Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Respon Fisiologis
dengan Pengabutan Air Menggunakan Sprinkler Water pada Sapi Pedaging adalah
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Kata Kunci: Mikroklimat kandang, respon fisiologis, sapi pedaging, sprinkler water
ABSTRACT
Beef cattle is the type of cow that is commonly utilized for its meat to fulfill
animal protein in indonesia. The problem facing Indonesia is the low productivity
of cattle. The increase of productivity of cattle producer can actually be done by
relocating the cattle towards the comfort zone by seeing the physiological response.
The purpose of this research is to find out the misting of water towards its effect on
the physiological response and the microclimate of the cattleshed. The design used
was a paired T-test for physiological and microclimate response variables with 5
replications and a completely randomized design to determine the difference
between body surface temperatures. The treatment consisted of before water
misting and after water misting. The results showed that treatment of misting water
in the afternoon was significantly different (P<0.05) on the variables of cage
temperature, humidity, temperature humidity index, rectal temperature, respiratory
frequency, and heart rate. Water misting in the afternoon in cattle produced a good
effect on all physiological response variables.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program StudiTeknologi Produksi Ternak
Disetujui oleh
Pembimbing 1:
__________________
Dr. Ir. Komariah, M.Si
Pembimbing 2:
__________________
Dr. drh. Koekoeh Santoso, AIF.
Diketahui oleh
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
II METODE 3
2.1 Waktu dan Tempat 3
2.2 Alat dan Bahan 3
2.3 Prosedur Kerja 3
2.4 Peubah yang Diamati 4
2.5 Analisis Data 6
III HASIL DAN PEMBAHASAN 8
3.1 Gambaran Umum 8
3.2 Mikroklimat Kandang 8
3.3 Respon Fisiologis 10
IV SIMPULAN DAN SARAN 17
4.1 Simpulan 17
4.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian 21
2 Hasil uji-T menggunakan Minitab 22
1
I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengabutan air terhadap respon
fisiologis sapi pedaging dan mikroklimat kandang.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mengetahui batas
respon fisiologis pada sapi pedaging dan mengetahui pengaruh pengabutan terhadap
respon fisiologis dan mikroklimat kandang.
3
II METODE
Persiapan Alat
Persiapan alat dilakukan untuk memasang alat sebelum pengambilan data
dilakukan. Sprinkler water dipasang pada besi penyangga atap pada kandang
sebanyak 2 nozzle dalam 1 titik. Jarak antar titik adalah 1-1,5 m. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memaksimalkan jarak pengabutan dari nozzle sehingga
hasilnya maksimal. Disamping itu, sprinkler water harus di setting suhu
maksimal dan minimalnya. Suhu maksimal yang dipakai untuk menghidupkan
alat adalah 30° C, sedangkan suhu minimal yang dipakai agar alat tersebut mati
adalah 28° C.
Pengambilan Data
Sejumlah 5 ekor sapi diukur respon fisiologisnya pada siang pukul 13.00-
14.00 WIB. Sapi tersebut diukur selama 10 hari yang mana 5 hari diukur sebelum
pengabutan air dan 5 hari diukur sesudah pengabutan air. Pengukuran respon
fisiologis dilakukan 5 pengulangan pengukuran untuk menghasilkan hasil yang
akurat. Rangkaian sprinkler water akan diaktifkan sepanjang hari sehingga
apabila melebihi batas suhu yang diatur maka alat tersebut akan menyala. Air
yang digunakan untuk pengabutan merupakan air yang telah di filter sehingga
tidak mengandung kaporit yang dapat menyebabkan pneumonia pada sapi.
Respon Fisiologis
Pengukuran respon fisiologis dilakukan dengan mengukur denyut jantung,
suhu tubuh, suhu rektal dan frekuensi pernapasan. Frekuensi denyut jantung
diukur menggunakan stetoskop dan alat pengukur frekuensi denyut jantung EKG,
frekuensi pernapasan diukur dengan sabuk pengukur respirasi berbasis arduino,
suhu tubuh diukur menggunakan thermal camera, dan suhu rektal diukur
menggunakan termometer digital
Pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan memasang alat
pengukuran frekuensi denyut jantung EKG pada dada sapi bagian depan kaki
kiri depan lalu dilihat hasilnya pada aplikasi (Suherman dan Purwanto 2020).
Selain itu, digunakan stetoskop pada bagian didepan kaki kiri depan untuk
membandingkan hasil yang lebih akurat. Pengukuran frekuensi pernapasan
dilakukan dengan memasang alat sabuk respirasi pada bagian dada sapi lalu
melihat hasilnya pada aplikasi. Selanjutnya, suhu permukaan tubuh diukur
menggunakan thermal camera pada 3 titik yaitu pada bagian mata, punggung,
dan rump mendekati vulva dengan jarak 2 m dari sapi. Suhu rektal diukur
menggunakan termometer digital yang dimasukan ke rektum lalu ditunggu
hasilnya sampai suhu stabil. Pengukuran diulang sebanyak lima kali dalam
setiap pengambilan data respon fisiologis. Data respon fisiologis adalah rata-rata
dari kelima pengukuran tersebut.
Frekuensi pernapasan
Pengukuran frekuensi pernapasan dilakukan menggunakan sabuk respirasi
berbasis arduino. Alat tersebut dinyalakan lalu dipasangkan pada dada sapi, lalu
dilihat frekuensi pernapasan sapi tersebut pada aplikasi selama satu menit.
Pengukuran tersebut diulang sebanyak lima kali ulangan.
Suhu Mikroklimat
Suhu kandang diukur pada siang hari pukul 13.00-14.00 WIB di kandang
sapi sekolah peternakan rakyat maju bersama, Kedungadem, Kabupaten
Bojonegoro sebanyak lima kali ulangan. Pengukuran suhu kandang diukur
6
Kelembaban Udara
Kelembaban udara diukur pada siang hari pukul 13.00-14.00 WIB di
kandang sapi sekolah peternakan rakyat maju bersama, Kedungadem,
Kabupaten Bojonegoro sebanyak lima kali ulangan. Pengukuran kelembaban
udara diukur menggunakan thermohygrometer digital. Thermohygrometer
tersebut diletakan pada bagian tengah kandang agar mendapatkan hasil yang
akurat.
Keterangan:
T= Suhu kandang
RH= kelembaban udara kandang
(x̄ 1 – x̄ 2 ) – (μ1 – μ2 )
t= Sp 1 1
√ +
n1 n2
dimana,
Sp =
(n1 –1) s21 + (n2 –1) s22
√
n1 + n2 – 2
Keterangan:
x̄ = nilai rataan sampel; μ = rataan populasi;
n = jumlah sampel; 1 = Tanpa penggunaan sprinkler dan
Sp = simpangan baku sampel; 2 = Dengan penggunaan sprinkler;
s = Simpangan baku sampel;
Yij = µ + Pi + €ij
Keterangan:
Yij : Peubah yang diamati pada percobaan ke-j
µ : Nilai tengah umum
Pi : Pengaruh perlakuan ke-i
€ij : Pengaruh galat percobaan
Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji
duncan (Steel dan Torrie 1993).
8
Tabel 2 Suhu dan kelembaban kandang sebelum dan sesudah pengabutan air
Suhu (° C) Kelembaban (%)
Waktu
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Rata-rata Siang 32,1±0,58a 31,38±0,87b 75,16±2,06a 78,00±4,23b
Maksimum Siang 33,10±0,58 32,50±0,87 78±2,06 87±4,23
Minimum Siang 31,10±0,58 29,60±0,87 70±2,06 73±4,23
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)
stres. Suhu dan kelembapan yang tinggi juga akan menyebabkan terganggunya
sistem reproduksi dari sapi yaitu dengan menurunnya konsentrasi estradiol, LH, dan
sekresi progesteron sehingga akan menyebabkan turunnya angka conception rate
dan kesuburan pada sapi (Jaenudin et al. 2018).
Berdasarkan hasil pengukuran suhu semua komponen kandang sebelum dan
sesudah pengabutan pada siang hari menunjukan hasil berbeda nyata. Terjadi
penurunan suhu komponen kandang sesudah pengabutan air. Penurunan tersebut
disebabkan oleh menguapnya pada pengabutan sehingga suhu kandang menjadi
turun.Perbedaan suhu komponen kandang disebabkan oleh pada tiap bahan
kandang mengeluarkan radiasi panas yang berbeda sehingga panas yang
dipancarkan akan berbeda.
Tabel 3 Suhu komponen kandang sebelum dan sesudah pengabutan air siang
Komponen Kadang Sebelum Sesudah
......C......
Atap Kiri 42,36a 41,41b
Tempat Pakan Kiri 32,85a 31,71b
Lantai Dalam Kiri 28,28a 28,28b
Tempat Pakan Tengah 31,84a 31,64b
Lantai Dalam Tengah 31,09a 29,17b
Atap Kanan 45,48a 42,22b
Tempat Pakan Kanan 32,32a 31,04b
Lantai Dalam Kanan 30,77a 29,21b
Lantai Luar 33,86a 32,66b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)
Rataan nilai THI sebelum dan sesudah pengabutan air pada waktu siang
adalah 85,44 dan 84,8. Berdasarkan nilai THI tersebut, untuk nilai THI pada siang
hari sebelum pengabutan air dikategorikan sebagai stress panas berat sedangkan
sesudah pengabutan air dikategorikan sebagai stres panas sedang (Habeeb et al.
2018a). Kategori THI berkisar antara stres sedang hingga berat yang berarti sapi
yang dipelihara mengalami stres panas akibat suhu dan kelembaban yang tinggi.
Ternak yang mengalami stres panas akibat tingginya suhu dan kelembapan akan
menyebabkan produktivitas menurun akibat konsumsi pakan menurun dan pakan
yang dikonsumsi akan digunakan untuk mengatur suhu dalam tubuh ternak (Habeeb
et al. 2018b).
Suhu Rektal
Pengukuran suhu rektal bertujuan untuk mengetahui suhu tubuh yang
direfleksikan dari panas yang diproduksi dan panas yang dilepaskan (Aditia et
al. 2017). Suhu rektal merupakan salah satu metode dasar untuk mengetahui
apakah ternak mengalami stres panas atau tidak. Nilai suhu rektal siang sebelum
dan sesudah pengabutan air disajikan dalam tabel 5.
Suhu rektal sebelum dan sesudah pengabutan air siang menunjukan hasil
berbeda nyata pada semua sapi. Nilai suhu rektal pada siang hari berkisar antara
38,96-39,40° C. Berdasarkan nilai tersebut pada siang hari sapi mengalami stress
panas karena suhu rektal pada kondisi normal pada daerah tropis berada pada
kisaran 38,5-39,2° C (Hansen 2004). Peningkatan suhu rektal tersebut
diakibatkan oleh peningkatan suhu kandang pada siang hari. Nilai sesudah
pengabutan air mengalami penurunan yang signifikan yang mana membuat sapi
tidak mengalami stres panas. Hal tersebut sama dengan penelitian Adhianto et
al. (2015) yaitu penyiraman air sebanyak dua kali menghasilkan suhu rektal yang
lebih rendah daripada sapi yang tidak diberi perlakuan. Suhu rektal menurun
akibat adanya perubahan suhu dan kelembaban mikroklimat mendekati
thermoneutral zone dari sapi yang menyebabkan penurunan respon fisiologis.
11
Tabel 6 Suhu bagian wajah sebelum dan sesudah pengabutan air siang
Hewan Sebelum pengabutan Sesudah pengabutan
............... ° C ...........
a
Sapi 1 37,77±0,61 37,08±0,38b
Sapi 2 37,70±0,41a 37,30±0,29b
Sapi 3 37,33±0,36a 36,85±0,46b
a
Sapi 4 37,46±0,22 37,03±0,37b
Sapi 5 37,21±0,42a 36,91±0,38b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
(P<0,05)
Perubahan suhu bagian wajah sapi sebelum dan sesudah pengabutan air
pada siang hari menunjukan hasil berbeda nyata. Nilai suhu bagian wajah
tersebut berkisar antara 37,21-37,7° C. Menurut Novianti et al. (2013) suhu
permukaan tubuh yang ideal adalah 33,5-37,1° C, sehingga pada penelitian ini
sapi mengalami cekaman panas pada sebelum pengabutan air. pada Tingginya
suhu kandang mengakibatkan suhu bagian wajah sapi mengalami cekaman
panas terutama pada waktu siang hari. Suhu lingkungan kandang yang tinggi
akan berbanding lurus dengan suhu permukaan tubuh. Penurunan suhu bagian
wajah sesudah pengabutan air menandakan bahwa suhu dan kelembaban
kandang mengalami penurunan mendekati thermoneutral zone dari sapi,
sehingga sapi merasa nyaman. Suhu permukaan tubuh yang tinggi menunjukan
sapi terkena cekaman panas yang mana ditunjukan oleh lidah yang terjulur yang
menyebabkan ternak tidak mau makan sehingga produktivitas sapi akan
menurun dan apabila terjadi dalam waktu lama maka akan mengakibatkan ternak
mati (Sihombing 1999). Berikut suhu bagian punggung sapi sebelum dan
sesudah pengabutan pada siang hari disajikan dalam tabel 7.
12
Tabel 7 Suhu bagian punggung sapi sebelum dan sesudah pengabutan air siang
Hewan Sebelum pengabutan Sesudah pengabutan
............ ° C ............
Sapi 1 36,66±0,76a 36,12±0,24b
a
Sapi 2 37,34±0,58 36,12±1,43b
Sapi 3 37,07±0,75a 36,98±0,41a
a
Sapi 4 36,57±0,42 35,96±0,36b
Sapi 5 36,54±0,36a 36,48±0,50a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
(P<0,05)
Suhu bagian punggung pada siang berpengaruh nyata pada sapi satu, dua
dan empat, sedangkan pada sapi tiga dan lima tidak berbeda nyata. Berdasarkan
Novianti et al. (2013) suhu permukaan tubuh yang ideal pada sapi adalah 33,5-
37,1° C. Sapi yang mengalami cekaman panas akibat suhu bagian punggung
melebihi batas normal pada sebelum pengabutan air adalah sapi dua. Perbedaan
hasil dari suhu bagian punggung dapat disebabkan oleh kemampuan
termoregulasi sapi yang berbeda (Brandl dan Jones 2011). Suhu kandang
berbanding lurus dengan suhu permukaan tubuh sapi, apabila suhu lingkungan
tinggi maka sistem termoregulasi sapi akan mengatur suhu didalam tubuh yang
membuat suhu permukaan tubuh meningkat akibat pelepasan panas. Berikut
suhu bagian rump sapi sebelum dan sesudah pengabutan pada siang hari
disajikan dalam tabel 8.
Tabel 8 Suhu bagian rump sapi sebelum dan sesudah pengabutan siang
Hewan Sebelum pengabutan Sesudah pengabutan
…............ ° C ............
Sapi 1 37,12±0,81a 36,51±0,31b
a
Sapi 2 37,42±1,04 36,32±1,26b
Sapi 3 37,12±0,93a 36,87±0,32a
a
Sapi 4 36,71±0,47 35,28±0,88b
Sapi 5 36,57±0,43a 36,40±0,66a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
(P<0,05)
Suhu bagian rump pada siang hari berpengaruh nyata pada sapi satu, dua
dan empat, sedangkan pada sapi tiga dan lima tidak berbeda nyata. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban kandang yang
tinggi. Suhu permukaan tubuh sesudah pengabutan air mengalami penurunan
karena suhu dan kelembaban kandang mendekati thermoneutral zone sapi. Suhu
permukaan tubuh yang tinggi dapat diartikan sebagai cara mekanisme
termoregulasi dalam tubuh sapi. Mekanisme termoregulasi dapat meningkatkan
suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Hal tersebut
dapat dinilai dapat menyebabkan perubahan tingkah laku makan dan minum
pada ternak. Menurut Curtis (1983) ternak yang mengalami cekaman panas akan
mengalami perubahan fisiologi, anatomi dan tingkah laku dalam upaya
mempertahankan keseimbangan panas. Menurut Sutedjo (2016) ternak yang
13
terpapar suhu tinggi akan meningkatkan upaya untuk melepaskan panas tubuh
dengan cara memperbanyak konsumsi air dan mengurangi konsumsi pakan.
Suhu tubuh pada tabel 9 menunjukan hasil berbeda nyata namun ada
bagian yang tidak berbeda nyata. Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh
vasodilatasi atau vasokontraksi pembuluh darah (Knizkova dan Kune 2007).
Menurut Kolibu dan South (2019) peningkatan suhu permukaan tubuh dapat
terjadi akibat ternak berada pada suhu kandang yang tinggi dalam 10 menit. Suhu
bagian wajah memiliki hasil berbeda nyata dengan suhu rektal yang mana hal
tersebut sesuai dengan penelitian Aditia et al. (2017). Suhu wajah memiliki nilai
yang hampir mirip dengan suhu rektal hal ini dapat digunakan sebagai indikator
stres pada ternak. Daerah mata memiliki jumlah kapiler yang banyak sehingga
memungkinkan menjadi indikator stres (Martello et al. 2015). Menurut Santoso
et al. (2019) bagian suhu permukaan tubuh yang berbeda disebabkan karena
adanya perbedaan radiasi energi yang dipancarkan oleh tubuh sapi.
Suhu Tubuh
Suhu tubuh merupakan representasi dari suhu dari organ-organ didalam
tubuh serta organ diluar tubuh (Suherman et al. 2013). Suhu didalam tubuh
didapat dari suhu rektal sedangkan suhu diluar tubuh didapatkan dari suhu
permukaan tubuh. Cekaman panas dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
dan berakibat pada penurunan konsumsi pakan. Suhu tubuh sebelum dan
sesudah pengabutan air disajikan dalam tabel 10.
14
Tabel 10 Suhu tubuh sapi sebelum dan sesudah pengabutan air siang
Hewan Sebelum Sesudah
..................° C.....................
Sapi 1 39,05a 38,68b
Sapi 2 39,08a 38,68b
a
Sapi 3 38,95 38,72b
Sapi 4 38,92a 38,63b
a
Sapi 5 39,05 38,83b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
(P<0,05)
Suhu tubuh pada tabel 10 menunjukan hasil berbeda nyata pada semua sapi.
Hasil perhitungan suhu tubuh sapi sebelum dan sesudah pengabutan air
mengalami penurunan. Nilai suhu tubuh sapi sebelum pengabutan berkisar
antara 38,92-39,08° C, sedangkan nilai suhu tubuh sesudah pengabutan berkisar
antara 38,63-38,72° C. Menurut Schutz et al. (2008) suhu tubuh sapi yang
dipelihara di kondisi mikroklimat yang nyaman adalah 38,3-38,6° C. Kelima
sapi mengalami stres panas sebelum dilakukan pengabutan, namun sapi tidak
mengalami stres sesudah adanya pengabutan. Stres panas dapat menyebabkan
penurunan konsumsi pakan yang jika dibiarkan maka pertambahan bobot badan
hariannya akan menurun sehingga produktivitas tidak maksimal (Suherman et
al. 2013).
Frekuensi pernapasan
Pernapasan merupakan salah satu mekanisme respon fisiologis dari sapi
yang menunjukan kenyamanan dari seekor ternak. Faktor yang memengaruhi
frekuensi pernapasan adalah suhu lingkungan kandang, kelembaban kandang,
ukuran tubuh, umur, kesehatan ternak, dan aktivitas fisik (Kelly 1984). Menurut
Adhianto et al.(2015) suhu dan kelembaban udara tinggi akan mengakibatkan
kenaikan frekuensi pernapasan untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
Frekuensi pernapasan siang sebelum dan sesudah pengabutan air disajikan
dalam Tabel 11
Tabel 12 Frekuensi denyut jantung sebelum dan sesudah pengabutan air siang
Sebelum pengabutan Sesudah pengabutan
Denyut jantung
Siang Siang
a
Sapi 1 67±3 55±2b
a
Sapi 2 67±2 54±2b
Sapi 3 65±3a 52±2b
Sapi 4 66±3a 53±3b
a
Sapi 5 65±3 53±2b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
(P<0,05)
Frekuensi denyut jantung sebelum dan sesudah pengabutan air pada siang
hari berbeda nyata pada semua sapi. Penggunaan pengabutan air pada sapi
pedaging menunjukan hasil berbeda nyata. Frekuensi denyut jantung sebelum
dan sesudah pengabutan air pada siang hari menunjukan penurunan. Frekuensi
denyut jantung sapi berada pada puncaknya yaitu pada siang hari dengan suhu
udara didalam kandang rata-rata berkisar 32 °C, yang diiringi dengan frekuensi
denyut jantung sekitar 62-69 kali menit-1. Hasil tersebut menunjukan rata-rata
16
4.1 Simpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pengabutan pada siang hari berbeda
nyata (P<0,05) terhadap variabel mikroklimat kandang,. Pengabutan air pada siang
hari menurunkan secara nyata (P<0,05) variabel mikroklimat kandang dan respon
fisiologis sapi yang diukur berdasarkan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan
frekuensi denyut jantung. Berdasarkan nilai THI sapi masih mengalami stres ringan
hingga berat tetapi pengabutan air menurunkan tingkat stres pada sapi
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengabutan air terhadap
produktivitas dan respon fisiologis. Produktivitas yang perlu diukur adalah
pertambahan bobot badan harian dan konsumsi pakan. Respon fisiologis yang perlu
diukur adalah sweating rate dan profil darah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Muhsin SW, editor. The 1st International Conference on Public Health. 2019
Nov 18; Aceh, Indonesia. Aceh: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar. hlm 95-100.
Sihombing A. 1999. Lingkungan Ternak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Suherman D, Muryanto S, Sulistyowati E. 2017. Evaluasi mikroklimat dalam
kandang menggunakan tinggi atap kandang berbeda yang berkaitan dengan
respon fisiologis sapi bali dewasa di Kecamatan XIV Koto Kabupaten
Mukomuko. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 12(4):397-410.
Suherman D, Purwanto BP. 2020. Model estimasi suhu kritis atas pada sapi perah
berdasarkan manajemen pakan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia.
15(2):200-212.
Suherman D, Purwanto BP, Manalu W, Permana IG. 2013. Simulasi artificial
neural network untuk menentukan suhu kritis pada sapi perah fries holland
berdasarkan respon fisiologis. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 18(1):70-
80.
Sulistyowati E, Suherman D, Badarina I, Mujiharjo S, Fanhar S. 2019. Respon
fisiologis sapi fries holland laktasi yang diberi ransum dengan konsentrat
mengandung kulit durian (Duria zibethinus) difermentasi Pleorotus ostreatus.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 14(1):101-112.
Sutedjo H. 2016. Dampak fisiologis dari cekaman panas pada ternak. Jurnal
Nukleus Peternakan. 3(1):93-105.
Scharf B, Carroll JA, Riley DG, Chase CC, Coleman SW, Keisler DH, Weaber RL,
Spiers DE. 2010. Evaluation of physiological and blood serum differences
in heat-tolerant (Romosinuano) and heat-susceptible (Angus) Bos taurus
cattle during controlled heat challenge. Journal Animal Science. 88(1):2321-
2336.
Schutz KE, Cox N, Matthews LR. 2008. How important is shade to dairy cattle?
choice between share or lying following different levels of lying deprivation.
Application Animal Science Behaviour Science. 116(1):28-34.
Steel RGD. Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
21
LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian
Frekuensi pernapasan
Sample N Mean StDev SE Mean
Sebelum 25 18,64 1,381 0,276
Sesudah 25 16,96 1,399 0,28
Estimation for Paired Difference
Test
Suhu kandang
Two-Sample T-Test and CI: tanpa; dengan
Method
μ₁: population mean of tanpa
24
Kelembaban kandang
Two-Sample T-Test and CI: tanpa; dengan
Method
μ₁: population mean of tanpa
µ₂: population mean of dengan
Difference: μ₁ - µ₂
Equal variances are not assumed for this analysis.
Descriptive Statistics
SE
Sample N Mean StDev Mean
tanpa 25 83,96 1,67 0,33
dengan 25 84,76 0,97 0,19
Estimation for Difference
Difference 95% CI for
Difference
(-1,582; -
-0,8 0,018)
Test
Null hypothesis H₀: μ₁ - µ₂ = 0
Alternative hypothesis H₁: μ₁ - µ₂ ≠ 0
T-Value DF P-Value
-2,07 38 0,045
25
Suhu rektal
Sample N Mean StDev SE Mean
Sebelum 25 39,016 0,1908 0,0382
Sesudah 25 38,808 0,2216 0,0443
Estimation for Paired Difference
F- P-
Source DF Adj SS Adj MS Value Value
perlakuan 3 123,15 41,0499 461,97 0
Error 96 8,53 0,0889
Total 99 131,68
Model Summary
R-
S R-sq sq(adj) R-sq(pred)
0,298091 93,52% 93,32% 92,97%
Means
26
95%
perlakuan N Mean StDev CI
(36,9657;
1 25 37,084 0,3815 37,2023)
(36,0017;
2 25 36,12 0,2398 36,2383)
(36,3897;
3 25 36,508 0,3081 36,6263)
(38,8897;
4 25 39,008 0,2397 39,1263)
Pooled StDev = 0,298091
Tukey Pairwise Comparisons
Difference
Differen
of Levels ce
of Means SE of
T-
Difference 95% CI Value Adjusted
P-Value
(-1,1846; -
2 dengan 1 -0,964 0,0843 0,7434) -11,43 0,000
(-0,7966; -
3 dengan 1 -0,576 0,0843 0,3554) -6,83 0,000
(1,7034;
4 dengan 1 1,924 0,0843 2,1446) 22,82 0,000
(0,1674;
3 dengan 2 0,388 0,0843 0,6086) 4,6 0,000
(2,6674;
4 dengan 2 2,888 0,0843 3,1086) 34,25 0,000
(2,2794;
4 dengan 3 2,5 0,0843 2,7206) 29,65 0,000
Individual confidence level = 98,97%
Tukey Simultaneous 95%
CIs
Interval Plot of Respons vs perlakuan
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bekasi pada tanggal 23 Februari 2000 sebagai anak
ke 2 dari pasangan bapak Drs Januarius Tarigan dan ibu Lestari Prihatiningsih
Pendidikan sekolah menengah atas (SMA) ditempuh di sekolah SMAN 8 Bogor ,
dan lulus pada tahun 2018 Pada tahun 2018, penulis diterima sebagai mahasiswa
program sarjana (S-1) melalui jalur SBMPTN di Program Studi Teknologi Produksi
Ternak Fakultas Peternakan IPB.
Selama mengikuti program S-1, penulis aktif sebagai pengurus himpunan
mahasiswa HIMAPROTER(Himpunan mahasiswa ilmu produksi dan teknologi
peternakan) sebagai pengurus maupun ketua umum organisasi. Pada tahun ke 2
penulis aktif sebagai pengurus divisi Non Ruminansia dan Satwa Harapan dengan
fokus pemeliharaan kelinci dan pada tahun ke 3 penulis aktif menjadi ketua
himpunan mahasiswa Himaproter pada periode 2020-2021. Sebagai syarat
memperoleh gelar sarjana pada program studi Teknologi Produksi Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Respon Fisiologis Dengan
Pengabutan Air Menggunakan Sprinkler Water Pada Sapi Pedaging.