Anda di halaman 1dari 48

PENAMBAHAN JAHE SEBAGAI FLAVOR

DALAM PEMBUATAN KECAP UDANG PUTIH


SECARA FERMENTASI ENZIMATIS

USULAN PENELITIAN

DINI MALIHA
NPM 230110130036

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
PENAMBAHAN JAHE SEBAGAI FLAVOR
DALAM PEMBUATAN KECAP UDANG PUTIH
SECARA FERMENTASI ENZIMATIS

USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk Menempuh Sidang Usulan Penelitian

DINI MALIHA
NPM 230110130036

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
JUDUL : PENAMBAHAN JAHE SEBAGAI FLAVOR
DALAM
PEMBUATAN KECAP UDANG PUTIH SECARA
FERMENTASI ENZIMATIS
PENULIS : DINI MALIHA
NPM : 230110130036

Jatinangor, Januari 2017


Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si


NIP 19610402 198603 1 002

Anggota,

Ir. Ibnu Dwi Buwono, M.Si.


NIP. 19621208 198903 1 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan


hidayahNya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini yang berjudul
Penambahan Jahe Sebagai Flavor dalam Pembuatan Kecap Udang Putih
Secara Fermentasi Enzimatis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1 Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si. sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
membantu memberi pengarahan dalam pembuatan usulan penelitian.
2 Ir. Ibnu Dwi Buwono, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing sekaligus
dosen wali yang telah membantu memberi motivasi dan pengarahan dalam
pembuatan usulan penelitian.
3 Iis Rostini, S.Pi., M.Si. sebagai dosen penelaah yang telah memberikan
saran dan masukan kepada penulis.
4 Dr. Ir. Iskandar, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran.
5 Prof. Dr. Ir. Junianto, MP.sebagai Ketua Program Studi Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
6 Bapak dan ibu dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
7 Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan penulis baik secara
moril maupun materi, Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta adik dan kakak
tercinta.
8 Sahabat-sahabat mahasiswa yang selalu mendukung dan membantu setiap
saat
9 Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan usulan penelitian
ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar menjadi masukan yang berguna bagi penulis. Penulis berharap
semoga usulan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan berguna khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Jatinangor, Februari 2017

Dini Maliha
DAFTAR ISI

Bab Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang........................................................................... 1
I.2 Identifikasi Masalah................................................................... 3
I.3 Tujuan Penelitian........................................................................ 4
I.4 Kegunaan Penelitian................................................................... 4
I.5 Kerangka Pemikiran................................................................... 4
I.6 Hipotesis..................................................................................... 6
II. TINJAUANPUSTAKA
II.1 Udang Putih (Penaeus merguiensis)........................................ 7
II.2 Fermentasi Produk Perikanan................................................... 8
II.2.1 Fermentasi Garam ................................................................... 10
II.2.2 Fermentasi Asam Laktat........................................................... 11
II.2.3 Beberapa Faktor yang Berperan dalam Fermentasi.................. 12
II.2.4 Kerusakan pada produk fermentasi hasil perikanan................. 14
II.3 Kecap Ikan................................................................................ 14
II.4 Nanas (Ananas comosus).......................................................... 17
II.5 Jahe........................................................................................... 20
II.6 Cita Rasa Jahe.......................................................................... 21
II.7 Mekanisme Jahe sebagai Flavor dalam Kecap Udang............. 22

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN


III.1...................................................................................................Tempat
dan Waktu Penelitian.................................................................. 24
III.2...................................................................................................Alat
dan Bahan Penelitian.................................................................. 24
III.2.1 Alat Penelitian............................................................................ 24
III.2.2 Bahan Penelitian......................................................................... 25
III.3...................................................................................................Metode
Penelitian.................................................................................... 26
III.4...................................................................................................Prosed
ur Penelitian................................................................................ 26
III.5...................................................................................................Parame
ter yang Diamati......................................................................... 27
III.5.1 Uji Proksimat.............................................................................. 27
III.5.2 Uji Organoleptik......................................................................... 28
III.6...................................................................................................Analisi
s Data.......................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 27
LAMPIRAN.................................................................................................. 31
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Komposisi Kimia Kecap Ikan.............................................................15


2. Komposisi Kimia Kecap Ikan Menurut SNI 01-4271-1996...............17
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Pemikiran...........................................................................6
2. Udang Putih (Penaeus merguiensis)...................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang termasuk salah satu jenis hasil perikanan yang cukup penting dalam
menunjang penerimaan devisa negara melalui ekspor komoditi non migas.
Kandungan protein pada udang relatif tinggi, sekitar 21% dan rendah kolesterol.
Selain itu udang juga mempunyai kandungan vitamin A dan B1, serta zat kapur
maupun fosfor (Warintek 2003 dalam Sulistiyono dkk 2004). Udang tidak dapat
tahan cukup lama dengan keadaan utuh. Bentuk olahan udang yang dapat tahan
lama dan gurih rasanya adalah dalam bentuk kecap udang.
Salah satu cara pengawetan udang yang penting adalah pembuatan kecap
udang. Kecap udang merupakan salah satu produk olahan dengan bahan baku
udang atau hasil perikanan melalui proses fermentasi. Dari proses fermentasi ini
dihasilkan asam amino sehingga produk ini mempunyai nilai gizi yang lebih baik.
Kecap udang merupakan cairan berwarna coklat jernih yang mempunyai rasa dan
aroma yang khas sehingga banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan
tambahan atau bumbu penyedap pada pangan untuk meningkatkan rasanya
(Septiani 2007).
Kecap ikan yang dibuat secara tradisional membutuhkan waktu yang
cukup lama (16 18 bulan), sehingga perlu dilakukan penelitian penelitian
untuk mempercepat proses pembuatan kecap ikan tersebut antara lain dengan
penambahan zat kimia atau enzim untuk mempercepat hidrolisis protein dan zat
zat terkandung lainnya. Salah satu cara yang dapat mempercepat proses
pembuatan kecap ikan itu adalah dengan penambahan buah nanas yang
mengandung enzim bromealin yang terkandung dalam buah nanas. Enzim ini
berfungsi untuk mempercepat proses pembuatan kecap ikan (Septiani 2007).
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang putih (Penaeus
merguiensis) dengan tujuan untuk mendapatkan mutu kecap yang bernilai tinggi.
Bromelin adalah salah satu enzim proteolitik atau protease yaitu enzim
yang mengkatalisasi penguraian protein menjadi asam amino dengan membangun
blok melalui reaksi hidrolisis (William et al. 2002). Enzim bromelin merupakan
suatu enzim endopeptidase yang mempunyai gugus sulfhidril (-SH) pada lokasi
aktif. Enzim ini pada dasarnya diperoleh dari jaringan-jaringan tanaman nanas
(Supartono 2004). Enzim ini dihambat oleh senyawa oksidator, alkilator dan
logam berat. Enzim bromelin banyak digunakan dalam bidang industri pangan
maupun non pangan seperti industri daging kalengan, minuman bir dan lain-lain
(Herdyastuti 2006).
Hasil kecap udang dari penelitian Ginting (2002) sebelum dilakukan
penambahan bumbu dan proses pemasakan hasil fermentasi kecap udang ini, rata
rata penilaian kesan warna yang diberikan oleh panelis untuk konsentrasi garam
15% adalah agak suka, sedangkan pada konsentrasi garam 25% dan 35% adalah
suka. Untuk aroma kecap udang pada konsentrasi garam 15%, kesan penilaian
yang diberikan adalah tidak suka, pada konsentrasi garam 25% agak suka dan
pada konsentrasi garam 35% biasa.
Guna meningkatkan cita rasa yang khas dalam pembuatan kecap udang,
digunakan jahe untuk meningkatkan tingkat kesukaan dan diharapkan dapat
disukai konsumen. Selain pembuatan kecap udang yang ditambahkan jahe sebagai
flavor peningkat cita rasa, maka akan dilakukan uji organoleptik untuk
mengetahui tingkat kesukaan konsumen dan uji proksimat untuk mengetahui
kadar air dan kadar protein dari kecap udang.
Keunggulan jahe dibandingkan dengan rempah rempah yang lainnya
yaitu jahe mengandung maka akan pungent yang disebabkan oleh oleoresin jahe
yang merupakan gabungan sensasi panas, tajam, dan menyengat yang berasal dari
komponen gingerol jahe (Shahidi dan Nackz 1995). Rasa pedas dari jahe
dikarenakan adanya turunan senyawa non-volatil fenilpropanoid seperti gingerol
dan shogaol. Zingeron mempunyai kepedasan lebih rendah dan memberikan rasa
manis (Hernani dan Winarti 2016).
Penambahan jahe sebagai flavor dalam pembuatan kecap udang putih
diharapkan dapat disukai oleh konsumen sehingga perlu dilakukan penelitian ini.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang dapat di
identifikasi adalah bagaimana pengaruh penambahan jahe terhadap tingkat
kesukaan konsumen serta mengetahui karakteristik kecap udang dan nilai
proksimat kecap udang setelah ditambahkan oleh jahe.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kecap udang dengan
cita rasa yang terbaik setelah dilakukan penambahan jahe dan dapat mengetahui
hasil uji organoleptik serta uji proksimat dari kecap udang yang ditambahkan jahe
tersebut.

1.4 Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk menjadi bahan informasi terhadap
tingkat kesukaan konsumen dalam penambahan jahe sebagai flavor kecap udang
putih sebagai penghasil cita rasa yang terbaik dan untuk mengetahui informasi
terhadap kadar air dan kadar protein dari kecap udang.

1.5 Kerangka Pemikiran


Kecap ikan adalah salah satu produk olahan dengan bahan baku ikan atau
udang (Ginting 2002). Selain kecap ikan, bahan baku lain yang dapat digunakan
adalah udang (Ginting 2002).
Penelitian Septiani (2007) didapatkan produk terbaik hasil uji organoleptik
dari kecap ikan petetek dengan penambahan tempe 15%, yang memiliki warna
coklat kekuningan, aroma agak tercium aroma khas tempe, rasa agak gurih, dan
penampakan jernih.
Penelitian Puspitawati dkk (2012) diketahui bahwa perbandingan proporsi
terbaik dalam menghasilkan nilai protein tertinggi sampel dengan perlakuan
dengan jumlah antara ampas tahu dan kacang koro benguk sebanyak 300 g dan
200 g. Hasil tersebut diperoleh setelah menentukan perlakuan terbaik
menggunakan Multiple Attribute. Semakin banyak penambahan kacang koro
benguk, maka kadar proteinnya akan semakin meningkat. Dengan adanya
penambahan kacang koro benguk protein dapat ditingkatkan, dan bila jumlah
kacang koro benguk ditambah, nilai proteinnya juga akan meningkat.
Penelitian Gumanti dan Rochima (2006) Kecap ikan terbaik
berdasarkan sifat kimia dan tingkat kesukaan panelis adalah
kecap ikan dengan penambahan koji sebesar 25%.

1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dengan penambahan jahe
sebagai flavor dalam kecap udang konsentrasi terbaik yang ditambahkan jahe
adalah sebesar 0,5% yang memiliki warna cokelat kekuningan, aroma agak
tercium aroma jahe, rasa gurih dan agak pedas dan penampakan jernih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Putih (Penaeus merguiensis)


Klasifikasi Udang putih P. merguiensis menurut Myers et al. (2008)
adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Super Family : Penaeoidea
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus merguiensis

Gambar 1. Morfologi udang putih P. merguiensis (Bittner dan Ahmad 1989)

Udang termasuk salah satu jenis hasil perikanan yang cukup penting dalam
menunjang penerimaan devisa negara melalui ekspor komoditi non migas.
Kandungan protein pada udang relatif tinggi, sekitar 21% dan rendah kolesterol.
Selain itu udang juga mempunyai kandungan vitamin A dan B1, serta zat kapur
maupun fosfor (Warintek 2003 dalam Sulistiyono dkk 2004).
Udang putih (Penaeus merguiensis) atau disebut juga banana prawn
adalah satu diantara sembilan jenis udang yang bernilai niaga tinggi dan sangat
digemari di Indonesia karena mempunyai rasa dan daging yang enak, disamping
harganya yang lebih murah daripada udang windu. Berbeda dengan banyak
spesies udang putih yang masuk ke Indonesia baru-baru ini, banana prawn tidak
memerlukan daya adaptasi terhadap lingkungan terlebih dahulu bila
dikembangkan (Diniah 2001).

2.2 Fermentasi Produk Perikanan


Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses
memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein
kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-
senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau
mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol. Dengan kata
lain bahwa fermentasi pada dasarnya merupakan suatu proses penguraian
senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh
ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme, dan berlangsung dalam kondisi
lingkungan yang terkontrol (Pusat Pendidikan Perikanan dan Kelautan 2015).
Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa senyawa kompleks
yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa senyawa yang lebih
sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau
dari mikroorganisme; dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol.
Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas
mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi. Enzim yang berperan
dalam proses fermentasi terutama didominasi oleh enzim proteolisis yang mampu
mengubah protein (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Sebagian masyarakat ada yang menyatakan bahwa fermentasi adalah kata
lain dari pembusukan. Pendapat ini sama sekali tidak benar, sebab di antara
keduanya terdapat perbedaan yang sangat nyata, yaitu:
1. Proses fermentasi harus berlangsung dalam suasana terkontrol, sedangkan
pembusukan merupakan proses perubahan yang terjadi tanpa terkontrol.
2. Produk fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bagi
manusia dan/atau ternak, tidak demikian halnya dengan pembusukan.
3. Produk fermentasi umumnya mempunyai aroma yang khas, tidak seperti
produk pembusukan yang hanya menimbulkan bau kurang sedap.
4. Hasil yang diperoleh dari proses fermentasi merupakan produk yang
diharapkan, sedangkan produk yang berasal dari proses pembusukan tidak
diharapkan (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Setiap produk ikan fermentasi diproduksi melalui hidrolisis material yang
ada pada ikan dengan otolisis dan aksi mikroorganisme. Dengan demikian,
karakteristik bau yang terdapat pada produk ikan fermentasi merupakan hasil dari
aktivitas enzimatis dan mikrobiologis pada daging ikan dengan adanya garam.
Faktor faktor yang berpengaruh terhadap proses produk ikan fermentasi adalah
(a) mikroorganisme yang terdapat pada ikan dan garam, (b) aktivitas proteolitik
enzim pada ikan, (c) kondisi produk yang digunakan pada proses fermentasi, (d)
ada dan tidak adanya oksigen, (e) status nutrisi ikan, (f) suhu, (g) pH campuran
fermentasi, (h) adanya isi perut atau enzim dari tanaman, (i) ketersediaan dan
konsentrasi karbohidrat, dan (j) lama proses fermentasi (Wheaton dan Lawson
1985).
Adapun beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kecepatan fermentasi, di antaranya (a) menggunakan suhu lebih tinggi, (b)
menambahkan enzim, (c) menambahkan bakteri, dan (d) menambahkan asam
(Wheaton dan Lawson 1985).
Untuk mencegah terjadinya pembusukan, perlu dilakukan penambahan
garam dan larutan asam. Dengan penambahan garam dan larutan asam,
pertumbuhan bakteri pembusuk terhambat sehingga memberikan kesempatan
kepada jamur atau ragi untuk tumbuh dengan pesat. Penambahan larutan asam
menciptakan kondisi lingkungan yang asam dan sangat dibutuhkan dalam proses
fermentasi. Garam dan larutan asam dapat berfungsi juga sebagai bahan
pengawet, terutama selama dalam penyimpanan (Afrianto dan Liviawaty 1989).
2.2.1 Fermentasi Garam
Fermentasi garam dapat dibedakan dengan dua cara, yaitu
a. Fermentasi dengan cara penggaraman kering, biasanya dilakukan terhadap
ikan ikan yang mempunyai kandungan lemak rendah.
b. Fermentasi dengan cara penggaraman basah, yaitu merendam di dalam
larutan garam dan cara tersebut biasanya dilakukan terhadap ikan ikan
berlemak.
Fermentasi dengan cara penggaraman basah biasanya juga terjadi
fermentasi laktat. Cara itu sering ditambahkan cuka, bumbu bumbu, dan bahan
pengawet lainnya.
Penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi antara
lain:
a. Meningkatkan rasa ikan
b. Membentuk tekstur yang diinginkan
c. Mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, yaitu merangsang
pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam fermentasi,
dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen
tinggi (Adawyah 2007).

2.2.2 Fermentasi Asam Laktat


Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam
laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (1) bakteri asam laktat
homofermentatif, dan (2) bakteri asam laktat heterofermentatif. Bakteri asam
laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% dari glukosa atau
heksosa lainnya menjadi asam laktat. Karbondioksida dan asam asam volatil
lainnya juga dihasilkan, tetapi jumlahnya sangat kecil. Reaksinya sebagai berikut.
C6 H 12 O6 homofermentatif 2CH 3
.CHOH.COOH

(glukosa) (asam laktat)


Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa dan heksosa

CO2
lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam astetat, asam format, dan dalam

jumlah yang hampir sama. Reaksinya sebagai berikut.


C6 H 12 O6 homofermentatif CH 3 CH 3
.CO.COOH + COOH +

CO2

(glukosa) (asam piruvat) (asam asetat)

3 H2

CH 3
.CHOH.COOH

(asam laktat)

CH 3
CHO

(asetat dehid)

CH 3 CH 2
OH

(etanol)
Gambar 2. Proses Fermentasi Asam Laktat (Adawyah 2007)

2.2.3 Beberapa Faktor yang Berperan dalam Fermentasi


Fermentasi bahan makanan pada dasarnya merupakan hasil kegiatan
beberapa mikroorganisme. Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik,
tentunya beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan dari mikroorganisme perlu
pula diperhatikan. Sehingga, apabila kita berbicara mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi, tentunya tidak lepas dari kegiatan
mikroorganisme itu sendiri. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses
fermentasi meliputi suhu, oksigen, air, dan substrat.
a. Suhu
Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang memengaruhi
dan menentukan macam mikroorganisme yang dominan selama fermentasi.
Beberapa hal sehubungan dengan suhu untuk setiap mikroorganisme dapat
digolongkan sebagai berikut.
- Suhu minimum, dibawah suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak
terjadi lagi.
- Suhu optimum, sebagai suhu yang memungkinkan pertumbuhan
mikroorganisme paling cepat.
- Suhu maksimum, di atas suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak
mungkin terjadi lagi.
b. Oksigen
Udara atau Oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin
untuk memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap
mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau
membentuk sel sel baru dan untuk fermentasi.
c. Substrat
Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai
makanan yang akan menjadi sumber energi, dan menyediakan unsur unsur
kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Substrat (makanan) yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk kelangsungan hidupnya berhubungan erat degan komposisi
kimianya.
Kebutuhan mikroorganisme akan substrat juga berbeda beda. Ada yang
memerlukan substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan substrat
yang sangat sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang
memiliki sistem enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa senyawa
yang tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme lain.
Komposisi kimia hasil pertanian yang terpenting adalah protein,
karbohidrat, dan lemak. Pada pH 7,0 protein mudah sekali digunakan oleh bakteri
sebagai substrat. Karbohidrat seperti pektin, pati dan lainnya merupakan substrat
yang baik bagi kapang dan beberapa bakteri.
d. Air
Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat
yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah

aw
water activity atau aktivitas air = , yaitu perbandingan antara tekanan uap

dari larutan (P) dengan tekanan air murni (Po) pada suhu yang sama (Adwyah
2007).

2.2.4 Kerusakan pada Produk Fermentasi Hasil Perikanan


Produk fermentasi hasil perikanan dapat mengalami kerusakan jika
tahapan yang dilakukan tidak tepat. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi juga
akan mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif dan pertumbuhan bakteri yang
diinginkan menjadi terhambat. Apabila suhu terlalu rendah akan mengakibatkan
bakteri yang tidak kita inginkan tumbuh. Kadar garam yang tidak sesuai dengan
pertumbuhan bakteri halofilik mengakibatkan bakteri proteolitik tidak dapat
tumbuh, justru bakteri pembusuk yang akan tumbuh. Di samping itu, alat alat
yang digunakan harus steril demikian juga pada saat proses pengolahan. Jadi,
yang tumbuh hanya mikroorganisme yang diinginkan bukan bakteri pembusuk
dan patogen yang justru tumbuh sehingga mengakibatkan kerusakan pada produk
fermentasi (Adwyah 2007).

2.3 Kecap Ikan


Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang
diolah dengan cara fermentasi dan telah dikenal sejak lama. Kecap ikan sangat
digemari oleh masyarakat karena selain rasanya gurih juga pembuatanya mudah
dan murah (Afrianto dan Liviawaty 1989). Kecap ikan adalah salah satu produk
olahan dengan bahan baku ikan. Produk ini berupa cairan berwarna coklat jernih
yang mempunyai rasa dan aroma yang khas. Selama pengolahannya, terjadi
aktivitas mikroba sehingga kecap ikan dapat digolongkan sebagai produk
fermentasi (Rahayu et al., 1992 dalam Septiani 2007).
Tingkat produksi kecap ikan indonesia tergolong sangat rendah. Nelayan
tidak begitu tertarik untuk memproduksi kecap ikan karena prosesnya sangat
panjang. Bahkan, prosesnya dapat mencapai satu tahun. Kecap ikan juga harus
diproses dalam skala produksi yang besar sehingga menjadi faktor pembatas bagi
pengolah yang memiliki dukungan dana terbatas. Skala produksi yang besar
diperlukan agar usaha pengolahan kecap ikan layak secara ekonomi sebagai
kompensasi lamanya proses produksi. Selain itu, adanya pesaing kuat, yaitu kecap
kedelai yang harganya murah. Faktor faktor tersebut menjadi kendala bagi
pengembangan industri kecap ikan di Indonesia (Irianto 2012).
Kecap ikan mempunyai kandungan gizi tinggi karena mengandung
nitrogen. Pada proses pengolahan kecap protein ikan akan terhidrolisis.
Berdasarkan hasil penelitian selama proses, amino nitrogen akan mengalami
peningkatan tetapi akan terjadi penurunan total nitrogen. Amino nitrogen
merupakan unsur gizi yang baik untuk tubuh karena mudah dicerna (Adawyah
2007). Komposisi kimia kecap ikan dapat dilihat pada Tabel .1

Tabel 1. Komposisi kimia kecap ikan


Komposisi Jumlah (mg/l)
Keasaman 2,5 3
NaCl 275 280
Total N 11,2 22
N organik 7,5 15
N Formol Titrasi 8 16
N Amonia 3,5 7
N Asam Amino 4,5 - 9
Sumber: Rahayu 1993 dalam Adawyah 2007

Mikroba yang telah berhasil diisolasi dari produk kecap ikan antara lain
bakteri halofilik, kapang, dan khamir. Kapang yang ditemukan seperti
Cladosporium herbarum, Aspergillus fumigatus, dan Penicillum notatum.
Sedangkan dari jenis khamir berupa Caudida clausenii. Beberapa jenis bakteri
yang berperan dalam tahapan pembuatan kecap ikan sebagai berikut.
a. Pada awal fermentasi
Bacillus sp, terutama B. coagulane, B. megaterium, dan B. sublitis.
b. Pada pertengahan fermentasi
Staphylococcus epidermis, B. lincheniformis, Micrococcus calpogenes.
c. Pada akhir fermentasi
M. varians, dan M. saprophyticus (Adawyah 2007)
Beberapa jenis bakteri tesebut baik secara tunggal maupun bersama akan
menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi komponen dalam tubuh ikan dan
menghasilkan senyawa yang khas pada produk kecap ikan. Jumlah mikroba yang
ada pada kecap akan berkurang semakin lamanya proses fermentasi. Hal itu
terjadi karena terbentuknya asam (Adawyah 2007).
Kecap ikan mempunyai komposisi gizi yang baik karena kandungan
nitrogennya, selama proses, protein daging ikan akan terhidrolisa sehingga
dihasilkan senyawa senyawa lain yang lebih mudah dicerna. Selama proses
fermentasi akan terjadi penurunan total nitrogen meskipun dalam kandungan
amino nitrogen akan terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Kandungan amino
nitogen yang tinggi dalam kecap ikan merupakan sumber gizi yang mudah dicerna
dan dimanfaatkan oleh tubuh (Rahayu et al. 1992 dalam Septiani 2007).
Komponen utama dari kecap ikan adalah metil keton yang menyebabkan
cita rasa seperti keju. Selain itu dihasilkan senyawa senyawa volatil lainnya
yang mempunyai berat molekul rendah yaitu asam asam organik dan karbonil
(Veen 1953). Menurut Saisithi et al. (1966) aroma dan cita rasa kecap ikan
dipengaruhi oleh adanya senyawa senyawa asam amino (asam glutamat,
histidin, alanin, leusin, fenil alanin, dan prolin), amin (trimetil amin, dimetil amin,
histamin, glikosmin dan glutamin), asam indol asetat dan asam beta-hidroksifenil
piruvat.
Kecap ikan mempunyai aroma seperti daging atau meaty, keju atau cheesy
dan amoniakal. Cita rasa daging disebabkan oleh adanya senyawa glutamat.
Aroma keju disebabkan oleh asam lemak berantai pendek, yaitu asam butirat,
valerat dan setat dan aroma amoniakal disebabkan oleh adannya senyawa

NH 3
senyawa amida, amin dan amoniak (Dougan dan Howard 1975).

Berikut ini akan ditampilkan komposisi kimia kecap ikan menurut SNI 01-
4271-1996.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kecap Ikan Menurut SNI 01-4271-1996


No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Penampakan - Jernih
1.2 Bau - Khas
1.3 Rasa - Khas
1.4 Warna - Normal
2. pH - 5 -6
3. Amino Nitrogen % b/b Min. 5
4. NaCl % b/b 19 25
5. Bahan Tambahan Makanan
5.1 Pengawet Makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
5.2 Pewarna Tambahan
6. Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0
6.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 100,0
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,5
7. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
8. Cemaran Mikroba
4
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 10
8.2 Coliform APM/g <3
8.3 Salmonella/25 ml - negatif
8.4 Staphylococcus aureus/ml - negatif
8.5 Kapang - negatif
Sumber : BSN (1996)

2.4 Nanas (Ananas comosus)


Nanas berasal dari daerah Brazil. Nanas Indonesia di tanam di kebun -
kebun, pekarangan, dan tempat-tempat lain yang cukup mendapat sinar matahari
pada ketinggian 1-1300 m dpl. Nanas merupakan tanaman buah yang selalu
tersedia sepanjang tahun. Nanas merupakan herba tahunan atau dua tahunan,
tinggi 50-150 cm, terdapat tunas menyarap pada bagian pangkalnya berkumpul
dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun
nanas merupakan daun majemuk. Helaian daun berbentuk pedang, tebal, panjang
80-120 cm, lebar 2-6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang
bengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan
(Sugeng 2010 dalam Rahman 2014).
Tanaman nanas berasal dari Amerika tropis, yakni Brazil, Argentina, dan
Peru. Saat ini nanas telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di sekitar
khatulistiwa antara 30 LU dan 30 LS. Di Indonesia tanaman nanas sangat
popular dan banyak di tanam di tegalan dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Daerah penghasil nanas yang terkenal ialah Subang, Bogor, Riau, Palembang,
Blitar, dan lainnya (Sunarjono 1997).
Menurut Soedarya (2009) Klasifikasi tanaman nanas adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Farinosae
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus
Rasa pada buah nanas merupakan perpaduan antara gula dan asam. Gula
yang terkandung dalam nanas yaitu glukosa 2,32%, fruktosa 1,42%, dan sukrosa
7,89%. Asam-asam yang terkandung dalam buah nanas adalah asam sitrat, asam
malat, dan asam oksalat (Irfandi 2005).
Nanas terkenal sebagai buah yang kaya enzim bromelin. Selain itu, nanas
juga buah potensial untuk dikonsumsi sebagai sumber antioksidan. Kemampuan
nanas sebagai antioksidan semakin lengkap karena buah ini mengandung banyak
vitamin C dan -karoten yang cukup tinggi. Vitamin C kita kenal sebagai
antioksidan penupas radikal bebas. Dengan rutin mengkonsumsi nanas seluruh sel
dan sitoplasma kita terlindungi dari dampak buruk radikal bebas (Lingga 2012).
Enzim adalah produk dari organisme hidup dan memiliki telah digunakan
dalam industri selama bertahun-tahun karena katalitik mereka kegiatan. aktivitas
enzim tergantung pada suhu, substrat, pH, inhibitor, dll dan harus dioptimalkan
untuk setiap proses (Demirci et al. 2014).
Menurut Muchtadi et al. (1992) dalam Septiani (2007) bromealin adalah
protease yang diisolasi atau diekstrak dari famili Bromiliaceae. Aktifitas
proteolitik dari tanaman nanas sudah dikenal sejak abad ke 19. Bromealin
seperti halnya papain dan fisi termasuk golongan protease sulfhidril, yang
aktifitasnya tergantung pada adanya satu atau lebih senyawa residu sulfhidril.
Enzim bromealin dihambat oleh senyawa oksidator dan ion logam berat yang
akan mengikat group thiollnya. Buah annas muda maupun tua mengandung
bromealin. Keaktifan bromealin nanas muda lebih tinggi dibandingkan dengan
nanas tua.
Didalam buah nanas terkandung vitamin A, C dan betakaroten, kalsium,
fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium dan enzim bromelin. Manfaat dari
kandungan bromelin yang terdapat dalam buah nanas yaitu: membantu
memperlancar pencernaan, mempercepat penyembuhan luka, mengobati luka
bakar, gatal, bisul dan obat pencegah tumor. Kandungan seratnya dapat
mempermudah buang air besar pada penderita sembelit (Septiatin 2009).
Kandungan gizi, vitamin dan mineral dalam 100 gram buah nanas akan
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandugan gizi, vitamin dan mineral buah nanas (per 100
gram)
Kandungan Satuan
Air 86 g
Kalori 218 kj
Protein 0,5 g
Lemak 0,2 g
Gizi Karbohidrat 13,5 g
Serat 0,5 g
Abu 0,3 g
Kalsium 18 mg
Besi 0,3 mg
Magnesium 12 mg
Fosfor 12 mg
Mineral Kalium 98 mg
Na 1 mg
Vitamin C 10 mg
Tiamin 0,09 mg
Riboflavin 0,04 mg
Vitamin Niasin 0,24 mg
Vitamin A 5,3 mg
Sumber: Irfandi (2005)
Asam organik utama yang terkandung di dalam nanas adalah asam sitrat,
yang merupakan asam asam volatil yang terbanyak dalam buah nanas. Selain
asam sitrat, dalam buah nanas juga terdapat asam malat. Total asam yang terdapat
pada buah nanas dinyatakan sebagai asam sitrat dalam jumlah 0,39 0,9% dengan
rata rata 0,72% (Jacobs 1985 dalam Septiani 2007).
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan
juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya, radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal
bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.
Beberapa khasiat buah nanas yaitu: dapat mengurangi keluarnya asam lambung
yang berlebihan, membantu pencernaan makanan di lambung, antiradang, sebagai
diuretik, membersihkan jaringan kulit yang mati, mengganggu pertumbuhan sel
kanker, menghambat penggumpalan trombosit (Puspita 2011).

2.5 Jahe
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu spesies tanaman dari
famili Zingiberaceae. Tanaman ini berasal dari Asia tetapi sekarang
dibudidayakan di Hindia Barat, Afrika, India, dan daerah tropis lainnya
(Singletary 2010).
Berikut ini adalah klasifikasi jahe menurut Haryoto (2003):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
Komposisi kimia dan aktivitas antioksidan (dalam ekstrak air dan pelarut)
dari akar Jahe (Zingiber officinale) yaitu; komponen antioksidan yang dianalisa
adalah polifenol, vitamin C, karoten , flavonoid dan tanin. Kandungan protein
dan lemak masing masing besarnya adalah 5,08 dan 3,72 g / 100 g. kandungan
mineral yaitu besi, kalsium, fosfor, seng, tembaga, kromium dan mangan. Vitamin
C adalah 3,85 (g), 8,0 (mg), 88,4 (mg), 174 (mg), 0,92 (mg), 0,545 (mg), 70 (mg),
9.13 (mg) dan 9,33 (mg) per 100 gram (Shirin Adel dan Prakash 2010).
Jahe tersusun atas ratusan senyawa kimia aktif. Masing-masing senyawa tersebut
diketahui memiliki khasiat tertentu bagi tubuh. Senyawa Phenol misalnya,
terbukti memiliki efek anti-radang dan diketahui ampuh mengusir penyakit sendi
juga ketegangan yang dialami otot. Selain phenol, rimpang jahe juga mengandung
zingil berene dan shogol. Senyawa ini dikenal baik sebagai anti-oksidan dan juga
efektif melawan penyakit kanker pun jantung. Senyawa penting lainnya yang
dijumpai pada rimpang jahe adalah minyak atsiri. Minyak ini bermanfaat untuk
mereduksi nyeri, sebagai anti-imflamasi dan juga pembasmi bakteri yang baik.
Selain bermanfaat untuk kesehatan, minyak atsiri ini juga diketahui menyumbang
aroma yang khas pada jahe. Sementara itu, sensasi pedas jahe berasal dari
zingiberen dan zingiberol yang juga dijumpai dalam minyak atsiri tadi. Selain
kandungan jahe yang telah disebutkan di atas, masih ada banyak komponen zat
lain yang ditemukan dalam jahe. Zat aktif tersebut antara lain mineral sineol,
fellandren, minyak damar, kamfer, zingiberin, borneol, zingiberol, gingerol
(paling banyak terkandung pada jahe merah), asam aminos, zingeron, vitamin A,
B1, C, lipidas, protein, niacin dan masih banyak lagi lainnya (Bashendra 2013.

2.5.1 Cita Rasa Jahe


Gingerol dan shogaol merupakan komponen pungent pada jahe yang
memberikan citarasa dan aroma khas (Shahidi dan Naczk 1995). Rendemen
oleoresin jahe yang dihasilkan dan kandungannya tergantung pada bahan baku
dan pelarut yang digunakan serta kondisi ekstraksi. Rendemen oleoresin jahe juga
mempengaruhi kadar gingerol dan shogaol yang dikandungnya. Semakin tinggi
rendemen oleoresin yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula kadar gingerol dan
shogaol jahe. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah rendemen oleoresin yang
dihasilkan, maka kadar gingerol dan shogaol jahe yang dihasilkan semakin rendah
(Purseglove et al. 1981)
Dari Penelitian Fathona (2011) flavor dari jahe emprit pedasnya lebih
menyengat dan tidak bertahan lama; sementara kepedasan jahe merah muncul
ketika diakhir dan lebih sebentar bila dibandingkan jahe emprit. Jahe merah ketika
diawal cenderung terasa hambar sehingga lebih dominan rasa manis. Intensitas
kepedesan yang diujikan pada ketiga jenis jahe berkorelasi positif terhadap kadar
gingerol-shogaol dimana jahe emprit memiliki kadar gingerol-shogaol yang paling
tinggi bila dibandingkan dengan jahe gajah dan jahe merah. Sifat pedas (pungent)
jahe segar dan juga yang terdapat dalam oleoresin jahe merupakan gabungan
sensasi panas, tajam, dan menyengat yang berasal dari komponen gingerol jahe
(Shahidi dan Nackz 1995).
Karakteristik bau dan aroma jahe berasal dari campuran senyawa zingeron,
shogaol serta minyak atsiri dengan kisaran 1-3% dalam jahe segar. Sedangkan
kepedasan dari jahe akibat adanya turunan senyawa non-volatil fenilpropanoid
seperti gingerol dan shogaol. Zingeron mempunyai kepedasan lebih rendah dan
memberikan rasa manis (Hernani dan Winarti 2016).
Substansi-substansi fenolik berperan pada pembentukan flavor sejumlah
rempah rempah dan tanaman obat. Beberapa turunan fenolik menyebabkan
karakteristik panas, tajam (sharp), dan sensasi menyengat (stinging) yang
gabungannya disebut pungensi. Karakter pungent dari jahe segar dan oleoresin
jahe disebabkan oleh senyawa fenilalkil keton yang merupakan turunan vanilin.
Kelompok senyawa ini dikenal dengan gingerol (Shahidi dan Naczk 1995). Selain
itu, zingerol dan shogaol juga berperan dalam flavor pungent jahe (Hirasa dan
Takemasa 1998). Menurut Heath dan Pharm (1978) dalam Fathona (2011),
senyawa turunan terpenoid pada jahe seperti seskuiterpen zingiberene juga
memberikan kontribusi sensori berupa hangat, pedas (spicy), dan bersifat
(woody). Komponen-komponen minyak atsiri pada jahe terutama merupakan
golongan terpen yang mengandung atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Senyawa kimia pembentuk flavor pada minyak atsiri jahe lainnya, yaitu
gingiberen, felandren, borneol, linalool, shogaol, dan gingeroen.

2.6 Mekanisme Jahe sebagai Flavor dalam Kecap Udang


Mekanisme flavor jahe terhadap kecap ikan yaitu komponen utama dari
kecap ikan adalah metil keton yang menyebabkan cita rasa seperti keju. Bila
kecap ikan ditambahkan jahe maka akan sedikit terasa pedas (pungent) yang
disebabkan oleh oleoresin jahe yang merupakan gabungan sensasi panas, tajam,
dan menyengat yang berasal dari komponen gingerol jahe (Shahidi dan Nackz
1995). Rasa pedas dari jahe dikarenakan adanya turunan senyawa non-volatil
fenilpropanoid seperti gingerol dan shogaol. Zingeron mempunyai kepedasan
lebih rendah dan memberikan rasa manis (Hernani dan Winarti 2016).
Kecap ikan mempunyai aroma seperti daging (meaty), keju (cheesy) dan
amoniakal. Cita rarasa daging disebabkan oleh adanya senyawa glutamat. Aroma
keju disebabkan oleh asam lemak berantai pendek, yaitu asam butirat, valerat dan
setat dan aroma amoniakal disebabkan oleh adannya senyawa senyawa amida,

NH 3
amin dan amoniak (Dougan dan Howard 1975). Bila kecap ikan

ditambahkan jahe makan akan sedikit beraroma khas jahe. Karakteristik bau dan
aroma jahe berasal dari campuran senyawa zingeron, shogaol serta minyak atsiri
dengan kisaran 1-3% dalam jahe segar.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 - April 2017
bertempat di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat Penelitian
1. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Kecap Udang
a. Gelas ukur: Sebagai alat ukur volume cairan yang tidak memerlukan
ketelitian yang tinggi.
b. Pipet tetes: untuk mengambil cairan dalam skala tetesan kecil.
c. Timbangan analitik: Untuk mengukur berat bahan dengan skala gram
d. Wadah fermentasi: Sebagai Wadah dalam fermentasi Kecap Udang
e. Talenan: Untuk alas pemotongan bahan
f. Penyaring: Untuk menyaring bahan dari ampas yang tersisa
g. Pisau: Untuk memotong bahan
h. Pengaduk: Untuk menghomogenkan bahan
2. Alat yang digunakan dalam uji proksimat
a. Cawan petri
b. Oven
c. Pemanas
d. Tabung reaksi
e. Penggerus
f. Neraca analitik
g. Tabung kjeltec
h. Erlenmeyer
i. Soxhlet
3. Peralatan Uji Organoleptik
a. Gelas plastik untuk menyajikan kecap udang pada panelis
b. Sendok untuk mencicipi kecap udang pada panelis
c. Lembar penilaian organoleptik
4. Peralatan Lain yang Digunakan
a. Coolbox sebagai wadah pengangkutan ikan

3.2.2 Bahan Penelitian


1. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Kecap Udang
a. Udang putih yang berasal dari Pasar Ciroyom
b. Nanas (Ananas comosus) yang berasal dari Pasar Cileunyi, Kabupaten
Bandung
c. Gula aren cair
d. Asam jawa
e. Jahe putih
2. Bahan yang Digunakan dalam Uji Proksimat
H 2 SO 4
a. pekat
b. Asam borat
c. HCL 0,1 N
d. Indikator merah metil (methyl red)
e. Kertas saring
f. Petroleum eter atau dietil eter

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
yang terdiri atas lima perlakuan dengan 20 orang panelis semi terlatih sebagai
ulangan. Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah mengetahui dan memiliki
pengalaman dalam penilaian organoleptik dan sudah mengenal produk yang
diujikan.
Perlakuan yang digunakan adalah :
A : Persentase jahe putih sebesar 0%
B : Persentase jahe putih sebesar 0,25%
C : Persentase jahe putih sebesar 0,5%
D : Persentase jahe putih sebesar 0,75%
E : Persentase jahe putih sebesar 1%
Persentase perlakuan jahe diagunakan berdasarkan dari uji pendahuluan
yang telah dilakukan pada bulsan Desember 2016.
Pengamatan yang dilakukan adalah uji proksimat yang meliputi analisis
kadar air, kadar protein dan uji organoleptik (rasa, warna, aroma, dan
penampakan) menggunakan uji hedonik dan uji bayes. Lama waktuhidrolisis yang
diberikan adalah 1, 2 dan 3 hari (Prasetyo dkk 2012).

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pengangkutan Udang Putih
Udang putih berasal dari Pasar Ciroyom, bandung, Jawa Barat. Udang
dalam keadaan mati diangkut menggunakan coolbox berisi es. Setelah sampai,
udang memasuki tahap pengolahan pembuatan kecap udang

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Nanas


Prosedur pembuatan kecap udang menurut Prasetyo dkk (2012) adalah sebagai
berikut :
1. Buah nanas muda di kuliti terlebih dahulu, kemudian di bersihkan dan
dicuci.
2. Daging nanas dan bonggolnya lalu dip0otong kecil kecil kemudian di
haluskan menggunakan blender.
3. Jus nanas lalu disaring.
4. Ekstrak nanas siap digunakan

3.4.3 Pembuatan Kecap Udang


Prosedur pembuatan kecap udang menurut Afrianto dan Liviawati (1989)
adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku udang disiangi terlebih dahulu, daging udang dilepaskan dari
cangkang dan kepalanya. Kemudian dicuci hingga bersih.
2. Bahan baku daging udang yang telah bersih dipotong kecil kecil
kemudian digiling sampai halus dengan menggunakan alat penggiling
daging.
3. Setelah daging halus, daging udang dimasukkan ke dalam wadah yang
bersih. Tambahkan enzim bromealin yang berasal dari ekstrak nanas.
Perbandingan udang dan nanas adalah 1 : 5.
4. Setelah menambahkan ekstrak nanas, tambahkan lagi jahe yaitu sebagai
penambah flavor kecap udang (0%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1%).
5. Selanjutnya wadah ditutup dengan tutup toples dan di inkubasi selama
tiga hari dengan suhu 40 C untuk memberikan kesempatan terjadinya
fermentasi daging udang. Akibat proses fermentasi, akan terbentuk cairan
yang berasal dari daging udang.
6. Cairan yang terbentuk segera disaring agar bersih dari kotoran yang
mungkin masih ada.
7. Setelah disaring, cairan direbus sampai mendidih selama 30 menit. Selama
perebusan dapat dilakukan penambahan bumbu, agar kecap yang
dihasilkan mempunyai rasa dan aroma sesuai dengan yang diharapkan.
8. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyaringan kedua untuk
membersihkan kotoran yang berasal dari penambahan bumbu. Hasil
penyaringan tersebut dimasukkan ke dalam botol.

3.4.4 Formulasi Bumbu


Bumbu yaitu asam jawa sebesar 1%, garam 1%, dan jahe (0%, 0,25%,
0,5%, 0,75%, 1%) di tumbuk dengan ulekan lalu ditambahkan gula aren cair
sebesar 10% saat pemasakan.

3.5 Parameter Pengamatan


3.5.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat meliputi analisis kadar air dan kadar protein. Analisis
proksimat biasanya di amati setelah produk hasil fermentasi telah dihasilkan.
a. Analisis Kadar Air (AOAC 1999)
Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut:
W1
1. Sampel yang sudah homogen ditimbang 2 gram ( ) dan

diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya,


dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven. Serta
didinginkan di dalam desikator.
2. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 100C selama 5 jam atau sampai beratnya konstan.
3. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan

W2
ditimbang ( )
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
W 1W 2
Kadar air (wet basis) = W1 x

100%
W1
Keterangan : = berat sampel awal
W 2 = berat sampel setelah dikeringkan

b. Analisis Kadar Protein (AOAC 1999)


Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl.
Prinsip analisis ini adalah menetapkan kadarprotein berdasarkan oksidasi
bahan bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia.
Selanjutnya ammonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk
ammonium sulfat. Setelah larutan menjadi basa, ammonia diuapkan untuk
diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung
ditentukan dengan titrasi HCL.
Cara penentuannya meliputi tahap destruksi, destilasi, dan titrasi.
Mula mula sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan

1
ke dalam labu kjeldahl. Ditambahkan 4 tablet kjeltab dam 10 ml

H 2 SO 4
. Larutan di didihkan sampai cairan menjadi jernih tidak

berwarna atau hijau muda (selama 1 1,5 jam). Setelah larutan


didinginkan, ditambahkan sedikit air secara berhati hati (hati hati
tabung menjadi panas) kemudian didinginkan. Isi labu dipindahkan ke
dalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5 6 kali dengan 1 2 ml air,
kemudian air cucian ini dipindahkan ke dalam alat destilasi.Erlenmeyer
125 ml yang berisi 5 ml larutan asam borat, 2 4 tetes indikator
(campuran 2 merah metil dalam 0,2% etanol dengan 1 bagian biru metilen
dalam 0,2% etannol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung
kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. Ke dalam
erlenmeyer ditambahkan - 10 ml NaOH, kemudian dilakukan destilasi
sampai tertampung kira kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah
selesai destilasi tabung kondensor dibilas dengan air ( 15 ml) dan air
bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer
diencerkansampai kira kira 50ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N
sampai terjadi perubahan warna biru menjadi abu abu.
Perhitungan:
( ml HCLml blanko ) X N HCL X 14,007 X 100
%Nitrogen = mg sampel

%Protein = %N X faktor konversi


Faktor konversi = 6,25
3.5.2 Uji Organoleptik (Soekarto 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis
terhadap kecap udang. Penilaian dilakukan dengan uji hedonik dengan
menggunakan score sheet. Uji organoleptik dilakukan 1 kali, yaitu setelah
penelitian pembuatan kecap udang dalam 3 hari fermentasi. Sampel disajikan
dengan memberi nomor secara acak dan panelis sebanyak 20 orang diminta
memberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan penampakan
produk yang disajikan. Kecap Udang yang diujikan adalah kecap udang yang
sudah diberikan bumbu.

3.6 Analisa Data


Analisis non parametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik
menggunakan analisis varian dua arah uji Friedman dengan uji Chi-kuadrat
sedangkan analisis deskriptif komparatif dilakukan untuk pengujian kadar protein,
dan kadar air. Metode dekriptif komparatif, yaitu hasil penelitian beserta
analisisnya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian
dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan. Penelitian deskriptif
pada umumnya dilakukan dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta
dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.
Analisis varians dua arah Friedman sebagai berikut :
k
12
X 2
= bk (k +1) ( Rj )23( k+ 1)
j=1

Keterangan :
X2 = Statistika uji friedman
Rj = Jumlah ranking hasil pengamatan perlakuan ke-j
k = Banyaknya perlakuan
b = Ulangan
Apabila data hasil penelitian menunjukan angka yang sama, maka
digunakan faktor koreksi sebagai berikut :

T
FK = 1 - 2
bk (k 1)

Keterangan :
T = ti3 -ti
ti = banyaknya nilai pengamatan yang sama untuk suatu peringkat dalam blok ke-i

Nilai signifikasi harga observasi X2 dapat diketahui dengan menggunakan


tabel chi-kuadrat dengan db = k 1 ; = 0,05. Kaidah keputusan untuk menguji
hipotesis adalah :
H0 = Perlakuan tidak memberikan perbedaan nyata pada taraf = 0,05
H1 = Perlakuan memberi perbedaan yang nyata pada taraf = 0,05
Harga X2 X2(k-1) maka terima H0 dan tolak H1, jika X2 X2(k-1) maka tolak H0 dan
terima H1. Apabila hasil analisis varians dua arah Friedman signifikan maka
untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan dilakukan uji lanjutan perbandingan
berganda (Multiple Comparison) dengan rumus sebagai berikut :
Pertidaksamaan :

Keterangan :
= Selisih rata-rata ranking

= Experiment wise error rate (0,05)


b = Banyaknya ulangan
k = Banyaknya perlakuan
z = /k (k-1)
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara; Jakarta.


Hal 103 107.
Afrianto dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius;
Yogyakarta. Hal 78, 79, 89, 90.
Arum, Hanna Puspa. Purwidiani, Niken. 2014. Pengaruh Jumlah Ekstrak Jahe dan
Susu Skim Terhadap Sifat Organoleptik Yoghurt Susu Kambing Etawa. E-
journal Boga, Volume 03, Nomor 3, Edisi Yudisium Oktober Tahun 2014,
hal. 116 124. Diunduh tanggal 02 Februari 2017 pukul 20.00 WIB
[AOAC] Associaton of Official Analytical and Chemist. 1999. Official Methods of
Analysis the Association of Official Analytical Chemist. Association of
Official Analytical Chemist Inc. Arlington; Virginia USA.
Bittner A, Ahmad M. 1989. Budidaya Air. Seri Studi Pertanian. Kerjasama Jerman
dan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
Demirci, Ali. Izmirlioglu, Gulten. Ercan, Duygu. 2014. Fermentation and Enzyme
Technologies in Food Processing. Department of Agricultural and
Biological Engineering, Pennsylvania State University,University Park,
Pennsylvania, USA. (Diunduh 08 Desember 2016 pukul 16.40 WIB).
Diniah. 2001. Suatu Tinjauan Terhadap Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 39 Tahun 1980. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor; Bogor.
Dougan, J., and G. E. Howard. 1975. Some Falvouring Constituent of Fermented
Fish Sauce. Journal Agricultural No 26: 887 694.
Fathona, Difa. 2011. Kandungan Gingerol Dan Shogaol, Intensitas Kepedasan
Dan Penerimaan Panelis Terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber
Officinale Var. Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var. Amarum),
dan Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum). Skripsi Fakultas
Tekonologi Pertania. Institut Pertanian Bogor; Bogor.
Ginting, C. 2014. Pengaruh Jumlah Bubuk Kunyit Terhadap Mutu Tahu Segar
Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Ginting, Perdana. 2002. Mempelajari Proses Pembuatan Kecap Udang Putih
(Penaeus merguiensis) Secara Fermentasi Mikrobiologis. Skripsi
Teknologi Hasil Perikanan. Institute Pertanian Bogor; Bogor.
Gumanti, Neni dan Rochima, Emma. 2006. Pengaruh Penambahan Koji Terhadap
Sifat Kimia Dan Tingkat Kesukaan Kecap Ikan. Jurnal Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas Padjajaran; Bandung.
Hashemi, M. Mahmodi. Sheiki, M. 2012. Nano physical and thermochemical
parameters investigation of essential oils Ginger (Zingiberene and
Gingerol). Journal Department of Chemistry, Science and Research
Branch, Islamic Azad University, Tehran, Iran. Diunduh tanggal 14
Desember 2016 pukul 19.36 WIB
Herdyastuti N. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Bromelin dari
Batang Nanas (Ananas comusus L.merr). Berk. Penel. Hayati vol. 12.
Universitas Negeri Semarang; Semarang. Hal 7577
Hendritomo, H, I. 2003. Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap
Selama Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Bioindustri. Jakarta. Vol. 1 (2) 2003 : 11 15.
Hernani dan Winarti, Christina. 2016. Kandungan Bahan Aktif Jahe Dan
Pemanfaatannya Dalam Bidang Kesehatan. Jurnal Status Teknologi Hasil
Penelitian Jahe. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian Jln. Tentara Pelajar 12, Bogor.
Hryoto. 2003. Teknologi tepat guna sirup jahe. Edisi revisi. Kanisius. Yogyakarta
Irfandi. 2005. Karakterisasi Morfologi Lima Populasi Nanas (Ananas comosus
(L.) Merr.).
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12566/A05irf.pdf.
(Diakses tanggal 23 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB).
Irianto. 2012. Produk Fermentasi Ikan. Penebar Swadaya; Jakarta. Hal 7, 16.
Kim. H. J. Lee. Y. S. 2008. A Study of Chemical Characteristic of Soy Sauce and
Misx Soy Sauce. Europe Food Research Technology. 227:933-944.
Koswara, S. 2011. Nilai Gizi, Pengawetan dan Pengolahan Tahu.
http://www.ebookpangan.com (diakses pada tanggal 20 Oktober pukul
17.00)
Kurniawan, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam Dan Waktu
Fermentasi Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Jurusan Teknik
Kimia. Itenas.
Lauritzen, Georgia C. 1992. What is Protein?.
http://extension.usu.edu/files/publications/publication/FN_191.pdf.
diunduh pada 08 Desember 2016 pukul 23.11 WIB.
Lingga, L. 2012. The Healing Power of Antioxidan. PT. Gramedia; Jakarta. Hal.
64.
Myers P, Espinosa R, Parr CS, Jones T, Hammond GS, Dewey TA. 2008. The
Animal Diversity. University of Michigan Museum of Zoology; Michigan.
Praseto, Maulana Nur. Sari, Nirmala. Budiyati, Sri. 2012.Pembuatan Kecap dari
Ikan Gabus SecaraHidrolisis Enzimatis Menggunakan Sari Nanas. Jurnal
Teknologti Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1,Tahun 2012, Halaman 329
337. Universitas Diponegoro. Semarang.
Pusat Pendidikan Perikanan dan Kelautan. 2015. Mengolah Produk Perikanan
dengan Fermentasi. Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan
Masyarakat Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, dan Robbins SRJ. 1981. Spices Volume 2.
Longman Inc. New York.
Puspita. V. 2011. Hidup Sehat ala Vegan. PT. Gramedia; Jakarta. Hal. 37.
Puspitawati, Yuanita Indri. Wignyanto. Anggarini, Sakunda. Analisis Kualitas
Pembuatan Kecap Asin Ampas Tahu Dengan Kajian Jumlah Ampas Tahu
Dan Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens). Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. Universitas Brawijaya; Malang.
Soedaryo, A. 2009. Agribisnis Nanas. CV. Pustaka Grafika. Bandung.
P.R, Shirin Adel. Prakash, Jamuna. 2010. Chemical composition and antioxidant
properties of ginger root (Zingiber officinale). Journal of Medicinal Plants
Research Vol. 4(24), pp. 2674-2679. Diunduh tanggal 15 Desember 2016
pukul 08.53 WIB..
Rahayu, E.S. 2001. Hidrolisis Protein Kedelai oleh Aspergillus oryzae, soyae dan
Rhizopus oligosporus. Tesis. Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Rahayu Anny, Suranto dan Tjahjadi Purwoko. 2005. Analisis Karbohidrat,
Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena
leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae). Bioteknologi 2 (1): 14-20.
Shahidi F dan Naczk M. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects,
Application. Technomic Publishing Co., Inc. Lancester.
Septiani, Y. Purwoko, T. Pangastuti, A. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak dan
Protein pada Kecap dari Tempe. Bioteknologi 1 (2): 48-53.
Septiani, H.S. 2007. Penambahan Tempe Sebagai Flavor dalam Pembuatan
Kecap Ikan Petetek (Leioghnathus splendens) Secara Fermentasi
Enzimatis. Skripsi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB.
Septiatin, E. 2009. Apotek Hidup dari Tanaman Buah. CV. Yrama Widya.
Bandung. Hal. 81-88.
Singletary, Keith. 2010. Ginger: An Overview of Health Benefits. Journal Food
Science. Diunduh pada tanggal 14 Desember 2016 pukul 10.30 WIB
Snyder, H.E. dan Kwon, T.W.(1987). Soybean Utilization. Avi Boo; New York. P.
104-111.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Angkasa; Jakarta.
Sulistyono, Edy. Sutarno. Moria, Sari Budi. Variasi Genetik Populasi Udang
Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Juwana dan Banyuwangi
berdasarkan Data Elektroforesis Enzim. Jurusan Biologi FMIP Universitas
Sebelas Maret (UNS). Surakarta.
Sunarjono, H.H. 1997. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya; Jakarta. Hal.
109-112.
Supartono. 2004. Karakterisasi Enzim Protease Netral dari Buah Nenas Segar.
Jurnal MIPA Universitas Negeri Semarang; Semarang. Hal 27 (2): 134-
142.
Suprapti, L. 2005. Kecap Air Kepala. Edisi Teknologi Pengolahan Pangan.
Kanisius. Yogyakarta.
Suptijah, P. 1998. Pemanfaatan Ekstrak Protease dalam Fermentasi Kecap Udang.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB.
Veen. 1965. Fish Preservation in South East Asia. Dalam Mark, E. M., C. O.
Chicester dan G. F. Steward (eds). Advances in Food Research. Vol IV.
Academic Press. London.
Widyastuti E.S, L.E Radiati, Imam Thohari, M.E Sawitri dan K,U Al Awwaly.
2011. Kajian Suhu Dan pH Hidrolisis Enzimatik Dengan Papain Amobil
Terhadap pH, Total Gula Dan Warna Kecap Cakar ayam. J. Ternak Tropika
Vol. 12, No.1: 63-71.
Wheaton, F.W. and T.B. Lawson. 1985. Processing Aquatic Food Products. A.
Wiley Interscience Publication. John Wiley and Sons. New York.
William VG & MS Hargrove. 2002. Using Bromelain in Pineapple Juice to
Investigate Enzyme Function. Journal vol-23/16-glider. New York
Yulinery T dan Rostiati N.R .N. 1993. Pemanfaatan Koro Benguk (Mucuna
pruriens) sebagai bahan dasar Pembuatan Kecap dan Tauco. Prosending
seminar Hasil Litbang Sumber Daya Hayati. Balitbang mikrobiologi.
Puslitbang biologi-LIPI. Wonogiri.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Penelitian
a. Pembuatan Kecap Udang Putih

Udang disiangi, lalu dicuci hingga bersih

Melakukan
Tambahkan Penyaringan
ekstrak kedua. Laluudang
nenas. Perbandingan dimasukkan
dan nanas 1 : 5
DagingDaging dimasukkan
udang dipotong kedalam
kecil kecil wadah
lalu
kedalam botol.
yang sampai
digiling bersih halus

Tambahkan jahe sebagai flavor kecap udang (0%, 0,25%, 0,5%,


0,75%, 1%)

Kecap Udang Putih

Wadah ditutup dengan baik dan dibiarkan selama tiga hari


Cairan yang terbentuk disaring agar bersih dari kotoran

Cairan direbus sampai mendidih selama 30 menit.


Lampiran 2. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji Hedonik) Kecap Udang Putih
(Penaeus merguiensis)

KUESIONER UJI HEDONIK (TINGKAT KESUKAAN)

Nama panelis :
Tanggal pengujian :
Produk yang diuji : Bekasam Kerang Hijau matang dan mentah
Perhatikan contoh yang terdapat di depan Saudara. Amati dan beri penilaian
terhadap :
Kenampakan: Penilaian kenampakan meliputi warna kecap udng putih. Penilaian
ini dilakukan panelis dengan cara melihat kondisi warna kecap udang putih.
Aroma: Penilaian dilakukan dengan cara mencium langsung kecap udang putih.
Kecap udang putih yang bagus tercium bau spesifik khas kecap udang putih
seperti aroma asam daging dan keju.
Tekstur: Penilaian tekstur dilakukan dengan cara menyentuh kecap udang putih
berdasarkan tingkat kentalan kecap udang putih. Kecap udang putih yang baik
memiliki tekstur yang kental. Kecap udang putih yang baik memiliki tekstur yang
kental.
Rasa: Penilaian berdasarkan enak tidaknya kecap udang putih.
Berdasarkan kesukaan saudara akan bekasam kerang hijau tersebut
berikanlah salah satu angka dalam skala numerik yang sesuai dengan skala
hedonik:

Skala Hedonik Skala Numerik


Sangat suka 9
suka 7
Biasa/netral 5
Tidak suka 3
Sangat tidak suka 1

Kuisioner Uji Organoleptik (Uji Hedonik) Kecap Udang Putih (Penaeus


mergueinsis) (Lanjutan Lampiran 2)
Hasil Penilaian Uji Hedonik Kecap Udang Putih

Karakteristik Organoleptik
Kode Produk
Kenampakan Aroma Tekstur Rasa
311
312
313
314

Tanda Tangan

(Nama Panelis)
Lampiran 3. Kuisioner Penentuan Produk (Bayes)

Produk yang diuji : Kecap Udang Putih


Nama panelis :
Tanggal uji :
Petunjuk pengisian :
1 Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan yang disajikan
2 Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut saudara benar
3 Berilah nilai apabila jawaban saudara:
(1). Kedua elemen sama penting
(3). Elemen satu sedikit lebih penting dibanding dengan elemen lainnya
(5). Elemen yang lebih penting dibanding dengan elemen lainnya
(7). Satu elemen jelas lebih penting dibanding dengan elemen lainnya
(9). Satu elemen sangat penting dibanding dengan elemen lainnya
Contoh:
Menurut saudara, mana yang lebih penting dalam memilih produk kecap udang
putih?
- Apabila saudara menjawab kenampakan lebih penting dibanding aroma, maka
yang akan saudara beri tanda adalah sebagai berikut:
Kenampakan Aroma
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
- Apabila saudara menjawab aroma sedikit lebih penting dibanding
kenampakan, maka yang akan saudara beri tanda adalah sebagai berikut:
Kenampakan Aroma
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
Kuisioner Penentuan Produk (Bayes) (Lanjutan Lampiran 3)

Pertanyaan : Menurut saudara dalam memilih produk kecap udang putih


1 Kenampakan Aroma
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
2 Kenampakan Rasa
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
3 Kenampakan Tekstur
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
4 Aroma Rasa
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
5 Aroma Tekstur
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
6 Rasa Tekstur
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
Pertanyaan : Menurut saudara dalam memilih produk kecap udang putih
1. Kenampakan Aroma
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
2. Kenampakan Tekatur
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)
3. Aroma Tekstur
(9) (7) (5) (3) (1) (3) (5) (7) (9)

Tanda Tangan

(Nama Panelis)

Anda mungkin juga menyukai