Disusun Oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS Mulawarman
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang
adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna
kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan
teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa penyuluhan
merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan dimasa yang akan datang,
kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.
Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap
bahwa penyuluhan menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa
yang akan datang ditentukan oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya.
Dalam perspektif mereka penyuluhan harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran
strategis itu mau diwujudkan. Beberapa pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari
pendekatan top-down kepada pendekatan partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan
sistem, (3) dari “pengajaran dan training” kepada “pembelajaran dan fasilitasi”, dan (4) dari
pendekatan disiplin kepada multidisiplin.
Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang starategis dalam
pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan.
Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain: Penyedia pangan bagi
penduduk Indonesia, penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri,
peningkatan kesempatan kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan
perbaikan SDM pertanian melalui kegiatan Penyuluhan Pertanian.
B. Rumusan Masalah
Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust
(pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan
kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan
kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi
(baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat
(ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian
harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya
masing-masing. Ekosistem daerah kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-
ciri lahan dan iklim di daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang
disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan
haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang bersang-kutan,
pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar sesuai dengan kondisi
daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas
penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan
penelitian.
3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan motif
mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah sangat
berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua kebutuhan perlu
dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan terus berkembang
seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka, se-hingga para petani memerlukan
pendapatan yang semakin banyak dari usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani
perlu mengadopsi prinsip-prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang
lebih besar dari hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi
agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan
keuntungan itu.
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran
harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-
kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya
bekerja. Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di
tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani
program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam
setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian
harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan
menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan
diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang
memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan
martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri
penyuluh.
7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional
dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta
efektif karena direncanakan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya
partisipasi para petani. Kegagalan karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat
dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga
terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian
dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional dan
sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan secara mandiri
dan tidak selalu tergantung pada arahan dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar dapat
diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin
diperhatikannya kepentingan petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi
penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang
belum termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi
profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan
peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-
tenaga penyuluh itu.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam
rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat dipertang-gung-jawabkan. Sistem
pertanggung-jawaban itu harus ada dan mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu
bagi penyuluh-penyuluh yang bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif
(penghargaan) ataupun negatif (hukuman).
9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan rasa puas
pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan
merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan
harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi
salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah
dikemukakan di atas sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi
rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena
itulah prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, pola pandang,
pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam situasi baru yang sudah
serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan baru yang lebih komplek. Tidak
semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di
masa lalu belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak
disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu sampai
sekarang. 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah penyuluhan, sebagai
berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)
1) Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan" mereka akan
mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2) Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau
bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya
untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa mendatang.
3) Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya. Sebab,
setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan
kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang ingat
penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan
mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-prinsip
penyuluhan yang lain yang mencakup:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang Falsafah dan prinsip
Penyuluhan Pertanian. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik
suatu hal yang mendasar Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Pertanian, yaitu Falsafah
Penyuluhan Pertanian merupakan Landasan atau dasar2 pemikiran dalam penyuluhan,
sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar .
beberapa Paradigma baru Penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut: (1) Jasa Informasi,
(2) lokalisasi, (3) Berorientasi Agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus Pada
Kepentingan petani, (6) Pendekatan humanistik, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas , (9)
memuaskan petani. Sedangkan 6 Falsafah Pendidikan yg dikembangkan dalam falsafah
penyuluhan, sebagai berikut:
1. Falsafah mendidik
2. Falsafah demokrasi
3. Falsafah pentingnya individu
4. Falsafah Membantu diri sendiri
5. Falsafah kerjasama
6. Falsafah Kontinu (terus menerus)