KEHUTANAN
BAB XII
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian, pengairan, dan kehutanan pada
hakekatnya merupakan upaya untuk memanfaatkan kekayaan sumber
daya lahan dan air serta sumber daya hayati secara produktif dan
berkelanjutan. Upaya tersebut merupakan pengamalan dari amanat
Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang
menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Upaya di bidang pertanian dan kehutanan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan pangan, bahan
baku industri, ekspor, dan lapangan kerja dalam rangka meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, serta menjamin
pembangunan yang berkesinambungan.
XII/3
perbaikan lahan kritis, serta pembangunan taman ternak dan pusat pusat pembibitan ternak. Pada tahun 1958 didirikan "Padi Sentra",
yaitu intensifikasi yang dipusatkan pada sentra-sentra produksi padi
melalui pemberian kredit natura dan modal kerja kepada petani.
Dengan terus meningkatnya impor beras, Kementerian Pertanian
Kabinet Kerja memutuskan bahwa dalam tiga tahun sejak tahun 1959
Indonesia harus sudah swasembada beras, dan untuk itu dibentuk
Komando Operasi Garakan Makmur (KOGM). Namun upaya-upaya
tersebut tidak dapat terlaksana karena situasi politik dan keamanan
yang senantiasa bergejolak dan terbatasnya dana yang dapat
disediakan untuk mendukung pelaksanaannya.
Konsep intensifikasi kemudian diperbaharui berdasarkan hasil
Pilot Proyek Demonstrasi Panca Usaha Lengkap yang dilakukan di
Karawang pada musim tanam (MT) 1963/64. Panca Usaha
merupakan paket teknologi berupa penggunaan bibit unggul,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, perbaikan pengolahan
lahan, serta pengaturan tata air irigasi. Pada MT 1964/65
dilaksanakan Demonstrasi Massal (Demas) intensifikasi seluas
10.200 hektare di 15 propinsi sentra produksi dengan hasil yang
sangat menggembirakan. Namun kondisi sosial ekonomi dan politik
pada saat itu sangat tidak memungkinkan bagi penerapan konsep
intensifikasi ini secara cepat dan meluas. Bahkan kegiatan petani
sangat terganggu dengan memanasnya situasi politik terutama karena
agitasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan bagian dari
Partai Komunis Indonesia (PKI). Produksi pertanian terutama beras
mengalami stagnasi yang diikuti dengan kenaikan harga yang tinggi.
Kelangkaan
beras
dan
membumbungnya
harga-harga
mencerminkan keadaan ekonomi pada saat meletusnya pemberontakan
G.30.S/PKI. Ketidaktegasan sikap pemerintah terhadap PKI dan
kenaikan dari harga-harga yang makin tidak terkendali telah memicu
XII/5
XII/6
XII/9
XII/10
XII/11
XII/12
XII/13
16,5 persen; kuda dari sekitar 740 ribu ekor menjadi 500 ribu ekor
atau turun 32 persen; kambing dari sekitar 7.600 ribu ekor menjadi
6.100 ribu ekor atau turun 20 persen; dan babi dari sekitar 1.320 ribu
ekor menjadi 530 ribu ekor atau turun 60 persen.
Setelah kemerdekaan, pengembangan peternakan mulai mendapat
perhatian kembali, antara lain dengan didirikannya Induk Taman
Ternak dengan tujuan memelihara bibit ternak unggul untuk
disebarkan kepada masyarakat melalui Taman Ternak yang didirikan
di berbagai kabupaten. Induk Taman Ternak yang dikembangkan
antara lain adalah Induk Taman Ternak Baturaden, Jawa Tengah;
Induk Taman Ternak Rembangan, Jawa Timur; dan Induk Taman
Ternak Padang Mengatas, Sumatera Barat. Impor ayam ras telah
dilakukan pada tahun 1950-an, namun sifatnya baru dalam taraf hobi
dan belum mengarah pada usaha intensif.
Meskipun telah ada berbagai upaya namun sampai pada masa
menjelang Orde Baru kondisi peternakan tidak banyak mencatat
kemajuan. Perkembangan populasi ternak berjalan sangat lamban,
antara lain karena tingkat kematian yang tinggi. Bahkan beberapa
jenis ternak mengalami penurunan populasi. Sistem peternakan rakyat
di Indonesia pada umumnya bersifat tradisional dengan peran utama
ternak sebagai sumber tahungan dan tenaga kerja. Upaya
pengembangan peternakan rakyat menghadapi kendala terutama
karena rendahnya kemampuan sumber daya manusia dan keterbatasan
dana.
Pada masa Orde Baru, pemerintah menyadari bahwa basis
peternakan yang sebagian besar berada ditangan rakyat perlu segera
dibenahi. Untuk itu ditetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan pada
tahun 1967 juga dilakukan survei inventarisasi hewan (SIH) nasional.
XII/14
XII/15
genetik melalui kawin suntik, dan pelayanan kredit sapi perah. Pada
tahun 1982 ditetapkan pengkaitan impor bahan baku susu oleh Industri
Pengolah Susu (IPS) dengan kewajiban menyerap susu segar dalam
negeri (SSDN) melalui pengaturan rasio susu (perbandingan SSDN
dan impor) serta kewajiban menunjukkan bukti serap (BUSEP)
pembelian susu dalam negeri sebagai persyaratan memperoleh ijin
impor. Untuk mengendalikan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut
ditetapkan Inpres Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi
Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, serta dibentuk
Tim Koordinasi Persususan.
Sampai dengan tahun 1993 koperasi yang bergerak dalam bidang
persusuan telah berjumlah 206 buah dengan jumlah anggota 83.902
orang yang memiliki sapi perah sebanyak 236.386 ekor. Untuk
meningkatkan mutu genetik sapi perah, sejak awal Repelita IV telah
dilaksanakan uji alih janin (embryo transfer).
Pembangunan peternakan selama PJP I telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan. Pada awal PJP I, populasi ternak sapi baru
mencapai 6,6 juta ekor, kerbau 2,9 juta ekor, kambing 7,3 juta ekor,
domba 3,6 juta ekor, babi 2,7 juta ekor, dan kuda 612 ribu ekor. Pada
awal PJP II populasi ternak sapi telah meningkat menjadi 11,3 juta
ekor, kerbau 3,1 juta ekor, kambing 11,9 juta ekor, domba 6,5 juta
ekor, babi 9,0 juta ekor kecuali kuda menurun menjadi 585 ribu ekor.
Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam subsektor peternakan adalah
sekitar 2,4 juta orang.
Di bidang perikanan, sebagai bangsa bahari sejak jaman dahulu
perikanan merupakan sumber kehidupan bangsa Indonesia. Kegiatan
budidaya perikanan telah berkembang sejak sebelum penjajahan
kolonial Belanda, terutama tambak bandeng di Gresik dan kolamkolam ikan di Jawa Barat.
XII/16
XII/17
XII/18
XII/19
juta ton dengan jumlah kapal 389.498 buah. Produksi ikan budidaya
meningkat 5 kali menjadi 574 ribu ton, sedangkan dari perairan umum
peningkatannya masih kecil, yaitu dari 320 ribu ton menjadi 335 ribu
ton. Jumlah tenaga kerja yang berkecimpung dalam subsektor
perikanan sekitar 2,1 juta orang.
Peningkatan produksi tersebut telah mendorong konsumsi ikan
per kapita per tahun dari 9,96 kg pada tahun 1968 menjadi 17,01 kg
pada tahun 1993, serta mendorong ekspor hasil perikanan dari 21,7
ribu ton pada tahun 1968 menjadi 529,2 ribu ton pada tahun 1993.
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak terlepas dari
dukungan pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti prasarana,
industri, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Di bidang prasarana,
khususnya dukungan dari prasarana pengairan sangat besar
pengaruhnya. Pembangunan pengairan, khususnya irigasi, secara
tradisional telah berkembang ribuan tahun sejak jaman kerajaankerajaan Hindu. Sistem irigasi yang sudah panjang sejarahnya adalah
irigasi subak di Bali dan irigasi kecil di Jawa.
Pada masa kolonial, pembangunan pengairan didominasi oleh
penguasa kolonial yang diabdikan terutama untuk kepentingannya
dengan menghilangkan hak penguasaan air yang sebelumnya dimiliki
oleh petani. Pada masa ini, segala urusan bangunan, termasuk
bangunan pengairan, dikelola langsung oleh Binnenlandsch Bestuur
(BB) dibantu oleh para bupati sebagai penguasa di daerah.
Pengelolaan oleh lembaga tersebut berlangsung sampai dengan tahun
1854, saat didirikannya Departement der Burgelijk Openbare Werken
(BOW) atau Departemen Pekerjaan Umum. Khusus untuk irigasi,
pada tahun 1889 dibentuk Bagian Irigasi (Afdeling Irrigatie) dalam
Departemen BOW. Selanjutnya, dalam Staat's Blad Nomor 509 tahun
1933, Departemen BOW digabung dengan Gouvernements
Bedrijven menjadi Departement van Verkeer en waterstaat.
XII/20
XII/21
XII/22
XII/24
XII/25
hektare yang terdiri atas hutan lindung, kawasan konservasi dan hutan
wisata, serta hutan produksi akan terus dipertahankan dalam rangka
memantapkan fungsi ekonomis dan ekologis hutan secara
berkesinambungan.
Hutan merupakan sumber kehidupan manusia serta lingkungan
hidup. Oleh karena itu pengelolaan hutan senantiasa dikaitkan
dengan kebijaksanaan lingkungan hidup. Dalam rangka itu masyarakat
diupayakan untuk turut serta bertanggung jawab, termasuk para
pengusaha. Pengusaha di bidang kehutanan turut bertanggung jawab
dalam memelihara kelestarian hutan. Pemerintah daerah bertanggung
jawab dalam memelihara kelestarian hutan di wilayahnya.
Pemerintah membantu dengan dana penghijauan dan reboisasi yang
diberikan melalui program Inpres.
Pembangunan ekonomi dalam PJP I telah berhasil memperbaiki
struktur ekonomi nasional, yang telah beralih dari titik berat sektor
pertanian ke sektor industri, Secara keseluruhan sumbangan sektor
pertanian termasuk kehutanan terhadap produk domestik bruto (PDB)
nasional menurun dari 47,0 persen pada awal Repelita I menjadi 17,6
persen pada akhir Repelita V. Demikian pula sumbangan penyerapan
tenaga kerja sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja
nasional pada periode yang sama menurun dari 64,2 persen menjadi
sekitar 46,1 persen. Meskipun pangsanya berkurang, sektor pertanian
tetap berperan penting dalam perekonomian, dan telah mencatat
banyak kemajuan, antara lain dengan swasembada pangan serta
peningkatan taraf hidup petani. Berkurangnya secara cepat jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebagian besar
dikarenakan kemajuan taraf hidup masyarakat yang bergerak di sektor
pertanian.
XII/28
B. PERTANIAN
1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI
Sasaran pembangunan pertanian dalam Repelita VI sesuai amanat
GBHN 1993 adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani
dan nelayan, meningkatnya diversifikasi usaha dan hasil pertanian,
serta meningkatnya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang
didukung oleh industri pertanian. Menjadi sasaran pula pembangunan
pertanian dalam Repelita VI adalah meningkatnya produktivitas tenaga
kerja dan kesempatan kerja di sektor pertanian, terwujudnya
penyediaan pangan yang beraneka ragam, dan hasil pertanian dengan
mutu dan derajat pengolahan hasil yang lebih baik, serta
meningkatnya peran pertanian dalam pembangunan wilayah. Sasaran
selanjutnya
adalah
terpeliharanya
kemantapan
swasembada
pangan, meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan dan
menguasai teknologi pertanian, meningkatnya produktivitas usaha
tani, meningkatnya daya saing dan pangsa hasil pertanian di pasar
dalam negeri dan luar negeri, makin berfungsi dan meningkatnya
kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis
dan agroindustri.
Dalam Repelita VI sektor pertanian diperkirakan tumbuh
dengan rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Untuk itu,
pertumbuhan tanaman pangan dan hortikultura sebesar 2,5
persen, peternakan 6,4 persen, perkebunan 4,2 persen, perikanan
XII/29
5,2 persen per tahun. Sasaran penyerapan tenaga kerja adalah sekitar
1,9 juta orang. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB akan
menurun dari 20,2 persen pada tahun 1993 menjadi sekitar 17,6
persen pada tahun 1998, atau menurun sekitar 2,6 persen per tahun.
Kebijaksanaan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain adalah
meningkatkan efisiensi sistem produksi pertanian dan mengem bangkan iklim usaha yang sehat untuk meningkatkan investasi di
bidang pertanian, terutama untuk mendukung pengembangan usaha
pertanian rakyat; menjaga kestabilan harga pangan melalui pengendalian harga, khususnya harga pangan yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan riil dan kestabilan
ekonomi; mengembangkan usaha pertanian rakyat terpadu melalui
sistem agrobisnis, termasuk mengembangkan sistem lembaga
keuangan di perdesaan, meningkatkan penyediaan sarana produksi,
dan mengembangkan kelembagaan pemasaran, serta meningkatkan
peranan koperasi/KUD di perdesaan; menyederhanakan prosedur
perizinan dan meningkatkan jaminan kepastian berusaha; mendorong
investasi di bidang usaha pertanian di daerah tertinggal, terutama di
kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya di kawasan
barat Indonesia; memperluas usaha diversifikasi komoditas dalam
usaha tani rakyat dan diversifikasi wilayah; serta meningkatkan
konservasi dan rehabilitasi tanah kritis, lahan pertanian yang
diterlantarkan serta mencegah eksploitasi sumber daya perikanan laut
yang melampaui daya dukung lestari sumber daya.
Untuk mencapai sasaran serta melaksanakan kebijaksanaan
tersebut di atas disusun program pembangunan, yang terdiri atas
program pokok dan program penunjang. Program pokok meliputi
program peningkatan produksi pangan; program peningkatan
kesempatan kerja dan produktivitas tenaga kerja pertanian;
program pengembangan ekspor hasil pertanian; program pembinaan
XII/30
XII/32
XI/33
XII/34
XII/35
XII/36
XII/37
XII/38
XII/39
XII/40
XII/41
XII/42
XII/43
XII/44
TABEL XII 2
PERKEMBANGAN HASIL RATARATA DAN LUAS PANEN PADI PROGRAM INTENSIFIKASI1)
1968, 1989 1993,1994
(ribu ton)
XII/45
XII/46
XII/47
XII/48
TABEL XII 4
PE R K E M B A N G A N HASIL RATARATA PADI PER HA 1)
1968, 1989 1993, 1994
(ton per ha) 2)
No.
Daerah
Awal
PJPI
(1968)
Repelita V
Repelita VI
3)
1989
1990
1991
1992
1993
4)
1994
1.
Jawa
2,43
4,96
5,02
5,09
5,09
5,13
5,13
2.
Luar Jawa
1,81
3,49
3,54
3,59
3,60
3,62
3,62
3.
Indonesia
2,13
4,25
4,30
4,35
4,34
4,37
4,35
1) Angka tahunan
2) Dalam gabah kering giling
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara
TABEL XII 5
PERKEMBANGAN PENGGUNAAN PUPUK PADA PROGRAM TANAMAN PANGAN1)
1968, 1989 1993, 1994
(ton zat Hara)
No. Jenis Pupuk
Awal
PJP
I
(1968)
Repelita
V
1989
1.
95.000 1.496.649
2.
P205
24.400
601.282
3.
K2 0
400
289.397
XII/49
Jumlah
1)
2)
3)
Angka tahunan
Angka diperbaiki
Angka sementara
119.800 2.387.328
1990
Repelita
VI
1991
1992
1993
1.345.0
00
528.00
0
126.00
0
1.360.0
00
557.000
1.271.6
02
416.34
1
59.366
1.261.582
267.000
1.356.2
76
450.01
6
96.260
1.999.0
00
2.184.0
00
1.902.5
52
1.747.3
09
1.711.206
2)
1994
3)
97.937
351.687
XII/50
No. Uraian
TABEL XII 7
PERKEMBANGAN LUAS PANEN,
PRODUKSI DAN HASIL RATARATA HORTIKULTURA 1)
1968, 1989 1993,
1994
Awal
Repelita
V
Satuan
PJPI
1989
1990
1991
1992
(1968)
1. Luas panen :
Sayuran
Buahbuahan
ribu ha
ribu ha
2. Produksi :
Sayuran
Buahbuahan
3. Hasil ratarata :
Sayuran
Buahbuahan
XII/51
1)
2)
3)
Repelita VI
1993
2)
1994 3)
660
488
1.487
598
828
698
885
753
855
561
842
460
849
511
ribu ton
ribu ton
1.791
2.272
4.935
4.526
4.644
5.484
5.518
5.869
6.633
5.608
6.586
5.629
6.612
5.619
Kuintal/ha
kuintal/ha
29,85
46,56
33,18
75,66
56,09
78,57
62,35
77,94
77,58
99,96
78,25
122,34
77,89
110,01
Angka tahunan
Angka diperbaiki
Angka sementara
TABEL XII - 8
PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT 1)
1968, 1989 - 1993, 1994
(ribu ton)
XII/52
No.
Jenis Komoditi
1. Karat
Repelita VI
Repelita V
1989
1990
1991
19943 3)
853,0
913,0
1.131,0
2.193,0
2.313,0
3. Kopi
144,0
377,0
384,0
390,0
408,8
410,0
416,0
4. Teh
33,0
25,0
31,0
32,0
31,8
36,6
37,8
5. Cengkeh
17,0
53,0
64,0
82,0
70,3
65,7
66,8
6. Lada
47,0
68,0
70,0
69,0
64,9
65,7
67,4
7. Tembakau
54,0
77,0
152,0
157,0
109,6
118,9
136,7
8. Gula tebu
203,0
1.621,0
L609,0
1.610,0
1.652,7
1.684,6
1.689,5
32.857,0
13.443,0
12.670,0
13.772,0
15.304,0
97,4
118,4
9. Kapas 4)
10. Mato
Angka tahunan
Angka diperbaiki
Angka sementara
Dalam ton
0,5
38.374,0
68,3
919,0
1993 2)
1992
531,0
2. Kelapa/kopra
1)
2)
3)
4)
Awal
PIP- I
(1968)
2.317,0
1.030,4
1.102,0
1.117,8
2.426,0
2.557,9
2.578,9
145,6
187,5
196,2
TABEL XII - 9
PERKEMBANGAN AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI
1978, 1989 - 1993, 1994
(Hektare)
No.
Akhir
Repelita
(1978)
Lokasi
1. Jawa Barat
4)
2. Jawa Tengah
4)
3. D.I. Yogyakarta
4)
4. Jawa Timur )
5. Sumatera Utara
5)
6. Lampung 6)
7. Kalimantan
Selatan 7)
8. Sumatera Selatan
8)
Jumlah
XII/53
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Angka tahunan
Angka diperbaiki
Angka sementara
Mulai tahun 1975
Mulai tahun 1985
Mulai tahun 1986
Mulai tahun 1988
Mulai tahun 1990
Repelita
V
1991
1990
6.086
13.857
13.296
19.352
68.660
68.664
2.509
6.387
6.410
6.621
49.685
131.021
132.12
8
482
136.660
625
1.861
1.640
1.910
68358
14.705
1993 )
Repelita
VI
1994 3)
1989
13.665
1992
1)
14323
12.004
64.448
71.020
6.787
4.709
140.701 152.336
152.855
66327
6.744
584
3.884
3.894
4.569
6.236
9.166
7.903
5.656
5.665
5.296
6.252
6.188
6.738
240
193
982
1.268
77.632
230.049
5
230.54
4
236.034
243.019 255.870
258.407
TABEL XII 14
P E R K E M B A N G A N JUMLAH TENAGA INSEMINATOR DAN VAKSINATOR
1973, 1989 1993, 1994
(orang)
1)
XII/58
Repelita VI
Jenis Tenaga
Akhir
Repelita I
(1973)
1.Kader peternak
782
6.900
6.900
9.927
11.439
12.542
13.731
2.Inseminator
26
2.717
2.890
3.860
4.232
4.497
3.090
3.Laboratori/diagnostik
14
669
805
907
6.568
7.485
7.987
No.
4. Vaksinator
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
Repelita V
1989
1990
1991
1992
957
&087
1993 2)
943
10.293
1994
3)
929
12.499
XII/60
TABEL XII 16
PERKEMBANGAN PRODUKSI PERIKANAN 1)
1968, 1989 1993, 1994
(ribu ton)
No.
Jenis hasil
Awal
PJPI
(1968)
Repelita V
1989
1990
1991
Repelita VI
1992
1993 2)
1994 3)
1. Ikan laut
723
2.272
2.370
2.505
2.692
2.886
3.056
2. Ikan darat
437
765
793
807
851
909
962
Usaha Budidaya
Tambak
Kolam
Sawah
117
45
53
19
451
258
113
80
496
287
121
88
510
293
127
90
541
337
117
87
574
355
142
77
616
387
152
77
Perairan Umum
320
314
297
297
310
335
347
1.160
3.037
3.163
3.312
-3.543
3.795
4.018
Jumlah
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
XII/61
TABEL XII 19
P E R K E M B A N G A N JUMLAH PERAHU/KAPAL PERIKANAN LAUT
1968, 1989 1993, 1994
(buah)
No.
Jenis Perahu/Kapal
Awal
PJP I
(1968)
1)
Repelita V
Repelita VI
1992
1993
2)
1994 3)
1989
1990
1991
116349
119.686
122.609
129.523
141.753
146380
1. Perahu/kapal motor
5.707
278.206
'218.023
225359
226.610
229.383
247.745
250350
283.913
334.372
345.045
349.219
358.906
389.498
396.730
Jumlah
XII/63
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
TABEL XII - 20
P E R K E M B A N G A N VOLUME EKSPOR HASIL PERTANIAN TERPENTING 1)
1968,1989 - 1993, 1994
(ribu ton)
XII/64
No.
Jenis Produksi
1. Karet
2. Minyak sawit
3. T e h
4. K o p i
5. L a d a
6. Tembakau
7. Udang (segar/awetan)
8. Ikan segar
9. Kulit ternak
10. Jagung
11. Kacang tanah
12. Gaplek/Ubi Kayu
Angka tahunan
Angka diperbaiki
3) Angka sementara
1)
2)
Awal
PIP-I
(1968)
770,9
152,4
20,2
84,7
24,6
8,2
2,9
3,4
5,4
91,0
9,5
162,0
Repelita VI
Repelita V
1989
1990
1.151,8
917,2
114,7
357,4
42,8
17,4
77,2
81,7
2,3
233,9
0,7
1.194,7
1.077,3
973,6
110,9
421,8
48,4
17,4
94,0
107,9
2,8
136,6
0,3
3.603,9
1991
1.220,0
1.167,7
110,2
380,6
50,3
22,4
95,6
84,0
1,6
33,2
0,2
2.379,4
1992
1325,6
1.030,3
121,2
249,8
61,4
28,4
100,5
95,0
1,5
149,7
0,7
873,4
1993 2)
1.214,6
1.632,0
123,9
349,9
27,7
37,3
98,6
262,1
1,3
52,1
1,3
925,0
1994 3)
1.244,9
1.971,7
84,9
289,3
35,8
30,9
99,5
268,2
1,4
34,1
2,5
684,9
TABEL XII - 21
PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN 1)
1968, 1989 - 1993, 1994
(ton)
Awal
No.
Jenis Komoditi
Repelita V
PJP-I
(1968)
1989
1990
1991
Repelita VI
1992 2)
1993 2)
1994 3)
1. Udang segar/awetan
2.902
77.190
94.037
95.627
100.455
98.569
99.523
2. Ikan segar
3.416
81.689
107.851
83.985
94.976
262.093
268.214
4.570
3.916
5.082
5.630
4.912
3.858
23
1.624
1.827
2.322
2.593
3.161
3.232
1.935
5.668
2.222
4.210
2.610
3.834
4.038
13.376
57.849
217.817
215.103
156.644
141.705
21.652
228.590
529.213
520.570
3. K a t a k
4. Ikan hiss
5. Ubur-ubur
6. Lainnya
Jumlah
XII/56
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
110388
320.241
409.043
421367
TABEL XII - 23
PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL TERNAK 1)
1968, 1989 - 1993, 1994
(ton)
Awal
No.
PJP-I
(1968)
Repelita V
1984
1990
1991
Repelita VI
1992
1993 2)
1994 3)
1. K u l i t : (ton)
Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
5355,6
1.462,0
696,7
2.037,1
1.159,8
2.300,2
1.624,3
7,5
340,2
328,2
2.821,7
1.537,6
0,4
239,0
1.044,7
1.572,7
1.056,1
6,3
168,9
341,4
1.457,4
1.080,3
24,9
99,5
252,7
1.268,2
975,8
21,8
68,4
202,2
1385,7
969,6
77,2
134,4
204,5
8351,0
5.277,0
4.990,9
4.124,9
2.506,9
2.178,8
2.747,9
198,2
800,2
701,9
240,9
63,8
123,9
141,2
213,4
718,0
63,6
1.103,3
66,0
160,0
284,0
211,2
185,4
154,8
171,0
52,8
195,7
273,9
222,9
250,5
4.381,4
761,4
1.756,3
634,0
7,3
5,4
XII/67
1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
_
_
_
_
_
C. PENGAIRAN
1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI
GBHN 1993 mengamanatkan bahwa air, tanah, dan lahan yang
mempunyai nilai ekonomi dan fungsi sosial, pemanfaatannya perlu
diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi
bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui berbagai
penggunaan, terutama untuk keperluan permukiman, pertanian,
kehutanan, industri, pertambangan dan kelistrikan, serta prasarana
pembangunan lainnya. Pembangunan pengairan dilakukan pula
XII/68
XII/69
XII/70
pada akhir Repelita V menjadi 194 meter kubik per detik. Di samping
itu, pembangunan pengairan juga telah meningkatkan produktivitas
lahan pertanian melalui perbaikan dan rehabilitasi jaringan irigasi,
serta menambah areal produksi pertanian melalui pembangunan
jaringan irigasi, pencetakan sawah, dan pengembangan daerah rawa
secara lebih intensif. Selanjutnya, juga telah dilakukan upaya
pengendalian banjir termasuk banjir lahar, sehingga meningkatkan
rasa aman masyarakat dari ancaman bencana banjir. Adapun kegiatan
pembangunan pada tahun pertama Repelita VI dalam masing-masing
program adalah sebagai berikut.
a. Program Pokok
1) Program Pengembangan dan Konservasi Sumber Daya
Air
Kegiatan program ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas
pemanfaatan sumber daya air melalui peningkatan efisiensi dan
efektivitas prasarana pengairan, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan di perdesaan dan
daerah terisolasi. Upaya meningkatkan keandalan penyediaan air di
musim kemarau untuk permukiman, pertanian, dan keperluan lainnya,
antara lain dilaksanakan dengan pembangunan waduk berbagai
ukuran. Pembukaan lahan baru untuk pertanian serta pesatnya
pertumbuhan permukiman dan industri, juga telah meningkatkan
tuntutan penyediaan air.
Pada tahun pertama Repelita VI, telah dilakukan penyelesaian
pembangunan 3 unit waduk yaitu Tiu Kulit, Mamak, dan Pengga di
NTB. Selain itu juga dilanjutkan pembangunan beberapa waduk yang
akan berfungsi multi guna, yaitu Waduk Bili-Bili dan Kalola di
Sulawesi Selatan, Pondok di Jawa Timur, Sermo di Yogyakarta, dan
XII/71
XII/72
Selanjutnya, pembangunan jaringan irigasi air tanah telah dilaksana kan pada daerah pertanian yang sulit terjangkau oleh irigasi
konvensional, khususnya pada daerah yang sumber air permukaannya
terbatas, sekaligus untuk menyediakan air minum perdesaan, antara
lain di Jawa Tengah, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan
Sulawesi Tenggara. Di samping itu, untuk mengembalikan kinerja
jaringan irigasi yang mengalami kerusakan akibat umur atau terkena
bencana, dilaksanakan rehabilitasi pada areal seluas 140 ribu hektare
(Tabel XII-24), antara lain pada daerah irigasi di propinsi D.I. Aceh,
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Untuk memelihara produktivitas lahan persawahan, dilaksanakan upaya untuk mempertahankan pemeliharaan kinerja prasarana irigasi
yang sudah dibangun melalui kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada jaringan irigasi seluas
5.728.735 hektare yang mencakup saluran primer dan sekunder
sepanjang 3.726 kilometer (Tabel XII-24), antara lain di Jawa Barat,
D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I.Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.
Sementara itu, untuk meningkatkan produksi pertanian yang
mengalami penurunan akibat terjadinya kemarau panjang, dimulai
kegiatan perbaikan dan peningkatan sistem irigasi perdesaan seluas
150 ribu hektare di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Upaya tersebut selain untuk meningkatkan produktivitas juga
sekaligus untuk meningkatkan pendapatan petani. Dalam pelaksanaan
fisiknya dipakai pola baru yang melibatkan petani secara langsung,
sehingga bertambah kuat rasa kepemilikan petani terhadap sistem
irigasi desanya.
XII/75
XII/76
XII/78
D. KEHUTANAN
1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI
Dalam Repelita VI sasaran utama pembangunan kehutanan adalah
terpeliharanya hutan alam yang masih utuh seluas 92,4 juta hektare.
Hal itu berarti pula terpeliharanya potensi hutan alam yang utuh
sehingga menghasilkan produksi yang maksimum dan lestari. Sejalan
dengan itu semua, penduduk miskin di sekitar dan di dalam hutan
meningkat pula kesejahteraannya.
Sasaran produksi kayu bulat selama Repelita VI adalah sekitar
188,3 juta meter kubik atau rata-rata sekitar 37,67 juta meter kubik
per tahun. Produksi kayu bulat tersebut bersumber dari hutan alam
produksi tetap dengan rata-rata produksi per tahun sekitar 22,53 juta
meter kubik, hutan alam konversi 3,72 juta meter kubik, hutan
tanaman 2,71 juta meter kubik, dan hutan tanaman rakyat serta kebun
rakyat sekitar 8,71 juta meter kubik.
XII/80
XII/81
XII/82
XII/83
XII/84
XII/85
XII/86
XII/8
7
XII/88
2)
XII/89
XII/90
7)
XII/91
XII/92
XII/95
XII/96