Anda di halaman 1dari 29

PENGOLAHAN KALDU BUBUK DARI HASIL PERIKANAN

MAKALAH SEMINAR

OLEH:
ABDUL BASIR DATUNSOLANG
NIM. 632412039

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah seminar ini yang berjudul Pengolahan Kaldu Bubuk Hasil
Perikanan
Penyusunan makalah seminar ini bertujuan untuk memenuhi syarat akademik
Di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Negri Gorontalo. Pada kesempatan ini pula, penyusun menyampaikan
rasa terima kasih kepada orang tua tercinta yang selalu menjadi motivator bagi
penyusun, Ibu Nikmawatisusanti Yusuf, S.IK, M.Si, selaku dosen pembimbing
dalam penyusunan makalah seminar ini dan teman-teman sekalian yang selalu
memberikan dukungan bagi penyusun.
Sebagai manusia biasa, penyusun menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dalam penyusunan makalah ini,
sehingga penyusun mengharapkan kritik serta saran yang mebangun untuk
memperbaiki isi makalah seminar ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik
bagi penyusun sendiri maupun bagi pihak yang memerlukannya.

Gorontalo, November 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II KALDU BUBUK ....................................................................................... 3
2.1 Definisi Kaldu Bubuk .................................................................................... 3
2.2 Spray Dryer ................................................................................................... 4
BAB III PENGOLAHAN KALDU BUBUK HASIL PERIKANAN .................... 6
3.1 Bahan Baku ................................................................................................... 6
3.1.1 Kerang Dara (Anadara granosa) .......................................................... 6
3.1.2 Udang Putih (Penaeus merguiensis)..................................................... 7
3.1.3 Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp) ..................................................... 8
3.2 Bahan Tambahan ........................................................................................... 9
3.2.1 Tepung Tapioka .................................................................................... 9
3.2.2 Lesitin ................................................................................................. 10
3.2.3 Bumbu/ Rempah-rempah .................................................................... 11
3.2.4 Air ....................................................................................................... 11
3.3 Proses Pengolahan Kaldu Bubuk ................................................................ 12
3.3.1 Ekstraksi/Perebusan ............................................................................ 13
3.3.2 Pencampuran....................................................................................... 15
3.3.3 Pengeringan Kaldu.............................................................................. 16
3.4 Karakteristik Produk Kaldu Bubuk ............................................................. 19
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 21
4.1. Kesimpulan ................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerang Dara (Anadara granosa)........................................................... 8
Gambar 2. Udang Putih (Penaeus marguinesis) ..................................................... 9
Gambar 3. Kepala Ikan Tenggiri (ScombeIromorus sp) ....................................... 10
Gambar 4. (a) Pengeluaran Isi Kerang dan (b) Pemotongan Kepala Udang ....... 16
Gambar 5. Perebusan ............................................................................................ 17
Gambar 6. (a) Tepung Tapioka dan (b) Lesitin..................................................... 18
Gambar 7. Alat Spray Dryer ................................................................................. 21
Gambar 8. Kaldu Bubuk ....................................................................................... 21
Gambar 9. Bagan Alir Proses Pengolahan Kaldu Bubuk Hasil Perikanan ........... 22

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Persyaratan Mutu Kaldu (SNI. 01-4218-1996) ......................................... 5
Tabel 2. Kandungan Mineral, Proksimat daging Kerang Dara Segar ..................... 8
Tabel 3. Komposisi Kimia Udang........................................................................... 9
Tabel 4. Kandungan Gizi Ikan Tenggiri ............................................................... 10
Tabel 5. Kandungan Gizi Tepung Tapioka ........................................................... 12
Tabel 6. Persyaratan Mutu Air Bersih (SNI. 01-3553-2006) ................................ 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan sumberdaya hasil perikanan berperan penting bagi kesehatan masyarakat
selain untuk meningkatkan perekonomian. Ikan merupakan sumber pangan fungsional yang
mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh berantai
panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro
mineral. Menurut Mentang dkk (2011) dalam Wally (2015), asam lemak omega-3 dapat
menurunkan kadar trigliserida dan total kolestrol dalam darah serta dapat meningkatkan
metabolisme lemak.
Sumber daya hasil perikanan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kaldu
bubuk. Didih (2014) menyatakan bahwa, di Jepang ada jenis kaldu instan yang disebut
Dashi yang terbuat dari ikan dan rumput laut. Pemanfaatan ikan sebagai bahan pembuatan
kaldu, diharapkan dapat menggantikan penggunaan bahan tambahan makanan yang banyak
mengandung MSG. Kandungan flavor pada ikan merupakan salah satu alternatif dalam
pengolahan bahan penyedap rasa pada makanan, sehingga tingkat penggunaan penyedap rasa
seperti MSG dapat berkurang. Flavor atau citarasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh
bahan makanan ketika diletakan dalam mulut, terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau
(Zuhra, 2006). Flavor pada ikan dapat dihasilkan salah satunya yaitu dari jenis protein yang
terkandung dalam daging ikan sehingga dapat menghasilkan aroma dan citarasa yang khas.
Proses penguraian protein pada ikan seperti pepton dan asam amino yang saling berinteraksi
akan menciptakan aroma yang khas (Jones, 2015). Salah satu jenis ikan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan flavor/kaldu bubuk yaitu jenis ikan tenggiri.
Hal ini dibuktikan pada penelitian Ramadhani (2015), yang memanfaatkan kepala atau
limbah ikan tenggiri sebagai bahan baku pembuatan flavor bubuk.
Selain ikan, hasil perikanan lainnya yang dapat diolah menjadi produk kaldu bubuk
adalah jenis kerang dan udang. Pada umumnya, kaldu digunakan sebagai bahan penyedap
makanan/flavor untuk menambah cita rasa dari makanan itu sendiri, sehingga kandungan
flavor yang terdapat pada biota perikanan seperti jenis kerang dan udang sangat potensial
dimanfaatkan sebagai penyedap masakan alami dalam hal ini adalah kaldu bubuk. Menurut
Diyantoro (2002) dalam Fitriani (2014) bahwa, komponen pembentuk flavor pada produk
perikanan banyak ditemukan pada daging moluska dan krustasea, seperti udang dan kerang
yang memiliki aroma dan cita rasa yang lebih tinggi daripada ikan. Meiyani (2014)

1
menyatakan, bahwa kepala udang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembuatan flavor
bubuk alami, karena kepala udang mengandung asam glutamat 20,45 mg yang merupakan
salah satu komponen utama dalam pembuatan flavor. Di samping itu, filtrate cairannya
(kaldu) masih mengandung protein.
Pemanfaatan hasil perikanan dalam pembuatan flavor di Indonesia terlihat semakin
diminati oleh masyarakat. Dimana banyak beredar dipasaran yang merupakan bahan sintesis
bila dikonsumsi berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan, misalnya Chinese
Restaurant Syndrom (CRS) yang disebabkan oleh pemakaian MSG (monosodium glutamate)
berlebihan akan menyebabkan gejala kesemutan, pusing serta sakit dada bagian bawah
(Cahyadi, 2009 dalam Meiyani, 2014).
Kaldu banyak digunakan oleh masyarakat sebagai penyedap masakan/flavor. Biasanya
yang sering digunakan adalah kaldu daging ternak dan daging ikan. Bentuk kaldu yang
banyak beredar dipasaran biasanya berbentuk bubuk dan blok dengan berbagai macam merek
dagang. Kaldu yang masih berbentuk cair akan cepat mengalami kerusakan, oleh sebab itu
perlu dilakukan proses pengeringan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan peralatan
tradisional atau modern. Salah satu metode yang digunakan pada pembuatan kaldu bubuk
yaitu spray drying. Prinsip kerja spray drying yaitu menyemprotkan media cair kedalam
ruangan yang bersuhu panas, sehingga suspensi padatan yang terkandung pada media akan
menjadi serbuk (Meidiana, 2008 dalam Fitriani, 2014). Dikatakan pula bahwa, salah satu
keuntungan penggunaan alat ini adalah waktu proses pengeringan kaldu yaitu 30 detik
sampai produk menjadi serbuk yang bentuknya seragam.
1.2 Tujuan
Adapun tujuanya yaitu mendiskripsikan pemanfaatan sumber daya hasil perikanan yang
dijadikan suatu produk pangan, dalam hal ini yaitu produk kaldu bubuk dari hasil
perikanan.

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah seminar ini, dapat menambah
wawasan mengenai pengolahan hasil perikanan, yang dijadikan sebagai produk bahan
tambahan pangan seperti penyedap rasa yaitu kaldu bubuk dari hasil perikanan

2
BAB II
KALDU BUBUK

2.1 Definisi Kaldu Bubuk


Kaldu adalah sari tulang, daging atau sayuran yang direbus untuk mendapatkan sari
bahan tersebut. Karakteristik kaldu mempunyai aroma dan cita rasa khas, berbentuk cairan
dan berwarna agak kekuningan. Contohnya adalah kaldu ayam, kaldu daging sapi, kaldu ikan
dan lain-lain. Kaldu sebagai produk olahan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi
secara langsung tanpa makanan lain, tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi
rasa pada masakan tertentu. Citarasa yang khas ditimbulkan terutama berkaitan dengan
senyawa-senyawa protein yang berkombinasi dengan degradasi unsur-unsur gizi lainnya
(lemak dan karbohidrat) yang terdapat pada bahan makanan (Swasono, 2008 dalam Fitrianti,
2014). Pada tahapan pengolahan kaldu bubuk diperlukan bahan tambahan yang berfungsi
sebagai pengikat dan pengental. Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dari berbagai jenis pati
seperti halnya tepung tapioka, jagung dan sebagainya.
Meidiana (2008) dalam Fitriani (2014), menyatakan bahwa, tepung tapioka digunakan
sebagai bahan pengikat dalam pembuatan kaldu bubuk dari daging perut ikan patin, jumlah
tepung yang digunakan pada perlakuan tersebut yaitu sebanyak 20%. Bahan pengikat ini
berfungsi untuk memekatkan atau mengentalkan makanan yang bila dicampur dengan air
akan membentuk kekentalan tertentu (Winarno, 2004 dalam Fitriani, 2014).
Seperti halnya dengan bahan pangan lainnya, kriteria kaldu yang baik dan aman harus
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar mutu kaldu menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 01-4218-1996 meliputi beberapa parameter penting yang mempengaruhi
kualitas kaldu daging tersebut. Adapun persyaratan mutu kaldu dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Persyaratan Mutu Kaldu (SNI. 01-4218-1996)


Parameter Keterangan (%)

Warna, bau dan rasa Normal


Kadar Nitrogen total Min. 0,01 (kaldu daging, kaldu unggas)
Min. 0,04 (kaldu daging lainnya)
Kadar Nitrogen Amino Min. 0,02 (kaldu daging lainnya)
Nitrogen Klorida Maks. 1,25
Lemak Min. 0,3 (kaldu daging berlemak)
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (BSN, 1996)

3
Kaldu yang masih berupa air akan cepat mengalami kerusakan, oleh karena itu perlu
dilakukan proses pengeringan agar kaldu tidak mudah rusak (Meidiana, 2008 dalam Fitriani,
2014). Metode pengeringan yang sering digunakan dalam pembuatan produk berupa bubuk
yaitu metode Spray dryer. Metode pengering semprot mampu mengeringkan produk tanpa
harus kontak dengan permukaan panas, sehingga komponen-komponen yang terdapat di
dalam bahan terutama yang peka terhadap panas tidak mengalami kerusakan setelah menjadi
produk, selain itu penguapan air terjadi pada permukaan yang sangat luas sehingga waktu
yang dibutuhkan hanya beberapa detik saja (Lastriningsih, 1997 dalam Fitriani, 2014).

2.2 Spray Dryer


Spray dryer (pengering semprot) adalah salah satu jenis alat yang digunakan dalam
pengolahan kaldu bubuk, susu bubuk dan produk sejenis lainnya. Spray drying didefinisikan
sebagai suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium pengering panas. Pengering
semprot meliputi atomisasi cairan yang mengandung padatan suspensi atau emulasi dan
secara langsung penyemprot butiran air ke dalam udara panas, kontak keduanya berada di
ruang pengering (Master, 1997 dalam Fitriani, 2014).
Mekansme kerja Spray dryer menggunakan sistem kontinyu, yaitu bahan yang akan
dikeringkan dihamburkan dengan menggunakan nozzle membentuk butiran-butiran partikel
kecil. Butiran-butiran partikel kecil tersebut dikontakkan secara langsung dengan udara panas
sehingga akan membentuk serbuk. Spray dryer terdiri dari 2 alat utama yaitu nozzle dan
tangki pengering. Nozzle terbuat dari kuningan dengan diameter 0,5 mm yang digunakan
untuk menghamburkan ekstrak zat warna sehingga membentuk butiran-butiran partikel kecil.
Tangki pengering terbuat dari plat galvanis yang memiliki diameter 40 cm, tinggi 220 cm,
volume maksimal 600 liter, dan volume efektif 500 liter. Alat pendukung lain berupa
kompresor, blower, kompor, dan belt conveyor (Susilowati dkk, 2009)
Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan menggunakan energi panas
(Winarno, 2004 dalam Fitriani, 2014). Menurur Earle (1966) dalam Fitriani (2014), ada
berbagai macam alat pengering yang penggunaannya tergantung pada bahan yang hendak
dikeringkan dan tujuannya, namun metode yang sering digunakan dalam pembuatan produk
berbentuk bubuk yaitu metode pengering semprot (Spray dryer). Berdasarkan Triana dkk
(2006) bahwa, teknik spray drying yaitu merubah bahan makanan yang awalnya berupa
bahan cair menjadi materi padat. Bahan yang akan dikeringkan disemprotkan dalam bentuk

4
kabut. Luas permukaan bahan yang berkontak langsung dengan media pengering (udara
panas) dapat lebih besar, sehingga penguapan berlangsung lebih baik.
Faktor yang mepengaruhi teknik spray drying adalah bentuk penyemprot, kecepatan
alir produk dan sifat produk. Keuntungan penggunaan spray dryer yaitu produk akan menjadi
kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, temperatur produk akhir rendah
walaupun suhu awal proses relatif tinggi, waktu pengeringan singkat dan produk akhir berupa
bubuk stabil yang memudahkan penanganan dan transportasi (Effendi, 2000 dalam Triana,
2006). Menurut Indriany (2000) dalam Fitriani (2014) bahwa, keuntungan dari penggunaan
spray dryer yang utama, adalah tidak hanya dapat mengeringkan bahan secara cepat dengan
waktu total padatan di dalam pengering kurang dari 30 detik, tetapi juga menghasilkan
produk yang kondisinya seragam.

5
BAB III
PENGOLAHAN KALDU BUBUK HASIL PERIKANAN

3.1 Bahan Baku


Bahan baku merupakan bahan yang langsung digunakan atau bahan mentah yang
kemudian dijadikan suatu produk atau barang jadi dari suatu perusahaan (Subekti, 2014).
Bahan baku berupa hasil perikanan yang dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan kaldu
bubuk yaitu antara lain, kerang dara (Anadara granosa) (Fitriani, 2014) dan udang putih
(Penaeus merguiensis) (Meiyani dkk, 2014). Selain itu, bahan baku lainnya dalam pembuatan
kaldu bubuk yaitu air, tepung tapioka, rempah-rempah/bumbu dan lesitin (Fitriani, 2014).
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan kaldu bubuk harus sesuai dengan Badan
Standardisasi Nasional SNI 01-2729.2 (2006). Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau
yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari
sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Komposisi kimia bahan baku sangat bervariasi tergantung pada ukuran, jenis kelamin,
tingkat kematangan seksual maupun waktu penangkapan biota. Secara umum, komposisi
kimia kerang dan udang sangat bervariasi tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur dan
habitat (Fitriani, 2014).

3.1.1 Kerang Dara (Anadara granosa)


Kerang dara (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang terdapat di
pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan kedalaman 1-30 m (Suwignyo dkk, 2005
dalam Fitriani, 2014). Ciri - ciri kerang dara adalah mempunyai 2 keping cangkang yang
tebal, elips dan kedua sisi sama kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi
periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman, ukuran kerang
dewasa mencapai 6-9 cm.
Menurut OFCF (1987) dalam Nurjanah dkk (2005), komposisi kimia kerang sangat
bervariasi tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur, dan habitat. Pada umumnya kerang
kaya akan asam suksinat, asam sitrat, asam glikolat yang erat kaitannya dengan cita rasa dan
memberikan energi sebagai kalori. Selain itu kerang juga mengandung enzim tiaminase
dalam jumlah yang besar sehingga dapat merusak vitamin B1 bila dikonsumsi dalam keadaan
mentah.Tiaminase dapat diinaktifkan dengan pemanasan atau pemasakan.

6
Tabel. 2. Kandungan Mineral Prokismat Daging Kerang Dara Segar
Komponen Satuan Nilai
Air % 74,37
Abu % 2,24
Protein % 19,48
Lemak % 2,50
Cu ppm 3,17
Ca ppm 698,49
Fe ppm 39,63
Zn ppm 13,91
Se ppm Tt
Sumber: Nurjanah dkk, 2005

Gambar 3.1.Kerang Darah (Anadara granosa)


Sumber: wawang Armansyah. 2015 (http://www.belajarbagus.com)

3.1.2 Udang Putih (Penaeus merguiensis)


Udang merupakan biota laut yang tergolong kelas decapoda, yang memiliki tubuh dan
tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut yang banyak diproduksi pada pabrik-pabrik untuk
memanfaatkannya (Meiyani dkk, 2014).
Udang putih atau disebut juga banana prawn adalah satu diantara Sembilan jenis udang yang
memiliki nilai dagang cukup tinggi dan sangat digemari di Indonesia karena mempunyai rasa
dan daging yang enak serta harganya relatif murah dibandingkan dengan udang windu
(Panaeus monodon) (Sulistiyono dkk, 2005). Udang putih adalah salah satu jenis udang yang
diekspor dalam keadaan beku, sehingga dari proses pembekuan tersebut menghasilkan
limbah berupa kulit dan kepala udang (Arif dkk, 2013). Meiyani dkk (2014) menambahkan
bahwa, kepala udang yang merupakan limbah hasil produksi udang dari pabrik, dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan flavor bubuk.

7
Secara umum, udang memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi.
Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49 % dari total keseluruhan berat badan, daging 24-
41 % dan kulit 17-23 % (Purwaningsih, 2000 dalam Manurung, 2009).

Tabel. 3. Komposisi kimia Udang


Komposisi Kimia Jumlah
Kadar air (%) 78
Kadar abu (%) 3,1
Lemak (%) 1,3
Karbohidrat (%) 0,4
Protein (%) 16,72
Kalsium (Mg) 161
Fosfor (Mg) 292
Besi (Mg) 2,2
Natrium (Mg) 418
Sumber: USDA (2003) dalam Manurung (2009)

Gambar 3.2. Udang Putih (Penaeus merguiensis)


Sumber: Alam Ikan. 2014 (http://www.alamikan.com)

3.1.3 Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp)


Tenggiri adalah jenis ikan yang tergolong ekonomis penting dan menjadi salah satu
ikan yang digemari di dunia. Ikan ini umumnya hidup disekitar perairan pantai dan sering
ditemukan di permukaan dekat perairan karang. Wilayah penyebaran ikan tenggiri yaitu di
perairan Sumatera, perairan Madura, perairan Indo-Pasifik, Laut Cina Selatan dan India
(Budiman, 2006 dalam Ramadhani, 2015). Ikan tenggiri biasanya dipasarkan dalam keadaan
segar atau beku. Sejumlah negara maju lebih menyukai ikan tenggiri yang dipasarkan dalam
bentuk potongan tipis (fillet) atau tanpa tulang (boneless) (Berghe dan Barnathan, 2005
dalam Ramadhani, 2015).
Kepala ikan tenggiri merupakan salah satu limbah padat dari industri fillet tenggiri,
pempek dan otak-otak yang hanya menggunakan daging ikan tenggiri sebagai bahan baku.
Secara rasional bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dari tubuh ikan adalah bagian kepala

8
sekitar 14,78%, bagian tulang sekitar 11,7%, bagian sirip sekitar 3,4%, kulit sekitar 4% , duri
sekitar 2% dan bagian isi perut sekitar 4,8% (Nurilmala, 2004 dalam Ramadhani, 2015).
Kepala ikan tenggiri apabila diekstraksi dengan cara perebusan akan didapatkan konsentrat
kaldu cair. Kaldu cair kepala ikan tenggiri dapat digunakan sebagai bahan penyedap masakan
karena rasanya yang gurih khas cita rasa tenggiri (Ramadhani, 2015).

Tabel. 3.4 Kandungan Gizi Ikan Tenggiri


Kandungan Persentase (%)
Protein 19,23
Lemak 0,9
Abu 1,38
Air 76,49
Sumber: Septiarini (2008) dalam Ramadhani (2015)

Gambar 3.3. Kepala Ikan Tenggiri


Sumber: Ramadhani (2015)
3.2 Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan
maksud dan tujuan tertentu. Misalnya untuk menigkatkan kosentrasi, nilai gizi, citarasa untuk
mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa (Winarno, 2004
dalam Fitriani, 2014). Beberapa bahan tambahan yang digunakan untuk membuat kaldu
bubuk dari hasil perikanan berdasarkan Fitriani (2014) yaitu terdiri dari tepung tapioka,
lesitin, bumbu/rempah-rempah dan air.

3.2.1 Tepung Tapioka


Tepung tapioka merupakan endapan filtrat dari ubi kayu (Manihot esculenta) yang
mengalami pencucian sempurna dan dilanjutkan dengan pengeringan. Pati merupakan
komponen utama tepung tapioka dan merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan
bau sehingga modifikasi rasa tepung tapioka mudah dilakukan (Rusmono, 1983 dalam
Fitriani, 2014). Tepung tapioka (cassava-rootflour) atau sering disebut tepung kanji adalah

9
tepung yang di peroleh dari ketela pohon atau singkong. Tapioka memiliki sifat-sifat fisik
yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan keduanya dapat saling menggantikan
(Kainth, 2010 dalam Amsar dan Isbani, 2012).

Tujuan tepung tapioka dalam pembuatan kaldu yaitu sebagai bahan pengental, bahan
pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding, bakso,
sup, pengolahan sosis dan kerupuk (Ratmawati, 2013). Selain itu juga, Tepung tapioka
banyak mengandung nilai gizi berupa kalori, protein, lemak, karbohidrat dan air, yang
berperan penting sebagai asupan nutrisi bagi tubuh, selain dari beberapa jenis makanan.

Tabel 3.5.Kandungan Gizi Tepung Tapioka


Komposisi Jumlah

Kalori (Kal) 362


Protein (g) 0,5
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 81,30
Air (g) 12
Sumber: Fitriani, 2014

3.2.2 Lesitin
Menurut Winarno (2004) dalam Fitriani (2014), lesitin berfungsi dalam pembuatan kaldu
yaitu sebagai emulsifier dimana larut dalam minyak dan larut dalam air. Selanjutnya Winarno
(2004) dalam Fitriani (2014) menambahkan bahwa, lesitin ialah bahan pengemulsi yang
digunakan untuk mengikat globul lemak. Lesitin semula digunakan untuk fosfstidilkolin
murni, namun sekarang istilah tersebut secara umum telah digunakan untuk fosfatida-
fosfatida yang ditemukan di alam. Pada umumnya dihasilkan dari produk samping minyak
kedelai (Hudiyanti et al, 2002 dalam Fitriani, 2014).
Kata lesitin mengalami perluasan makna dengan ditemukannya lesitin dari tumbuhan
(nabati), hewan dan produk hewan lain khususnya susu serta bagian dari tubuh manusia.
Lesitin hewan umumnya diperoleh dari kuning telur dan susu sedangkan lesitin nabati dapat
diperoleh dalam kacang kedelai, kacang tanah, jagung, gandum dan bunga matahari (Aku et
al, 2007 dalam Fitriani, 2014). Lesitin digunakan pada berbagai macam produk industri dan
menunjukkan berbagai fungsi yang sangat berharga. Dalam produk makanan, lesitin
memberikan tambahan gizi dan juga dapat berperan sebagai zat pengemulsi, zat aktif muka,
zat anti-percik atau zat penstabil, zat penurun kekentalan dan antioksidan (Hudiyanti et al,
2004 dalam Fitriani 2014).

10
3.2.3 Bumbu/ Rempah-rempah
Bumbu merupakan bahan campuran yang terdiri dari satu atau lebih rempah-rempah atau
ekstrak rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam makanan selama pengolahan atau dalam
persiapan, sebelum disajikan untuk memperbaiki flovor alami makanan sehingga lebih
disukai oleh konsumen (Farrel, 1990 dalam Rahmadani, 2012). Pada umumnya rempah-
rempah diformulasikan sebagai bumbu suatu produk pangan. Formulasi bumbu dilakukan
dengan mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan penemuan-
penemuan baru secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen (Pallai, 1995 dalam
Rahmadani, 2012). Tujuan pencampuran untuk memberikan keseimbangan pada flavor
makanan sehingga tercapai kepuasan konsumen secara maksimum.
Menurut Pruthi (1980) dalam Rahmadani (2012), seasoning terbagi dalam tiga kategori
yaitu ground spice seasoning, soluble spice seasoning dan kombinasi antara ground dan
soluble spice seasonings. Bumbu tidak dapat dibuat dari hanya satu jenis rempah saja dan
sangat sulit mencapai flavor yang stabil. Kestabilan flavor dapat dicapai dengan membuat
soluble seasoning (bumbu yang dapat larut), yaitu dengan menambahkan minyak esensial dan
oleoresin ke dalam garam, dekstrosa atau base gula. Keuntungan lain dari soluble seasoning
adalah bebas dari warna rempah-rempah, bebas dari total mikroba dan ketersediaan flavor
yang diinginkan.
Menurut Rahmawati (1998) dalam Rahmadani (2012), rempah-rempah yang digunakan
cukup oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini menimbulkan citarasa dan
aroma khas yang diinginkan. Oleh karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk bumbu
harus cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak atsirnya mencapai optimal.
Sebagaian besar komponen flavor pada rempah-rempah berbentuk senyawa folatil, seperti
cinemaldehyde (kayu manis), eugenol (cengkeh), capsaicinoids (cabe atau lada), alisin
(bawang putih), di-1-propildisulfida dan metal-1-propildisulfida (bawang merah), gingerol
(jahe). Kekuatan dan intensitas dari senyawa volatile ini, merupakan alasan mengapa rempah-
rempah ini digunakan dalam jumlah yang kecil (Nagodawithana, 1995 dalam Rahmadani,
2012).

3.2.4 Air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Air berfungsi sebagai bahan yang dapat
mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam makanan serta berbagai pelarut sebagai

11
bahan seperti garam, vitamin yang larut air dan mineral (Winarno, 2004 dalam Fitriani,
2014).
Air merupakan bahan bantu yang digunakan dalam setiap pengolahan bahan pangan.
Air bermutu baik yaitu air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidak murnian
secara kimiawi. Penanganan tambahan diperlukan agar semua mikroorganisme yang ada
mati, untuk menghilangkan semua bahan-bahan di dalam air yang dapat mempengaruhi
penampakan, rasa dan stabilitas (Buckle et al, 1987 dalam Fitriani, 2014). Standar untuk air
bersih yang baik digunakan dalam proses pengolahan suatu produk berdasarkan SNI. 01-
3553-2006 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6.Persyaratan mutu air bersih (SNI. 01-3553-2006)


Kriteria uji Satuan Nilai

Bau - Tidak berbau


Rasa - Normal
Warna Unit Pt-Co Maka. 5
Ph - 6.0-8,5
Kekeruhan NTU Maks. 1,5
Zat yang terlarut mg/l Maks, 500
Zat organic (angka KMnO4) mg/l Maks, 1,0
Total organic karbon mg/l -
Cemaron logam
Timbal (Pb) mg/l Maks. 0,005
Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0,5
Kadnium (Cd) mg/l Maks. 0,003
Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001
Perak (Ag) mg/l -
Koblat (Co) mg/l -
Arsen mg/l Maks. 0,01
Cemaran mikroba
Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 1,0 x 102
Bakteri bentuk koli APM/100ml <2
Salmonella - Negatif/100ml
Pseudomonas aeruginos Kloni/ml Nol
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2006)

3.3 Proses Pengolahan Kaldu Bubuk


Menurut Didik (2013), Beberapa kaldu dikenal dibagi menjadi dua macam antara lain
kaldu yang didapat dari bahan hewan atau kaldu hewani yang bisa dibuat dari bahan daging
sapi, ayam dan bisa juga didapat dari tulang iga sapi, kaki maupun ikan. Jenis kaldu yang
terbuat dari bahan hewan atau kaldu hewani biasanya mengandung berbagai bahan yang bisa
saja mengganggu kesehatan, misalnya kandungan lemak. Jika membuat kaldu dari bahan ikan

12
maupun udang, tambahkanlah jahe atau bisa juga dengan menggunakan air jeruk nipis, hal itu
untuk mengurangi aroma amis yang terdapat pada ikan maupun udang.
Berdasarkan Fitrian (2014), pebuatan kaldu bubuk meliputi beberapa tahapan yang
terdiri dari ekstraksi/perebusan, pencampuran dan pengeringan.

3.3.1 Ekstraksi/Perebusan
Proses ekstraksi dapat melalui beberapa tahap menjadi; pembuatan serbuk,
pembasahan, penyarian dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam estraksi harus
dipilih berdasarkan kemampuanya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif
dan yang seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Depkes RI, 2000 dalam
Istiqomah 2013).
Teknik pengolahan makanan dengan menggunakan media panas secara umum terbagi
kedalam dua metode, yaitu metode panas basah dan metode panas kering. Perebusan
merupakan salah satu jenis pengolahan makanan yang menggunakan metode panas basah.
Tujuan perebusan yaitu melunakan atau mematangkan bahan makanan dalam cairan seperti
(air, kaldu, santan atau susu) dengan temperatur tinggi (Bilal, 2015). Sedangkan menurut
Farhana et al (2015), perebusan merupakan salah satu teknik ekstraksi bahan yang
menggunakan pelarut cair yang dipanaskan dengan suhu dan waktu yang bervariasi.
Berdasarkan Meiyani (2014), untuk bahan baku berupa udang putih (Penaeus
merguiensis) bagian yang digunakan yaitu bagian kepala. Kepala udang dicuci dengan air
bersih mengalir, selanjutnya dipotong menjadi ukuran kecil untuk memperluas permukaan
bahan, sehingga pada tahap ektraksi/perebusan, protein pada kepala udang dapat mudah
terekstraksi. Hal yang sama pula, diterapkan pada pembuatan kaldu bubuk dari kepala ikan
tenggiri, namun tanpa pengecilan ukuran (Ramadhani, 2015).

Berdasarkan Fitriani (2014), dalam pengolahan kaldu bubuk bahan baku terlebih dulu
dipreparasi sebelum dilakukan proses ekstraksi/perebusan. Tujuan dari preparasi tersebut
yaitu untuk menghilangkan komponen/kotoran yang dapat merusak mutu produk akhir.
Bahan baku yang mengunakan kerang dara (Anadara granosa), diperparasi dengan cara
direbus selama 30 menit yang tujuannya untuk memisahkan daging dengan cangkang kerang,
yang kemudian dilanjutkan dengan mecuci daging dengan air mengalir untuk menghilangkan
kotoran yang masih menempel pada daging tersebut.

13
(a) (b)
Gambar 3.4 (a) Pengeluaran isi kerang dan (b) Pemotongan kepala udang putih
Sumber: (a) Anatoemon. 2012 (http://www.anatoemon.com)
(b) Hamid, A. 2015 (http://www.jitunews.com)

Tahap selanjutnya setelah preparasi yaitu ektraksi/perebusan. Daging kerang dara yang
diperoleh selanjutnya diblender (pengecilan ukuran), dan kemudian direbus kedalam air
mendidih beserta bumbu seperti garam, bawang putih dan bumbu lainya selama 5 menit pada
suhu 100 oC (Fitriani, 2014). Untuk kepala udang direbus 1 jam pada suhu 80 oC.
Sedangkan untuk kepala ikan tenggiri dilakukan perebusan selama 120 menit. (Ramadhani,
2015). Alat yang digunkan pada tahap perebusan yaitu wajan yang memanfaatkan media
panas dari api/kompor. Dalam proses perebusan juga bertujuan untuk mengekstraksi
komponen kimia seperti falvor dari daging ikan (protein) dan bumbu (oleoresin) yang
ditambahkan pada proses pembuatan kaldu. Protein pada daging ikan seperti sarkoplasma
akan mudah larut dalam air (Astawan dkk, 1996 dalam Sanger, 2010). Penambahan garam
dalam proses perebusan juga berperan selain untuk menciptakan citarasa, juga dapat
melarutkan protein miofibril pada daging ikan. Hal ini dinyatakan oleh Goll et al (1974)
dalam Sanger (2010) bahwa, protein miofibril (aktin dan miosin) akan larut dalam natrium
klorida dan kemudian keluar dari daging ikan membentuk sol yang adhesif.
Oleoresin yang terkandung dalam rempah atau bumbu seperti bawang putih merupakan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap karakteristik rempah tersebut (Assagaf dkk,
2012). Sehingga, pada proses perebusan kaldu dengan penambahan bumbu akan
meninggkatkan flavor dari segi aroma, rasa, kenampakan yang khas.

14
Gambar 3.5 Perebusan
Sumber: Kaltim Post, 2016 (http://kaltim.prokal.co)

3.3.2 Pencampuran
Setelah proses perebusan, tahap selanjutnya dilakukan pecampuran yaitu
menambahakan bahan tambahan berupa tepung tapioka dan lesitin. Sebelum dilakaukan
pencampuran, kaldu terlebih dulu disaring menggunakan kertas saring. Tujuan penyaringan
yaitu untuk memisahkan kaldu dari ampas (bahan-bahan pembuatan kaldu). Penambahan
tapioka (20%) pada kaldu bertujuan sebagai bahan pengikat dan pengental. Hal ini
dikarenakan, sifat dari granula pati yang dapat menyerapair maka air yang berada diluar
granula akan berkurang. Sehingga dalam penambahan tepung tapioka, kaldu akan mengental.
Panambahan lesitin (5 g) bertujuan sebagi pegemulsi atau zat yang digunakan untuk mengikat
globul lemak (Winarno, 2004 dalam Fitriani, 2014).
Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak
tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam
bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0,1 m atau 0,1-50 m.
Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase
diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau
fase eksternal atau fase kontinyu (deMan, 1997 dalam Rita, 2011). Terdapat dua tipe emulsi
yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Jika fase lipolitik
merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi minyak dalam air dan
sebaliknya jika fase hidrofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah
emulsi air dalam minyak (Noerono, 1990 dalam Rita, 2011).

15
(a) (b)
Gambar 3.6 (a) Tepung Tapioka dan (b) Lesitin
Sumber: (a) Orenjie Culinary Course. 2016 (http://orenjieculinary.com)
(b) Beslenmedestegi. 2009 (http://www.beslenmedestegi.com)

3.3.3 Pengeringan Kaldu


Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah
massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di transfer dari medium
pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus
dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran
fluida di mana cairan harus di transfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan
berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi
melalui berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara
pemanasan yang digunakan (Rahmawan, 2001 dalam Hani, 2012).
Pada pembuatan kaldu bubuk, proses pengeringan dilakukan untuk mengubah bentuk
kaldu yang cair ataupun semi cair menjadi serbuk. Proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan metode spray drying dengan alat spray dryer pada suhu inlet 100 0C dan outlet
80 0C sampai bahan tersebut menjadi kering dalam bentuk bubuk. Spray dryer (pengering
semprot) didefinisikan sebagai suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium
pengering yang panas. Pengeringan semprot meliputi atomisasi cairan yang mengandung
padatan suspensi atau emulsi dan secara langsung penyemprotan butiran air ke dalam udara
pengering panas, kontak keduanya berada di ruang pengering. Metode atomisasi dan udara
panas merupakan titik kritis terhadap penyimpanan makanan, bila kondisi pengeringan
tercapai dimana suhu produk rendah dan waktu pengeringan singkat (Master, 1997 dalam
Fitriani, 2014).
Menurut Indriany (2000) dalam Fitriani (2014), keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan spray dryer yang utama adalah tidak hanya dapat mengeringkan bahan dengan
sangat cepat waktu total padatan di dalam pengering dapat kurang dari 30 detik tetapi juga

16
menghasilkan produk yang kondisinya seragam. Larutan dengan viskositas tinggi yang akan
dikeringkan dilewatkan melaui lubang kecil (nozzle) dan disemprotkan ke dalam ruang
pengering. Penyemprotan bahan dapat dilakukan melaui cairan yang berputar dengan
kecepatan tinggi dimana zat cair akan menguap dengan cepat karena permukaan kontak yang
luas dengan udara kering yang bersuhu tinggi (Taib et al, 1998 dalam Fitriani, 2014).
Dalam spray dryer cairan atau pasta akan terdistribusi halus, maka bidang kontak
dengan udara panas sangat besar, sehingga waktu maksimum pengeringan hanya beberapa
detik. Dengan demikian waktu tinggal partikel di dalam menara pengering juga beberapa
detik lamanya, karena partikel yang akan dikeringkan mempunyai kecepatan jatuh yang
relatif besar maka diperlukan menara yang tinggi. Kecepatan jatuh dapat dikurangi dan waktu
tinggal dapat diperpanjang dengan membiarkan udara panas mengalir masuk secara
tangensial di bagian atas menara (aliran searah). Di dalam sebuah menara berbentuk silinder,
bahan yang dapat mengalir (suspensi, pasta) disemprotkan secara kontinyu ke dalam aliran
udara yang panas. Pada saat penghamburan, yang dilakukan dengan perlengkapan hambur
khusus, cairan yang akan dipisahkan segera menguap. Udara dan bahan yang dikeringkan
harus dipisahkan satu dari yang lain dalam alat pemisah (Susilowati dkk, 2009).
Pemisahan halus dilakukan dalam alat pemisah debu yang dihubungkan dengan alat
pengering (misalnya siklon filter debu). Ada dua tahapan pengeringan pada alat spray dryer,
tahap pertama (penghilangan kelembaban permukaan) berlangsung di dalam menara,
sedangkan tahap kedua (penghilangan kelembaban kapiler) dilakukan dalam alat pengering,
pneumatik yang berada di luar menara dan dihubungkan dengan menara tersebut. Pemisahan
produk dari udara panas yang telah menjadi lembab terjadi di bagian akhir pengering dengan
bantuan siklon atau filter debu (Bernasconi dkk, 1995 dalam Susilowati dkk, 2009).

17
Gambar 3.7 Alat SprayDryer
Sumber: I.Zbicinskiet al, 2000 (http://www.scielo.br)

Gambar 3.8 Produk Kaldu Bubuk


Sumber: Indriati, N. 2015 (https://cookpad.com)

18
PENGOLAHAN KALDU BUBUK DARI HASIL
PERIKANAN

Persiapan Bahan
Baku

Kerang dara (Anadara Tepung tapioka dan


granosa) dan udang putih lesitin
(Penaeus merguiensis)
diperparasi Perebusan

Bumbu (garam dan


Penyaringan
bawang)

Pencampuran

Pengeringan
(Spray drying)

Kaldu bubuk

Gambar 3.9. Bagan Alir Proses Pengolahan Kaldu Bubuk Dari Hasil Perikanan
Sumber: Fitriani, 2014

3.4 Karakteristik Produk Kaldu Bubuk


Berdasarkan penelitian Meiyani (2014), karakteristik mutu kaldu bubuk dari kepala
udang yang ditambahkan dengan berbagai kosentrasi dekstrin, diperoleh nilai asam glutamat
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan kosentrasi dekstrin 2,5% yaitu 36,85%. Kadar
protein tertinggi diperoleh dengan penambahan konsentrasi dekstrin 2,5% yaitu 48,95%.
Kadar air pada kaldu bubuk kepala udang dengan penambahan dekstrin terjadi penurunan
sebesar 3,48%. Nilai kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan dekstrin
7,5% yaitu 0,33%. Nilai karbohidrat mengalami peningkatan hingga 10,13% pada kaldu
bubuk kepala udang, dengan penambahan berbagai konsentrasi dekstrin. Nilai mutu hedonik
tertinggi dari segi aroma dan rasa berturut-turut, terdapat pada perlakuan penambahan
19
dekstrin 2,5% yaitu 7,7 dan 7,93. Hal ini dapat disimpulakan bahwa pada penambahan
berbagai konsentrasi dekstrin pada pembuatan kaldu bubuk kepala udang berpengaruh nyata.
Kenampakan bubuk flavor kepala ikan tenggiri dengan penambahan tepung terigu
sebanyak 5% lebih disukai oleh panelis karena partikel serbuknya lebih halus dan kering.
Dari segi warna, bubuk flavor kepala ikan tenggiri dengan penambahan tepung terigu 15%
lebih disukai oleh panelis, karena warna yang dihasilkan identik dengan warna bubuk flavor
komersil di pasaran. Nilai rasa bubuk flavor kepala ikan tenggiri dari tiap-tiap penambahan
tepung terigu dengan kosentrasi berbeda, hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata atau
dengan kata lain tidak terdeteksi rasa yang signifikan oleh panelis. Untuk nilai proksimat
(Protein, lemak dan kadar air) diperoleh nilai terbaik yaitu pada penambahan kosentrasi
tepung terigu sebesar 15%, nilai yang diperoleh yaitu protein 18,28%, kadar air 7,33% dan
kadar lemak 3,87% (Ramadhani, 2015).

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari beberapa uraian materi hasil kajian pustaka dalam bab sebelumnya, mengenai
pengolahan kaldu bubuk dari hasil perikanan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan kaldu bubuk hasil perikanan, yaitu
terdiri dari; kerang, udang, ikan tenggiri, bumbu (bawang dan garam), tepung tapioka,
air, dan lesitin.
2. Kaldu bubuk adalah kaldu hasil ekstraksi dari daging ataupun tulang ternak dan ikan,
yang dijadikan kedalam bentuk serbuk.
3. Proses pengolahan kaldu bubuk berdasarkan Fitriani (2014) yaitu terdiri dari;
persiapan bahan baku, perebusan, penyaringan, pencampuran dan pengeringan (spray
drying).

21
DAFTAR PUSTAKA

Amsar dan Isbani. 2012. Peroses Pembuatan Tepung Tapioka Dari Singkong (Ubi Kayu).
Laporan Praktek Kerja Lapangi. Fakultas Teknik. Universitas Tribhuwana
Tunggadewi. Malang.

Arif, A.B. Ischandar, Natsir, H. Dali, S. 2013. Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih
(Penaeus merguiensis). Seminar Nasional Kimia. Fakultas MIPA. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Assagaf, M. Hastutti, P. Hidayat, C. Supriyadi. 2014. Perbandingan Ekstraksi Oleoresin Biji


Pala (Myrictica fragrans houtt). Jurnal AGRITECH, Vol. 32, No. 3. Fakultas Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Maluku.

Badan Standardisasi Nasional, 2006.Persyaratan Bahan Baku. Bagian 2: Penanganan dan


Pengolahan. SNI.01-2729.2-2006. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2004. Air Minum. SNI 01-3553-2006. Jakarta.

Bilal, B. 2015.Macam Macam Teknik Pengolahan Makanan Yang biasa digunakan Chef.
bank-ilmu.com. Diakses [Online] Pada 23 Maret 2016.

Didi, D. 2014. Asultan Kaldu Bubuk Non MSG. http://www.diahdidi.com. Diakses [Online]
Pada 27 Februari 2016.

Didik, F. 2013. Tips Membuat Kaldu Special Sehat, Harum dan Nikmat.
http://www.menuinternasional.com. Diakses [Online] Pada 20 Maret 2016.

Farhana, H. Maulana, IT. Kodir, RA. 2015. Perbandingan Pengaruh Suhu dan Waktu
Perebusan Terhadap Kandungan Brazilin Pada Kayu Secang (casalpinia sappan linn).
Prosiding Penelitian SPeSIA, ISSN 2460-6472. Unisba. Bandung.

Fitriani, A. 2014. Pendugaan Umur Simpan Kaldu Bubuk Kerang Dara (Anadara granosa)
Dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing (Aslt) Model Arrhenius. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.

Hani, AM. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang (Salanum tuberosum.L) Varietas
Granola. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Istiqomah.2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sekletasi Terhadap Kadar


Piperin Buah Cabe Jawa (piperis retrofractif frunctus). Skripsi. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuliah. Jakarta.

Jayanti, S. Ilza, M. Desmelati. 2012. Pengaruh Penggunaan Minuman Berkaronasi Untuk


Menghambat Kemunduran Mutu Ikan Gurami (OpsheronemusGourmay) Pada Suhu
Kamar. Jurnal Perikanan dan kelautan, Vol. 17, No. 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau.

Jones, R. 2015. Laporan Kecap Ikan. http://documents.tips. Diakses [Online] Pada 27


Februari 2016.
22
Manurung, D.M. 2009. Komposisi Kimia, Asam Lemak Dan Kolesterol Udang Ronggeng
(Harpiosquilla raphidea) Akibat Perebusan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB. Bogor.

Melyani, D.N.A.T. Riyadi, P.H. Anggo, A.D. 2014. Memanfaatan Air Rebusan Kepala
Udang Putih (Penaeus merguiensis) Sebagai Flavor Dalam Bentuk Bubuk Dengan
Penambahan Maltodekstrin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan,
Vol. 3, No. 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Nurjanah, Zulhamsyah, dan Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang
darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin
Teknologi Hasil Perairan.Vol 8(2):15-24.

Rahmadani, R. 2012. Mempelajari Formulasi Bumbu Penyedap Berbahan Dasar Ikan Teri
(Stolrphorus spp.) dan Daging Buah Picung (pangiumedule) Dengan Penambahan
Rempah-Rempah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanudin. Makasar.

Ramadhani, A.R. 2015. Bubuk Flavor Kepala Ikan Tenggiri Dengan Bahan Pengisi Tepung
Terigu. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.

Ratmawati, R. 2013. Eksperimen Pembuatan Kerupuk Rasa Ikan Banyar Dengan Bahan
Dasar Tepung Komposit Mocaf dan Tapioka. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri Semarang.

Rita, I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak
Sawit Merah. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sanger, G. 2010. Pengaruh Pemanasan Terhadap Elastisitas Pasta Ikan Lele (Claris
batrachus). Prosiding Seminar Nasional Pangan 2010. ISBN 978-602-98902-0-4.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautaan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Subekti, W. 2014. Pengertian Bahan Mentah Atau Bahan Baku (Raw Materials).
http://www.wibowopajak.com. Diakses [Online] Pada 10 Maret 2016.

Sulistiyono, E. Sutarno. Moria, S.B. 2005. Variasi Genetik Populasi Udang Putih (Penaeus
merguiensis De Man) di Juwana dan Banyuwangi Berdasarkan Data Elektroforesis
Enzim. Jurnal Bioteknologi, vol, 2, No, 1. Fakultas MIPA. UNS. Surakarta.

Susilowati, DE. Susilowati, E. Parwanto, GH. Susanto, N. 2009.Alat Pengeringan Zat Warna
Alami (Spray Dryer) Tipe Kontinyu Berlawanan Arah Dengan Mengunakan Udara
Panas. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Triana, E. Yulianto, E. Nurhidayat, N. 2006. Uji ViabilitasLactobacillussp. Mar 8


Trenkapsulasi. Jurnal.Biodiversitas.Vol, 7, No, 2.LIPI. Bogor.

Vatria, B. 2010. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu
Penetahuan dan Rekayasa, Edisi Januari. Polihteknik Negeri Pontianak.

Wally, E. Mentang, F dan Montolalu, RI.2015. Kajian Mutu Kimiawi ikan cakalang
(kastsuwonus pelamis L.) Asap (Fufu) Selama Penyimpanan Suhu Ruang Asap dan
23
Suhu Dingin. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan vol.3, No.1. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado.

Zuhra, CF. 2006. Flavor (Citarasa). Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara.

24

Anda mungkin juga menyukai