Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DASAR PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

“FALSAFAH DAN PRINSIP PENYULUHAN PERTANIAN”

Disusun Oleh :

Elieser Teofilus (1703015067)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS Mulawarman
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang
adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna
kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan
teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa penyuluhan
merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan dimasa yang akan datang,
kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.

Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi,


peningkatan daya saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa
konsekuensi terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi
perubahan kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah berpengaruh terhadap perubahan
perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas kawasan dan keterdedahan masyarakat atas
informasi yang ada juga sangat mendukung percepatan perubahan perilaku tersebut. Di
bidang pertanian, perubahan perilaku petani digerakkan melalui upaya penyuluhan pertanian.
Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai bagian
strategis dalam proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di
beberapa tempat muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan
dianggap tidak mampu memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan
mobilisasi dana pembangunan,dan karenanya tidak diperlukan.

Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap
bahwa penyuluhan menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa
yang akan datang ditentukan oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya.
Dalam perspektif mereka penyuluhan harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran
strategis itu mau diwujudkan. Beberapa pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari
pendekatan top-down kepada pendekatan partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan
sistem, (3) dari “pengajaran dan training” kepada “pembelajaran dan fasilitasi”, dan (4) dari
pendekatan disiplin kepada multidisiplin.
Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang starategis dalam
pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan.
Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain: Penyedia pangan bagi
penduduk Indonesia, penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri,
peningkatan kesempatan kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan
perbaikan SDM pertanian melalui kegiatan Penyuluhan Pertanian.

Pengalaman menunjukan bahwa penyuluhan pertanian di Indonesia telah


memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada pencapaian dari berbagai program
pembangunan pertanian. Sebagai contoh melalui program Bimbingan Massal (Bimas)
penyuluh pertanian dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada
tahun 1984, yang dilakukan melalui koordinasi yang ketat dengan instani terkait. Pada
pelaksanaan program Bimas penyuluhan pertanian yang dilaksanakan terkesan dilakukan
dengan pendekatan dipaksa, terpaksa dan biasa. Petani dipaksa melakukan tekhnologi
tertentu, sehingga petani terpaksa melakukannya dan kemudian petani menjadi biasa
melakukannya.

Pada era dicanangkannya revitalisasi penyuluhan pertanian, pendekatan dari atas


tidak relevan lagi, petani dan keluarganya diharapkan mengelola usaha taninya dengan penuh
kesadaran, melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari alternatif yang ada melalui bantuan
penyuluh pertanian dan pihak lain yang berkepentingan. Dengan demikian, petani yakin akan
mengelola usaha taninnya dengan produktif, efesien dan menguntungkan.

B. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada


makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan falasafah dan prinsip penyuluhan pertanian?
2. Apa yang di maksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
3. Bagaimana peran Falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian terhadap kegiatan
penyluhan Pertanian?
C. Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk mengetahui,


mengkaji dan mempelajari mengenai falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian,
sehingga bisa menjadi bahan referensi pembelajaran bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Falsafah Penyuluhan Pertanian

Falsafah adalah dasar-dasar pemikiran yg akan dijadikan sebagai landasan kerja.


Falsafah Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran dalam
penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan
benar .

Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan falsafah sebagai landasan


pemikiran yang bersumber kepada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan
harus diterapkan di dalam praktek. Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus
diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam
menumbuhkan masyarakat dan bangsa.

Paulian (1987) menyatakan falsafah penyuluhan pertanian diantaranya adalah :


Pertama, Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif; apa yang dikerjakan atau
dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri petani atau nelayan dan menjadi
kebiasaan baru. Kedua, Belajar melalui pemecahan masalah yang dihadapi adalah praktis;
kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dan menjadikan petani
seseorang yang berprakarsa dan berswadaya. Ketiga, Berperanan dalam kegiatan-kegiatan
menimbulkan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri, program pertanian untuk petani
atau nelayan dan oleh petani atau nelayan akan menimbulkan partisipasi masyarakat tani
atau nelayan yang wajar.

Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust
(pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan
kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan
kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi
(baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat
(ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.

a. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian


Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di ling-
kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah, nasional,
regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh
pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang situasi baru dan tantangan masa depan yang
dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk
mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan
baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut:
1. Jasa Informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan tetap
bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani dengan lebih baik
dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan adalah informasi baru tentang segala hal
yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah itu informasi baru tentang teknologi
budidaya pertanian, tentang sarana-sarana produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca,
serangan dan ancaman hama dan penyakit, berbagai alternatif usahatani lain, dan lain
sebagainya. Informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan
itu sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas ke semua
daerah di negaranya bahkan ke manca negara. Oleh karena itu para petani juga semakin
memerlukan informasi tentang dunianya yang semakin luas itu. Kalau kebutuhannya akan
berbagai macam informasi itu tidak terpenuhi maka itu berarti para petani itu terkendala
untuk maju. Penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani kebutuhan
informasi para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-pu
menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para
petani itu. Informasi-informasi tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain
yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan dikemas
dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.

2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian
harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya
masing-masing. Ekosistem daerah kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-
ciri lahan dan iklim di daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang
disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan
haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang bersang-kutan,
pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar sesuai dengan kondisi
daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas
penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan
penelitian.

3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan motif
mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah sangat
berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua kebutuhan perlu
dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan terus berkembang
seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka, se-hingga para petani memerlukan
pendapatan yang semakin banyak dari usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani
perlu mengadopsi prinsip-prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang
lebih besar dari hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi
agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan
keuntungan itu.

Konsekuesi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke


arah agribisnis karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-
prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak
dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan
tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi
aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan,
pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang
menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu
dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.
4. Pendekatan Kelompok .
Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien,
tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompok-kelompok
tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat penting sebab
itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput (grass root).
Forum kelompok itu merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan
untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah
pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya
kemandirian rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu
penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di
kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan
penyuluh per-tanian.

Konsekuensi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik


bagaimana cara membina kelompok dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar
kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan
anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan
pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal
dari bawah (bottom up).

5. Fokus pada kepentingan petani.


Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an pertanian.
Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan petani adalah yang
pertama, yang kedua juga kepentingan petani, juga yang ketiga. Baru sesudah itu
difikirkan kepentingan fihak lain.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapatkan imbalan yang wajar dan
adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan mendapatkan
kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu me-nyejajarkan dirinya
dengan unsur masyarakat lainnya.

Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran
harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-
kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya
bekerja. Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di
tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani
program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam
setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian
harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan
menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan
diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang
memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan
martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri
penyuluh.

Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-tahuan


dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial,
stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang humanistk-
egaliter itu.

7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional
dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta
efektif karena direncanakan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya
partisipasi para petani. Kegagalan karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat
dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga
terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian
dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional dan
sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan secara mandiri
dan tidak selalu tergantung pada arahan dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar dapat
diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin
diperhatikannya kepentingan petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi
penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang
belum termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi
profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan
peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-
tenaga penyuluh itu.

8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam
rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat dipertang-gung-jawabkan. Sistem
pertanggung-jawaban itu harus ada dan mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu
bagi penyuluh-penyuluh yang bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif
(penghargaan) ataupun negatif (hukuman).

Konsekuensi : Harus diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat


dioperasikan secara tepat dan akurat. Setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan
terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari
penyuluhan itu.

9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan rasa puas
pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan
merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan
harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi
salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah
dikemukakan di atas sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi
rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena
itulah prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.

Konsekuensi : Pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat mengha-silkan


tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu lembaga-
lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk dapat
mengemban misi semacam itu. Selain itu fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga
penyuluhan pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat memberi
pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.

Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, pola pandang,
pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam situasi baru yang sudah
serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan baru yang lebih komplek. Tidak
semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di
masa lalu belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak
disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu sampai
sekarang. 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah penyuluhan, sebagai
berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)

B. Prinsip Penyuluhan Pertanian

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai


pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam kegiatan
penyuluhan, prinsip menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam
melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati
agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan


pertanian sebagai proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian
sebagai berikut:

1) Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan" mereka akan
mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2) Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau
bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya
untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa mendatang.
3) Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya. Sebab,
setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan
kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang ingat
penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan
mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-prinsip
penyuluhan yang lain yang mencakup:

1) Minat dan Kebutuhan,


artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masya-
rakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi
minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga
masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan tersedianya
sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk
dipenuhi terlebih dahulu.
2) Organisasi masyarakat bawah,
artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi
masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.
3) Keragaman budaya,
artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya. Perencanaan
penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Di lain pihak,
perencanaan penyuluhan yang seragam untuk setiap wilayah seringkali akan menemui
hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
4) Perubahan budaya,
artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan
penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi
tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk
terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan,
dll.
5) Kerjasama dan partisipasi,
artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat
untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah
dirancang.
6) Demokrasi dalam penerapan ilmu,
artinya dalam penyu-luhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya
untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di
sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam
penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan
dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
7) Belajar sambil bekerja,
artinya dalam kegiatan penyuluh-an harus diupayakan agar masyarakat dapat "belajar
sambil bekerja" atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.
Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-
konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk
mencoba atau memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8) Penggunaan metoda yang sesuai,
artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan
dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya)
sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua
kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
9) Kepemimpinan,
artinya, penyuluh tidak melakukan kegi-atan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk
kepenting-an/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembang-kan kepemimpinan.
Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menum-buhkan pemimpin-pemimpin
lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan
penyuluhannya.
10) Spesialis yang terlatih,
artinya, penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan khusus tentang
segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan
lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun
masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
11) Segenap keluarga,
artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.
12) Kepuasan,
artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program
penyuluhan selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang Falsafah dan prinsip
Penyuluhan Pertanian. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik
suatu hal yang mendasar Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Pertanian, yaitu Falsafah
Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran dalam penyuluhan,
sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar .
beberapa Paradigma baru Penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut: (1) Jasa Informasi,
(2) lokalisasi, (3) Berorientasi Agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus Pada
Kepentingan petani, (6) Pendekatan humanistik, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas , (9)
memuaskan petani. Sedangkan 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah
penyuluhan, sebagai berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai


pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Pemahaman
terhadap pengertian dan makna falsafah dan prinsip penyuluhan secara lengkap dan
menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi penyuluhan dapat diakui dan dikembangkan
lagi semata-mata untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan pernah
berkesudahan.
Daftar Pustaka

Asngari, Pang S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha


Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis, Orasi
Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan, IPB.
(dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)

Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga


Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press : Surakarta.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas


Maret University Press : Surakarta.

P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Timur.


Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P) Universitas
Mataram: Mataram

Samsuddin, U, 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.,


Binacipta : Bandung.

Sastraatmadja, Entang, 1986, Penyuluhan Pertanian, Alumni : Bandung.


Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina Herdiastuti
(Pent). Judul Asli : Agricultural Extention (Second Edition). Kanisius. Jogjakarta
Yustina, Ida dan Sudrajat, Adjat (Penyt.), 2003, Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan : Didedikasikan Kepada Prof. Dr. H.R. Margono Slamet,
IPB Press : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai