, 2018).

2.2.3 Tahap pengolahan kerupuk

pembuatan kerupuk umumnya masih dilakukan secara konvensional dan

secara bertahap dimulai dari pembuatan adonan, pencetakan adonan,

pengeringan, dan penggorengan, biasanya bebebrapa kerupuk juga diolah tanpa

minyak atau melalui proses penyangraian dengan pasir atau tanpa pasir

(Muliawan, 1991). Setiap tahapan memiliki proses yang penting karena

menentukan kualitas dari kerupuk yang dihasilkan. Berdasarkan rangkaian

11
tahapan di atas maka ada empat tahapan utama dalam pengolahan kerupuk yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Pembuatan Adonan

tahapan awal setelah perosese persiapan bahan dari alat dalam pembuatan

kerupuk yaitu pembuatan adonan. Seperti yang telah di bahas sebelumnya

bahwa bahan dalam membuat kerupuk terdiri bahan baku utama atau

bahan pengisi dan bahan tambahan pangan. Pembuatan adonan kerupuk

dilakukan dengan mencampurkan bahan utama dan bahan-bahan

tambahan yang diaduk secara merata, lalu diuleni dengan tangan sehingga

dihasilkan adonan yang liat dan homgen.

b. Pencetakan Adonan

Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan

ukuran kerupuk yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk

memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga

memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng

dengan warna yang seragam. Pencetakan kerupuk dapat dibuat menjadi

bentuk silinder, lembaran, dan melingkar.

c. Pengeringan

Peroses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan

bahan dengan kadar air tertentu. Kadar air yang tergantung dalam bentuk

mentah akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan

kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya. Tingkat kekeringan

tertentu diperlukan kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap

12
maksimum pada proses penggorengan sehiingga gel pati kerupuk bisa

mengembang. Pengeringan kerupuk juga bertujuan untuk mengawetkan

kerupuk sehingga dapat disimpan lebih lama , menyusutkan berat

kerupuk sehingga mengurangi ongkos transportasi, mempertahankan

mutu serta karakteristik kerupuk.

d. Penggorengan

Secara umum kerupuk dilakukan langsung ke dalam minyak panas

dengan metode deep fat frying atau dengan menggunakan minyank dalam

jumlah yang banyak sehingga kerupuk terendam. Pada proses

penggorengan kerupuk mentah, kerupuk nakan mengalami pemanasan

pada suhu tinggi sehingga melekul air yang masih terikat pada struktur

kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembang

struktur kerupuk (Setyawan dan Widaningrum, 2013)

Pengggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk

goreng yang mengembang dan renyah. Seacara umum cara penggorengan

kerupuk ada dua macam, yaitu penggorengan langsung dan tidak

langsung. Pada proses penggorengan langsung , kerupuk mentah

dimasukkan dalam minyak panas kemudian terjadi perubahan bentuk

kerupuk. Terjadi pengembangan bentuk, pertubahan warna, dan muncul

aroma khas tergantung padsa bahan baku kerupuk yang digunakan.

Sedangkan pada penggorengan tidak langsung kerupuk mentah akan

dicelupkan terlebih dahulu dalam minyak dingin sebelum dicelupkan

pada minyak panas. Penggorengan dengan tekniki ini akan menghasilkan

13
pengembangan kerupuk yang berbeda, tetapi cara ini meningkatkan

penyerap minyak dalam bahan. Selama proses penggorengan, akan

terdengar suara berdesis dari gelembung yang timbul dan pecah

dipermukaan minyak yang mendakan proses keluarnya air (evaporasi)

dari dalam kerupuk. Kerupuk goreng yang dihasilkan mempunyai

permukaan yang rata atau sedikit melengkung dan renyah.

2.2.4 Standar Mutu Kerupuk Ikan

Berdasarkan SNI 01-2713-1999 syarat mutu kerupuk ikan di jabakan

dalam tabel adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Syarat mutu kerupuk ikan

Jenis uji satuan persyaratan


1. Rasa dan Aroma Khas kerupuk
2. Serangga dalam bentuk Tidak nyata
stadia dan potongan-
potongan serta benda-
benda asing
3. Kapang/jamur
4. Air % Maks. 11
5. Abu tanpa garam % Maks. 1
6. Protein % Maks. 6
7. Lemak % Maks. 0,5
8. Serat kasar % Maks. 1
9. Bahan tambahan Tidak ternyata atau sesuai
makanan dengan peraturan yang
berlaku.
10. Cemaran logam (Pb, Cu, Tidak ternyata atau sesuai
Hg) sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
11. Cemaran arsen (As) Tidak ternyata atau sesuai
dengan peraturan yang
berlaku.

Sumber : SNI 01-2713-1999

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei tahun

2021. Pembuatan sampel kerupuk dilakukan di Kecamatan Tiloan Kabupaten

Buol. Pengujian Organoleptik dilakukan di Laboratorium Fakultaas

Perikanan Dan Ilmu Kelautan di Universitas Negeri Gorontalo. Pengujian

sampel kerupuk dilakukan di Laboratorium pembinaan dan pengujian mutu

hasil perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo.

3.2 Alat Dan Bahan

1. Alat pembuat Kerupuk

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan,

pisau, landasan iris, kompor, piring, baskom, mangkuk, pengaduk, saringan,

nampan, penjepit, talenan, panci pengukus, wajan, sendok, serok, dan

termometer.

Alat uji organoleptik yaitu score reset, hedonik dan mutu hedonik.

Cawan porselin, tungku pengabuan atau tanur, gelas ukur, kertas saring,

corong bucher, neraca analitik, pompa vakum.

2. Bahan pembuat kerupuk

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah daging

ikan gabus yang diambil dari sungai dengan ukuran ikan 15-20 cm, tepung

tapioka, air bersih, minyak goreng, dan bahan tambahan sebagai bumbu

adalah, garam dapur, telur ayam, bawang putih, gula.

15
Sedangkan bahan untuk uji kimia yaitu H2SO4 pekat, HgO, H2SO4, NaOH,

Na2S2O3, aquades, H2BO3, Indikator (campuran metil merah dan metilen biru)

HCl, petroleum eter, asam sulfat, natrium hidroxida dan etanol.

3.3 Prosedur pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama.

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

1. Pembuatan tepung ikan gabus (Channa striata)

Tahap pertama pembuatan kerupuk diawali dengan pembuatan tepung

ikan gabus. Prosedur proses pembuatan tepung ikan mengacu pada

Rukhmini et al. (2014) yang dimodifikasi. Ikan gabus segar yang telah

dicuci bersih dan isi perut dikeluarkan dan direndam dengan perasan jeruk

nipis 60 ml. Kemudian ikan dikukus selama 30 menit, dengan tujuan

memudahkan dalam pemisahan daging. Setelah pengukusan dan

pemisahan daging ikan, daging ikan diperas sehingga air dapat keluar.

Kemudian daging ikan dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 45 oC

selama 24 jam. Kemudian setelah kering dilakukan penghalusan dengan

blender dan pengayakan.

16
Ikan gabus

Pembersihan dan pencucian

Perendaman jeruk nipis

Pengukusan

Pemerasan daging ikan

Pengeringan

Penghalusan dan pengayakan

Tepung ikan gabus


Gambar 3. Diagram alur pembuatan tepung ikan (Rukhmini et al.
(2014)
2. Formula Kerupuk Ikan gabus (Channa striata)
formula yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ini berdasarkan
Pakaya (2014) pembuatan formula dilakukan yakni dengan cara
dimodifikasi. Dalam penelitian Pakaya (2014) rumput laut dan tepung sagu
merupakan bahan utama yang digunakan. Pada penelitian ini rumput laut dan
tepung sagu di modifikasi dengan tepung tapioka dan tepung ikan gabus.
Sehingga perlakuan penelitian pendahuluan yaitu formula A (tepung tapioka
100g, tepung ikan gabus 100g) formula B (tepung tapioka 100g, tepung ikan
gabus 75g) dan formula C (tepung tapioka 100g, tepung ikan gabus 50g) dari
total 100g tepung tapioka, sedangkan untuk bumbu (bahan tambahan) sama
dengan komposisi yang digunakan oleh Pakaya (2014). Berikut tabel
formula yang akan digunakan :

17
Tabel 2. Tabel formula kerupuk

Perlakuan
Bahan-Bahan A B C
- Tepung Ikan Gabus (g)* 100* 75* 50*
- Tepung tapioka (g) 100 100 100
- Bawang Putih (g) 15 15 15
- Putih Telur (g) 25 25 25
- Garam (g) 3 3 3
- Gula (g) 2 2 2
Sumber : Pakaya (2014) yang dimodifikasi (*)

Pembuatan kerupuk ikan gabus (Channa striatus) meliputi persiapan bahan


Pembuatan adonan yaitu dengan menghaluskan bumbu-bumbu (garam, gula dan
bawang putih) kemudian dicampur dalam baskom dengan ditambahkan air, putih
telur, tepung ikan gabus dan tepung tapioka. Pencetakan yaitu adonan yang telah
kalis di cetak berbentuk silinder dan dibungkus menggunakan daun pisang.
Adonan yang telah dibungkus daun pisang kemudian dikukus, pengirisan dan
penjemuran. Kemudian kerupuk yang dihasilkan diuji dengan parameter kimia
kadar albumin, protein, kadar air, kadar karbohidrat, kadar lemak, kadar abu,
kadar. Parameter fisika meliputi daya kembang dan tingkat kekerasan
(kerenyahan) serta uji organoleptik (rasa, warna, aroma dan tekstur) (Setiawan, et
all 2013).

18
9

8 7.56 7.32 7.56 7.64 7.4 7.56


7.24 7.24 7
6.84 6.92
7 6.68 6.6 6.84
5.96
6

0
Kenampakan Aroma Rasa Warna Tekstur

Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C

Gambar 4. Histogram Nilai organoleptik Hasil Penelitian pendahuluan

Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan menggunakan panelis


sebanyak 25 orang dengan menggunakan score sheet, yang dapat dilihat dari
hasil Histogram nilai organoleptik hasil penelitian pendahuluan, Menunjukkan
bahwa perlakuan A (tepung ikan gabus 100g dan tepung tapioka 100g) berada
pada tingkat penerimaan suka dengan kriteria warna coklat tua tekstur cukup
renyah aroma dan rasa kerupuk ikan kuat, perlakuan B (tepung ikan gabus 75g
dan tepung tapioka 100g) berada pada tingkat penerimaan sangat suka dengan
kriteria warna kecoklatan, tekstur renyah, aroma dan rasa khas ikan gabus
(channa striata) dan pada perlakuan C (tepung ikan gabus 50gr dan tepung
tapioka 100g) berada pada tingkat penerimaan agak suka dengan kriteria warna
coklat muda tekstur kurang renyah, aroma dan rasa kurang khas ikan gabus
(channa striata) sehingga dapat disimpulkan bahwa dari ketiga perlakuan,
panelis lebih menyukai perlakuan B dengan perlakuan 75gr tepung ikan gabus
dan 100gr tepung tapioka.
Produk kerupuk terpilih yang dibuat dari ketiga perlakuan yang berbeda
selanjutnya dilakukan karakterisasi berupa pengujian organoleptik mutu hedonik
dan kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein, Kadar lemak dan karbohidrat.

19
Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui mutu produk kerupuk. diagram alur
penelitian yang dilakukan dapat dilahat pada gambar berikut.

Tepung ikan gabus dan tepung tapioka


(75g : 100g)

Adonan Garam, gula, dan


bawang putih
air, putih telur,
tepung ikan gabus Pencampuran
dan tepung tapioka

Pencetakan

Pengukusan

Pengirisan

Penjemuran

Produksi kerupuk A B dan C Uji Organoleptik


(uji hedonik )

Produk kerupuk ikan terpilih

Karakteristik kerupuk ikan terpilih organoleptik mutu hedonik dan


proksimat

Karakteristik mutu Ikan gabus

Gambar 5. Alur proses Pembuatan kerupuk ikan gabus


Sumber : Setiawan, et al (2013) yang telah dimodifikasi.
3.4 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu uji

organoleptik dan uji proksimat. Tahap pertama yang akan dilakukan pada

20
produk kerupuk ikan gabus adalah uji organoleptik hedonik. Produk yang

terpilih dari hasil uji organoleptik hedonik dilanjutkan dengan pengujian

proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,

dan kadar kabohidrat.

3.5 Analisis sensori Hedonik (SNI01-2346-2006)

Uji hedonik dilakukan agar mengetahui tingkat kesukaan konsumen

terhadap suatu produk melalui penilaian dari berbagai atribut produk seperti

kenampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa yang dulu yang semuanya diuji

sesudah digoreng. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan yang merupakan

salah satu jenis uji penerimaan. Pada uji ini, panelis akan diminta untuk

mengemukakan tingkat kesukaan dan ketidak sukaan. Dalam hal ini

penggunaan skala 1-9 dapat menggambarkan lebih detail nilai kesukaan

panelis pada uji hedonik Lawless dan Heymen 1999 yakni pada tabel berikut

Tabel 3. Kriteria penilaian uji hedonik


Skala Hedonik Skala numerik
Amat tidak suka 1
Sangat tidak suka 2
Tidak suka 3
Agak tidak suka 4
Biasa saja 5
Agak suka 6
Suka 7
Sangat suka 8
Amat sangat suka 9
Sumber : Lawless dan Heymen (1999).

3.6 Analisis proksimat produk terpilih


1. Analisis kadar air (SNI01-2354.2-2006)
Analisis kadar air dilakukan dengan melakukan persiapan awal adalah
mengkondisikan oven yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil.

21
Cawan kosong dimasukan kedalam oven selama 2 jam. Setelah itu cawan
kosong dipindahkan kedalam desikator selama 30 menit sampai mencapai suhu
ruang dan bobot cawan kosong ditimbang (A). Sampel dihaluskan kemudian
ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakan didalam cawan (B). Cawan yang
telah berisi sampel, kemudian dimasukan kedalam oven tidak vakum pada suhu
100 oC selama 4 jam. Selanjutnya mengeluarkan cawan dengan menggunakan
alat penjepit dan memasukan cawan kedalam desikator selama 30 menit,
kemudian cawan di timbang (C). Pengujian dilakukan minimal 2 kali.
B−C
Kadar Air (% )= × 100 %
B− A

Keterangan :
A : berat cawan dinyatakan dalam gram
B : berat cawan + sampel awalnya dinyatakan dalam gram
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram

2. Analisis kadar abu (SNI01-2354.1-2006)

Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri.


Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kososng kedalam
tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap sampai
mencapai suhu 550oC, suhu tungku pengabuan dipertahankan pada suhu 550oC
+ 5oC. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh abu
berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi
sekitar 40oC, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan penjepit.
Cawan porselin kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit.
Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan kembali. Untuk
melakukan pengabuan kembali, abu dibasahi dengan aquades secara perlahan
dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate proses pengabuan selanjutnya
dilakukan kembali dan dilakukan minimal dua kali.

berat abu(gram)
kadar abu ( % )= × 100 %
berat sampel ( gram)

22
3. Analisis kadar protein metode kjeldahl (SNI-2354.4-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram pada kertas timbang kemudian, lipat


lipat kemudian masukkan kedalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah
menambahkan dua buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H 2SO4
pekat (95 % - 97 %) serta, 3 ml H 2O2 secara perlahan-lahan dan kemudian
didiamkan selama 10 menit dalam ruangan asam. Tahap destruksi dilakukan
pada suhu 140oC selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Setelah tahap
destruksi selesai, larutan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu kamar
dan ditambah dengan 50-75 Aquades. Tahap destilasi dilakukan dengan cara
menyiapkan penampung hasil destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25
ml larutan H3BO3 4 % dan indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil
destruksi, kemudian labu dipasang pada rangkaian alat destialasi uap. Larutan
Natrium hidroksida kurang thio sulfat sebanyak 50 – 75 ml kemudia
ditambahkan, yang dilakukan destilasi. Destilasi yang dihasilkan, selanjutnya
ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai minimal 150 ml (hasil
destilat akan berubah menjadi kuning). Tahap berikutnya adalah melakukan
titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah distandarisasi sampai warna
berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Pengerjaaan beberapa tahap uji juga
dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan minimal dua kali. Rumus kadar
protein adalah :

N (%) = (ml HCl – ml HCl blanko ) × N HCl × 14,007 × 100 % mg

Protein (%) = % N × Faktor Konversi

4. Analisis Kadar Lemak (SNI01-2354.3-2006)

Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A).


Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 gram (B) sampel yang dimasukan
kedalam selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan
berturut-turut klorofom sebanyak 150 ml dan selonsong lemak yang di
bungkus dengan kertas saring kedalam alat ekstraksi soxhlet dan ditambahkan
petroleum eter. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 oC selama 8 jam. Setelah

23
tahap ekstraksi, selanjutnya evaporasi campuran lemak dan klorofom dalam
labu takar sampe kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukan
kedalam oven suhu 105 oC selama 2 jam untuk menghilangkan sisa klorofom
dan uap air. Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan kedalam
desikator selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak (C) ditimbang sampai
didapatkan berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal dua kali . rumus
kadar lemak adalah :

C− A
lemak ( % )= ×1 OO %
B
Keterangan :
A : berat labu takar kosong (gram)
B : berat contoh (gram)
C : berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (gram)

5. Analisis kadar karbohidrat by difference


Analisis kadar karbohohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengukuran dari 100 % dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak, sebhingga kadar karbohidrat tergantung pada
faktor pengurangannya. Hal ini dikarenakan karbohidrat sangat
berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisi kadar karbohidrat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Karbohidrat % = 100% - ( kadar air + kadar protein + kadar abu + kadar
lemak + serat ) %

3.7 Analisis data

Data yang diperoleh dari uji sensori hedonik dianalisis dengan


menggunakan statistik non parametrik dengan metode uji kruskal-wallis. Hasil
uji organoleptik disusun dalam score sheet (Walpole, 1993). Data yang diperoleh
menggunakan rumus :

12 Ri 2

H= ∑ −3( N +1)
N ( N +1) n

24
Keterangan :
H : H terkoreksi
n : banyaknya pengamatan setiap parameter pengamatan
N : total data keseluruhan

Ri : jumlah pangkat bebas dalam contoh ke – i

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak statistical Package For Social Science 16 (SPSS 16). Jika hasil yang

diperoleh berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan

untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda

nyata terhadap parameter yang dianalisis.

Penentuan produk terpilih dengan menggunakan indeks kepentingan yaitu

metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk

melakukan analisis dengan pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah

alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan

keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai keriteria

( Marimin, 2004).

Rumus metode Bayesi yaitu:

Total nilai i = ∑ m( Krit J )


j =¿ i ¿

Keterangan :

Total nilai I = total nilai akhir dari alternatif ke- i

Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteri ke-c

i=1,2,3,....,n; n = jumlah alternatif

j=1,2,3,...,m; m = jumlah kriteria

25
Sebelum analisis dengan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap

beberapa parameter yang diaamati dengan indeks kepentingan yang diacu

berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya tentang produk krupuk dan

menurut para ahli. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka kriteria

kepentingan yang di pilih di sesuaikan dengan jenis penelitian-penelitian yang

dilakukan. Karakteristik dan nilai kepentingan dari kerupuk ikan gabus dapat

dilihat pada tabel 4.

26
Tabel 4 nilai kepentingan dari kerupuk

N Parameter Dasar pertimbangan kepentingan nilai


o
1. Tekstur Faktor utama yang menentukan mutu 5
kerupuk adalah kerenyahannya.
Semua konsumen menginginkan
kerupuk mengeluarkan suara saat
digigit dan dikunyah (renyah).
Kerupuk yang sudah lembek dianggap
buruk atau tidak enak (Koswara, 2009)
2. Rasa Rasa merupakan parameter yang 5
sangat penting yang menentukan
penerimaan konsumen terhadap
makanan (Erawaty, 2001). Kerupuk
yang dibuat dengan tepung ikan gabus
berbeda dengan kerupuk lainnya
kerena sangat terasa daging ikan
gabus.
3. Aroma Aroma sangat menentukan 4
penerimaan panelis dari suatu produk
aroma enak atau unik sangat
berpengaruh pada selera konsumen
(Yusuf, 2011). Arom kerupuk yang
terbuat dari tepung daging ikan gabus
berbeda dengan kerupuk lainnya.
4. Warna Warna merupakan salah satu 3
parameter yang digunakan konsumen
untuk memilih produk, dan warna
kerupuk yang dihasilkan dipengaruhi
oleh bahan baku yang digunakan
(Koswara, 2009). Kerupuk yang
terbuat dari tepung daging ikan gabus
ini memiliki warna yang sama.
5. Kenampakan Secara umum salah satu parameter 2
organoleptik yang dilihat konsumen
adalah konsumen memilih makanan
dengan tampilan yang menarik
(Yusuf, 2011). Kerupuk yang terbuat
dari daging ikan gabus memiliki
tampilan atau kenampakan yang sama.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ansar, 2010. “Pengolahan dan Pemanfaatan Ikan Gabus”. Kementrian


Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan
Informal Direktorat Pendidikan Kesetaraan. Jakarta : ISBN.

Badan Standarisasi Nasional. 1999. Kerupuk Ikan. SNI 01-2713-1999. Dewan


Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Erawaty WR.2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan Dan Daya


Simpan Terhadap Sifat Fisik Dan Organoleptik Prodeuk Krupuk Ikan Sapu-
Sapu (hyposarcus pardalis) [Skripsi]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil
Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Fajri, M.Y. 1997. Kajian mutu kerupuk dari ikan gabus (Channa striata). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hulopi, F. 2014. Pemanfaatan Ampas Susu Kedelai Sebagai Tepung Substitusi


dalam Pengolahan Kerupuk (Studi di UKM Essoya Kelurahan Bulotadaa).
Tugas Akhir. Universitas Negeri Gorontalo.

Jamaluddin, P. 2018. Pengolahan Aneka Kerupuk Dan Keripik Bahan Pangan.


Makassar: Badan Penerbit UNM

Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.com

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta:


Grasi(Nurhayati, Maria Belgis, Sih Yuwanti, 2020)ndo.

Muchlisin, Z.A. 2013. Potency of freshwater fishes in Aceh waters as a basis for
aquaculture development program. Jurnal Iktiologi Indonesia, 13(1): 91-96.

Muslim, 2012. Perikanan rawa lebak lebung Sumatera Selatan. Penerbit Unsri
Press, Palembang.

Nurhayati, Maria Belgis, Sih Yuwanti, S. L. P. 2020. Teknologi Pembuatan


Kerupuk Ikan Bulak 4(5), 4–11.

Rukmini, , A., Kuntjahjawati, dan Supriasi. 2014. Kualitas Dange yang


Disubstitusi TepungDaging Ikan Kembung (Rastrellinger kanagurta). Planta
Tropika Journal of Agro Science, 2(1): 28-35.

Shafri MA, Abdul M. Therapeutic potential of haruan (Channa striata). 2012 :


from food to medicinal uses. Mal J Nutr. 18(1): 125-136.

Setiawan, D. W., Dwi, T., & Suprayitno, E. (2013). Pemanfaatan REsidu DAging

28
Ikan Gabus (Ophiochepalus Striatus) Dalam Pembuatan KErupuk Ikan
Beralbumin, I(1), 21–32.

Suprayitno, Eddy., 2003. Penyembuhan Luka dengan Ikan Gabus, Fakultas


Perikanan UniversitasBrawijaya, Malang

Thaha, A. R., Zainal, Z., Hamid, S. K., Ramadhan, D. S., & Nasrul, N. (2018).
Analisis Proksimat dan Organoleptik Penggunaan Ikan Malaja sebagai
Pembuatan Kerupuk Kemplang. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia,
14(1), 78. https://doi.org/10.30597/mkmi.v14i1.3691

Walpole. 1993. Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka utama.


Jakarta. Winarno,

Weber, M. & Beaufort, L.F.D. 1922. The Fishes of the Indo- Australian
Archipelago. Vol IV. p 312—330.

Wiriano, H. 1984. Mekanisasi dan Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Besar


Industri Hasil Pertanian. Bogor : Departemen Perindustrian.

29

Anda mungkin juga menyukai