Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENYULUHAN PERTANIAN

FALSAFAH DAN PRINSIP PENYULUHAN PERTANIAN


Disususn untuk memenuhu salah satu tugas matakuliah Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian

Dosen Pengampu : Ir.H.Adjat Sudrajat ,MP.

Disusun Oleh

Kelompok 4 :

1. Nurhanipah (1197060060)
2. Rizki Rahmat Sonjaya (1197060074)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang starategis


dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun
pemerataan pembangunan. Peran strategis sector pertanian bagi pertumbuhan
ekonomi antara lain: penyedia pangan bagi penduduk Indonesia, penghasil devisa
Negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri, peningkatan kesempatan
kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan perbaikan SDM
pertanian melaluikegiatan Penyuluhan Pertanian. Penyuluhan pertanian diartikan
sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk para petani dan keluarganya
dengan tujuan agar mereka mampu, mau dan berswadaya memperbaiki atau
meningkatkan kesejahteraan sendiri serta masyarakatnya (Padmanegara dalam
Sumarlan, 2011).

Pengalaman menunjukan bahwa penyuluhan pertanian di Indonesia telah 


memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada pencapaian dari berbagai
program pembangunan pertanian.  Sebagai contoh melalui program Bimbingan
Massal (Bimas) penyuluh pertanian dapat mengantarkan bangsa Indonesia 
mencapai swasembada beras pada tahun 1984, yang dilakukan melalui koordinasi
yang ketat dengan instani terkait.  Pada pelaksanaan program Bimas penyuluhan
pertanian yang dilaksanakan terkesan dilakukan dengan pendekatan dipaksa,
terpaksa dan biasa. Petani dipaksa melakukan tekhnologi tertentu, sehingga petani
terpaksa melakukannya dan kemudian petani menjadi biasa melakukannya.

Pada era dicanangkannya revitalisasi penyuluhan pertanian,  pendekatan


dari atas tidak relevan lagi, petani dan keluarganya diharapkan mengelola usaha
taninya dengan penuh kesadaran, melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari
alternatif yang ada melalui bantuan penyuluh pertanian dan pihak lain yang
berkepentingan. Dengan demikian, petani yakin akan mengelola usaha taninnya
dengan produktif, efesien dan menguntungkan.

Sementara itu, menurut Asngari (2008) penyuluhan merupakan kegiatan


mendidik orang dengan tujuan merubah perilaku klien sesuai dengan yang
direncanakan/dikehendaki yakni menjadi orang yang makin modern.Penyuluhan
pada hakekatnya ialah memberikan bimbingan kepada para petani yang tengah
aktif bekerja, melaksanakan usaha tani, jadi para petani dapat belajar sambil
berbuat (learning by doing) yaitu mengikuti dan melaksanakan materi penyuluhan
dan ini mencerminkan aliran pragmatism. Pada mulanya banyak petani kurang
percaya terhadap nilai penyuluhan, akan tetapi setelah mereka melihat
keberhasilan para petani yang mengikuti penyuluhan dan nyata-nyata
menghasilkan keuntungan, maka mereka banyak yang sadar dan percaya (seeing
and believing) bahwa penyuluhan sangat bermanfaat bagi mereka, dan ini
mencerminkan aliran realism. Pada makalah ini akan dibahas tentang falsafah dan
prinsip-prinsip penyuluhan pertanian.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan falasafah dan prinsip penyuluhan
pertanian?
2. Apa yang di maksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
3. Bagaimana peran Falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian terhadap
kegiatan penyluhan Pertanian?

C. Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk


mengetahui, mempelajari mengenai falsafah dan prinsip penyuluhan
pertanian, sehingga bisa menjadi bahan referensi pembelajaran bagi
pembacanya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Falsafah Penyuluhan Pertanian

Falsafah adalah dasar-dasar pemikiran yg akan dijadikan sebagai landasan


kerja. Falsafah Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran
dalam penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan
penyuluhan dengan benar .

Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan falsafah sebagai


landasan pemikiran yang bersumber kepada kebijakan moral tentang segala
sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek. Falsafah berarti
pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak pada
pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan bangsa.

Paulian (1987) menyatakan falsafah penyuluhan pertanian diantaranya 


adalah : Pertama, Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif; apa yang
dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri petani atau
nelayan dan menjadi kebiasaan baru. Kedua, Belajar melalui pemecahan masalah
yang dihadapi adalah praktis; kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang
lebih baik dan menjadikan petani seseorang yang berprakarsa dan berswadaya.
Ketiga, Berperanan dalam kegiatan-kegiatan  menimbulkan  kepercayaan akan
kemampuan diri sendiri, program pertanian untuk petani atau nelayan dan oleh 
petani atau nelayan akan menimbulkan partisipasi  masyarakat tani atau nelayan
yang wajar.

Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth,


and trust (pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya,
penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-
kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian,
petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji
kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi
maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.

a. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian


            Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi
di ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat
daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan
pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang
situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian.
Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip
penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul
dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut:
1.  Jasa Informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani
akan tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat
bertani dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan
adalah informasi baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya.
Apakah itu informasi baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang
sarana-sarana produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan
ancaman hama dan penyakit, berbagai alternatif usahatani lain, dan lain
sebagainya. Informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan
pengetahuan itu sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan hidupnya,
apalagi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas
desanya, tetapi sudah meluas ke semua daerah di negaranya bahkan ke manca
negara. Oleh karena itu para petani juga semakin memerlukan informasi
tentang dunianya yang semakin luas itu. Kalau kebutuhannya akan berbagai
macam informasi itu tidak terpenuhi maka itu berarti para petani itu terkendala
untuk maju. Penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani
kebutuhan informasi para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-
pu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala informasi yang
diperlukan oleh para petani itu. Informasi-informasi tentang berbagai
komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan dengan pengolahan
dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa
yang mudah dimengerti oleh para petani.

2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah,
penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan
pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem daerah
kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di
daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang disediakan
haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan
haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik  di daerah yang
bersang-kutan,  pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar
sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba
setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan,
bah-kan diperluas penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk
stasion-stasion percobaan dan penelitian.

3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan
motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah
sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua
kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini
akan terus berkembang seiring dengan  meningkatnya taraf kehidupan mereka,
se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari
usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-
prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari
hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus
berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik
masalah pendapatan dan keuntungan itu.

Konsekuesi :  Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi


dirinya ke arah agribisnis karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi
ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan
agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh.
Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi
produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi,
teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan,
pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan
yang menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga
sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.

4.  Pendekatan Kelompok .


Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini
lebih efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi
dibentuknya kelompok-kelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani
dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat
penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat
akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan forum belajar
sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka
sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan
yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat
petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu
penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu
kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan
baik melalui pembinaan penyuluh per-tanian.

Konsekuensi :  Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan


dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan mengembangkan
kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani
yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah
menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan   untuk
melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari
bawah (bottom up).

5.  Fokus pada kepentingan petani.


Kepentingan petani harus  selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an
pertanian. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan
petani adalah yang pertama, yang kedua juga kepentingan petani, juga yang
ketiga. Baru sesudah itu difikirkan kepentingan fihak lain.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapatkan imbalan yang
wajar dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani,
dan mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu
me-nyejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.

Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada


di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih
menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya
kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga hanya akan
dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi
otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program
yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap
kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh
pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani
dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan
penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi
sebagai manusia yang memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat,
pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka harus dihargai
sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh.

Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat


penge-tahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi
sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu
memerankan penyuluhan yang humanistk-egaliter itu.

7.  Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara
profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial,
budaya dan politik serta efektif karena direncanakan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin
tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani,
dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. Kegagalan karena kurangnya
respon dan partisipasi petani dapat dihindarkan. Programa-programa
penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga terjamin kelancaran
dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian dapat
dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional
dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan
secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan dan petunjuk dari
”atas” akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom
seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan
petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah  perlu
dipersiapkan generasi penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional,
dan penyuluh yang telah ada (yang belum termasuk profesional atau sub-
profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi profesional/sub-profesional.
Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-tenaga
penyuluh itu.

8.  Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-
kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan
dilaksanakan  dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat
dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan
mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang
bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun
negatif (hukuman).

Konsekuensi :  Harus diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat


dioperasikan secara tepat dan akurat. Setiap jenis kegiatan penyuluhan harus
jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan
hasil dan dampak dari penyuluhan itu.

9.  Memuaskan Petani


Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-
kan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya
kekece-waan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian
ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan
haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan
dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah dikemukakan di atas
sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi rangkuman dari
semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa  memuaskan petani. Karena itulah
prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.

Konsekuensi : Pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat


mengha-silkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan
sepenuh hati. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para
penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi semacam itu. Selain itu
fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan pertanian seperti
perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait
juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat memberi pelayanan
penyuluhan sepenuh hati itu.

Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir,


pola pandang, pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam
situasi baru yang sudah serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan
baru yang lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru
dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di masa lalu belum sempat
dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu mendapatkan
perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak
disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu
sampai sekarang. 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah
penyuluhan, sebagai berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)
B. Prinsip Penyuluhan Pertanian

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang


dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan
secara konsisten. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip menurut Leagans (1961)
menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang
teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman


penyuluhan pertanian sebagai proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam
penyuluhan pertanian sebagai berikut:

1) Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat
untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan"
mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran,
perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu
yang lebih lama.
2) Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang
baik atau bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi
semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa
mendatang.
3) Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan
kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan
melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik;
melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-
usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-
prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:

1) Minat dan Kebutuhan,


artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masya-rakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa
yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan
setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja
yang dapat dipenyui sesuai dengan tersedianya sumberdaya, serta minat dan
kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2) Organisasi masyarakat bawah,
artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi
masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.
3) Keragaman budaya,
artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya.
Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang
beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk setiap
wilayah seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman
budayanya.
4) Perubahan budaya,
artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya.
Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar
perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena
itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai
budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
5) Kerjasama dan partisipasi,
artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi
masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program
penyuluhan yang telah dirancang.
6) Demokrasi dalam penerapan ilmu,
artinya dalam penyu-luhan harus selalu memberikan kesempatan kepada
masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan.
Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang
ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta
proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat
sasarannya.
7) Belajar sambil bekerja,
artinya dalam kegiatan penyuluh-an harus diupayakan agar masyarakat dapat
"belajar sambil bekerja" atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu
yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar
menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus
memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau
memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8) Penggunaan metoda yang sesuai,
artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu
disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai
sosialbudaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat
diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
9) Kepemimpinan,
artinya, penyuluh tidak melakukan kegi-atan-kegiatan yang hanya bertujuan
untuk kepenting-an/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembang-kan
kepemimpinan.
Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menum-buhkan pemimpin-
pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk
membantu kegiatan penyuluhannya.
10)Spesialis yang terlatih,
artinya, penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan
khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan
khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan
beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
11)Segenap keluarga,
artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari
unit sosial.
12)Kepuasan,
artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada
program-program penyuluhan selanjutnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang Falsafah


dan prinsip Penyuluhan Pertanian. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di
atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar Falsafah dan Prinsip Penyuluhan
Pertanian, yaitu Falsafah Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2
pemikiran dalam penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan
kegiatan penyuluhan dengan benar . beberapa Paradigma baru Penyuluhan
pertanian adalah sebagai berikut: (1) Jasa Informasi, (2) lokalisasi, (3)
Berorientasi Agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus Pada Kepentingan
petani, (6) Pendekatan humanistik, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas , (9)
memuaskan petani. Sedangkan 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam
falsafah penyuluhan, sebagai berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang


dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan
secara konsisten. Pemahaman terhadap pengertian dan makna falsafah dan prinsip
penyuluhan secara lengkap dan menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi
penyuluhan dapat diakui dan dikembangkan lagi semata-mata untuk mencapai
perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan pernah berkesudahan.

Daftar Pustaka

Asngari,   Pang S.   2001.   Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam


Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola
Agribisnis,   Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi,   Fakultas
Peternakan, IPB.
Mardikanto,   Totok.   2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga
Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press : Surakarta.

Mardikanto,   Totok.   1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian.


Sebelas
Maret University Press : Surakarta.

P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok


Timur. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P)
Universitas Mataram: Mataram
Samsuddin,   U,   1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi
Pertanian., Binacipta : Bandung.

Sastraatmadja,   Entang,   1986,   Penyuluhan Pertanian,   Alumni :


Bandung.
Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina
Herdiastuti (Pent). Judul Asli : Agricultural Extention (Second Edition). Kanisius.
Jogjakarta
Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya
dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Yustina,   Ida dan Sudrajat, Adjat (Penyt.),   2003,   Membentuk Pola


Perilaku Manusia Pembangunan : Didedikasikan Kepada Prof. Dr. H.R. Margono
Slamet, IPB Press : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai