1. SEJARAH PENYULUHAN
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) penyuluhan atau dalam bahasa
Inggris lebih dikenal dengan istilah extension pertama kali dilakukan sekitar tahun
1867-1868, oleh James Stuart dari Trinity Colege (Cambridge). Stuart yang kemudian
dianggap sebagai Bapak Penyuluhan untuk pertama kalinya memberikan ceramah
kepada perkumpulan kaum wanita dan perkumpulan pekerja pria di daerah Inggris
Utara. Pada tahun 1871, Stuart mengusulkan pada Universitas Cambrigde agar
penyuluhan dijadikan mata kuliah, dan kemudian pada tahun 1873 Cambrigde secar
resmi menerapkan sistem penyuluhan, yang diikuti oleh Universitas London (1876)
dan Universitas Oxford (1878). Menjelang tahun 1880 kegiatan ini telah merupakan
gerakan penyuluhan tempat perguruan tinggi memperlebar sayapnya keluar kampus.
Sejak awal abad ke-20 istilah penyuluhan pertanian mulai digunalan secara
umum di Amerika Serikat untuk menunjukkan bahwa sasaran pengajaran di
Universitas tidak hanya terbatas di lingkungan kampus tetapi diperluas hingga semua
pihak yang hidup dilingkungan manapun. Penyuluhan dapat dipandang sebagi suatu
bentuk pendidikan orang dewasa yang menempatkan pengajar sebagai staf
universitas. Bertahun-tahun hal ini menjadi kegiatan utama kademi pertanian yang
memperkerjakan penyuluh pertanian daerah di setiap negara bagian. Karena
menurunnya jumlah petani dinas penyuluhan pertanian kemudian berupaya melayani
semua warga dengan memberikan informasi yang tersedia dari berbagai sumber
universitas.
Dalam bahasa Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi
penerangan untuk menolong seseorang menemukanjalannya.Istilah ini digunakan
pada masa-masa kolonial bagi negara-negara jajahan belanda, walaupun sebenarnya
penyuluhan diperlukan oleh kedua belah pihak. Indonesia misalnya, mengikuti cara
Belanda dengan menggunakan kata penyuluhan, sedangkan Malaysia
menggunakan kata extension yang arti harfiahnya adalah perkembangan. Dalam
bahasa Australia dikenal istilah forderung yang berarti menggiring seseorang ke arah
yang diinginkan, kata yang mirip istilah di Korea, yakni rural guidance. Dalam
bahasa Perancis menggunakan istilah vulgarisation yang menekankan pentingmya
menyederhanakan pesan bagi orang awam. Capasitacion dalam bahasa Spanyol yang
menunjukkan adanya keiginan untuk meningkatkan kemampuan manusia dengan
latihan.
c) Penyuluhan Pertanian di Indonesia
Secara harfiah bahasa penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor
atau pelita atau pemberi terang (Mardikanto, 1993). Penyuluhan dalam arti umum
merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan individu
dan masyarakat agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang
diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Definisi penyuluhan adalah suatu
usaha atau upaya untuk merubah perilaku peternak beserta dengan keluarganya, agar
mereka mengetahui dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya
sendiri, baik dalam bidang usaha maupun kehidupannya (Kartasapoetra, 1991). Dari
definisi tersebut apabila dijabarkan, penyuluhan merupakan 1) suatu proses
penyebarluasan informasi yang diperlukan yang sifatnya berkembang selama
pelaksanaan pembangunan pertanian dan sub sektornya; 2) suatu sistem pendidikan
non formal yang tidak sekedar memberi penerangan tetapi berupaya memberi
perilaku yang memiliki pengetahuan, sifat progresif, serta trampil melaksanakan
berbagai kegiatan; 3) suatu pendidikan non formal yang ditujukan pada orang dewasa
atas dasar sukarela, sehingga lebih mengutamakan terjadinya dialog; 4) suatu proses
rekayasa sosial (merubah perilaku) sehingga perlu dilaksanakan secara bijak dan hati-
hati.
Penyuluhan pertanian menurut Oemboeh alwi yang disitasi oleh Deptan
(2001) adalah suatu usaha untuk memberi pengajaran, pendidikan dan bimbingan
pada petani untuk mempertinggi kecerdasan mereka umumnya, pengetahuan teknik
pertanian khususnya, membangkitkan kerjasama serta giat menolong dirinya sendiri
sehingga dapat mengahasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Ditambahkan oleh Ir. Salmon Padmanagara yang juga disitasi oleh Deptan (2001)
mengartikan penyuluhan pertanian sebagai sistem pendidikan diluar sekolah (non
formal) untuk para petani dan keluarganya (ibu tani, pemuda tani) dengan tujuan agar
mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan
kesejahteraannya sendiri serta masyarakat.
Sedangkan menurut Hasmosoewignjo dan A.Garnadi yang disitasi oleh
Kartasapoetra (1991) penyuluhan pertanian adalah pendidikan rakyat tani, baik
dilaksanakan dirumah, di tempat-tempat tertentu atau dimana saja para petani dapat
ditemui. Ditambahkan oleh Jack Ferner yang juga disitasi oleh Kartasapoetra (1991)
penyuluhan pertanian adalah cara mengemukakan teori-teori, prosedur, dan cara-cara
yang terutama menyampaiakan teknologi baru yang didapat dari aktivitas penelitian
melalui ilmu pertanian, ilmu sosial kepada para petani secara proses pendidikan non
formal, sehingga para petani dibekali pengetahuan praktis guna menghadapi
tantangan dan masalah-masalah yang akan dan seadng dihadapi.
Tujuan penyuluhan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu
kegiatan penyuluhan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Ibrahim, (2003)
klasifikasi tujuan penyuluhan dapat dibedakan menurut dimensi waktu dan
ruang lingkupnya. Ditinjau dari dimensi waktu tujuan penyuluhan dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1) Tujuan Jangka Pendek (1-3 tahun), yaitu untuk
menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam aktivitas
usaha tani di pedesaan, yang menyangkut perubahan tingkat pengetahuan,
perubahan kecakapan atau kemampuan, perubahan sikap, dan perubahan
motif tindakan petani
2) Tujuan Jangka Panjang (> 3 tahun), yaitu agar
tercapai peningkatan taraf hidup masyarakat petani, mencapai kesejahteraan
hidup yang lebih terjamin.
Sedangkan ditinjau dari dimensi ruang lingkup, tujuan penyuluhan dibedakan
menjadi empat, yaitu:
1) Tujuan nasional, tujuan nasional penyuluhan pertanian nasional pada
umumnya tidak berbeda dengan tujuan regional, yaitu untuk meningkatkan
produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan devisa, memperbaiki gizi masyarakat melalui diversifikasi
pangan serta mempertahankan/memperbaiki sumber alam dan air.
2) Tujuan regional
3) Tujuan usaha tani, merupakan tujuan yang diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan petani, berupa peningkatan produksi, peningkatan pendapatan
dan taraf hidup.
4) Tujuan khusus, memperbaiki perilaku petani melalui peningkatan
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan motivasi.
6. ETIKA PENYULUHAN
Etika merujuk pada tata pergaulan yang khas atau ciri-ciri perilaku yang dapat
digunakan mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat merupakan sumber
motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi kelompok tertentu yang memilikinya.
Menurut Muhamad (1987) yang disitasi oleh Mardikanto (2003), etika bukanlah
peraturan tetapi dekat dengan nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran
untuk beritikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan berakibat pada
tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok yang
lain.
Sehubungan dengan etika tersebut, seorang penyuluh harus mampu
meragakan:
1. Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, jujur, dan disiplin
2. Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan
masyarakat
3. Perilaku yang menunjukkan penampilannya sebagai penyuluh yang andal,
yaitu berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang
besar dalam melaksanakan tugasnya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi,
dan berkemampuan untuk bekerja teratur
4. Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, daya mental dan kerjasama
yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskan diri, dan selalu berusaha
meningkatkan kemampuan
TUGAS
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan secara singkat proses lahirnya penyuluhan pertanian
modern!
2. Ceritakan secara singkat sejarah penyuluhan pertanian di
Indonesia!
3. Sebutkan pengertian penyuluhan secara umum dan definisi
penyuluhan pertanian menurut Oemboeh Alwi!
4. Sebutkan fungsi dan tujuan penyuluhan!
5. Apa yang dimaksud dengan falsafah dan prinsip-prinsip
penyuluhan? Jelaskan!
BAB II
PROSES BELAJAR DALAM PENYULUHAN
a. JENIS BELAJAR
1. Multiple Discrimination, yaitu kemampuan untuk memberikan respon yang
benar terhadap beragam stimulus yang berbeda
2. Belajar Konsep (Concept Learning), yaitu mengabstraksikan ide/realita dalam
pikirannya, dan berdasarkan konsep yang disusunnya tersebut yang
bersangkutan memberi respon yang tepat menurut konsep yang dikuasainya
3. Belajar Prinsip (Principle Learning), yaitu mempelajari hubungan konsep-
konsep yang memiliki arti tertentu menurut aturan tertentu
4. Belajar Memecahkan Masalah (Problem Solving Learning), yaitu
mempelajari cara-cara memecahkan masalah yang sedang dihadapai
(Mardikanto, 1993).
b. CARA-CARA BELAJAR
Tujuan
Kebutuhan
Keinginan
Kemauan
Motivasi Belajar
Kesadaran/Usaha Aktif
Untuk Belajar
Berhasil Gagal
Frustasi
(Mardikanto, 1993).
c. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
1. Prinsip Latihan, yaitu proses belajar yang dibarengi dengan aktivitas fisik
untuk lebih merangsang kegiatan anggota badan, melalui proses belajar atau
belajar sambil melakukan kegiatan yang dialami oleh warga belajar
2. Prinsip Menghubung-hubungkan, yaitu proses belajar dengan cara
menghubung-hubungkan perilaku lama dengan stimulus-stimulus baru
3. Prinsip Akibat, yaitu belajar dengan melihat/mempertimbangkan manfaat
yang diperoleh dari suatu kegiatan penyuluhan
4. Prinsip Kesiapan, yaitu proses belajar dengan memperhatikan kesiapan fisik
dan mental, baik bagi penyuluh maupun sasaran penyuluhan
(Mardikanto, 1993).
1. Belajar adalah proses aktiv dan tidak ada kegiatan belajar yang tanpa
aktivitas, artinya di dalam kegiatan belajar setiap individu yang belajar harus
melakukan aktivitas, baik aktivitas fisik (anggota badan, indera, otak) maupun
aktivitas mental (perasaan dan kesiapan)
2. Belajar hanya dapat dilakukan untuk individu yang belajar, artinya kegiatan
belajar harus dilakukan sendiri oleh individu yang memiliki kemauan belajar,
dan sama sekali tidak bias diwakilkan kepada orang lain, sebab individu yang
belajar harus menerima atau mengalami sendiri stimulus-stimulus yang
diajarkan, dan harus memberikan sendiri feed back atas stimulus yang
diajarkan
3. Kemampuan belajar setiap individu tidak sama, baik yang disebabkan faktor
genetis (jenis kelamin, intelegensia, bakat) maupun karena adanya pengaruh
faktor lingkungan
4. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman, karena pengalaman masa lalu
yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kecenderungannya untuk merasa
memerlukan dan siap menerima pengetahuan-pengetahuan baru.
5. Proses belajar melalui indera, setiap stimulus yang diberikan kepada warga
belajar pada umumnya diterima oleh indra (penglihatan, pendengaran,
gerakan, perasaan, pikiran, dll)
6. Proses belajar dipengaruhi oleh kebutuhan yang dirasakan, motivasi seseorang
untuk belajar merupakan salah satu karakteristik individu yang merupakan
peubah terpenting yang menentukan hasil belajar, sedang motivasi sendiri
ditentukan oleh kebutuhan yang dirasakan
7. Proses belajar dihambat atau didorong oleh hasil belajar yang pernah diraih,
individu yang pernah memiliki hasil belajar yang baik, pada umumnya
memiliki kemauan belajar yang tinngi, dan sebaliknya
8. Proses belajar dipengaruhi oleh lingkungan belajar, salah satu variabel yang
menentukan keberhasilan belajar adalah lingkungan pendidikan, baik
lingkungan yang berarti tempat tinggal maupun lingkungan
diselenggarakannya pendidikan
(Mardikanto, 1993).
1. Tujuan belajar
Merupakan salah satu pembentuk motivasi untuk belajar yang dilakuklan
individu. Menurut Kibler, dkk. (1981) yang disitasi oleh Mardikanto (1993)
sedikitnya ada 3 macam tujuan belajar, yaitu:
a) Hanya sekedar ingin tahu
b) Pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang hanya dapat
dipenuhi dari hasil belajarnya
c) Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang hanya
dapat dipenuhi dari hasil belajarnya
d) Pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang tidak
berkaitan langsung dengan hasil belajarnya
e) Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang tidak
berkaitan langsung dengan hasil belajarnya
2. Tingkat aspirasi atau cita-cita
Bagi warga belajar yang memang memiliki aspirasi untuk meraih prestasi
sebaik-baiknya akan mendorong untuk lebih aktif kegiatan belajar, dan
sebaliknya
3. Pengertian tentang hal yang dipelajari
Pemahaman seseorang terhadap sesuatu yang dipelajarinya akan mendorong
atau bahkan menghambat proses belajarnya, jika dia ternyata tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tentang segala sesuatu yang dipelajarinya
4. Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan
Jika seseorang memiliki pengetahuan bahwa keberhasilannya hanya dapat
dicapai melalui proses belajar maka ia akan memiliki semangat belajar yang
tinggi sehingga hasil belajar yang dicapainya juga semakin baik
5. Umur
Umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi
belajar, karena akan mempengaruhi minatnya terhadap macam pekerjaan
tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap
motivasinya untuk belajar. Selain itu umur juga akan berpengaruh kepada
tingkat kematangan seseorang baik secara fisik maupun emosional yang
sangat menentukan kesiapannya dalam belajar
6. Kapasitas Belajar
Merupakan kemampuan atau daya tampung seseorang untuk menerima
rangsangan-rangsangan atau pengalaman-pengalaman baru. Kapasitas belajar
seseorang dipengaruhi oleh keadaan fisik (jenis kelamin), keadaan psikis
(umur dan tingkat pendidikan), maupun lingkungan (sosial budaya
masyarakat). Tingkat hubungan jenis kelamin dengan kapasitas belajar Cecco
(1996) yang disitasi oleh Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa untuk
kegiatan belajar yang memerlukan kemampuan otot yang lebih berat,
kapasitas pria biasanya lebih baik, sebaliknya untuk kegiatan belajar yang
memerlukan ketelitian dan kesabaran wanita memiliki kapasitas yang lebih
baik. Hubungan umur dengan kapasitas belajar Dahama dan Bhatnagar (1980)
yang disitasi oleh Mardikanto (1993) menyatakan bahwa kapasitas belajar
seseorang umumnya berkembang cepat sampai umur 20 tahun, dan semakin
berkurang hingga pada puncaknya sampai dengan umur 50 tahun. Keadaan
social budaya masyarakat juga akan membatasi kapasitas belajar seseorang,
masyarakat yang lebih kosmopolit umumnya memiliki kapasitas belajar yang
lebih tinggi dibanding dengan kapasitas belajar dikalangan warga masyarakat
yang masih tertutup
7. Bakat
Merupakan faktor bawaan/hereditas yang akan mempengaruhi proses belajar
seseorang, terutama untuk bidang-bidang tertentu. Seseorang hanya akan
menunjukkan kelebihannya (disbanding yang tidak berbakat) jika memperoleh
rangsangan yang sesuai dengan bakat yang dimilikinya, tetapi sebaliknya jika
kepadanya kurang diberikan stimulus yang sesuai, hasil belajarnya dapat lebih
rendah disbanding yang tidak berbakat tetapi memperoleh stimulus berupa
latihan yang terus menerus
(Mardikanto, 1993).
Dalam kegiatan penyuluhan proses belajar/pendidikan yang dilakukan adalah
pendidikan orang dewasa (adult education/andragogie), yaitu:
1) Proses belajar mengajar yang berlangsung secara lateral/horizonta, sebagai
proses belajar bersama yang partisipatip dimana semua pihak yang terlibat
saling bertukar informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
2) Kedudukan penyuluh tidak berada diatas atau lebih tinggi dibanding
petaninya, melainkan dalam posisi sejajar.
3) Peran penyuluh bukan sebagai guru yang harus menggurui petani/masyarakat,
melainkan sebatas sebagai fasilitator yang membantu proses belajar.
4) Dalam persiapan kegiatan penyuluhan perlu memperhatikan karakteristik
orang dewasa yang pada umumnya telah mengalami kemunduran
penglihatan, pendengaran, dan daya tangkap atau penalaran.
5) Materi penyuluhan harus berangkat dari kebutuhan yang dirasakan,
terutama menyangkut:
a) Kegiatan yang sedang dan akan segera dilakukan
b) Masalah yang sedang dan akan dihadapi
c) Perubahan-perubahan yang diperlukan
6) Tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan sebaiknya disesuaikan dengan
keinginan dan kebutuhan masyarakat
7) Keberhasilan proses belajar tidak diukur dari seberapa banyak terjadi
transfer of knowledge, tetapi lebih memperhatikan seberapa jauh terjadi
dialog/diskusi antar peserta kegiatan.
Berkaitan dengan proses belajar yang berlansung dalam kegiatan penyuluhan,
perlu diperhatikan pentingnya:
1) Proses belajar yang tidak harus melalui sistem sekolah yang
memungkinkan semua peserta dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
bersama
2) Tumbuh dan berkembangnya semangat belajar seumur hidup dalam
arti pentingnya rangsangan, dorongan, dukungan, dan pendampingan terus
menerus secara berkelanjutan.
3) Tempat dan waktu penyuluhan harus disepakati dulu dengan peserta
kegiatan dengan lebih mempertimbangkan kepentingan/kesediaan mereka.
4) Tersedianya perlengkapan penyuluhan (alat bantu/alat peraga)
5) Materi ajaran tidak harus bersumber dari texbook tetapi dapat dari
media massa seperti koran, majalah, radio, televisi, pertunjukan kesenian, dll.
6) Materi ajaran tidak harus baru (up to date), tetapi dapat juga berupa
cerita kuno, atau praktek-praktek lama yang sebenarnya sudah pernah
dilakukan tetapi telah lama ditinggalkan.
7) Sumber bahan ajar tidak harus berasal dari orang pintar, tokoh
masyarakat atau pejabat tetapi dari siapa saja
8) Pengembangan kebiasaan untuk bersama-sama mengkaji atau
mengkritisi setiap inovasi
9) Kehadiran fasilitator atau narasumber tidak selalu harus diterima
sebagai penentu, tetapi cukup sebagai pertimbangan
(Mardikanto, 2003).
SOAL LATIHAN
BAB III
1. INOVASI
2. KOMUNIKASI
3. ADOPSI INOVASI
a. Pengertian
Adopsi adalah suatu proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan
(cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psicomotoric) pada diri seseorang
setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasaran.
Karena adopsi merupakan hasil dari kegiatan penyampaian pesan penyuluh yang
berupa inovasi, maka proses adopsi dapat digambarkan sebagai proses komunikasi
yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan
perilaku.
KOGNITIVE
Informatif
PSIKOMOTORIK
Persuasife dan
Intertainmen AFEKTIVE
(Mardikanto, 1993)
b. Tahapan Adopsi
Pada dasarnya proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyaraakat
mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan-tahapan adopsi
sebagai berikut:
1. Awarennes (kesadaran), yaitu sasaran mulai sadar
tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh
2. Interest, yaitu tumbuhnya minat yang seringkali
ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih
banyak/jauh tentang tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi
yang ditawarkan penyuluh
3. Evaluation, yaitu penilaian terhadap baik buruknya atau
manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada
penilaian ini, masyarakat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek
teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek-aspek sosial budaya,
bahkan juga sering ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan
kebijakan pembangunan nasional dan regional
4. Trial, yaitu tahapan mencoba dalam skala kecil untuk
lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih
luas lagi
5. Adoption, yaitu tahapan akhir dari suatu proses adopsi
yang ditandai dengan adanya pelaksanaan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dialkukan/diamati sendiri
(Mardikanto, 2003).
c. Fungsi-Fungsi Adopsi
Tergantung dari pendekatan ilmu yang digunakan, adopsi inovasi dapat diukur
dengan beragam tolok ukur (indiaktor) dan ukuran. Jika menggunakan ilmu
komunikasi, adopsi inovasi dapat dilihat jika sasaran telah memberikan respon berupa
perubahan perilaku atau pelaksanan seperti apa yang diharapkan. Jika menggunakan
pendekatan ilmu pendidikan adopsi inovasi dapat dilihat dari terjadinya perilaku atau
perubahan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang dapat diamati secara langsung
maupun tak langsung.
Didalam praktek penyuluhan pertanian, penilaian tingkat adopsi inovasi biasa
dilakukan dengan tolok ukur tingkat mutu intensifikasi, yaitu dengan
membandingkan antara rekomendasi yang ditetapkan dengan jumlah dan kualitas
penerapan yang dilakukan dilapangan. Sehubungan dengan itu Mardikanto (1994)
yang disitasi Mardikanto (2003) mengukur tingkat adopsi dengan 3 tolok ukur, yaitu
kecepatan atau selang waktu antara diterimanya informasi dan penerapan yang
dilakukan, luas penerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah diberi inovasi
baru, serta mutu intensifikasi dengan membandingkan penerapan dengan
rekomendasi yang disampaikan oleh penyuluh.
4. DIFUSI INOVASI
Difusi Inovasi merupakan perembesan adopsi inovasi dari satu individu yang
telah mengadopsi ke individu yang lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran yang
sama. Setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses adopsi/difusi inovasi
melalui:
1. Melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah masyarakat, serta kebutuhan-
kebutuhan nyata yang belum dirasakan masyarakatnya
2. Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas menjadi tidak puas dengan
kondisi yang dialaminya
3. Menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat sasaran, dan bersamaan
dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya membantu mereka
4. Mendukung dan membantu masyarakat sasaran
5. Memantapkan hubungan dengan masyarakat, dan pada akhirnya melepaskan
mereka untuk berswakarsa dan berswadaya dalam melakukan perubahan-
perubahan tanpa harus menggantungkan bantuan
(Mardikanto, 1993).
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan: a. Inovasi c. Adopsi
b. Komunikasi d. Difusi
2. Sebut dan jelaskan secara singkat unsur-unsur komunikasi!
3. Sebut dan jelaskan secara singkat proses perubahan dalam komunikasi!
4. Sebut dan jelaskan secara singkat : a. tahapan adopsi b.fungsi adopsi
BAB IV
MATERI PENYULUHAN
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan materi penyuluhan?
2. Sebutkan sumber-sumber materi penyuluhan!
3. Sebutkan macam materi penyuluhan ditinjau dari sifatnya!
4. Sebutkan syarat-syarat materi penyuluhan agar mudah diterima oleh
masyarakat!
5. Sebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh materi penyuluhan agar mudah
dihayati oleh masyarakat!
BAB V
METODE PENYULUHAN
BAB VI
MEDIA PENYULUHAN
TUGAS
SOAL LATIHAN
BAB VII
11. Rekonsiderasi
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempertimbangkan kembali
rumusan perencanaan program yang ada, baik yang dilakukan sebelum
pelaksanaan program maupun selama proses pelaksanaan kegiatan.
Rekonsiderasi diperlukan jika ternyata terjadi keadaan-keadaan yang diluar
dugaan, seperti bencana alam, kenaikan harga, adanya kebijakan baru, dan
sebagainya
(Mardikanto, 1993).
TUGAS
SOAL LATIHAN
1. Pengertian Evaluasi
2. Tujuan Evaluasi
3. Kegunaan Evaluasi
4. Prinsip-Prinsip Evaluasi
5. Ragam Evaluasi
Sebagai suatu proses ilmiah evaluasi yang baik harus dirancang sebagai suatu
proses kegiatan bertahap yang mencakup tahapan-tahapan:
1. Perumusan tujuan evaluasi
2. Perumusan indikator dan parameter
3. Pengukuran Indikator dan parameter
4. Penetapan metode evaluasi
5. Pelaporan
Secara umum dapat dinyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah segala informasi
yang ingin diketahui dari program yang dievaluasi itu. Sehingga seringkali tujuan
evaluasi menjadi tidak jelas atau kurang spesifik. Oleh sebab itu setiap pelaksanaan
evaluasi tidak boleh hanya memperhatikan judul evaluasi, tetapi harus memahami
tujuan evaluasi yang secara jelas dan terinci. Melalui pemahaman seperti ini, barulah
diketahui:
a. Apa yang sebenarnya ingin dievaluasi
b. Siapa sasaran evaluasi
c. Sampai seberapa jauh luas cakupan evaluasi
d. Apa ukuran-ukuran yang akan digunakan untuk mengevaluasi
e. Apa dan bagaimana hasil evaluasi yang akan dilaporkan
Untuk dapat melakukan evaluasi dengan baik, tentu terlebih dahulu harus
diketahui segala sesuatu yang akan dievaluasi, apa ukuran-ukuran atau pedoman
untuk mengukur dan bagaimana cara mengukurnya. Oleh sebab itu, dalam setiap
evaluasi harus dirumuskan terlebih dahulu tentang ukuran atau indikator dan alat ukur
atau parameter yang akan diterapkan. Berkaitan dengan hal ini, perlu diketahui
tentang adanya indikator fisik atau ukuran-ukuran yang diberikan berdasarkan kondisi
fisik yang diamati, dan indikator non fisik atau ukuran-ukuran yang tidak dapat
dengan mudah diamati secara fisik, melainkan harus digali melalui jawaban atas
pertanyaan yang disampaikan dengan cara-cara lain. Selain indikator fisik dan non
fisik, juga dikenal keragaman konsep yang akan diukur, yaitu indikator teknis,
indikator ekonomis, dan indikator sosial.
4) Metode Evaluasi
a. Rancangan Evaluasi
Pada umumnya kegiatan pengumpulan data untuk evaluasi dirancang sebagai
suatu penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survai. Melalui
metode survai dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan fakta yang
menggambarkan keadaan atau gejala yang diamati secara tepat
b. Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian
Seperti dalam pelaksanaan penelitian dengan metode survai pada umumnya,
di dalam evaluasi seringkali hanya dilakukan terhadap sebagian kecil contoh
atau populasi, dan jarang sekali dilakukan pengumpulan data secara sensus
(terhadap seluruh obyek penelitian atau sensus)
c. Rincian Data yang Diperlukan
Pada dasarnya untuk keperluan evaluasi diperlukan:
1. Data Sekunder, yaitu data yang berasal dari rekaman data yang dimiliki
oleh pelaksana program atau pihak-pihak yang dilibatkan dalam program
tersebut
2. Data Primer, yaitu data yang berasal dari hasil pengamatan, hasil
wawancara, atau jawaban tertulis terhadap pertanyaan yang diajukan
kepada responden
d. Teknik Pengumpulan Data
Seperti halnya dalam pelaksanaan penelitian pada umumnya, pengumpulan
data dilakukan dengan beragam cara, antara lain pengamatan langsung,
wawancara, maupun pengajuan pertanyaan pada responden
e. Perumusan Instrumen Evaluasi
Untuk melakukan pengumpulan data, kegiatan perumusan instrumen
merupakan salah satu kegiatan terpenting dan sulit dilakukan. Sebab selain
menentukan ketepatan dan ketelitian data yang akan diperoleh, kegiatan
perumusan instrumen tidak semudah yang diduga oleh orang-orang yang
belum biasa melakukan evaluasi
f. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen digunakan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan uji
ketapatan dan uji ketelitiannya. Disamping itu, untuk evaluasi pengetahuan
dikenal juga adanya uji derajat kesukaran dan daya beda, yaitu suatu uji coba
instrumen yang dialkukan untuk mengukur tingkat kesukarannya, agar
instrumen tersebut tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar
g. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menerapkan teknik
analisis kuantitatif dan teknik analisis kualitatif
5. Pelaporan
TUGAS
SOAL LATIHAN
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan: a. Latihan Kerja
b. Kunjungan Kerja
2. Sebutkan tujuan dari sistem latihan dan kunjungan kerja!
3. Uraikan penyelenggaraan a. Latihan Kerja
b. Kunjungan Kerja
Daftar Pustaka
Van den Ban, A.W. and H.S. Hawkins. 1999. Agricultural Extension. Diterjemahkan
oleh Agnes Dwina Hardianti. Kanisius, Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Penyusun
PENYULUHAN
Disusun oleh:
Tim Dosen