Anda di halaman 1dari 7

Pengertian, Falsafah, Konsep, dan Prinsip Penyuluhan 

Pembangunan

Pendahuluan

Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna kuning/hijau, datang
mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan teknologi pertanian, terkadang menagih
kredit, juga memandang bahwa penyuluhan merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan
dimasa yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.
Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya
saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi terhadap
paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan dan
peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini
telah berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas kawasan dan
keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung percepatan perubahan
perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku petani digerakkan melalui upaya penyuluhan
pertanian. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai bagian
strategis dalam proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di beberapa tempat
muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan dianggap tidak mampu
memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan mobilisasi dana pembangunan,dan
karenanya tidak diperlukan.
Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap bahwa penyuluhan
menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa yang akan datang ditentukan
oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya. Dalam perspektif mereka penyuluhan
harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran strategis itu mau diwujudkan. Beberapa
pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari pendekatan top-down kepada pendekatan
partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan sistem, (3) dari “pengajaran dan training” kepada
“pembelajaran dan fasilitasi”, dan (4) dari pendekatan disiplin kepada multidisiplin.

Bahasan berikut ini akan mengkaji pengertian dan makna penyuluhan, serta falsafah, konsep dan prinsip
penyuluhan.

Pengertian dan Makna Penyuluhan Pembangunan

Menurut Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999), istilah penyuluhan pertama kali digagas oleh
James Stuart dari Trinity College (Canbridge) pada tahun 1967-68, sehingga kemudian Stuart dikenal
sebagai Bapak Penyuluhan. Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor ataupun
alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut dapat diartikan bahwa
penyuluhan dimaksudkan untuk member penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disukai,
agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu
Berbagai istilah digunakan pada berbagai Negara menggambarkan proses-proses belajar penyuluhan
(extention), seperti (Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins, 1999) :
• Belanda memberi istilah penyuluhan digunakan dengan kata voorlichthing. Dalam Bahasa Belanda
voolichthing berarti memberikan penerangan. Penerangan itu dilakukan oleh para ahli pertanian dan
pihak lain, termasuk penyuluh beserta organisasinya bagi seseorang yang tidak menemukan jalan. Istilah
itu digunakan selama masa penjajahan, terutama di negara-negara yang menjadi jajahannya, termasuk
Indonesia.
• Malaysia memberikan istilah penyuluhan dengan kata perkembangan. Kata itu dipengaruhi oleh Bahasa
Inggeris development. Perkembangan diartikan sebagai pemberian saran atau belatung dari seorang
pakar kepada seseorang yang dianggap membutuhkan, tetapi saran itu bisa diterima bisa juga tidak,
orang tersebutlah yang menentukan pilihan, tidak ada unsur pemaksaan.
• Jerman memberi istilah penyuluhan dengan kata Aufklarung. Dalam Bahasa Jerman Aufklarung berarti
pencerahan. Namun negara itu lebih menekankan dalam bidang kesehatan, yaitu pentingnya
mempelajari nilai-nilai yang mendasari hidup sehat. Kata lainnya adalah Erziehung. Kata ini lebih dekat
dengan penyuluhan pertanian, yaitu mengajar seseorang sehingga bisa memecahkan masalahnya
sendiri.
• Di Australia dikenal dengan kata Forderung, yang berarti yang menggiring seseorang kearah yang yang
diinginkan.
• Prancis menggunakan kata vulgarisation, yang menekankan pentingnya menyederhanakan pesan bagi
orang awam.
• Sedangkan Spanyol menggunakan kata capacitactio. Kata itu menunjukan adanya keinginan untuk
meningkatkan kemampuan manusia, atau pelatihan.
Definisi tentang penyuluhan pembangunan dan penyuluhan pertanian dikemukakan oleh beberapa ahli
dan berbagai lembaga. Dari berbagai definisi tersebut, diantaranya adalah :
• Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang
untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan
pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
• Menurut Mardikanto, Totok (1993) penyuluhan pembangunan adalah proses penyebaran ide-ide baru
kepada masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat itu sendiri melalui penambahan pengetahuan,
keterampilan baru dan perubahan perilaku yang didapat karena ada kesadaran untuk mengubah diri
pada kondisi yang lebih baik.
• Wiriatmadja, Soekandar (1978) mengemukakan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan
luar sekolah untuk keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat agar menjadi mau,
tahu dan dapat menyelesaikan masalah-masalah sendiri yang dihadapinya secara baik, menguntungkan
dan memuaskan.
• Menurut Margono Slamet, penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non
formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan
dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu dan sanggup
berswadaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Sudradjat
dan Ida Yustina, 2003).
• Adjid, Dudung Abdul (2001) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan
non formal untuk masyarakat perdesaan dengan implikasi pada perubahan perilaku yang didasarkan
pada pengalaman belajar dengan tujuan peningkatan kesejahteraan.
• Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (UU SP3K), arti penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar tentang
penyuluhan pembangunan, yaitu : (1) Penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) Proses penyuluhan
adalah untuk mencapai perubahan perilaku, dan (3) Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan
kesejahteraan sasaran penyuluhan.

Falsafah, Konsep dan Prinsip Penyuluhan Pembangunan

Falsafah
Pemahaman falsafah atau filosofi dikemukakan oleh Pang S. Asngari (2001) bahwa falsafah itu
memberikan arah dan merupakan pedoman bagi suksesnya kegiatan yang dilaksanakan. Selanjutnya
dikemukakan bahwa filosofi dalam bahasa Yunani,   berarti cinta akan kebenaran (love of wisdom).
Untuk memperoleh kebenaran tersebut perlulah disusun informasi secara tertib dan sistematik. Peranan
metode ilmiah melandasi sistematika penyusunan informasi tersebut.
Kata “falsafah” ternyata memiliki pengertian   yang   beragam,   Butt (1961) dalam Mardikanto (1993)
mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran. Sedangkan Dahama dan Bhatnagar (1980),
mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran   yang   bersumber pada kebijakan moral tentang
segala sesuatu  yang akan dan harus diterapkan dalam praktek. Berkaitan dengan itu,  Kesley dan
Hearne (1955) dalam Mardikanto (1993) menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada
pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya.
Karena itu,  ia mengemukakan bahwa : falsafah penyuluhan adalah bekerja bersama masyarkat untuk
membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia.
Di Amerika Serikat juga telah lama dikembagkan falsafah 3-T: teach,   truth,   and trust (pendidikan,
kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Sedangkan di Indonesia dikenal sebagaimana disebutkan oleh
Bapak Pendidikan kita: Ki Hajar Dewantoro (Syarief Thayeb, 1997) dalam Pang S. Asngari (2001) : hing
ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa,   dan tut wuri handayani. Prosesnya mulai dengan (1)
memberi teladan atau contoh, (2) setelah SDM-klien/murid dirangsang produktif berprakarsa, dan (3)
sampai akhirnya SDM-klien betul-betul menguasai hal-hal yang dipelajarinya.
Menurut Sastraatmadja (1986),   satu langkah   yang   dapat dianggap sebagai kunci utama untuk
berhasilnya sesuatu usaha   yang   akan dilaksanakan adalah perlu diketahui dahulu apa   yang
menjadi falsafah dasarnya. Telah diketahui bahwa falsafah dasar penyuluhan pertanian adalah:
pendidikan,   demokrasi dan kesinambungan atau terus menerus.
Samsudin (1987) menyebutkan bahwa falsafah penyuluhan pertanian merupakan dasar pengertian,
dasar untuk melakukan kegiatan dan dasar dalam bekerja. Ada tiga falsafah pokok   yang   harus
dijadikan pegangan,   yaitu: (1) penyuluhan pertanian merupakan proses pendidikan,   (2) penyuluhan
pertanian merupakan proses demokrasi,   dan (3) penyuluhan pertanian merupakan proses yang terus
menerus.

Beberapa falsafah penyuluhan antara lain :


1. Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”)
Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah : “hing ngarsa sung tulada, hing madya mangan karsa, tut wuri handayani”
2. Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada
umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.
3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus
dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.
Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna
adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien
agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya.
4. Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson,
1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah
ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu
membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan “dari mereka, oleh mereka,
dan untuk mereka.”
5. Falsafah Kontinyu/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang,
teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan
perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.
6. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok).
• Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan sekali-kali
dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar
sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok
yang semuanya belum membangun.
• Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu
perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan
individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi
individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga
individu mampu berprestasi prima secara mandiri

Konsep

Dari definisi dan falsafah penyuluhan pembangunan, dapat diturunkan konsep penyuluhan
pembangunan. Terkait dengan hal tersebut, dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan dengan
berbagai pemahaman, seperti (Mardikanto, 2009) :
1. Penyuluhan sebagai proses penyebar-luasan informasi. Sebagai terjemahan dari kata extension.
Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dihasilkan sistem penelitian ke dalam praktek atau kegiatan praktis.
2. Penyuluhan sebagai proses penerangan. Penyuluhan yang berasal dari kata dasar “suluh” atau obor,
dapat diartikan sebagai kegiatan penerangan. Kegiatan penerangan atau pemberian penjelasan adalah
bagian dari proes atau kegiatan penyuluhan.
3. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku. Penyuluhan adalah proses yang diluakuan secara
menerus, sampai terjadinya perubahan perilaku pada sasaran penyuluhan. Perubahan perilaku yang
dilakukan melalui kegiatan penyuluhan adalah perubahan pada ranah pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif).
4. Penyuluhan sebagai proses belajar. Penyuluhan adalah proses belajara pada suatu pendidikan yang
bersifat non formal bagi petani dan keluarganya agar berubah perilakunya untuk bertani lebih baik (better
farming), berusahatani lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera (better living), dan
bermasyarakat lebih baik (better community) serta menjaga kelestarian lingkungannya (better
environment).
5. Penyuluhan sebagai proses perubahan sosial. Penyuluhan tidak hanya melkukan perubahan perilaku
pada diri seseorang, tetapi juga perubahan-perubahan hubungan antar individu dalam masyarakat,
termasuk struktur, nilai-nilai, dan pranata sosialnya (seperti demokratisasi, transparansi, supremasi
hukum, dan sebagainya).
6. Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial (social enginering). Penyuluhan sebagai rekayasa sosial
adalah upaya untuk mempersiapkan sumberdaya manusia agar mereka tahu, mau dan mampu
melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing.
7. Penyuluhan sebagai proses pemasaran sosial (social marketing). Berbeda dengan rekayasa sosial
yang lebih berknotasi ”membentuk” (to do to) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang ”baru”,
proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk ”menawarkan” (to do for) sesuatu kepada masyarakat,
sehingga pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri.
8. Penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Inti dari kegiatan
penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada
yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.
9. Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan. Sebagai proses komunikasi pembangunan,
penyuluhan tidak sekedar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Prinsip

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip
menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus
berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan pertanian sebagai proses
pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian sebagai berikut:
1. Mengerjakan; artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
menerapkan sesuatu.
2. Akibat; artinya kegiatan pertanian harus memberikan dampak yang memberi pengaruh baik.
3. Asosiasi; artinya kegiatan penyuluhan harus saling terkait dengan kegiatan lainnya. Misalnya apabila
seorang petani berjalan di sawahnya kemudian melihat tanaman padinya terserang hama, maka ia akan
berupaya untuk melakukan tindakan pengendalian.
Lebih lanjut Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa yang mencakup
prinsip-prinsip penyuluhan pertanian:
1. Minat dan kebutuhan; artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masyarakat, utamanya masyarakat tani.
2. Organisasi masyarakat bawah; artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan organisasi
masyarakat bawah dari setiap keluarga petani.
3. Keraguan budaya; artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya keragaman budaya.
4. Perubahan budaya; artinya setiap penyuluhan akan mebgakibatkan perubahan budaya.
5. Kerjasama dan partisipasi; artinya penyuluhan hanya akan efektif jika menggerakkan partisipasi
masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah
dicanangkan.
6. Demokrasi dalam penerapan ilmu; artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk menawar setiap alternatif.
7. Belajar sambil bekerja; artinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian harus diupayakan agar
masyarakat dapat belajar sambil berbuat, atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia
kerjakan.
8. Penggunaan metode yang sesuai; artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode
yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya.
9. Kepemimpinan; artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepuasan
sendiri, tetapi harus mampu mengembangkan kepemimpinan.
10. Spesialis yang terlatih; artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah mengikuti latihan khusus
tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
11. Segenap keluarga; artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit
sosial.

Penutup

Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang penyuluhan. Dari berbagai pengertian
yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar tentang penyuluhan pembangunan,
yaitu : (1) Penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) Proses penyuluhan adalah untuk mencapai
perubahan perilaku, dan (3) Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan kesejahteraan sasaran
penyuluhan.
Pemahaman terhadap pengertian dan makna penyuluhan, serta falsafah, konsep dan prinsip penyuluhan
secara lengkap dan menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi penyuluhan dapat diakui dan
dikembangkan lagi semata-mata untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan pernah
berkesudahan.

DAFTAR PUSTAKA

Asngari,   Pang S,   2001,   Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan


(Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis, Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial
Ekonomi, Fakultas Peternakan, IPB. (dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)

Mardikanto, Totok, 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian, Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS


dan UNS Press : Surakarta.
Mardikanto,   Totok,   1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian,   Sebelas Maret University Press :
Surakarta.

P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Timur. Laporan Penelitian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P) Universitas Mataram: Mataram

Samsuddin, U, 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian., Binacipta : Bandung.

Sastraatmadja, Entang, 1986, Penyuluhan Pertanian, Alumni : Bandung.

Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina Herdiastuti (Pent). Judul Asli :
Agricultural Extention (Second Edition). Kanisius. Jogjakarta

Yustina,   Ida dan Sudrajat, Adjat (Penyt.),   2003,   Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan :
Didedikasikan Kepada Prof. Dr. H.R. Margono Slamet, IPB Press : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai