Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

IDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO DAN MIE


BASAH DI JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN
KOTA MAKASSAR

Diajukan Oleh

EKA WAHYUNI
NIM 2020013

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA
MAKASSAR
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PEPSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
ABSTRAK iv
PERNYATAAN KEORISINILAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Bahan Tambahan Pangan 10
1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan 10
2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet 10
3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan 11
4. Bahan Tambahan yang diizinkan 11
5. Bahan Tambahan yang tidak diizinkan 12
B. Tinjauan Tentang Zat Pengawet 13
1. Pengertian Zat Pengawet 13
2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet 13
3. Jenis- Jenis Bahan Pengawet 14
4. Persyaratan Zat Pengawet 14

1
C. Tinjauan Tentang Boraks 15
1. Pengertian Boraks 15
2. Penyalahgunaan Boraks 17
3. Toksisitas Pada Boraks 18
4. Dampak Penggunaan Boraks 19
D. Tinjauan Tentang Bakso 20
1. Pengertian Bakso 20
2. Mutu Bakso 22
3. Boraks pada Bakso dan Ciri-cirinya 22
E. Tinjauan Tentang Mie Basah 23
1. Pengertian Mie Basah 23
2. Jenis Mie Basah 26
3. Cara Pembuatan Mie Basah 27
F. Kerangka Teori 30
G. Kerangka Konsep Penelitian 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 33
C. Populasi dan Sample 34
D. Teknik Pengumpulan Data 36
E. Metode Analisa Data 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang

memperkirakan terdapat 128.000 warga Amerika Serikat menjalani perawatan

di rumah sakit dan 3000 orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit

bawaan dari makanan. Penyakit bawaan makanan adalah inidikasi adanya

masalah bagi keamanan pangan. Salah satu penyebab dikatakan tidak

amannya keamanan pangan adalah karena adanya kandungan bahan toksik

(Haq, 2014).

Di Indonesia Tahun 2012 menujukkan bahwa keracunan makanan

menduduki posisi terbesar 66,7% karena konsumsi makanan dibandingkan

keracunan obat, kosmetik, dan sumber lainnya. Adanya cemaran kimia dalam

makanan merupakan salah satu penyebab keracunan makanan. Dalam kasus

kontaminasi kimia, zat berbahaya seperti formalin, boraks, dan pewarna testis

masih masuk ke dalam makanan (Paratmanitya & Veriani, 2016).

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi kelangsungan

hidup manusia. Makanan berasal dari bahan pangan yang merupakan segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,

kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun

tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,

3
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan

pembuatan makanan atau minuman (UU No. 18 Tahun 2012).

Masalah pangan di Indonesia cukup kompleks, menurut Codex

Committee on Food Additives and Contaminants (CCFAC), mulai dari

penggunaan bahan tambahan makanan (BTP) yang kini mengabaikan

kesehatan konsumen, pengolahan makanan yang tidak sehat, dan isu bahan

makanan halal untuk agama. masyarakat seperti Islam. Banyak produsen yang

terus menggunakan BTP secara tidak benar karena berbagai alasan, mulai dari

ketidaktahuan hingga kesalahpahaman fungsi BTP, dan tidak sedikit karena

unsur kesengajaan seperti kenyamanan, biaya, dan lain-lain. Penggunaan

pewarna tekstil pada makanan, kesalahan BTP antara lain penggunaan boraks

dan formalin, serta penggunaan bahan pengawet lain yang tidak memenuhi

kriteria keamanan pangan (Misbah et al., 2018).

Boraks merupakan bahan terlarang untuk dicampurkan pada makanan

sebagai pengawet dan pengenyal. biasa digunakan dalam pembuatan bakso

agar awet dan kenyal. Zat ini bukan merupakan BTM dan Food Grade. Bahan

Boraks ini merupakan bahan pengawet kayu dan rotan. Selain itu biasa juga

digunakan untuk menghaluskan gelas, dan juga bahan pengontrol kecoa.

Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan Kristal lunak yang

terkandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks juga

sering disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti bakso, mie basah,

pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Selain digunakan

untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kenyal teksturnya dan

4
memperbaiki penampakannya. Akan tetapi boraks dinyatakan sebagai bahan

yang dilarang digunakan pada makanan sesuai Permenkes RI No.

722/Menkes/Per/IX/88 karena sangat berbahaya bagi kesehatan (Supli, 2009).

Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B).

Boraks merupakan anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak

digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada

kosmetik. boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk

digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam makanan boraks akan terserap

oleh darah dan disimpan dalam hati. Karena tidak mudah larut dalam air

boraks bersifat kumulatif. Dari hasil percobaan dengan tikus menunjukkan

bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks juga dapat

menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi, menimbulkan

iritasi pada lambung, dan menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testis

(Widayat, 2011).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Makassar menemukan

72 jenis pangan produksi industri rumah tangga positif mengandung bahan

berbahaya, sesuai kasus penggunaan penyimpanan bahan berbahaya.

Pengawet boraks dan formaldehida adalah salah satu senyawa berbahaya yang

ditemukan dalam makanan ini. Produk mie basah, tahu, bakso, kerupuk, dan

makanan ringan lainnya mengandung boraks dalam jumlah yang berlebihan

(Tribun Timur, 2010 dalam Muthalib 2012).

Berdasarkan dari beberapa penelitian diantaranya Imelda (2015) yang

telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa bakso yang diteliti di 14

5
Kecamatan Kota Makassar ditemukan pada 31 dari 42 sampel bakso

mengandung boraks. La Sakka (2016) melakukan penelitian di Pasar Sentral

Kecamatan Wajo Kota Makassar dari 3 sampel mie basah yang dijual di Kota

Manado 1 sampel diantaranya positif mengandung bahan berbahaya boraks.

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan

penelitian untuk mengidentifikasi kandungan boraks pada bakso dan mie basah

di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan

permasalahannya adalah apakah terdapat kandungan boraks pada bakso dan

mie basah yang beredar di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi adanya kandungan boraks pada bakso dan

mie basah yang beredar di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kandungan Boraks pada Bakso di Jalan Perintis

Kemerdekaan Kota Makassar.

b. Untuk mengetahui kandungan Boraks pada mie basah di Jalan Perintis

Kemerdekaan Kota Makassar.

c. Untuk mengetahui bahaya boraks bagi kesehatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

6
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai adanya kandungan Boraks pada Bakso dan Mie basah di Jalan

Perintis Kemerdekaan Kota Makassar.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat kepada produsen dan konsumen mengenai dampak

terhadap kesehatan dari kandungan Boraks pada Bakso dan Mie Basah.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber

informasi/literature bagi peneliti lanjutan yang berhubungan dengan

penelitian tersebut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM BAHAN TAMBAHAN PANGAN ( BTP)

1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.033/Menkes/Per/XI/2012

adalah bahan yang tidak lazim digunakan sebagai pangan dan bukan

merupakan unsur khas pangan, serta mempunyai atau tidak mempunyai

nilai gizi, tetapi ditambahkan pada pangan dalam pembuatan, pengolahan,

penyiapan perlakuan, pengemasan, pengemasan, dan penyimpanan.

2. Tujuan penggunaan Bahan Pengawet

Salah satu bahan tambahan pangan yang sering digunakan adalah

pengawet. Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan

bertujuan sebagai :

a. Menghambat pertumbuhan mikroba pengurai pada pangan baik yang

bersifat pathogen maupun tidak pathogen;

b. Memperpanjang umur simpan pangan;

c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan

pangan yang diawetkan;

d. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas

rendah; dan

e. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang

salah satu atau tidak memenuhui persyaratan.

8
3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua kategori:

a. Bahan tambahan pangan yang disengaja

Bahan tambahan pangan yang sengaja dimasukkan ke dalam makanan

merupakan bahan yang diketahui komposisinya dengan maksud untuk

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu proses

pengolahan, contohnya pewarna, pengeras serta pengawet.

b. Bahan tambahan pangan yang tidak disengaja

Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja dimasukkan dalam

makanan merupakan bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam

makanan, secara tidak sengaja baik itu jumlah banyak maupun sedikit

yang terjadi selama proses pengolahan, produksi serta pengemasan.

Bahan ini juga merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang

sengaja ditambahkan dengan tujuan untuk proses produksi bahan

mentah yang terus terbawa ke dalam makanan. Contohnya adalah

residu pestisida (seperti herbisida, insektisida, fungisida,rodentisida),

antibiotik, serta hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2012).

4. Bahan tambahan yang diizinkan untuk digunakan

Bahan tambahan pangan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia

digolongkan ke dalam beberapa jenis menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.33 tahun 2012 yaitu:

a. Antibuih (Antifoaming Agent);

b. Antikempal (Anticaking Agent);

9
c. Antioksidan (Antioxidant);

d. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent);

e. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt);

f. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas);

g. Humektan (Humectant);

h. Pelapis (Glazing Agent);

i. Pemanis (Sweetener);

j. Pengawet (Preservative);

k. Pengemulsi (Emulsifier);

l. Pengental (Thickener); dan

m. Pewarna (Colour).

5. Bahan yang tidak dizinkan untuk digunakan

Sedangkan beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam

makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 tahun 2012

adalah:

a. Asam borat dan senyawanya (Boric acid);

b. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt);

c. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC);

d. Dulsin (Dulcin);

e. Formalin (Formaldehyde);

f. Kalium bromat (Potassium bromate);

g. Kalium klorat (Potassium chlorate);

h. Kloramfenikol (Chloramphenicol);

10
i. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils);

j. Nitrofurazon (Nitrofurazone);

k. Dulkamara (Dulcamara); dan

l. Nitrobenzen (Nitrobenzene).

B. TINJAUAN TENTANG ZAT PENGAWET

1. Pengertian Zat Pengawet

Pengawet adalah senyawa yang ditambahkan pada makanan untuk

menekan atau mencegah pertumbuhan mikroba agar makanan tidak

membusuk (pembusukan) (Sugiyono, 2016).

2. Tujuan penggunaan bahan pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan

yang paling banyak digunakan. Secara umum penambahan bahan

pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

a. Menghambat pertumbuhan mikroba pengurai pada pangan baik yang

bersifat pathogen maupun tidak pathogen;

b. Memperpanjang umur simpan pangan;

c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan

pangan yang diawetkan;

d. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas

rendah; dan

e. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang

salah satu atau tidak memenuhui persyaratan. (Fitriani, 2016)

11
3. Jenis-jenis Bahan Pengawet

Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro Banten, secara garis

besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami,

sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali;

b. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas

penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan

konsumen; dan

c. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya

seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa

menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan

dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet

makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.

(Sugiyono, 2016)

4. Persyaratan Zat Pengawet

Berikut ini adalah standar untuk pengawet kimia dan semua bahan

tambahan makanan lainnya: (Cahyadi, 2012).

a. Dapat memberi nilai ekonomis pada pengawetan yang artinya secara

ekonomis dapat menguntungkan;

b. Ketika metode pengawetan lain tidak mencukupi atau tidak tersedia;

c. Dapat memperpanjang umur simpan bahan pangan;

d. Mudah larut;

12
e. Tidak menurunkan kualitas makanan yang diawetkan dalam hal rasa,

bau, atau warna;

f. Dapat menunjukkan sifat antimikroba pada pangan yang diawetkan;

g. Aman dalam jumlah yang diperlukan untuk digunakan;

h. Mudah diidentifikasi dengan menggunakan analisa kimia;

i. Memiliki sifat yang tidak menghamabt enzim-enzim pencernaan;

j. Tidak bereaksi dengan suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih

toksik;

k. Mudah dikontrol dalam bahan pangan; dan

l. Mempunyai spectra antimikroba yang luas, meliputi macam-macam

pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan

yang akan diawetkan.

C. TINJAUAN TENTANG BORAKS

1. Pengertian Boraks

Boraks adalah senyawa kimia yang terbuat dari logam berat boron

(B) yang banyak digunakan dalam kosmetik sebagai antijamur, pengawet

kayu, dan antiseptik. Boraks adalah bentuk kristal putih yang dapat

ditemukan dalam endapan yang terbentuk dari penguapan mata air panas

atau danau garam. Boraks adalah senyawa kimia alami yang terdiri dari

boron (B) dan oksigen (O) yang termasuk dalam kelompok mineral borat

(O2) (Supli, 2009 ).

Boraks adalah zat pengawet yang banyak digunakan dalam industri

pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar atau kerupuk puli secara

13
tradisional di Jawa. Boraks juga biasa digunakan pada industri makanan

sebagai bahan pengawet makanan seperti pada pembuatan mie basah,

lontong, bakso, bahkan pada pembuatan kecap (Supri, 2009).

Student-activity.binus.ac.id
Gambar 2.1 Boraks

Asam borat atau boraks ( boric acid ) merupakan zat pengawet

berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan

makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O

berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan

normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam

borat (Randa, 2016).

Boraks adalah bubuk kristal putih yang tidak berbau, larut dalam

air tetapi tidak dalam alkohol, memiliki pH sekitar 9,5, berat molekul

381,37, titik leleh 743oC dalam bentuk kistik, dan densitas 1,73 g/cm3.

Karena mengandung unsur logam berat boron (B), boraks disebut sebagai

senyawa kimia turunan boron. Ini adalah senyawa terhidrasi dari garam

natrium tetraborat dekahidrat (Na2B4O7.10H2O). Kandungan boron

boraks adalah 11,34 persen. Garam natrium dari asam piroborat

14
(H2B4O7), asam ortoborat (H3BO3), dan asam metaborat (HBO2), yang

semuanya merupakan asam lemah (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).

Gambar 2.2 Jenis-Jenis Asam Borat

2. Penyalahgunaan Boraks

Boraks sering digunakan dalam industri seperti industri gelas,

bahan pelapis kayu, semen, pelicin porselin, pengawet, alat pembersih

bahkan pembasmi semut. Boraks tidak hanya digunakan dalam dunia

industri, masyarakat juga menggunakan boraks sebagai bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan. Beberapa penelitian menunjukkan boraks

di gunakan sebagai bahan tambahan makanan,seperti berikut ini :

a. Pada kurma digunakan sebagai pengawet (Kresnadipayana & Lestari,

2017)

b. Pada kurma digunakan sebagai pengawet (USDA, 2006; Hamilton,

Wolf, 2013)

c. Mie basah dan bakso (Saputro & Fauziyya, 2021)

Bakso yang dibuat dengan boraks memiliki karakteristik

kelenturan yang berbeda dengan bakso yang dibuat dengan jumlah daging

15
yang banyak. Saat digoreng, kerupuk yang mengandung boraks

mengembang dan menjadi empuk, dengan rasa yang enak dan renyah. Ikan

basah yang tidak rusak hingga 3 hari pada suhu kamar, dengan insang

merah tua yang tidak cemerlang, dan bau formalin yang nyata. Tahu yang

berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih dari 3

hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, dan berbau menyengat

khas formalin. Mie basah biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu

kamar (25 derajat celcius), berbau menyengat, kenyal, tidak lengket dan

agak mengkilap (Handayani, 2018).

3. Toksisitas Pada Boraks

Boraks erat kaitannya dengan asam borat dan kemungkinan besar

daya pengawet boraks disebabkan karna adanya toksisitas boran atau asam

borat yang merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak

membunuh Staphyloccus aureus. Sp. Oleh karena toksisitas lemah,

sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengwet pangan. Walaupun

demikian, pemakaian berulang atau absorbs berlebihan dapat

menyebabkan toksik (keracunan).

Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dosis 15-25 gram

sedangkan pada anak dosis 5-6 gram. Sistem gastrointestinal bertanggung

jawab untuk penyerapan, sedangkan ginjal bertanggung jawab untuk

sebagian besar ekskresi. Karena kadar yang relatif tinggi terdapat di otak,

hati, dan ginjal, perubahan patogen di otak dan ginjal dapat diamati. Asam

16
borat tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam makanan karena efek

farmakologis dan toksisitasnya (Cahyadi, 2006).

4. Dampak Terhadap Kesehatan Penggunaan Boraks Pada Makanan

Boraks tidak memiliki efek berbahaya langsung pada kesehatan

bila dikonsumsi dalam makanan, tetapi zat ini diserap dalam tubuh secara

kumulatif. Selain melalui saluran pencernaan, boraks dapat diserap melalui

kulit. Boraks yang tertelan dalam jumlah banyak dan diserap oleh tubuh

akan menumpuk di hati, otak, dan testis, sehingga menimbulkan gejala

seperti pusing, muntah, diare, dan kram perut. Boraks berpotensi merusak

organ reproduksi, serta metabolisme enzim (BPOM, 2013).

Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang

salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan

manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem

metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang

merusak kesehatan manusia. Sering mengkonsumsi makanan berboraks

akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah

banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin),

koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis,

sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian.

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama.

Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah,

diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan boraks

17
apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak

pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan

mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan

degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit

karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan,

kulit yang luka atau membran mukosa (Napitupulu & Abadi, 2018)

Keracunan boraks dapat berlangsung secara cepat dalam beberapa

jam hingga seminggu setelah mengkonsumsi atau ada kontak langsung

dengan boraks dalam dosis yang tinggi. Gejala klinis saat keracunan

boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut (Saparinto, 2006) :

a. Sakit kepala dan gelisah;

b. Sakit perut sebelah atas, muntah serta diare;

c. Muka terlihat pucat dan nampak kulit kebiruan;

d. Masalah pernapasan dan masalah sirkulasi;

e. Munculnya penyakit kulit yang berat;

f. Hilangnya cairan didalam tubuh;

g. Terjadi degenerasi lemak hati dan ginjal;

h. Anggota tubuh serta otot-otot wajah bergetar disertai dengan kejang-

kejang;

i. berkurangnya nafsu makan, diare dan pusing; dan

j. Kematian.

D. TINJAUAN TENTANG BAKSO

1. Pengertian Bakso

18
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging

yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat

dengan tangan sebesar kelereng maupun lebih besar lalu dimasukkan

kedalam air panas jika ingin dikonsumsi. Langkah untuk membuat adonan

bakso potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan pisau

yang tajam atau diblender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau

air es (1015% berat daging) dan garam dengan bumbu lainnya sampai

menjadi adonan yang tampak transparan atau plastis sehingga mudah

dibentuk. Sedikit demi sedikit di tambah tepung kanji pada adonan agar

lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging

https:/?images.app.goo.gl

Gambar 2.3 Bakso

Pembulatan adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan

tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai

tangan,caranya gampang saja, adonan diambil dengan sendok makan lalu

diputar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang

telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil

segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari.

Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu

19
diambil dengan sendok kemudian direbus dalam air mendidih selama ± 3

menit kemudian diangkat dan ditiriskan (Randa, 2016)

Sebagai produk olahan yang mendasar daging, bakso merupakan

media yang baik bagi kuman untuk tumbuh dan berkembang biak,

sehingga akan memiliki masa simpan yang pendek bila disimpan pada

temperatur kamar. Untuk mengatasi hal tersebut para pembuat bakso

biasanya menambahkan bahan tambahan makanan sebagai pengawet ke

dalam adonan bakso (Rusli, 2009).

2. Mutu Bakso

Cara untuk menilai mutu bakso yang paling mudah adalah dengan

melihat mutu sensoris atau organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris

ini diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang

tentunya saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus. Paling

tidak ada 5 parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan,

warna, bau, rasa dan tekstur. Adanya jamur atau lendir perlu diamati,

terlebih jika bakso sudah disimpan (Anonim, 2021)

3. Boraks Pada Bakso dan Ciri-Cirinya

Boraks adalah bahan tambahan makanan beracun yang sangat

berbahaya bagi manusia. Racun tersebut akan merusak fungsi saraf jika

dimakan dalam dosis tinggi. Tetapi penggunaan boraks pada makanan

saat ini masih banyak terutama pada bakso demi mendapat keuntungan

sebanyak-banyaknya, banyak produsen bakso yang tetap menggunakan

boraks dan tidak mempertimbangkan bahaya dari boraks. Selain itu,

20
boraks juga merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan

sehingga menghasilkan tampilan yang bagus pada bakso sehingga tidak

membutuhkan banyak daging. Bakso yang menggunakan boraks tidak

rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25ºC) dan teksturnya sangat

kenyal (Handayani, 2018)

Adapun ciri-ciri bakso mengandung boraks antara lain:

a. Bakso mengandung boraks lebih kenyal dibanding bakso tanpa boraks;

b. Bakso mengandung boraks bila digigit sedikit lebih keras

dibandingkan bakso tanpa boraks;

c. Bakso mengandung boraks tahan lama atau awet selama 3 hari sedang

yang tidak mengandung boraks dalam 1 hari sudah berlendir; dan

d. Bakso mengandung boraks warnanya tampak lebih putih tidak merata.

Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian,

baik di pinggir maupun tengah.

E. TINJAUAN TENTANG MIE BASAH

1. Pengertian Mie Basah

Mie merupakan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Mie didefinisikan sebagai produk pangan yang dibuat dari

tepung terigu atau tepung terigu dengan atau tanpa pencantuman bahan

makanan lain dan bahan tambahan pangan yang disetujui, bentuk khas

mie, dan siap disajikan setelah dimasak, sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia (SNI) (Nurhasanah, 2017).

21
Cookpad.com

Gambar 2.4 Mie Basah

Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40%

dari konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di

Indonesia pada Tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie

mencapai 60-70% (Menurut Irviani dan nisa, 2014). Di Asia, khususnya di

Indonesia, mie kuah adalah hidangan yang populer. Mie pernah dibuat dari

beras dan tepung kacang. Mie basah memiliki umur simpan satu hari.

Mie basah adalah jenis mi yang melalui proses perebusan setelah

dipotong dan sebelum dijual. Kadar air mencapai 52 persen, sehingga umur

simpan terbatas 40 jam pada suhu kamar. Menurut (Kastalani, 2011) Mie

basah yang baik adalah yang memiliki nilai kimia yang memenuhi kriteria

SNI 2046-90 Kementerian Perindustrian. Mie basah memberikan profil nutrisi

yang lengkap dan dapat dilihat pada Tabel:

Tabel 1. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 gram bahan.

Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah

Energy 86 Besi 0,8

Protein 0,6 Vitamin A -

22
Lemak 3,3 Vitamin B1 (mg) -

Karbohidrat 14 Vitamin C (mg) -

Kalsium 13 Air (mg) 80

Table 2. Syarat mutu mie basah SNI 01-2987 (1992)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan % b/b Normal

1. Bau

2. Rasa

3. Warna

2 Kadar air % b/b 20-35

3 Kadar abu % b/b Maksimal 3

4 Kadar protein (N x 6,25) % b/b Maksimal 2

5 Bahan Tambahan Pangan

1. boraks dan asam borat Tidak boleh

2. pewarna Yang diizinkan

3. formalin Tidak boleh

6 Cemaran Logam mg/kg

1. timbal (pb) Maksimal 1

2. tembaga (cu) Maksimal 10

3. Seng (Zn) Maksimal 40

4. Raksa (Hg) Maksimal 0,05

7 Arsen (As) mg/kg Maksimal 0,05

23
8 Cemaran Mikroba

1. Angka Lempeng Total Koloni/g Maksimal 1x106

2. E.Coli APM/g Maksimal 10

3. Kapang Koloni/g Maksimal 104

Sumber: SNI 01-2987 (1992)

2. Jenis Mie Basah

Mie dibagi menjadi berbagai kategori. Warna, ukuran diameter mi,

bahan baku, proses produksi, jenis produk yang ditawarkan, dan kadar air

merupakan jenis mi yang paling sering dijumpai. Karena masuknya alkali,

mie di Asia dipisahkan menjadi dua jenis berdasarkan warna: mie putih

dan mie kuning (Nurhasanah, 2017).

Mie dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan bahan bakunya:

mie berbahan dasar tepung, khususnya tepung terigu, dan mie tembus

pandang, seperti bihun, yang menggunakan pati sebagai bahan bakunya.

Mie dibedakan menjadi mie basah mentah dan mie basah matang

berdasarkan teknik pembuatannya, sedangkan mie yang tersedia di pasaran

ada dua jenis yaitu mie basah (seperti mie ayam dan mie kuning) dan mi

kering (seperti mie telur dan mie kuning atau mie instan).

Berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya terdapat 4 jenis mie

yang dikenal masyarakat yaitu :

a. Mie Segar merupakan jenis mie yang tidak mengalami proses tambahan

setelah pemotongan;

24
b. Mie Basah merupakan mie salah satu jenis mie yang mengalami proses

tambahan setelah pemotongan yaitu direbus dalam air mendidih

sebelumnya;

c. Mie Kering merupakan mie segar yang sudah mengalami proses

pengeringan sehingga kadar air yang terkandung didalamnya hanya

sekitar 8%-10%; dan

d. Mie Instan merupakan produk mie kering yang dibuat dari bahan tepung

terigu atau dengan penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan,

bentuknya khas dan siap dihidangkan setelah dimasak dan diseduh

dengan air terlebih dahulu.

3. Cara Pembuatan Mie Basah

Mie basah sering dibuat dengan tepung gandum (tepung terigu),

air, dan garam, dengan atau tanpa garam alkali. Bahan utama dalam mie

basah mentah adalah gandum. Gandum berfungsi sebagai bahan struktural,

pasokan karbohidrat, sumber protein, dan agen pembentuk gluten, antara

lain. Garam menambah rasa, memperbaiki tekstur, dan mengikat air

(Nurhasanah, 2017).

Mie basah dibuat dengan menggabungkan semua bahan (tepung,

air, dan garam) menjadi adonan, kemudian digulung menjadi lembaran

tipis dengan mesin rollpress, diistirahatkan, dan dipotong menjadi bentuk

benang mie. Tepung tapioka kemudian ditaburkan di atasnya sebagai

pupuk. Tujuan menggabungkan semua komponen adalah untuk membuat

adonan homogen. Selanjutnya, prosedur ini secara merata menghidrasi air

25
dengan tepung dan menarik serat gluten, menghasilkan adonan yang

elastis dan halus. Gluten sudah mulai terbentuk selama proses

pencampuran, namun belum mencapai potensi maksimalnya. Banyaknya

air yang ditambahkan ke dalam adonan mie juga mempengaruhi sukses

tidaknya mie basah. Menurut SNI 01-2987-1992, jumlah air yang

digunakan untuk pembuatan mie basah berkisar antara 20% hingga 35%

dari total berat tepung. Sementara itu, Badrudin (2002) menyatakan bahwa

jumlah air yang ideal dalam adonan mie basah mentah adalah sekitar 34%

sampai 40% dari berat tepung.

Tujuan menggabungkan semua komponen adalah untuk membuat

adonan homogen. Selanjutnya, tindakan ini menyebabkan tepung

menyerap air dan menarik serat gluten, menghasilkan adonan yang elastis

dan halus. Gluten sudah mulai terbentuk selama proses pencampuran,

meskipun belum optimal (Nurhasanah, 2017).

Saat membuat mie basah, banyak faktor yang harus

dipertimbangkan, termasuk suhu adonan, waktu pencampuran, dan jumlah

air yang digunakan. Waktu pengadukan yang optimal untuk mie Mocaf

adalah 15 hingga 25 menit. Adonan akan menjadi lembut dan lengket jika

diremas kurang dari 15 menit, tetapi kaku, rapuh, dan kering jika diremas

lebih dari 25 menit. Banyaknya air yang disuplai ke adonan mie

menentukan sukses tidaknya mie mocaf.

Menurut SNI 01-2987-1992, jumlah air yang digunakan dalam

produksi mie basah mentah berkisar antara 20% hingga 35% dari total

26
berat tepung. Sementara itu, Badrudin (2000) menyatakan bahwa jumlah

air yang ideal dalam adonan mie basah mentah adalah sekitar 34% sampai

40% dari berat tepung. Hal ini karena mie memiliki tekstur yang mudah

keras, rapuh, dan lengket. Mi yang dihasilkan akan menjadi kaku, rapuh,

dan sulit membentuk lembaran jika diberi air kurang dari 34%. Sedangkan

jika ditambahkan air lebih dari 40%, mie yang dihasilkan akan lembek dan

lengket.

Suhu adonan yang optimal untuk pembuatan mie adalah antara

250C dan 400c. Adonan yang dihasilkan akan menjadi keras, rapuh, dan

keras jika suhu adonan kurang dari 25 °C, namun jika suhu adonan lebih

besar dari 40 °C, adonan yang dihasilkan akan lengket dan mie menjadi

kurang elastis. Konsumen lebih menyukai mie yang lembut, kenyal,

elastis, halus, tidak lengket, dan mengembang secara normal. Gluten

adalah zat lengket dan kenyal yang menyatukan komponen mie,

membentuk fondasi struktur lembut mie. Ketika tepung terigu

digabungkan dengan air, gluten menjadi terhidrasi dan mengembang,

memberikan sifat ini (Winarno, 2000).

Matrix gluten, yang mengandung butiran pati dan potongan serat,

adalah elemen paling penting dalam sifat adonan. Protein gluten ditandai

dengan konsentrasi tinggi prolin dan asam glutamat. Fitur fisik gliadin dan

glutenin berbeda, terutama viskoelastisitas. Glutenin bersifat kohesif dan

elastis, sedangkan gliadin bersifat kohesif dan elastis. (Nurhasanah, 2017).

27
Gluten adalah protein utama yang ditemukan dalam tepung terigu

dan digunakan untuk membuat mie. Kadar protein dalam tepung terigu

harus cukup tinggi agar mie menjadi elastis dan tahan terhadap tarikan

selama proses pembuatan (Bogasari, 2010)

F. Kerangka Teori

Bahan Tambahan Pangan

Zat Pengawet

Boraks

Bakso Mie Basah

Uji kualitatif

Permenkes RI No.
033/Menkes /Per/2012

Efek terhadap kesehatan

Sumber : Permenkes RI, 2012

Gambar 2.5 Kerangka Teori

28
G. Kerangka Konsep Penelitian

Bakso Dan Mie Basah

Penggunaan Zat Pengawet

Boraks

Pemeriksaan Laboratorium
(Uji Kertas Kurkumin)

Positif (+) Negatif (-)

Tidak memenuhui syarat menurut Memenuhui syarat menurut


Permenkes RI No. 033/Menkes Permenkes RI No.
/Per/2012 033/Menkes/Per/2012

Berbahaya bagi kesehatan Tidak berbahaya bagi kesehatan

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian

29
H. Definisi Konseptual

Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Definisi Kriteria Objektif Alat Ukur


Operasional
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Bakso Bakso adalah a. Dikatakan memenuhui Kertas
Tumerik
daging yang syarat apabila tidak

dihaluskan, ditemukan adanya

dicampur dengan kandungan boraks pada

tepung pati, lalu bakso berdasarkan

dibentuk bulat- Permenkes RI No.

bulat dengan 033/Menkes/Per/XI/2012.

tangan sebesar b. Dikatakan tidak

kelereng atau lebih memenuhui syarat apabila

besar dan ditemukan adanya

dimasukkan ke kandungan boraks pada

dalam air panas bakso berdasarkan

jika ingin Permenkes RI No.

dikonsumsi. 033/Menkes/Per/XI/2012.

2. Mie Basah Bentuk mie yang 1. Dikatakan memenuhui Kertas


Tumerik
populer adalah mie syarat apabila tidak

basah, yaitu ditemukan adanya

produk makanan kandungan boraks pada


yang dibuat dari bakso berdasarkan

tepung terigu atau Permenkes RI No.

tepung terigu 033/Menkes/Per/XI/2012.

dengan atau tanpa 2. Dikatakan tidak

pencantuman memenuhui syarat

bahan makanan apabila ditemukan

lain dan bahan adanya kandungan boraks

tambahan makanan pada bakso berdasarkan

yang disetujui. Permenkes RI No.

033/Menkes/Per/XI/2012.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian metode deskriptif. Metode diskriptif adalah

metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai suatu kejadian dan bertujuan
mengumpulkan data semata (Nazir, 2003). Pada penelitian ini penulis ingin mengambarkan

bagaimana kandungan boraks pada bakso yang dijual oleh pedagang yang memiliki kios

permanen di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makasar melalui uji laboratorium. Sehingga

dilakukan pemeriksaan laboratorium menggunakan metode kualitatif yaitu uji warna dengan

kertas tumerik (kertas kurkumin).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah pedagang bakso yang ada di Jalan Perintis

Kemerdekaan Kota Makassar sedangkan Pemeriksaan sampel dilaksanakan di

Laboratorium Poltekkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu :

a. Tahap persiapan, penentuan judul penelitian dan seminar proposal dilaksanakan

pada Bulan April 2022.

b. Tahap pelaksanaan, meliputi pengambilan sampel, dan pemeriksaan di

laboratorium yang dilaksanakan pada bulan Mei 2022.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang

ingin diteliti (Sugiarto et al. 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

warung bakso di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar yang berjumlah 13

sedangkan sampel adalah bakso dan mie basah dari semua warung bakso tersebut

dimana setiap warung diteliti sebanyak 2 sampel yaitu bakso dan mie basah.

2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling. Purposive sampling adalah salah satu teknik non random sampling,

dimana peneliti menentukan pengambilan sampel hanya atas dasar pertimbangan

penelitian saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam

anggota sampel yang diambil. Adapun kriteria atau ciri-ciri khusus sampel yang di

ambil ialah semua bakso dan mie basah yang warnanya tampak putih mengkilap, bau

terasa tidak alami dan teksturnya tidak lengket. Pada penelitian ini digunakan 5

sampel bakso dan 5 sampel mie basah pada masing-masing pedagang yang berbeda

di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar.

3. Cara Pemeriksaan Sampel

a. Alat dan Bahan

1) Alat

a) Pisau

b) Gunting

c) Talenan

d) Sendok

e) Gelas ukur

f) Timbangan analitik

g) Pinset

h) Pipet tetes

i) Wadah bening

j) Saringan

k) Mortar dan Alu


2) Bahan

a) Sampel Bakso dan Mie Basah

b) Kunyit

c) Kertas tumerik

d) Aquades/ air mineral

b. Prosedur pemeriksaan

Kertas tumerik (kertas kurkumin) adalah kertas saring yang dicelupkan ke

dalam larutan kunyit yang digunakan untuk mengidentifikasi boraks. Uji warna

kertas tumerik pada pengujian boraks dengan cara membuat kertas tumerik

dahulu, yaitu : Diambil beberapa potong kunyit, Kemudian tumbuk dan saring

sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning dan tambahkan alcohol

sebanyak 70% atau setara 10 ml aduk dan homogenkan, selanjutnya buat kertas

persegi dengan ukuran 4x4 cm kemudian gunting berdasarkan pola yang telah

dibuat lalu celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan .

Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.

Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan

memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam wadah bening yang berisi air dan

aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Amati

perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan

dipergunakan sebagai kontrol positif. Metode uji warna dengan kertas tumerik

(kertas kurkumin) sebagai berikut : sebelumnya beri label pada masing-masing

sampel kemudian ambil sampel bakso dan mie basah sebanyak 15 gram. Lalu

haluskan sampel sampai halus. Setelah itu masukkan sampel bakso dan mie
basah tersebut ke wadah bening dan tambahkan aquades sebanyak 150 ml.

Kemudian sampel direndam selama 5 menit hingga lembek lalu dihomogenkan.

Setelah itu ambil kertas tumerik (kertas kurkumin) dan celupkan ke dalam larutan

sampel selama 1-2 menit kemudian keringkan. Amati perubahan warnanya, Jika

berwarna merah (merah bata) maka positif mengandung boraks (Nurhasanah,

2017).

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan hasil uji laboratorium yang

dilakukan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari hasil studi

kepustakaan serta literature-literature yang ada hubungannya dengan objek

penelitian.

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium di peroleh secara manual

dan disajikan dalam bentuk tabel serta di analisa secara deskriptif kemudian

disimpulkan aman tidaknya untuk dikonsumsi, disesuaikan dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 033/Menkes/Per/IV/2012.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2021). Bakso. Wikipedia, 2014, 1. https://id.wikipedia.org/wiki/Bakso


Handayani, A. M. (2018). Identifikasi senyawa boraks dengan analisa kualitatif pada bakso
yang dijual di wilayah kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Pharmacy, 1, 1–
41.
Haq, N. M. (2014). Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di
Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jkarata.
Kresnadipayana, D., & Lestari, D. (2017). Penentuan Kadar Boraks pada Kurma (Phoenix
dactylifera) dengan metode Spektrofotometri UV-vis. Jurnal Wiyata, 4(1), 23–30.
Misbah, S. R., Darmayani, S., & Nasir, N. (2018). Analisis Kandungan Boraks Pada Bakso
Yang Dijual Di Anduonohu Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Kesehatan
Manarang, 3(2), 81. https://doi.org/10.33490/jkm.v3i2.41
Napitupulu, L. H., & Abadi, H. (2018). Analisis Zat Berbahaya Boraks dan Rhodamin B
Pada Jajanan Bakso Bakar yang dijual dibeberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan
Denai. Jurnal Kesehatan Global, 1(1), 21. https://doi.org/10.33085/jkg.v1i1.3942
Nurhasanah. (2017). Identifikasi Penggunaan Boraks Pada Mie Basah Yang Dijual Oleh
Pedagang Pangsit Di Kota Kendari. http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/260/
Paratmanitya, Y., & Veriani, A. (2016). Kandungan bahan tambahan pangan berbahaya pada
makanan jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi Dan Dietetik
Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 4(1), 49.
https://doi.org/10.21927/ijnd.2016.4(1).49-55
Saputro, A. H., & Fauziyya, R. (2021). Analisis Kualitatif Boraks Pada Bakso Dan Mi Basah
Di Kecamatan Sukarame, Sukabumi Dan Wayhalim. Jurnal Ilmiah Farmasi
Farmasyifa, 4(1), 67–75. https://doi.org/10.29313/jiff.v4i1.7067
Sugiyono, P. D. (2016). Identifikasi zat pengawet formalin pada bumbu giling yang dijual di
Pasar Peterongan Semarang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
USDA, 2006; Hamilton, Wolf, 2007. (2013). Beredae di Pasar Tanah Abang dengan
Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Beredar di Pasar Tanah Abang (Issue
September).
Widayat, D. (2011). Uji Kandungan Boraks pada Bakso (Studi pada Warung Bakso di
Kecamatan Sumbersari Kecamatan Jember). Skripsi Universitas Jember, 17.

TABEL HASIL PEMERIKSAAN


No. Nama Makanan Lokasi Asal Mengandung Boraks

Ya Tidak

1. Bakso

2. Bakso

3. Bakso

4. Bakso

5. Bakso

6. Mie Basah

7. Mie Basah

8. Mie Basah

9. Mie Basah

10. Mie Basah

Lampiran 1.
LEMBAR OBSERVASI

Dalam pengamatan (observasi) yang dilakukan adalah mengamati kondisi fisik


pada pedagang untuk pengambilan sampel penelitian meliputi:
1. Nama Pemilik
2. Alamat/lokasi Penjual
3. Lingkungan fisik penjual bakso dan mie basah
4. Sumber produksi bakso dan mie basah
5. Siapa saja yang terlibat pada pembuatan bakso dan mie basah
Lampiran 2.

LEMBAR WAWANCARA
A. Tujuan :
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan penjual tentang boraks

B. Pertanyaan panduan
a. Identitas Diri
1) Nama :

2) Alamat :

3) Pendidikan Terahir :
b. Pertanyaan penelitian

1. Sejauh mana pengetahuan bapak/ibu tentang boraks?


2. Apakah bapak/ibu mengetahui bahaya terhadap kesehatan jika
mengkonsumsi boraks secara terus-menerus?
3. Bagaimana tahap pembuatan bakso dan mie basah apakah
digiling sendiri atau membawa bahan-bahan bakso dari rumah dan
langsung digiling dipasar ?
121

Anda mungkin juga menyukai