Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM Hari/Tanggal : 5 Oktober 2023

LABORATORIUM PROSES 2 Nama Dosen :


1. Deni Subara, S.Si., M.T., Ph.D
2. Amalia Afifah, S.T.P., M.Si.

KULIT PANGSIT GORENG DARI TEPUNG KENTANG

Nama : Heru Nugroho


NIM : 120330082
Asprak : 1. Mutiara Eninta Br Ginting

2. Maiyolanda Nizusi Haloho


3. Yelsa Kristina Simanjuntak

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang adalah salah satu sumber karbohidrat paling melimpah dan tersedia
secara global. Namun pemanfaatannya dalam industri pangan masih terbatas,
khususnya pada produk pangan olahan (Aryani & Mustofa, 2019). Tepung kentang
merupakan salah satu produk turunan kentang yang mempunyai potensi besar
menggantikan tepung terigu dalam produksi cangkang pangsit. Tepung kentang
bebas gluten, menjadikannya pilihan ideal bagi orang yang sensitif atau tidak
toleran terhadap gluten. Selain itu, penggunaan tepung kentang dalam industri
makanan dapat memberikan nilai tambah pada produk pertanian, mendorong
penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien, dan mengurangi dampak negatif
produk industri makanan terhadap lingkungan.

Industri makanan terus berkembang seiring dengan permintaan konsumen


terhadap produk makanan yang sehat, berkelanjutan dan inovatif. Pangsit goreng
merupakan hidangan yang populer dan disukai banyak orang di seluruh dunia. Kulit
pangsit menjadi bagian penting dari masakan ini, memberikan tekstur yang renyah
dan rasa yang nikmat. Namun penggunaan tepung terigu sebagai bahan utama
pembuatan kulit pangsit dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain
sensitivitas gluten pada sebagian orang dan terbatasnya jumlah bahan mentah.

Secara tradisional, kulit pangsit goreng diolah dengan menggunakan tepung


terigu sebagai bahan utamanya. Namun, menghadapi berbagai tantangan seperti
alergi gluten, meningkatnya permintaan konsumen akan produk bebas gluten, dan
penggunaan tepung terigu yang tidak berkelanjutan, terdapat kebutuhan mendesak
untuk menemukan alternatif yang lebih sehat dan ramah lingkungan dalam industri
makanan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembuatan kulit pangsit goreng dari tepung kentang dan
faktor apa saja yang mempengaruhinya?
2. Apakah kulit pangsit goreng dari tepung ketang memiliki organoleptik dan
analisis finansial yang sama atau lebih baik dari kulit pangsit dari terigu?
1.3 Tujuan
1. Mengembangkan formulasi pembuatan kulit pangsit goreng menggunakan
tepung kentang sebagai bahan utama.
2. Mengevaluasi kualitas kulit pangsit goreng dari tepung kentang meliputi
pengembangan volume, kadar air, organoleptik dan analisis finansial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung Kentang
Kentang (Solanum tuberasum) merupakan salah satu tanaman jenis umbi-
umbian yang dapat digunakan dalam pembuatan makanan. Kentang memiliki
kandungan karbohidrat yang tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan sumber energi
bagi manusia (Nurhasanah, 2023). Tepung kentang dapat dijadikan salah satu
alternatif ntuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu yang saat ini
masih banyak di impor dari luar negeri. Bahan olahan makanan banyak berasal dari
bahan baku berupa kentang, salah satunya yaitu tepung kentang. Tepung kentang
digunakan dalam berbagai resep makanan dan produk kuliner seperti pada
pembuatan cookies, bolu, dan lainnya. Tepung kentang mempunyai daya serap yang
tinggi, memiliki tekstur halus, rasanya sedikit manis dan memiliki aroma harum
yang khas (Fajiarningsih & Hermawati, 2013).

2.2 Pangsit
Kulit pangsit biasanya terbuat dari tepung terigu yang dicampur dengan air,
telur, lemak dan minyak. Pangsit biasanya digunakan untuk membungkus makanan
goreng maupun kukus. Pangsit goreng memiliki sifat organoleptik yaitu rasa gurih,
renyah dan memiliki warna kuning kecoklatan setelah digoreng (Kaswanto &
Desmelati, 2019). Adonan kulit pangsit pada saat proses pembuatannya dapat
ditambahkan bahan-bahan yang mengandung pati seperti pati yang terkadung
dalam tepung kentang, sehingga adonan dapat digiling menjadi lembaran tipis dan
tidak hancur saat proses penggorengan. Penambahan pati pada pembuatan pangsit
bertujuan untuk memperbaiki tekstur, bahan pengikat air dan adonan. Pangsit
merupakan produk pangan yang berasal dari cina atau biasa disebut dengan wonton.
Faktor yang mempengaruhi kualitas dari kulit pangsit ialah kandungan protein
dalam tepung yang digunakan, garam, jenis pati yang digunakan, serta jumlah air,
lamanya pengadukan, proses penggorengan dan pembekuan (Nuri Arum, Natania,
& Andrew, 2017).

2.3 Karakteristik Sensorik Dan Fisik Kulit Pangsit pada Uji Organoleptik
Berdasarkan penelitian (Nuri Arum, Natania, & Andrew, 2017), jenis dan
konsentrasi tepung yang disubstitusi 45 %dapat mempengaruhi kerenyahan pada
kulit pangsit. Sedangkan substitusi tepung tapioka dapat menurunkan 30%
kerenyahan kulit pangsit. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya konsentrasi
substitusi yang digunakan akan meningkatkan jumlah pori sehingga kulit pangsit
menjadi rapuh. Sifat kerenyahan dari suatu bahan makanan dapat disebabkan oelh
terbentuknya pori-pori kosong pada permukaana bahan selama proses
penggorengan yang disebabkan oelh penguapan air. Penambahan tepung kentang
pada pembuatan kulit pangsit dapat memperbaiki tekstur menjadi lebih lembut dan
kenyal, tepung kentang juga dapat mengikat adonan kulit pangsit karena tepung
kentang memiliki kandungan pati yang baik. Tepung kentang juga dapat
memberikan warna cerah seingga kulit pangsit lebih menarik secara visual.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Baskom
2. Mangkuk
3. Timbangan digital
4. Penggiling adonan
5. Talenan
6. Pisau
7. Wajan
8. Kompor elektrik
9. Spatula
10. Serok
11. Sendok
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Telur
2. Bawang putih
3. Garam
4. Minyak goreng
3.2 Metodologi Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL dengan satu faktor yaitu
perbandingan tepung kentang dan tepung terigu dengan 5 perlakuan. Adapun
perlakuan tersebut adalah :
1. P1 : tepung kentang 0 g dengan tepung terigu 200 g
2. P2 : tepung kentang 20 g dengan tepung terigu 180 g
3. P3 : tepung kentang 40 g dengan tepung terigu 160 g
4. P4 : tepung kentang 60 g dengan tepung terigu 140 g
5. P5 : tepung kentang 80 g dengan tepung terigu 120 g
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Produksi Kulit Pangsit Sebstitusi Tepung Kentang

3.3.2 Uji Sensorik


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Pengembangan Volume


Analisis pengembangan volume pangsit adalah proses menilai beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi pangsit. Analisis
pengembangan volume dilakukan dengan mengukur panjang, lebar, tinggi, panjang
dan pengembangan dengan persentase dari perbandingan antara selisih volume
pangsit dengan pangsit mentah. Hasil analisis pengembangan volume pangsit
goreng dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Pengembangan Volume Pangsit Goreng
Panjang Lebar Tinggi Panjang Lebar Tinggi Pengembangan
No
(Va) (Va) (Va) (Vb) (Vb) (Vb) (%)
1. 5 5 0,5 5,2 5 1 6,75
2. 5 5 0,5 5,4 5,2 0,6 2,174
3. 5 5 0,5 5,3 5,1 0,6 1,859
4. 5 5 0,5 5,4 5,2 0,7 3,578
5. 5 5 0,5 5,3 5,2 0,6 2,018
6. 5 5 0,5 5,3 5 1,1 8,325

Berdasarkan data pada tebel di atas, persentase pengembangan tertinggi pada nomor
6 sebesar 8,325% dan yang terendah pada nomor 3 sebesar 1,859%. Perbedaan
pengembangan volume pangsit dapat di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu
komposisi adonan (rasio tepung, bahan pengembang, kelembaban adonan) dan
proses pengolahan (pemilihan tepung, pengadukan tepung, waktu istirahat, proses
penggorengan).

4.2 Uji Kadar Air


Uji kadar air merupakan proses pengukuran jumlah air yang terkandung
dalam suatu zat, bahan atau sampel. Uji kadar air sangat penting dalam ilmu pangan
untuk mengetahui kadar air suatu bahan karena kelembaban dapat mempengaruhi
sifat fisik, kimia dan biologis dari bahan tersebut. Kelembaban yang tepat dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan menjaga kesegaran produk. Hasil
pengujian kadar air pada pembuatan pangsit goreng dapat dilihat pada Tabel 4.2
berikut.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Air Pangsit Goreng
Berat
Berat wadah Berat sampel
wadah+sampel Kadar air
Sampel setelah di sebelum di oven
setelah di oven (%)
oven (g) x (g) y
(g) z
P1 0,35 2 2,2 7,5
P2 0,42 2 2,34 4
P3 0,44 2 2,42 1
P4 0,39 2 2,38 0,5
P5 0,44 2 2,39 2,5

Berdasarkan tabel di atas, sampel dengan kode P1 memiliki kadar air


tertinggi yaitu sebesar 7,5%. Sementara itu, sampel dengan kode P4 memiliki kadar
air terendah sebesar 0,5%. Kadar air yang tinggi menunjukkan bahwa sampel
pangsit goreng masih memiliki tingkat kelembaban yang tinggi dan perlu dimasak
lebih lama atau disimpan dalam kondisi yang baik untuk mencegah kerusakan.
Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa pangsit goreng mengandung sedikit
kelembaban dan memiliki daya simpan yang lebih baik.

4.3 Uji Kadar Abu


Pengujian abu adalah metode laboratorium untuk mengukur jumlah sisa
mineral dan senyawa anorganik yang tersisa dalam suatu sampel, setelah sampel
dipanaskan hingga suhu tinggi untuk membakar bahan organik. Proses pembakaran
ini meninggalkan abu yang meliputi mineral, garam, dan senyawa anorganik
lainnya. Tujuan dilakukannya uji kadar abu untuk mengetahui kandungan mineral
yang terdapat dalam suatu bahan. Pada umumnya dilakukan pada industri makanan
untuk mengetahui kadar mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hasil
pengujian kadar abu dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Abu Pangsit Goreng
Berat cawan + Berat cawan +
Berat cawan Kadar abu
Sampel sampel awal (g) sampel kering
kosong (g) a (%)
b (g) c
P1 28,12 29,16 28,16 3,8
P2 27,63 28,67 27,68 4,8
P3 29,12 30,16 29,17 4,8
P4 30,66 31,74 30,71 4,6
P5 28,69 29,78 28,77 7,3

Berdasarkan tabel di atas, sampel dengan kode P5 memiliki kadar abu


tertinggi yaitu sebesar 7,3%. Sementara itu, sampel dengan kode P1 memiliki kadar
air terendah yaitu 3,8%. Perbedaan nilai kadar abu dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya suhu dan lama waktu pembakaran, jenis sampel/formulasi
sampel, kontaminasi dan kondisi lingkungan. Dalam penelitian yang dilakukan
setiap sampel dilakukan pengujian dengan suhu dan waktu yang sama sehingga
dapat disimpulkan bawah variasi yang terjadi disebabkan formulasi pada sampel
yang berbeda.

4.4 Analisis Organoleptik

4.4.1 Uji Organoleptik Penampakan

Pengujian organoleptik kenampakan adalah metode evaluasi sensorik yang


digunakan untuk mengevaluasi karakteristik eksternal atau penampilan suatu
produk. Sensori mengacu pada penggunaan indera manusia (penglihatan,
penciuman, pendengaran, pengecapan, dan pengecapan) untuk mengukur kualitas
sensorik suatu produk. Dalam pengujian tampilan sensorik, penilaian melihat dan
mengevaluasi produk berdasarkan berbagai atribut visual, seperti warna, bentuk,
ukuran, kejernihan, keseragaman, dan estetika keseluruhan. Hasil perhitungan
anova uji organoleptik penampakan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Anova Uji Organoleptik Penampakan

Derajat Jumlah Kuadrat F tabel


Sumber F
Bebas Kuadrat Tengah
Keragaman hitung F 0.05 F 0.01
(DB) (J) (KT)
Perlakuan 4 4,3 1,1 1,8 2,4 3,4
Galat 145 87,1 0,6
Total 149 91,3

Berdasarkan tabel Anova penampakan di atas, F hitung < F tabel, maka tidak ada
pengaruh signifikan antara perlakuan yang diberikan terhadap penilaian
penampakan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut.

4.4.2 Uji Organoleptik Tekstur


Pengujian organoleptik tekstur merupakan metode evaluasi sensorik yang
digunakan untuk mengevaluasi sifat fisik suatu produk atau bahan makanan
berdasarkan indera manusia, termasuk rasa di mulut. Tes ini membantu memahami
kekerasan, kelembutan, elastisitas, kerapuhan dan sifat tekstur lainnya dari produk.
Hasil perhitungan anova organoleptik tekstur dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Anova Uji Organoleptik Teksur
Derajat Jumlah Kuadrat F tabel
Sumber F
Bebas Kuadrat Tengah
Keragaman hitung F 0.05 F 0.01
(DB) (J) (KT)
Perlakuan 4 17,8 4,4 6,1 2,4 3,4
Galat 145 105,3 0,7
Total 149 123,1

Berdasar kan tabel di atas, F hitung > F tabel, maka ada pengaruh signifikan
antara perlakuan yang diberikan terhadap penilaian tekstur, sehingga dilakukan uji
lanjut. Hasil uji lanjut organoleptik tekstur dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Uji Lanjut DMRT Organoleptik Tekstur


Rata-
Perlakuan rata Notasi
P1 4,90 0 a
P2 5,23 0,33 0 a
P5 5,53 0,63 0,30 0 a
P4 5,70 0,80 0,47 0,17 0 a
P3 5,87 0,97 0,63 0,33 0,17 0 a
Berdasarkan tabel diatas terlihat rata-rata skor tertinggi terdapat pada perlakuan P3.
Uji yang dilakukan dapat menentukan pengobatan mana yang terbaik. Untuk setiap
perlakuan yang diuji lebih detail tidak terdapat perbedaan yang nyata, sehingga
dapat disimpulkan bahwa perlakuan P3 dengan nilai rata-rata tertinggi merupakan
perlakuan terbaik.

4.4.3 Uji Organoleptik Aroma


Pengujian aroma sensorik adalah metode evaluasi sensorik yang digunakan
untuk mengevaluasi sifat penciuman atau aromatik suatu produk. Tes ini melibatkan
penggunaan indra penciuman manusia untuk mengevaluasi kekuatan, kejernihan,
kesegaran, kompleksitas, dan kualitas aroma suatu produk. Pengujian sensorik rasa
penting dalam industri makanan dan minuman serta parfum serta untuk memeriksa
kualitas produk lainnya. Hasil perhitungan anova pengujian organoleptik rasa dapat
dilihat pada Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Anove Organoleptik Aroma
Derajat Jumlah Kuadrat F tabel
Sumber F
Bebas Kuadrat Tengah
Keragaman hitung F 0.05 F 0.01
(DB) (J) (KT)
Perlakuan 4 9,0 2,2 4,1 2,4 3,4
Galat 145 80,1 0,6
Total 149 89,1

Berdasar tabel anova di atas, F hitung > F tabel, maka ada pengaruh
signifikan antara perlakuan yang diberikan terhadap penilaian aroma, sehingga
dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut organoleptik aroma dapat dilihat pada Tabel 4.8
berikut.
Tabel 4.8 Hasil Uji Lanjut DMRT Organoleptik Aroma
Rata-
Perlakuan rata Notasi
P1 5,10 0 a
P3 5,33 0,23 0 a
P2 5,37 0,27 0,03 0 a
P4 5,63 0,53 0,30 0,27 0 a
P5 5,80 0,70 0,47 0,43 0,17 0 a

Berdasarkan uji lanjut pada tabel di atas, sampel dengan rata-rata tertinggi adalah
sampel dengan kode P5. Perbedaan pada uji lanjut yang dilakukan tidak
menunjukkan secara signifikan sehingga sampel P5 dengan rata-rata tertinggi dapat
dikatakan sampel terbaik.

4.4.4 Uji Organoleptik Rasa


Analisis organoleptik rasa adalah metode evaluasi sensorik yang digunakan
untuk mengevaluasi karakteristik rasa suatu produk. Dalam pengujian ini, evaluasi
dilakukan oleh manusia dengan menggunakan indera perasa untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi berbagai atribut rasa, seperti manis, asam, asin, pahit, dan
berbagai nuansa rasa lainnya. Hasil perhitungan anova uji organoleptik rasa dapat
dilihat pada Tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.9 Anova Organoleptik Rasa
Derajat Jumlah Kuadrat F tabel
Sumber F
Bebas Kuadrat Tengah
Keragaman hitung F 0.05 F 0.01
(DB) (J) (KT)
Perlakuan 4 18,7 4,7 7,8 2,4 3,4
Galat 145 86,8 0,6
Total 149 105,5

Berdasar tabel anova di atas, F hitung > F tabel, maka ada pengaruh
signifikan antara perlakuan yang diberikan terhadap penilaian aroma, sehingga
dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut organoleptik rasa dapat dilihat pada Tabel 4.10
berikut.
Tabel 4.10 Hasil Uji Lanjut DMRT Organoleptik Rasa
Rata-
Perlakuan rata Notasi
P1 5,07 0 a
P2 5,60 0,53 0 a
P5 5,80 0,73 0,20 0 a
P3 6,00 0,93 0,40 0,20 0 a
P4 6,03 0,97 0,43 0,23 0,03 0 a

Berdasarkan uji lanjut pada tabel di atas, sampel dengan rata-rata tertinggi adalah
sampel dengan kode P4. Perbedaan pada uji lanjut yang dilakukan tidak
menunjukkan secara signifikan sehingga sampel P4 dengan rata-rata tertinggi dapat
dikatakan sampel terbaik.
4.4.5 Uji Organoleptik Secara Keseluruhan
Pengujian organoleptik secara keseluruhan adalah metode evaluasi sensorik
yang mencakup penggunaan seluruh indera manusia (penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan, dan pengecapan) untuk mengevaluasi karakteristik sifat
produk secara keseluruhan. Tujuan pengujian sensorik adalah untuk mendapatkan
pemahaman menyeluruh tentang kualitas dan penerimaan produk dari sudut
pandang konsumen. Hasil perhitungan anova uji organoleptik secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.9 Anova Organoleptik Secara Keseluruhan
Derajat Jumlah Kuadrat F tabel
Sumber F
Bebas Kuadrat Tengah
Keragaman hitung F 0.05 F 0.01
(DB) (J) (KT)
Perlakuan 4 17,6 4,4 7,9 2,4 3,4
Galat 145 81,2 0,6
Total 149 98,9

Berdasar tabel anova di atas, F hitung > F tabel, maka ada pengaruh
signifikan antara perlakuan yang diberikan terhadap penilaian aroma, sehingga
dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut organoleptik secara keseluruhan dapat dilihat
pada Tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.12 Hasil Uji Lanjut DMRT Organoleptik Secara Keseluruhan
Rata-
Perlakuan rata Notasi
P1 5,20 0 a
P2 5,50 0,30 0 a
P5 5,87 0,67 0,37 0 a
P3 6,00 0,80 0,50 0,13 0 a
P4 6,13 0,93 0,63 0,27 0,13 0 a

Berdasarkan uji lanjut pada tabel di atas, sampel dengan rata-rata tertinggi adalah
sampel dengan kode P4. Perbedaan pada uji lanjut yang dilakukan tidak
menunjukkan secara signifikan sehingga sampel P4 dengan rata-rata tertinggi dapat
dikatakan sampel terbaik.
4.5 Analisis Finansial
Perhitungan finansial melibatkan beberapa aspek, seperti biaya produksi,
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik, harga jual, margin
keuntungan, dan analisis biaya. Pada perhitungan finansial R/C melebihi 1 yang
artinya bisnis kulit pangsit goreng tersebut memiliki kelayakan secara finansial.
Perhitungan finansial pembuatan roti tawar bebas gluten dapat dilihat pada Tabel
4.13 berikut.
Tabel 4.13 Perhitungan Finansial

Komponen biaya/ Input Jumlah


No Total Satuan Harga(Rp/unit)
produksi (Rp)
I Total biaya produksi 4.679.750
A Total Biaya tetap 95.750
1 Listrik 50.000
2 Penyusutan peralatan 45.750
B Total biaya Variabel 4.584.000
A Bahan baku utama 3.940.000
1 Tepung terigu 140 kg Rp 12.000 1.680.000
2 Tepung kentang 60 kg Rp 30.000 1.800.000
3 Bawang putih 1 kg Rp 20.000 20.000
4 Bawang bombay 5 kg Rp 10.000 50.000
5 Telur 10 kg Rp 25.000 250.000
6 Minyak Goreng 10 ltr Rp 14.000 140.000
B Bahan pendukung 644.000
7 Air 10 ltr Rp 5.000 50.000
8 Plastik kemasan 1440 Lembar Rp 100 144.000
9 Tenaga Kerja 6 Hari Rp 75.000 450.000
C Produksi
Produksi kulit pangsit(100
10 1440 Kemasan
g/bks)
Biaya Produksi( dengan
11 3.249
total biaya)
Komponen biaya/ Input Jumlah
No Total Satuan Harga(Rp/unit)
produksi (Rp)
Biaya produksi (dengan
12 3.183
biaya variabel)
13 Harga jual produksi (set) 5.000
II Penerimaan 1440 Kemasan Rp 5.000 7.200.000
Keuntungan Pangsit
III 2.520.250
Goreng
Efisiensi usaha kulit
IV pangsit (R/C Ratio) 1.53
berdasarkan total biaya
Efisiensi usaha kulit
pangsit(R/C Ratio)
V
berdasarkan biaya 1.57
variabel
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian pembuatan pangsit goreng yang telah dilakukan,


maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Formulasi yang berbeda pada setiap kode sampel pembuatan kulit pangsit
goreng dapat mempengaruhi nilai uji yang dilakukan.
2. Pangsit goreng dengan tepung kentang memiliki kualitas yang setara dengan
pangsit pada umumnya, hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji yang
dilakukan.

5.2 Saran

Saran yang diusulkan dalam penelitian pembuatan pangsit goreng dengan


tepung kentang sebagainya dilakukan variasi penggunaan air untuk mengetahui
pengaruh penambahan air pada pembuatan pangsit.
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, N. S., & Mustofa, A. (2019). Karakteristik Roti Tawar Subtitusi


Tepungkentang (Solanum Tuberosum L.) Dengan Penambahantepung Daun
Kelor (Moringa Oleifera Lamk.). Jurnal JITIPARI, 4(2): 65-73.

Fajiarningsih, & Hermawati. (2013). Pengaruh Penggunaan Komposit Terpung


Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Kualitas Cookies. Food Science
and Culinary Education Journal, 2(1).

Kaswanto, I. N., & Desmelati. (2019). Karakteristik Fisiko-kimia dan Sensori


Kerupuk Pangsit dengan PenambahanTepung Tulang Nila (Oreochromis
niloticus). jurnal Agroindustri Halal, 5(2): 141-150.

Nurhasanah, I. (2023). Analisis Kadar Zat Besi (Fe) Pada Tepung Kulit Kentang.
Jurnal Ners, 7(2), 1005-1008.

Nuri Arum, A., Natania, & Andrew. (2017). Karakteristik Sensorik dan Fisik Kulit
Pangsit Goreng Dengan Substitusi Tepung Yang Berbeda pada
Penyimpanan Dingin dan Beku. Jurnal Agroteknologi, 11(2), 156-163.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai