LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn L
Umur : 37 tahun
Alamat : Dsn Manggasai Dompu
Jenis Kelamin : Laki-Laki
B. Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri seluruh perut
Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke UGD dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS) yang dirasakan pada seluruh perut. Rasa sakit seperti mules-mules dan sangat nyeri
hingga pasien berteriak kesakitan. Sejak saat itu pasien juga mengeluhkan mual-mual dan
tidak ada keluhan muntah. Sakit perut juga disertai dengan keluhan buang air besar (BAB)
berwarna hitam dan saat ini belum BAB. Pasien dikeluhkan mengalami penurunan nafsu
makan dan minum. Sehari sebelum masuk rumah sakit perut pasien agak membesar. Buang
air kecil dirasakan tida ada gangguan.
Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
C. Pemeriksaan fisis
Keadaan umum : Sakit sedang, aktif
GCS : E4V5M6
Tanda vital
TD : 160/90
Nadi : 78x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Generalis :
Kulit : Sawo matang, eritema (-)
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Mulut : Hiperemis (-), Stomatitis (-), Lidah:Hiperemis (-).
Thoraks : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-.
Bunyi Jantung : I/II murni regular, bising (-).
Abdomen : Defans muskular (+), Distensi (+), Bising usus (+) menurun, NT(+)
seluruh lapang perut
Ekstremitas : Edema Pretibial (-/-).
Primary survey
Airway : Tidak ada gangguan jalan nafas.
Breathing : Pernafasan 20 x/menit.
Circulation : Nadi 78 x/menit.
Disability : Aktif.
Exposure : Suhu 36.7oC.
Status Lokalis : Regio Abdomen
- Inspeksi : Abdomen distensi, darm contour (+)
- Auskultasi : Bising usus menurun
- Palpasi : Defans muskular
- Perkusi : Hipertimpani
Rectal Toucher : Spingter mencekik, ampula kosong, mukosa licin, udara menyemprot
tidak ada, handscoen tidak ada darah, tidak lendir
D. Laboratorium
Yang dilakukan di IGD tanggal 30 Juni 2020
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 14,1 4 - 10 x 103/uL
RBC 4,84 4.5 - 6.5 x 106/uL
HGB 12,8 14 -18 g/dL
HCT 38,6 40 -54 %
MCV 79,7 80 - 100 fL
MCH 26,4 27 - 32 pg
MCHC 33,2 32 - 36 g/dL
RDW 12,1 11 - 16 %
PLT 263 150 - 400 x 103/uL
MPV 7,3 6 - 11 fL
E. Radiologi
1. Foto konvensional
Foto thorax
Pulmo dalam batas normal
Kardiomegali
Elevasi diafragma dextra (et causa susp. Proses intrahepatik)
Abdomen 3 posisi
Udara usus minimal terdistribusi sampai ke distal kolon. Tampak gambaran faecal anterior
prominen.
Soft tissue density region hipokondrium kanan yang mendesak loop loop usus ke caudal
Tampak dilatasi loop lopp usus, gambaran hearing bonr, dan air fluid level pendek pendek
dan bertingkat
Tampak bayangan udara bebas bentuk cressent sign subdiafragma bilateral dan dinding
lateral abdomen
Tidak tampak bayangan batu radio opaque
Kedua psoas line dan preperitoneal fat line tidak tervisualisasi
Tulang-tulang intak
Jaringan lunak kesan baik
Kesan:
- Parsial Ileus Obstruktif letak tinggi
- Pneumoperitoneum
- Susp hepatomegal
-
Usul :
- USG whole abdomen
F. Penatalakanaan
Tindakan yang dilakukan pada pasien yakni
1. Pro NGT
2. O2 nasal kanul 3 lpm
3. IVFD RL 20 tpm
4. Cefriaxone 2x1 gr (iv)
5. Metronodazol 3X500 mg (iv)
6. Lansoprazole 2x1 amp (iv)
7. Paracetamol 3x1 flash
8. Ranitidine 2x1 amp (iv)
9. Pro laparotomy eksplorasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan
peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana
saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulata. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan
volvulus sangat mungkin disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis
adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1
Pada bayi dan bayi baru lahir, penyumbatan usus biasanya disebabkan oleh cacat lahir, massa
yang keras dari isi usus (mekonium) atau ususnya berputar (volvulus). Invaginasi merupakan
penyebab tersering dari sumbatan usus akut pada anak, dan sumbatan usus akut ini merupakan
salah satu tindakan bedah darurat yang sering terjadi pada anak.1
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama pada daerah
rektosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda lanjut (late sign) dari
karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik total yang tidak dapat ditolong
dengan cara pemasangan tube lambung, puasa dan infus. Akan tetapi harus segera ditolong
dengan operasi (laparatomi). Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan
faal usus berupa gangguan sistem saluran cerna, sumbatan usus, perdarahan atau akibat
penyebaran tumor. Biasanya nyeri hilang timbul akibat adanya sumbatan usus, diikuti muntah-
muntah dan perut menjadi distensi/kembung. Bila ada perdarahan yang tersembunyi, biasanya
gejala yang muncul adalah anemia, hal ini sering terjadi pada tumor yang letaknya pada usus
besar sebelah kanan.1
DEFINISI
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam, yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik.1,2
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang
disebabkan oleh kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus
tersebut.1,2
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik
atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.1,2
EPIDEMIOLOGI
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter
bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sebanyak 44% dari obstruksi mekanik
usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi dan 58% kasus obstruksi
mekanik usus halus disebabkan oleh hernia.6
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, khususnya di RSUPNCM, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).6
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan sebagai akibat insisi,
kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang telah
menjalani setidaknya sekali operasi intra abdomen akan berkembang adhesi satu hingga lebih
dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di
negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus
akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%.6
ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.7
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini kurang tepat
dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan
perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai ke jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa
yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan
ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture
denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.7
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang
membentuk messenterium.7
Gambar 1. Sistem saluran pencernaan
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar
1,5 m) yang terbentang dari caecum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
semakin kecil.7
Usus besar dibagi menjadi caecum, kolon dan rektum. Pada caecum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
caecum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon
ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio
iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen
pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon
transversum, saat mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di
depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus
dasar pelvis. Disini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.7
Gambar 2. Valvula koniventus pada usus halus
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Arteri ini
mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis
dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena
mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.7
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.7
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau
tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum,
descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon
sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki
empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.7
Gambar 4. Pembuluh darah di usus kecil
Gambar 5. Pembuluh darah di usus besar
Caecum, kolon ascendens dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang
a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon
transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum diperdarahi
oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior.
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal
dari n.vagus.7
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain :
1. Hernia inkarserata : usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya
berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.8,9
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasi
menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan
pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.
Dilatasi dan dilatasi usus karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh
berlebihan sehingga berpotensial untuk terjadi translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi. Air dan elektrolit dapat lolos dari tubuh karena muntah.
Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur.
Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon
yang paling tipis karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi
usus halus atau usus besar tergantung pada kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi
insufisiensi katup, timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum ikut
membesar. 4,5
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus karena pada
obstruksi kolon (kecuali pada volvulus), hampir tidak pernah terjadi strangulasi. Kolon
merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap
sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi
kolon distal. 4,5
MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual, muntah, dan obstipasi. Adanya flatus
atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri
kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas
intestinal proksimal daerah obstruksi, nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun
sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltic menjadi intermitten,
nyeri kolik menyertai. Saat nyeri menetap dan terus-menerus, kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark. 4,9
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat terlihat
pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi biasa tidak terjadi bila obstruksi
terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. 4,9
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat telah
terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi,
menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi
juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus. 4,9
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan
terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi
karena perjalanan lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga
menjadi tanda adanya obstruksi partial. 4,9
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik bisa saja normal pada awalnya, namun distensi akan
sering terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah penderita
sering mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan
keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien
menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda
awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa
obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu,
dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. 4,9
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperti nyeri terus-menerus. Demam, takikardia, dan nyeri
tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi
menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi biasa didapati takikardia,
nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehydrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter
ini tidak dapat digunakan untuk mebedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi
sebelum terjadinya iskemia irreversible. 4,9
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Foto polos abdomen 3 posisi yaitu, supine, erect, decubitus sangat bernilai dalam
menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sebisa mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat
batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal, lambung dan kolon terisi sejumlah kecil
gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.8
Gambar 6.
Posisi supine:
Tampak distribusi udara di usus tidak merata, dilatsi usus
dengan gambaran coil spring yang apabila ia berdekatan
dengan coil spring yang lain, ia akan tampak seperti tulang
ikan (herring bone).
Gambar 7.
Posisi tegak:
Gambaran air fluid level yang membentuk step
ladder
Gambaran radiologi dari Large Bowel Obstruction akan terlihat usus besar yang akan
berdilatasi ( diameter usus besar >6-7 cm) di perifer. Gambaran penebalan usus besar yang juga
distensi tampak pada tepi abdomen dan air fluid level biasanya sedikit karena kolon berfungsi
untuk mereabsorbsi cairan.8
Gambar 9. Obstruksi usus besar. Titik transisis terlihat di daerah kolon sigmoid
c) CT Scan
CT Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulata dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak
jelas. CT Scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia
karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik.9
Tingkat sensitifitas CT Scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-
90% untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. CT Scan juga dapat memberikan gambaran
adanya strangulasi dan obstruksi gelang tertutup. CT Scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.9
Pada kasus ileus obstruksi, gambaran radiologis yang diperoleh melalui hasil CT-Scan
yakni dilatasi dari loop-loop usus dan gambaran air fluid level yang lebih jelas. 9
Gambar 10. CT Scan Ileus Obstruktif
d) USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat
pergerakan dari usus halus pada saat pemeriksaan. USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus
yang distensi serta lokasinya. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltik, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus
paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan
spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%. Gambaran yang didapatkan pada hasil pemeriksaan
usg abdomen pada ileus obstruksi yakni tampak dilatasi loop-loop usus yang memberikan
gambaran “keyboard sign appeareance”.10
Gambar 11. Dilatasi loop loop usus yang memberikan gambaran “keyboard sign appeareance”.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, antara lain ileus paralitik. Gambaran khas untuk ileus
paralitik adalah distribusi udara diseluruh bagian usus, gambaran air fluid level yang panjang-
panjang dan sejajar.
Gambar 12
Gambaran Ileus Paralitik. Tampak
dilatasi usus keseluruhan.
Gambar 13
KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan
cairan, serta iskemia dan perforasi usus. Khususnya perforasi usus, dapat timbul peritonitis serta
pneumoperitonium.9
Peritonitis terjadi dikarenakan adanya perforasi usus sehingga menyebabkan isi-isi usus berupa
feses dan sisa makanan lainnya dapat menginfeksi daerah peritoneum. Sehingga pada gambaran
radiologis tidak ditemukannya garis preperitoneal fat line.10
Pneumoperitoneum disebabkan karena udara yang dari dalam usus keluar ke rongga peritoneum
sehingga memberikan gambaran berupa “crescent sign”pada lapangan paru dan juga “rigler
sign".10
Gambar 15. Pneumoperitoneum: Udara bebas di bawah kedua diafragma.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus
harus di rawat di rumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan
optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.7
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera
mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :7
- Strangulasi
- Obstruksi lengkap
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,
oksigen dan kateter)
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.7,8
PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak factor seperti umur, etiologi, tempat dan
lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap
penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.8
BAB III
DISKUSI
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus obstruktif atau disebut juga
ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. Patofisiologik obstruksi mekanik pada usus
berhubungan dengan perubahan fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan
intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan
berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan
meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun, sehingga terjadi kehilangan volume
sistemik yang besar dan progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat
untuk melawan adanya hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya
pecah, dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan
berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan
intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding
usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Terdapat 4 tanda cardinal gejala ileus obstruktif yaitu,
nyeri abdomen, muntah, distensi dan kegagalan buang air besar atau gas.
Pasien laki-laki, umur 37 tahun masuk dengan keluahan nyeri seluruh prut, BAB hitam
dan tidak bisa BAB selama 1 hari.
Pada kasus diatas dari hasil anamnesis dapat dipikirkan bahwa pasien menderita ileus
obstruktif. Dimana untuk menegakkan lebih pasti dapat dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen 3 posisi . Pada kasus ileus obstruktif gambaran yang didapatkan pada hasil foto polos
abdomen 3 posisi yakni posisi erect ditemukan air fluid level, untuk posisi supine ditemukan
dilatasi usus yang dapat menggambarkan herring bone dan step ladder, serta untuk posisi left
lateral dekubitus dapat ditemukan air fluid level serta gambaran udara bebas jika terjadi perforasi
Dan setelah dilakukan pemeriksaan radiologi yakni foto polos abdomen posisi (supine
erect dan LLD) pada pasien ini didapatkan pada posisi supine gambaran udara usus tidak
terdistribusi ke distal kolon serta dilatasi loop-loop usus yang menggambarkan herring bone.
Pada foto posisi erect ditemukan gambaran air fluid level pendek-pendek banyak dan bertingkat
yang membentuk step ladder juga ditemukan udara bebas dibawah diafragma yang menandakan
terjadinya perforasi. Psoas line dan preperitoneal fat line menghilang menandakan telah
terjadinya peritonitis.
Pada gambaran foto polos 3 posisi didapatkan hasil Udara usus minimal terdistribusi
sampai ke distal kolon. Tampak gambaran faecal anterior prominen, Soft tissue density region
hipokondrium kanan yang mendesak loop loop usus ke caudal, Tampak dilatasi loop lopp usus,
gambaran hearing bonr, dan air fluid level pendek pendek dan bertingkat, Tampak bayangan
udara bebas bentuk cressent sign subdiafragma bilateral dan dinding lateral abdomen, Kedua
psoas line dan preperitoneal fat line tidak tervisualisasi. Hal ini menandakan adaya ileus
obstruksi letak tinggi dan adanya peritonitis.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus
harus di rawat di rumah sakit.
REFERENSI
1. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
2. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
3. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
4. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
5. Guyton A.C., Hall J.E. 1997a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta :
EGC.
6. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved
June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
7. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
8. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
9. Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London :
Churchill Livingstone.
10. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York