Disusun Oleh :
YOHANES ANGWARMASE
NIM. 2019-63-019
Berawal dari kebutuhan perbaikan produksi pertanian oleh penjajah, pada tahun 1831
dimulai sistem tanam paksa (cultuurstelsel) untuk tanaman nila/tarum, kopi, tebu, dan
tembakau. Petani diwajibkan menanam tanaman tersebut. Selama sistem tanam paksa,
Pangreh Praja merupakan satu-satunya badan yang berhadapan langsung dengan rakyat.
Pangreh Praja adalah penguasa lokal pada masa penjajahan Belanda untuk menangani daerah
jajahannya. Usaha memperbaiki pertanian lebih didasarkan atas perintah atau paksaan kepada
rakyat untuk menanam tanaman yang telah ditentukan.
Gambar 1.3
Sistem Tanam Paksa
Gambar 1.4
Republik Pangreh praja
Gambar 1.5
Dr.Johannes Lovink
Gambar 1.6
Sekolah Pertanian Menengah
Atas (SPMA)
Gambar 2.1
Ignatius Joseph Kasimo
Hendrowahyono
Setelah pengakuan kembali kedaulatan RI pada Desember 1949, pemerintah memulai
kembali usaha pembangunan pertanian secara lebih sistematis, dengan melaksanakan Rencana
Kesejahteraan Istimewa yang merupakan gabungan antara Rencana Kasimo dengan Rencana
Wisaksono. Pada tahun 1958 dilakukan kegiatan intensifikasi produksi padi, dan petani yang
menerapkan kegiatan tersebut akan mendapat bantuan kredit dalam bentuk bibit dan pupuk
serta uang. Dalam perjalanannya kegiatan ini tidak berhasil dengan baik, karena sistem kredit
yang diterapkan telah memungkinkan terjadi penyelewengan, harga padi yang rendah yang
mempengaruhi pengembalian kredit, serta kurangnya tenaga pendukung yang sesuai.
Pada tahun 1959-1968, mendasarkan pada kegagalan-kegagalan sebelumnya maka
pendekatan penyuluhan pertanian mengalami pergeseran dari prinsip-prinsip semula yang
seharusnya didasari oleh upaya meningkatkan kesadaran petani melakukan perbaikan kegiatan
pertanian, disebabkan oleh sistem yng digunakan membuat petani makin menjauhi penyuluh,
karena kegiatan penyuluhan dianggap lebih sebagai perintah.
Gambar 3.1
Panca Usaha Tani
Gambar 3.2
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Reformasi menandai berakhirnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, yang telah
mengubah suasana otokrat dan sentralistis menjadi demokratis, yang dalam prakteknya
mengharapkan adanya kebebasan dalam berpikir, berbicara, dan bertindak secara bertanggung
jawab. Pada masa orde baru, masyarakat sudah terbiasa dengan suasana penyeragaman yang
terpusat.
Reformasi juga berpengaruh terhadap penyuluhan pertanian di Indonesia, baik individu
penyuluh dengan lembaga penyuluhan, kegiatan penyuluhan, kebijakan pemerintah, serta
masyarakat petaninya. Salah satunya adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah. Dengan undang-undang ini, pemerintah daerah memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus peningkatan kualitas sumber daya manusianya
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah (terutama masyarakatnya).
Sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia mengalami pasang surut. Berawal dari
pengangkatan 5 penasihat pertanian pada tahun 1908 yang tidak memiliki kewenangan
pengawasan terhadap petani, kemudian berkembang dan mencapai masa kejayaan pada tahun
1984. Saat itu dicapai swasembada pangan dengan pendekatan keseragaman program “panca
usahatani” dan penyuluh mendapat pengakuan petani, lalu penerapan otonomi daerah yang
memperhatikan keragaman wilayah sehingga membutuhkan program penyuluhan pertanian
bersifat lokal spesifik serta menuntut kemampuan penyuluh pertanian yang makin tinggi.
Petani sebagai pelaku di garis depan sektor pertanian perlu inovasi secara kontinu yang
diadopsi melalui kegiatan penyuluhan, agar mampu berperan dan mau melakukan perbaikan
dalam pembangunan pertanian. Dengan demikian, penyuluhan pertanian merupakan
komponen yang harus ada dalam pembangunan pertanian suatu negara.
B. Tempat-tempat Bersejarah yang Berkaiatan dengan Sejarah
Kebun Raya Bogor pada mulanya adalah bagian dari 'samida' (hutan hasil pekerjaan
atau taman buatan) yang sangat tidak telah hadir pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja
(Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis dalam prasasti
Batutulis. Hutan hasil pekerjaan itu ditujukan sebagai kebutuhan menjaga kelestarian sekeliling
yang terkait sebagai tempat memelihara benih benih kayu yang langka. Di samping samida itu
dibuat pula samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung Wanara).
Hutan ini pengahabisan dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari Kesultanan Banten,
sampai Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu
sudutnya pada pertengahan ratus tahun ke-18.
Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana
Bogor dan memiliki minat mulia dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor
menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para mahir botani, W. Kent, yang ikut
membangun Kew Garden di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya
Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam wujudnya sekarang.
Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt adalah seseorang warga negara Jerman yang
berpindah ke Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Dia lalu ditinggikan menjadi
menteri bagian pertanian, seni, dan ilmu ilmu di Jawa dan sekitarnya. Dia tertarik menyelidiki
beragam tanaman yang dipergunakan sebagai pengobatan. Dia memutuskan sebagai
mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang masa itu
dinamakan Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berfaedah "tidak perlu khawatir"). Reinwardt
juga menjadi perintis di bagian pembuatan herbarium. Dia pengahabisan dikenal sebagai
seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
Sekitar 47 hektare tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida menjadi lahan
pertama sebagai kebun botani. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai
1822. Kesempatan ini dipergunakannya sebagai mengumpulkan tanaman dan benih dari bagian
lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura
di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut.
Pendirian Kebun Raya Bogor bisa dituturkan mengawali perkembangan ilmu ilmu di
Indonesia. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu ilmu lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis
(1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub
(1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
Pada tanggal 30 Mei 1868 Kebun Raya Bogor secara resmi terpisah pengurusannya
dengan halaman Istana Bogor.
Pada mulanya kebun ini hanya akan dipergunakan sebagai kebun percobaan untuk
tanaman perkebunan yang akan dikenalkan ke Hindia-Belanda (kini Indonesia). Namun pada
perkembangannya juga dipergunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada 100 tahun itu
(1880 - 1905).
Kebun Raya Bogor selalu merasakan perkembangan yang berfaedah di bawah
kepemimpinan Dr. Carl Ludwig Blume (1822), JE. Teijsmann dan Dr. Hasskarl (zaman
Gubernur Jenderal Van den Bosch), J. E. Teijsmann dan Simon Binnendijk, Dr. R.H.C.C.
Scheffer (1867), Prof. Dr. Melchior Treub (1881), Dr. Jacob Christiaan Koningsberger (1904),
Van den Hornett (1904), dan Prof. Ir. Koestono Setijowirjo (1949), yang adalah orang
Indonesia pertama yang menjabat suatu pimpin lembaga penelitian yang bertaraf internasional.
Pada masa kepemimpinan tokoh-tokoh itu telah diterapkan perkara pembuatan katalog
tentang Kebun Raya Bogor, pencatatan lengkap tentang koleksi tumbuh-tumbuhan
Cryptogamae, 25 spesies Gymnospermae, 51 spesies Monocotyledonae dan 2200 spesies
Dicotyledonae, usaha pengenalan tanaman ekonomi penting di Indonesia, pengumpulan
tanam-tanaman yang bermanfaat untuk Indonesia (43 jenis, di selangnya vanili, kelapa sawit,
kina, getah perca, tebu, ubi kayu, jagung dari Amerika, kayu besi dari Palembang dan
Kalimantan), dan mengembangkan kelembagaan internal di Kebun Raya yaitu:
• Herbarium
• Museum
• Laboratorium Botani
• Kebun Percobaan
• Laboratorium Kimia
• Laboratorium Farmasi
• Cabang Kebun Raya di Sibolangit, Deli Serdang dan di Purwodadi, Kabupaten
Pasuruan
• Perpustakaan Fotografi dan Tata Usaha
• Pendirian Kantor Perikanan dan Akademi Biologi (cikal bakal IPB).
Kebun Raya Bogor sepanjang perjalanan sejarahnya mempunyai beragam nama dan
julukan, seperti
• ’s Lands Plantentuin
• Syokubutzuer (zaman Pendudukan Jepang)
• Botanical Garden of Buitenzorg
• Botanical Garden of Indonesia
• Kebun Gede
• Kebun Jodoh
2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) mempunyai sejarah yang panjang sejak
didirikan tahun 1972 dengan nama Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) Cabang
Sukamandi.
Pada tahun 1980, Presiden Suharto meresmikan institusi ini dengan nama Balai
Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Sukamandi yang menangani penelitian padi dan
palawija.
Sejak tahun 1994, lembaga ini memperoleh mandat khusus untuk padi dengan nama
Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) dengan status Eselon IIIa.
Sejalan dengan kontribusi dan tanggung jawabnya, Balitpa kemudian ditingkatkan
statusnya menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) pada tahun 2006 dengan
status eselon IIb dalam lingkup Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
3. Kementerian Pertanian
Sumber daya alam Indonesia yang kaya dipengaruhi oleh faktor keadaan alam
Indonesia yang beriklim tropis dan letak geografis di antara dua benua, Asia dan Australia serta
dua samudra, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Sehingga sektor pertanian di Indonesia
menjadi sektor penting bagi perekonomian bangsa. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai
negara agraris dengan berbagai produk dari usaha pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kehutanan.
Pada masa pendudukan Belanda, pada tanggal 1 Januari 1905 didirikan sebuah
Departemen yang menangani bidang pertanian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda tanggal 23 September 1904 No. 20 Staatsblaad 982 yang didasarkan
pada Surat Keputusan Raja Belanda No. 28 tanggal 28 Juli 1904 (Staatsblaad No. 380).
Direktur Pertama Departemen Pertanian adalah Dr. Melchior Treub. Pada masa penjajahan
Belanda urusan pertanian ditangani oleh Departement van Landbouw (1905), Nijverheid en
Handel (1911) dan Departement van Ekonomische Zaken (1934).
Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, Gunseikanbu Sangyobu yang berperan
dalam menangani urusan pertanian.
Sejak 19 Agustus 1945, sektor pertanian berada di bawah Kementerian Kemakmuran
yang merupakan kabinet pertama Republik Indonesia setelah kemerdekaan, dengan Ir. R. P.
Surachman Tjokroadisurjo sebagai Menteri Kemakmuran pertama. Dikarenakan situasi
Indonesia pada saat itu masih kacau oleh kedatangan tentara Belanda, Kementerian
Kemakmuran mendirikan cabang di Magelang yang dipimpin oleh R. M. Reksohadiprojo. Pada
bulan Juli 1947, kantor dipindahkan ke Borobudur kemudian beralih ke Yogyakarta.
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, maka Departemen Pertanian berubah menjadi Kementerian
Pertanian.
BPTP Maluku semula bemama BPTP Ambon yang dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 798/1994, dengan tugas utama melaksanakan kegiatan
penelitian komoditas, pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Di awal
pembentukan BPTP, Badan Litbang Pertanian hanya membentuk 17 BPTP diantarannya
adalah BPTP Ambon, 4 Loka dan Instalasi dibeberapa provinsi, saat ini disemua Provinsi
telah di bentuk BPTP kecuali Provinsi Maluku Utara dan Gorontalo.
BPTP Ambon adalah penggabungan dari Sub Balai Penelitian Perikanan Laut, Sub
Balai Penelitian Tanaman Pangan Makariki, Kebun Percobaan Kelapa Makariki, Kebun
Percobaan Tanaman Rempah dan Obat Bacan, dan Balai Informasi Pertanian (BIP) Maluku.
Di tahun 2001, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) dibentuk
dimana penge]olaan instalasi KP Bacan berada di BP2TP walaupun sampai saat ini
administrasi penggajian dan Dana Rutinnya masih dari BPTP Maluku. Perjalanan sejarah
BPTP Maluku dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2015 mempunyai arti yang tersendiri
dimulai dengan fasilitas SDM, Sarana – prasarana dan Dana Pengkajian yang semula dapat
dikatakan membanggakan dan dapat disejajarkan dengan BPTP yang ada di pulau Jawa dan
Sulawesi Selatan tiba-tiba musnah dengan adanya kerusuhan Maluku dari tahun 1999-2003.
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Berdiri Sejak Tahun 1962, Yang
Pada Awalnya Bernama Pusat Latihan Pertanian (PLP) Milik Pemda Provinsi Jawa Barat.
Kemudian Pada Tanggal 28 Januari 1978 Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.
52/Kpts/Org/1/1978 Pengelolaannya Diambil Alih Oleh Badan Pendidikan Dan Latihan
Penyuluhan Pertanian Dan Berubah Menjadi Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP)
Kayuambon Dengan Tingkatan Eselonering IIIB Meliputi Wilayah Kerja Jawa Barat Bagian
Timur Dan DKI Jakarta.
Pada Tahun 2000, Dengan Keluarnya SK Menteri Pertanian Nomor
84/Kpts/OT.210/2/2000, Tanggal 29 Januari 2000 Berubah Menjadi Balai Diklat Pertanian
(BDP) Lembang. Dengan Keluarnya SK Mentan Nomor: 355/Kpts/OT.210/5/2002, Tanggal 8
Mei 2002 BDP Mendapatkan Kenaikan Eselon Menjadi IIIA Dan Berganti Nama Menjadi
Balai Diklat Agribisnis Hortikultura (BDAH).
Dengan Adanya Perkembangan IPTEK Dan Era Globalisasi Serta Kebutuhan Dari
Wilayah Binaan Yang Semakin Kompleks Secara Nasional, Berdasarkan SK Mentan No.
487/Kpts/OT.160/10/2003 Tanggal 14 Oktober 2003 BDAH Lembang Berkembang Menjadi
Tingkatan Eselon II Dengan Nama Balai Besar Diklat Agribisnis Hortikultura (BBDAH) Yang
Mempunyai Tugas Melaksanakan Diklat Keahlian Dan Pengembangan Teknik Diklat
Dibidang Agribisnis Hortikultura Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia
Pertanian.
Dalam Rangka Meningkatkan Daya Guna Dan Hasil Guna Pelaksanaan Pelatihan Di
Bidang Pertanian, Dilakukan Penataan Kembali Organisasi Dan Tata Kerja Dengan Perubahan
Nama Lembaga Menjadi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Berdasarkan
Peraturan Mentan No. 15/Permentan/OT.140/2/2007 Dengan Tugas Melaksanakan Dan
Mengembangkan Teknik Pelatihan Teknis, Fungsional Dan Kewirausahaan Di Bidang
Pertanian Bagi Aparatur Dan Non Aparatur Pertanian. Kini, Dengan Adanya Peraturan Baru
Menteri Pertanian Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja BBPP Lembang, Melalui
Peraturan Menteri Pertanian No. 101/Permentan/OT.140/10/2013 Tanggal 9 Oktober 2013,
Bahwa Tugas BBPP Lembang Yaitu Melaksanakan Pelatihan Fungsional Bagi Aparatur,
Pelatihan Teknis Dan Profesi, Mengembangkan Model Dan Teknik Pelatihan Fungsional Dan
Teknis Di Bidang Pertanian Bagi Aparatur Dan Non Aparatur Pertanian.
C. Sejarah Perkembangan Penyuluhan Perikanan di Indonesia Sampai
Saat Ini
Daftar Referensi :
https://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/tentang-bbpadi/sejarah-bbpadi Diakses pada
tanggal 16 April 2022
https://pertanian.go.id//home/?show=page&act=view&id=4 Diakses pada tanggal 16 April
2022
https://www.manggurebeekspor.com/bptp-maluku/ Diakses pada tanggal 16 April 2022
https://kelembagaan.kemnaker.go.id/home/companies/f274086f-b971-4873-9316-
df97214790e2/profiles Diakses pada tanggal 16 April 2022
Sejarah BBPP Binuang (pertanian.go.id) Diakses pada tanggal 16 April 2022
http://p2k.itbu.ac.id/ind/2-3066-2950/Kebun-Raya-Bogor_23812_itbu_kebun-raya-bogor-
itbu.html Diakses pada tanggal 16 April 2022
https://www.sejarahone.id/sejarah-perikanan-indonesia-dari-masa-ke-masa/ Diakses pada
tanggal 16 April 2022
https://duniakumu.com/sejarah-perikanan-indonesia-undang-undang-perikanan-tahun-
pertumbuhan-ekspor-ikan-industri-ekonomi/ Diakses pada tanggal 16 April 2022