Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi katersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Pemakaian pupuk kimia kemudian berkembang seiring dengan ditemukannya deposit garam kalsium di Jerman pada tahun 1839. Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi. Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih

Universitas Sumatera Utara

mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor. Menurut cara aplikasinya, pupuk buatan dibedakan menjadi dua yaitu pupuk daun dan pupuk akar. Pupuk daun diberikan lewat penyemprotan pada daun tanaman. Contoh pupuk daun adalah Gandasil B dan D, Grow More, dan Vitabloom. Pupuk akar diserap tanaman lewat akar dengan cara penebaran di tanah. Contoh pupuk akar adalah urea, NPK, dan Dolomit. Menurut cara melepaskan unsur hara, pupuk akar dibedakan menjadi dua yakni pupuk fast release dan pupuk slow release. Jika pupuk fast release ditebarkan ke tanah dalam waktu singkat unsur hara yang ada atau terkandung langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk ini adalah terlalu cepat habis, bukan hanya karena diserap oleh tanaman tetapi juga menguap atau tercuci oleh air. Yang termasuk pupuk fast release antara lain urea, ZA dan KCL. Pupuk slow release atau yang sering disebut dengan pupuk lepas terkendali (controlled release) akan melepaskan unsur hara yang dikandungnya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama bila dibandingkan dengan pupuk fast release. Mekanisme ini dapat terjadi karena unsur hara yang dikandung pupuk slow releasedilindungi secara kimiawi dan mekanis. Perlindungan secara mekanis berupa pembungkus bahan pupuk dengan selaput polimer atau selaput yang mirip dengan bahan pembungkus kapsul. Contohnya, polimer coated urea dan sulfur coated urea. Perlindungan secara kimiawi dilakukan dengan cara mencampur bahan pupuk menggunakan zat kimia, sehingga bahan tersebut lepas secara terkendali. Contohnya Methylin urea, Urea Formaldehide dan Isobutilidern Diurea. Pupuk jenis ini harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi. ( Novizan, 2005) Pupuk kimia slow release biasanya unsur hara dilepaskannya dengan sistem coated atau binder. Sistem coated, yaitu unsur hara keluar secara perlahan setelah bahan pembungkus retak. Sementara sistem binder yaitu unsur hara dilepaskan sesuai dengan ketersediaan air di lapangan karena adanya pengikat. Tanah dengan kondisi

Universitas Sumatera Utara

kelembapan tinggi, unsur hara dikeluarkan akan semakin banyak dan semakin cepat. Sistem yang kedua ini disebut juga sistem hidrolisa (penyerapan air). (E.I. Musnamar. 2003)

2.1.1. Pupuk NPK

Pupuk majemuk yang satu ini tidak hanya mengandung dua unsur, tetapi tiga unsur sekaligus yang tidak lain gabungan dari pupuk tunggal N, P, dan K. itulah sebabnya belakangan ini NPK sangat digemari petani. Merumuskan NPK yang akan dipilih sesuai tanah dan tanaman memang sulit. Untuk keperluan ini belum ada aturannya. Namun ada sumber yang menyebutkan patokan pemakaian atau pemilihan NPK tergantung pada kadar N-nya, yaitu pilihlah NPK dengan kadar N tinggi.

a) Nitrogen Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. b) Fosfor Untuk fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. c) Kalium Fungsi utama kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Yang tak bisa dilupakan ialah kalium pun merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit. (Pinus Lingga & Marsono, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Jumlah banyaknya pupuk NPK yang harus ditaburkan biasanya tergantung dari kebutuhan tanaman akan nitrogen. Berhubung pupuk NPK lebih bersih daripada berbagai macam pupuk tunggal, maka jumlah seluruhnya yang harus ditaburkan juga jauh lebih sedikit.

Semacam pupuk NPK yang mengandung nitrogen hendaknya ditaburkan pada musim semi. Pada tahun-tahun terakhir, kalium bertambah banayk diberikan orang pada musim rontok. Hal ini juga berlaku bagi pemupukan pada sistem bercocok tanam menurut rencana tertentu, sehingga pada musim semi dapat dibatasi dengan memberikan pupuk NP. (W.T. Rinsema,1993)

2.1.2. Pengaruh Pupuk Terhadap Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk memasok hara pada tanaman dalam jumlah yang seimbang. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah adalah: cadangan hara, ketersediaan, besarnya pasokan, tidak adanya bahan racun maupun bahan yang menghambat penyerapan hara oleh tanaman.

2.1.3. Pemupukan

Kebutuhan pupuk untuk tanah yang diolah minimum sangat tergantung pada keadaan kesuburan asli tanah. Tanah yang kondisi kesuburan asli tinggi, maka pemanenan dapat dilakukan sebanyak mungkin tanpa harus meninggalkan residu panen.

Fosfat relatif tidak mengalami proses pelindian karena diikat oleh koloid tanah, sehingga pupuk fosfat yang ditabur dipermukaan tanah tetap berada di tempat. Supaya lebih efektif pupuk P sebaiknya diletakkan di dekat perakaran.

Kalium lebih mudah terlindi dari pada fosfat, tetapi lebih rendah daripada N. apabila curah hujan rendah, pemupukan K dipermukaan tanah maka unsur K tetap

Universitas Sumatera Utara

berada di dekat perakaran. Akan tetapi apabila curah hujan cukup tinggi, cukup banyak K yang hilang dari daerah perakaran. ( Rachman Sutanto, 2002)

Penggenangan tanah mempunyai pengaruh pada ketersediaan hara tanaman selain N,P dan K. kelebihan air dapat mempengaruhi keterediaan hara melalui berbagai cara. Pengaruhnya dapat melalui: (i) ditingkatkannya kelarutan senyawasenyawa yang relatif tidak dapat larut disebabkan pengaruh pengenceran dan kelebihan air,(ii) perubahan pH yang berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam status oksidasi-reduksi tanah, (iii) meningkatnya ketersediaan disebabkan oleh mobilitas hara yang lebih besar dalam tanah yang jenuh,(iv) perubahan-perubahan dalam kesetimbangan oksidasi-reduksi dalam tanah sebagai hasil dari oksigen,(v) pengendapan sebagai kompleks-kompleks yang tidak larut dengan hidroksida,karbonat-bikarbonat, asam-asam organik atau sulfide tergantung pada kondisi-kondisi kesetimbangan dan lingkungan. Kelebihan air dapat juga bertindak secara langsung meningkatkan kehilangan unsur-unsur hara yang larut melalui pelindian dalam tanah yang permeabel. (O.P Engelstad,1997)

Penggunaan pupuk dapat menjurus kepada menjadi kotornya lingkungan karena: 1. Komponen-komponen yang dapat mengganggu dan beracun ada kalanya menguap dan berkumpul di udara: polusi udara. 2. Ada kalanya ia mengandung bahan-bahan yang berbahaya, yang dengan mudah terikat di dalam tanah dalam bentuk yang tidak larut, sehingga bilamana bahan-bahan itu sudah terkumpul terlalu banyak, akhirnya akan berpengaruh negative: polusi pada permukaan bumi. 3. Pupuk mudah terkuras atau terbawa oleh air, yang lalu sampai ke dalam selokan dengan segala akibatnya yang negatif : polusi air. Rinsema,1993) Efektivitas pemupukan sangat tergantung pada saat pupuk diberikan. Pemberian pupuk pada saat yang tidak tepat hanya merupakan pemborosan sebab pupuk akan terbuang percuma dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman pada saat itu. (W.T.

Universitas Sumatera Utara

Ada dua hal yang berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan yaiitu kondisi cuaca dan kondisi fase tanaman. 1. Kondisi cuaca Kondisi cuaca adalah fakta yang menentukan keberhasilan suatu aplikasi pemupukan. Hal utama yang perlu diperhitungkan adalah jangan sekali-kali melakukan pemupukan pada saat hari akan hujan, dan pada saat siang terik. Oleh karena itu, pemupukan sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah matahari bersinar terik. Kalau cuaca tidak panas pemupukan dapat dilakukan kapan saja. 2. Kondisi fase tanaman Pertumbuhan tanaman dibagi atas dua, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif tanaman akan membentuk daun dan pucuk-pucuk tanaman muda. Sedangkan pada fase generatif tanaman membentuk bunga, buah dan umbi. Pemupukan pada fese yang tidak tepat bukan hanya berarti pemborosan, tetapi kadang dapat meracuni tanaman sehingga pertumbuhannya tidak bagus. (H.Prihmantoro, 2003)

2.2. Kitosan Kitin merupakan poli (2-asetomida-2-deoksi- -(1-4)-D-glukopironosa) dengan rumus molekul ( C8H 13NO5) n yang tersusun atas 47% C, 6% H, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida). Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi- -(1-4)-Dglukopironosa) dengan rumus molekul (C6H11NO 4) n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik . proses kimia menggunakan basa,misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi yaitu mencapai 85-93% (tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara

Universitas Sumatera Utara

enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam. (Purwatiningsih, 2009)

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan.

kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an. terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perika na n, seperti ku lit, u da ng da n ca ngka ng k epiting denga n k a ndu nga n kitin a nta ra 65 -70 %. Su mber ba ha n baku kitosan ya ng la in di a ntaranya kala jengking, ja mur, cu mi, gu rita , sera ngga , la ba - la ba da n ula t su tera denga n kandungan kitin antara 5-45%. (http://www.scribd.com/doc/76337394/chitosan-iyoeng)

Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Sifat-Sifat Kitosan

Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun, katonik kuat, kuagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat. ( Mat B.Z, 1995)

Kitosan merupakan suatu polimer karbohidrat yang mengandung senyawa nitrogen yang tidak bercabang dan mempunyai berat molekul yang tinggi. Menurut Rutherford dan Austin (1978) ada suatu sistem pelarut efektif bagi kitosan yaitu N-Ndiametilasetamida yang mengandung 5% larutan Litium klorida. Namun demikian kelarutan kitosan banyak ditentukan oleh faktor bahan baku metode cross linking dan derajat deasetilasinya.

Kitosan tidak larut dalam pelarut-pelerut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali dibawah kondisi-kondisi tertentu. Dengan adanya sejumlah asam maka dapat larut dalam air-metanol, air-etanol, air-aseton dan campuran lainnya. Kitosan dapat larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan. Asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam nitrat dapat juga melarutkan kitosan pada sebagian kecil, setelah beberapa waktu terbentuk endapan putih yang menyerupai jelly. Dengan asam nitrat pekat akan dapat memutuskan sebagian ikatan dan kelarutan tidak begitu cepat. HCl memerlukan pemanasan dan pengadukan berjam-jam, H 2SO4 tidak dapat melarutkan kitosan karena akan membentuk kitosan sulfat yang berupa padatan kristalin putih, sedangkan dengan asam perklorat dapat melarutkan kitosan dengan mudah. Pada kenyataannya endapan kitosan lebih mudah dibuat dalam larutan HCl, HNO 3 dan HClO4. ( Muzzarelli R.A.A., 1977)

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah polimer ini dalam bentuk kitin atau kitosan. Kitosan mengandung gugus amina 60% sebaliknya lebih kecil dari 60% adalah kitin. ( Harahap V.U.,1995)

2.2.2. Kegunaan Kitosan

Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industry farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahn limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas, dan industry elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produksi industry pangan. ( Rismana , 2004)

Kitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik pada berbagai jenis industri maupun bidang kesehatan, sehingga kualitasnya bergantung pada keperluannya. Sebagai contoh untuk penjernih air diperlukan mutu kitosan yang tinggi dan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan kemurnian yang tinggi.

Kitosan mempunyai sifat unik yang dapat digunakan di dalam berbagai cara serta memiliki kegunaan yang beragam, antara lain : di bidang industri, kitosan dapat meningkatkan kekuatan mekanik pada kertas atau sebagai bahan perekat, aditif untuk kertas dan tekstil, serta untuk mempercepat penyembuhan luka dan memperbaiki sifat pengikat warna. Sedangkan di bidang kosmetika, membrane kitosan berfungsi sebagai zat aditif yang dapat meningkatkan viskositas shampoo dan zat aditif pada lotion karena dapat melindungi kulit dari kelembaban. Kitosan juga mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. ( Cho Kyun Rha , 1973)

Universitas Sumatera Utara

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. (http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15647.0)

2.3. Spektrometer Serapan Atom

Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Spectrum atomic untuk masing-masing unsur terdiri atas garis-geris resonansi. Garisgaris lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spectrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi dari tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya. (Khopkar S.M , 2007)

2.3.1. Prinsip Dasar Spektrometer Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan , maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA. (Vogel, A.I , 1992)

2.3.2. Cara Kerja Spektrometer Serapan Atom

Universitas Sumatera Utara

Setiap alat terdiri atas tiga komponen yaitu unit atomisasi, sumber radiasi dan system pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi.

Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudiaan dilewatkan melalui baffle menuju pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas asetilen dan oksidator udara tekan, temperatur dapat dikendalikan secara elktris. Biasnya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianaisis. (Khopkar SM , 2007)

2.3.3. Gangguan Pada SSA Dan Mengatasinya

Gangguan yang nyata pada SSA adalah sering kali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekular yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorbsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spectrum absorbs atom netral yang memang akan ditentukan.

Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan: 1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi 2. Menambahkan elemen pengkat gugus ataom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. 3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi.

Universitas Sumatera Utara

(Mulja. M, 1995)

2.4. Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain lain hasilnya lumayan.

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO 4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2 SO4 atau CuSO.

Universitas Sumatera Utara

Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. (http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-analisa-protein-metodekjeldahl.html)

2.5. DISOLUSI

Universitas Sumatera Utara

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses. Disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi kerakteristik disolusi obat dari sediaan. Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larutan bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel sebagai hasil pecahannya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan medium. Dalam hal tablet biasanya diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet kedalam medium penerima. (http://hendra-stenly.blogspot.com/2012/02/disolusi.html)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai