Disusun Oleh
Kelompok 4 :
1. Nurhanipah (1197060060)
2. Rizki Rahmat Sonjaya (1197060074)
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan falasafah dan prinsip penyuluhan
pertanian?
2. Apa yang di maksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
3. Bagaimana peran Falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian terhadap
kegiatan penyluhan Pertanian?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah,
penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan
pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem daerah
kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di
daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang disediakan
haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan
haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang
bersang-kutan, pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar
sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba
setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan,
bah-kan diperluas penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk
stasion-stasion percobaan dan penelitian.
3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan
motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah
sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua
kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini
akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka,
se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari
usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-
prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari
hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus
berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik
masalah pendapatan dan keuntungan itu.
7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara
profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial,
budaya dan politik serta efektif karena direncanakan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin
tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani,
dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. Kegagalan karena kurangnya
respon dan partisipasi petani dapat dihindarkan. Programa-programa
penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga terjamin kelancaran
dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian dapat
dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional
dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan
secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan dan petunjuk dari
”atas” akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom
seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan
petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu
dipersiapkan generasi penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional,
dan penyuluh yang telah ada (yang belum termasuk profesional atau sub-
profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi profesional/sub-profesional.
Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-tenaga
penyuluh itu.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-
kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat
dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan
mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang
bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun
negatif (hukuman).
1) Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat
untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan"
mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran,
perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu
yang lebih lama.
2) Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang
baik atau bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi
semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa
mendatang.
3) Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan
kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan
melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik;
melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-
usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-
prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka