TAHUN 2014
TIM PENELITI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
1
i
2
TEMPERATURE HUMIDITY INDEX DAN RESPON BIOLOGI
KELINCI JANTAN (Lepus nigricollis) YANG DIPELIHARA DENGAN
LUAS LANTAI KANDANG DAN DIBERI RANSUM DENGAN IMBANGAN
ENERGI DAN PROTEIN BERBEDA
ABSTRAK
iii3
TEMPERATURE HUMIDITY INDEX AND BIOLOGICAL RESPONSES
WHICH TREATED IN RABBIT DENSITY AND GIVEN FEED WITH
DIFFERENT PROTEIN AND ENERGY BALANCE
ABSTRACT
Key words : Rabbit, rabbit density, energy protein balance, temperature humidity
index, performance.
iv4
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Rachmat yang
diberikan kepada penulis, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, kami tim peneliti dan
pada waktunya.
2. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, atas ijin dan fasilitas yang
penelitian.
Semoga laporan hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi kita semua. Segala
saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan ini, sangat kami harapkan. Sebelum
Penulis
v5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
UCAPAN TERIMAKASIH v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
I PENDAHULUAN 8
1.1.Latar Belakang……………………………………………. 8
1.2.Perumusan Masalah……………………………………….. 9
II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1.Sejarah Peternakan Kelinci……………………………….. 10
2.2.Potensi Ternak Kelinci …………………………………… 11
2.2.Iklim Mikro dan Produktivitas Ternak Kelinci…………… 12
2.3.Luas Lantai Kandang …………………………………….. 14
2.4.Imbangan Energi dan Protein Ransum …………………. 16
III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 19
3.1.Tujuan Penelitian………………………………………….. 19
3.2. Manfaat Penelitian……………………………………….. 19
IV METODE PENELITIAN 20
4.1.Rancangan Percobaan……………………………………... 20
4.2.Variabel Penelitian………………………………………... 21
4.2.1.Variabel Iklim Mikro…………………………………… 21
4.2.2 Variabel Fisiologi………………………………………. 22
4.2.3 Variabel Hematologi…….……………………………... 24
4.2.4 Variabel Performan Produksi…………………………… 24
4.3 Analisis Statistik………………………………………... 26
V HASIL DAN PEMBAHASAN 27
5.1.Hasil………………………………………………………. 27
5.2 Pembahasan ……………………………………………… 31
VI SIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 34
6.1 Simpulan …………………………………………………. 34
6.2 Saran …………………………………………………….. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi6
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1 Pengaruh Imbangan Energi dan Protein terhadap Iklim Mikro Kandang
Respon Fisiologi, Respon Hematologi, Performans dan kecernaan
Ransum Kelinci Jantan Lokal …………………………………………… 28
7
vii
I. PENDAHULUAN
8
dan 1 ekor dalam satu petak kandang. Hasil penelitian Buijs et al. (2012)
mendapatkan bahwa jumlah kelinci 20 ekor dalam luas kandang 1 m2 menghasilkan
diameter tibiofibula lebih tinggi namun walfare lebih jelek daripada 17,5; 15; 12,5;
10; 7,5 dan 5 ekor.
Berdasarkan latar masalah di atas maka perlu diketahui luas lantai kandang
optimum serta imbangan energi dan protein dalam ransum untuk ternak kelinci
jantan lokal di daerah dataran rendah tropis sehingga efisiensi produksi dapat
ditingkatkan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
Asal mula dan teori evolusi ternak kelinci cukup sulit untuk ditelusuri karena
kelinci mempunyai tulang yang kecil, mudah pecah dan sering dimakan oleh
predator. Fosil kelinci tertua yang telah berusia 45 juta tahun ditemukan di Negara
Portugal dan Francis (Mc Nitt et al., 1996).
10
kelinci lokal, yakni jenis Kelinci jawa (Lepus negricollis) dan kelici sumatera
(Nesolagus netseherischlgel).
11
mengkonsumsi daging. Pada negara yang penduduknya biasa memotong ayam dan
sapi sebagai pangan sumber protein hewani maka pemotongan ternak kelinci sebagai
pangan protein hewani sulit diterima.
Tabel 1.1 Kandungan Protein, Lemak dan Energi Berbagai Jenis Daging
12
pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum lebih tinggi pada kelinci
new zealand white dibandingkan dipelihara pada temperatur rata-rata 29,4 oC dan
kelembabab udara 75,9%.
Pergeseran kebutuhan lingkungan fisiko-termal (kondisi nyaman) bagi
ternak sudah dapat dipastikan ternak akan mengalami cekaman baik cekaman panas
(hipertermia) atau cekaman dingin (hipotermia). Ternak akan memberikan respon
awal dalam bentuk perubahan tingkah laku, peningkatan aktivitas sistem respiratoris
dan kardiovaskularis. Jika respon awal belum tercapai keadaan homeostatik, akan
timbul respon lanjutan berupa perubahan-perubahan pada sistem hormonal,
enzimatik dan metabolik. Kalau pada respon lanjutan ini belum juga tercapai
keadaan homeostatik maka ternak akan mengalami berbagai gejala penyakit yang
disertai rendahnya efisiensi produksi dan reproduksi (Esmay, 1978).
Cekaman panas adalah merupakan kendala utama pada pemeliharaan kelinci
di daerah tropis. Dampak negatif dari cekaman panas dapat diminimalisasi dengan
melakukan modifikasi lingkungan termasuk pemilihan bahan pakan yang
dipergunakan (McNitt et al., 1996). Temperatur ideal ternak kelinci adalah 15 0C
sampai 20 0C. Apabila temperatur kandang lebih tinggi dari 27 0C dan berlangsung
lama akan mengakibatkan penurunan produksi dan reproduksi ternak.
0
Pemeliharaan ternak kelinci pada temperatur kandang di atas 32 C juga dapat
mengganggu kesehatan kelinci dan menyebabkan meningkatnya angka mortalitas
(Sosroamidjoyo,1984). Menurut Cervera dan Carmona (1998) ternak kelinci
sampai berumur 80 hari memerlukan temperatur optimum berkisar antara 15 0C
sampai 25 0C . Kelinci mulai merasa stres panas pada temperatur kandang 30 oC
dan temperatur rektal 27 oC. Pada kondisi ini kelinci melepaskan panas dengan cara
gasping . Pada saat gasping kebutuhan energi pada ternak kelinci meningkat namun
tidak selinier pada saat mengalami cekaman dingin (hypothermia). Pada kondisi
cekaman panas kelinci menurunkan konsumsi ransum, kebutuhan energi untuk
hidup pokok meningkat sehingga energi yang dapat dipakai untuk tujuan produksi
menurun. Thwaites et al. (1990) mendapatkan kelinci yang dipelihara pada
temperatur 34 oC menyebabkan temperatur rektal 40,2 oC dan pada temperatur 36
o
C temperatur rektalnya 40,7 oC. Penelitian yang sama juga mendapatkan, laju
13
respirasi pada kelinci yang dipelihara pada temperatur 34 oC adalah 69 kali/menit
sedangkan pada temperatur 36 oC adalah 82.9 kali/menit.
Luas lantai kandang dapat dapat diartinya banyaknya ternak dalam satu
satuan luas misalnya 20 ekor/m2 atau luas lantai kandang yang diperlukan oleh satu
ekor kelinci misalnya 3500 cm2/ ekor (Kartadisastra, 2011). Menurut McNitt et al.
(1996) luas lantai kandang optimum perlu mendapat perhatian dari peternak kelinci
14
karena akan berpengaruh terhadap konsumsi ransum, konversi ransum, pertumbuhan
dan respon fisiologi dari ternak kelinci. Hasil penelitian Nuriyasa (2012)
mendapatkan bahwa ternak yang melakukan aktivitas fisik lebih banyak dan respon
fisiologi yang lebih jelek akan mengalami hambatan pertumbuhan. Aktivitas fisik
menyebabkan energi yang dipergunakan untuk hidup pokok meningkat sehingga
energi dan protein yang diretensi menjadi lebih randah yang berdampak pada tingkat
pertumbuhan lebih rendah.
Hasil penelitian Obasilar dan Obasilar (2007) mendapatkan berat badan akhir
dan konsumsi ransum kelinci yang dipelihara 3 ekor dalam satu petak kandang (
4200 cm2) lebih baik daripada 1 ekor (1400 cm2) dan 5 ekor (8400 cm2). Zucca et
al. (2012) mendapatkan bahwa kelinci yang dipelihara dengan jumlah 3 dan 4 ekor
dalam satu petak kandang menyebabkan behavior kelinci lebih baik daripada 2 ekor
dan 1 ekor dalam satu petak kandang. Hasil penelitian Buijs et al. (2012)
mendapatkan bahwa jumlah kelinci 20 ekor dalam luas kandang 1 m2 menghasilkan
diameter tibiofibula lebih tinggi namun walfare lebih jelek daripada 17,5; 15; 12,5;
10; 7,5 dan 5 ekor.
15
Menurut Lick dan Hung (2008) kandang battery ternak kelinci jenis besar
(flemis giant) sebaiknya berukuran panjang 90 cm, lebar 60 cm, tinggi 45 cm dan
tinggi kandang dari tanah sebaiknya 50 cm. Kandang kelinci dengan tujuan
penggemukan seperti kelinci new zealand white, satin dan flam sebaiknya
berukuran: panjang 70 cm, lebar 50 cm dan tinggi 45 cm. Bivin dan King (1995)
memberikan rekomendasi ukuran kandang pejantan yaitu panjang 75 cm, lebar 75
cm dan tinggi 54 cm. Menurut Suc et al. (1996) pemeliharaan kelinci dengan tujuan
bibit atau penggemukan dapat pula dipelihara dengan sistem yang menyerupai
habitat aslinya yaitu dengan menggunakan kandang tanah yang dilengkapi dengan
tempat berlindung (underground shelter). Sistem pemeliharaan seperti ini
memungkinkan kelinci untuk keluar lubang pada saat kondisi lingkungan (iklim
mikro) di luar lubang nyaman dan memilih masuk lubang pada saat kondisi
lingkungan berada berada dalam keadaan cekaman panas atau cekaman dingin.
Lubang tempat berlindung pada pemeliharaan kelinci dengan sistem kelompok
dibuat dengan ukuran 0,5m x 2m dan tingginya 0,5m. Hansen dan Berthelsen (
2000) menyatakan bahwa pemeliharaan kelinci dengan cara diumbar lebih memberi
rasa sejahtera (animal welfare) dan lebih memberi rasa nyaman (comfort) pada
ternak yang diindikasikan dengan tingkah laku lebih tenang dibandingkan dengan
dipelihara dengan menggunakan kandang battery. Belakangan ini, sistem
pemeliharaan dengan cara tersebut tidak mendapat respon positif dari peternak
kelinci karena dapat menyebabkan kerusakan ekologi yang serius.
16
pejantan fase grower memerlukan protein kasar 16% sedangkan induk menyusui
memerlukan protein kasar 15-16%. Kandungan serat kasar pada ransum kelinci
jantan fase grower adalah 10–27% dan induk menyusui adalah 15–20%.
Butcher et al. (1981) mendapatkan bahwa kelinci new zealand white yang
diberikan ransum dengan kandungan energi termetabolism 8 MJ/kg DM dengan CP
172 g/kg DM menghasilkan pertambahan berat badan per hari 25,16 g nyata lebih
17
rendah daripada kandungan energi 10 MJ/kgDM dengan CP 160 g/kgDM dan 12
MJ/kgDM dengan CP 157 g/kgDM yaitu 32,40 g/ekor/hr dan 29,8 g/ekor/hr.
18
III. TUJUAN DAN MANFAAT
19
IV. METODE PENELITIAN
Perlakuan
Bahan (%)
R1 R2
Jagung kuning 31,0 33,4
Bungkil kelapa 12,4 6,3
Tepung ikan 15,0 17,7
Tepung tapioka 9,9 10,3
Tepung kedelai 11,0 17,5
Dedak padi 8,0 2,0
Rumput gajah 5,0 2,0
Serbuk gergaji 5,1 7,65
Minyak kelapa 1,2 2,0
Tepung tulang 0,65 0,4
NaCl 0,25 0,25
Mineral 0,5 0,5
20
Tabel 4.2 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
Perlakuan
Nutrien*) R1 R2 Standar McNitt
et.al (1996)
ME (Kkal/kg) 2500 2800 2350
Protein Kasar (%) 16 17,5 16
ME/CP rasio 147 151 146
Lemak kasar (%) 8,07 9,64 3,0
Serat kasar (%) 12,24 10,68 10,0
Ca (%) 2,0 2,15 0,5
P av (%) 0,97 1,07 0,3
*)Perhitungan berdasarkan table komposisi Scott et al. (1982)
21
Selanjutnya data rata-rata temperatur udara harian dijumlahkan dan dibagi dengan
jumlah hari pengamatan untuk mendapatkan temperatur udara rata-rata selama
penelitian. Kelembaban udara rata-rata didapatkan dengan menjumlahkan ketiga
data pengamatan (pagi, siang dan sore) kemudian dibagi tiga. Temperature
Humidity Index (THI) untuk ternak kelinci dihitung dengan formulasi empiris
menurut Marai (2002) sebagai berikut :
Keterangan:
THI : Temperature Humidity Index
T : Temperatur rata-rata dalam petak kandang (oC)
RH : Kelembaban relatif/100
Temperatur Kulit. Suhu kulit diukur dengan menggunakan Digital Basal Body
Temperature, model 185, akurasi pengukuran 0,05oC, rentang pengukuran 32oC s/d
42oC, kepekaan pengukuran 0,1oC. Pengukuran dilakukan pada empat titik yaitu
kepala, leher, punggung dan pandat (Kasa et al., 1993). Pengukuran pada empat
titik ini dijumlahkan dan dibagi empat untuk madapatkan rata-rata suhu pada satu
kali pengukuran. Dari pengukuran sebanyak tiga periode selama penelitian,
dihitung rata-rata temperatur kulit pada pagi hari (pukul 7.30 wita), tengah hari
(13.30 wita) dan sore hari (17.30 wita). Sesudah itu baru dihitung rata-rata
temperatur kulit hariannya selama penelitian.
22
dan agak lancip dimasukkan ke dalam anus se dalam 6 Cm (Purnomoadi, 2003).
Dari pengukuran sebanyak tiga kali selama penelitian, dihitung rataan temperatur
rektal pada pagi hari (pukul 7.30 wita), tengah hari (13.30 wita) dan sore hari (17.30
wita). Sesudah itu baru dihitung rataan temperatur rektal hariannya selama
penelitian.
Laju Respirasi. Laju respirasi diperoleh dengan menghitung gerakan naik turunnya
permukaan rusuk-perut selama satu menit (Purnomoadi, 2003). Pengamatan
dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 7.30 wita, 13.30 wita dan 17.30 wita.
Tiap kali pengamatan dilakukan atau di ulang sebanyak 5 kali. Dari ke lima data
pengamatan kemudian dirata-ratakan sehingga mendapatkan data pengamatan laju
respirasi per menit. Dalam pengambilan data ini diperlukan stopwatch yang
digunakan sebagai penunjuk waktu dan hand tally counter sebagai penunjuk jumlah
gerakan permukaan rusuk-perut. Satu gerakan naik (rusuk-perut mengembang) dan
turun (rusuk perut mengempis) dihitung sebagai satu kali berespirasi. Berdasarkan
hasil pengukuran sebanyak tiga kali selama penelitian dihitunglah rataan laju
respirasi pada pagi hari, siang hari dan sore hari. Sesudah itu baru dihitung rataan
harian laju respirasi selama penelitian.
23
4.2.3. Variabel Hematologi
Konsumsi Pakan dan Air Minum. Konsumsi pakan dan air minum dihitung setiap
hari dengan mengurangi jumlah yang diberikan dengan sisa.
Konversi Ransum. Konversi ransum atau Feed Conversion Ratio (FCR) dihitung
dengan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan
berat badan selama penelitian.
24
Lama Aliran Ransum. Pengukuran lama aliran ransum di dalam saluran
pencernaan dilakukan dengan memberikan ransum yang telah dicampur dengan
indikator Fushin Acide pada ternak kelinci. Lama aliran ransum dihitung dengan
jalan menghitung waktu mulai ransum yang mengandung indikator dimakan sampai
keluarnya indikator untuk pertama kali di dalam feses.
( )
KCBK = × 100%
Dimana:
KCBK : Koefisien cerna bahan kering (%)
A: Konsumsi bahan kering ransum (g)
B: Jumlah bahan kering ekskreta (g)
Kecernaan Energi
( )
(DE/GE) = × 100%
Dimana:
DE/GE : Efisiensi GE menjadi DE (%)
A: Konsumsi energi (Kkal/hari)
B: Kandungan energi pada fesese (Kkal/hari
25
Kecernaan protein
( )
KP = × 100%
Dimana:
KP : Kecernaan protein (%)
A: Konsumsi protein (g/hari)
B: Kandungan protein pada feses (g/hari)
Data yang diproleh dianalisis dengan analisis sidik ragam, apabila diantara
perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan
uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980). Data mortalitas ditransformasi
terlebih dahulu sebelum dianalisis dengan tekhnik transformasi logaritmik yaitu: log
(x+1).
26
BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
27
Tabel 5.1Pengaruh Imbangan Energi dan Protein terhadap Iklim Mikro Kandang
Respon Fisiologi, Respon Hematologi, Performans dan kecernaan
Ransum Kelinci Jantan Lokal
Perlakuan
Variabel SEM
R1 R2
Iklim Mikro
Kelembaban Udara (%) 70,20a 69,35a 0,6
Temperatur Udara (oC) 28,80a 28,41a 0,27
Temperature Humidity Index (THI) 27,46a 27,06a 0,28
Radiasi Matahari (Fc) 9,29a 8,49a 0,57
Respon Fisiologi
Denyut Jantung (kali/menit) 108,12a 107,34a 4,21
Temperatur Rektal (oC) 39,16a 39,48a 0,09
Temperatur Kulit (oC) 37,94a 37,86 a 0,24
Laju Respirasi (kali/menit) 59,26a 58,40a 1,12
Respon Hematologi
Haemoglobin (g/100 ml) 14,78a 14,04a 1,45
Eritrosit (106/µl) 4,99a 4,00a 0,13
Leukosit (103/ µl) 6,78a 6,09a 0,98
Hematokrit (%) 41,50a 40,50a 0,76
Glukosa (mg/100 ml) 180,5a 179,75a 1,23
Trigliserida (mg/100 ml) 95,25a 94,00a 0,97
Performans
Konsumsi Air (ml/ekor/hr) 121,00a 111,93b 6,41
Konsumsi Ransum (gr/ekor/hr) 70,65a 61,43b 6,52
Berat Badan Akhir (gr) 1873,57a 1759,94b 80,35
Pertambahan Berat Badan 21,20a 19,60b 1,14
(gr/ekor/hr)
Konversi Ransum 3,27a 3,13a 0,09
Kecernaan Bahan Kering (%) 72,21a 68,66a 2,14
Kecernaan Energi (%) 77,78a 75,17a 3,79
Kecernaan Protein (%) 79,44a 76,00a 1,75
1) R1 : Ransum dengan imbangan energi dan protein 147
R2 :Ransum dengan imbangan energi dan protein 151
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata
(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05)
3) SEM : Standard Error of The Treatment Means
Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan ternak
1 ekor/3500 cm2 (L1), 2 ekor/3500 cm2 (L2) dan 3 ekor/3500 cm2 (L3) tidak
28
menyebabkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pada variabel iklim mikro yang terdiri
dari kelembaban udara, temperatur udara, temperature humidity index dan radiasi
matahari (Tabel 5.2).
29
Tabel.5.2 Pengaruh Kepadatan Ternak terhadap Iklim Mikro Kandang, Respon
Fisiologi, Respon Hematologi, Performans dan Kecernaan Ransum
Kelinci Jantan Lokal
Perlakuan
Variabel SEM
L1 L2 L3
Iklim Mikro
Kelembaban Udara (%) 69,22a 69,86a 70,25a 0,74
Temperatur Udara (oC) 28,03a 28,87a 28,91a 0,7
Temperature Humidity Index 26,72a 27,51a 27,56a 0,67
(THI)
Radiasi Matahari (Fc) 8,74a 8,75a 9,19a 0,36
Respon Fisiologi
Denyut Jantung (kali/menit) 107,53a 125,47a 108,56a 3,59
Temperatur Rektal (oC) 39,16a 39,18a 39,22a 2,21
Temperatur Kulit (oC) 37,89 a 38,46a 38,28a 1,08
Laju Respirasi (kali/menit) 64,63a 68,75a 66,46a 2,05
Respon Hematologi
Haemoglobin (g/100 ml) 13,83b 15,03a 14,79ab 0,15
Eritrosit (106/µl) 4,00a 4,42a 4,19a 0,12
Leukosit (103/ µl) 5,78b 6,11a 6,83a 0,09
Hematokrit (%) 38,33b 43,75a 42,25a 0,28
Glukosa (mg/100 ml) 155,25a 179,75a 180,5a 12,44
Trigliserida (mg/100 ml) 94,00a 95,28a 100,72a
Performans
Konsumsi Air (ml/ekor/hr) 109,97b 119,15a 120,29a 8,01
Konsumsi Ransum (gr/ekor/hr) 59,47b 69,02a 69,64a 8,06
Berat Badan Akhir (gr) 1728,0b 1868,83a 1853,45a 109,25
Pertambahan Berat Badan 19,32a 20,97a 20,91a 1,32
(gr/ekor/hr)
Konversi Ransum 3,08a 3,19a 3,34a 0,19
Kecernaan Bahan Kering (%) 68,68a 73,84a 72,24a 3,34
Kecernaan Energi (%) 75,17a 77,78a 72,97a 3,75
Kecernaan Protein (%) 75,67a 76,00a 78,44a 1,73
1)L1 : Kepadatan ternak 1 ekor/3500 cm2
L2 : Kepadatan ternak 2 ekor/3500 cm2
L3 : Kepadatan ternak 3 ekor/3500 cm2
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata
(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05)
3) SEM : Standard Error of The Treatment Means
30
5.2 Pembahasan
31
perbedaan nyata pada kandungan leukosit darah kelinci. Kandungan haemoglobin,
eritrosit dan hematokrit darah kelinci tidak berbeda nyata pada perlakuan ransum
berbeda, namun secara kuantitatif ada tendensi bahwa kelinci yang diberi ransum R1
memberi respons lebih baik daripada R2. Pertumbuhan yang lebih tinggi pada
kelinci yang diberi ransum R1 membutuhkan kandungan eritrosit lebih tinggi
sebagai sarana transportasi oksigen untuk kepentingan metabolism sel.
Pertumbuhan lebih tinggi pada kelinci yang mendapat perlakuan ransum R1 juga
akan menyebabkan pembentukan organ tubuh termasuk haemoglobin dan hematokrit
lebih tinggi pula. Kelinci yang dipelihara dengan kepadatan ternak L2 dan L3 lebih
tinggi daripada L1. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan kelinci yang mendapat
perlakuan L2 dan L3 lebih tinggi daripada L1. Tingkat cekaman pada kelinci yang
dipelihara dengan perlakuan L1 lebih tinggi daripada L2 dan L3. Hal ini disebabkan
karena di alam habitat aslinya kelinci adalah hewan yang hidup berkelompok
sehingga kelinci pada L1 mempunyai kandungan leukosit lebih tinggi sebagai
respons rasa takut karena sendirian (Obasilar dan Obasilar, 2007). Kandungan
glukosa dan gliserida darah kelinci yang mendapat perlakuan ransum dan tingkat
kepadatan ternak berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak terjadi mobilisasi lemak sebagai sumber energi atau
penggunaan sumber energi dari protein pada tubuh ternak kelinci (Mahardika, 1996).
32
terhadap konversi ransum karena perlakuan perbedaan ransum dan tingkat kepadatan
ternak. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan yang lebih tinggi pada kelinci yang
diberi perlakuan R1, L2 dn L3 disebabkan karena konsumsi ransum lebih tinggi,
bukan tingkat efisiensi penggunaan ransum yang lebih tinggi. Perlakuan ransum dan
tingkat kepadatan ternak berbeda tidak berpengaruh pada kecernaan bahan kering,
energi dan protein. Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum tidak
jauh berbeda. Kecernaan ransum sangat berkaitan dengan kandungan serat kasar
ransum (Tillman, 1986).
33
BAB. VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Iklim mikro kandang dan response fisiologi kelinci tidak dipengaruhi oleh
perlakuan ransum dengan imbangan energi dan protein berbeda serta
perlakuan dengan tingkat kepadatan ternak berbeda.
2. Tidak terjadi perbedaan response hematologi ternak kelinci yang diberi
perlakuan ransum berbeda, sdeangkan response hematologi kelinci yang
dipelihara pada tingkat kepadatan ternak 1 ekor/3500 cm2 lebih jelek
daripada 2 ekor/3500 cm2 dan 3 ekor/3500 cm2.
3. Kelinci yang diberi ransum dengan imbangan energi dan protein 147
menghasilkan performans lebih tinggi daripada imbangan energi dan protein
151.
4. Kelinci yang dipelihara pada tingkat kepadatan ternak 2 ekor/3500 cm2
menghasilkan performans lebih tinggi daripada tingkat kepadatan ternak 1
ekor dan 3 ekor/3500 cm2.
6.2 saran
34
DAFTAR PUSTAKA
Buijs, S. E., Van Poucke,S., Van Dongen., L. Lens and F.A.M Tuytttens. 2012.
Cage size and enrichment effects on the bone quality and fluctuating
asymmetry of fattening rabbits. Journal Anim.Sci vol 19, no 10: 3568-3573.
Bivin, W.S. and W.W. King. 1995. Raising Healthy Rabbit. A. Publication of
Christian Veterinary Mission, Washington, USA.
BMKG. 2013. Informasi Cuaca, Iklim dan Gempa Bumi Provinsi Bali. Bulletin.
Tahun III No. 09 September 2011. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Wilayah III, Denpasar.
Butcher, C., M.J. Bryant, D.H. Machin, E. Owen and J.E. Owen. 1981. The Effect of
Metabolizable Energy Concentration on Performance and Digestibility in
Growing Rabbits. Departement of Agriculture and Horticultura University
of Reading. http://www.fao.org/Ag/aga/AGAP/FGR/TAP 62/62.93 pdf.
Disitir Tanggal 22 Nopember 2010.
Carvera, C and J.F. Carmona. 1998. Climatic Environment. . In. The Nutrition of
the Rabbit. Ed. C. de Blas and J.Wiseman. CABI Publishing, New York.
De Blass, C and J. Wiseman. 1998. The Nutrition of the Rabbit. CABI Publishinr.
University of Nottingham. Nottingham.
Kasa, I.W. and C.J. Thwaites. 1993. The Effect of Imfra-Red Radiation on Rectal,
Skin and Hair-Tip Temperatures of Rabbits. World Rabbit Science (1993), 1
(4), 133-138.
Lick, N.Q. and D.V. Hung. 2008. Study and Design the Rabbit Coop Small-Scale
Farm in Central of Vietnam. Departemen of Agriculture Engineering, Hue
University of Agriculture and Forestry. Vietnam.
35
Mahardika, I.G. 1996. Kinerja Kerbau Betina pada Berbagai Beban Kerja serta
Implikasinya terhadap Kebutuhan Energi dan Protein Pakan. (Disertasi)
Program Pascasarjana, IPB
Mc.Nitt, J.I., N.M. Nephi, S.D. Lukefahr and P.R. Cheeke. 1996. Rabbit
Production. Interstate Publishers, Inc.
Nuriyasa, I.M. 2012. Respon Biologi dan Pendugaan Kebutuhan Enegi dan Protein
Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) pada Lingkungan Berbeda. Disertasi
Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Onbasilar, E. E and I. Onbasilar. 2007. Effect of cage density and sex food
utilization and some stress parameter of young rabbit. J. Lab. Anim. Sci.
2007. Vol 34 No 3.
Owen, E. And J.E. Owen. 1981. The Effect of Metabolizable Energy Concentration
on Performance and Digestibility in Growing Rabbits. Trop. Anim. Prod. 6
(2) : 93 – 100.
Prasad, R., S.A. Karim, B.C. Patnayak. 1996. Growth Performance of Broiler
Rabbits Maintained on Diets with Varying Levels of Energy and Protein.
World Rabbit Science 1996, 4(2), 75-78.
Purnomoadi, A. 2003. Petunjuk Praktikum Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Fakultas
Peternakan, Universitas Diponogoro. http://
eprints.undip.ac.id./21200/1/1061-ki-fp-05 pdf. Disitir Tanggal 12 Nopember
2010.
Rizzi, C., G.M. Chiericato and A. Dalle Zotte. 2008. Reproductive and
Physiological Responses of Rabbit Does Under Different Nutritive Levels
Before the First Parturition. Departement of Animal Science, University
of.Padova,Italy.http://www.cuniculture.info/Docs/Magazine2008/FigureMag
2008/Conggres2008-Verone/Papers/N-Eiben2.pdf. Disitir Tanggal 19
Nopember 2010.
Scott, M.L.,M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chickens Second
Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca, New York.
36
Sinaga, S. 2009. Pakan Kelinci dan Pemberiannya. http:// blogs.unpad ac.id/Suland
Sinaga. Disitir 17 April 2011
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik, Edisi kedua. Diterjemahkan Oleh Sumantri.
Gramedia. Jakarta.
Xiangmei, G. 2008. Rabbit Feed Nutrition Study for Intensive, Large-Scale Meat
Rabbit Breeding. Qingdao Kangda Food Company Limited, China.
http://www.mekarn.org/prorab/guan.htm. Disitir Tanggal 18 Nopember
2010.
Yan,L and Li,M. 2008. Feeding Management and Technology of Breeding Rabbit
in Hot Climate. Qingdao Kanada Food Company Limited Kanada Group,
Qingdao, 266400, China.Yanyk@vip.sina.com.
Zucca, D., S.P Marelli, Veronica Redalli, Eugenio Heinzi, Heidi Cardile, Cristian
Ricci, Marina Verga, Fabio Lazi. 2012. Effect of Environmental
enrichment and group size on behavior and live weight in growing rabbits.
Word Rabbit Science Journal vol. 20 No 2 (2012).
37
LAMPIRAN 1. PERSONALIA PENELITI
3. Pembimbing/Anggota Peneliti :
38
LAMPIRAN 2. RINCIAN BIAYA PENELITIAN
Pembiayaan
No Aktivitas Volume Biaya Jml
Jml Sat (Rp) (Rp)
1. Gaji Peneliti (6 bulan)
Honor Peneliti Utama (1 orgx 6 -
bln) -
Honor anggota peneliti (1 org x 6
bln)
Sub Total 0
2. Operasionil Penelitian/Material
Penelitian
50 Ekor kelinci jantan umur 5 minggu 50 ekor 20.000 1.000.000
@ Rp.20.000;............................. ..
8 sak ransum @ 350.000,-.................. 8 sak 350.000 2.800.000
Analisis proximat protein ransum dan 20 smpl 100.000 2.000.000
feces
Analisis proximat energi ransum dan 20 smpl 100.000 2.000.000
feces
ATK, kawat, kayu, tempat pakan dan 1 paket 1.750.000 1.750.000
air, lampu
Sub Total 9.550.000
3. Publikasi di jurnal Nasional terakreditasi 1 keg 250.000
4. Penggandaan 10 eks 20.000 200.000
laporan/Jilid.........................
Total 10.000.000
39
CATATAN KEGIATAN HARIAN PENELITIAN (LOG BOOK)
PENELITIAN DOSEN MUDA (PNBP) T.A 2014
Judul : Temperature Humidity Index dan Respon Biologi Kelinci Jantan (Lepus
nigricollis) Yang Dipelihara dengan Luas Lantai Kandang serta Diberi
Ransum dengan Imbangan Energi dan Protein Berbeda
40
pada petak kandang
penelitian
Penimbangan jatah
pemberian pakan kelinci
Pengukuran air minum
yang diberikan
9. 22 Juni 2014 Pengamatan data setelah dua Kandang Data iklim
minggu penelitian (kelinci umur penelitian, Desa mikro, respon
7 minggu) Dajan Peken biologi, kelinci
Tabanan umur 7 minggu
didapatkan
10. 6 Juli 2014 Pengamatan data setelah empat Kandang Data iklim
minggu penelitian (kelinci umur penelitian, Desa mikro, respon
9 minggu) Dajan Peken biologi, kelinci
Tabanan umur 9 minggu
didapatkan
11. 20 Juli 2014 Pengamatan data setelah enam Kandang Data iklim
minggu penelitian (kelinci umur penelitian, Desa mikro, respon
11 minggu) Dajan Peken biologi, kelinci
Tabanan umur 11 minggu
didapatkan
12. 3 Agustus 2014 Pengamatan data setelah Kandang Data iklim
delapan minggu penelitian penelitian, Desa mikro, respon
(kelinci umur 13 minggu) Dajan Peken biologi, kelinci
Tabanan umur 13 minggu
didapatkan
13. 17 Agustus 2014 Pengamatan data setelah Kandang Data iklim
sepuluh minggu penelitian penelitian, Desa mikro, respon
(kelinci umur 15 minggu) Dajan Peken biologi, kelinci
Tabanan umur 15 minggu
didapatkan
14. 18 Agustus 2014 Pemotongan kelinci pada akhir Kandang Sampel tubuh
penelitian Penelitian, Desa kelinci pada
Dajan Peken akhir penelitian
tersedia
15. 18 Agustus 2014 Pengambilan sampel darah Kandang Sampel darah
untuk pengamatan hematogi Penelitian, Desa kelinci tersedia
darah kelinci Dajan Peken yang tersimpan
dalam box es.
16. 1-22 September Melakukan tabulasi dan analisis Fakultas Data penelitian
2014 data penelitian Peternakan, sudah teranalisis
Unud, denpasar
17. 23 september-23 Membuat laporan Penelitian Fakultas Laporan
oktober 2014 Peternakan, penelitian sudah
Unud, denpasar selesai
41
Foto Penelitian
42
Gambar 4. Mahasiswa Sedang Melakukan Pengamatan pada Kandang Battery
43
Gambar 5. Petak Kandang yang Berisi Dua Ekor Kelinci
44