QORI EMILIA
Qori Emilia
NIM F24100130
ABSTRAK
QORI EMILIA. Perilaku Bacillus cereus selama Fermentasi Tempe yang
Diperkaya dengan Bakteri Asam Laktat. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-
HARIYADI dan LILIS NURAIDA.
QORI EMILIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah
mikrobiologi pangan, dengan judul “Perilaku Bacillus cereus selama Fermentasi
Tempe yang Diperkaya Bakteri Asam Laktat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi,
MSc dan Prof Dr Ir Lilis Nuraida, MSc selaku dosen pembimbing, serta Dr Dra
Suliantari, MS selaku dosen penguji atas saran dan bimbingan selama
penyelesaian skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai
pemberi dana penelitian melalui Skema Hibah Kompetensi tahun 2014 atas nama
Prof Dr Ir Lilis Nuraida MSc. Terima kasih kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu,
Mbak, Adik, dan seluruh keluarga besar atas doa dan dukungan tiada henti untuk
penulis. Terima kasih kepada Goodwill International, terutama ibu Mien, Mrs
Noruunn dan Mrs Irene (The Nordic Club) atas dukungan moral, finansial, dan
soft skill selama menjalani studi. Terima kasih kepada staf dan laboran
departemen ITP dan SEAFAST Center IPB atas setiap bantuan dan kemudahan
yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat (Doni,
Dodi, Dini, Nana, Lisa, Marbun, Zeviara, Andra, Khalid, Farisa, Anan, Shella,
dan Mentary), partner penelitian (Tania, Tika, Bachtiar, dan Kak Allia), teman-
teman AIMS (Ghita, Izza, Doni, Norman, Dini, Nurul, Fanny, Lulu, dan Gideon),
dan keluarga besar ITP 47 atas kebersamaan, saran, dan motivasi yang selalu
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia.
Qori Emilia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Tahapan Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 38
DAFTAR TABEL
Penampakan tempe setelah 48 jam fermentasi 16
Bentuk fisik dan aroma tempe selama fermentasi 17
DAFTAR GAMBAR
Diagram alir tahapan penelitian 4
Diagram alir tahapan pembuatan tempe metode satu kali perebusan 6
Pertumbuhan B. cereus pada kedelai dan selama fermentasi tempe. 9
Pertumbuhan kapang selama fermentasi tempe 11
Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) selama fermentasi tempe. 12
Nilai pH pada kedelai dan selama fermentasi tempe 14
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil pengamatan suhu dan kelembaban ruang selama fermentasi tempe 23
Penampakan tempe selama fermentasi 24
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe 26
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe (lanjutan) 27
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe (lanjutan) 28
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe (lanjutan) 29
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe (lanjutan) 30
Hasil pengamatan visual dan aroma selama fermentasi tempe (lanjutan) 31
Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g 32
Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g
(lanjutan) 33
Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g
(lanjutan) 34
Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 1 log CFU/g 35
Hasil analisis statistik jumlah kapang pada jam ke-48 fermentasi tempe 36
Hasil analisis statistik jumlah koloni bakteri asam laktat pada jam ke-24
fermentasi tempe 37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
enterogenik dan toksin emetik. Bahan pangan yang tercemar oleh bakteri ini jika
dikonsumsi dapat menyebabkan gejala keracunan seperti diare, sakit perut, dan
muntah. Kasus keracunan pangan oleh B. cereus telah dilaporkan di beberapa
negara, diantaranya di Amerika (asal pangan tidak disebutkan) (CDC 2014), di Sri
Lanka (nasi goreng) (Perera dan Ranasinghe 2012), dan di Korea (nasi goreng)
(Kim et al. 2010).
Selama proses produksi tempe juga terdeteksi pertumbuhan kelompok
bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dapat tumbuh mencapai 9 log CFU/g pada
tempe (Van den Hil dan Nout 2011). Moreno et al. (2002) melaporkan jumlah
bakteri asam laktat pada tempe berkisar antara 6.8-9.9 log CFU/g. Efriwati et al.
(2013) menyebutkan jumlah bakteri asam laktat pada tempe yang diproses dengan
metode satu kali dan dua kali perebusan berturut-turut adalah 7.91 log CFU/g dan
6.54 log CFU/g.
Penelitian terdahulu berhasil mengidentifikasi bakteri asam laktat yang
tumbuh selama fermentasi tempe, diantaranya Enterococcus faecium,
Lactobacillus plantarum, Pediococcus acidilactici, Weisela confusa, Pediococcus
pentosaceus, dan Lactobacillus fermentum (Touw 2014; Moreno et al. 2002).
Bakteri asam laktat heterofermentatif dari genera Lactobacillus paling banyak
ditemukan selama fermentasi tempe (Pisol et al. 2013). Hasil identifikasi lanjut
menyebutkan Lactobacillus fermentum adalah bakteri asam laktat yang dominan
selama fermentasi tempe dengan metode satu kali perebusan (Touw 2014).
Bakteri asam laktat yang tumbuh selama proses produksi tempe diketahui
memproduksi senyawa antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri
patogen (Pisol et al. 2013). Pemanfaatan bakteri asam laktat sebagai bahan
pengawet telah lama dikenal oleh masyarakat melalui dua cara, yaitu:
penambahan kultur bakteri asam laktat sebagai starter dan penggunaan metabolit
antimikroba bakteri asam laktat sebagai bahan pengawet alami. Asam laktat
diketahui memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif
dan Gram negatif pada konsentrasi 1-2% (Wijaya et al. 2011), sehingga dapat
meningkatkan keamanan dan daya simpan pangan. Nout et al. (1987) menyatakan
bahwa pengasaman kedelai sebelum fermentasi tempe penting dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan B. cereus. Penurunan pH oleh asam laktat yang
dihasilkan BAL dalam tahap fermentasi boza (minuman fermentasi tradisional
asal Turki) diketahui mampu menghambat aktivitas B. cereus (Guven dan
Benlikaya 2005). Oleh karena itu, penambahan bakteri asam laktat dalam
pembuatan tempe diharapkan mampu memperbaiki mutu dan keamanan tempe.
Penelitian ini akan mengkaji perilaku B. cereus selama fermentasi tempe yang
diperkaya dengan bakteri asam laktat dan pengaruh bakteri asam laktat yang
diisolasi dari tempe terhadap pertumbuhan B. cereus.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu cawan petri, jarum ose, hockey stick, pipet,
mikropipet, autoklaf, inkubator, vortex, pH meter, tabung reaksi, gelas piala,
erlenmeyer, bunsen, dan peralatan untuk memproduksi tempe.
Tahapan Penelitian
Kedelai
Sortasi dan
pembersihan
Perendaman
Pengawetan kultur
Pengupasan kulit
ari dan pencucian
Penyegaran kultur
Penyiraman
dengan air panas Persiapan inokulum
Analisis
(0, 4, 24, 48, dan 72 jam fermentasi)
berwarna putih setelah inkubasi 24 jam pada suhu 37oC. Konfirmasi isolat
B. cereus dilakukan dengan menggoreskan sebanyak satu ose pada media
MYPA. Koloni B. cereus terlihat berwarna pink dengan zona bening di
sekitar koloni setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC.
b. Uji katalase (Pisol et al. 2013)
Bakteri asam laktat bersifat katalase negatif, sedangkan B. cereus
bersifat katalase positif. Uji katalase dilakukan dengan mengoleskan
sebanyak satu ose kultur berumur 24 jam ke kaca obyek lalu ditetesi
dengan hidrogen peroksida (H2O2) 3 %. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya gelembung udara.
c. Pewarnaan Gram (BAM 2001)
Kultur bakteri asam laktat dan kultur B. cereus diamati morfologinya
melalui pewarnaan Gram. Preparat bakteri mula-mula difiksasi panas.
Preparat lalu digenangi pewarna ungu kristal selama 1 menit, dibilas
dengan akuades dan ditiriskan. Setelah kering, digenangi dengan iodine
selama 1 menit, dibilas dengan akuades dan ditiriskan. Etanol 95%
kemudian diteteskan secara bertahap sampai zat warna ungu kristal sisa
terbilas, dibilas dengan akuades dan ditiriskan. Preaprat lalu digenangi
pewarna safranin selama 30 detik, dibilas dengan akuades dan ditiriskan.
Pengamatan preparat dilakukan dengan mikroskop. Bakteri Gram positif
(bakteri asam laktat dan B. cereus) menunjukkan warna biru gelap atau
ungu saat dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop.
d. Pewarnaan spora (Da Silva et al. 2013)
B. cereus merupakan bakteri penghasil spora. Pewarnaan spora
menggunaan metode Schaeffer-Fulton. Preparat bakteri mula-mula
difiksasi panas. Preparat kemudian digenangi hijau malachite sambil
dipanaskan di atas air mendidih selama 5 menit. Preparat dibilas dengan
akuades dan ditiriskan. Preparat digenangi safranin selama 30 detik, lalu
dibilas dengan akuades dan ditiriskan. Pengamatan preparat dilakukan
dengan mikroskop. Sel vegetatif B. cereus menunjukkan warna merah
sedangkan spora B. cereus menunjukkan warna hijau.
2. Pengawetan kultur
Pengawetan kultur bakteri asam laktat dan B. cereus dilakukan dengan
metode imobilisasi (manik-manik). Sebanyak 8 mL suspensi kultur berumur 24
jam dipindahkan ke dalam tabung berisi 2 mL gliserol cair 20%, dihomogenisasi,
kemudian dimasukkan dalam tabung vial steril berisi manik-manik sampai seluruh
manik-manik terendam. Campuran suspensi dan manik-manik tersebut didiamkan
selama 2-3 jam, selanjutnya disimpan pada suhu freezer (-20oC).
3. Penyegaran kultur
Penyegaran kultur dilakukan tiap dua minggu. Sebanyak satu ose kultur
bakteri asam laktat/B. cereus digoreskan ke dalam media baru, yaitu MRSA untuk
bakteri asam laktat dan MYPA untuk B. cereus.
4. Persiapan inokulum
Inokulum yang digunakan terdiri dari kapang, bakteri asam laktat yang
diisolasi dari tempe (L. fermentum), dan B. cereus. Kapang yang digunakan
6
berasal dari laru RAPRIMA yang diproduksi oleh LIPI. Laru RAPRIMA
diketahui hanya berisi kapang Rhizopus oligosporus (Kasmidjo 1990). Laru
ditambahkan ke dalam kedelai basah sebanyak 0.05%.
Kultur L. fermentum berumur 24 jam disentrifus dengan kecepatan 3000
rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Setelah dilakukan pemisahan, broth diganti
dengan NaCl 0.85% dengan volume yang sama. Kultur B. cereus berumur 24 jam
diencerkan ke dalam media NaCl 0.85% sampai tingkat pengenceran tertentu.
Kultur bakteri asam laktat dan B. cereus yang telah disiapkan diinokulasikan
sebanyak 1% berat kedelai basah. Konsentrasi 1% dipilih agar kedelai tidak
terlalu basah setelah ditambahkan inokulum bakteri.
Kacang kedelai
Perendaman Pengemasan
(±24 jam) (180 g dalam plastik ukuran 12cmx12cm)
Penyiraman
(dengan air bersuhu sekitar 100oC) Tempe
Gambar 2 Diagram alir tahapan pembuatan tempe metode satu kali perebusan
Dalam penelitian ini terdapat enam perlakuan tempe dan satu perlakuan
kedelai yang dianalisis, masing-masing diberi kode, yaitu: N, F, BC1, BC3, FBC1,
FBC3, dan KBC3. Tempe normal (N) adalah tempe yang dibuat sesuai metode
pada Gambar 2, tempe BAL (F) adalah tempe yang dibuat dengan menambahkan
L. fermentum sebanyak 7 log CFU/g di awal fermentasi, tempe B. cereus (BC1
7
dan BC3) adalah tempe yang dibuat dengan menambahkan B. cereus sebanyak 1
log CFU/g dan 3 log CFU/g di awal fermentasi, tempe BAL+B.cereus (FBC1 dan
FBC3) adalah tempe yang dibuat dengan menambahkan L. fermentum sebanyak 7
log CFU/g dan B. cereus sebanyak 1 log CFU/g dan 3 log CFU/g di awal
fermentasi, dan kedelai+B. cereus (KBC3) adalah kedelai yang ditambahkan B.
cereus sebanyak 3 log CFU/g di awal fermentasi.
6. Analisis
a. Pengamatan visual dan aroma
Pengamatan visual meliputi pertumbuhan miselium, kekompakan, dan
adanya butiran air. Pengamatan aroma meliputi aroma kedelai, aroma
tempe, aroma alkohol, dan aroma busuk. Pengamatan dilakukan secara
subyektif oleh beberapa panelis terlatih selama fermentasi tempe, yaitu
pada jam ke-0, 4, 24, 48, dan 72.
b. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman tempe
selama fermentasi. Pengukuran dilakukan selama fermentasi, yaitu pada
jam ke-0, 4, 24, 48, dan 72 dengan pH meter yang terkalibrasi. Suspensi
sampel yang digunakan untuk pengukuran pH memiliki rasio 1:10 (Food
Chemicals Codex 2003).
d. Pembuatan media
Media yang digunakan untuk penghitungan kapang, bakteri asam
laktat, dan B. cereus masing-masing adalah APDA, MRSA, dan MYPA.
Media APDA dibuat dengan mencampurkan 60 mL media PDA (Oxoid,
UK) steril dengan 0.7 mL asam tartarat steril. MRSA dibuat dengan
mencampurkan 60 mL media MRSA (Oxoid, UK) steril dengan 0.8 mL
kalium sorbat steril. Media MYPA dibuat dengan mencampurkan 50 mL
egg yolk emulsion steril dengan 450 mL media MYP Agar Base (Oxoid,
UK) steril dan 2 mL suplemen polymyxin B (Oxoid, UK) steril, kemudian
diaduk hingga merata.
e. Persiapan sampel
Persiapan sampel untuk analisis mikrobiologi yang mencakup
perhitungan total kapang, total BAL, dan B. cereus dilakukan selama
fermentasi pada jam ke 0, 4, 24, 48, dan 72. Sebanyak 25 gram sampel
tempe dimasukkan ke dalam 225 mL larutan KH2PO4 steril lalu
dihancurkan menggunakan stomacher selama 2 menit. Sampel kemudian
diencerkan sampai tingkat yang dikehendaki. Pemupukan sampel
dilakukan pada dua cawan (duplo) untuk tiap tingkat pengenceran.
8
10,00 Keterangan:
9,00
Log jumlah B. cereus (CFU/g)
tahan terhadap asam lambung dan mampu memperbanyak diri di dalam usus halus
untuk memproduksi enterotoksin (Clavel et al. 2004).
B. cereus yang diinokulasikan sebanyak 1 log CFU/g di awal fermentasi
tempe juga tumbuh dan bertahan hingga akhir fermentasi. Bila dibandingkan
dengan B. cereus pada level kontaminasi 3 log CFU/g, B. cereus pada level
kontaminasi 1 log CFU/g tidak tumbuh secara optimal. Pertumbuhan B. cereus
yang tidak optimal dapat disebabkan oleh rendahnnya jumlah kontaminasi di awal
fermentasi. Penelitian Omafuvbe et al. (2000) menduga bahwa rendahnya jumlah
koloni B. licheniformis dan B. pumilus di awal fermentasi menyebabkan tidak
terdeteksinya koloni tersebut sejak jam ke-36 fermentasi soy-daddawa (produk
fermentasi kedelai asal Nigeria).
B. cereus sebanyak 1 log CFU/g di awal fermentasi tempe hanya tumbuh
hingga 3.5 log CFU/g pada jam ke-24. Pada jam ke-48, B. cereus pada tempe
normal tumbuh mencapai 4 log CFU/g sedangkan B. cereus pada tempe BAL
masih sekitar 3.5 log CFU/g. Pada jam ke-48, pertumbuhan B. cereus pada tempe
BAL terlihat lebih lambat dibandingkan pada tempe normal. Hasil uji statistik
menyebutkan bahwa jumlah B. cereus pada tempe normal dan tempe BAL pada
jam ke-48 berbeda nyata (Lampiran 12). Ini artinya, pada level kontaminasi
rendah (B. cereus sebanyak 1 log CFU/g), L. fermentum mampu menekan
pertumbuhan B. cereus sampai jam ke-48. Walau begitu, penambahan L.
fermentum secara umum tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan B. cereus
karena B. cereus masih terus tumbuh mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-72.
Asam laktat dikenal memiliki sifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen,
salah satunya Bacillus sp.. Diduga, asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam
laktat tidak cukup untuk membunuh bakteri ini.
Kontaminasi B. cereus sebanyak 1 log CFU/g di awal fermentasi juga
menghasilkan tempe yang tidak aman dikonsumsi karena mengandung B. cereus
dalam jumlah cukup besar (4 log CFU/g) dan mungkin telah menghasilkan toksin.
Penelitian Finlay et al. (2000) menemukan toksin emetik pada tiap 4 log CFU/g
koloni B. cereus. Beattie dan Williams (2000) juga melaporkan B. cereus dapat
menyebabkan keracunan pada kisaran 2-8 log CFU/g.
B. cereus yang ditambahkan sebanyak 3 log CFU/g maupun 1 log CFU/g
di awal fermentasi tempe tumbuh baik sampai akhir fermentasi tempe. Bakteri ini
dapat tumbuh dengan baik karena didukung oleh pH, suhu ruang fermentasi dan
substrat yang terdapat dalam kedelai. B. cereus berpotensi mengontaminasi
fermentasi tempe karena terdapat substrat-substrat yang mendukung pertumbuhan
bakteri ini, seperti protein pada kacang kedelai. Bacillus sp. bersifat proteolitik,
yaitu dapat memproduksi enzim protease yang dapat memecah protein (Baehaki
2011).
Proses produksi tempe yang tidak higienis dapat meningkatkan risiko
kontaminasi oleh B. cereus dalam produk tempe. Kontaminasi B. cereus dalam
tempe dapat menurunkan keamanan tempe. Selain penurunan keamanan tempe, B.
cereus juga berdampak pada penurunan mutu tempe, seperti aroma menyimpang
dan warna kecoklatan.
11
10,00 Keterangan:
9,00
Log jumlah kapang (CFU/g)
Jumlah kapang pada semua tempe berkisar 3 log CFU/g pada jam ke-0 dan
berkisar 3.5 log CFU/g pada jam ke-24. Jumlah kapang pada tempe yang
ditambahkan B. cereus maupun L. fermentum mencapai sekitar 4.5 log CFU/g
pada jam ke-48. Pertumbuhan kapang pada tempe normal terlihat lebih lambat,
namun setelah diuji secara statistik, jumlah kapang pada jam ke-48 tidak berbeda
nyata (Lampiran 13). Walaupun terdapat perbedaan, jumlah kapang pada semua
tempe di akhir fermentasi (48 jam) dapat dikatakan sesuai dengan literatur. Hasil
penelitian Kustyawati (2009) melaporkan kapang R. oligosporus tumbuh hingga 4
log CFU/g pada jam ke-48 fermentasi tempe. Pertumbuhan kapang terus
meningkat hingga jam ke-72, yaitu mencapai 5 log CFU/g.
Tempe yang difermentasi selama 24 jam diselimuti sedikit miselium
dengan total kapang sekitar 3.5 log CFU/g. Sedangkan tempe yang difermentasi
selama 48 jam telah diselimuti miselium tebal dengan total kapang sekitar 4.5 log
12
10,00 Keterangan:
9,00 Tempe normal (N) ()
8,00
Log jumlah BAL (CFU/g)
Pada jam ke-24, tempe normal mengandung bakteri asam laktat sekitar 7
log CFU/g sedangkan tempe yang ditambahkan L. fermentum mengandung bakteri
asam laktat mendekati 8 log CFU/g. Pertumbuhan bakteri asam laktat hingga jam
ke-24 fermentasi tempe yang ditambahkan L. fermentum terlihat lebih lambat jika
dibandingkan dengan tempe normal. Namun, berdasarkan analisis statistik
diperoleh jumlah bakteri asam laktat pada semua tempe di jam ke-24 tidak
berbeda nyata (Lampiran 14). Ini artinya, bakteri asam laktat yang sengaja
ditambahkan di awal fermentasi maupun bakteri asam laktat yang tumbuh secara
alami akan mencapai jumlah yang sama pada jam ke-24.
Tempe normal mengandung bakteri asam laktat sekitar 8 log CFU/g pada
jam ke-48. Pertumbuhan bakteri asam laktat pada tempe tersebut terus meningkat
hingga jam ke-72, mencapai 8.5 log CFU/g. Tingginya jumlah bakteri asam laktat
pada jam ke-72 fermentasi tempe membuktikan bahwa bakteri asam laktat yang
muncul secara alami dapat terus tumbuh tanpa terganggu oleh kapang maupun
bakteri kontaminan lainnya. Menurut Kustyawati (2009), bakteri dapat tumbuh
selama fermentasi tempe sebanyak 5-9 log CFU/g.
L. fermentum ditambahkan sekitar 7 log CFU/g di awal fermentasi tempe
BAL, mencapai sekitar 8 log CFU/g pada jam ke-48, dan terus meningkat hingga
9 log CFU/g pada jam ke-72. Menurut Van den Hil dan Nout (2011), bakteri asam
laktat dapat terus tumbuh pada tempe hingga mencapai 9 log CFU/g.
Pertumbuhan bakteri asam laktat pada tempe BAL dan tempe normal hampir sama,
dengan jumlah bakteri asam laktat mencapai 8 log CFU/g pada jam ke-48.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikatakan bahwa L. fermentum yang
ditambahkan dapat hidup dengan baik bersama kapang dan bakteri asam laktat
yang muncul secara alami selama fermentasi.
L. fermentum yang ditambahkan pada tempe berpotensi sebagai probiotik.
Penelitian Touw (2014) melaporkan L. fermentum yang diisolasi dari tempe
memiliki ketahanan terhadap asam (pH 2.0) dan garam empedu (oxgall 0.5%)
yang baik. L. fermentum termasuk bakteri asam laktat heterofermentatif (Lahtinen
et al. 2012) dan memiliki potensi probiotik (Bao et al. 2009). Bakteri asam laktat
dikatakan memiliki potensi probiotik apabila bakteri tersebut tahan terhadap
pengolahan, pH asam lambung, garam empedu, mampu bertahan hidup di dalam
saluran pencernaan, dan mampu memberikan efek kesehatan yang baik bagi tubuh
(FAO/WHO 2002). Tempe yang diperkaya dengan L. fermentum dapat dikatakan
sebagai produk probiotik karena mengandung jumlah bakteri asam laktat probiotik
sekitar 8 log CFU/g. Menurut Klaenhammer (2007), produk probiotik
mengandung jumlah bakteri probiotik sebesar 8-9 log CFU/ml. Walaupun tempe
normal memiliki jumlah bakteri asam laktat sekitar 8 log CFU/g, tempe normal
belum dapat disebut sebagai tempe probiotik karena di dalamnya mungkin
terdapat beberapa jenis bakteri asam laktat yang belum diketahui potensi
probiotiknya.
Peningkatan grafik pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi
menunjukkan bahwa L. fermentum maupun bakteri asam laktat alami dapat
bertahan hidup dengan baik walaupun terdapat B. cereus dalam jumlah yang
tinggi. Pertumbuhan bakteri asam laktat pada tempe berkaitan dengan
pemanfaatan substrat yang terdapat pada kedelai. Bakteri asam laktat dapat
memfermentasi oligosakarida yang terkandung dalam kedelai. Menurut Wang et
al. (2007), oligosakarida utama pada kedelai adalah rafinosa dan stakiosa.
14
Keterangan:
7,00 Tempe normal (N) ()
Nilai pH tempe mencapai sekitar 6.30 pada jam ke-24, kecuali pada tempe
BAL yang mencapai 6.50. Jumlah bakteri asam laktat alami maupun yang
ditambahkan tidak menurunkan pH tempe pada jam ke-24. Peningkatan pH pada
jam ke-24 diduga disebabkan oleh aktivitas kapang. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Beuchat (2001) yaitu pada puncak pertumbuhan kapang selama
fermentasi tempe, pH meningkat hingga 6.00-6.70. Nilai pH tempe kemudian
mencapai sekitar 6.50 pada jam ke-48 dan mencapai sekitar 7.00 pada jam ke-72.
Menurut Beuchat (2001), nilai pH pada tempe dapat terus meningkat hingga 7.60
selama fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai pH akan semakin
meningkat. Hal ini terjadi karena terdapat mikroflora pada tempe yaitu kapang
dan bakteri lainnya yang berperan dalam mendegradasi senyawa kompleks seperti
protein menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam-asam amino dan juga
mengakibatkan terbentuknya amonia yang menyebabkan kenaikan pH pada tempe
(Sparringa dan Owens 1999). Oleh karena itu nilai pH yang terlalu tinggi pada
15
fermentasi cukup padat pada jam ke-48, beraroma sedikit busuk dan sedikit basah
oleh butiran air. Walaupun terdapat penyimpangan aroma pada tempe yang
mengandung B. cereus sebanyak 3 log CFU/g di awal fermentasi, secara
keseluruhan semua perlakuan menunjukkan penampakan tempe yang normal
setelah 48 jam fermentasi, yaitu miselium menyelimuti kedelai dan tempe terlihat
kompak saat diiris melintang (Tabel 1). Pertumbuhan miselium dan pembentukan
aroma tempe merupakan parameter penting keberhasilan fermentasi tempe.
Menurut Babu et al. (2009), secara sederhana terdapat dua peristiwa utama dari
pertumbuhan kapang menjadi tempe. Pertama, keping kedelai akan dijalin
menjadi padatan kompak oleh miselium kapang. Kedua, kacang kedelai dicerna
sebagian oleh enzim-enzim kapang.
Tampak
depan
Tampak
melintang
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe B. cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe B. cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+B. cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+B. cereus 3 log CFU/g
sangat baik dan menyerupai tempe normal, sehingga dinilai layak dikonsumsi
oleh konsumen. Namun, jumlah B. cereus yang terkandung dalam tempe tersebut
cukup tinggi, yakni sekitar 4 log CFU/g. Penampakann tempe yang mengandung
B. cereus tersebut sangat baik, sehingga tempe berpotensi membahayakan
konsumen. Seperti tempe normal, tempe yang ditambahkan B. cereus sebanyak 1
log CFU/g juga mengalami perubahan fisik saat fermentasi diperpanjang menjadi
72 jam, yaitu tempe menjadi sangat padat dan berwarna kekuningan.
PERLAKUAN
Jam N F BC1 BC3 FBC1 FBC3
Parameter
ke-
Aroma
24 Tempe Tempe Tempe Tempe Tempe Tempe
Sedikit Sedikit
48 Tempe Tempe Tempe Tempe
busuk busuk
terdapat dalam jumlah besar. Kebusukan teramati secara nyata saat fermentasi
diperpanjang menjadi 72 jam, dengan ciri tempe tidak padat, basah oleh butiran
air, berwarna kecoklatan, dan beraroma busuk. Kandungan amonia yang tinggi
pada tempe diduga menyebabkan penyimpangan aroma dan mengganggu
pertumbuhan miselium. Nout dan Kiers (2005) melaporkan amonia dalam
konsentrasi tinggi dapat menggangu pertumbuhan miselium, menyebabkan
miselium kapang mengalami senescence lebih cepat sehingga tempe menjadi
lunak. Tingginya jumlah B. cereus pada tempe (sekitar 8 log CFU/g) mungkin
berkontribusi terhadap tingginya kandungan amonia pada tempe tersebut. Bacillus
sp. diketahui mempunyai enzim ekstraseluler, salah satunya adalah protease
(Baehaki 2011). Aktivitas protease pada 36-72 jam fermentasi tak hanya
menghidrolisis protein menjadi asam amino, tetapi juga membentuk amonia
(Sapuan dan Sutrisno 2001). Oleh karena itu, tempe yang mengandung B. cereus
sekitar 8 log CFU/g di di akhir fermentasi akan mengalami kebusukan lebih cepat
jika dibandingkan dengan tempe normal. Terbukti bahwa keberadaan B. cereus
mengganggu proses fermentasi sehingga menurunkan mutu tempe. Sedangkan
penambahan L. fermentum pada tempe ternyata tidak mampu mencegah
penurunan mutu tempe akibat adanya B. cereus.
Kedelai yang dikontaminasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g mengalami
penyimpangan sejak jam ke-24, yaitu kedelai beraroma sedikit busuk. Pada jam
ke-48, aroma busuk semakin jelas dan kedelai menjadi basah oleh butiran air.
Kedelai merupakan bahan baku tempe yang rentan terkontaminasi B. cereus.
Adanya tanda-tanda kebusukan pada kedelai yang mengandung B. cereus
membuktikan bahwa B. cereus mampu terus hidup selama fermentasi dan
menyebabkan penurunan mutu. Kebusukan pada kedelai lebih cepat teramati jika
dibandingkan dengan kebusukan yang terjadi pada tempe. Diduga karena tidak
terdapat kompetitor seperti kapang, B. cereus dapat dengan mudah memanfaatkan
nutrisi pada kedelai.
19
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Babu PD, Bhakyaraj R, dan Vidhyalakshmi R. 2009. A low cost nutritious food
“Tempeh”- a review. World J Dairy & Food Sci 4(1):22-27.
Baehaki A Rinto dan B Arif. 2011. Isolasi dan karakterisasi protease dari bakteri
tanah rawa Indralaya, Sumatera Selatan. J Tekno Indus Pangan, Vol. XXII
(1): 10-16.
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Bacillus cereus. US FDA,
Center for Food Safety and Applied Nutrition.
____________. 2001. Gram Strain. US FDA, Center for Food Safety and Applied
Nutrition.
Bao Y, Zhang Y, Zhang Y, Liu Y, Wang S, Dong X, Wang Y, dan Zhang H. 2009.
Screening of potential probiotic properties of Lactobacillus fermentum
isolated from traditional dairiy products. Food Control 21 (2010): 695-701.
Barus T, Suwanto A, Wahyudi AT, dan Wijaya CH. 2008. Role of bacteria in
tempe bitter taste formation: microbiological and molecular biological
analysis based on 16S rRNA gene. Microbiol Indones Vol. 2, No. 1, hlm.
17-21.
Beattie SH dan Williams AG. 2000. Detection of toxin. Di dalam: Encyclopedia
of Food Microbiology Vol 1. Robinson RK, Batt CA, dan Patel PD, editor.
California (US): Academic Press.
Beuchat LR. 2001. Traditional fermented foods. Di dalam: Food Microbiology.
Doyle LRB MP, Montville TJ, editor. American Society for Microbiology.
Washington (US): ASM Press hlm. 701-719.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia
untuk Dunia. Jakarta (ID): PUSIDO Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 3144: 2009, Tempe Kedelai.
[terhubung berkala] http://www.bsn.go.id (diakses tanggal 19 Maret 2014).
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Surveillance for
foodborne disease outbreaks: 2012 annual report. Georgia (US): US
Department of Health and Human Services.
Clavel T, Carlin F, Lairon D, Nguyen-The C, dan Schmitt P. 2004. Survival of
Bacillus cereus spores and vegetative cells in acid media stimulating human
stomach. J Appl Microbiol (97) 214-219.
Da Silva N, Taniwaki MH, Junqueira VCA, De Arruda Silveira NF, Da Silva Do
Nascimento M, Gomes RAR. 2013. Microbiological Examination Methods
of Food and Water: A Laboratory Manual. London (UK): CRC Press.
Efriwati, Suwanto A, Rahayu G, dan Nuraida L. 2013. Population dynamics of
yeast and lactic acid bacteria (LAB) during tempeh production. Hayati J
Biosci Vol.20 No.2, hlm. 57-64.
Efriwati dan Nuraida L. 2013. Effect of different production methods on macro
nutrient and isoflavone-aglycone composition in tempeh produced by
household industries. Health Science Indones Vol. 4, No. 2, hlm. 69-73.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2005. Opinion of the scientific panel on
biological hazards on Bacillus cereus and other Bacillus spp in foodstuffs.
The EFSA Journal 175:1-48.
21
Fadahunsi IF, Ogunbanwo ST, dan Ogundana DT. 2013. Heat stability and
optimization of invitro antimicrobial activity of metabolites produced by
Rhizopus oligosporus NRRL 2710 against some pathogenic bacteria. Trakia
J Sci (2):110-117.
[FAO/WHO] Joint of Food and Agriculture Organization/World Health
Organization of the United Nations. 2002. Guidelines for the evaluation of
probiotics in food. Working Group Report. London, Ontario, Canada.
Finlay WJ, Logan NA, dan Sutherland AD. 2000. Bacillus cereus produces most
emetic toxin at lower temperatures. Lett Appl Microbiol 31:385-389.
Food chemicals codex. 2003. Effective January 1, 2004, 5th ed. Committee on
Food Chemicals Codex, Food and Nutrition Board, Institute of Medicine.
Washington (US): The National Academies Press.
Granum PE. 2007. Bacillus cereus. Di dalam: Food Microbiology: Fundamentals
and Frontiers, 3rd Ed. Doyle M dan Beuchat L, editor. Washington DC
(US): ASM Press.
Guven K dan Benlikaya N. 2005. Acid pH produced by lactic acid bacteria
prevent the growth of Bacillus cereus in Boza, a traditional fermented
turkish beverage. J Food Safety 25(2005) 98-108.
Kasmidjo RB. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi.
Kim JB, Jeong HR, Park YB, Kim JM, dan Oh DH. 2010. Food poisoning
associated with emetic-type of Bacillus cereus in Korea. Foodborne
Pathogens and Disease Vol. 7, No. 5.
Klaenhammer TR. 2007. Probiotics and Prebiotics. Di dalam: Food Microbiology:
Fundamentals and Frontiers, 3rd Ed. Doyle M dan Beuchat L, editor.
Washington DC (US): ASM Press.
Kotiranta A, Lounatmaa K, dan Haapasalo M. 2000. Epidemiology and
pathogenesis of Bacillus cereus infections. Microbes Infect (2):189-198.
Kustyawati ME. 2009. Kajian peran yeast dalam pembuatan tempe. AGRITECH
Vol. 29, No. 2.
Lahtinen S, Ouwehand AC, Salminen S, Wright AV. 2012. Lactic Acid Bacteria
Microbiological and Functional Aspects 4th Edition. Boca Raton (US): CRC
Press.
Lindsay D, Brozel VS, Mostert JF, von Holy A. 2000. Physiology of dairy-
associated Bacillus spp. over a wide pH range. Int J Food Microbiol
54(2000): 49-62.
Moreno MF, Leisner JJ, Tee LK, Ley C, Radu S, Rusul G, Vancanneyt M, De
Vuyst L. 2002. Microbial analysis of Malaysian tempe and characterization
of two bacteriocins produced by isolates of Enterococcus faecium. J Appl
Microbiol 92:147-157.
Myong JC, Unklesbay N, Hsieh FH, Clarke AD. 2004. Hydrophobicity of bitter
peptides from soy protein hydrolysates. J Agric Food Chem 52:5895-5901.
Nout MJR. dan Kiers JL. 2005. Tempe fermentation, innovation, and
functionality: update into the third millenium. J Appl Microbiol 98: 789-805.
Nout MJR, Beernink G, dan Van Laarhoven TMGB. 1987. Growth of Bacillus
cereus in soyabean tempeh. Int J Food Microbiol 4(1987): 293-301.
22
Suhu
Perlakuan RH (%)
(oC)
N 32,7 37,0
F 30,9 39,3
BC1 31,0 37,5
BC3 31,0 35,3
FBC1 31,0 33,9
FBC3 31,0 38,0
Rata-rata 31,3 36,8
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
KBC3 : Kedelai Bacillus cereus 3 log CFU/g
24
Jam ke- 0 4 24 48 72
Tampak
Tempe depan
normal
(Tempe
N)
Tampak
- -
melintang
Tampak
Tempe depan
BAL
(Tempe
F)
Tampak
- -
melintang
Tempe Tampak
Bacillus depan
cereus 1
log
(Tempe Tampak
BC1) - -
melintang
Tempe Tampak
Bacillus depan
cereus 3
log
(Tempe
BC3) Tampak
- -
melintang
Tempe Tampak
BAL+ depan
Bacillus
cereus 3
log
(Tempe Tampak
- -
FBC3) melintang
25
Tempe Tampak
BAL+ depan
Bacillus
cereus 1
log
(Tempe
Tampak
FBC1) - -
melintang
26
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ +++++
miselium
Kekompakan - - + ++++ +++++
Butiran air - - ++ - -
Aroma
Kedelai +++ +++ + - -
Tempe - - ++ ++++ +++++
Alkohol - - + - -
- - - - -
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak padat sangat
padat padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
27
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ +++++
miselium
Kekompakan - - + ++++ +++++
Butiran air - - ++ - -
Aroma
Kedelai ++++ ++++ + - -
Tempe - - ++ ++++ +++++
Alkohol - - + - -
- - - - -
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak padat sangat
padat padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
28
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ +++++
miselium
Kekompakan - - + ++++ +++++
Butiran air - - ++ - -
Aroma
Kedelai ++++ ++++ + - -
Tempe - - ++ ++++ ++++
Alkohol - - - - -
- - - - -
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak padat sangat
padat padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
29
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ ++++
miselium
Kekompakan - - + +++ +++
Butiran air - - ++ + ++
Aroma
Kedelai ++++ ++++ ++ - -
Tempe - - + +++ ++
Alkohol - - + - -
- - - ++ +++
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak cukup tidak
padat padat padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
30
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ +++++
miselium
Kekompakan - - + ++++ +++++
Butiran air - - + - +
Aroma
Kedelai ++++ ++++ + - -
Tempe - - ++ ++++ ++++
Alkohol - - - - -
- - - - -
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak padat sangat
padat padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
31
JAM KE-
0 4 24 48 72
Pengamatan
Visual
Pertumbuhan - - ++ ++++ ++++
miselium
Kekompakan - - + +++ +++
Butiran air - - ++ + ++
Aroma
Kedelai ++++ ++++ - - -
Tempe - - ++ +++ ++
Alkohol - - + - -
- - + ++ +++
Busuk
Bentuk fisik
Kacang Kacang Tempe Tempe Tempe
kedelai kedelai tidak cukup tidak
padat padat terlalu
padat
Keterangan
- : tidak ada pertumbuhan miselium/tidak kompak/tidak ada
butiran air/tidak tercium aroma
+ : terdapat sangat sedikit pertumbuhan miselium/sangat kurang
kompak/sangat sedikit butiran air/sangat sedikit tercium aroma
++ : terdapat sedikit pertumbuhan miselium/sedikit kompak/sedikit
butiran air/sedikit tercium aroma
+++ : cukup ada pertumbuhan miselium/cukup kompak/cukup ada
butiran air/cukup tercium aroma
++++ : terdapat banyak pertumbuhan miselium/kompak/banyak
butiran air/tercium aroma
+++++ : terdapat sangat banyak pertumbuhan miselium/sangat
kompak/sangat banyak butiran air/sangat tercium aroma
32
Lampiran 9 Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g
Descriptives
Jam_24
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_24
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
33
Lampiran 10 Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g
(lanjutan)
Descriptives
Jam_48
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_48
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
34
Lampiran 11 Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 3 log CFU/g
(lanjutan)
Descriptives
Jam_72
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_72
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
35
Lampiran 12 Hasil analisis statistik jumlah B. cereus pada kedelai dan selama
fermentasi tempe yang diinokulasi B. cereus sebanyak 1 log CFU/g
Descriptives
Jam_48
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_48
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
36
Lampiran 13 Hasil analisis statistik jumlah kapang pada jam ke-48 fermentasi
tempe
Descriptives
Jam_48
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_48
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
37
Lampiran 14 Hasil analisis statistik jumlah koloni bakteri asam laktat pada jam
ke-24 fermentasi tempe
Descriptives
Jam_24
Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Jam_24
Keterangan
N : Tempe normal
F : Tempe BAL
BC1 : Tempe Bacillus cereus 1 log CFU/g
BC3 : Tempe Bacillus cereus 3 log CFU/g
FBC1 : Tempe BAL+Bacillus cereus 1 log CFU/g
FBC3 : Tempe BAL+Bacillus cereus 3 log CFU/g
38
RIWAYAT HIDUP