Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN

Disusun oleh:
Nama : Tiara Delia Henandita
NIM : H0720166
Co-Ass : Taskur Ajam Aji

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Fisiologi Tumbuhan ini disusun untuk melengkapi tugas


mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dan telah diterima, disetujui dan disahkan oleh
Co-Assiten dan Dosen Mata Kuliah Pasca Panen pada:
Hari :
Tanggal :

Disusun Oleh:
Nama : Tiara Delia Henandita
NIM : H0720166
Kelompok : 40

Menyetujui,
Dosen Koordinator Praktikum Co Assisten,
Fisiologi Tumbuhan

Dr. Ir. Amalia Tetrani Sakya M.P., M.Phil. Taskur Ajam Aji
NIP. 196607181991032003 NIM. H0719175

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan ini. Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan ini dibuat untuk
melengkapi tugas Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lepas dari bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret;
2. Tim dosen Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan;
3. Co-Assisten yang telah membimbing dan mengarahkan praktikan;
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari seandainya dalam penulisan laporan ini masih ada
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi hasil yang lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan memberi tambahan ilmu bagi pembaca. Amin.

Surakarta, Mei 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
I. Tanggapan Tanaman Pada Kondisi Cekaman Kekeringan ..................1
A. Gambaran Umum ......................................................................................1
B. Hasil Pengamatan ......................................................................................2
C. Pembahasan ...............................................................................................2
II. Studi Defisiensi Unsur Hara Makro (N, P, K) .........................................5
A. Gambaran Umum ......................................................................................5
B. Hasil Pengamatan ......................................................................................6
C. Pembahasan ...............................................................................................6
III. Penetapan Potensial Air Jaringan Tumbuhan ........................................9
A. Gambaran Umum ......................................................................................9
B. Langkah Kerja ...........................................................................................9
C. Pembahasan ...............................................................................................10
IV. Uji Biologi 2,4-D .........................................................................................13
A. Gambaran Umum ......................................................................................13
B. Langkah Kerja ...........................................................................................14
C. Pembahasan ...............................................................................................14
V. Ratio Transmisi Cahaya dan Indeks Luas Daun ....................................17
A. Gambaran Umum ......................................................................................17
B. Langkah Kerja ...........................................................................................18
C. Pembahasan ...............................................................................................18
VI. Laju Transpirasi Tumbuhan ....................................................................22
A. Gambaran Umum ......................................................................................22
B. Langkah Kerja ...........................................................................................23
C. Pembahasan ...............................................................................................23
VII. Analisis Khlorofil .......................................................................................26
iv
A. Gambaran Umum ......................................................................................26
B. Langkah Kerja ...........................................................................................27
C. Pembahasan ...............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Grafik Data Pengamatan Tinggi Tanaman Kacang Tanah ............. 2
Grafik 2.1 Grafik Data Pengamatan Tinggi Tanaman Pakcoy ......................... 6
Grafik 4.1 Grafik Konsentrasi Terhadap Rataan Panjang Kecambah ............ 14

vi
ACARA I
TANGGAPAN TANAMAN PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

A. Gambaran Umum

Tanaman selalu membutuhkan air selama siklus hidupnya. Dimulai dari biji,
perkecambahan hingga panen selalu membutuhkan air. Hampir 90% dari semua
bibit segar sel dan jaringan tanaman merupakan air. Air dalam tanaman
berperan sebagai aktivator enzim, sebagai pereaksi dalam reaksu hidorlisis, dan
sebagai bahan fotosintesis. Jika ketersediaan air pada tanaman yang dibutuhkan
dalam proses fotosintesis dalam jumlah yang cukup, yang dimana air sangat
mempunyai pengaruh pada turgiditas sel penjaga stomata. Apabila tanaman
dalam keadaan kekurangan air, maka turgiditas selakan menurun dan stomata
akan menutup. Menurut Lakitan (2011) penutupan stomata ini akan
menghambat serapan gas CO2 yang dibutuhkan untuk sintesis karbohidrat pada
tanaman. Penyiraman dalam jumlah yang pas pada setiap tanaman dapat
dilakukan untuk menghindari kekeringan pada tanaman.
Telah disebutkan bahwa tanaman selalu memerlukan air untuk hidupnya.
Jika tanaman kekurangan air, maka produktivitas tanaman juga akan menurun.
Penurunan produktivitas dikarenakan terganggunya pertumbuhan tanaman.
Saputra dkk., (2015) menyatakan bahwa cekaman kekeringan merupakan salah
satu masalah utama pada hasil produksi tanaman di seluruh dunia. Selama
terjadinya cekaman kekeringan, akan terjadi penurunan laju fotosintesis yang
disebabkan karena adanya penutupan stomata dan terjadinya penurunan
transpor elektron. Hal ini akan menyebabkan semakin tingginya tingkat
cekaman kekeringan yang diterima oleh tanaman, maka akan mengurangi
kebutuhan air untuk tanaman tesebut. Sehingga, menekan tingkat pertumbuhan
tanaman dan hasil tanaman. Karena kebutuhan air untuk tanaman akan
berkurang.
Pada acara 1 ini, akan dilakukan pengamatan tentang pertumbuhan dan
tanggapan tanaman pada kondisi cekaman kekeringan. Bahan dan alat yang
diperlukan yaitu, benih kedelai atau jagung, pupuk NPK, media tanam, polybag,
alat ukur, selang dan juga ember. Hal pertama yang dilakukan adalah

1
memasukkan media tanam ke dalam polybag. Selanjutnya, memasukkan 5
benih per polybagnya. Sampai dengan umur 3 minggu, penyiraman dilakukan
2 hari sekali dengan pemberian air sampai media tanam basah namun tidak
menggenang. Pada mulai minggu ke-4 penyiraman dilakukan sesuai perlakuan.
Dengan penyiraman 2/4/8/10 hari sekali. Setelah dilakukannya penyiraman
sesuai perlakuan, dilakukan pengamatan perihal gejala yang terlihat, seperti
daun menggulung, atau perubahan warna daun. Juga dilakukan pengukuran
tinggi tanaman dan pengukuran lebar dan panjang daun.

B. Hasil Pengamatan

Grafik 1.1 Grafik Data Pengamatan Tinggi Tanaman Kacang Tanah


C. Pembahasan

Berdasarkan hasil data hasil pengamatan pada komoditas kacang tanah


(Arachis hypogea L.) dalam satu kelas, didapatkan hasil bahwa pada minggu
kedua setelah tanam atau 14 hst, perlakuan P1 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 13 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 11 cm, P3 dihasilkan
tinggi rata-rata tanaman 12 cm, dan P4 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 7 cm.
Pada minggu keempat setelah tanam atau 28 hst, perlakuan P1 dihasilkan tinggi
rata-rata tanaman 18,5 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 21 cm, P3
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 17,5 cm, dan P4 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 14 cm. Pada minggu kelima setelah tanam atau 35 hst, perlakuan P1
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 25,5 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata
2
tanaman 27 cm, P3 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 24,5 cm, dan P4
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 16 cm. Pada minggu terakhir setelah tanam
atau 42 hst, perlakuan P1 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 35 cm, P2
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 33,5 cm, P3 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 29 cm, dan P4 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 20cm.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, perlakuan terbaik dari
4 perlakuan adalah pada perlakuan 1 atau P1, dimana dilakukan perlakuan
dengan melakukan penyiraman 2 hari sekali dengan volume penyiraman 250
ml setiap kali penyiraman. Sedangkan perlakuan terburuknya yaitu pada
perlakuan 4 atau P4, dimana dilakukan perlakuan dengan melakukan
penyiraman 10 hari sekali dengan volume penyiraman 1250 ml setiap
penyiraman. Menurut saya, tanah mempunyai kapasitas dalam menampung air,
jika pada perlakuan 4 dilakukan penyiraman 10 hari sekali dengan volume 1250
ml hal tersebut akan menjadi sia-sia karena jika air tidak bisa diserap atau tidak
cukup kemampuan tanah untuk menyerap, maka air tersebut akan mengalir
keluar dari tanah melalui lubang-lubang yang terdapat pada polybag. Tanaman
perlu disiram setiap hari atau sekurang-kurangnya 2 hari sekali meskipun
dengan volume air yang sedikit. Karena jika tanaman dalam keadaan
kekeringan laju fotosintesis akan menurun dan akan berakibat kelayuan pada
tanaman yang hingga dapat menyebabkan tanaman mati. Pernyataan tersebut
didukung dengan pendapat Pratiwi dan Rahmianna (2016) bahwa ketersediaan
air yang cukup selama masa pertumbuhan kacang tanah, akan memberikan hasil
poloong yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan tanaman yang
mengalami cekaman kekeringan pada saat masa pertumbuhannya. Terbukti
bahwa cekaman air berpengaruh terhadap kadar air tanah, jumlah daun, tinggi
tanaman, panjang akar, hasil dan komponen hasil pada kacang tanah.
Cekaman air merupakan suatu kondisi dimana lingkungan tanaman tidak
menerima asupan air yang cukup, yang akan menyebakan tanaman tidak dapat
melakukan proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, sehingga
produktivitas tanaman akan menurun. Menurut Vaseva dkk., (2012) tanaman
yang mengalami suatu cekaman abiotik salah satunya cekaman kekeringan,
maka tanaman tersebut akan merespon kekeringan itu sendiri dengan cara

3
mensintesis protein pelindung, seperti dehidrin. Dampak dari kekeringan ini
pun juga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan serta produksi
tanaman, terutama pada tahapan pengisian biji dan pengaruh perkembangan.
Kekurangan air dapat menyebabkan penurunan produktivitas yang sangat
drastis dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Penurunan penyerapan
air dan hara oleh akar menyebabkan suplai air yang dibutuhkan pada
pertumbuhan tanaman tidak terpenuhi dan menyebabkan pertumbuhan
terhambat. Hidayati dkk., (2017) berpendapat bahwa penyebab tanaman
kekurangan air adalah adanya penurunan laju penyerapan air oleh akar dan
adanya peningkatan transpirasi karena radiasi matahari.
Tanaman menghadapi kondisi cekaman dengan dua cara yaitu menghindari
atau bertoleransi. Cara melarikan diri yaitu dengan menghindari lingkungan
kekurangan air atau dengan menghindari kekurangan air jaringan. Sedangkan,
cara mekanisme toleransi adalah dengan menyesuaikan ostomtik dan
menambah pertumbuhan akarnya (memperbanyak atau memperpanjang
jangkauan akar). Sukma (2015) juga menyatakan bahwa upaya tanaman dalam
mempertahankan diri dari kondisi cekaman adalah dengan cara mempercepat
pertumbuhan reproduktif dan menghasilkan biji sebelum kadar air dalam
lingkungan sangat kurang. Selanjutnya juga bisa dengan mengurangi
penguapan air melalui penutupan stomata. Dengan menutupnya stomata, dapat
menyebabkan fotosintesis dan respirasi menurun. Selain itu, tanaman juga bisa
merontokkan daunnya atau menggulung daunnya.
Pengukuran kandungan air nisbi merupakan pengukuran yang menunjukkan
jumlah kandungan air rata-rata yang terdapat pada suatu organ tanaman,
misalnya pada daun. Kandungan air nisbi merupakan kandungan air yang aktual
dibandingkan kandungan air saat jenuh. Permanasari dan Endang (2013)
menyatakan semakin tua umur tanaman, maka semakin kecil kandungan air
nisbinya. Kandungan air nisbi berfungsi untuk mengetahui kandungan air pada
tanaman yang nantinya akan diketahui intensitas air yang ada pada tanaman
tersebut, sedang dalam keadaan berlebih atau dalam keadaan cekaman
kekeringan.

4
ACARA II
STUDI DEFISIENSI UNSUR HARA MAKRO (N, P, K)

A. Gambaran Umum
Tanaman dalam memenuhi siklus hidupnya memerlukan sejumlah unsur
hara, baik unsur hara makro maupun mikro. Fungsi hara pada tanaman tidak
dapat digantikan oleh unsur lain dan juga apabila unsur hara tersebut tidak
terpenuhi, maka metabolisme pada tanaman akan terganggu atau bahkan dapat
berhenti. Unsur hara yang paling dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur hara
N, P dan K (tidak menutup kemungkinan untuk unsur hara lain karena bersifat
esensial. Menurut Tuhuteru (2018) Sifat fisiologis tanaman dipengaruhi oleh
kandungan hara yang ada didalam tanah atau pemberian pupuk, yang diketahui
pertumbuhan tanaman dibatasi oleh keberadaan hara yang paling terbatas
jumlahnya, tanpa memperhatikan besarnya kesediaan hara lainnya.
Apabila, tanaman kekurangan salah satu unsur hara, tanaman tersebut dapat
mengalami gangguan yang akan menimbulkan defisiensi. Sofyan dkk., (2019)
menyatakan bahwa kekurangan unsur hara esensial juga akan mengangu
pembelahan sel sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan tanaman
menjadi kerdil. Penambahan pupuk dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya
unsur hara pada tanaman.
Pada acara 2 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk mengenali
gejala defisiensi suatu unsur hara makro yaitu N, P, K pada tanaman. Bahan dan
alat yang digunakan adalah bibit tanaman sayur pakcoy, pupuk NPK 16-16-16,
media tanam, styrofoam, gelas plastik dan kapas. Pertama siapkan bahan tanam,
lalu campurkan media tanam dengan pupuk NPK sesuai dengan perlakuan yang
sudah ditentukan yaitu P0 dengan perlakuan tanpa pupuk NPK, P1 dengan
perlakuan ½ sendok the pupuk NPK, P2 dengan perlakuan 1 sendok the pupuk
NPK, dan P3 dengan perlakuan 2 sendok teh pupuk NPK. Selanjutnya, letakkan
bibit ke dalam media tanam. Perlakuan tersebut dilakukan saat tanam, umur 15,
dan 30 HST.

5
B. Hasil Pengamatan

Grafik 2.1 Grafik Data Pengamatan Tinggi Tanaman Pakcoy


C. Pembahasan
Berdasarkan hasil data hasil pengamatan pada tanaman pakcoy (Brasiaca
Rapa L.) dalam satu kelompok, didapatkan hasil bahwa pada minggu kedua
setelah tanam atau 14 hst, perlakuan P0 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 1
cm, P1 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 2 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 2 cm. Pada minggu keempat setelah tanam atau 28 hst, perlakuan P0
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 3,7 cm, P1 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 3 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 5 cm. Pada minggu kelima
setelah tanam atau 35 hst, perlakuan P0 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 4,3
cm, P1 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 3,5 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata
tanaman 7,5 cm. Pada minggu terakhir setelah tanam atau 42 hst, perlakuan P0
dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 6 cm, P1 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman
4 cm, P2 dihasilkan tinggi rata-rata tanaman 9 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, perlakuan terbaik dari
4 perlakuan adalah pada perlakuan 3 atau P2, dimana dilakukan perlakuan
dengan memberikan pupuk NPK pada media tanam dengan dosis 1 sendok teh

6
pupuk NPK yang diberikan 3 kali yaitu saat tanam, umur 15, dan 30 hari setelah
tanam. Sedangkan perlakuan terburuknya yaitu pada perlakuan 2 atau P1,
dimana dilakukan perlakuan dengan memberikan pupuk NPK dengan dosis ½
sendok teh pupuk NPK. Menurut saya, pemberian dosis NPK yang sesuai akan
dapat memberikan pengaruh dan dampak yang baik pada tanaman, sebaliknya
jika dosis pupuk tersebut kurang atau berlebih juga akan memberikan dampak
yang buruk pada tanaman. Pemberian pupuk pada perlakuan 2 atau P1 ini
memberikan hasil paling baik, diduga karena penggunaan pupuk NPK dengan
dosis 1 sendok teh mampu memperbaiki ketersediaan unsur hara, sehingga
media tanam mampu menyediakan unsur hara dengan jumlah yang dibutuhkan
oleh tanaman tersebut.
Pertumbuhan tanaman yang baik ialah dengan pemberian unsur hara
esensial baik makro maupun mikro, seperti pemupukan menggunakan pupuk
majemuk yang mengandung unsur hara N, P dan K sesuai dengan dosis. Pupuk
yang mengandung unsur N, P, dan K berguna untuk meningkatkan
pertumbuhan juga produksi tanaman. Pemberian pupuk NPK dapat
menambahkan unsur hara ke tanah yang dapat digunakan untuk memperbaiki
sifat kimia pada tanah. Menurut Bahri dkk., (2020) pemberian pupuk majemuk
NPK dapat membantu penambahan unsur hara pada tanah yang memiliki
tingkat kesuburan tanah yang rendah dan akan berubah sehingga kesuburan
tanah tersebut akan semakin baik.
Pada daun tanaman, beberapa penyakit/gejala sering terjadi. Sebagai
contohnya adalah khlorosis dan nekrosis. Khlorosis secara umum
menggambarkan jaringan tanaman yang menguning atau memutih karena
kurangnya klorofil. Trail (2016) menyatakan bahwa nekrosis adalah matinya
jaringan tanaman, biasanya dimulai dengan menguningnya jaringan tanaman
yang sampai akhirnya menjadi coklat, kemudian mati. Pada batang juga dapat
terjadi nekrosis. Jika daun mengalami nekrosis keadaan yang timbul yaitu
tampak bercak pada organ daun dan buah, serta matinya titik tumbuh primer
dan titik tumbuh sekunder pada tanaman tertentu.
Tanaman dalam siklus hidupnya memerlukan makanan yang berupa unsur
hara. Kekurangan salah satu unsur hara atau yang biasa disebut defisiensi dapat

7
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel. Tanaman yang kekurangan unsur
N dapat dilihat dengan gejala yang ditimbulkan yaitu pertumbuhan tanaman
yang berjalan lambat, tanaman terlihat kurus dan kerdil, daunnya berwarna
hijau kekuningan pendek dan kecil. Namun, pemberian unsur hara N yang
berlebihan juga dapat menghambat pembentukan dan perkembangan organ
reproduktif pada tanaman. Atmaja (2017) berpendapat bahwa sebaiknya
penambahan unsur hara melalui pupuk disesuaikan dengan gejala kekurangan
hara melalui pengamatan visual ataupun pemanfaatan data hasil analisis tanah.
Menurut Supriyo dkk., (2014) unsur hara pada tanaman terbagi menjai
beberapa maca, seperti berdasarkan keesensialitasannya bagi tanaman,
berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan dan berdasarkan mobilitasnya dalam
floem. Berdasarkan pada mobilitasnya, terdiri atas hara mobil yaitu unsur hara
yang dapat dipindah tempatkan atau ditranslokasikan dari jaringan tua ke
jaringan mudanya, yang apabila jaringan mudanya mengalami defisiensi hara.
Unsur hara mobil yaitu seperti N, P, K, Na, Mg, P, S, Cl, dan Rb. Unsur hara
immobil yaitu unsur hara yang tidak dapat di translokasikan dari jaringan tua
ke jaringan muda tanaman. Unsur hara immobil yaitu seperti Zn, Cu, Fe, Ca, S,
Ba, dan B.
Perbedaan yang nampak pada tanaman jika tanaman tersebut kekurangan
unsur hara mobil dan immobil adalah pada unsur hara mobil, gejala defisiensi
muncul pada daun tua seperti daun menguning, mengering dan rontok juga
dapat menimbulkan adanya tanaman kerdil karena pembelahan sel terganggu,
selain itu juga akan menyebabkan daun menggulung dan tanaman mudah
terserang berbaga penyakit. Sedangkan, pada unsur immobil, gejala defisiensi
dimulai dari daun muda seperti adanya perubahan pada bentuk daun, daun akan
menguning dan tanaman menjadi mati, juga dapat menyebabkan klorosis, serta
daunnya akan layu dan pada pucuk daun akan mengalami pengeringan.
Lestari dkk., (2019) berpendapat bahwa gejala-gejala yang timbul dapat
digunakan sebagai indikator diagnosis penyebab kerusakan pada tanaman.

8
ACARA III
PENETAPAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN

A. Gambaran Umum
Air memerlukan pergerakkan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat
lain untuk menjalankan fungsinya di dalam sel, jaringan, maupun organ
tumbuhan. Perpindahan air tersebut disebabkan karena adanya perbedaan
potensial air. Air bergerak dari sel yang potensial airnya tinggi ke sel yang
potensial airnya rendah. Potensial air merupakan kemampuan molekul air untuk
bergerak. Pergerakan air akan terhenti ketika keseimbangan dari potensial air
telah tercapai. Potensial air sel atau jaringan ditentukan oleh 3 faktor, yaitu
potensial matriks, potensial solut dan potensial tekanan. Mastuti (2016)
berpendapat bahwa pengetahuan tentang potensial air dibutuhkan untuk
memahami proses keseimbangan air dalam tumbuhan. Tanaman akan
kehilangan air dengan intensitas yang cukup tinggi karena laju transpirasinya,
yang akan menyebabkan potensial air pada sel jaringan akan turun yang
berakibat pada tubuhan dan meyebabkan defisit air. Munir (2012) menyatakan
bahwa defisit air yang terjadi pada tahapan pertumbuhan tertentu, menyebabkan
respons tanaman juga akan berbeda tergantung pada kepekaan tanaman pada
tahapan pertumbuhan tersebut.
Pada acara 3 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk menenmtukan
potensial air jaringan tumbuhan. Bahan yang digunakan adalah umbi ketang,
larutan sukrose dengan berbagai konsentrasi yaitu dengan 0 M, 0,1 M, 0,2 M,
0,3 M, 0,4 M, 0,5 M dan yang terakhir dengan Molaritas X yang akan dihitung
dengan menggunakan grafik gregesi. Sedangkan untuk alat yang digunankan
adalah cutter/pisau, tabung reaksi, saringan, timbangan digital, penjepit/pinset,
alat untuk membuat lobang pada kentang dan tissue.
B. Langkah Kerja
Siapkan alat dan bahan yang telah disebutkan. Langkah pertama,yaitu
membuat irisan dari umbi kentang sesuai dengan yang dibutuhkan yaitu untuk
7 konsentrasi. Lalu, irisan tersebut dijepit menggunakan pinset dan dipotong
dengan ukuran kira-kira sekitar 1cm. Selanjutnya, umbi yang telah dipotong
kira-kira 1cm, ditimbang menggunakan timbangan digital. Jika angka pada
9
timbangan sudah terlihat stabil, angka tersebut dicatat. Langkah berikutnya,
potongan umbi kentang yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Beri larutan sukrose sebanyak 3ml pada tabung reaksi tersebut, lalu
dibiarkan selama 2jam. Setelah dibiarkan selama 2 jam, umbi kentang yang
diletakkan kedalam tabung reaksi tadi, ditimbang kembali menggunakan
timbangan digital untuk mengetahui hasil akhirnya.
C. Pembahasan
Hasil akhir yang didapatkan pada pengamatan acara 3 ini, bahwa jika
kentang dimasukkan kedalam larutan sukrose dengan konsentrasi 0 M, 0,1 M,
0,2 M, 0,3 M, dan juga larutan X, kentang tersebut mengalami penambahan
berat. Berbeda lagi dengan kentang yang dimasukkan kedalam larutan sukrose
dengan konsentrasi 0,4 M dan 0,5 M, kentang tersebut justru mengalami
penurunan berat. Hal ini terjadi karena adanya proses osmosis, dimana pelarut
atau air berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melalui
membran semipermiable.
Setelah mendapatkan data hasil pengukuran perubahan berat kentang, lalu
harus membuat grafik untuk mengetahui nilai konsentrasi X. Untuk membuat
grafik hal pertama yang dilakukan adalah membuat garis x dan y. Kemudian,
garis y diisi dengan angka yang diperoleh dari data perubahan berat kentang.
Pada data perubahan berat kentang, diperoleh data perubahan berat tertinggi
yaitu 120, maka pada grafik dibuat paling tinggi adalah 120, dan yang terendah
adalah -50, pada grafik dibuat sampai -60. Kemudian untuk garis x diisi dengan
konsentrasi sukrosa saat praktikum. Lalu masukkan data perubahan berat dari
hasil praktikum kedalam grafik. Buat titik sampai pada konsentrasi X. Setelah
memasukkan data melalui titik tersebut, lalu titik-titik yang telah digambar
disambung dengan sebuah garis. Kemudian untuk mengetahui konsentrasi X,
tarik garis lurus ke kiri kearah garis y, sampai berpotongan dengan garis yang
menghubungkan titikk-titik tersebut. Setelah ditarik garis lurus, tarik garis
kebawah atau kearah garis x, untuk mengetahui konsentrasi X. Pada grafik
menunjukkan bahwa titik jatuh pada 0,2 M. Maka dapat diketahu bahwa X =
0,2 M. Artinya, konsentrasi X yang digunakan adalah 0,2 M.

10
Berdasarkan percobaan dapat diketahui potensial airnya sebesar :
 24,5 M T
s 
273
=  24,5 × 0,375 × 308
273
= 10,365
Untuk menjalankan sel, jaringan, maupun organnya, tumbuhan memerukan
air. Air memerlukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Perpindahan
air tersebut disebabkan karena perbedaan potensial air. Menurut Tim Fisiologi
Tumbuhan (2018) potensial air merupakan tingkat kemampuan molekul-
molekul air untuk melakukan difusi. Dengan memasukkan jaringan tumbuhan
kedalam larutan yang sudah diketahui potensial airnya, maka potensial air pada
jaringan tumbuhan akan dapat diketahui.
Pada percobaan ini menggunakan larutan sukrosa dikarenakan larutan
sukrosa merupakan larutan non elektrolit yang memiliki bobot molekul besar,
sehingga akan sulit untuk di absorbsi oleh membran sel. Jika percobaan
dilakukan menggunakan larutan NaCl ataupun KCl yang dimana keduanya
merupakan larutan elektrolit yang memiliki derajat disosiasi. Sehinnga, akan
menjadi ion di dalam larutan. Aprilia, S. dan Amri Amin (2011) berpendapat
bahwa dengan adanya ion ini akan menyebabkan permeabilitas membran yang
cenderung meningkat untuk melalukan air. Permeabilitas membran adalah
kemampuan membran untuk melewatkan air berdasarkan kenaikan tekanan.
Nilai potensial matriks untuk biji kering/ tumbuhan xerophyt tidak dapat
diabaikan karena memiliki nilai yang besar. Diakibatkan karena adanya
peningkatan gradient potensial, sehingga terjadi difusi molekul air untuk
menurunkan gradient potensial air dalam rangka mencapai kesetimbangan.
Nilai potensial matriks mengindikasikan besar afinitas absorbs air terhadap
senyawa koloid dan permukaan dalam sel tumbuhan. Menurut Retno (2015)
tumbuhan Xerofit merupakan tumbuhan yang tumbuh di daerah kering
kelembaban udara sangat rendah sehingga transpirasi sangat kecil.
Pengimplikasian di lapangan dapat diterapkan yang pertama irigasi, kedua
dengan keadaan kering, banjir, dan salinitas tanah tinggi, ketiga dengan

11
pemupukan dan emberian pestisidia, konsentrasi pupuk atau pestisida harus
lebih kecil daripada konsentrasi larutan tanaman. Jika, konsentrasi lebih tingggi
maka tanaman akan menjadi layu dikarenakan ketinggian air. Jika kentang
mengalami penambahan berat, itu terjadi karena larutan bersifat hipotonik
terhadap kentang. Sedangkan, jika kentang mengalami pengurangan berat, itu
terjadi karena larutan bersifat hipertonik terhadap kentang. Harahap (2012)
menyatakan bahwa air berpindah dari larutan hipotonik ke hipertonik sekalipun
larutan hipotoniknya lebih banyak jenis zat terlarut.

12
ACARA IV
UJI BIOLOGI 2,4-D

A. Gambaran Umum
Hormon berarti menggiatkan khususnya dibentuk pada suatu tempat, tetapi
menjalankan fungsinya ditempat lain. Hormon pada tumbuhan dapat diartikan
sebagai suatu senyawa organik yang disintesis pada salah satu bagian tumbuhan
dan dipindahkan pada bagian yang lainnya. Pada tumbuhan, dikenal dengan
fitohormon. Fitohormon sendiri adalah sekumpulan zat yang membatu
pertumbuhan pada tumbuhan. Zat penumbuh tersebut yaitu auksin, hetero-
auksin, asam indol asestat, kinin, giberalin, hidrazida, malat, asam traumatat,
dan vitamin. Zat pengatur tumbuh atau yang biasa dikenal dengam ZPT adalah
senyawa hormon pada tumbuhan yang zat ditiru sebagai senyawa sintetis atau
buatan. Pada penggunaan zat pengatur tumbuh apabila digunakan dalam
konsentrasi yang rendah, maka akan merangsang tanaman dan menggiatkan
pertumbuhan tanaman, sebaliknya, jika digunakan dalam konsentrasi yang tingi
atau dalam jumlah yang besar, maka akan menghambat pertumbuhan bahkan
dapat menyebabkan tanaman tersebut mati.
Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) yang banyak
digunakan pada kultur jaringan tumbuhan. Salah satu contohnya adalah
Senyawa 2,4-D. Senyawa 2,4-D adalah salah satu auksin yang dapat
menghambat petumbuhan pucuk tanaman dan juga menghambat pemanjangan
akar. Auksin berfungsi untuk meregulasi banyak proses fisiologis seperti
pembelahan sel, inisiasi akar, dominasi apikal, senesens daun, ambisisi daun,
pembungaan, dan masih banyak lagi. Auksin alamiah yang sering ada pada
tumbuhan adalah IAA (Asam 3-Indol Asetat). IAA disintesis dari triotopan pada
bagian-bagian tanaman tertentu contohnya pada primordial daun, daun muda
dan biji yang sedang berkembang. Sedangkan, auksin sintetik yang sering
digunakan senyawa 2,4-D adalah NAA (Asam  - Naftalen Asetat) dan IBA
(Asam 3-Indol Butirat).
Pada acara 4 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
konsentrasi 2,4-D dengan menggunakan kurva respon tumbuh akar terhadap
logaritma konsentrasi senyawa 2,4-D. Bahan yang dibutuhkan untuk
13
pengamatan ini yaitu benih mentimun, 10 ml larutan baku 2,4-D 10 ppm, 80 ml
larutan penyangga fosfat M/15 pada pH 5,6; 10 ml larutan 2,4-D dengan
konsentrasi tidak diketahui dalam larutan penyangga fosfat. Sedangkan alat
yang digunakan adalah 7 cawan petri, kertas merang/saring, pipet.

B. Langkah Kerja
Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan. Pertama yang harus dilakukan
adalah letakkan 2 kertas saring pada setiap cawan petri. Kemudian masukkan
larutan 2,4-D dengan konsentrasi 10ppm, masukkan dengan ukuran 10ml.
Langkah selanjutnya, masukkan benih mentimun ke atas kertas saring yang
sudah dibasahi dengan larutan 2,4-D tadi. Lalu, tutup petridish dan tunggu
kurang lebih selama 5 hari. Setelah hari ke-6, diamati dan diperoleh rata-rata
panjang akar. Setelah itu membuat grafik dari hasil panjang akar tersebut
menggunakan kertas milimeter blok.

C. Pembahasan

Grafik 4.1 Grafik Konsentrasi Terhadap Rataan Panjang Kecambah


Pada hari ke-6, diketahui hasil pengamatan larutan 2,4-D. Diketahui rata-
rata panjang akar dengan konsentrasi larutan 2,4-D yang berbeda-beda. Pada
konsentrasi 0 ppm dengan panjang akar 9 cm, konsentrasi 0,001 ppm dengan
panjang akar 9,1 cm, konsentrasi 0,01 ppm dengan panjang akar 5 cm,
konsentrasi 0,1 ppm dengan panjang akar 6,2 cm, konsentrasi 1 ppm dengan
panjang akar 1,17 cm, konsentrasi 10 ppm dengan panjang akar 1,07 cm dan
konsentrasi X ppm dengan panjang akar 1,45 cm.
Cara menghitung nilaikonsentrasi x yaitu dengan menghitung seluruh
konsentrasi senyawa 2,4-D menggunakan logaritma. Selanjutnya yaitu
14
memasukkan data yang sudah tersedia dari nilai konsentrasi yang didapat dari
perhitungan logaritma dan panjang akar ke grafik log konsentrasi pada sumbu
x dan panjang akar pada sumbu y. masukkan panjang akar konsentrasi x pada
grafk x, dan tarik garis lurus putus-putus yang mendekati garis grafik terdekat.
Setalah diketahui titik perpotongan dari garis putus-putus dengan garis grafik,
selanjutnya tarik garis ke arah sumbu x dan kemudian akan didapat nilai log
konsentrasinya setelah diketahui pada grafik.
Mencari log x dengan rumus 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑏=𝑛, b=𝑎𝑛

10log 𝑥 = - 0,1
x = 1/100,1
x = 0,79
Berdasarkan perhitungan yang didapat, nilai x yaitu 0,79 memiliki panjang
akar 1,45. Jika auksin diberikan dalam konsentrasi yang tepat maka akan dapat
berguna untuk mengaktifkan sel agar berkembang lebih cepat, sehingga
pemanjangan sel akan dapat menumbuhkan akar dan tunas. Jenis dan
konsentrasi Auksin memberikan dampak yang berbeda. Anisah dkk., (2015)
berpendapat bahwa konsentrasi auksin yang rendah akan mendorong
pembentukan akar. Berdasarkan tabel, dapat diketahui bahwa semakin rendah
konsentrasi senyawa 2,4-D, maka mentimun akan lebih memiliki akar yang
panjang. Sebaliknya, pada konsentrasi yang tinggi maka akar akan semakin
pendek. Panjang akar yang diperlakukan 2,4-D pada konsentrasi yang paling
rendah tidak terlalu berbeda nyata dengan yang hanya diperlakuan dengan
konsentrasi larutan penyangga.
Pada percobaan biji diletakkan dismpan ditempat yang gelap karena dalam
kondisi gelap, merupakan salah satu upaya atau cara untuk mengefektifkan
kerja auksin, sehingga dapat mempercepat pembentukan dan pemanjangan akar
saat dikecambahkan. Syabana dkk., (2015) juga menyatakan bahwa produksi
auksin yang lebih distimulasi pada kondisi gelap daripada kondisi terang. Dapat
diperhatikan ketika tanaman ditempatkan ditempat yang banyak cahaya,
pertumbuhan tanaman akan terhambat karena kerja hormon auksin juga
terhambat.

15
Percobaan menggunakan perhitungan panjang akar sebagai acuan perlakuan
karena pada senyawa 2,4-D terdapat hormon auksin. Indriani (2016)
berpendapat bahwa jika konsentrasi semakin ditambah maka akan semakin
banyak akar yang dapat tumbuh atau dikeluarkan. Senyawa 2,4-D ini sering
digunakan karena pada senyawa asam 2,4-D mampu menginduksi pembelahan
sel sehingga berpengaruh pada perakaran.
Senyawa 2,3-D dapat digunakan dalam pengendalian gulma karena
senyawaini merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan atau dipakai untuk
mengurangi bahkan membunuh gulma ataupun tanaman penganggu. Menurut
Waskita dkk., (2013) pada sebuah penelitian, penggunaan herbisida yaitu 2,4-
D yang diaplikasikan secara pascatubuh dengan sifat sistematik dam selektif
untuk mengendalikan gulma daun lebar dan teki.

16
ACARA V
RASIO TRANSMISI CAHAYA DAN INDEKS LUAS DAUN

A. Gambaran Umum
Rasio Transmisi Cahaya atau RTC merupakan nisbah, perbandingan atau
rasio antara intensitas cahaya dibawah tajuk atau di permukaan tanah dan diatas
tajuk yang dinyatakan dalam persen atau dapat diartikan sebagai cahaya yang
lolos dari tajuk atau melewati ruang antar daun. RTC dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu bentuk kanopi atau tajuk tanaman, sudut pengambilan RTC,
permukaan, tebal dan luas daun. Faktor yang mempengaruhi sebaran cahaya
dalam kanopi antara lain struktur kanopi, jarak tanam, sudut daun, tebal daun,
dan luas daun. Struktur kanopi yaitu jika sebaran cahaya pada kanopi berdaun
tegak akan lebih baik daripada kanopi berdaun horizontal, karena cahaya dapat
menyebar ke seluruh permukaan daun sehingga efisiensi penggunaan cahaya
akan lebih tinggi. Faktor kedua adalah jarak tanam, jika jarak tanam yang rapat
transmisi cahaya ke permukaan akan lebih kecil daripada jarak tanam yang lebih
besar. Faktor ketiga adalah sudut daun, semakin tegak daun maka transmisi
cahaya akan baik sehingga tanaman pada bagian bawah juga akan tercukupi
kebutuhan cahayanya. Faktor keempat yaitu tebal daun, semakin tebal daun
maka trasnmisi cahaya ke permukaan akan lebih kecil daripada daun yang tidak
tebal, dikarenakan cahaya tidak dapat tembus ke daun. Faktor yang teakhir yaitu
luas daun, dimana jika permukaan daun semakin luas maka transmisi cahaya ke
permukaan akan lebih kecil dibandingkan daun dengan permukaan yang
luasnya lebih kecil.
Indeks Luas Daun atau ILD merupakan nisbah antara luas daun kanopi
tanaman dengan luas area tempat tumbuh tanaman yang bisa diartikan sebagai
luas area yang tertutup tajuk tanaman. Tajuk tanaman yang tumbuh dalam
kondisi naungan dapat mempengaruhi fotosintesis, transpirasi, sintesis proteini,
produksi hormon, translokasi, dan penuaan daun. Peningkatan indeks luas daun
dapat disebabkan karena bertambah banyaknya jumlah sel pada daun. Sebagai
contoh jika diketahui ILD sebsar 2, maka luas daun pada tajuk atau kanopi yang
tumbuh diatas tanah dengan luas 1m2 adalah 2m2.

17
Pada acara 5 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
indeks luas daun dan koefisien penghapusan atau pemadaman cahaya (k) suatu
tanaman. Alat yang digunakan adalah penggaris, lux meter dan pot. Sedangkan
bahan yang dibutuhkan adalah rumpun tanaman tembakau.
B. Langkah Kerja
Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan. Langkah pertama yaitu buka
katup pada lux meter, lalu tekan tombol on. Letakkan sensor diatas tajuk, lalu
tunggu sesaat, jika angka sudah mulai stabil, tekan tombol hold, dan diketahui
nilainya 12.780. Selanjutnya, tekan lagi tombol hold, dan letakkan sensor
dibawah tajuk. Kemudian, lihat nilai yang tertera, tekan tombol hold, diketahui
nilainya 1.389. Selanjutnya, hitung ILD, untuk perhitungan ini menggunakan
metode gravimetri. Gambar daun sampel pada kertas HVS, lalu dipotong
menurut pola. Setelah dipotong, timbang pola tersebut, diketahui beratnya
menunjukkan 02140.
Menentukan indeks luas daun dengan rumus:
𝐿𝐷 (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝑎𝑢𝑛)
ILD = 𝐺𝑎 (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛) =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎 (𝑔)
Luas Daun = × 623,7𝑐𝑚2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 (𝑔)

Lalu, dihasilkan luas daun. Hasil luas daun dimmasukkan ke dalam rumus
ILD. Menentukan transmisi cahaya (RTC) dan pemadaman cahaya (k) dapat
dicari dengan menggunakan rumus:
1 1389
RTC = 10 × 100% = 100%
12780

𝐼𝑜 12780
K = In( 𝐼 ) = In ( 1389 )
𝐼𝐿𝐷 1,018

C. Pembahasan
Indeks Luas Daun atau yang biasa dikenal dengan ILD merupakan angka
yang menyatakan nisbah antara luas daerah tempat tumbuh atau luas area yang
tertutup tajuk tanaman. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,
diketahui Io yaitu intensitas cahaya sebesar 12780, I sebesar 1389.
Menggunakan metode gravimetri yaitu replika kertas menggunakan HVS
diketahui berat replika sebesar 0,2140 gr, sedangkan berat HVS A4 sebesar

18
623,7 cm2. Luas lahan yang digunakan yaitu 10x3. Kita dapat menghitung luas
daun, ILD, RTC dan K setelah semua data ditehaui.

Menentukan luas daun menggunakan rumus:


𝐿𝐷 (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝑎𝑢𝑛)
ILD = 𝐺𝑎 (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛)
30,54
ILD = = 1,018
10𝑥3
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎 (𝑔)
Luas daun = × 623,7𝑐𝑚2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 (𝑔)
0,2140
= × 623,7 𝑐𝑚2
4,37

= 30,54 cm2
Menentukan transmisi cahaya (RTC) dan pemadaman cahaya (k)
menggunakan rumus:
1
RTC = 10 × 100%
1389
= × 100%
12780

= 10,8%
𝐼𝑜
K = In( 𝐼 )
𝐼𝐿𝐷

12780
= In ( 1389 )
1,018

= 2,201
Pengukuran biasanya dilakukan pada siang hari, karena intensitas cahaya
matahari pada siang hari dianggap paling besar dan arah datang cahaya tepat
diatas tanaman, sehingga bisa diketahu perbedaan intensitas cahaya.
Nilai k tanaman, erat hubungannya dengan sudut tegak daun, dan
penyebaran daun di dalam kenopi. Daun dengan sudut tinggi atau daun vertikal
akan mempunyai nilai k yang rendah, sebaliknya, daun dengan sudut yang
rendah atau daun horizontal akan mempunyai nilai k yang tinggi. Tanaman
dengan kanopi yang mempunyai nilai k tinggi, cahaya akan terkonsentrasi di
lapisan atas kanopi dan tidak banyak diteruskan ke lapisan dibawahnya.
Tanaman dengan nilai k yang tinggi, dinilai tidak efisien dalam penggunaan
cahayanya. Menurut Alvianto 2012, Peningkatkan adsorbsi cahaya matahari
yang rendah dipengaruhi oleh Indeks Luas Daun (ILD) namun hal ini dapat

19
menurunkan transmisi cahaya matahari sampai ke bawah tajuk. Sehingga dapat
dikatakan bahwa RTC yang rendah menunjukkan daun mengadsorbsi cahaya
semakin besar. Arah cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
nilai RTC. Faktor yang mempengaruhi persebaran cahaya yaitu struktur kanopi
sebaran cahaya pada kanopi berdaun tegak lebih baik dari kanopi yang berdaun
horizontal karena cahaya tersebar ke Sebagian permukaan daun sehingga
efisiensi cahaya lebih tinggi. Jarak tanam yang rapat akan membuat transmisi
cahaya ke permukaan daun akan lebih rendah. Selanjutnya faktor yang
mempengaruhi adalah sudut daun, Sudut daun yang tegak akan membuat
cahaya matahari yang di transmisikan lebih besar karena tajuk tanaman bagian
bawah akan banyak menerima cahaya. Tebal daun juga mempengaruhi semakin
daun tebal maka transmisi cahaya akan lebih kecil karena sulit menembus
tebalnya daun. Faktor terakhir yang mempengaruhi yaitu luas daun semakin
luas daun maka transmisi akan lebih kecil karena adsrobsi cahaya akan semakin
besar.
Indeks luas daun sebesar 3, berarti luas daun pada tajuk atau kanopi tanaman
yang tumbuh diatas tanah seluas 1 m2 = 3 dengan pernyataan lain daun seluas
3 m2 menutupi tanah dibawah kanopi tanaman seluas 1 m2). Indeks luas daun
(ILD) merupakan sebuah indikator untuk kerapatan kanopi, biomasa dan
penentu besar evapotranspirasi. Andika dan Wicaksono (2020) menyatakan
bahwa, ILD yang makin tinggi maka tanaman akan tumbuh tidak optimal
karena daun saling ternaungi.
Menurut Sadewo (2021), Ketika ILD optimum dapat diartikan bahwa daun
menerima cahaya matahari secara merata karena cahaya matahari dapat
melewati celah celah daun dan kaonopi tanaman. Koefisien pemadaman (k)
menunjukkan suatu kemampuan tajuk menyerap radiasi matahari. Semakin
tinggi nilainya maka semakin tinggi tajuk mampu menyerap radiasi. Koefisien
pemadaman (k) digunakan untuk menyatakan kemampuan kanopi besarnya
dipengaruhi oleh struktur kanopi. Perhitungan nilai k dapat mengalami
kesalahan apabila kenyataan komunitas heterogen, terjadi perubahan kualitas
spektrum cahaya dan kondisi atmosfer yang tidak isotropic. Koefisien
pemadaman berhubungan dengan ILD. Sebaran cahaya matahari dalam kanopi

20
tanaman ditentukan oleh koefisien peredaman atau penyinaran yang
disimbolkan (K). Koefisien penghapusan atau pemadaman cahaya (k) pada
suatu tanaman percobaan diatas adalah 10,506.

21
ACARA VI
LAJU TRANSPIRASI TUMBUHAN

A. Gambaran Umum
Transpirasi adalah suatu keadaan dimana tanaman kehilangan uap air dari
dalam tubuh melalui sel-sel ditubuhnya seperti stomata dan katikula juga bisa
melalui lenti sel. Transpirasi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor
internal maupun faktor eksternal. Papuangan dkk., (2012) menyatakan bahwa
faktor internalny berupa, besar kecil, tips tebalnya daun, permukaan daun,
jumlah bentuk dan letak stomata, sedangkan faktor eksternalnya, kelembaban,
suhu, cahaya, angin dan kandungan air. Transpirasi pada tanaman sendiri
dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Karena adanya intensitas cahaya yang tinggi
akan mengakibatkan kadar air pada jaringan tanaman juga kadar air pada tanah
menurun dan menyebabkan transpirasi meningkat. Suatu contoh bentuk
adaptasi tumbuhan terhadap kekringan untuk mengindari pelayuan yang dapat
menyebabkan tumbuhan tersebut mati akibat adanya transpirasi yang dipicu
karena tingginya intensitas cahaya adalah dengan ukuran daun yang kecil dan
tebal.
Laju transpirasi merupakan laju kehilangan air dalam jumlah gram atau ml
yang menguap per satuan luas permukaan bagian tumbuhan yang melakukan
transpirasi dalam waktu tertentu. Tersedianya stomata dengan kemampuan
bukaan yang optimum dapat meningkatkan laju transpirasi oleh tumbuhan.
Menurut Violita dkk., (2017) sebaliknya, laju transpirasi dapat digunakan untuk
mengurangi kehilangan air pada tanaman dengan cara menutup stomata,
mengurangi jumlah stomata, mengurangi jumlah daun dengan menggugurkan
daun dan penurunan luas permukaan daun dengan penggulungan daun. Indeks
stomata yang tinggi pada suatu kondisi tercekam akan menyebabkan tanaman
mudah layu karena laju transpurasinya meningkat yang diakibatkan jumlah
stomata yang bertambah, sebaliknya indeks stomata ynag rendah akan dianggap
lebih tahan terhadap kekeringan karena dapat mengurangi adanya laju
transpirasi pada tumbuhan.
Pada acara 6 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
dan menghitung laju transpirasi pada tumbuhan serta menghitung jumlah
22
stomata. Bahan dan alat yang digunakan adalah daun tanaman yang ada di
sekitar, kertas kobalt, kutek, kertas saring, klip atau penjepit, plastik polivenil,
pinset, stopwatch, silet, mikroskop, gelas obyek dan juga penutup.
B. Langkah Kerja
Siapkan alat dan bahan yang telah disebutkan. Langkah pertama, yaitu
memilih salah satu bagian daun dari tanaman yang sudah dipilih. Selanjutnya,
melipat plastik menjadi dua bagian agar menutup bagian permukaan dan bawah
daun, lalu tempelkan ke daun, dan agar tidak lepas dijepit pada kedua sisi
dengan penjepit atau klip. Setelah plastik tertempel, selanjutnya masukkan
kertas kobalt klorida. Ambil kertas kobalt kloridan dengan pinset agar warnanya
tidak berubah. Lalu, masukkan pada permukaan atas, selipkan pada bagian
penjepit kertas, yang kedua masukkan pada permukaan bawah. Catat waktu
yang diperlukan sampai terjadi perubahan warna dari warna biru ke warna
merah muda. Setelah kertas kobalt berubah warna menjadi merah muda, buang
kertas kobalt tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengambil daun yang
digunakan untuk uji laju transpirasi ini. Kemudian potong daun pada bagian
yang diukur laju transpirasinya. Langkah selanjutnya, oleskan kutek pada kedua
permukaan daun, pada bagian atas dan juga bagian bawah, tunggu hingga
mengering. Setelah kutek mengering, ambil selotip, potong sesuai ukuran daun,
dan tempelkan pada permukaan daun yang sudah diberi kutek. Lalu, tarik
selotip, pada penarikan yang pertama bertujuan untuk menghilangkan bulu-bulu
yang ada pada permukaan daun. Setelah itu, tempelkan kembali selotip, lalu
tarik selotip untuk mendapatkan cetakan stomata pada daun tersebut. Lalu
selotip tersebut tempelkan pada kaca preparat yang sudah bersih. Langkah
selanjutnya, preparat yang sudah ditempel cetakan tadi, diamati menggunakan
mikroskop. Dan dapat dilihat, bentuk stomata daun jagung mirip seperti bibir
atau mata. Selanjutnya dapat dihitung jumlah stomata. Yang pertama
menghitung dengan jumlah stomata yang terlihat dan luas bidang pandang
stomata pada mikroskop.
C. Pembahasan
Pada pembahasan ini kita akan menghitung jumlah stomata pada gambar
terlihat. Untuk langkah menghitung jumlah stomata per mm-2 dilakukan hanya

23
dengan 2 langkah. Yang pertama menghitung jumlah stomata yang terlihat dan
luas bidang pandang stomata pada mikroskop.
Menghitung luas bidang padang dengan rumus.
1
L = 4 × 3,14 × 𝑑 2

Dengan menggunakan perbesaran 10 x 10 dan diameter bidang pandang (d)


yaitu 0,5 mm.
1
L = 4 × 3,14 × 𝑑2
1
L = 4 × 3,14 × 0,5 × 0,5
L = 0,19625 mm2
Setelah itu, kita mengamati jumlah stomata yang terlihat pada mikroskop
pada gambar sebelumnya. Dapat diketahui bahwa jumlah stomata yang terlihat
berjumlah 197. Namun, jumlah tersebut masih dalam luas bidang pandang
0,19625 mm2. Maka langkah selanjutnya adalah mengkonversi jumlah stomata
dalam mm2.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑜𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 0,197 𝑚𝑚2 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑜𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑚𝑚2
=
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔
196 𝑥
=1
0,197

197 = 0,196x
x = 1005
Jadi jumlah stomata yang terlihat dalam mm2 adalah 1005 stomata per mm2.
Tidak semua tumbuhan memiliki laju transpirasi yang sama. Laju
transpirasi juga tergantung pada vegetasi dan jenis tumbuhan. Sebagai
contohnya, misal tumbuhan kaktus yang memiliki sedikit stomata, berbeda
dengan tanaman hias yang memiliki banyak stomata. Pada tumbuhan air,
stomata banyak dibentuk di permukaan atas daun, sedangkan pada tumbuhan
darat, stomata banyak di permukaan bawah daun. Menurut Irawan (2012),
tumbuhan juga menutup dan membuka stomata pada waktu tertentu untuk
menjaga efisiensi penggunaan air.
Laju transpirasi pada epidermis atas lebih banyak karena langsung terpapar
oleh cahaya matahari daripada stomata di epidermis bawah. Perkasa dkk.,
(2017) menyatakan bahwa stomata yang ada pada epidermis bawah biasanya

24
lebih banyak dibandingkan dengan epidermis atas, dengan begitu laju
transpirasi air tidak cepat terjadi yang dapat menyebabkan tanaman layu.
Perbedaan antara stomata yang mengalami kondisi kekeringan dengan
stomata dengan kondisi yang cukup air adalah jika pada saat defisit air stomata
akan menutup untuk menghambat proses fotosintesis dan juga transpirasi.
Menurut Zlatev dan Lidon (2012), penutupan stomata ini dikarenakan
menyangkut transportasi air dalam tubuh tanaman dan menurunnya
karbondioksida pada daun. Pada tanaman dengan kondisi kekeringan juga akan
mengalami pengurangan jumlah stomata karena untuk mengurangi kehilangan
air saat transpirasi. Stomata yang kekurangan air akan menutup karena untuk
menjaga ketersediaan air dalam tubuh tanaman, sedangkan yang cukup air
stomata akan membuka.
Pada percobaan ini menggunakan kertas Cobalt Chlorida. Kertas tersebut
akan berubah warna dari biru menjadi merah jambu. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi proses penguapan. Binsasi dkk., (2016) menyatakan bahwa,
makin lama waktu yang tercatat untuk mengubah warna kertas Co-chlorida,
artinya makin sedikit air yang diuapkan dari permukaan daun. Kelebihan
percobaan menggunakan kertas Co-chlorida ini adalah peralatan yang
digunakan tidak mahal dan juga praktis. Sedangkan, kekurangan pada
percobaan ini adalah waktu yang digunakan untuk melakukan percobaan agak
lama dan hasilnya pun kurang akurat.

25
ACARA VII
ANALISIS KHLOROFIL

A. Gambaran Umum
Dalam menjalani siklus hidupnya, tumbuhan memerlukan makanan.
Makanan itu berasal dari hasil fotosintesis. Fotosintesis terjadi di daun dan
memerlukan adanya khlorofil. Maka dari itu, sangat penting untuk mengukur
kadar khlorofil. Khlorofil adalah suatu pigmen berwarna hijau yang terdapat
pada kloroplas. Menurut Gogahu dkk., (2016) Jika daun menguning dan hampir
mati, maka daun tersebut tidak mampu untuk berfotosintesis karena rusaknya
khlorofil dan hilangnya fungsi kloroplas. Song dan Yunia (2011) juga
berpendapat bahwa khlorofil memberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan
bakteri fotosintetik. Faktor eksternal yang mempengaruhi sintesis khlorofil
yaitu cahaya matahari, magnesium, dan nitrogen.
Khlorofil terbagi menjadi 2 yaitu khlorofil a dan khlorofil b. Khlorofil a
digunakan untuk menyerap cahaya, berwarna hijau tua dan berperan langsung
pada reaksi terang. Sedangkan, khlorofil b digunakan untuk mengumpukan
cahaya yang akan diteruskan ke khlorofil a, berwarna hijau muda, dan tidak
berperan langsung pada reaksi terang. Pada umumnya, kadar khlorofil a lebih
rendah daripada khlorofil b. Untuk mengetahui kadar khlorofil dilakukan
dengan cara mengekstrak daun menggunakan metode ekstraksi kimia basah
dengan menggunakan pelarut berupa methanol, ethanol, acetone, pyridine, dan
acetone plus ethyl acetate. Kadar khlorofil juga bisa diprediksi secara kasat
mata melalui gradasi warna hijau daun, dimana jika warna daun semakin hijau
maka kandungan khlorofilnya semakin tinggi.
Pada acara 7 ini, pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
kandungan khlorofil dan karoten daun serta memperoleh respon tanaman yang
tercermin dalam kandungan khlorofil dan karoten terhadap perbedaan posisi
dan faktor lingkungan. Bahan yang digunakan pada pengamatan ini yaitu 1
gram daun, aceton 80%, pupuk N, akuadest, kertas saring, dimethyl sulphoxide
(DMSO). Sedangkan alat yang digunakan yaitu spektrofotometer, cuvet, mortir,
erlenmeyer, dan juga pipet

26
B. Langkah Kerja
Siapkan alat dan bahan yang telah yang telah ditentukan. Hal pertama yang
harus dilakukan adalah menimbang 1 gram sampel daun. Selanjutnya, daun 1
gram tersebut ditumbuk menggunakan mortar sampai benar-benar halus, karena
yang akan diambil adalah khlorofil yang ada pada daun tersebut. Lalu,
masukkan aseton 80% dan aduk rata. Setelah itu, disaring menggunakan corong
yang diatasnya diberi ketas saring. Hasil dari saringan tersebut dicampurkan
dengan supernatan ke dalam cuvet. Langkah selanjutnya adalah blanko atau
cairan yang digunakan sebagai pelarut yaitu aseton 80% dimasukkan kedalam
spektrofotometer, sisi bening diletakkan di sisi kiri dan kanan. Setelah blanko
dimasukkan, menggunakan panjang gelombang 663 pada spektrofotometer,
lalu ditunggu sampai pada layar menunjukkan angka 0. Lalu blanko
dikeluarkan. Kemudian, supernatan yang sudah dibuat dimasukkan ke dalam
spektrofotometer. Tutup spektrofotometer, dan tunggu hingga angkanya stabil.
Selanjutnya, gunakan gelombang 645, pertama tekan “go to WL” lalu
masukkan nilai 645 lalu tekan enter. Lalu, masukkan blanko agar menunjukkan
angka 0, sehingga hasil kadar khlorofil tidak terpengaruh oleh aseton.
Selanjutkan, tekan auto zero. Kelaurkan blanko dan masukkan supernatan untuk
mendapat kadar khlorofil dengan panjang gelombang 645. Tutup, dan tunggu
sampai angkanya relarif stabil.
C. Pembahasan
Setelah mendapatkan data dari spektrofotometer, maka akan dihitung
khlorofil a, b dan khlorofil total dengan rumus:
Khlorofil a : (12,7 x A663 – 2,69 x A645) x (20 ml/(1000 x 1 gram))
Khlorofil b : (22,9 x A645 – 4,68 x A663) x (20ml/(1000 x 1 gram))
Khlorofil total : (20,2 x A645 + 8,02 x A663) x (20 ml/1000 x 1 gram))
Menggunakan rumus tersebut karena menggunakan metode arnon yang
memakai aseton 80% sebagai bahan pelarutnya. Jika bahan pelarutnya berbeda,
maka rumusnya akan berbeda pula. Jadi, rumus ini hanya berlaku pada analisis
khlorofil yang menggunakan aseton saja. Tertulis A663 dan A645,
menunjukkan data hasil penembakan spektrofotometer dengan panjang

27
gelombang 663nm dan 645nm. Angka 20ml adalah bahan pelarut yang
digunakan yaitu aseton 80% sebanyak 20ml.
Setelah didapatkan hasil data penembakan spektrofotometer yaitu 1,605 abs
untuk panjang gelombang 663nm dan 0,672 abs untuk panjang gelombang
645nm.
Khlorofil a : (12,7 x A663 – 2,69 x A645) x (20 ml/(1000 x 1 gram))
(12,7 x 1,605 – 2,69 x 0,672) x (20/1000)
(20,3835 – 1.80768) x 0,02
= 0.3715164 mg/g
Khlorofil b : (22,9 x A645 – 4,68 x A663) x (20 ml/(1000 x 1 gram))
(22,9 x 0,672 – 4,68 x 1,605) x (20/1000)
(15,388 – 7,5114) x 0,02
= 0.157532 mg/g
Khlorofil total : (20,2 x A645 + 8,02 x A663) x (20 ml/(1000 x 1 gram))
(20,2 x 0,672 + 8,02 x 1,605) x (20/1000)
(13,5744 + 12,8721) x 0,02
= 0.52893 mg/g
Khlorofil mempunyai fungsi sebagai penangkap cahaya yang dibutuhkan
untuk fotosintesis. Apabila kandungan khlorofilnya tinggi maka juga akan
menjadi indikator hasil fotosintesis yang tinggi juga. Pada umumnya, tanaman
naungan atau yang ditempatkan di tempat yang cahaya rendah akan memiliki
nisbah khlorofil a dan b yang lebih kecil atau lebih rendah daripada tanaman
dengan cahaya yang lebih atau cukup. Menurut Saputri dkk., (2019)
menurunnya nisbah khlorofil a dan b ini menunjukkan adanya penurunan
jumlah fotosintesis dalam membran tilakoid pada khloroplas daun naungan.
Kadar pigmen khlorofil yang paling tinggi ada pada daun yang berwarna
hijau tua dan kadar pigmen khlorofil yang paling rendah ada pada daun
berwarna merah. Daun selain berwarna hijau, memiliki kandungan khlorofil
yang rendah. Selain adanya khlorofil, pada beberapa daun memiliki pigmen
yang lain seperti karoten dan antosianin, dimana karoten menyerap cahaya biru
dan biru kehijauan yang akan menyisakan warna merah dan kuning. Sedangkan,
antosianin menyerap cahaya berwarna biru, biru kehijauan serta hijau yang

28
sangat banyak dan akan memantulkan cahaya merah. Sumeda (2011)
menyatakan bahwa khlorofil a dan b merupakan suatu pigmen utama
fotosintetik yang berperan menyerap cahaya violet, biru, merah dan akan
memantulkan cahaya hijau.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad U, Emmy D, Nur RR. 2014. Kajian metode pelilinan terhadap umur simpan
buah manggis (Garcinia mangostana) semi-cutting dalam penyimpanan
dingin. J Ilmu Pertanian Indonesia 19(2): 104-110. (contoh penulisan daftar
pustaka sesuai panduan)
Alvianto H. 2012. Kemampuan Pohon Dalam Menurunkan Suhu di Bawah Tajuk
(Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).
Andika RT, Wicaksono KP. 2020. Karakter Fisiologi dan Pertumbuhan Tanaman
Kopi Arabika (Coffea arabica) pada Manajemen yang Berbeda di Lahan
Agroforestri. J Produksi Tanaman 8(1): 106-111
Aprilia S, Amri Amin. 2011. Sintesis dan Karakteristik Membran untuk Proses
Ultrafiltrasi. J Rekayasa Kimia dan Lingkungan 8(2): 84-88
Atmaja ISW. 2017. Pengaruh Uji Minus One Test Pada Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Mentimun. J Logika 19(1): 63-68
Bahri S, Sutejo, Waruwu S. 2020. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Sawi Pakchoy (Brasiaca Rapa L.) terhadap Jenis Media Tanam dan Dosis
Pupuk NPK. J Planta Simbiosa 2(1): 37-45
Binsasi R., et al. 2016. Evaporasi dan Transpirasi Tiga Spesies Dominan dalam
Konservasi Air di Daerah Tangkapan Air (DTA) Mata Air Geger Kabupaten
Bantul Yogyakarta. J Pendidikan Biologi 1(3): 32-34
Gogahu Y., et al. 2016. Konsentrasi Klorofill pada Beberaoa Varietas Tanaman
Puring (Codiaeum varigatum L.). J Mipa Unsrat Online 5(2): 76-80
Harahap F., et al. 2012. Uji Fungsi Paru Jurnal. IDI CDK-192/ Vol. 39 No. 4:
Jakarta: IDI
Hidayati N., et al. 2017. Pengaruh Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Tanaman Nyamplung dan Johar dari Provenan yang Berbeda.
J Pemuliaan Tanaman Hujan 11(2): 99-111
Indriani MD, Manuhara SW, Utami ES. (2016). Pengaruh Variasi Zat Pengatur
Tumbuh 2, 4-D, Kinetin, Dan Bap Terhadap Pertumbuhan Dan
Perkembangan Eksplan Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens Merr.)
(Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Irawan Dadi. 2012. Laporan Biofisika Umum Transpirasi Daun pada Tumbuhan.
Jurnal IPB
Lakitan B. 2011. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta 205 hal.
Lestari P., et al. 2019. Respons Semai Jati (Tectona grandis) Unggul Pada Beberapa
Tingkat Konsentrasi Sulfur. J. Sylva Lestari 7(2): 128-138
Mastuti R. 2016. Modul Keseimbangan Air pada Tumbuhan. Malang: Universitas
Brawijaya
Munir A. 2012. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Air Dalam Pertanian
Madura. Agrovigor 5(2): 125-131
Papuangan N., et al. 2014. Jumlah dan Distribusi Stomata Pada Tanaman
Penghijauan di Kota Ternate. J Bioedukasi 3(1): 287-292
Perkasa AY., et al. 2017. Studi Identifikasi pada Kelompok Tanaan C3, C4 dan
CAM. J Pertanian Presisi 1(1): 59-72
Permanasari Indah dan Endang Sulistyaningsih. 2013. Kajian Fisiologi Perbedaan
Kadar Lengas Tanah dan Konsentrasi Giberelin Pada Kedelai. J
Agroteknologi 4(1): 31-39
Pratiwi, Herdina dan AA Rahmianna. 2016. Pengaruh Periode Cekaman Air
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Genotipe Kacang Tanah. Proceedings of
Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang: 25 Mei
2016. Hal 429-438
Retno, RS. 2015. Identifikasi Tipe Stomata Pada Daun Tumbuhan Xerofit, Hidrofit
dan Mesofit. J Florea 2(2): 28-32
Sadewo AAA. 2021. Evaluasi indeks luas daun empat genotipe sorgum (Sorghum
bicolor [L.] Moench). Inovasi Pembangunan: J Kelitbangan 9(1): 15-15.
Saputra D., et al. 2015. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Benih Lima Varietas Kedelai. J Agrotek Tropika 3(1): 7-13
Saputri DA., et al. 2019. Perubahan Anatomi dan Morfologi Daun Kedelai dan
Alang-Alang Yang Tumbuh di Tempat Terbuka dan Ternaungi. J Pendidikan
Biologi 10(1): 74-81.
Sofyan ET., et al. 2019. Penyerapan Unsur Hara N, P dan K Tanaman Jagung Manis
Akibat Aplikasi Pupuk Urea, Sp-36, Kcl dan Pupuk Hayati Pada Fluventic
Eutrudepts Asal Jatinangor. J Agrotek Indonesia 4(1): 1-7
Song AN, Yunia Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator
Kekurangan Air Pada Tanaman. J Ilmiah Sains 11(2): 166-173
Sukma KPW. 2015. Mekanisme Tumbuhan Menghadapi Cekaman.
Sulasiah A., et al. 2015. Pengaruh Pemberian Jenis dan Konsentrasi Auksin
Terhadap Induksi Perakaran Pada Tunas Dendrobium sp Secara In Vitro. J
Bioma 11(1): 56-66
Sumenda L. 2011. Analisis Kandungan Klorofil Daun Mangga Pada Tingkat
Perkemangan Daun Yang Berbeda. J Bioslogos 1(1): 20-24
Supriyo H, Daryono P. 2014. Kandungan Unsur Hara Dalam Daun Jati Yang Baru
Jatuh Pada Tapak Yang Berbeda. J Ilmu Kehutanan 8(2): 108-116
Syabana MA., et al. 2017. Induksi dan Pertumbuhan Kalus Tanaman Stevia (Stevia
rebaudiana Bertoni M.) dengan Perbedaan Konsentras Peg (Polyethylene
Glycol) Pada Kondisi Perncahayaan Secara In Vitro. J Biodidaktika 12(2): 57-
68
Tim Dosen Fisiologi Tumbuhan. 2018. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia.
Trail P. 2016. Mendiagnosa Kekurangan Unsur Hara pada Tanaman di Lahan. Echo
Asia Notes.
Tuhuteru S. 2018. Efektivitas Hara Makro dan Mikro Terhadap Pertumuhan
Tanaman Jagung. J Agroekotek 10(1): 65-73
Vaseva I., et al. 2012. Antioxidant Response to Drought in Red and White Clover.
J Acta Physiol Plant 34(1): 1689-1699
Violita., et al. 2017. Luas dan Indeks Stomata Daun Tanaman Padi (Oryza sativa
L.) Varietas Cisokan dan Batang Piaman Akibat Cekaman Kekeringan. J
Biosains 1(2): 44-56
Waskita A., et al. 2013. Efikasi Herbisida 2,4-D Terhadap Gulma Pada Budidaya
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). J Agrotek Tropika 1(3): 269-276
Zlatev Z, Lidon FC. 2012. An overview on drought induced changes in plant
growth, water relations and photosynthesis. J Food Agric 24(1): 57-72
LAMPIRAN
Tabel 1.1 Pengamatan Tinggi Tanaman Kacang Tanah

B. Komoditas Kacang Tanah

Data Tinggi Tanaman Waktu


(cm) Panjang Daun
Nama Jumlah Muncul
Perlakuan Terpanjang
Mahasiswa 14 28 35 42 Daun Bunga
(cm)
HST HST HST HST (hari ke-)
Yogi Rafina
P1 Nugrahani 10 15 24 31 24 5.5 35
Tiara Delia
Henandita 16 22 27 39 28 4 33

Rata-Rata 13 18,5 25,5 35 26 3.9 34


Umniyati
Zulfa
P2 Salsabila 10 25 32 42 25 6 35
Zumrotush
Sholihah Q M 12 17 22 25 33 5,5 24

Rata-rata 11 21 27 33,5 29 5,75 29,5


Zakiyah
P3 Nadya A 10 16 22 28 24 2,6 -
Vania Widya
Eka K 14 19 27 30 28 3 40

Rata-rata 12 17,5 24,5 29 26 2,8 40


Syahrul
P4 Ramadhan 7 14 16 20 23 3 43

Rata-rata 7 14 16 20 23 3 43
Tabel 2.1 Pengamatan Tinggi Tanaman Pakcoy

A. Komoditas Pakcoy Kelompok 40


Data Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Nama Mahasiswa 14 HST 28 HST 35 HST 42 HST Jumlah Daun
P0 Tiara Delia Henandita 1 3,7 4,3 6 5
P1 Zumrotush Sholihah Q. M. 2 3 3,5 4 6
P2 Vania Widya Eka Kristiani 2 5 7,5 9 8
P3 0 0 0 0 0

ACARA 1

14 HST 28 HST

35 HST 42 HST
ACARA 2

14 HST 28 HST

35 HST 42 HST

Anda mungkin juga menyukai