Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian masyarakatnya

bergantung kepada ekonomi pertanian. Pertanian adalah mata pencarian utama

masyarakat pedesaan, yang berkaitan dengan bercocok tanam, dalam rangka

menghasilkan kebutuhan pangan, juga kebutuhan sandang dan papan.1 Sektor

pertanian juga penting dalam mendukung perekonomian nasional. Karena potensi

yang besar ini, pemerintah selalu membuat kebijakan untung mengembangkan

sektor ini. Begitu pentingnya pertanian di Indonesia bisa dilihat dari periode sejarah

tentang bagaimana bangsa-bangsa Eropa tergiur dengan komoditas-komoditas hasil

tanaman Indonesia. Seperti kedatangan awal bangsa Eropa yang bertujuan untuk

mencari lada dan komoditas pertanian lainnya. Pada abad ke-19, pemerintah koloial

Belanda bahkan, menerapkan sebuah kebijakan untuk memaksimalkan hasil

pertanian Indonesia, yaitu cultuutstelsel/Sistem Tanam Paksa.2

Sejak Indonesia merdeka, pemerintah tetap fokus menghadapkan

perhatiannya kepada sektor pertanian sebagai penghasil utama devisa negara.

Pemerintah, bahkan, melanjutkan sekolah-sekolah pertanian yang didirikan

1
Mubyarto, Politik Pertanian dan PengembanganPedesaan, (Jakarta; Sinar Harapan, 1994),
hlm. 15.
2
Salah satu buku yang membicarakan tentang hal ini adalah Rusli Amran, Sumatra Barat
Hingga Plakat Panjang, (Jakarta: Sinar Harapan, 1961), hlm 17. Paada halaman ini, Rusli Amran
memaparkan daerah-daerah di Sumatera Barat yang menghasilkan lada, juga komoditas lainnya,
hingga kemudian didatangi dan dikuasai Belanda. Selanjutnya sejak 1940 diperkenalkan sistem
tanam paksa/cultuurstelsel).
Belanda, dan semakin mengembangkannya. Selanjutnya, pemerintah Orde Lama

mengadakan program Bimbingan Massa untuk meningkatkan kemampuan petani.

Program ini juga bentuk lanjutan dari program yang dilakukan pemerintah Kolonial

Belanda, yang disebut Olie Vlek, kedua program tersebut tidak banyak menuai

keberhasilan.3

Beberapa tahun sejak pemerintah Orde Baru resmi berkuasa setelah peristiwa

kelam G30S 1965, Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, langsung

menerapkan kebijakan pembangunan pertanian yang dinamakan “Revolusi Hijau”.

Kebijakan ini memokuskan perhatian kepada tanaman holtikultura, yang cukup

membawa perubahan kepada petani. Salah satu perubahan yang didobrak oleh

pemerintah adalah dengan mengenalkan teknologi-teknologi pertanian baru yang

mempercepat serangkaian proses produksi. Selain itu, pemerintah, melalui

penyuluh-penyuluh pertanian terdidik, melatih masyarakat tentang teknik bercocok

tanam yang lebih efektif. Selain berguna bagi masyarakat, kebijakan ini juga

ditujukan untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan negara. 4

Kebijakan yang juga penting yang diterapkan Soeharto adalah mendirikan

kelompok tani. Kebijakan ini diadopsi dari sistem pembangunan pertanian Amerika

yang digagas oleh John C. Tyler dan Thomas E. Leavey tahun 1922. Kebijakan ini

bertujuan untuk memperjuangkan asuransi, modal, dan kemudahan alat pertanian

melalui koperasi. Di zaman Soeharto, pembentukan kelompok tani dimulai dengan

meningkatkan kemampuan petani dengan peningkatan pengetahuan dan keahlian

3
Leon A Mears “Kebijaksanaan Pangan” dalam Anne Booth, ekonomi Orde Baru, (Jakarta:
LP3ES, 1990), hlm. 39.
4
Lihat Bustanul Arifin, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2004),
hlm. 7.
petani melalui kinerja kelompok. Makanya pada masa ini kelompok tani sering

disebut dengan “kelompencapir”, yang artinya kelompok pendengar, pembaca dan

pemirsa. Pada tahun 1987, pemerintah kemudian menggabungkan para

petani/kelompok tani dalam lahan pertanian yang jauh lebih luas dalam satu

wilayah administratif desa, atau yang lebih dikenal Gapoktan.5

Kehadiran kelompok tani di Sumatera Barat cukup mendatangkan antusiasme

masyarakat. Masyarakat yang sejak awal menggantungkan hidup mereka dari hasil

pertanian, merasa dimudahkan dengan adanya kerja sama antar petani dan bantuan

pemerintah. Sebelumnya, dalam sistem pertanahan di Minangkabau periode awal

hanya sistem kongsi lahan pertanian, khususnya oleh orang-orang yang setali

waris.6 Lahan-lahan baru yang ditemukan, langsung digarap dan dijadikan sawah-

sawah, dan dikerjakan bersama oleh anggota keluarga dan anggota kaum. 7 Tanah

keluarga dan kaum yang masing-masing disebut tanah pusako tinggi dan tanah

ulayat (common property), tanah yang tidak bisa dijual, hanya bisa digarap

bersama. Sistem ini berlangsung secara turun-temurun.8

Masyarakat Sumatera Barat yang menggantungkan pertaniannya sejak

dahulunya merasa diuntungkan dengan hadirnya kebijakan pembentukan kelompok

tani oleh pemerintah Orde Baru. Pasalnya, kebijakan ini memudahkan kelompok

masyarakat untuk memperoleh modal, sarana produksi, pemasaran, dan pemenuhan

5
Sri Nuryati dan Dewa K.S. Swastika, “Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi
Pertanian”, Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 29 No. 2, Desember 2011, hlm. 116-117.
6
Ibrahim Dt. Sanggono Dirajo, curaian Adat Minangkabau, (Padang: Kristal Multi Media),
hlm. 157.
7
Edison MS dan Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo di Minangkabau: Budaya Hukum Adat
di Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2010), hlm.263.
8
A.A. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta:
PT. Grafiti Pers, 1964), hlm.151 & 163.
informasi penting dari pemerintah, dan tentu saja bertujuan untuk meningkatkan

produksi, seperti yang dicita-citakan pemerintah.9 Sebagai bukti tentang profesi

petani masyarakat Sumatera Barat, penulis mencoba melihat dari data sensus

pertanian yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 tentang rumah

tangga usaha pertanian tahun 2003 dan tahun 2013. Data jumlah rumah tangga

usaha pertanian (subsektor Pertanian) pada tahun 2003 dan tahun 2013 sebagai

berikut, tanaman pangan( 476.738 dan 426.135), holtikultural (366.738 dan

261.298), perkebunan (413.879 dan 446.287), peternakan (344.299 dan 280.250),

perikanan (84.940 dan 63.252), kehutanan (65.771 dan 59.918), dan jasa pertanian

(37.357 dan 49.377).

Sumber: bps.go.id10

Data di atas menunjukkan bahwa tidak banyak masyarakat yang

meninggalkan usaha pertanian di Sumatera Barat. Dalam subsektor tanaman

pangan, dan lainnya, memang terjadi sedikit penurunan, tetapi dalam usaha

perkebunan, terjadi peningkatan. Juga adanya peningkatan dalam usaha jasa

pertanian, yang tentu saja bisa dikaitkan dengan perkembangan pertanian di

Sumatera Barat. Tidak banyaknya perubahan dalam profesi masyarakat

Minangkabau bisa dihubungkan dengan antusiasme masyarakat terhadap

kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian yang masih tinggi, khususnya dalam

pelembagaan petani dalam poktan. Salah satu daerah yang antusias menyambut

9
Pujiharto, “Kajian Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai
Kelembagaan Pembangunan Pertanian di Pedesaan”, Jurnal Agritech Vol. XII No. 1, Juni 2010,
hlm. 65.
10
Lebih lanjut, lihat
https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site?id=13&wilayah=Sumatera%Barat, diakses pada
tanggal 24 Mei 2019 pukul 4.40 WIB.
program poktan adalah Kabupaten Padang Pariaman, di mana, di daerah ini, sampai

tahun 2014, telah berdiri sebanyak 1.250 kelompok tani (poktan). Kecamatan yang

memiliki poktan terbanyak adalah Lubuk Alung dengan jumlah 123 kelompok,

selanjutnya disusul oleh Kecamatan VII Koto Sungai Sariak sebanyak 107

kelompok, kemudian di bawahnya Batang Anai dan Nan Sabaris sebanyak 101

kelompok. Sedangkan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang mempunyai 49 poktan,

yang terbagi 21 poktan di Nagari Sintuk dan 28 poktan di Nagari Toboh Gadang.11

Sumber: Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan),

pertanian.go.id.12

Penelitian ini memfokuskan untuk meninjau perkembangan dan dinamika

Kelompok Tani di Taruko Ampalam Nagari Sintuk Kecamatan Sintuk Toboh

Gadang. Kelompok Tani ini dianggotai oleh petani-petani di Korong Palembayan,

mereka terdiri dari petani, pekebun dan peternak. Menurut keputusan Menteri

Pertanian (Permentan) Nomor 82 Tahun 2013, mereka termasuk ke dalam Kelas

Pemula. Pembedaan kelas ini berdasarkan kemampuan poktan dalam menjalankan

usaha dan organisasi mereka.13

11
Rekap Kelompok Tani berdasarkan Kelas Kelompok Provinsi Sumatera Barat Kabupaten
Padang Pariaman Tahun 2014. Simultan: Sistim Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian.
https://app2.pertanian.go.id/simluh2014/viewreport/rekapkec_poktan_kelas.php?id_prop=13&pro
p_utuh=1306, diakses pada 24 Mei 2019 pukul 00.28 WIB.
12
Link lebih lengkap:
https://app2.pertanian.go.id/simluh2014/viewreport/rekapdesa_listpoktankelas.php?id_prop=13&p
rop_utuh=1306&kc=1306021&ds=130602102, diakses pada tanggal 24 Mei 2019 pukul 1. 58
WIB.
13
ibid. aturan ini kemudian diperbarui pada tahun 2016, lihat juga Permentan No. 67 Tahun
2016, hlm. 7.
Kelompok tani yang telah berdiri sejak tahun 1995, fokus pada usaha

pertanian sawah/padi, peternakan sapi dan pakan sapi, dan budidaya ikan. Untuk

menunjang usaha mereka, Poktan Taruko Ampalam bekerja sama dengan pihak

lain, seperti penjual pupuk. Poktan ini juga kerap diberikan pelatihan-pelatihan oleh

penyuluh pertanian dari pemerintah. Terjadi beberapa perubahan dalam kehidupan

pertanian masyarakat Palembayan setelah mereka bergabung dengan Poktan

Taruko Ampalam, seperti peningkatan pengetahuan tentang pertanian, kemudahan

proses dan instrumennya, peningkatan hasil produksi, hingga peningkatan

pendapatan.

Pada periode awal, sebelum tahun 2000-an, Poktan Taruko Ampalam masih

belum banyak kemajuan. Selain masih baru, penyuluhan dari pemerintah juga

kurang maksimal. Setelah tahun 2000, merupakan titik awal perkembangan

kelompok mereka, khususnya dalam usaha budidaya ikan. Pada masa itu, poktan

ini didatangi sejumlah penyuluh perikanan dan memberikan pengetahuan dan

pelatihan. Perkembangan pertanian sawah justru terasa sejak tahun 2010, sejak

poktan ini mengganti bajak kerbau dengan traktor, dan juga berkat pengetahuan dari

penyuluh pertanian. Selanjutnya perubahan-perubahan juga didasarkan atas

perubahan kebijakan pemerintah, dan keadaan-keadaan sosial-ekonomi yang

berubah.

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini akan berusaha menjabarkan

tentang perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam Kelompok Tani Taruko

Ampalam. Tentang bagaimana para anggota menjalankan roda organisasi dan roda

usaha pertanian mereka. Tentang permodalan, proses produksi, hasil produksi dan

pemasaran akan dikaji lebih lanjut. Juga yang paling penting, tentang manfaat,
secara ekonomi dan sosial, yang didapat melalui kelompok tani hingga merereka

bertahan selama lebih dari dua dekade. Lebih lanjut, penelitian ini diberi judul:

Kelompok Tani Taruko Ampalam Nagari Sintuk Kecacamatan Sintuk Toboh

Gadang Tahun 1995-2018.

B. Pembatasan masalah

Penelitian ini merupakan penelitian yang mengambil batasan spatial di Nagari

Sintuk Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat,

nagari sintuk toboh gadang merupakan suatu wilayah yanng berada di kabupaten

padang pariaman serta masih merupakan daerah penghasil beras serta komoditi

tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang baik. Masuknya bagaimana petani

memenuhi kebutuhan pangan dengan wilayah yang baik untuk meanam tanaman

pangan di sintuak toboh gadang, yang mengakibatkan begitu besar peranan petani

dalam menunjang pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan produksi pangan bagi

masyarakat sintuk toboh gadang.

Batasan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ada dua lingkup yang

menjadi perhatian antara lain: batasan spatial dan batasan temporal. Batasan

masalah spatial merupakan batasan masalah yang membahas mengenai

kewilayahan atau batasan batasan kanagarian dan batasan temporal adalah

batasan masalah mengenai lingkup waktu atau rentang waktu dari bentuknya

kelompok tani Taruko Ampalam dimulai dari tahun 1995 hingga tahun 2018.

Batasan awal diambil tahun 1995 dikarenakan pada tahun tersebut merupakan

awal dibentuknya kelompok tani Taruko Ampalam yang bertujjuan untuk

mengetahui latar belakang dibentuknya kelompok tani Taruko Ampalam serta

tujuan dari dibentuknya kelompok tani Taruko Amlam. Batasan akhir tahun
2018, dikarenakan pada tahun tersebut merupakan pengumpulan data serta

melihat bagaimana peranan kelompok tani Taruko Ampalam bagi masyarakat

atau pemerintahan selama lebih dari dua decade.

Berdasarkan pada penjabaran yang telah saya kemukakan tersebut, maka

masalah penelitian dirumuskan agar lebih memperjelas dan memperuncing/

memfokuskan pada pembahasan berikkut ini, adapun permasalahn yang akan

dikaji menjadi lebih jelas perlu dirumuskan melalui beberapa pertanyaan, yaitu

sebagai berikut :

1. Apakah Latar Belakang dibentuknya kelompok tani Taruko Ampalam ?

2. Bagaimana pengelolaan struktur kepengurusan kelompok tani Taruko

Ampalam?

3. Apa saja perkembangan dan program yang dilakukan dalam kelompok

tani Taruko Ampalam ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini tidak sekadar mendokumentasikan masa lalu tanpa ada hal yang

berguna bagi peneliti dan orang banyak nantinya. Adapun tujuan penelitian ini

adalah:

1. Menjelaskan latar belakang pemerintah membentuk Kelompok Tani Taruko

Ampalam di Nagari Sintuk.

2. Menjelaskan perkembangan yang terjadi di Kelompok Tani Taruko

Ampalam seiring perubahan kebijakan pemerintah.


3. Untuk mengungkapkan eksistensi Kelompok Tani Taruko Ampalam dalam

pembangunan pertanian dan pembangunan daerah.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah pemahaman peneliti tentang sejarah perkembangan pertanian

serta peranan penting masyarakat petani dalam meningkatkan

pertumbuhan pangan di Nagari Sintuk.

2. Sebagai acuan pengembangan pertanian serta peranan pemerintah dalam

menunjang peningkatan pangan dilingkungan masyarakat nagari Sintuk.

D. Studi Relevan

Untuk menunjang penelitian penulis melakukan studi pustaka. Penulis

mencari karya-karya berupa buku, jurnal, laporan penelitian dan karya ilmiah lain

yang relevan dengan topik yang penulis bahas. Karya-karya yang penulis temukan

berupa buku yang mencatat

Studi Relevan pertama yang penulis temukan adalah buku karya Bustanul

Arifin, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, 1968-2001, buku ini membahas

tentang bagaimana perkembangan perekonomian pangan dari tahun 1968 sampai

tahun 2001, bagaimana pertumbuhan perekonomian pertanian Indonesia yang

mengalami sedikit peningkatan dari tahun ke tahun serta diiringi dengan ketidak-

stabilannya harga pangan dan aspek aspek penunjang dari peranan pemerintah

dalam mencoba meningkatkan kualitas perekonomian pertanian masyarakat

sebagai penunjang perekonomian negara.


Kedua, buku karya Bustanul Arifin, Pembangunan Pertanian, Paradigma

Kebijakan danStrategi Revatilisasi, membahas tentang bagaimana peranan

pemerintah dalam mengembangkan pertumbuhan pertanian agar meningkatkan

standar perekonomian serta kebutuhan pangan negara. Peranan negara sangat

penting dalam meningkatkan produksi pangan serta perekonomian di bidang

pertanian serta bagaimana peranan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan

yang terjadi hingga mengganggu pertumbuhan pertanian dan langkah langkah

ataupun kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

E. Kerangka Analisis

Penelitian kelompok tani Taruko Ampalam Nagari Sintuk ini diarahkan pada

penelitian sejarah sosial ekonomi. Sejarah sosial ekonomi merupakan gejala sejarah

yang dimanefastasikan dalam aktifitas kehidupan sosial dan aktifitas ekonomi suatu

kelompok masyarakat pada masa lalu.14 Aktifitas perekonomian adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan produksi, konsumsi serta distribusi.15

Petani adalah individu atau kelompok yang bertempat tinggal di desa serta

melakukan kegiatan menggarap lahan untuk dijadikan lahan bercocok tanam

tanaman pangan, lahan yang akan digarap dapat berupa lahan kering maupun lahan

basah atau berawa untuk ditanami tanaman yang memiliki umur relatif singkat

sebagai mata pencarian. Petani melakukan kegiatan bertani adalah sebagai kegiatan

utama atau pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan

dirisendiri atau kelompok diserta untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Robert

14
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta
:Gramedia, 1992), hlm. 50.
15
Bambang Ruditio, Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau, (Padang: Pusat
Penelitian Unand, 1991), hlm. 50.
redfield memberikan dua pengertian tentang petani yaitu pertama, petani ialah

orang yang hidup dari pertanian yang merupakan mata pencarian dan suatu usaha

memenuhi kebutuhan hidup tanpa memncari keuntungan. Kedua, para petani yang

menanamkan modal kembali serta melihat tanahnya sebagai modal komoditi bukan

petani namun pengusaha pertanian.

Tanaman yang menjadi komoditi uatama adalah padi yang menjadi tanaman

pokok pemenuh kebutuhamn pangan masyarakat Indonesia pada umumnya. Padi

yang diolah menjadi beras selain menjadi pemenuh kebubutuhan pangan dapat

menjadi menjadi komoditi ekonomi yang memiliki nilai ekonomis baik,

dikarenakan kebutuhan pangan masyarakat yang tinggi terhadap padi atau beras

sebagai makanan pokok. Agar hasil dari tanaman padi tetap bagus bahkan

meningkat, petani harus paham bagaimana keadaan lahan yang akan ditanami serta

keadaan iklim wilayah yang menjadi lahan pertanian. Selain keadan tanah dan alam,

yang menjadi factor penentu adalah harus fahamnya petani jenis padi atau tanaman

yang akan ditanam dilahan yang telah ditentukan. Kesalahan dari pemilihan

tanaman yang akan ditanam terjadi karena kurang faham atau mengerti jenis serta

kecocokan tanaman terhadap tanah serta iklim wilayah. Peranan pemerintah dalam

memberikan pembekalan atau penyuluhan kepada petani melalui program

pengembangan pembangunan pertanian sangat memiliki peranan penting dalam

meningkatkan pertumbuhan pertanian serta menjadi penunjang pertumbuhan

perekonomian suatu wilayah pertanian.

Petani sawah adalah petani yang mengolah lahan basah untuk ditanami

tanaman padi yang memang membutuhkan lahan yang basah. Petani menggarap

lahan basah dapat di lakukan secara individu ataupun secara berkelompok atau
gotong royong, dikarenakan bertani adalah mata pencaharian masyarakat

pededesaan. Petani pedesaan masih menggunakan sistem pengolahan lahan secara

sederhana yang membuat hasil pertanian masih sedikit serta masa atau waktu dalam

mengolah lahan masih dalam waktu yang lama, agar hasil pertanian meningkat

disinalah peranan pemerintah memberikan penyuluhan dengan program

pengembangan sektor pertanian. Salah satu cara pemerintah membantu pertanian di

desa-desa adalah dengan Untuk melakukan penelitian mengenai kelompok tani

taruko Ampalam dinagari Sintuk diperlukan metode penelitian yang bersifat ilmiah.

Metode sejarah terdiri dari serangkaian kerja dan teknik-teknik pengujian otentiteas

(keaslian) sebuah informasi.16 Metode adalah suatu prosedur, teknik ataupun cara

melakukan penyelidikan yang sistematis yang dipakai sesuai untuk suatu ilmu

(sains), seni, atau disiplin tertentu.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian sejarah,

yang dalam prosesnya terdapat beberapa proses nya sebagai berikut:

Membentuk kelompok-kelompok tani yang menjadi wadah dari masyarakat

dalam menerima serta memberikan pendapat ataupun keluhan soal pekembangan

pertanian masyarakat.

Kelompok tani adalah kumpulan dari beberapa orang petani yang memiliki

visi misi dalam pertanian yang membentuk himpunan atau kelompok yang

memiliki struktur keanggotaan serta disahkan oleh badan atau lembaga yang

memimiliki wewenang dalam mengawasi serta memberikan masukan dan

16
Mestika Zed, Metodologi Sejarah, (Padang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negri
Padang, 1999), hlm. 32.
memberikan solusi dari kelompok yang di awasi. Kelompok tani memiliki

kewajiban memberikan mensejahterkan setiap anggota dalam bidang pertanian dan

menjadi wadah untuk menghubungkan masyarakat tani dengan pemerintah dengan

kebijakan-kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian dan

memberikan bantuan atau meringankan petani dalam proses pengolahan hingga

panen dari lahan yang diolah oleh petani atau anggota kelompok tani. Kelompok

tani memiliki program yang memiliki tujuan pengembangan dari jumlah produksi,

pengembangan lahan serta kerjasama yang dialakuakan oleh petani dengan baik

pedagang, instansi pemerintah ataupun swasta dalam hal pemasaran dan modal

produksi atau pengolahan.

F. Metode Penulisan Sejarah

A. Heuristik atau pengumpulan sumber adalah proses atau kegiatan

pengumpulan sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau

materi sejarah, atau evidensi sejarah.

B. Kritik sumber adalah proses kegiatan-kegiatan analisis (operation

analytique; analytical operation; Kritik) yang harus ditampilkan oleh

para sejarawan terhadap dokumen-dokumen setelah mereka

kumpulkan.

C. Interpretasi (penafsiran) adalah proses penafsiran-penafsiran dan

pengelompokan fakta-fakta.

D. Historiografi adalah tahapan akhir dalam pepenelitian yaitu penulisan

sejarah.17

17
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 10.
Dalam melakukan penulisan ini peneliti akan melakukan pengumpulan sumber-

sumber yang akan dipakai, baik itu sumber primer ataupun sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber utama yang mana berupa arsip-arsip ataupun

dokumen-dokumen, sk pemerintah. Sumber primer yang didapat dalam penelitian

ini adalah berupa sk kelompok tani Taruko Ampalam, surat faktur pembelian serta

surat keterangan upah pekerja serta faktur jual beli. Sumber primer selain berupa

data atau dokemn tertulis dapat berupa sumber primer lisan yaitu wawancara

dengan pelaku utama kelompok tani Taruko Ampalam atau ketua kelompok tani

serta aparatur pemerintahan. Sumber sekunder dapat berupa buku-buku teori ,

jurnal, serta data BPS Kecamatan Sintuk Toboh Gadang dan lain sebagiannya.

Tahapan kedua yaitu kritik sumber yang merupakan upaya untuk mendapatkan

keaslian dan kredibilitas data yang telah dikumpulkan peneliti untuk dikritik. Dalam

kritik. Dalam kegiatan kritik sumber dibagi menjadi dua yaitu, kritik intern dan

kritik ekstern. Kritik inten adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber

yang diteliti, apakah sumber yang diteliti dapat dipercaya keasliannya, tidak

dimanipulasi, serta dapat dicocokkan dan lain-lain. Kritik ekstern adalah usaha

untuk mendapatkan otentisitas sumber dengan melihat keaslian fisik sumber, baik

bahan baku sumber yaitu kertas, serta gaya tulisan, kalimat kata-katanya serta

semua penampilan luarnya.

Tahapan ketiga adalah interpretasi berupa penafsiran yang akan merajuk kepada

fakta yang sebenarnya. Dalam tahapan ini perlu dilakukan deskripsi, narasi, dan
analisis sehingga tercipta sebuah cerita sejarah yang mengandung narasi yang

bersifat subyektif.

Tahapan keempat historiografi atau penulisan sejarah yang berguna untuk

menuliskan kembali fakta-fakta yang diperoleh dari data yang telah diuji atau

dianlisis kebenarannya kedalam bahasa yang ilmiah. Fakta yang didapatkan akan

ditulis dan dideskripsikan secara teratur atau sistematis.

G. Sistematika Penulisan

Dalam rangka mebahas permasalahan yang akan diteliti, maka akan dilakukan

sistematika penulisan. Skripsi ini akan dibagi menjadi V bab.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan uraian tentang latar belakang

masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka analisis,

tinjauan pustaka, metode penelitian dan bahan sumber serta sistematika penulisan.

Bab II berisikan gambaran umum daerah penelitian yaitu Nagari Sintuk

yangmembahas tentang keadaan geografis, penduduk, perekonomian, sosial budaya

serta kagamaan.

Bab III merupakan pembahasan tentang Kelompok Tani Taruko Ampalam di

Nagari Sintuk dari tahun 1995 s/d 2018 yang terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab

pertama menceritakan tentang latar belakang berdirinya kelompok tani Taruko

Ampalam, pembentukan poktan, struktur poktan, anggaran dasar, serta komunikasi

antar anggota poktan.

Bab IV menjelaskan program poktan antara lain pengairan pertanian,

peternakan, perikanan, serta pemberdayaan pemerintah. Bab V adalah kesimpulan


dimana bab ini akan menjelaskan mengenaai kelompok tani Taruko Ampalam di

nagari Sintuk yang menjawab pertanyaan pertanyaan dari rumusan masalah.

Anda mungkin juga menyukai