Pengembangan alami
Inovasi sebagai 4(1),
Pertanian komponen
2011: pengendalian
29-46 hama ... 29
ABSTRAK
Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan pada kendala dan masalah, antara lain serangan hama.
Hama utama pada tanaman padi adalah penggerek batang dan wereng batang coklat. Pada tahun 2000-
2005, luas serangan penggerek batang padi rata-rata mencapai 85.000 ha/tahun, sedangkan wereng
batang coklat 20.000 ha/tahun. Untuk mengendalikan hama tersebut, petani umumnya menggunakan
insektisida secara berlebihan sehingga berdampak negatif terhadap bioekologi lahan sawah, oleh karena
itu, dianjurkan teknik pengendalian secara terintegrasi dengan mengutamakan lingkungan sehat dan
meningkatkan peran serangga berguna seperti musuh alami. Pengendalian menggunakan musuh alami
atau secara hayati telah diketahui sejak sebelum tahun 1945 dengan menggunakan parasitoid larva
Microbracon untuk mengendalikan penggerek batang. Mulai tahun 2000, protein Bacillus thuringiensis
yang bersifat toksin ditransformasikan ke dalam tanaman padi untuk mendapatkan varietas yang tahan
terhadap penggerek batang. Dasar pengendalian hayati secara ekologi yaitu membuat populasi hama
serendah mungkin dan mengoptimalkan peran musuh alami. Musuh alami penggerek batang padi yaitu
parasitoid Tetrastichus schoenobii, Telenomus beneficiens, dan Trichogramma japonicum, sedangkan
pada wereng batang coklat yaitu predator laba-laba (Lycosa, Tetragnatha, Oxyopes, Callitrichia), Paederus
fucipes, Ophionea sp., Cyrtorhinus lividipennis, Coccinella spp. dan Microvelia atrolineata, serta patogen
serangga Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Mengingat peran musuh alami yang nyata
maka keberadaannya perlu ditingkatkan melalui konservasi dan inundasi (diperbanyak lalu dilepas di
lapangan). Pengendalian hayati merupakan komponen dari pengendalian hama terpadu (PHT). Pada
tahun 2008, PHT menjadi salah satu komponen pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang kemudian
diperluas menjadi sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Strategi pengendalian dilakukan
dengan aplikasi insektisida berdasarkan ambang ekonomi dan penggunaan musuh alami seperti parasitoid
dan patogen serangga. Untuk lebih memasyarakatkan penggunaan musuh alami dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan partisipasi petani/kelompok tani maupun melalui media publikasi. Pengendalian hayati
perlu dilakukan secara berkelanjutan dan ditunjang dengan penyediaan agens hayati yang siap dipakai di
lapangan.
Kata kunci: Padi, pengendalian hayati, musuh alami, penggerek batang padi, wereng coklat, parasitoid,
predator
Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 1 April 2009
1)
di Bogor.
30 Arifin Kartohardjono
ABSTRACT
Increasing rice production faces constraints and problems, among other insect pests. Major insect pests
causing significant yield loss are rice stem borer and brown planthopper. In the period of 2000-2005, the
average infestation of rice stem borer was 85,000 ha/year, while brown planthopper in average was
20,000 ha/year. To control these insect pests, farmers commonly use insecticide irrationally which causes
negative impacts to the bio-ecology of rice field. Therefore, control of the pests was suggested to be
conducted integratedly for creating healthy rice field environment and giving opportunity to beneficial
insects like natural enemies to control the insect pests. Control by using natural enemies is known as
biological control. This method has been known since before 1945 by using parasitoid Microbracon to
control rice stem borer. Until 2000 up to now, Bacillus thuringiensis protein was transferred to the rice
plants to get rice variety resistant to stem borer. Ecological-based biological control is intended to
manage insect pest population as low as possible and to seek for the role of natural enemies as maximum
as possible. Natural enemies of rice stem borer are parasitoids Tetrastichus schoenobii, Telenomus
beneficiens and Trichogramma japonicum, while for brown planthopper are predators like spiders
(Lycosa, Tetragnatha, Oxyopes, Callitrichia), Paederus fucipes, Ophionea sp., Cyrtorhinus lividipennis,
Coccinella spp. and Microvelia atrolineata, and for insect pathogens are Beauveria bassiana and
Metarhizium anisopliae. Considering the significant role of these natural enemies, increasing their
existence and role has been conducted by conservation and inundation (multiplying and releasing to the
field). Biological control is a component of insect pest management (IPM). In 2008, IPM has been a
component of integrated crop management (ICM) which extended to field school of ICM. Strategy to
control stem borer and brown planthopper is conducted by insecticide application based on economic
threshold and use of natural enemies like parasitoid and insect pathogen. Socialization on using natural
enemies was also needed by increasing farmers or farmers group participation and using mass media.
Biological control need to be applied as a sustainable action and supported by provision of ready to use
biological agents.
Keywords: Rice, biological control, natural enemies, rice stem borer, brown planthopper, parasi-
toid, predator
1925). Pada tahun 1930 didatangkan para- padi. Musuh alami yang digunakan saat
sitoid larva Microbracon (Hymenoptera: itu adalah Cyrtorhinus lividipennis,
Braconidae) dari China dan dilepas di Jawa Coccinella, dan laba-laba (Wirjosuhardjo
Barat dan Jawa Tengah untuk mengen- et al. 1977). Berbagai cara dilakukan untuk
dalikan hama penggerek batang padi (van mengatasinya, tetapi yang dominan adalah
der Goot 1948). Untuk memasukkan agens menggunakan insektisida sehingga ber-
hayati harus ada izin dan dilakukan pe- dampak negatif terhadap kelangsungan
ngujian terbatas. Agens hayati yang ber- hidup musuh alami. Pada tahun 1981, pre-
manfaat, indikasinya bagus dan aman bagi dator dan parasitoid di Indonesia hanya
lingkungan, akan direkomendasikan untuk tinggal 230 jenis (Sosromarsono dan
memperoleh izin untuk dikomersialkan. Untung 2001).
Pada periode ini yaitu pada tahun 1951 Penggunaan insektisida pada periode
telah diamati pengaruh pestisida DDT, 1985-2000 sangat berlebihan dan menim-
toksafen, dan paration terhadap parasitoid bulkan berbagai dampak negatif. Oleh
telur penggerek batang padi, Telenomus karena itu, pada tahun 1986 Pemerintah
beneficiens, Tetrastichus schoenobii, dan mengeluarkan Inpres No. 3 tentang Pe-
Trichogramma japonicum (van der Laan ningkatan Pengendalian Hama Wereng
1951). Pada tahun 1950-an, sebelum Coklat pada Tanaman Padi. Substansi
pestisida digunakan, terdapat 1.060 jenis Inpres tersebut antara lain adalah pela-
musuh alami berbagai jenis serangga hama rangan penggunaan 57 jenis insektisida
pertanian dan kehutanan. Setelah insek- karena telah menimbulkan resurgensi,
tisida digunakan untuk mengendalikan resistensi, dan dampak lain yang meru-
hama, dalam 30 tahun kemudian kebera- gikan petani padi. Sejak itu, upaya peman-
daan musuh alami berkurang menjadi faatan musuh alami untuk pengendalian
hanya 300 jenis (Mangoendihardjo 2003). hama secara hayati makin meningkat.
Pengendalian hama secara hayati
merupakan komponen utama dalam kon-
Revolusi Hijau Hingga sep pengendalian hama secara terpadu
Swasembada Pangan,1970-1985 (PHT). Pengamatan menunjukkan adanya
hubungan yang seiring antara populasi
Pada periode 1972-1978, tingkat parasita- wereng batang coklat dan populasi pre-
si musuh alami terhadap kelompok telur dator. Jika populasi wereng batang coklat
penggerek batang padi pada musim kema- meningkat maka populasi predator akan
rau lebih tinggi daripada di musim hujan makin tinggi (Kartohardjono 1988).
(Soehardjan dan Soegiarto 1979). Pada Pada tahun 1990, saat terjadi serangan
tahun 1974, dilakukan penelitian pengaruh penggerek batang padi putih yang cukup
insektisida terhadap parasitoid penggerek berat pada pertanaman padi di jalur pan-
padi (Kilin et al. 1974). Pada periode 1976- tai utara Jawa Barat, dilakukan upaya
1977, terjadi serangan berat hama wereng penanggulangan dengan tanam serentak,
batang coklat di beberapa sentra produksi penggunaan varietas tahan, konservasi
Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 33
musuh alami, dan aplikasi insektisida jika (Altieri et al. 2005). Hubungan tersebut
diperlukan (Wigenasentana 1990). Dalam meliputi interaksinya dengan komponen
kaitan itu dilakukan perbanyakan para- abiotik dan biotik. Komponen abiotik
sitoid T. schoenobii di laboratorium, meliputi tempat hidup/tinggal dan cuaca/
kemudian dilepaskan di lapangan untuk iklim, sedangkan komponen biotik yaitu
mengendalikan penggerek batang padi tanaman dan serangga hama beserta
(Laba et al. 1997; Kartohardjono et al. musuh alami dan kompetitor lainnya
1998). Upaya pengendalian hama secara (Altieri et al. 2005). Strategi pendekatan
hayati pada tanaman padi dan palawija ini meminimalkan risiko yang merugikan
sampai tahun 1992 baru pada tingkat dengan melakukan pengelolaan segala
inventarisasi dan konservasi (PEI 1992). komponen pada lingkungan tersebut.
Pada awal program intensifikasi padi di dah, populasi wereng batang coklat lebih
Indonesia dianjurkan penanaman varietas rendah dibandingkan dengan tabur benih
berdaya hasil tinggi seperti IR26, IR28, langsung (Suharto dan Wityanara 1999).
IR30, dan IR34 pada areal yang luas. Di lahan pasang surut, gulma purun
Adanya tanaman dengan sifat-sifat yang tikus (Eleocharis dulcis) dapat diman-
seragam pada hamparan yang luas me- faatkan sebagai tanaman perangkap bagi
mungkinkan tersedianya makanan bagi penggerek batang padi putih untuk mele-
wereng batang coklat sesuai dengan fase takkan telurnya. Kelompok-kelompok telur
perkembangannya. Akibatnya, dalam lima tersebut terparasit oleh parasitoid Tele-
musim tanam, varietas unggul tersebut nomus, Trichogramma, dan Tetrastichus
terserang oleh wereng batang coklat (Oka antara 7,5-38% (Asikin et al. 2001). Lahan
1995). Pemupukan akan memengaruhi pinggiran ekosistem persawahan seperti
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik pematang sawah, tepian saluran irigasi,
dan menciptakan kondisi lingkungan semak, dan tunggul dihuni oleh komunitas
mikro yang baik bagi pertumbuhan larva musuh alami (predator dan parasitoid) dan
penggerek batang padi kuning dan wereng serangga pengurai yang kompleks (Her-
batang coklat (Soejitno 1982). linda et al. 2001). Cara panen dengan
Penanaman padi dengan tabur benih memotong jerami sampai 10 cm di atas
langsung (tabela) atau tanam pindah tanah dapat mengurangi larva penggerek
(tapin) berpengaruh terhadap serangan batang padi putih dan penggerek batang
penggerek batang padi. Serangan peng- padi kuning sampai 98% karena larva ter-
gerek batang padi pada cara tabela lebih sebut tinggal dalam batang sampai keting-
tinggi dibanding cara tapin (Suharto dan gian 100 cm (Manwan 1977).
Wityanara 1999). Demikian pula dengan
tanam padi pada golongan irigasi ber-
pengaruh terhadap serangan hama. Per- Komponen Pengendalian Hayati
tanaman pada pengairan golongan III
(tanam lebih lambat) berpeluang mendapat Menekan populasi hama agar tidak menim-
serangan penggerek batang padi yang bulkan kerusakan dapat dilakukan dengan
lebih besar dibanding dengan tanaman mengelola komponen biotik dan ling-
pada golongan pengairan I atau tanam kungannya. Beberapa komponen biotik
lebih awal (Baehaki 1999). yang dapat mengurangi populasi hama
adalah varietas padi tahan hama dan
musuh alami hama tersebut.
Pengendalian secara Hayati Pada persawahan yang ditanami padi
Berbasis Ekologi varietas tahan hama, indeks keragaman
inang, parasitoid dan predator tinggi,
Pengendalian secara hayati merupakan berbeda dengan varietas rentan yang
bagian dari pengendalian alami, yaitu rendah (Kartohardjono 1982). Selain itu,
pengelolaan lingkungan untuk membuat pada varietas tahan, periode stadium nimfa
populasi hama serendah mungkin. Upaya wereng batang coklat lebih panjang serta
pengelolaan lingkungan sebagian menye- indeks pertumbuhan dan nimfa yang
rupai pengendalian secara budi daya. Pada menjadi dewasa lebih kecil daripada vari-
pertanaman padi dengan cara tanam pin- etas rentan (Bahagiawati et al.1987). Jenis
Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 35
musuh alami yang dapat mengurangi menjadi dewasa pada lingkungan satu jenis
populasi hama adalah parasitoid, predator, inangnya.
patogen (jamur, bakteri, virus, rekitzia), Pada areal pertanaman padi terdapat
nematoda, dan jasad renik lainnya (Debach beberapa jenis parasitoid telur dan larva
1973). penggerek batang padi. Di antara jenis
Pengendalian hama secara hayati de- parasitoid tersebut terdapat tiga parasitoid
ngan menggunakan musuh alami memiliki telur, yaitu Tetrastichus schoenobii,
beberapa keuntungan, yaitu mencegah Telenomus beneficiens, dan Tricho-
pencemaran lingkungan oleh bahan kimia gramma japonicum. Parasitoid yang lebih
dari insektisida serta bersifat permanen, berperan adalah T. schoenobii. Ketiga jenis
efisien, berkelanjutan, tidak mengganggu parasitoid tersebut memarasit kelompok
dan merusak keragaman hayati, dan kom- telur penggerek batang padi kuning dan
patibel dengan cara pengendalian lainnya penggerek batang padi putih, baik pada
(Wood 1971; Debach 1973). pertanaman padi di dataran rendah maupun
di dataran tinggi. Parasitoid ini menyebar
di pantai utara Jawa Barat (Karawang, Su-
MUSUH ALAMI SEBAGAI bang, Indramayu), Bogor, Cianjur, Sleman,
KOMPONEN PENGENDALIAN Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan (Agus
HAMA SECARA HAYATI dan Melina 1999; Kartohardjono et al.
2001).
Peran dan Jenis Musuh Alami Parasitoid T. schoenobii bersifat grega-
rius, endo- dan ektoparasitoid. Parasitoid
Salah satu jenis musuh alami hama utama Telenomus bersifat superparasitisme ka-
tanaman padi adalah parasitoid. Parasitoid rena memarasit telur inang bersama dengan
adalah serangga yang ukuran tubuhnya parasitoid Trichogramma. Seekor larva T.
lebih kecil dibanding serangga inangnya. schoenobii memangsa 3-4 telur inang
Parasitoid menyerang inang pada saat (Kartohardjono 1992).
stadium larva, sedangkan setelah menjadi Pada areal pertanaman padi juga dite-
imago, parasitoid hidup bebas di alam. mukan beberapa musuh alami wereng
Jenis parasitoid dapat dibedakan me- batang coklat, antara lain parasitoid
nurut cara parasitasinya. Parasitoid yang Anagrus sp. dan Oligosita sp. Kemampuan
menyerang bagian luar serangga disebut parasitasi Anagrus sp. terhadap wereng
ektoparasitoid, dan jika menyerang bagian batang coklat lebih tinggi pada saat ta-
dalam serangga disebut endoparasitoid. naman padi berumur 5 minggu setelah
Parasitoid yang hanya terdapat satu ekor tanam (MST) dibanding 3 dan 7 MST.
dalam serangga inang disebut parasitoid Anagrus sp. lebih memilih inang wereng
soliter dan jika ditemui lebih dari seekor batang coklat daripada wereng punggung
pada serangga inang disebut parasitoid putih dan wereng hijau (Atmadja dan
gregarius. Jika lebih dari satu jenis para- Kartohardjono 1990). Kerapatan Oligosita
sitoid yang menyerang satu serangga dipengaruhi oleh populasi kelompok telur
inang disebut multiple parasitism atau wereng batang coklat, tetapi tidak demikian
parasitasi ganda. Super parasitisme yaitu dengan Anagrus. Namun, penyebaran
terdapat lebih dari satu parasitoid yang kedua parasitoid ini bersifat mengelompok
dapat tumbuh dan berkembang hingga (Atmaja dan Kartohardjono 1996).
36 Arifin Kartohardjono
Predator memiliki ukuran tubuh yang terjangkiti berubah warna menjadi merah
lebih besar dari serangga inangnya. Pre- muda atau kemerahan. Serangga yang ter-
dator bersifat monofagus atau oligofagus infeksi bakteri menjadi sakit, tidak mau
jika hanya memangsa satu atau dua jenis makan, lemah, dan tidak aktif. Larva yang
inang, tetapi lebih banyak bersifat poli- tertular virus juga menjadi lemah, warna-
fagus, yaitu memangsa berbagai jenis nya pucat dan mengering, kemudian larva
inang. Predator yang bersifat polifag tidak menuju pucuk tanaman dan akan mati
seefektif predator monofag (Santoso dan menggantung. Jamur patogen serangga,
Baehaki 2005). Beauveria bassiana dan Metarhizium
Musuh alami wereng batang coklat anisopliae dapat menekan populasi
yang berupa predator yaitu laba-laba wereng batang coklat masing-masing 40%
(Lycosa sp., Tetragnatha spp., Oxyopes dan 23% (Baehaki et al. 2003; Karto-
sp., Callitrichia sp.), Paederus fucipes, hardjono dan Baehaki 2005).
Cyrtorhinus lividipennis, Coccinella spp., Mengingat peran dan manfaat para-
Ophionea sp., dan Microvelia atroli- sitoid, predator, dan patogen serangga
neata. Penelitian menunjukkan, kemam- yang sangat nyata maka keberadaannya
puan predator tersebut memangsa serang- perlu dipertahankan dengan merenca-
ga dewasa wereng batang coklat berkisar nakan pola tanam dan waktu tanam yang
antara 1-5 ekor (Kartohardjono 1988; tepat, menggunakan varietas yang sesuai,
Kartohardjono et al. 1988; Kartohardjono dan cara budi daya (cara tanam, pemu-
dan Atmaja 1989). Cyrtorhinus akan me- pukan, pengairan, dan penyiangan) ber-
mangsa inang alternatifnya, yaitu wereng dasarkan anjuran sehingga memungkinkan
Inazuma dorsalis jika inang utama tidak musuh alami mengendalikan inangnya.
ada di pertanaman padi (Kartohardjono Penggunaan pestisida (insektisida, fungi-
1990). Cyrtorhinus memangsa lebih sida, dan herbisida) agar dilakukan secara
banyak nimfa instar pertama daripada selektif, bijaksana, dan seminim mungkin
instar keempat (Kartohardjono dan agar tidak mengontaminasi musuh alami.
Heinrichs 1983). Predator Paederus lebih Untuk mengembangkan musuh alami
menyukai inang dengan urutan wereng dapat dilakukan dengan membiakkannya
batang coklat, wereng punggung putih, secara massal kemudian dilepas di daerah
wereng zigzag, dan wereng hijau (Karto- endemis serangan hama tersebut. Untuk
hardjono 1992). Paederus memangsa ber- patogen serangga, pengembangannya di-
bagai stadia wereng, kecuali stadia telur lakukan dengan mengaplikasikan patogen
(Kartohardjono dan Soejitno 1987). Bebe- siap pakai saat populasi inang sedang
rapa predator juga ditemui pada penggerek tinggi. Beberapa cara meningkatkan man-
batang padi, tetapi perannya kurang nyata. faat musuh alami adalah secara inundasi-
Patogen serangga adalah jenis jasad augmentasi dan konservasi.
renik (jamur, bakteri, dan virus) yang Inundasi adalah memperbanyak agens
menginfeksi serangga inang sehingga hayati kemudian melepaskannya dalam
menyebabkan kematian inangnya. Jamur jumlah banyak di lapangan untuk mengen-
yang menginfeksi serangga disebut jamur dalikan hama. Cara ini telah diterapkan
entomopatogenik, yaitu menginfeksi inang pada parasitoid Trichogramma yang
melalui kulit atau masuk ke dalam alat dibiakkan di laboratorium pada telur
pencernaan melalui makanan. Inang yang Corcyra. Hasil perbanyakan kemudian
Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 37
dilepas di lapangan untuk mengendalikan tersedia, parasitoid dapat hidup dan ber-
penggerek batang padi (Agus dan Melina tahan pada inang alternatifnya (Karto-
1999; Susetyohari et al. 2003). hardjono et al. 1999). Untuk meningkatkan
Konservasi agens hayati dilakukan kerapatan dan peran predator wereng
dengan cara melestarikan keberadaan dan batang coklat, Cyrtorhinus, Ophionea,
memberdayakan peran musuh alami pada laba-laba, dan Coccinella dapat dilaku-
pertanaman padi. Pada cara ini, predator kan dengan mengaplikasikan ekstrak
Cyrtorhinus akan memangsa inang yang inangnya (wereng) pada pertanaman padi
berada pada gulma Cynodon dactylon, (Kartohardjono dan Marzuki 1997). Agar
Leersia hexandra, Paspalum vaginalis, efisien, penggunaan predator Cyrtorhinus
Digitaria sp., dan Echinocloa gruscalli untuk memangsa wereng batang coklat
jika wereng batang coklat tidak ada di dipilih yang bugar, terindikasi dari nilai
pertanaman padi. Gulma-gulma tersebut fluktuasi asimetrinya (Ratna et al. 2008).
juga menjadi tempat berkembang biak Cara pengendalian hayati dapat mengu-
Cyrtorhinus (Kartohardjono 1990). Untuk rangi pencemaran akibat penggunaan
parasitoid Anagrus sp., gulma yang insektisida. Selain itu, pengaturan pola
menjadi habitatnya adalah Panicum tanam juga dapat menyelamatkan dan
repens, Paspalum paspoledes, Leersia melestarikan musuh alami dari ancaman
hexandra, Digitaria sp., dan Drymoria insektisida yang diaplikasikan (Sosro-
villosa (Atmadja dan Kartohardjono 1990). marsono dan Untung 2001). Penggunaan
Keberadaan predator dan parasitoid pada insektisida secara bijaksana adalah memi-
vegetasi rerumputan berperan penting dari nimalkan penggunaannya atau menggu-
segi ekologi, terutama dalam pengendalian nakan insektisida secara selektif pada saat
hama secara hayati. diperlukan. Pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa insektisida bupro-
fezin dan BPMC efektif mengendalikan
Pengendalian secara Hayati wereng batang coklat tanpa mengancam
Ramah Lingkungan kehidupan predatornya, yaitu laba-laba,
Lycosa, Cyrtorhinus, dan Coccinella
Pengendalian hama secara hayati dengan (Kartohardjono dan Panuju 1989).
menggunakan musuh alami dilakukan
dengan memanfaatkan sifat-sifat musuh
alami tersebut. Parasitoid telur penggerek Pengendalian secara Hayati
batang padi, T. schoenobii yang berasal sebagai Komponen PHT
dari inang kelompok telur penggerek
batang padi kuning memiliki sifat biologi PHT adalah suatu sistem pengelolaan
sama dengan yang berasal dari inang populasi hama dengan menggunakan
kelompok telur penggerek batang padi semua teknik yang sesuai dan kompatibel
putih (Kartohardjono 1995). Demikian pula untuk mengurangi populasi hama dan
T. beneficiens yang memarasit kelompok mempertahankannya di bawah tingkat
telur penggerek batang padi juga mema- kerusakan ekonomis (Watson et al. 1975).
rasit kelompok telur penggerek pucuk tebu. Untuk melaksanakan PHT perlu diketahui
Jenis-jenis parasitoid tersebut efisien di- elemen-elemennya, yaitu pengendalian
gunakan karena jika inang utama tidak alami, sifat bioekologi serangga, penga-
38 Arifin Kartohardjono
matan berkala, dan penurunan hasil padu (PTT). Di antara 10 anjuran teknologi
(Untung 1996). Pengetahuan tentang sifat PTT, jika pada pertanaman padi saat
bioekologi musuh alami penting artinya pemantauan ditemukan populasi wereng
dalam pemanfaatan jenis serangga yang batang coklat di bawah ambang dianjurkan
digunakan. diaplikasi jamur entomopatogenik (Metar-
Ada tiga jenis parasitoid penggerek hizium atau Beauveria). PTT telah dilak-
batang padi, yaitu T. schoenobii, T. bene- sanakan di 18 provinsi dan telah diper-
ficiens, dan T. japonicum. Sifat bioekologi luas menjadi sekolah lapang PTT untuk
ketiganya adalah laju pertumbuhan in- meningkatkan produksi beras nasional
trinsik (r) setiap individu parasitoid Te- melalui program Peningkatan Produksi
trastichus, Telenomus, dan Trichogramma Beras Nasional (P2BN) (Departemen
berturut-turut 0,30; 0,41; dan 0,40 kali, Pertanian 2008).
sedangkan laju reproduksi bersihnya (Ro)
masing-masing 42,5; 28,7; dan 19,7 kali.
Masa regenerasi (T) parasitoid Tetras- STRATEGI PENGEMBANGAN
tichus, Telenomus, dan Trichogramma PENGENDALIAN HAMA SECARA
berturut-turut adalah 12,5; 8,11; dan 7,42 HAYATI
hari, yang berarti dalam satu generasi,
parasitoid Tetrastichus lebih banyak yang Pengelolaan Ekosistem
hidup dan jumlah keturunannya juga lebih
banyak, serta masa siklus generasinya Pada ekosistem sawah di Pemalang, Jawa
lebih lambat dibanding Telenomus dan Tengah, dengan pola tanam padipadi
Trichogramma (Laba et al. 1997). Dalam padi tanpa perlakuan insektisida ditemui
menurunkan populasi penggerek batang 16 jenis hama, 29 jenis musuh alami, dan
padi, parasitoid Tetrastichus lebih efektif 11 jenis serangga lain. Pada persawahan
dibanding Telenomus dan Trichogramma. di Ciranjang, Jawa Barat, ditemukan 46 jenis
Namun, T. japonicum lebih sering ditemui laba-laba predator (Arifin et al. 1997;
di lapangan, meskipun parasitasinya tidak Sosromarsono dan Untung 2001). Di
sebesar kedua parasitoid lainnya (Karto- antara musuh alami tersebut, T. schoenobii
hardjono et al. 1995). mampu memarasit kelompok telur peng-
Hubungan antara komponen PHT vari- gerek batang padi hingga 80% (Karto-
etas tahan dan pemangsaan predator ber- hardjono 1992). Penggunaan varietas
sifat saling menunjang. Pada pengendalian tahan yang dikombinasikan dengan pre-
menggunakan varietas tahan wereng ba- dator nyata mengurangi populasi wereng
tang coklat, tingkat pemangsaan predator batang coklat dibanding hanya meng-
(laba-laba, Lycosa, dan Callitrichia) lebih gunakan varietas tahan atau predator
tinggi dibanding pada varietas rentan (Kartohardjono dan Heinrichs 1983). Hasil
(Kartohardjono dan Heinrichs 1983). penelitian menunjukkan, Cyrtorhinus
Pengendalian hayati merupakan salah meningkat kemampuannya memangsa
satu komponen PHT. Sampai tahun 1997, wereng batang coklat pada varietas tahan
PHT telah dilaksanakan di 12 provinsi di (Kartohardjono dan Heinrichs 1984).
Indonesia (Sastrosiswojo dan Oka 1997). Agar tidak mencemari lingkungan,
PHT juga merupakan salah satu teknologi insektisida diaplikasikan pada saat dan
anjuran pada pengelolaan tanaman ter- waktu yang tepat, yaitu jika telah terjadi
Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 39
ambang kerusakan atau ambang kendali. Jawa Barat, pelepasan dilakukan di Kabu-
Untuk penggerek batang padi pada fase paten Subang pada areal 348 ha, di Suma-
anakan maksimum, jika ditemukan rata- tera Barat di Pematang dan Kerasaan serta
rata lebih dari satu kelompok telur tiap rum- di Sulawesi Selatan. Hasilnya menun-
pun tanaman atau intensitas serangan jukkan bahwa pelepasan Trichogramma
rata-rata 15% disarankan dilakukan pe- sp. dapat menekan serangan penggerek
ngendalian dengan insektisida (Soehar- batang padi (Agus dan Melina 1999;
djan 1976). Untuk wereng batang coklat, Susetyohari et al. 2003; Gultom 2006;
jika ditemukan musuh alami dan wereng Nugroho dan Dewayani 2006).
punggung putih, ambang kendalinya Jenis musuh alami yang dapat diko-
adalah lebih dari 5 ekor per rumpun pada mersialisasikan dalam bentuk insektisida
tanaman padi berumur kurang dari 40 hari biologi dari patogen serangga adalah
setelah tanam (HST) dan lebih dari 20 ekor Metarhizium dan Beauveria untuk
per rumpun pada tanaman berumur lebih mengendalikan wereng batang coklat. Cara
dari 40 HST dikendalikan dengan in- aplikasinya sama dengan insektisida kimia.
sektisida (Baehaki et al. 1999). Insektisida Perbanyakan jamur Beauveria dan Meta-
yang digunakan adalah yang bersifat rhizium di laboratorium pada media jagung
selektif, efektif, dan diizinkan pengguna- pecah masing-masing menghasilkan 5,0 x
annya. 1012 dan 1,5 x 1013 spora (Baehaki et al.
2003; Kartohardjono dan Baehaki 2005).
Metarhizium dapat diformulasikan dalam
Pemanfaatan Musuh Alami bentuk tepung dengan kaolin dan dikemas
dalam plastik. Setelah disimpan selama 7
Pengendalian secara hayati dapat dibe- bulan pada suhu kamar atau lemari es,
dakan menjadi dua, yaitu (1) pemanfaatan efektivitasnya masih 90% (Baehaki dan
musuh alami tanpa campur tangan manusia, Kartohardjono 2007).
dan (2) pemanfaatan musuh alami secara Pada tahun 2001 telah dilakukan pe-
terapan dengan campur tangan manusia ngendalian wereng batang coklat dan
(Sosromarsono dan Untung 2001). Jenis penggerek batang padi di 90 Pusat
agens pengendali hayati juga digolongkan Pelayanan Agens Hayati (PPAH) di Jawa
menjadi dua, yaitu (1) musuh alami yang Timur dengan menggunakan Metarhizium
mampu menyebar sendiri dan (2) insek- dan Beauveria (Susetyohari et al. 2003).
tisida hayati (Mangoendihardjo 2003). Di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Bea-
Dalam pengendalian hayati terapan, uveria digunakan untuk mengendalikan
musuh alami dari suatu wilayah diper- walang sangit. Kedua jenis jamur patogen
banyak kemudian disebarkan di wilayah itu tersebut dapat menekan populasi inang-
sendiri (in-situ). Jenis musuh alami yang nya dengan baik (Rohayati 2006).
telah dicobakan yaitu parasitoid Tricho-
gramma sp. untuk mengendalikan peng-
gerek batang padi. Kegiatan tersebut Peningkatan Partisipasi Pengguna
dilaksanakan di Jawa Timur dengan
melepas 100 pias atau sekitar 250.000 ekor Penggunaan musuh alami untuk mengen-
parasitoid/ha di Kabupaten Probolinggo, dalikan hama padi memerlukan penge-
Pasuruan, Lumajang, dan Mojokerto. Di tahuan dasar tentang identifikasi jenis
40 Arifin Kartohardjono
hama dan musuh alami serta bioekologinya terdapat pada tunggul tanaman. Kera-
(Reksosusilo 1985; Sosromarsono dan gaman makin rendah berturut-turut pada
Untung 2001). Jenis serangga hama dan rerumputan, tanggul, dan pematang (Widi-
musuh alami dapat dipelajari dengan arta et al. 2000). Suksesi komunitas akan
mengidentifikasi dan mengklasifikasikan- meningkat pada keragaman tanaman dan
nya berdasarkan studi sistematika. hewan sesuai dengan berjalannya waktu.
Salah satu kendala dalam pengendalian Pada ekosistem pertanian yang seimbang,
secara hayati adalah masih banyak petani pengendalian hayati terjadi secara terus-
yang belum menyadari manfaat musuh menerus (Price dan Waldbauer 1975).
alami. Oleh karena itu, petani perlu di- Pengendalian secara hayati akan dite-
dorong untuk mengetahui bagian dari rapkan oleh petani jika mereka merasakan
agroekosistem yang memengaruhi ke- manfaat berupa berkurangnya aplikasi
anekaragaman hayati di lingkungannya insektisida. Pengendalian secara hayati
(Ooi 1997). Pengetahuan tentang pengen- sebagai komponen PHT memberikan
dalian hama secara hayati bagi petani dapat pengaruh positif pada pendidikan SLPHT,
disampaikan secara langsung melalui yang tampak dari berkurangnya penggu-
pertemuan dengan individu petani atau naan pestisida di persawahan (Dermawan
kelompok tani, atau secara tidak langsung dan Yusdji 1993). Musuh alami yang
melalui media publikasi. dilepas di lapangan akan aktif mencari
Pengalaman menunjukkan bahwa mangsa dan petani perlu memantau ke-
Sekolah Lapang Pengendalian Hama adaan hama dan musuh alaminya. Selain
secara Terpadu (SLPHT) merupakan media itu, perlu disediakan musuh alami atau
yang bermanfaat cukup besar bagi petani agens hayati siap pakai agar petani mudah
untuk meningkatkan kemampuan dalam memperoleh dan mengaplikasikannya.
mengendalikan hama dan penyakit tanam-
an secara terpadu. Semula, program
SLPHT dilaksanakan di enam provinsi, KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
kemudian diperluas menjadi 12 provinsi KEBIJAKAN
hingga tahun 1998 (Oka 1995; Sastro-
siswojo dan Oka 1997). Kesimpulan
nesia. Gadjah Mada Univ. Press, Yog- Sastrosiswojo, S. dan I.N. Oka. 1997.
yakarta. 255 hlm. Implementasi pengelolaan serangga
PEI (Perhimpunan Entomologi Indonesia). secara berkelanjutan. Prosiding Kong-
1992. Konsepsi pengendalian hama res Perhimpunan Entomologi Indo-
terpadu. Kongres Entomologi IV, Yog- nesia V dan Simposium Entomologi,
yakarta, 28-30 Januari 1992. 4 hlm. Bandung, 24-26 Juni 1997. Perhim-
Price, P.W. and Waldbauer.1975. Ecological punan Entomologi Indonesia dan Uni-
aspect of pest management. p. 37-74. versitas Padjadjaran, Bndung. 12 hlm.
In P.L. Metcalf and W.H.Luckman Soejitno, J. 1982. Pengaruh pupuk nitrogen
(Eds.). Introduction to Insect Pest Ma- terhadap pertumbuhan larva pengge-
nagement. John Wiley & Sons, New rek padi Tryporyza incertulas Walker.
York. Jurnal Penelitian Pertanian 2(1): 10-12.
Ratna, E.S., A. Kartohardjono, dan P. Soetrisno, K. Mulya, B. Soegiarto, E.
Hidayat. 2008. Asimetri sayap dan Herawati, I.S. Dewi, M. Yunus, dan I.N.
adaptasi feral kepik predator Cyrtor- Orbani. 2003. Laporan Tahunan. Balai
hinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Penelitian Bioteknologi dan Sumber-
Miridae). Abstrak Makalah Seminar daya Genetik Pertanian, Bogor. 182 hlm.
Nasional V Perhimpunan Entomologi Soehardjan, M. 1973. Observation on leaf
Indonesia Cabang Bogor, LIPI Cibi- and planthoppers on rice in West Java.
nong, Bogor, 18-19 Maret 2008. Contrib. Cent. Res. Inst. Agric. (3): 10.
Reksosusilo, E.S. 1985. Biologi Tiga Parasit Soehardjan, M. 1976. Dinamika Populasi
Penting Hama Ganjur, Orseolia oryza Penggerek Kuning Padi Tryporyza
(Wod-Mason) (Diptera: Cecidomyii- incertulas (Walker). Disertasi, Institut
dae) sebagai Dasar Pengelolaan Hama Teknologi Bandung.
Tersebut. Disertasi, Institut Pertanian Soehardjan, M. dan Soegiarto.1979. Status
Bogor. 154 hlm parasit telur Tryporyza incertulas di
Rohayati, T. 2006. Evaluasi efektivitas pantai utara Jawa Barat, 1972-1978.
Beauveria bassiana terhadap walang Makalah Kongres Entomologi I, Ja-
sangit (Leptocoryza oratorius F) di karta, 9-11 Januari 1979. 9 hlm.
Kecamatan Sumedang Selatan, Kabu- Sosromarsono, S. dan K. Untung. 2001.
paten Sumedang. Makalah Pertemuan Keanekaragaman hayati arthropoda
Pemasyarakatan PHT Berbasis Akrab predator dan parasitoid di Indonesia
Lingkungan, Bandung, 25-28 April serta pemanfaatannya. hlm. 33-46.
2006. 8 hlm. Prosiding Simposium Keanekaragam-
Santoso, E. dan Baehaki S.E. 2005. Opti- an Hayati Arthropoda pada Sistem
malisasi pemanfaatan musuh alami Produksi Pertanian, Cipayung, 16-18
dalam pengendalian hama terpadu Oktober 2000. Perhimpunan Ento-
pada budi daya padi intensif untuk mologi Indonesia dan Keanekara-
sistem pertanian berkelanjutan. Inovasi gaman Hayati Indonesia.
Teknologi Padi Menuju Swasembada Suharto, H. dan S. Wityanara. 1999. Penga-
Beras Berkelanjutan, Buku I. Pusat ruh cara tanam dan pengairan terhadap
Penelitian dan Pengembangan Tanam- perkembangan hama padi. hlm. 353-357.
an Pangan, Bogor. 247 hlm. Prosiding Kongres Perhimpunan Ento-
46 Arifin Kartohardjono
mologi Indonesia V dan Simposium pada berbagai habitat lahan sawah bera
Entomologi, Bandung, 24 -26 Juni 1997. dan usaha konservasi musuh alami
Perhimpunan Entomologi Indonesia pada padi tanam serentak. hlm.185-192.
dan Universitas Padjadjaran, Bandung. Prosiding Simposium Keanekaragaman
Susetyohari, B.H. Susetyo, R.R. Yuliani, Hayati Arthropoda pada Sistem Pro-
dan Juliastuti. 2003. Pengalaman la- duksi Pertanian, Cipayung, 16-18 Okto-
pang pengendalian serangga meng- ber. 2001. Perhimpunan Entomologi
gunakan agens hayati di Jawa Timur. Indonesia dan Keanekaragaman Ha-
hlm. 45-49. Prosiding Simposium yati Indonesia.
Pengendalian Hayati Serangga, Suka- Wigenasentana, M.S. 1990. Keadaan
mandi, 14-15 Maret 2001. Balai Pene- serangan penggerek padi dan usaha
litian Tanaman Padi, Sukamandi. penanggulangannya. Makalah Seminar
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan PHT Penggerek Padi dalam rangka
Hama Terpadu. Gadjah Mada Univ. Mempertahankan Swasembada Beras.
Press, Yogyakarta. 273 hlm. Institut Pertanian Bogor, April 1990. 13
Van der Goot, P. 1925. Levenswijze en hlm.
bestrijding van de witte rijstboorder Wirjosuhardjo, S., A. Mukidjo, dan S. Su-
op Java. Med. Van het Inst. voor Plan- djono. 1977. Pengamatan musuh alami
tenzichten (66). 306 pp. wereng coklat, penyakit kerdil rumput
Van der Goot, P. 1948. Twaalf jaren rijst- dan kerdil hampa di Yogyakarta. hlm.
boorder bestrijding door zaaitijd- 583-590. Prosiding Peranan Hasil Pene-
sregeling in West Brebes (Res. Peka- litian Padi dan Palawija dalam Pem-
longan). Landbouw 20(11/12): 465-494. bangunan Pertanian, Buku III. Maros,
Van der Laan, P.A. 1951. De mogelijkheden 26-29 September 1977. Pusat Penelitian
van bestrijding der rijstboorders. dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Landbouw 23: 295-356. Bogor.
Watson, T.F., L. Moore, and G.W. Ware. Wood, B.J. 1971. Development of integ-
1975. Practical insect pest management. rated control programs for pests of
W.H. Freeman and Co., San Francisco. tropical perrenial crops in Malaysia. p.
196 pp. 422-457. In C.B. Huffaker (Ed.).
Widiarta, I N., T. Surjana, dan D. Kus- Biological Control. Plenum Press, New
diaman. 2000. Jenis anggota komunitas York.