Tidak seperti sekarang yang sudah memiliki sumber daya manusia dan infrastruktur
yang lebih baik, pembangunan di sektor pertanian di era Soekarno menemui jauh
lebih banyak kesulitan dan tantangannya di dalam negeri. Tingkat ketergantungan
terhadap jenis tanaman beras masih tergolong tinggi. Sekalipun demikian, Indonesia
di masa itu belum pernah tercatat mengalami krisis pangan yang menyebabkan kasus
kelaparan seperti yang pernah dialami oleh India dan China. Dalam beberapa periode,
harga kebutuhan pokok sempat mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi. Tetapi
lonjakan harga tersebut tidak banyak berimbas di wilayah pedesaan yang relatif masih
menerapkan pola diversifikasi bahan makanan. Pola kebijakan pertanian di masa
Soekarno memang lebih menitikberatkan pada jenis tanaman lokal sebagai komoditi
utama. Misalnya seperti jenis sagu di Maluku dan Papu atau nasi jagung di Sulawesi.
Untuk pertama kalinya, pemerintahan republik membentuk badan penyangga pangan
yang disebut Badan Urusan Logistik atau Bulog pada tanggal 14 Mei 1967. Tugas
pokok dari Bulog adalah berfungsi sebagai agen pembeli beras tunggal. Berdirinya
Bulog sejak awal diproyeksikan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia melalui
dua mekanisme yakni stabilisasi harga beras dan pengadaan bulanan untuk PNS dan
militer. Pada prinsipnya, Bulog nantinya akan menjadi lumbung nasional yang tugas
utamanya untuk menjaga pasokan (supply) komoditi pangan dan menjaga stabilitas
harga tanaman pangan utama.
4. Subtitusi Impor (inward-looking)
a.Strategi industrialisasi
1.Strategi Subtitusi Impor
- Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada
pasar domestic
-Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang
menggantikan impor
- Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi
barang pengganti impor