Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENGANTAR USAHATANI
(Survei Sosial Ekonomi Rumah Tangga, Petani padi di Desa Tlogowaru
Kecamatan Kedungkandang)

Disusun Oleh :
Dzaskyah Hanasari 165040200111104
Gabriel Wisdom Siregar 165040200111107
Ferdin Imaduddin Azzanky 165040201111153
Burhan Akhmad 165040201111066
Jen Rico Simaremare 165040201111099
Firhan Ihza Yusriza 165040201111147
Brigita Ade Tacia 165040201111163
Kelas : B
Kelompok : 1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan akhir mata kuliah Pengantar Usahatani. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas akhir praktikum Pengantar Usahatani, yang mana
dilakukan survei dan wawancara langsung ke Petani padi di Desa Wagir
Kecamatan Kedungkandang.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapakan kepada dosen pengampu dan
asisten praktikum mata kuliah Pengantar Usahatani yang telah membimbing
penulis dalam pembelajaran, praktikum, serta penyusunan laporan Pengantar
Usahatani ini.
Harapan penulis semoga laporan akhir ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dan teman-teman. Penulis menyadari
bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini.

Malang, November 2019

Penyusun

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1.  Latar Belakang.............................................................................................1
1.2.  Tujuan...........................................................................................................2
1.3  Manfaat..........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1. Sejarah Usahatani..........................................................................................4
2.2. Transek Desa.................................................................................................5
2.3. Profil Usahatani.............................................................................................6
2.4 Analisis Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani........8
2.5 Analisis Kelayakan Usahatani........................................................................9
2.6 Analisis Risiko Usahatani............................................................................12
2.7 Kelembagaan dan Kewirausahaan................................................................12
BAB 3 Hasil dan Pembahasan...............................................................................14
3.1 Sejarah Usahatani.........................................................................................14
3.2 Transek Desa................................................................................................14
3.3 Pofil Petani dan Usahatani...........................................................................15
3.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usahatani.............................15
3.5 Analisis Kelayakan Usahatani......................................................................17
3.6 Pemasaran Hasil Pertanian...........................................................................19
3.7 Kelembagaan Petani.....................................................................................19
3.8 Permasalahan dalam Usahatani....................................................................20
3.9 Permasalahan dalam Usahatani dan Solusi..................................................20
3.10 Pengaruh Jiwa Wirausaha Petani dalam Usahataninya..............................21
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................24
4.1 Kesimpulan...................................................................................................24
4.2 Saran.............................................................................................................24
LAMPIRAN...........................................................................................................27

iv
v
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara agraris dimana bidang pertanian
memiliki peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional dan kebutuhan
pangan masyarakat yang bergantung dari bidang pertanian. Hal ini ditunjukkan
dari semakin banyaknya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya
atau bekerja pada sektor pertanian, terutama di daerah pedesaan. Berdasarkan data
lapangan dari Badan Pusat Statistik (2017) penduduk Indonesia sedikitnya ada
39,68 juta orang atau sekitar 31,86% dari total penduduk kerja yang bekerja di
sektor pertanian. Kegiatan pertanian memang merupakan salah satu kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat di suatu pedesaan
(Adiwlaga,2012). Adanya potensi-potensi kondisi lingkungan atau ekosistem
pedesaan yang baik serta adat istiadat dan kebudayaan pada masyarakat desa
Wagir inilah salah satunya yang menyebabkan sektor pertanian tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat pedesaan. Untuk memaksimalkan kegiatan pertanian
tentunya diperlukan pengelolaan terhadap usaha pertanian di suatu pedesaan
secara baik dan tepat yang dilakukan oleh para petani. Oleh karena itu penting
bagi kita untuk melakukan analisis usaha tani agar kita dapat mengetahui seberapa
layak usahatani yang dilakukan oleh petani tersebut. Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Sumodiningrat (2001) yang mengatakan bahwa analisis kelayakan
usahatani penting dilakukan untuk mengetahui keadaan finansial mencakup biaya,
penerimaan, pendapatan serta keuntungan dari usahatani tersebut. Desa Wagir
adalah salah satu contoh desa yang digunakan sebagai lokasi pengamatan dan
mendapatkan data terkait usaha petani padi, yang dilakukan terhadap salah
seorang narasumber dengan cara wawancara dan peninjauan secara langsung
terhadap usaha tani yang dilakukannya.
Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani
mengalokasikan sumber daya yang secara efektif dan efisien untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Kegiatan usahatani merupakan
kegiatan yang mengupayakan pengelolaan unsur-unsur produksi, baik Sumber
Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), maupun modal dengan tujuan
berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di bidang pertanian. Usahatani dilakukan
2

oleh petani guna untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya seperti memenuhi


kebutuhan sehari-hari. Inti dari pertanian adalah usaha tani (farming) karena usaha
tani menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Dalam
usahatani, terdapat perhitungan untuk memperoleh suatu keuntungan yang akan
diterima. Perhitungan tersebut seperti analisis biaya, pendapatan, BEP (Break
Event Point), dan R/C ratio dan lain-lain. Perhitungan-perhitungan itu digunakan
agar orang yang melakukan usahatani mengetahui biaya-biaya apa saja yang
dikeluarkan untuk usahatani, apakah biaya-biaya tersebut melebihi atau memenuhi
target keuntungan yang diinginkan.
Secara umum peningkatan produksi suatu usahatani dapat menjadi
indikator keberhasilan dari usahatani itu sendiri, akan tetapi pada kenyataannya
besarnya produksi belum mampu menjamin besarnya tingkat pendapatan yang
diterima oleh petani. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh harga yang diterima oleh
petani dan biaya-biaya penggunaan input usahatani. Perlu dilakukan kegiatan
fieldtrip dengan melakukan wawancara kepada petani untuk mengetahui analisis
pendapatan dan kelayakan usahatani padi di Desa Wagir Kecamatan
Kedungkandang

1.2.  Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan adanya peninjauan terhadap
usahatani yang dilakukan oleh seorang petani pada suatu desa adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan sejarah usahatani padi di daerah penelitian
2. Mendeskripsikan transek di daerah penelitian
3. Mendeskripsikan profil usahatani tanaman padi di daerah penelitian
4. Menganalisis biaya, penerimaan dan keuntungan tanaman padi di daerah
penelitian
5. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman padi di daerah penelitian
6. Mendeskripsikan pemasaran hasil pertanian di daerah penelitian
7. Mendeskripsikan kelembagaan petani di daerah penelitian

1.3  Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pengamatan ini antara lain mahasiswa
dapat mendeskripsi dan menganalisa biaya, penerimaan serta keuntungan dari
3

usaha tani, layak tidaknya usaha tani cabai, serta dapat memberikan solusi
terbaik agar usaha taninya dapat berkelanjutan
4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Usahatani


Sejarah pertanian di Indonesia pada awalnya diawali dengan sistem ladang
berpindah. Masyarakat pada awalnya bercocok tanam secara berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain dengan cara membuka lahan hutan. Masyarakat
menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat bertahan
hidup. Masyarakat berfikir sederhana bagaimana mempersiapkan lahan, alat-alat,
hewan dan sebagainya. Para petani mulai membuka suatu ladang dengan
membersihkan belukar bawah di suatu bagian tertentu dari hutan, kemudian
menebang pohon-pohon besar. Demikian terbukalah suatu ladang yang
kemudian ditanami dengan bermacam tanaman tanpa pengolahan tanah yang
berarti dan metode budidaya tanaman yang sederhana. Selanjutnya, setelah
beberapa tahun kemudian sistem bersawah pun mulai ditemukan oleh penduduk
Indonesia. Perkembangan pertanian Indonesia sebelum Belanda datang,
ditentukan oleh adanya sistem pertanian padi dengan pengairan yang merupakan
praktik turun menurun petani Jawa (Yudono, 2018). Sistem pertanian padi sawah
merupakan upaya untuk membentuk pertanian menetap.
Setelah itu VOC menguasai di Batavia yang merubah kebijakan pertanian
di Jawa bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya
untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya bagi VOC. Tahun 1830, Van
Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda mendapatkan tugas rahasia
untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut tanam paksa. Sebenarnya
Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian tanah telah muncul sejak
1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921 (Yudono, 2018).
Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak
banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus
pada produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada
pemerintah. Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik
modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan
mudah menentukan tanaman yang akan ditanam dan budidaya terhadap
tanamannya pun tak berkembang. Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah
Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal
5

secara luas dengan program Revolusi Hijau yang dimasyarakat petani dikenal
dengan program BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut adalah
meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pada tahun 1998 usahatani di
Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya krisis multidimensi. Pada
waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam
pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi
sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Keterpurukan pertanian
Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal ini departemen
pertanian sebagai stakeholder pembangunan pertanian mengambil suatu keputusan
untuk melindungi sektor agribisnis yaitu “pembangunan sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi”.
Untuk sistem pertanian dan usahatani yang ada sekarang ini masih belum efektif
dan efisien dari mulai proses awal sampai pada saat panen dan pasca panen
sehingga masih perlu diintensifkan sehingga dapat memberikan hasil yang
optimum. Untuk itu, pemerintah berupaya untuk mendongkrak kontribusi sektor
pertanian Indonesia terhadap perekonomian.

2.2. Transek Desa


Transek desa merupakan kegiatan pengamatan pada suatu desa dimana
telah disepakati suatu garis sebagai transeknya. Pada transek itulah akan dilakukan
pengamatan mengenai berbagai hal yang ditemukan khususnya mengenai
sumberdaya alam dan manusia serta usahatani yang dijumpai pada transek
tersebut (Macon, 2007). Transek juga menggambarkan ketinggian dataran
(kontur), yang berfungsi sebagai penempatan kesesuaian tata guna lahan, serta
rancangan solusi dan analisis untuk masalah. Komponen yang terdapat di Desa
antara lain sawah, pemukiman, jalan, ladang, sungai, dan irigasi dan lain-lain.
Menurut Sunjaya dkk (2000), penelusuran lokasi (Transek) dilakukan
untuk memfasilitasi masyarakat agar mendiskusikan keadaan sumber-sumber daya
dengan cara mengamati langsung hal yang didiskusikan di lokasinya.
Hal-hal yang biasanya didiskusikan adalah :
a. Masalah-masalah pemeliharaan sumber daya pertanian : seperti erosi
kurangnya kesuburan tanah, hama dan penyakita tanaman, pembagian air,
penggundulan hutan dan sebagainya.
6

b. Potensi-potensi yang tersedia


c. Pandangan dan harapan-harapan para petani mengenai keadaan-keadaan
tersebut
d. Hal lain disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih
untuk diamati.
Jenis-jenis transek menurut Sunjaya dkk (2000) berdasarkan jenis
informasi (topik kajian) terdiri dari tiga jenis yaitu transek sumber daya desa yang
bersifat umum, transek sumber daya alam dan transek untuk topik topik khusus.
Transek sumber daya desa ( umum ) yaitu transek yang pengamatannya dilakukan
sambil berjalan melalui daerah pemukiman desa yang bersangkutan guna
mengamati dan mendiskusikan berbagai keadaan. Keadaan-keadaan yang diamati
yaitu pengaturan letak perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman rumah,
pengaturan air bersih untuk keluarga, dkk. Transek sumber daya alam yaitu jenis
transek yang dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam
mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahannya,
terutama sumber daya pertanian. Transek topik topik lain yaitu transek yang
dilakukan untuk mengamati dan membahas topik-topik khusus.

2.3. Profil Usahatani


2.3.1. Karakteristik Usahatani Dan Petani Di Indonesia
Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit,
modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehingga
berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani dan rendahnya tingkat
kesejahteraan petani (Yudono,P 2018). Terbatasnya modal seringkali
menyebabkan petani tidak mampu mengadopsi teknologi baru dalam
mengusahakan sumberdaya yang dimilikinya. Karena keterbatasan itu usahatani
yang biasanya dilaksanakan petani masih menggunakan teknologi lama atau
masih tradisional.
Karakteristik petani dilihat dari dua aspek yaitu jenis kelamin dan umur.
Petani di Indonesia didominasi oleh laki-laki, dimana lebih dari 75% petani di
Indonesia berjenis kelamin laki-laki ( Direktorat Pangan Dan Pertanian, 2014).
Lebih dari 50% rumah tangga pertanian di Indonesia dengan petani utama berada
pada kelompok usia 35-54 tahun, namun demikian masih ada lebih dari 30 persen
7

yang berusia tua yaitu diatas 54 tahun. Sedangkan persentase rumah tangga
dengan petani utama berumur kurang dari 35 tahun hanya 12,87% saja
( Direktorat Pangan Dan Pertanian, 2014).
2.3.2 Tinjauan Tentang Komoditas Padi
Padi merupakan tanaman pangan yang awalnya berasal dari pertanian
kuno dari benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
menunjukkan bahwa padi mulai ditanam di Zhenjiang (Cina) sejak 3.000 tahun
SM dan ditemukannya fosil butiran padi dan gabah di Hastinapur Uttar Pradesh
India sekitar 100 dan 800 tahun SM (Purwono, dkk., 2009). Menurut
Tjitrosoepomo 2004, klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisi: Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Graminae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
Secara morfologi tanaman padi termasuk tanaman semusim. Batang padi
berbentuk bulat dengan daun panjang yang berdiri pada ruas- ruas batang dan
terdapat sebuah malai pada ujung batang. Bagian Vegetatif dari tanaman padi
adalah akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif berupa malai dari bulir-
bulir padi (Kuswanto, 2007). Akar tanaman padi adalah akar serabut. Padi
termasuk kedalam familia Graminae yang memiliki batang dengan susunan beruas
- ruas. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas. Antar ruas pada batang
padi dipisahkan oleh buku. Panjangnya tiap-tiap ruas tidak sama (Fitri, 2009).
Padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-
beda, baik bentuk, susunan, maupun bagian-bagiannya. Ciri khas daun padi adalah
terdapat sisik dan telinga daun. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam
susunan yang berselang-seling. Bunga padi pada hakikatnya terdiri atas tangkai,
8

bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari. Tiap unit bunga terletak pada
cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan cabang sekunder.

2.4 Analisis Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani

Menurut Kuswadi (2005), biaya adalah semua pengeluaran untuk


mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga, baik yang berkaitan dengan usaha
pokok perusahaan maupun tidak. Berdasarkan metode pembebanan biayanya,
Kuswadi (2005) mengklasifikasikan jenis-jenis biaya ke dalam biaya langsung
dan biaya tidak langsung, yaitu:
1. Biaya Langsung (direct cost) adalah biaya yang langsung dibebankan pada
objek atau produk, misalnya bahan baku langsung, upah tenaga kerja yang terlibat
langsung dalam proses produksi, biaya iklan, ongkos angkut, dan sebagainya;
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost) adalah biaya yang sulit atau tidak
dapat dibebankan secara langsung dengan unit produksi, misalnya gaji pimpinan,
gaji mandor, biaya iklan untuk lebih dari satu macam produk, dan sebagainya.
Biaya tidak langsung disebut juga biaya overhead. Selain itu juga
menggolongkan biaya berdasarkan pola perilaku biaya yaitu:
1. Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tetap atau tidak
berubah dalam rentang waktu tertentu, berapapun besarnya penjualan atau
produksi perusahaan, contohnya pada usahatani adalah sewa lahan, penyusutan
alsintan;
2. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang dalam rentang waktu dan
sampai batas-batas tertentu jumlahnya berubah-ubah secara proporsional,
contohnya dalam usahatani adalah benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan
sebagainya.
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total cost (Total Biaya)
Total biaya dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
TC = FC + VC
Keterangan :
9

TC = Total Biaya
FC = BiayaTetap
VC = Biaya Variabel
Menghitung penerimaan dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai
berikut.
TR = P x Q
Keterangan:
TR = Total Penerimaan
Q = Jumlah Produksi
P = Harga Produksi
Soekartawi (1993), menyatakan bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu
usaha dapat dihitung dengan menggunakan analisis Revenue Cost Ratio(R/C-
ratio), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TR
R/C =
TC
Keterangan:
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)

Dengan ketentuan apabila : R/C >1 : Usahatani tomat layak untuk diusahakan.
R/C.

2.5 Analisis Kelayakan Usahatani


2.5.1 R/C Ratio
Terdapat beberapa definisi efisiensi, .Efisiensi dalam pekerjaan merupakan
perbandingan yang terbaik suatu pekerjaan dengan hasil yang diperoleh dari
pekerjaan tersebut. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Segi hasil
Suatu pekerjaan dapat disebut efisien jika dengan usaha tertentu dapat
diperoleh hasil yang maksimal, baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.
b. Segi usaha
Suatu pekerjaan dapat disebut efisien jika hasil tertentu dapat tercapai dengan
usaha yang minimal. Efisiensi sendiri, menurut Soekartawi (1993), merupakan
gambaran perbandingan terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien
10

atau tidak efisien suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh
dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk memperoleh
hasil tersebut.Tingkat efisiensi suatu usaha biasa ditentukan dengan menghitung
per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan total biaya
produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu usahatani digunakan analisis R/C
ratio.
Menurut Soekartawi (1993), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan
perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut:
R / C = PQ. Q / (TFC+TVC)
Keterangan:
R = penerimaan
C = biaya
PQ = harga output
Q = output
TFC = biaya tetap (fixed cost)
TVC = biaya variabel (variable cost)
Ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu:
 R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan
 R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP
 R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan
2.5.2 Break Event Point (BEP)
Menurut Riyanto & Bambang (1997), analisis Break Event Point adalah
suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Analisis BEP dalam perencanaan
keuntungan merupakan suatu pendekatan perencanaan keuntungan yang
mendasarkan pada hubungan antara cost (biaya) dengan revenue (penghasilan
penjualan). Analisis BEP adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Model yang paling banyak digunakan untuk menentukan nilai BEP adalah
dengan membuat kurva BEP. Selain, memberikan informasi mengenai keterkaitan
antara biaya dan pendapatan, kurva BEP juga menunjukklan laba atau kerugian
11

yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat keluaran. Melalui kurva BEP, akan
terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya
tetap dan biaya variabel serta garis penerimaan. Besarnya volume produksi atau
penjualan dalam unit akan nampak pada sumbu horisontal (sumbu X) dan
besarnya penerimaan serta biaya akan nampak pada sumbu vertikal (sumbu Y).
Pada kurva BEP, dapat ditentukan pada titik mana perpotongan antara garis
penerimaan dengan garis biaya total, berikut adalah gambar dari kurva BEP

Gambar 1. Kurva BEP


Berdasarkan gambar kurva di atas, maka dapat dijelaskan bahwa BEP
adalah terletak pada perpotongan garis penerimaan dan biaya. Daerah tersebut
berada di sebelah kiri titik Break Event yaitu bidang antara garis biaya total
dengan garis penerimaan merupakan daerah rugi karena hasil penjualan lebih
rendah dari biaya total. Daerah disebelah kanan garis biaya total dengan garis
penerimaan merupakan daerah laba karena hasil penjualan lebih tinggi dari biaya
total. Analisis BEP bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan pada saat
titik balik modal, yaitu yang menunjukkan bahwa suatu proyek/usahatani tidak
dapat mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Menurut
Riyanto (1997), BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu:
12

Keterangan :
BEP : Break Even Point
FC : Fixed Cost
VC : Variabel Cost
P : Price per unit

V : Sales Volume

2.6 Analisis Risiko Usahatani


Risiko adalah peluang terjadinya kemungkinan merugi yang dapat
diketahui terlebih dahulu. Ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa
diramalkan sebelumnya, dan karenanya peluang terjadinya merugi belum
diketahui sebelumnya.  Sumber ketidakpastian yang penting di sektor pertanian
adalah fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga.  Ketidakpastian hasil
pertanian disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit serta
kekeringan.  Jadi produksi menjadi gagal dan berpengaruh terhadap keputusan
petani untuk berusahatani berikutnya.  Selain itu, ketidakpastian harga
meyebabkan fluktuasi harga dimana keinginan pedagang memperoleh keuntungan
besar dan rantai pemasaran yang panjang sehingga terjadi turun naiknya harga
(Soekartawi, 1993). Menurut Faqih (2010), risiko dalam usaha tani meliputi risiko
penurunan produksi pertanian yang dapat disebabkan oleh bencana alam seperti
banjir dan bencana lainnya seperti serangan hama penyakit tanaman, kebakaran
atau kesalahan dalam menerapkan teknik budidaya. Risiko-risiko yang mungkin
dihadapi dalam melakukan usaha tani adalah risiko produksi baik penurunan
13

volume dan mutu produk, risiko keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian
karena faktor alam

2.7 Kelembagaan dan Kewirausahaan


Kelembagaan menurut Ruttan dan Hayami, dalam Abdurohim (2016)
merupakan aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan
harapan dimana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan
yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang di inginkan. Dan menurut Nabil
dan Nugent dalam Abdurohim (2016), mengatakan kelembagaan adalah batasan
atau faktor pengendali yang mengatur hubungan perilaku antar anggota atau antar
kelompok. Lebih lanjut North dalam Abdurohim (2016), disebutkan bahwa
kelembagaan adalah lembaga yang sudah memiliki kejelasan tujuan dan tempat.
Koentjaraningrat dalam Abdurohim (2016) , salah satu lembaga adalah Economic
Institutions yaitu yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu
untuk mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah, dan
mendistribusikan harta dan benda. Sedangkan menurut Vablen dalam Abdurohim
(2016) , kelembagaan usaha (business enterprises) di bentuk atas dasar motivasi
mencari keuntungan. Mengacu kepada kedua pendapat diatas, penulis
mengartikan bahwa, usaha kecil sebagai kelembagaan usaha (business enterprises)
atau Economic Institutions yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, untuk mata pencaharian, melalui memproduksi, menimbun, mengolah,
dan mendistribusikan harta dan benda, yang di bentuk atas dasar motivasi mencari
keuntungan.
Pengertian Kelembagaan Sesuai dengan definisi dalam www.dictionary.com
dalam Modul Pengembangan Kelembagaan Dan Koordinasi 2015 , “A well
established and structured pattern of behavior or of relationship that is accepted as
a fundamental part of a culture”. Maksudnya adalah sesuatu yang telah disepakati
dan distrukturisasi terkait perilaku peran yang berlaku dalam sebuah hubungan
dan definisinya sudah mendasar dan membudaya. Aspek kelembagaan
menekankan pada tatanan nilai moral, pola hubungan manusia, serta peraturan-
peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Ernan, et all (2009)
Kelembagaan mememiliki beberapa komponen utama yang terdiri dari :
14

1. Batas yuridiksi, yaitu lingkup subjek dan objek yang tercakup dalam
suatu kelembagaan.
2. Property right, yaitu hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat
dan tradisi atau konsesus yang menjalin hubungan antar anggota masyarakat
dalam hal kepentingannya terhadap sumber daya.
3. Aturan representatif, yaitu subjek yang hendak berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan sumber daya.
15

BAB 3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Sejarah Usahatani

Masyarakat di Desa Tlogowaru, Jalan Sekarsari, Kecamatan


Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur sebagian besar memiliki mata
pencaharian sebagai petani. Usahatani dilakukan turun temurun yang diwariskan
ke generasi berikutnya. Usahatani yang dilakukan oleh petani di daerah tersebut
didominasi oleh pertanian tanaman semusim yakni tanaman padi. Tanaman padi
dipilih petani karena memiliki syarat tumbuh yang sesuai dengan daerah di
Tlogowaru, air mencukupi untuk tanaman padi yang membutuhkan air cukup
banyak, dan pendapatan dari usahatani tanaman padi pada desa tersebut memiliki
harga jual yang tinggi dikarenakan pada desa tersebut memiliki tanah tipe A yang
sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman padi.
Hasil dari usahatani komoditas padi sebagian dikonsumsi sendiri dan
sebagian dijual ke tengkulak yang mendatangi petani. Alasan dijual ke tengkulak
karena menurut petani hal tersebut lebih efisien sehingga petani tidak meluangkan
waktu untuk menjual hasil pertanian langsung ke pasar. Harga dari penjualan
ditentukan oleh kesepakatan antara petani pengepul dan tengkulak. Petani
pengepul memiliki standart tersendiri dalam menentukan harga terendah dari hasil
panen tersebut sehingga diharapkan para petani tidak merugi akibat permainan
harga yang biasa dilakukan tengkulak.

3.2 Transek Desa


Desa Tlogowaru, Jalan Sekarsari, Kecamatan Kedungkandang, Kota
Malang, Jawa Timur sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya ialah
sebagai petani dengan mayoritas menanam tanaman padi. Masyarakat desa
Tlogowaru bermata pencaharian sebagai petani karena tanah di Desa ini tergolong
subur dan lingkungan yang mendukung untuk pertanian. Tanaman padi dipilih
karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan peminat yang banyak karena
dibutuhkan untuk sehari hari serta tanaman padi memiliki syarat tumbuh yang
sesuai di daerah Desa Tlogowaru.
Desa Tlogowaru sudah memiliki akses yang mudah dengan jalan yang
beraspal sehingga mempermudah masyarakat untuk mengakses dengan trasportasi
16

motor maupun mobil. Penataan dari pemukiman dan pertanian sudah cukup baik
dengan pemukiman lebih dekat dengan jalan utama. Di Desa Tlogowaru sendiri
sudah memiliki masjid dan sekolah sehingga mempermudah kegiatan spiritual dan
pendidikan. Fasilitas pada pertanian juga sudah memadai dengan adanya irigasi
yang dapat memenuhi kebutuhan dalam melakukan kegiatan budidaya tanaman
padi.

3.3 Pofil Petani dan Usahatani


Berdasarkan hasil wawancara mengenai sosial ekonomi dari usahatani yang
dilakukan oleh Bapak Teguh Junaidi sebagai narasumber di Desa Tlogowaru,
Jalan Sekarsari, Kecamatan Kedungkandang Provinsi Jawa Timur. Beliau
merupakan salah satu petani padi di daerah tersebut dan merupakan warga asli
Desa Tlogowaru. Beliau berumur 40 tahun dan memliki pendidikan terakhir
Sekolah Menengah Atas (SMA). Beliau memiliki anggota keluarga berjumlah 4
orang yang terdiri dari 2 orang anak yang masih bersekolah dan satu orang istri.
Bapak Teguh memiliki pekerjaan utama sebagai petani yang telah
dilakukkanya selama ± 23 tahun dan memiliki pekerjaan sampingan yang lain
yaitu sebagai koordinator parkir. Beliau memiliki lahan milik sendiri seluas ±
2500 𝑚2 yang digunakan untuk melakukan budidaya tanaman. Dalam melakukan
usahataninya Bapak Teguh lebih memilih komoditas padi dan hanya dilakukan
secara monokultur.

3.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usahatani


Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat dilakukan analisis
biaya, penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh petani sebagai berikut:
Tabel 1. Biaya Variabel Komoditas Padi selama satu kali tanam
Keterangan Jumlah Unit Harga per unit Total
Benih 8 80.000 / kg 640.000
Urea 1 92.000 / sak 92.000
Ponska 1 115.000 / 0.5kw 230.000
ZA organik 1 95.000 95.000
Firtako ¼ botol 220.000/botol 55.000
Amistar ¼ botol 212.000/botol 53.000
Total 1.165.000
17

Tabel 2. Biaya Variabel untuk tenga kerja komoditas padi


Tenaga Kerja Jumlah Jumlah Jumlah HOK Upah /
Laki-laki orang hari jam/hari HOK
Pengolahan 2 2 6 Rp. 160.000 Rp.
Lahan 40.000
Penyiangan 2 4 3 Rp. 160.000 Rp.
40.000
Pemupukan 2 4 3 Rp. 160.000 Rp.
40.000
Penyemprotan 2 4 3 Rp. 160.000 Rp.
40.000
Panen 5 3 6 Rp. 600.000 Rp.
40.000
Pasca panen 4 3 6 Rp. 480.000 Rp.
40.000
Tenaga Kerja
Perempuan
Penanaman 6 3 3 Rp. 360.000 Rp.
40.000
Penyiangan 5 4 3 Rp. 400.000 Rp.
40.000
Panen 3 3 6 Rp. 360.000 Rp.
40.000
Total Rp.
2.840.000
Biaya upah yang dikeluarkan oleh Bapak Teguh sebesar Rp. 2.840.000.
Biaya tersebut dikeluarkan untuk memenuhi pembayaran kegiatan penanaman,
pemupukan, perawatan, dan panen. Berdasarkan perincian biaya variable yang
dikeluarkan selama musim tanam, maka diperoleh total biaya variable yang
digunakan untuk usahatani selama satu musim tanam ialah sebesar Rp. 4.005.000.
Tabel 3. Biaya tetap komoditas Padi
Keterangan Jumlah unit Harga Biaya
Pajak lahan ¼ ha 10juta/tahun/ha
2.500.000
Dores 1 500/ha 125.000
Pickup 1 250.000 250.000
Traktor 1 1,4 juta/ha 350.000
Total 3.225.000
Biaya yang dikeluarkan petani selama satu musim tanam yang digunakan
untuk sewa lahan dan sewa alat ialah sebesar Rp 3.225.000,-.
Tabel 4. Biaya Penerimaan Komoditas Padi satu musim tanam
18

Keterangan Jumlah unit Harga per TR


satuan
Padi 2,5 ton 7000 / kg Rp. 17.500.000

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa besar penerimaan yang


diperoleh petani padi dalam satu kali musim tanam ialah sebesar Rp. 17.500.000,-
dengan jumlah produksi sebanyak 2500 kg (2,5 ton) dengan harga Rp.7000/kg.
Sedangkan, berdasarkan perhitungan biaya tetap dan biaya variable yang telah
dilakukan, maka biaya total yang dikeluarkan oleh Bapak Teguh dalam satu kali
musim tanam dapat diketahui. Dimana biaya tersebut diperoleh dari hasil
penjumlahan biaya tetap dengan biaya variable yaitu sebesar Rp. 7.230.000,-.
Biaya tersebut merupakan total pengeluaran selama satu musim tanam. Setelah
diketahui total biaya yang dikeluarkan dan total penerimaan yang diperoleh Bapak
Teguh, maka dapat dilakukan perhitungan keuntungan yang diperoleh. Dimana
keuntungan didapatkan dari hasil pengurangan total penerimaan dengan total
biaya yang dikeluarkan selama satu musim tanam, sehingga diperoleh keuntungan
sebesar Rp. 10.270.000,-. Besar keuntungan sebesar Rp. 10.270.000,- dapat
dikatakan pendapatan Pak Sukadi sebagai petani padi cukup tinggi dalam satu kali
musim tanam.

3.5 Analisis Kelayakan Usahatani


3.5.1 R/C Ratio
R/C = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 (𝑇𝑅)/𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑇𝐶)
= 𝑅𝑝.17.500.000,00/Rp. 7.230.000,00
= 2,42
Berdasarkan perhitungan diatas, R/C rasio atas biaya total yang diperoleh
petani sebesar 2,42 yang berarti setiap pengeluaran petani sebesar Rp 1,- akan
mendapatkan imbalan penerimaan sebesar Rp 2,42,-. Nilai R/C yang lebih dari
satu ini menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan dan layak untuk
diusahakan karena penerimaan yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sitompul (2013), bahwa
analisis R/C rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang berfungsi untuk
mengetahui kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan
19

membandingkan nilai output terhadap nilai. Analisis R/C rasio dilakukan untuk
mengetahui besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang
dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika rasio R/C bernilai lebih dari satu
(R/C > 1), maka usahatani layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika rasio R/C
bernilai kurang dari satu(R/C < 1), maka usahatani tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan.
3.5.2 BEP (Break Even Point)
A. BEP (Break Even Point) Produksi (Unit)
BEP Produksi (Unit) = 𝑇𝐹𝐶/𝑃−(𝑇𝑉𝐶/𝑄)
= 𝑅𝑝.7.230.000/𝑅𝑝.7000 −(𝑅𝑝.4.005.000/2500)
= 1339,38 Kg
Berdasarkan perhitungan diatas nilai BEP (Break Even Point) produksi
usahatani tanaman padi milik Bapak Teguh sebesar 1339,38 kg. Nilai BEP
produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan dalam
usahatani agar tidak mengalami kerugian. Usahatani tersebut layak untuk
diusahakan karena menurut Nasution (2014) jika produksi yang dihasilkan
dibawah nilai BEP produksi maka usahatani tersebut mengalami kerugian dan
tidak layak untuk dikembangkan.
B. BEP (Break Even Point) Penerimaan (Rupiah)
BEP Penerimaan (Rp) = 𝑇𝐹𝐶/1−(𝑇𝑉𝐶/𝑇𝑅)
= 𝑅𝑝.7.230.000/1−(𝑅𝑝.4.005.000/𝑅𝑝.17.500.000)
= Rp. 9.269.230,76
Berdasarkan perhitungan diatas nilai BEP (Break Even Point) penerimaan
usahatani tanaman padi milik Bapak Teguh sebesar Rp. 9.269.230,76. Nilai BEP
penerimaan menggambarkan total penerimaan produk dengan kuantitas produk
pada saat BEP. Usahatani tersebut layak untuk dikembangkan karena nilai BEP
penerimaan lebih kecil dari pada total penerimaan petani (BEP perneriaan < TR).
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nasution (2014), yaitu penerimaan petani
harus diatas nilai BEP penimaan, jika berada di bawah nilai BEP penerimaan
maka petani akan mengalami kerugian dan usahatani tersebut tidak layak untuk
dikembangkan.
C. BEP (Break Even Point) Harga (Rupiah)
20

BEP Harga (Rp) = 𝑇𝐶/𝑄


= 𝑅𝑝.7.230.000/2500
= Rp. 2.892,00
Berdasarkan perhitungan diatas Nilai BEP (Break Even Point) harga
usahatani tanaman padi milik Bapak Teguh sebesar Rp. 2.892,00. Nilai BEP harga
menggambarkan harga produk per satuan unit pada saat BEP. Usahatani tersebut
layak untuk dikembangkan karena nilai BEP harga lebih kecil dari pada harga jual
yang diterima oleh petani. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nasution (2014)
harga jual tanaman harus diatas BEP harga agar tidak mengalami kerugian dan
layak untuk dikembangkan.

3.6 Pemasaran Hasil Pertanian


Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh Bapak Teguh adalah dengan
mengumpulkan hasil pertanian kepada petani pengepul kemudian menjual hasil
tersebut kepada tengkulak. Bapak Teguh memilih menjual kepada tengkulak
karena dapat mempermudah dan mempercepat proses pemasaran, selain itu
dengan adanya tengkulak, petani tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk proses
pengangkutan.
Menurut Bapak Teguh mengatakan bahwa terkadang harga yang diberikan
oleh tengkulak tidak sesuai harapan, dapat tinggi ataupun rendah akan tetapi
karena penjualan terlebih dahulu melalui petani pengepul yang juga memiliki
patokan harga minimal sehingga harga yang didapat tidak menyebabkan kerugian
dan pada saat ini beliau mendapat harga Rp. 7000,-/Kg yang menurut Bapak
Teguh harga tersebut masih tergolong tinggi. Beliau tetap menjual kepada
tengkulak karena dapat mempemudah proses pemasaran dan tidak perlu
mengeluarkan biaya pengankutan jika dijual langsung kepada tengkulak.

3.7 Kelembagaan Petani


Kelembagaan petani merupakan salah satu wadah atau organisasi yang
memiliki peranan penting dalam meningkatkan koordinasi antar petani.
Berdasarkan observasi dan survei yang telah dilakukan di Desa Tlogowaru
terdapat sebuah kelompok tani. Kelompok tani memiliki peranan dan aktivitas
dalam meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar petani. Kelompok tani ini
memiliki agenda rutin perkumpulan antar petani di desa setiap 1 bulan sekali.
21

Kelompok tani yang ada di Desa Tlogowaru telah berfungsi cukup optimal.
Sebagaimana dijelaskan dalam literature, bahwa dalam usaha tani kelembagaan
mempunyai peranan dalam penunjang keberhasilan suatu usaha seperti halnya
koperasi dalam penyediaan sarana produksi baik itu benih, pinjaman modal,
pupuk dll. Kelembagaan usahatani memiliki potensi untuk meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usahatani
(Wahyuni, 2009).

3.8 Permasalahan dalam Usahatani


Pada usaha tani padi yang dilakukan oleh Pak Teguh, permasalahan yang
sering muncul ialah serangan hama tikus dan burung pipit yang jumlahnya cukup
tinggi sehingga kerusakan yang terjadi cukup berat, produksi padi yang dihasilkan
cukup rendah, dan kemungkinan gagal panen meningkat. Hal ini tentu juga
menurunkan kualitas produk pertanian yang dihasilkan. Pengendalian hama secara
hayati dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian serangga hama yang
ramah lingkungan dan hemat dari segi ekonomi. Pengendalian hama secara hayati
bertujuan untuk meningkatkan potensi serangga musuh alami dalam
mengendalikan populasi serangga hama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
menciptakan habitat yang baik bagi musuh alami melalui tersedianya rumah bagi
burung hantu untuk membantu mengurangi populasi tikus.

3.9 Permasalahan dalam Usahatani dan Solusi


Permasalahan tidak lepas dari segala kegiatan usaha tani begitu pula
dengan usaha tani Pak Teguh, berdasarkan hasil wawancara yang telah
dilaksanakan diketahui bahwa masalah yang sering kali dialami adalah adanya
hama tikus dan burung pipit yang merugikan karena sudah mengurangi hasil
panen. Solusi pengendalian yang dilakukan petani yaitu dengan penggunaan
bahan- bahan kimia yang berlebihan hingga membuat burung menjadi kebal atau
resisten. Menurut Murtiati dan Sumarno burung pipit atau emprit menyerang
tanaman pada fase masak susu sampai padi dipanen. Burung akan memakan
langsung bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan kehilangan
hasil secara langsung. Selain itu burung emprit juga mengakibatkan patahnya
malai padi. Burung emprit datang berombongan. Mereka terbagi dalam
kelompok-kelompok kecil sekitar 20-25 ekor. Terbang lincah dari petak satu ke
22

petak yang lain. Kedatangan burung emprit ini untuk memakan padi yang telah
mulai berisi. Jika dibiarkan, burung emprit itu merubah padi menjadi gombong
(tidak berisi). Petani akan merugi karena padinya tidak berisi lagi . Pengendalian
yang dilakukan yaitu dengan membuat “weden sawah”. Yaitu, memasang
berbagai barang bekas terutama plastik dan kaleng bekas di sawah, mengusir
dengan teriakan-teriakan dan ketapel hingga memasang jaring diatas tanaman padi
agar burung emprit itu tidak dapat menjangkaunya dan bahkan dapat ditangkap.
Macam - macam Pengendalian Hama Burung, baik itu secara kimia maupun
mekanik, yaitu : burung emprit takut dengan warna merah, maka kita bisa
menakut-nakutinya dengan warna tersebut. Biasanya burung emprit yang akan
mendekati sawah kita akan terbang pergi ketika melihat warna-warna tersebut.
Pestisida nabati dari jengkol dan dari buah serut.
Pengendalian tikus yang bisa dilakukan oleh masyarakat seperti
gropyokan, racun, jebakan, dan pengasapan. Alat-alat dan bahan untuk
pengendalian tikus juga banyak ditemukan di pasar. Pengendalian tikus yang
dilakukan oleh masyarakat bermacam-macam cara, baik dengan cara yang
disarankan seperti di atas, dengan cara tradisional, atau pun dengan cara-cara yang
muncul dari masyarakat sendiri yang kadang-kadang merupakan suatu cara yang
aneh dan tidak masuk akal. Usaha pengendalian tikus akan berhasil jika dilakukan
secara serentak/massal, berkelanjutan, dan ada peran serta masyarakat. Cara lain
yaitu dengan sanitasi habitat tikus, Fumigasi, dan menggunakan musuh alami
(Sudarmaji & Herawati, 2009). Menurut hasil wawancara Pak Teguh dan para
petani sebenarnya ingin mengendalikan hama tikus dengan musuh alami yaitu
burung hantu dengan membuat penangkaran disekitar sawah namu hal ini belum
terealisasikan karena kurangnya modal.

3.10 Pengaruh Jiwa Wirausaha Petani dalam Usahataninya


Petani yang kami wawancarai bernama Teguh Junaidi berusia 40 tahun,
beliau merupakan humas kelompok tani didesa tersebut. Pekerjaan utama beliau
adalah Koordinator Parkir Hiburan Malam Kota Malang khususnya didaerah
Soekarno Hatta. Jiwa wirausaha Pak Teguh terlihat dari sikap beliau yang selalu
membandingkan harga-harga dari tiap-tiap orang atau lembaga yang akan
membeli hasil panen beliau, ketika harga panen dirasa terlalu rendah beliau akan
23

menggunakan koneksi beliau yang luas, untuk mencari harga tertinggi. Selain itu
beliau juga dengan koneksinya mencari bantuan dari beberapa pihak Bank untuk
memberikan pinjaman modal bagi petani dan karena koneksi beliau pula banyak
bantuan yang diperoleh oleh petani didaerah tersebut. Jiwa kewirausahaan Pak
Teguh juga terlihat dari cara beliau memanfaatkan peluang-peluang yang ada
yaitu memanfaatkan kebutuhan masyarakat yang membutuhkan tempat parkir
yang aman bagi alat transportasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Thomas (2007) kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian
untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang
yang dihadapi orang setiap hari.
Selain itu beliau selaku humas di kolompok tani desa yang anggotanya
memiliki luas lahan sawah lebih dari 100 ha, dengan luas lahan tersebut maka
keberadaan kelompok tani sangat diperlukan untuk saling berbagi informasi
tentang cara budidaya dan harga pasar yang baik untuk hasil panen petani.
Kelompok tani yang diikuti oleh pak Teguh adalah Makaryo 1 yang merupakan
kelompok tani terbesar dan memiliki organisasi yang terorganisir dengan baik hal
ini terlihat dari adanya badan hukum yang dimiliki kelompok tani ini,
meningkatnya taraf hidup petani, buruh tani dan banyaknya bantuan pemerintah
membuktikan bahwa fungsi kelompok tani ini berjalan dengan baik. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Robbin & Coulter (2007) “Entrepreneurship is the process
whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts and means
to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants and need
through innovation and uniqueness, no matter what resources are currently
controlled”. Kewirausahaan adalah proses dimana seorang individu atau
kelompok individu menggunakan upaya terorganisir dan sarana untuk mencari
peluang untuk menciptakan nilai dan tumbuh dengan memenuhi keinginan dan
kebutuhan melalui inovasi dan keunikan, tidak peduli apa sumber daya yang saat
ini dikendalikan.
Jiwa wirausaha Pak Teguh muncul dikarenakan ide inovatif yang berpikir
kreatif dengan memikirkan peluang-peluang yang ada dan meningkatkannya
sehingga dapat menjadi sumber usaha bagi beliau sehingga beliau dapat
dikategorikan sebagai Inovative Entrepreneur. Hal ini sesuai dengan pernyataan
24

Jamaluddin (2010) Jiwa wirausaha atau entrepreneur dapat muncul pada diri
seseorang dikarenakan oleh beberapa faktor :

1. Necessity Entrepreneur yaitu menjadi wirausaha karena terpaksa dan


desakan kebutuhan hidup.
2. Replicative Entrepreneur, yang cenderung meniru-niru bisnis yang
sedang ngetren sehingga rawan terhadap persaingan dan kejatuhan.
3. Inovatif Entrepreneur, wirausaha inovatip yang terus berpikir kreatif
dalam melihat peluang dan meningkatkannya.
25

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Menurut analisis kelayakan tani yang sudah di hitung, maka dapat dikatakan
bahwa usaha tani yang dilakukan Teguh Junaidi sudah layak untuk dilakukan karena RC
ratio nya lebih besar dari 1. Selain itu Pak Teguh Junaidi juga masih mendapatkan
keuntungan dari usaha taninya tersebut. Menurut perhitungan BEP unit Pak Suryono akan
memperoleh titik impas jika berhasil menjual produknya sebanyak 1339,38 Kg,
mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 9.269.230,76 dan menjual produknya seharga Rp.
2.892. Jika Teguh Junaidi dapat menjual produknya dengan harga yang sama tiap
tahunnya maka Pak Suryono akan tetap mendapatkan keuntungan, dan tidak mengalami
kerugian. Adanya lemba-lembaga seperti KUD dan Kelompok tani juga sangat membantu
para petani untuk mendapatkan pinjaman dana dan alat- alat pertanian, selain itu dengan
adanya lembaga pertanian, para petani dapat salin bertukar pengalaman dalam bertani
seperti cara membudidayakan tanaman padi yang baik, pemeliharaan tanaman budidaya,
dan informasi seputar pertanian lainnya.

4.2 Saran
Praktikum selama ini sudah berjalan dengan baik, asisten praktikum sudah
menyampaikan materi dengan baik dan jelas. Fieldtrip juga sudah berjalan dengan baik
tanpa ada halangan. Format laporan juga sudah jelas sehingga pengerjaan laporan tidak
ada halangan.
26

Daftar Pustaka
Adiwlaga Anwas. 2012. Ilmu Usatanai. Bandung : Bumi Aksara.

Dindin Abdurohim BS. 2016. Kapasitas Kelembagaan Usaha Kecil. Universitas


Pasundan. Bandung.

Ernan, et al. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Obor


Indonesia.

Faqih, A. 2010. Manjemen Agribisnis.Yogyakarta: Dee Publish.

Fitri, H. 2009. Uji Adaptasi Bebrapa Padi Ladang ( Oryza sativa L ). Skripsi
Universitas Sumatra Utara. Medan.

Jamaluddin, Anif. 2010. Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan. Univesitas Ahmad


Dahlan. Yogyakarta.

Kuswadi. (2005). Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akutansi Keuangan


dan Akuntansi Biaya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Kuswanto. 2007. Teknologi Pemrosesan Pengemasan dan Penyimpanan Benih.


Kanisius. Yogyakarta. 250 p.

Nasution, K. 2014. Analisis Break Even Point Usahatani Jagung. Jurnal Wahana
Inovasi. 3(2) : 478-482
Purwono dan Heni Purnamawati. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Penebar Swadaya:Jakarta

Riyanto, & Bambang. (1997). Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan.


Yogyakarta: BPFE UGM.

Robbins, S dan Coulter, M. 2007, Manajemen. Edisi Kedelapan, Jakarta : PT


Indeks.

Sitompul, S.R. 2013. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Produksi Usahatani Kubis (Brassica oleracea L.) Di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Insititut Pertanian Bogor. Bogor.
27

Soekartawi. 1993. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani


Kecil. Jakarta: UI Press.

Sri Murtiati, SP dan Sumarno, S.ST. Inovasi Teknologi Pengendalian Hama


Burung Pada Tanaman Padi. Litbang. Jawa Tengah.

Sudarmaji & Herawati, N.A. (2009)Ekologi Tikus Sawah dan Teknologi


Pengedaliannya dalam Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Available at:
www.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 24 November 2019.

Sumodiningrat. 2001. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Sawah


Lahan Sempit. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Sumodiningrat. 2001. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Sawah


Lahan Sempit. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Thomas W Zimmerer, Norman M Scarborough, Kewirausahaan dan Manajemen


Usaha Kecil, Salemba empat, 2008.

Tjitrosoepomo G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta. 477 p.

Wahyuni. 2009. Sosiologi Pertanian. Refika Aditama. Bandung.


28

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Desa

Lampiran 2. Foto Hasil Pengamatan Lapang

Anda mungkin juga menyukai